BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting, karena melalui kemajuan IPTEK, manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan lingkungan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Kemajuan IPTEK juga mendorong terjadinya globalisasi kehidupan manusia karena manusia semakin mampu mengatasi dimensi jarak dan waktu dalam kehidupannya. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi merupakan hambatan utama. Permodalan, perdagangan barang dan jasa, serta teknologi mengalir semakin bebas melampaui batas-batas wilayah negara sehingga kebebasan suatu negara mengendalikan perkembangan dirinya menjadi semakin terikat oleh berbagai perkembangan internasional. Kebijakan fiskal, moneter, dan administratif di suatu negara menjadi semakin terikat pada ketentuan dan kesepakatan internasional. Keadaan tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi negara yang mampu menguasai, memanfaatkan, dan memajukan IPTEK untuk memperkuat posisinya dalam pergaulan dan persaingan antar bangsa di dunia. Disamping memiliki kekuatan akses pasar dan finansial, negara tersebut juga memiliki keunggulan di bidang IPTEK yang memungkinkan penetrasi pasar di negara-negara lain. Sementara itu, pasar negara tersebut sulit diterobos oleh bangsa lain yang kemampuan IPTEKnya tertinggal. Bahkan, untuk menghasilkan nilai yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsanya, negara tersebut dapat mengendalikan pemanfaatan kekayaan dan lingkungan alam, baik yang berada di negaranya maupun yang berada di negara lain. Hal ini menimbulkan ketimpangan antar bangsa di dunia. Kunci dari perkembangan suatu bangsa atau negara di masa yang akan datang, terletak pada efektivitas penerapan IPTEK. Ilmu pengetahuan akan berkembang terus dalam jangka waktu lama, serta terkait langsung dengan kemampuan manusia yang mampu berpikir secara sistematis dan melakukan analisis secara mendalam terhadap berbagai masalah yang ditemuinya. Di samping itu, prospek perkembangan IPTEK di suatu negara tidak terlepas dari kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapinya. Perubahan lingkungan strategis yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk didalamnya beberapa kesepakatan internasional seperti Millenium Development Goal (MDG), World Summit on Sustainable Development (WSSD), World Summit on Information Society (WSIS) dan sebagainya membawa implikasi dalam meningkatkan peran IPTEK bagi kehidupan dan pembangunan bangsa.
1
1.2. POSISI DAYA SAING INDONESIA Mengingat peranan teknologi yang sangat signifikan dalam peningkatan daya saing suatu bangsa, United Nations Development Programme (UNDP), World Economic Forum (WEF), Institute for International Management Development (IMD), serta organisasi international lainnya menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor penentu daya saing. Peringkat daya saing Indonesia secara global dapat dilihat dari beberapa hasil survei dan penerbitan internasional sebagai berikut: : 1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengukur kesuksesan pembangunan suatu negara berdasarkan pencapaian tingkat harapan hidup, partisipasi pendidikan dan pendapatan per kapita riil. Berdasarkan Human Development Report 2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada peringkat ke-111 (tingkat harapan hidup peringkat ke-117, partisipasi pendidikan peringkat ke-118 dan pendapatan per kapita riil peringkat ke-113) dari 177 negara pada tahun 2002. Tabel 1. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index Ranking) Negara
1999
2000
2001
2002
Singapura
26
25
28
25
Malaysia
61
59
58
58
Thailand
72
70
74
76
Filipina
76
77
85
83
Brunai
32
32
31
33
Vietnam
109
109
109
112
Kamboja
132
130
130
130
Indonesia
110
110
112
111
Myanmar
127
127
131
132
Peringkat Indeks Indonesia tersebut berada di bawah negara-negara Asean lainnya, seperti Singapura menempati peringkat ke-25, Brunai Darussalam peringkat ke-33, Malaysia peringkat ke-59, Thailand peringkat ke-76, sedangkan Filipina peringkat ke-83. Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam yang menempati peringkat ke-112 dan lebih baik dari Kamboja yang menempati peringkat ke-130, Myanmar peringkat ke-132 dan Laos peringkat ke-135.
Peringkat Indonesia tersebut, menunjukan bahwa sumber daya manusia Indonesia belum memiliki Laos 143 143 135 135 kualitas daya saing yang andal, Sumber: Human Development Report- UNDP pada saat negara lain berupaya untuk mengejar kekuatan daya saingnya di era global.
