BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peluncuran produk baru menjadi aktivitas kritis dalam pengembangan
produk baru karena resiko kegagalannya yang sangat tinggi. Project NewProd yang dijalankan oleh Cooper (2007) mengungkapkan bahwa untuk setiap 100 produk yang dikembangkan perusahaan 21,9% produk gagal ketika diluncurkan, 18,7% produk gagal ketika dipasarkan, dan 59,4% dapat sukses di pasaran. Survei lain terkait peluncuran produk dilakukan oleh Product Development and Management Association (PDMA) yang menyatakan bahwa kegagalan produk baru dapat mencapai 41% dan rata-rata hanya 1 dari 6,6 yang sukses di pasaran (Lin, 2007). Pemilihan strategi distribusi yang tepat dapat mengurangi resiko kegagalan produk baru ketika diluncurkan. Perusahaan yang dapat merencanakan strategi distribusinya dengan baik akan mampu mempertahankan kelangsungan hidup produknya. Salah satu contohnya adalah Dell Inc. Dell Inc pada awal peluncuran produk, tahun 1983, memilih untuk tidak menggunakan perantara dan menjual produknya langsung ke konsumen dengan menawarkan konsep built-to-order computers. Gambar 1.1 menunjukkan pesatnya pertumbuhan penjualan produk Dell Computers setelah peluncuran produk tahun 1983. Perkembangan yang pesat tersebut selain ditentukan oleh inovasi yang dilakukan pada supply chain dan manufacturing, juga disebabkan oleh implementasi strategi distribusinya. Ketika sebagian besar Personal Computer (PC) dijual dan dirakit di toko-toko perantara, Dell menawarkan sebuah PC yang dapat dikustomisasi sesuai pilihan konsumen dengan harga yang tidak terlalu tinggi karena adanya cost saving dari tidak dipakainya jasa perantara. Dell secara hati-hati menganalisa dan membuat strategi dengan melihat tren pasar yang sedang berkembang sehingga dalam waktu yang tidak lama setelah peluncuran produknya dapat mendominasi pasar PC (Strickland, 1999).
1
Revenue (dalam juta)
2
$30,000 $25,000 $20,000 $15,000
Revenue (dalam juta)
$10,000 $5,000 $1984 1985 1990 2000
Tahun Gambar 1.1 Revenue Dell Inc. (Strickland, 1999)
Salah satu persoalan yang dihadapi perusahaan dalam pemilihan strategi distribusi adalah menentukan luasnya jangkauan wilayah penyebaran produk. Perusahaan harus menentukan apakah akan mendistribusikan produknya secara terpusat hanya pada beberapa daerah saja atau tersebar ke seluruh daerah. Selain itu, perusahaan juga harus memutuskan apakah akan memasarkan produknya secara langsung atau melalui retailer. Jika melalui retailer apakah akan menggunakan exclusive retailer atau common retailer (Choi, 1991). Penggunaan perantara yang terlalu sedikit dapat membatasi level keterbukaan merek di pasar tapi menggunakan terlalu banyak perantara akan merusak persepsi dari eksklusivitas merek (Frazier dan Lassar, 1996). Kesalahan dalam menentukan strategi saluran distribusi dapat berakibat pada menurunnya pendapatan perusahaan. Coelho dkk (2003) menyatakan bahwa biaya distribusi akan meningkat ketika perusahaan gagal dalam mengintegrasikan saluran distribusi. Huffy Corp, sebuah produsen sepeda di Amerika yang sukses meraup untuk hingga $700 juta, melakukan kesalahan dalam pemilihan saluran distribusi produk barunya. Cross Sport, sebuah sepeda gunung yang dirancang untuk orang dewasa dan memiliki harga 15% lebih tinggi dibanding produk Huffy Corp yang lain, di distribusikan lewat mass retailer. Dalam jangka waktu satu tahun setelah peluncuran, perusahaan mengalami penurunan pendapatan sebanyak 30%. Molen, presiden Huffy Corp, mengatakan bahwa seharusnya produk Cross
3
Sport tersebut di distribusikan lewat sales khusus perusahaan yang paham tentang produk Cross Sport (Power, 1993). Penentuan strategi saluran distribusi tergantung pada tujuan dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Ada trade-off antara tujuan-tujuan yang ingin dicapai perusahaan dengan pemilihan saluran distribusi produknya (Mullins dkk, 2005; Mallen, 1996). Contoh trade-off dari penggunaan strategi distribusi yang berbeda adalah distribusi peluncuran produk Samsung dan Apple. Ketika iPhone diluncurkan, Apple memilih untuk memberikan kesan eksklusif dalam pemilihan market (misalnya AT&T di USA dan O2 di UK) sementara Samsung Galaxy dibuat untuk jangkauan pasar luas dengan jaringan provider yang luas (Egan, 2007). Gambar 1.2 menunjukkan penjualan bersih dan profit iPhone dan Samsung Galaxy selama 5 tahun terakhir yang diperoleh dari annual report masing-masing produk. Penjualan bersih (net sales) Samsung lebih tinggi daripada penjualan bersih yang diperoleh iPhone. Kondisi tersebut disebabkan salah satunya karena distribusi Samsung yang menyebar dengan menyasar segmen pasar dari yang high-end sampai low-end. Dari grafik tersebut juga terlihat profit (net income) yang didapat iPhone lebih tinggi daripada Samsung meskipun Samsung mempunyai penjualan bersih yang lebih tinggi. Salah satu penyebab fenomena ini adalah adanya biaya distribusi yang tinggi yang harus dikeluarkan Samsung Galaxy untuk memasarkan produknya secara masif. Samsung mengeluarkan biaya untuk selling dan G&A sebesar 16,8% dari penjualan sedangkan Apple sebesar 6,2% (Domicity, 2013). Biaya selling dan G&A adalah biaya yang digunakan untuk memasarkan dan mengirimkan produk serta biaya administrasi umum dengan biaya distribusi yang bisa mencapai 10% dari penjualan (Mandel, 2004). Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan yang dibuat oleh Mallen (1996) bahwa semakin intensif suatu produk ditawarkan ke pasar maka semakin besar investasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk biaya distribusi.
