BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan dan perkembangan sejatinya terus dilakukan oleh semua wilayah. Perkembangan tersebut identik dengan adanya pembangunan wilayah yang terus dilakukan hingga saat ini. Sejak merdeka Indonesia telah melakukan pembangunan selama lebih dari enam dasa warsa di seluruh wilayah tanah air. Pelaksanaan pembangunan tersebut mengacu pada aturan untuk pengembangan tata ruang dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN/RPJMN). Pembangunan di Indonesia telah membawa perubahan dan perkembangan wilayah Indonesia yang membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi penduduknya, disamping ada juga permasalahan-permasalahan pembangunan yang belum terselesaikan. Namun pembangunan di Indonesia dewasa ini dinilai banyak yang lebih mementingkan kota dan melupakan desa sehingga terjadi ketimpangan antar desa dan kota. Kota dinilai banyak fasilitas dan infrastruktur yang menunjang kehidupan yang lebih beragam dan ekonominya lebih atraktif. Sementara itu, desa memiliki akses yang terbatas dan sulit, sehingga mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi dan menghambat pembangunan. Penyediaan infrastruktur di Indonesia mengalami kendala/tantangan sejak lama. Persoalan-persoalan yang dihadapi ialah adanya keterbatasan dana pemerintah, peningkatan penduduk, krisis ekonomi, euforia otonomi (daerah) menjadi penyebab perkembangan infrastruktur tidak paralel dengan pertumbuhan (wilayah) yang ada (Kondoatie, 2003). Kondisi pembangunan di Indonesia juga tidak didukung infrastruktur yang memadahi terutama di daerah perdesaan, karena berdasar pernyataan Kondoatie (2003) infrastruktur Indonesia merupakan yang paling buruk se-
1
Asia. Selain itu, mengutip Kompas, 22 September 2002 dalam Kondoatie (2003: 13), peringkat daya saing infrastruktur Indonesia adalah yang terendah di dunia. Contohnya ialah masyarakat desa yang notabene banyak yang berprofesi sebagai petani namun pemerintah kurang mendukung mereka dengan kurang dibangunnya infrastruktur pertanian seperti irigasi. Akibatnya sawahnya hanya menjadi tadah hujan yang tidak bisa dimanfataakan sepanjang tahun sehingga produksi tidak maksimal berdampak pada pendapatan petani yang main kurang. Padahal menurut Kondoatie (2003) di Indonesia dari potensi air yang ada (100%) yang menjadi aliran mantap dan yang termanfaatkan baru 28% dan sisanya 72% terbuang percuma (langsung ke laut). Aliran sungai juga masih banyak rusak dan belum termanfaatkan sebagai sumber air bagi irigasi swah masyarakat desa. Selain itu, masyarakat desa juga cenderung terabaikan dengan tidak banyak fasilitas yang dibangun oleh pemerintah bahkan untuk sarana dasar seperti air minum, pengolahan sampah, limbah, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Padahal jika ditelisik lebih lanjut, infrastruktur mempunyai dua fungsi yang sangat vital bagi perkembangan wilayah. Pertama infrastruktur dapat berperan sebagai pembuka akses wilayah dan peran kedua adalah infrastruktur menggenerasi perkembangan wilayah. Apabila kondisi infrastrukturnya buruk, maka akan menghambat perkembangan wilayah itu sendiri. Oleh karenanya pemerintah Indonesia telah menggalakkan pembangunan infrastruktur dengan masuk dalam prioritas nasional yang tercantum dalam RPJPN Indonesia 2005-2025 (UU no 17, 2007). Infrastruktur digunakan untuk membuka akses bagi masyarakat yang terisolasi dari kegiatan perekonomian dan masalah wilayah lainnya (UU no 17, 2007). Infrastruktur untuk membuka akses wilayah ialah infrastruktur transportasi misalnya dengan infrastruktur jalan dan jembatan. Infrastruktur transportasi tersebut (jalan dan jembatan) juga bisa disebut infrastruktur rintisan karena dibangun pada awal pembangunan
sekaligus
sebagai
arahan
pembentukan
wilayah
selanjutnya.