2
2. Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report) Laporan tahunan Daya Saing Global (The Global Competitiveness Report) dikembangkan oleh World Economic Forum (WEF) untuk mengevaluasi daya saing ekonomi suatu negara dengan menggunakan dua kriteria yaitu sisi makro - Growth Competitiveness Index (GCI) dan sisi mikro - Business Competitiveness Index (BCI). GLOBAL COMPETITIVENESS RANGKING - 2003
Business Competitiveness Rangking
70
Philipines Indonesia
60
Sri lanka Vietnam
50
China 40
India Thailand Malaysia
30
Korea
20
Japan Singapore
10
USA
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Growth Competitiveness Rangking Growth Competitiveness Index menggunakan tiga parameter, yaitu “lingkungan ekonomi makro”, “perkembangan lembaga publik”, dan “inovasi teknologi”. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2003–2004, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 102 negara pada tahun 2003, sedangkan pada tahun 2002 menempati peringkat ke-69. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean, Indonesia menempati posisi terendah (Tabel 2), Singapura menempati peringkat ke-6, Malaysia peringkat ke-29, Thailand peringkat ke-32, Filipina peringkat ke-66, dan bahkan Vietnam pada peringkat ke-60.
3
Business Competitiveness Index menggunakan dua parameter, yaitu “sofistikasi strategi dan operasi perusahaan” dan “kualitas lingkungan bisnis nasional”. Indonesia menempati peringkat ke-60 pada tahun 2003, sedangkan pada 2002 menempati peringkat ke-64. Dibandingkan negara-negara Asean yang lainnya, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang menempati peringkat ke-64. Singapura menempati peringkat ke-8, Malaysia menempati peringkat ke-26, Thailand menempati peringkat ke-31, dan bahkan Vietnam juga lebih baik dari Indonesia dan menempati peringkat ke-50. Tabel 2 Peringkat Indeks Daya Saing Global (The Global Competitiveness Index Ranking) Tahun 2003 Growth Competitiveness Index Rangking Negara Teknologi
Lembaga Publik
Makroekonomi
Business Competitiveness Index Rangking Strategi & Opreasi perusahaan
Lingkungan bisnis nasional
Singapura
6
12
6
1
8
12
4
Jepang
11
5
30
24
13
6
20
Korea
18
6
36
23
23
19
25
Malaysia
29
20
34
27
26
26
24
Thailand
32
39
37
26
31
31
32
China
44
65
52
25
46
42
44
India
56
64
55
52
37
40
36
Vietnam
60
73
61
45
50
53
48
Filipina
66
56
85
60
65
48
74
Sri Lanka
68
72
72
65
57
52
59
Indonesia
72
78
76
64
60
62
61
Sumber: Global Competitiveness Report 2003-2004
Salah satu penyebab rendahnya Growth Competitiveness Index Indonesia tersebut adalah semakin lemahnya kemampuan teknologi. Peringkat Growth Competitiveness Index Indonesia dalam hal teknologi (terdiri dari inovasi, telematika dan transfer technologi) menurun dari peringkat-65 di tahun 2002 menjadi peringkat-78 di tahun 2003. Dalam Business Competitiveness Index, peringkat Indonesia pada 2003 mengalami penurunan dalam “strategi dan operasi perusahaan”, peringkat Indonesia pada tahun 2003 memburuk dan menempati peringkat ke-62 dibandingkan dengan tahun 2002 yang menempati peringkat ke-59. Semua ini menunjukan bahwa kemampuan 4
penguasaan teknologi bangsa Indonesia relatif menurun dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya.