4
Penjualan bersih & profit
$250,000,000 $200,000,000
Samsung net sales
$150,000,000
Apple net sales $100,000,000
Samsung net income
apple net income
$50,000,000 $-
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun Gambar 1.2 Penjualan Bersih dan Profit iPhone dan Samsung Galaxy (annual report Samsung & Apple, 2013)
Karakteristik produk berkaitan erat dengan strategi distribusi produk. Easingwood dan Storey (1991) menyebutkan bahwa kesesuaian antara produk dengan sistem pengirimannya adalah variabel yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan produk baru. iPhone dan Blackberry merupakan jenis produk smartphone yang sama-sama menyasar pasar tertentu saja. Distribusi produk keduanya tidak ditujukan untuk semua kalangan. iPhone hanya berfokus pada high-end market (Nair, 2014) dan Blackberry berfokus pada corporate customers tanpa ada keinginan untuk masuk ke mass market (Grant, 2013). Gambar 1.2 menunjukkan market share smartphone dari tahun 2008-2013 yang diperoleh dari Yanofsky (2013). iPhone dan Blackberry dengan metode distribusi yang sama mengalami tren market share yang berbeda. Market share Blackberry terus mengalami penurunan sejak tahun 2009 sedangkan market share iPhone cenderung
mengalami
peningkatan.
Hal
tersebut
mengindikasikan
ada
karakteristik produk tertentu dari iPhone yang mungkin tidak dimiliki oleh produk Blackberry.
5
Market share (%)
35 30 25
20
Apple
15
Samsung
10
Blackberry
5 0 2008
2009
2010
2011
2012
1st Half 2013
Tahun Gambar 1.3 Market Share Smartphone (Yanofsky, 2013) Beberapa peran strategi distribusi terkait dengan produk dapat menjadi pertimbangan untuk mengetahui besarnya pengaruh strategi distribusi terhadap kesuksesan produk. Model matematis dapat digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh strategi distribusi terhadap kesuksesan produk. Besarnya bobot yang terbentuk pada variabel strategi distribusi mengindikasikan besarnya kontribusi relatif variabel tersebut terhadap kesuksesan produk. Pembuatan model matematis untuk memprediksi kesuksesan produk sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa contoh peneliti yang sudah berhasil membuat model prediksi kesuksesan produk antara lain Uletika (2009), Trapsilawati (2010), Wijaya (2011), Febrita (2011), Masura (2012), dan Luthfitriaputri (2014). Namun, model prediksi kesuksesan produk hasil penelitian sebelumnya belum ada yang memasukkan faktor strategi saluran distribusi di dalamnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh strategi distribusi terhadap kesuksesan produk. Pengembangan dari penelitian ini adalah terbentuknya sebuah model matematis yang dapat digunakan untuk memprediksi kesuksesan produk sekaligus dapat menjadi alat bagi perusahaan untuk menentukan strategi saluran distribusi yang tepat untuk produknya.
6
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
penelitian ini akan difokuskan pada pembuatan model matematis untuk mengetahui pengaruh strategi saluran distribusi terhadap kesuksesan produk yang nantinya dapat digunakan untuk memprediksi kesuksesan produk dan menentukan strategi saluran distribusi yang sesuai dengan karakteristik produk.
1.3
Pembatasan Masalah dan Asumsi Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka pada penelitian ini dilakukan
pembatasan sebagai berikut: 1. Strategi distribusi yang dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada channel
coverage
(jangkauan
wilayah
produk)
dengan
memperhitungkan banyaknya perantara di setiap wilayah. 2. Produk yang diteliti adalah customer goods
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh strategi saluran distribusi terhadap kesuksesan produk. 2. Mengembangkan model matematis yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur kesuksesan produk dan menentukan jangkauan wilayah distribusi produk. 3. Mengetahui efek ukuran perusahaan terhadap saluran distribusi dalam produk sukses
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan model matematis yang dapat
digunakan untuk memprediksi kesuksesan produk dengan mempertimbangkan faktor strategi saluran distribusi. Model ini nantinya dapat dijadikan acuan perusahaan untuk menentukan keputusan strategi distribusi yang tepat berdasarkan karakteristik produknya.