Pembangunan infrastruktur juga masuk dalam rencana prioritas nasional MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Perekonomian Indonesia). Pembangunan infrastruktur menjadi prioritas dalam implementasi MP3EI karena dipastikan akan
2
memperkuat konektivitas nasional sehingga membawa multiplier effect untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan wilayah (MP3EI, 2011). Dengan dibangunnya infrastruktur yang memadai di seluruh wilayah Indonesia, maka diharapkan adanya perkembangan wilayah yang makin merata baik di kota maupun di desa. Desa harus dibangun dengan mengedepankan akses kepada fasilitas pelayanan publik yang menjangkau semua wilayah dengan tidak mengganggu wilayah agriculturalnya. Dengan dibangunnya desa, maka penduduk tidak perlu lagi berbondong-bondong ke kota untuk melakukan urbanisasi karena desa juga bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman. Desa perlu pembangunan infrastruktur untuk membuka akses bagi perkembangan wilayahnya. Penyediaan infrastruktur tidak harus selalu melalui uluran tangan pemerintah. Salah satu contohnya ialah dibangun oleh NGO atau LSM atau didapat dari bantuan/hibah luar negeri. Contohnya ialah jembatan Prahon (jembatan gantung) yang dibangun oleh UGM di Wonolagi Gunung Kidul. Sebelum ada jembatan tersebut, Wonolagi masih terisolasi karena sulit diakses karena untuk kesana harus berjalan kaki sekitar 3-4 jam untuk melintasi sungai Oya. Menangkap permasalahan ini, UGM mengajak beberapa stakeholder lain untuk menyumbang dana pembangunan jembatan yang membutuhkan dana sebesar Rp 622.000.000,00. Pihak swasta yang menyumbang tersebut ialah Rotary Club (RC) Internacional, RC Yogyakarta dan RC Westhill, UK, serta PT. Apexindo Pratama Duta. Setalah dibangun jembatan Prahon pada 2007 ini, kini Wonolagi sudah bisa terhubung dengan daerah terdekat yakni Kalinampu, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul. Dengan akses jalan ke Wonolagi sudah dibuka maka diharapkan kesenjangan kemiskinan dapat dikurangi dan kesejahteraan masyarakat pun dapat terangkat. Jembatan penyeberangan Prahon yang sederhana ini dapat menolong penduduk ke sekolah, ke pasar dan memfasilitasi masyarakat untuk ke ladang (UGM, 2007). Selain itu, salah satu pembangunan infrastruktur bantuan LSM yang menarik ialah di Kampung Laut Cilacap. Pembangunan di wilayah ini diprakarsai oleh LSM Katolik YSBS (Yayasan Sosial Bina Sejahtera). Kampung Laut ini sebelumnya
3
merupakan laut yang tersedimentasi menjadi daratan kemudian diinvasi penduduk untuk bermukim. Kondisi yang baru tersedimentasi ini kemudian berkembang menjadi daratan kosong yang digunakan penduduk untuk tempat tinggal. Namun karena masih berupa ‘daratan baru’ dan seadanya karena tidak ada infrastruktur yang mendukung, membuat masyarakat yang bermukim di Kampung Laut mengalami kemiskinan, kebanjiran, kelaparan, terisolasi dari desa sekitarnya dan semacamnya pada awal-awal berkembangnya Kampung Laut (YSBS, 2011). Permasalahan-permasalahan tersebut ditangkap oleh YSBS yang kemudian membangun Kampung Laut. Salah satu proyek pertama ialah membangun jalan dan jembatan untuk membuka isolasi wilayah Kampung Laut. Dibangunnya jalan dan jembatan untuk membuka isolasi Kampung Laut merupakan pembangunan infrastruktur transportasi yang kemudian juga disebut sebagai infrastruktur rintisan. Infrastruktur transportasi tersebut (jalan dan jembatan) berperan sebagai infrastruktur rintisan yang dibangun pertama kali untuk membuka akses wilayah yang kemudian akan menjadi enabler wilayah atau yang melengkapi wilayah pertama kali sehingga bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Infrastruktur transportasi merupakan infratruktur rintisan yang sering digunakan, antara lain: infrastruktur transportasi darat, darat/sungai/laut, dan udara. Pengembangan infrastruktur transportasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (basic need). Adanya keterhubungan daerah Kampung Laut dengan wilayah lainnya ini, menjadikan adanya inter-modal supply chain systems yang dibentuk oleh konektivitas antar infrastruktur. Berkat proyek itu masyarakat Kampung Laut terbebas dari bahaya kelaparan dan kini mereka memiliki jalan dan jembatan sehingga memiliki akses keluar untuk menjual hasil bumi mereka yang berlimpah. Berdasarkan “PERKEMBANGAN