3. The World Competitiveness Yearbook (WCY) Laporan Tahunan Daya Saing Dunia (World Competitiveness Yearbook) disusun oleh Institute for International Management Development (IMD) bertujuan untuk memberikan kerangka referensi dalam mengkaji bagaimana suatu negara mengelola masa depan ekonominya dengan menempatkan daya saing suatu negara yang ditentukan oleh empat faktor yaitu kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintah (government efficiency), efisiensi bisnis (business efficiency) dan infrastruktur (infrastructure). Berdasarkan World Competitiveness Yearbook 2004, Indonesia terus mengalami penurunan dari peringkat-43 pada tahun 2000 menjadi peringkat-58 dari 60 negara pada tahun 2004 (Tabel 3). Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki daya saing yang paling rendah (Tabel 3). Singapura berada pada peringkat2, Malaysia peringkat-16, Thailand peringkat-29, dan Philippines di peringkat52. Dalam infrasutruktur yang terdiri dari infrastruktur dasar, teknologi, saintifik, lingkungan dan kesehatan, serta pendidikan, posisi Indonesia menduduki peringkat terendah, yaitu peringkat ke-60. Tabel 3 Peringkat Daya Saing Dunia (The World Competitiveness Ranking) Tahun 2004 NEGARA
2000
2001
2002
Singapura
2
3
8
4
Malaysia
26
28
24
Jepang
21
23
China
24
Thailand
2004
2003
(1)
(2)
(3)
(4)
2
5
1
6
9
21
16
16
16
13
30
27
25
23
17
37
37
2
26
28
29
24
2
21
35
41
31
34
31
30
29
9
20
23
50
Korea
29
29
29
37
35
49
36
29
27
Filipina
35
39
40
49
52
37
42
49
59
Indonesia
43
46
47
57
58
55
54
58
60
Catatan: 1 - Economic Performance; 2 - Government Efficiency; 3 - Business Efficiency; 4 – Infrastructure Sumber: World Competitiveness Yearbook 2004
5
4. Indikator Daya Saing Berbasis Teknologi (Indicators of Technologi-Based Competitiveness) Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga tercermin dalam laporan “Indicators of Technologi-Based Competitiveness” yang disusun oleh National Science Foundation – USA yang menunjukkan tingkat dayasaing teknologi tinggi Indonesia jauh berada di bawah negara Korea, Taiwan, Singapore, China, dan Thailand, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 High Tech Indicator Value 2003 Productive Capacity
Technological Infrastructure (Input ndicator)
SosioEconomic Infrastructure (Input Indicators)
National Orientation (Input Indicator)
93.9
82.8
92.7
86.4
79.8
Jepang
81.6
80.3
73.8
67.0
76.4
Singapura
52.4
40.5
46.7
84.2
83.8
Korea
46.4
52.3
45.2
81.1
80.4
Malaysia
32.8
34.2
28.8
64.9
73
China
49.3
49.6
55.2
55.0
63.0
Thailand
20.0
30.9
51.0
67.5
47.7
Indonesia
24.8
27.7
20.7
39.1
45.1
Filipina
19.6
45.0
24.0
55.0
59.3
Output Indicator Tech Standing
USA
Negara
Sumber: Indicators of Technology-Based Competitiveness of 33 Nations – Technology Polcy Assessment Center –Georgia Institute of Technology - USA
6
5. Neraca Perdagangan Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga tercermin dari neraca Perdagangan Produk Manufaktur. Walaupun ekspor produk manufaktur terus meningkat, neraca perdagangannya cenderung negatif karena impor produk barang modal dengan kepadatan teknologi menengah dan tinggi terus meningkat pula. Selain
itu
studi
UNIDO
–
“Indonesia:
Strategy
for
Manufacturing
Neraca Perdagangan Produk Manufaktur Tahun 1991 - 2001 (Juta US$) 20.000,00
Juta US$
15.000,00 10.000,00 5.000,00 0,00 -5.000,00 -10.000,00 -15.000,00 1991
1992
1993
2000
2001
2002
T eknologi T inggi
-2.539,20
-2.827,20
-2.775,20
6.866,20
5.603,80
3.698,80
T eknologi Menengah
-9.728,10
-8.058,30 -10.013,80
-6.689,50
-6.429,50
-6.445,20
T eknologi Rendah
5.413,00
7.519,00
14.441,20 12.957,90 14.587,20
10.092,50
Competitiveness” (November 2000), menjabarkan bahwa sebenarnya daya saing industri manufaktur Indonesia telah mengalami penurunan sejak pertengahan dekade 1990 sebelum krisis moneter terjadi. Studi itu mengidentifikasi sejumlah kondisi yang mengakibatkan daya saing industri manufaktur di Indonesia melemah, antara lain disebabkan oleh : •
Tingginya tingkat ketergantungan pada impor input produksi;
•
Jenis produk ekspor sangat terbatas (plywood, textile, garments, footware, electronics) dan sasaran pasar eksporpun sangat sempit (USA, Japan, Singapore).
