BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut
Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang disebabkan oleh beberapa faktor ketidak beruntungan yaitu, fisik yang lemah, kerentanan, keterisolasian, dan ketidak berdayaan (dalam Soetrisno 1997:18). Suwartiningsih (2009: 6) mengatakan, kaum miskin adalah orang yang tidak mempunyai tanah, petani gurem, orang yang tingkat kesehatannya rendah, kurang modal, kurang informasi, rendah tingkat pendidikannya, dan pada umumnya mereka tinggal di daerah miskin yang mempunyai ciri kurang infrastruktur, terisolasi atau tidak terjangkau dan kurang sumber daya alam. Kondisi di atas merefleksikan sebuah kondisi lapisan sosial tertentu dengan ciri-ciri: tidak punya aset finansial, pendapatan rendah, kurang mengenyam
pendidikan
formal,
kurang
diperhitungkan
kontribusinya,
direndahkan, dan rentan terhadap proses pemerasan, kekerasan serta penindasan. Ciri-ciri ini ternyata termaktub dalam definisi kemiskinan menurut persepsi orang miskin sendiri sebagaimana yang dirangkum dalam Declaration on Poverty. Kemiskinan mempunyai dimensi ekonomi, sosial, dan politik, dan perwujudannya bertingkat-tingkat (Mangunwijaya: 1993). Dalam perkembangannya terdapat dua jenis konsep kemiskinan yang sering digunakan untuk mendekati perosalan kemiskinan yang ada saat ini, yaitu jenis kemiskinan absolut dan juga kemiskinan subjektif. Kemiskinan absolut berarti mereka yang benar-benar miskin dan hidup di bawah garis kemiskinan berdasarkan penghitungan besarnya pendapatan per kapita (Sumodiningrat 2005: 79-80). Sedangkan kemiskinan subjektif di rumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri (Sunyoto 2010: 125-127). Walaupun angka kemiskinan di Kota Salatiga terus mengalami penurunan hingga mencapai 7,75% pada tahun 2011 (tabel 1.2), namun penyebarannya hanya
1
pada kelurahan tertentu. Hal ini ditunjukkan masih ada 7 (tujuh) yang masih dikategorikan sebagai Kelurahan sangat miskin (gambar 1.1)
Tabel 1.1 Perkembangan Prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM) Kota Salatiga Tahun 2003-2011
Sumber : Bappeda Kota Salatiga, 2013
2
Gambar 1.1. Prioritas Kelurahan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
PRIORITAS
Kota Salatiga Tahun 2013
1 2 3
Sumber : Bappeda Kota Salatiga, 2013 Hasil evaluasi TKPKD Kota Salatiga Tahun 2013 di 7 (tujuh) Kelurahan yang dikategorikan sangat miskin sulit di atasi karena 2 (dua) hal; bersifat cross cutting issue serta absolut dan relatif. Misalnya orang miskin kurang mendapat
3
makanan bergizi (kurang gizi), hidup dalam rumah yang buruk dengan kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk. Kondisi ini membuat mereka rawan penyakit sehingga kurang produktif dan hanya mendapatkan upah yang rendah atau dibawah garis batas kemiskinan. Rendahnya produktivitas juga mengakibatkan ketidakmampuannya
untuk
membuka
lapangan
kerja
sendiri
sehingga
mengakibatkan munculnya pengangguran. Kondisi kemiskinan juga menjadi penyebab rendahnya keikutsertaan dalam organisasi dan pasif dalam politik, disamping negara sendiri tidak memasukkan mereka dalam pembuatan keputusan untuk memenuhi kebutuhan sehingga menjadi ancaman bagi para elit dan penguasa. Perempuan merupakan kaum yang oleh Tuhan dikehendaki sebagai rahim setiap dan semua manusia yang lahir di dunia ini. Pada hakikatnya tubuh perempuan pun dibanding dengan kaum lelaki, jauh lebih kaya. Maka dari segala sudut pandang kaum perempuan, tidak selayaknya adalah manusia miskin. Tetapi dalam banyak kebudayaan, juga di Indonesia, perempuan justru adalah kaum yang bekerja
keras,
bahkan
sering
berfungsi
tidak
lebih
daripada
budak.