uraian
di
atas
maka
MASYARAKAT
DI
disusunlah WILAYAH
penelitian
tentang
TERISOLIR
DI
KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP”. Penelitian ini disusun untuk menemukan dampak pembangunan infrastruktur terhadap keterbukaan akses wilayah sehingga menjadikan wilayah berkembang menjadi salah satu motivasi
4
riset ini. Mengapa penelitian ini dilakukan ialah untuk mengetahui upaya yang dilakukan YSBS dalam rangka pembangunan Kampung Laut. Penelitian ini menjadi menarik karena best practice YSBS dalam rangka pengembangan wilayah dan membebaskan masyarakat dari kemiskinan di Kampung Laut perlu dipelajari untuk kemudian dilakukan di wilayah lain yang mempunyai permasalahan serupa. Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah kemudian disusun untuk menemukan dampak pembangunan infrastruktur terhadap keterbukaan akses (aksesibiltas) dan perkembangan wilayah mulai dari pertama dibangunnya infrastruktur rintisan (1980an) hingga saat ini. Penelitian ini akan berlokasi di Kecamatan Kampung Laut yang mempunyai empat desa/kelurahan yakni: Klances, Panikel, Ujungalang dan Ujunggagak. Penelitian ini tidak mengambil lokus bantuan YSBS di kecamatan lain dalam Kabupaten Cilacap karena Kampung Laut dirasa unik dan menarik berkat adanya fenomena perubahan wilayahnya dari laut menjadi darat yang begitu drastis namun pembangunan yang dilakukan YSBS dalam waktu yang cepat itu mampu menuai hasil perkembangan wilayah Kampung Laut yang baik.
1.2 PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja infrastruktur rintisan yang dibangun YSBS untuk membuka akses wilayah di Kampung Laut Cilacap? 2. Bagaimana
pembangunan
infrastruktur
rintisan
ini
mempengaruhi
perkembangan wilayah di Kampung Laut Cilacap? 3. Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap perkembangan wilayah di Kampung Laut Cilacap?
5
1.3 TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan Pertanyaan Penelitian di atas, Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Mengetahui proses pengadaan infrastruktur dan pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah di Kampung Laut Cilacap. 2. Mengidentifikasi dampak aksesibitas dan perkembangan wilayah di Kampung Laut Cilacap.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Pelajaran dari Kampung Laut dan YSBS ini diharapkan akan menjadi best practice pengembangan wilayah. Pengembangan Kampung Laut dengan intervensi infrastruktur yang cukup berhasil menjadikan wilayah ini berkembang baik. Penelitian ini juga sebagai masukan bagi inisiasi dan stimulan bagi pengembangan wilayah ‘baru’ maupun wilayah yang telah berkembang namun belum optimal agar dikembangkan lebih terpadu. Lebih lanjut, penelitian ini akan menghasilkan masukan bagi pengembangan wilayah terutama untuk meningkatkan aksesibilitas bagi perkembangan wilayah. 1.5 BATASAN PENELITIAN Batasan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak aksesibiltas terhadap perkembangan wilayah dengan studi kasus di Kampung Laut. Penelitian ini berfokus untuk mengetahui, menemukan dan mengidentifikasi perkembangan wilayah Kampung Laut akibat meningkatnya aksesibilitas wilayahnya dengan batasan waktu dimulai dari pertama dibangunnya infrastruktur rintisan (sekitar tahun 1980an) hingga perkembangan wilayah yang ada saat ini. Selain itu, penelitian ini akan berlokasi di Kecamatan Kampung Laut yang mempunyai 4 desa/kelurahan yakni: Klances, Panikel, Ujungalang dan Ujunggagak. Penelian ini dilakukan dengan metode Deduktif Kualitatif Eksploratif yang bertumpu data indepth interview terhadap stakeholder
pembangunan
untuk
mengetahui
6
kronologis
pembangunan
dan