•
Tidak terjadinya pendalaman teknologi. Pada umumnya industri merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai sekitar 90% dan mengandalkan biaya buruh yang murah.
7
Studi tersebut memberikan masukan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia, diperlukan upaya pengembangan industri pemasok dan industri penunjang, mendiversifikasi basis kegiatan manufaktur, dan melaksanakan pendalaman teknologi di sektor manufaktur, antara lain dengan mengembangkan : •
Jaringan productivity centers and technical institutes;
•
Supplier and vendor network;
•
Reverse-engineering dan pengadopsian kemajuan teknologi;
•
Visi strategis tentang ke mana Indonesia akan memposisikan dirinya dalam melaksanakan industrialisasi.
Hal ini berarti bahwa, Visi dan kebijakan strategis pembangunan IPTEK harus selaras dengan visi dan kebijakan strategis pembangunan industri. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa IPTEK harus menjadi politik negara. Beberapa kondisi di atas menunjukkan bahwa perkembangan sumber daya IPTEK (S&T resource advantage) belum memberikan sumbangan yang signifikan bagi pembentukan keunggulan posisi (positional advantage) Indonesia dalam meningkatkan daya saing.
1.3. TUJUAN Tujuan Penyusunan Visi IPTEK 2025 adalah : 1) 2) 3) 4)
Mempersiapkan arah dan tahapan pencapaian pembangunan bidang IPTEK yang mempertimbangan kecenderungan/ perubahan di masyarakat; Menjadi acuan bagi penyusunan tahapan kebijakan strategis pembangunan nasional IPTEK; Memperjelas posisi penetrasi IPTEK ke dalam pembangunan bangsa; Mewujudkan kesejahteraan bangsa dan meningkatkan daya saing dan harga diri bangsa, tercermin dari bagaimana cara mencapainya.
Metode dalam penyusunan Visi IPTEK 2025 antara lain menggunakan : studi banding (benchmark) dengan visi beberapa negara lain; brain storming; analisis kuantitatif & kualitatif; scenario planning dan lain-lain.
8
BAB II MODAL DASAR, PELUANG DAN TANTANGAN 2.1. MODAL DASAR Modal dasar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian, pengembangan dan rekayasa yang berlandaskan pada sistem inovasi nasional, antara lain adalah : • • • • • • •
Potensi sumber daya manusia dan sumber daya IPTEK lainnya; Variasi pilihan pemanfaatan, pengembangan, penguasaan IPTEK; Keanekaragaman sumber daya alam; Dunia usaha skala besar, menengah dan kecil; Potensi pasar dalam negeri; Keanekaragaman budaya dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge); Proses demokrasi politik.
Semua modal dasar dapat didayagunakan apabila pembangunan IPTEK ditunjang oleh perangkat kelembagaan dan iklim yang kondusif bagi pengembangan sistem inovasi nasional. Sistem inovasi nasional ini merupakan landasan pemikiran yang menyeluruh untuk pembangunan IPTEK yang mencakup pilar-pilar utama seperti sumber daya manusia, teknologi dan modal yang berinteraksi secara harmonis, yang dikemas dalam sektor-sektor produksi, lembaga-lembaga litbang; perguruan tinggi; dunia usaha; lembaga keuangan dan lain-lain yang mempunyai kesamaan pemahaman, keserempakan tindak dan keterpaduan yang menyeluruh.
2.2. PELUANG Berbagai aspek penting yang dapat dijadikan peluang dan dimanfaatkan dalam pengelolaan, pengembangan, penumbuhan dan penguasaan IPTEK, antara lain : •
Membaiknya Perekonomian Nasional Indonesia Diperkirakan antara tahun 2005 – 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun.
9
•
Semangat Reformasi dan Demokrasi. Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK.
•
Perkembangan IPTEK Kepesatan kemajuan IPTEK pada dua dasawarsa terakhir memberikan sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan IPTEK yang bisa didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi dan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peradaban bangsa. Kecenderungan global perkembangan IPTEK dapat dipantau dan diantisipasi secara terus menerus melalui teknik-teknik pengkajian, pemantauan dan peramalan teknologi. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia dapat menyeleksi, mengadaptasi, dan memfokuskan program-program IPTEK dalam rangka penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi sosial budaya masyarakat.
