BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan tidak hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat di berbagai belahan dunia lain terutama negara-negara di Asia. Indonesia sendiri telah memproduksi 69,05 juta ton Gabah Kering Giling pada tahun 2012 (Badan Pusat Statistik, 2012) Sisi lain dari produksi masal tanaman padi adalah dihasilkannya limbah yang berupa biomassa, salah satunya adalah sekam padi. Biasanya 20-30 % sekam padi diperoleh dari proses penggilingan padi (Sipahutar, 2012). Berbagai usaha telah dilakukan untuk memanfaatkan limbah sekam padi, diantaranya digunakan sebagai bahan pembakaran bata merah, campuran pakan ternak, alas kandang hewan, briket dan media tanam. Sekam padi mengandung sekitar 75 % bahan organik volatil dan 25 % abu. Mengingat komposisi kimia dari abu sekam padi yang sebagian besar mengandung silika dalam bentuk SiO2 yaitu sebesar 85-95 % (Muthadi dkk., 2007) maka sekam padi layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan material berbasis silika menggantikan pasir kuarsa. Karena bentuknya yang amorf maka abu sekam padi dianggap memiliki keunggulan dalam proses ekstraksi silika dibandingkan dengan pasir kuarsa yang cenderung keras (Limatahu, 2007). Silika berbentuk amorf dan memiliki sifat kelarutan yang unik di mana kelarutannya sangat rendah pada pH < 10 dan meningkat tajam pada pH > 10. Oleh karena itu dimungkinkan untuk mengekstraksi silika dari abu sekam padi dengan melarutkannya pada kondisi alkali dan mengendapkannya pada pH rendah (Iler, 1979) Basa yang digunakan umumnya adalah natrium hidroksida dan ekstrak silikanya berupa larutan natrium silikat. Metode ini tidak memerlukan energi
1
2
tinggi sehingga dianggap efektif untuk mengestraksi silika yang kemudian dapatdimanfaatkan lebih lanjut, salah satunya sebagai bahan baku pembuatan material anorganik (Kalapathy, 2000) Salah satu produk material anorganik yang berhasil dibuat dari larutan natrium silikat adalah silika gel. Silika gel merupakan material yang permukaannya memiliki situs aktif berupa gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si). Sedangkan sifat fisik dari silika gel antara lain kestabilan mekanik, porositas dan luas permukaan yang besar. Oleh karena itu sangat dimungkinkan untuk memanfaatkan silika gel sebagai adsorben. Selama ini penggunaan silika gel sangat luas terutama sebagai pengering (penyerap kelembaban) pada industri makanan, dan sebagai fase diam dalam kolom kromatografi. Silika gel juga dapat dimanfaatkan untuk menyerap logamlogam terutama dalam konsentrasi yang kecil. Oleh karena itu silika gel dapat diaplikasikan untuk mengolah limbah yang mengandung logam-logam berat berbahaya ataupun untuk mengambil kembali logam-logam mulia seperti emas dalam limbah penambangan emas, limbah penyepuhan logam, maupun limbah elektronik. Logam emas merupakan logam yang pemanfaatannya sangat luas terutama sebagai perhiasan dikarenakan sifatnya yang inert dan tidak terkorosi dalam udara. Oleh karena itu emas tergolong dalam logam mulia yang bernilai jual tinggi. Industri pertambangan, pengolahan dan pelapisan logam emas pun berkembang pesat. Usaha untuk mengambil kembali (recover) ion emas dari sumber sekunder seperti limbah penambangan emas, limbah industri perhiasan, limbah elektronik dan limbah pelapisan logam pun dilakukan dengan mempertimbangkan sisi ekonomis, efektifitas dan lingkungan (Hafeez dkk., 2010) Penelitian ini mengkaji manfaat silika gel dalam menyerap ion logam emas dalam bentuk [AuCl4]-. Namun demikian, silika gel memiliki kelemahan jika diaplikasikan sebagai adsorben ion logam yang kemungkinan besar disebabkan oleh interaksi ion logam dengan permukaan silika yang lemah. Lemahnya interaksi ini diakibatkan oleh rendahnya kemampuan atom oksigen pada permukaan silika dalam mendonorkan elektronnya kepada logam (Limatahu,
3
2007). Padahal bidang aplikasi penyerapan logam sangat luas terutama dalam bidang pengolahan limbah industri. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk memodifikasi permukaan silika gel sehingga menjadi efektif untuk menyerap ion logam. Modifikasi permukaan silika dapat dilakukan dengan menambahkan gugus fungsional organik baik secara langsung maupun menggunakan senyawa organosilan. Gugus fungsi ini harus memiliki atom donor elektron sehingga dapat menjadi pengompleks ketika berinteraksi dengan ion logam, misalnya N pada gugus fungsi seperti amina, amida dan nitril atau atom S pada gugus fungsi merkapto dan tiokarbamat (Buhani dkk., 2009). Modifikasi permukaan silika gel khususnya dengan gugus fungsi yang mengandung atom N, umumnya dilakukan dengan menggunakan gugus amina menghasilkan hibrida amino-silika (HAS). Sintesis HAS dapat dilakukan dengan menggunakan larutan natrium silikat hasil ekstraksi dari abu sekam padi dengan metode sol gel. Metode sol gel merupakan metode homogen di mana prosesnya sederhana karena proses pengikatan gugus amina terjadi bersamaan dengan proses terbentuknya padatan. Selain itu metode