masyarakat setempat untuk mengkonfirmasi pembangunan yang dilakukan dan menilai perkembangan wilayah yang ada di Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
1.6 KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai yang mempunyai karakter mirip dengan Kampung Laut sebelumnya pernah dilakukan oleh: 1. Tukan, J.B.S. (2007). Anomali Perkembangan Wilayah di Kabupaten Flores Timur. Master Tesis (tidak dipublikasikan). Magister Perencanaan Kota dan Daerah, Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta. Penelitian ini berfokus pada fenomena perkembangan wilayah yang unik di Kabupaten Flores Timur bahwa terdapat beberapa wilayah yang memiliki potensi untuk lebih cepat berkembangan ternyata justru tertinggal dan sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan anomali perkembangan wilayah yang ada di Flores Timur dan mengidentifikasi faktor-faktor yang yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deduktif kuantitatif kualitatif dan overlay peta. Hasil dari penelitian ini adalah ketidaknormalan atau anomali perkembangan wilayah terjadi di Kecamatan Ilemndiri dan Adonara Timur, Kabupaten Flores timur yang memiliki potensi untuk berkembang namun nyatanya terbelakang. Kedua wilayah ini merupakan wilayah yang maju karena eksistensi Kota Larantuka sebagai pusat pemerintahan dan pusat pelayanan masyarakat yang memberikan dampak terhadap perkembangan wilayah terdekat yakni Kecamatan Ilemandiri. Disamping itu, eksistensi Kota Waiwerang yang sejak dulu menjadi simpul pelayanan masyarakat di wilayah Pulau Adonara memberikan damapak kesejahteraan masyarakay Kecamatan Adonara Timur. Namun ternyata disisi lain, kedua wilaya ini terbelakang karena sistem sosial yang mengatur kepemilikan tanah berdasarkan hak ulayat yang menyebabkan produktivitas masyarakat menjadi rendah. Penelitian ini juga
7
menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan wilayah ialah ketersediaan sarana transportasi, produktivitas sumber daya perikanan laut, ketersediaan air bersih, keberadaan lembaga keuangan non Bank dan lembaga keuangan Bank serta investasi di bidang sosial. 2. Sulistiono. (2011). Social Capital and Rural Road Development (A Case Of Kampung Laut, Cilacap). Master Tesis (tidak dipublikasikan). Management of Infrastructure and Community Development (MICD), Sekolah Pasca Sarjana UGM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti penyediaan infrastruktur jalan pedesaan dengan perhatian khusus pada pembangunan bermodal sosial di tingkat masyarakat di daerah pedesaan. Dimensi modal sosial adalah kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, kohesi dan inklusi sosial, dan pemberdayaan. Level dan dimensi modal sosial didapat melalui wawancara intensif dan pengamatan yang berfokus pada proyek infrastruktur jalan desa di Kecamatan Kampung Laut, Cilacap. Penelitian ini menggunakan pendekatan pengelolaan infrastruktur untuk pengembangan masyarakat . Penelitian ini diawali dengan studi rencana garis besar proyek pembangunan infrastruktur dari penyedia infrastruktur sebagai entry point untuk membuat analisis. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi lokasi (pengaturan) dari rencana pembangunan jalan pedesaan termasuk aspek geografis, ekonomi, dan kondisi sosial. Kemudian mengidentifikasi respon dan adaptasi masyarakat dan mengukur masalah yang terkait dengan keberlanjutan program pembangunan infrastruktur dan keberlanjutan infrastruktur itu sendiri. Temuan menegaskan adanya implikasi konseptual untuk memahami dinamika dalam memanfaatkan penyediaan infrastruktur
dan
mengintegrasikan
pendekatan
masyarakat
memanfaatkan
pembangunan dengan modal sosial dalam dan tingkat implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur. Sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan judul “Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Keterbukaan Akses dan Perkembanga Wilayah di Kampung Laut Cilacap” belum pernah dilakukan penelitian dengan judul dan lokus yang sama.
8
9