•
Meningkat dan Terbukanya Akses Informasi Dengan berkembangnya teknologi informasi dan terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan.
•
Globalisasi Globalisasi memberikan peluang untuk memperluas jaringan kerjasama antar negara, khususnya bagi peningkatan kemampuan IPTEK di Indonesia.
2.4. TANTANGAN Disamping peluang, juga terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, di antaranya : •
Menyelaraskan Kebijakan Pembangunan IPTEK ke dalam Kebijakan Ekonomi Perkembangan IPTEK berkait erat dengan kemajuan perekonomian bangsa. Dalam upaya menciptakan stabilitas lingkungan makroekonomi, pemerintah perlu merumuskan kebijakan industri yang berpihak terhadap penggunaan hasil riset dan produk teknologi dalam negeri. Hasil riset tidak akan dapat berkembang menjadi produk inovasi apabila tidak diserap oleh industri yang mampu memproduksi barang dan jasa yang bernilai kompetitif, serta tidak didukung oleh adanya pasar yang loyal terhadap produksi bangsa sendiri. 10
Di samping itu juga diperlukan iklim investasi yang kondusif untuk berkembangnya kemampuan litbangyasa di dalam negeri antara lain dengan menaikkan alokasi anggaran IPTEK dari 0.18% hingga sesuai dengan standar UNESCO, minimal 1 % dari GDP. •
Mengurangi Besarnya Ketergantungan pada Sumber Daya di sektor Pemerintah Kegiatan penelitian di Indonesia sebagian besar didanai dari sektor pemerintah. Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi nasional, disamping mendorong sektor publik untuk berswadana, peran sektor swasta, khususnya untuk berinvestasi dalam kegiatan litbangpun perlu ditingkatkan.
•
Meningkatkan peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam Mengembangkan dan Mengakumulasikan Kemampuan Teknologi.
•
Meningkatkan peran serta pemilik modal swasta dalam kegiatan IPTEK secara bersama untuk menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat ekonomi lemah untuk dapat lebih produktif.
•
Menurunkan Ancaman Degradasi Lingkungan Hidup Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK yang bernilai ekonomis tetapi juga ramah lingkungan, dan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat merupakan tantangan yang perlu perhatian serius untuk bisa mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Adanya persyaratan standar lingkungan tertentu pada produk-produk yang diperdagangkan secara internasional merupakan hambatan bersaing secara global bagi industri Indonesia.
•
Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Partisipasi Perempuan di bidang IPTEK
•
Meningkatkan peran knowledge sebagai modal intelektual (intellectual capital) dalam mendorong kemajuan pembangunan ekonomi.
•
Meningkatkan Pemahaman Pentingnya IPTEK Berbagai isu di atas memberikan gambaran bahwa pelaksanaan pembangunan harus semakin dilandaskan pada kapasitas sumber daya manusia dalam memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai kemajuan IPTEK untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan. Pembinaan sumber daya manusia harus dilaksanakan sejalan dengan berbagai upaya untuk mentransformasikan masyarakat berbudaya pengetahuan. Pemapanan tata-nilai baru, cara berpikir, bersikap dan berperilaku, serta keterbukaannya dalam menghadapi perubahan 11
lingkungan alam dan sosial, tanpa mengorbankan martabat serta nilai-nilai budaya dan moral bangsa. Upaya ini haruslah ditunjang oleh penataan semua pranata IPTEK baik yang merupakan prasarana dan sarana keilmuan, sistem-sistem kelembagaan dan pemerintahan, ataupun perangkat peraturan dan perundang-undangan.