Penempatannya dalam tata kehidupan masyarakat hanya sebagai orang “dapursumur-kasur” membuatnya miskin, khususnya miskin cakrawala dalam ruangwaktu maupun mental, walaupun mungkin ia dilimpahi kekayaan duniawi yang berlebihan (Mangunwijaya 1993: 148). Dampaknya yang mendasar selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan. Sejalan dengan itu, Bourgeois (dalam Suwartiningsih 2009:6) juga menyatakan bahwa, mayoritas kaum miskin di dunia didominasi oleh kaum perempuan. Padahal perempuan merupakan separuh dari penduduk dunia menyumbangkan duapertiga dari seluruh jumlah jam kerjanya untuk mengurus hampir keseluruhan anak di dunia. Namun kesempatan pendidikan bagi mereka lebih buruk dari laki-laki. Pada umumnya kaum perempuan diposisikan sebagai pekerja utama sektor domestik yang tidak dibayar, dan laki-laki di sektor publik. Meski dalam kenyataan mayoritas perempuan yang berasal dari rumah tangga miskin adalah pencari nafkah utama – baik bersama-sama dengan suaminya maupun sendiri
4
sebagai kepala rumah tangga – peran dan kontribusi mereka tidak mendapatkan penghargaan yang proporsional (Mangunwijaya: 1993). Selain melakukan pekerjaan domestik juga melakukan pekerjaan mencari nafkah. Beban ganda bukanlah satu-satunya penyebab para perempuan terisolir dari proses pembangunan, kebijakan pembangunan itu sendiri memang tidak diperuntukkan bagi para perempuan. Laki-lakilah yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan berhak untuk menjadi wakil dalam komunitas yang lebih luas. Program-program pembangunan untuk perempuan sarat dengan bias ideologi gender, seperti program kesehatan untuk balita, keterampilan menjahit, dan lainlain yang termasuk dalam 10 program PKK (Mangunwijaya 1993: 161). Maka dari itu dalam penelitian ini akan membahas mengenai seperti apa kinerja yang dilakukan perempuan dalam menopang keberlanjutan hidup rumah tangganya. 1.2
Rumusan Masalah a. Bagaimana peran perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga? b. Seperti apa strategi yang dilakukan perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga?
1.3
Tujuan Penelitian a. Mendeskripsikan peran perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga. b. Menganalisis strategi yang dilakukan perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga.
1.4
Manfaat Penelitian a.
Manfaat praksis yang diharapkan dari penelitian ini semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai strategi yang dilakukan perempuan dalam menopang keberlanjutan rumah tangganya.
5
b. Manfaat ilmiah yang diharapkan dari penelitian ini semoga dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian yang berikutnya.
1.5
Konsep-konsep yang Digunakan a. Konsep Peran Peran atau role adalah perilaku yang sesuai dengan status seseorang.
Peran
merupakan
seperangkat
perilaku
yang
diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu posisi atau kedudukan tertentu dalam masyarakat (Abdullah: 2006). Peran perempuan dalam keluarga ialah memelihara rumah tangganya,membahagiakan suaminya dan membentuk keluarga bahagia yang tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang (Aminah: 2010). Sedangkan Efendi (2009: 184) mengatakan bahwa perempuan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya berperan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota
masyarakat dan
lingkungan di samping berperan pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. b. Konsep Kemiskinan Konsep kemiskinan yang dianggap sesuai dengan kondisi kemiskinan di Kelurahan Kumpulrejo adalah konsep kemiskinan relatif
dan
subjektif.
Konsep
kemiskinan
relatif
diukur
berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Dengan demikian, konsep kemiskinan relatif dianggap sesuai karena adanya indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2014, dimana dalam penentuan rumah tangga miskin yang mejadi sasaran, didasarkan pada pertimbangan dari anggota masyarakat di wilayah tersebut.
6
Konsep kemiskinan subjektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Sehingga konsep kemiskinan subjektif dianggap sesuai karena dalam penelitian ini juga menjabarkan mengenai konsep kemiskinan dan juga indikator kemiskinan yang keluar dari masyarakat miskin itu sendiri. Sedangkan perspektif kemiskinan yang dapat digunakan dalam mendekati persoalan kemiskinan yang ada di Kelurahan Kumpulrejo adalah dengan menggunakan perspektif kultural. Dengan menggunakan perspektif kultural, masalah kemiskinan didekati pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga, dan masyarakat. c. Konsep Gender Konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan bukan sebagai akibat langsung dari jenis kelamin biologis. Maskulinitas dan femininitas di bentuk bukan secara biologis, namun secara sosial, kultural, dan psikologis, yakni atribut yang didapat melalui proses menjadi laki-laki atau perempuan dalam sebuah masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu. (Fakih, 2012: 8, Jackson dan Jones, 2009: 228).
7