sol gel merupakan metode yang mudah diaplikasikan di laboratorium karena tidak memerlukan temperatur tinggi. Material HAS kemudian digunakan untuk mengadsorpsi ion-ion logam seperti Ag(I), Ni(II), Cu(II), Pb(II) (Limatahu, 2007) dan Cd(II) (Buhani, 2009). Karena sifat gugus amina yang akan terprotonasi menjadi ion amonium pada suasana asam maka HAS juga banyak digunakan untuk mengadsorpsi ion-ion logam yang dominan berada dalam bentuk anion seperti Au(III) (Sakti, 2010; Manuhutu, 2011) dan Cr(VI) (Septhiani, 2012). Semua hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kapasitas adsorpsi ion logam oleh HAS dibandingkan pada silika gel tanpa modifikasi. Adsorpsi Au(III) (yang dalam larutan selalu berada dalam bentuk anion) oleh adsorben yang mengandung gugus amina –NH2 melibatkan mekanisme berupa interaksi elektrostatik antara gugus amina terprotonasi (-NH3+) dan [AuCl4]- di mana muatan positif dari gugus amina terprotonasi ini sangat dipengaruhi oleh pH sistem. Menurut Sakti (2010), adsorpsi ion [AuCl4]- pada HAS optimum pada pH
4 3 sedangkan adsorpsi [AuCl4]- pada abu ampas tebu optimum pada pH 4 (Husain dan Khan, 2011). Adsorpsi [AuCl4]- pada karbon kulit pisang dengan gugus utama -OH dan -NH2 menunjukkan optimum pada pH 2,5 (Zheng dan Wang, 2013). Modifikasi permukaan silika dengan gugus yang bermuatan positif diharapkan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi [AuCl4]- sepanjang rentang pH yang dipelajari. Gugus amonium kuaterner (-N+) adalah gugus yang muatan positifnya cenderung bersifat stabil tanpa terpengaruh pH sistem secara siknifikan. Gugus amonium kuarterner dapat dibuat dengan mereaksikan gugus amina dengan alkil halida berlebih dan suatu basa melalui mekanisme SN2. Beberapa penelitian mengenai pembuatan silika gel termodifikasi amonium kuaterner telah dilakukan oleh Campos dkk. (2001) dan Cerneaux dkk. (2007). Campos
dkk.
(2001)
menggunakan
silika
gel
teraktivasi
dan
3-
aminopropiltrietoksisilan sebagai prekursor dalam sintesis HAS dengan metode grafting yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi metilasi menggunakan pelarut DMF dan NaHCO3 sebagai basanya untuk menghasilkan hibrida amonium kuaterner-silika (HAKS). Adsorben HAKS ini kemudian dikaji kemampuannya sebagai sensor potensiometri ion perklorat. Cerneaux dkk. (2007) melakukan sintesis HAS dari silika nanopartikel komersial teraktivasi dengan cara grafting menggunakan APTES. HAS hasil sintesis kemudian direaksikan dengan alkil iodida (etil, heptil, dan 2-propil iodida) dengan cara refluks selama 48; 72; 96 jam menggunakan pelarut asetonitril dan basa K2CO3 berlebih. Penelitian ini akan mengkaji adsorpsi Au(III) dalam sistem Au/Cu di mana ion Cu(II) bersama-sama Au(III) merupakan ion logam yang terdapat dalam limbah tambang emas, limbah electroplating dan terutama berada dalam jumlah besar pada limbah elektronik. Adsorpsi selektif Au(III) terhadap Cu(II) oleh HAS juga telah dilakukan oleh Sakti (2010) yang hasilnya menunjukkan bahwa koefisien selektivitas Au(III) terhadap Cu(II) sangat tinggi. Hal ini terkait dengan spesies Cu(II) yang bermuatan positif dalam suasana asam sehingga terjadi tolakmenolak dengan gugus amonium. Dalam penelitian tersebut juga dikaji usaha untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi Au(III) pada adsorben HAS dengan cara mencetak ion emas pada HAS di mana proses pencetakan Au(III) pada material
5
HAS tidak meningkatkan kapasitas adsorpsi Au(III) tetapi meningkatkan selektivitasnya terhadap Cu(II) dibandingkan HAS yang tidak dicetak Au(III). Selektivitas Au(III) yang tinggi terhadap Cu(II) juga diamati pada material lain yang mengandung gugus amina, seperti pada karbon kulit pisang (Zheng dan Wang, 2013) dan MCM-41 termodifikasi amina (Lam dkk., 2008). Usaha memodifikasi permukaan silika gel dengan gugus amonium kuaterner diharapkan dapat meningkatkan efektifitas adsorpsi Au(III) pada rentang pH yang dipelajari. Selektivitas Au(III) terhadap Cu(II) diharapkan tetap tinggi mengingat Cu(II) selalu berada dalam bentuk kation. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mensintesis HAKS dari HAS dengan cara mereaksikannya dengan CH3I berlebih dan basa NaHCO3 2. Mengkaji kemampuan adsorpsi HAKS terhadap ion Au(III) dalam sistem Au/Cu berdasarkan pengaruh pH sistem, nilai konstanta laju adsorpsi, kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsinya melalui teknik batch yang kemudian dibandingkan dengan HAS 3. Mengkaji selektivitas adsorpsi HAS dan HAKS dalam mengadsorpsi ion Au(III) dalam sistem Au/Cu 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pembuatan material hibrida amonium kuaterner-silika dari abu sekam padi serta kemampuannya sebagai adsorben ion Au(III). Selain itu, proses adsorpsi emas dengan HAKS dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam recovery logam emas, yang merupakan logam mulia bernilai ekonomis tinggi, dari sumber-sumber sekunder seperti limbah tambang emas, limbah pelapisan logam dan limbah elektronik.