12
BAB III VISI IPTEK 2025 3.1. MENGAPA TAHUN 2025 Perkembangan global dalam perspektif IPTEK, akan mengacu pada banyaknya invensi dan inovasi, di mana IPTEK menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi dan merupakan indikator harkat serta harga diri bangsa. Hal ini tampak dari munculnya negara-negara industri baru, seperti Korea Selatan, Thailand, Singapura (industri jasa), Malaysia, Taiwan, dan China yang menunjukkan bahwa investasi yang didorong oleh kemajuan di bidang IPTEK sangat terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kegiatan IPTEK di negara-negara tersebut sangat terkait dengan sektor riil. Negara-negara tersebut menyadari bahwa IPTEK tidak bisa dipisahkan lagi dari upaya menegakkan martabat dan harga diri bangsa. IPTEK telah menjadi keniscayaan untuk “mengungkit” produktivitas aktivitas ekonomi secara lebih besar. Keniscayaan IPTEK sebagai pilar pembangunan merupakan satu-satunya jawaban permasalahan yang muncul di negara-negara tersebut dalam upaya menjadikan bangsa yang bermartabat, berharga-diri dan mandiri dalam tatapergaulan internasional. Negara-negara tersebut juga menyadari bahwa aktivitas riset ilmu pengetahuan dan teknologi (RIPTEK) sangat rentan pada jebakan yang dapat memutus seluruh rantai kegiatan jika aktivitas penguasaan tidak menciptakan keterhubungan dengan aktivitas pemberdayaan, yang pada gilirannya, menumbuhkan kesan pemborosan sumber daya. Transformasi penguasaan IPTEK perlu diupayakan agar dapat mencapai nilai ambang batas yang dapat memicu dan memacu tumbuhnya kemandirian dalam upaya menciptakan pembaharuan sumber-sumber daya RIPTEK secara keseluruhan. Untuk mencapai tingkat itu dibutuhkan peningkatan kapasitas dan kapabilitas yang dapat “membuktikan” bahwa aktivitas penguasaan dan pemberdayaan IPTEK pasti akan memberikan sumbangsih bagi kehidupan negara. Oleh karena itu diperlukan waktu yang panjang (15 – 25 tahun) untuk melakukan investasi secara berkelanjutan sebelum teknologi potensial dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat. Mereka menyadari bahwa jika dalam tahun 2025 mereka tidak bisa mempersiapkan negaranya menjadi negara yang mempunyai basis IPTEK yang kuat, maka negara tersebut akan ditelan oleh gegap gempita kemajuan negara lain.
13
Pengalaman dan visi IPTEK negara-negara tersebut memacu negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta memandang jauh ke depan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang ke tahun 2025. Pada ranah ini diperlukan penyadaran seluruh elemen bangsa bahwa eksistensi dan harga diri bangsa ini hanya akan bisa dipertahankan jika IPTEK sebagai elemen dasar kehidupan berbangsa di masa depan dapat dikuasai dan didayagunakan. Untuk mencapai tingkat penyadaran pada seluruh elemen bangsa, IPTEK harus menjadi politik negara. Untuk menciptakan keberlanjutan yang konsisten dalam upaya mewujudkan IPTEK sebagai pilar pembangunan bangsa, diperlukan sebuah visi yang memperjelas arah pembangunan IPTEK.
3.2.
PRINSIP DASAR
Pembangunan nasional di bidang IPTEK dilaksanakan berlandaskan nilai-nilai sebagai berikut : 1)
Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai luhur budaya bangsa;
2)
Keragaman atau kebhinekaan sebagai basis kewarganegaraan yang mengandung nilai-nilai persatuan bangsa;
3)
Kesejahteraan dan kemandirian, baik dalam memanfaatkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan dan sarana kehidupan, maupun menciptakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa;
4)
Budaya untuk berinovasi dan berbasis pengetahuan, dengan menekankan pada universalitas, kebenaran ilmiah, kebebasan berpikir, serta dilandasi dengan profesionalisme, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab ilmiah yang tinggi;
5)
Pendekatan sistem yang dapat menjembatani kepentingan makro dan mikro; serta berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan;
6)
Hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran serta menghormati Hak atas Kekayaan Intelektual;
7)
Kesetaraan dan keadilan gender dengan memberikan peran dan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, peluang berpartisipasi, kontrol serta manfaat dari hasil pembangunan.
14
3.3.
VISI
Visi pembangunan IPTEK 2025 adalah :
“Mewujudkan IPTEK sebagai pendukung dan muatan utama produk nasional untuk peningkatan peradaban, kemandirian dan kesejahteraan bangsa”. 3.4.
MISI
Misi pembangunan IPTEK 2025 adalah : 1.
Menyusun kebijakan yang berpihak pada pembangunan IPTEK;
2.
Membangun dan mengoptimalkan peran Usaha Kecil Menengah dan Koperasi berbasis IPTEK;
3.
Membangun Sumber Daya Manusia menuju masyarakat yang berpengetahuan (knowledge based society) baik laki-laki maupun perempuan, sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan (knowledge based economy);
4.
Meningkatkan dan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan dan investasi penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK;
5.
Memberikan dukungan bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas kehidupan;
6.
Melembagakan IPTEK dalam kehidupan bangsa melalui penguatan sistem inovasi nasional termasuk kesadaran pemahaman masyarakat terhadap IPTEK.
15
BAB IV TAHAPAN PENCAPAIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN 4.1. TAHAPAN PENCAPAIAN Menyadari jalan panjang yang harus ditempuh, visi tersebut hanya bisa diwujudkan dalam kerangka prioritas waktu bertahap, yaitu: 1. Pertama - Jangka Pendek Tahap ketahanan nasional yang dilakukan pada 5 tahun pertama dengan indikator utama dijadikannya IPTEK sebagai elemen kunci dalam tahapan mencapai kemandirian dan ketahanan pangan, perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali; Tahap Pertama untuk pencapaian kemandirian : a. Ketahanan Pangan; a. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan; b. Pengelolaan lingkungan (termasuk sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air) serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali.
2. Kedua – Jangka Menengah Tahap kreasi kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) dalam perioda 10 tahun pertama, dengan indikator utama tercapainya kemandirian dan daya saing di bidang transportasi dan logistik, energi, manufaktur, teknologi informasi dan bahan baru; Tahap kreasi asset kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) untuk tercapainya kemandirian dan daya saing : a. b. c. d. e. f.
Transportasi dan logistik; Energi; Manufaktur; Teknologi informasi dan komunikasi; Bahan baru dan Bioteknologi.
16
3.
Ketiga – Jangka Panjang Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan IPTEK dalam perncapaian waktu 20 tahun, dengan indikator utama tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE) dan masyarakat yang inovatif (innovative society). Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan IPTEK untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE). Penguatan empat pilar Knowledge Based Economy-KBE menjadi tumpuan dalam jangka panjang, yaitu : a. Sistem Pendidikan, yang menjamin masyarakat dapat memanfaatkan IPTEK secara luas; b. Sistem Inovasi, (termasuk sistem HKI) yang mampu mengangkat peneliti dan kalangan bisnis menerapkan secara komersial hasil RIPTEK; c. Infrastruktur Masyarakat Informasi, yang menjamin masyarakat dapat melakukan akses secara efektif terhadap informasi dan komunikasi; d. Kerangka Kelembagaan, peraturan-perundangan dan Ekonomi, yang menjamin kemantapan lingkungan makroekonomi, persaingan, lapangan kerja dan keamanan sosial.
4.2. INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Indikator Outcome 1) Tingkat daya saing (indicator of technology competitiveness) Indonesia masuk dalam 5 kelompok negara termaju di ASIA. 2) Menumbuhkan kualitas masyarakat berdasarkan budaya IPTEK. Tumbuhnya masyarakat yang berbudaya IPTEK, dan terwujudnya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia hingga ke 30 dan Indeks Pencapaian Teknologi hingga 0,625, serta Indeks Pembangunan gender pada urutan ke 50 di antara negara-negara di dunia. 3) Merealisasikan peningkatan ekspor berbasis teknologi menengah dan tinggi hingga mencapai rasio ekspor/impor = 0.6. 4) Meningkatnya kualitas dan terjaminnya ketersediaan Lingkungan Hidup termasuk sumber daya alam sebagai bagian ketersediaan bahan keperluan pembangunan industri dan masyarakat.
17
18
Glossary : 1. Kaidah yang terkandung dalam Visi IPTEK 2025 adalah : a.
“Peradaban” mengandung karya IPTEK yang menyatu dengan nilai-nilai sosial budaya yang dapat divisualkan secara abadi menjadi ciri pertumbuhan bangsa;
b.
“Kemandirian” mengandung daya serap kemajuan IPTEK, melalui pendidikan, penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK, untuk menumbuh-kembangkan inovasi dan memperkuat posisi daya saing bangsa secara berkelanjutan;
c.
“Kesejahteraan” mengandung keterampilan IPTEK dalam memproduksi komoditas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sarana kehidupan masyarakat.
19