BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kasus skandal akuntansi yang dilakukan oleh dunia usaha di Negara Amerika
Serikat pada beberapa tahun yang lalu, cukup menggegerkan dunia akuntansi khususnya audit. Diantaranya skandal keuangan yang terjadi di perusahaan Enron pada tahun 2001 yang melibatkan KAP Andersen (yang dahulu dikenal sebagai Arthur Andersen). Arthur Andersen pada saat itu merupakan KAP yang termasuk dalam The Big Five. Skandal tersebut menunjukkan keterlibatan para auditor atas kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan, yaitu melalui peran ganda Andersen sebagai auditor dan konsultan manajemen Enron. Kontroversi demi kontroversi mengiringi proses penyelidikan sebab-sebab kebangkrutan pada Enron. Pertama diketahui bahwa manajemen Enron telah memanipulasi angka-angka dalam laporan keuangan agar kinerjanya tampak baik. Pendapatan di mark-up dengan $ 600 juta, dan utangnya senilai $ 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron, Arthur Andersen, dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron yang terlibat dalam manipulasi itu mulai melaporkan praktek tidak terpuji itu. Keberanian Sherron Watskin yang juga pernah bekerja di Andersen inilah yang membuat semuanya menjadi terbuka. Kontroversi lainnya adalah mundurnya beberapa eksekutif terkemuka Enron dan dipecatnya sejumlah partner Andersen. Terbongkar juga kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen. Hilangnya objektivitas dan independensi dapat mempengaruhi eksistensi profesi auditor. Kegagalan untuk bersikap objektif dan independen sama artinya dengan hilangnya eksistensi profesi. Bahkan menutupi perilaku manajemen yang melakukan manipulatif jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap tugas profesi akuntan publik. Karena itu, sangat wajar jika dalam kasus Enron, auditor paling
dipersalahkan karena telah gagal melindungi kepentingan publik sang pemberi otoritas (Majalah Tempo No. 49/XXX/4-10 Februari 2002). Selain kasus Enron ada juga beberapa kasus lain yang serupa seperti kasus Tyco International, Worldcom Inc, Xerox Corp, Merck dan Global Crossing yang melakukan rekayasa keuangan tingkat tinggi yang mengakibatkan kerugian dan kebangkrutan perusahaan-perusahaan tersebut serta menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaporan keuangan dan dunia akuntansi. Oleh karena itu pada tahun 2002 pemerintah Amerika yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden George Walker Bush dan di dukung oleh US SEC (Securities & Exchange Commision) mengeluarkan sebuah peraturan perundang-undangan yang disebut dengan Sarbanes Oxley Act 2002 (SOX, SOA atau SARBOX) atau disebut juga Public Company Accounting Reform and Investor Protection Of Act 2002. SOA ini dipelopori oleh Senator Paul Sarbanes sebagai Senate Banking Commitee dan Congressman Michael G. Oxley. Diantara 11 bagian (title) yang terdapat dalam SOA ditekankan pada salah satu sectionnya yaitu section 404 yang berkaitan langsung dengan masalah pengendalian internal sebuah perusahaan, guna mencegah terjadinya kasus yang serupa dengan kasus Enron, yaitu antara lain : Tyco International, Worldcom Inc, Xerox Corp, Merck dan Global Crossing. Dan berdasarkan peraturan Pemerintah Amerika Serikat SOA ini khususnya section 404 harus diterapkan pada semua perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE). Sebagai perusahaan yang listing di New York Stock Exchange (NYSE), PT Telkom, Tbk mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan Sarbanes Oxley Act Section 404. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, maka sangat diperlukan dukungan penuh semua tingkatan jajaran Telkom agar risiko yang sudah teridentifikasi dapat dilakukan pengendalian melalui Internal Control sesuai dengan kriteria. Berdasarkan hal tersebut mulai tanggal 1 januari 2005 Telkom mulai mengimplementasikan Sarbanes - Oxley Act. Ketetapan bagi lingkungan Telkom didasarkan pada KD 49/PW000/KUG-10/2004 tanggal 26 November 2004 tentang kebijakan pengendalian internal dalam rangka pelaporan keuangan perusahaan yang sesuai dengan Sarbanes - Oxley Act.
Telkom harus mengikuti peraturan dari Sarbanes - Oxley Act. Oleh karena itu Telkom menetapkan sebuah kebijakan berkaitan dengan pengendalian internal dan pembentukan organisasi proyek integrasi internal control perusahaan dalam rangka penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan Sarbanes - Oxley Act Section 404. Pengendalian internal yang dijalankan oleh Telkom untuk patuh (comply) dengan Sarbanes - Oxley Act section 404 dibagi dalam tiga bagian yaitu : 1. Mewajibkan adanya pertanggungjawaban manajemen terhadap pengendalian internal yang berkaitan dengan laporan keuangan per tahun. 2. Manajemen diwajibkan memberikan pernyataan tertulis mengenai hasil evaluasi atas efektifitas penyelenggaraan proses pengendalian internal. 3. Auditor diwajibkan memberikan pernyataan tertulis hasil evaluasi manajemen atas pengendalian internal. Penulis melakukan penelitian untuk menganalisis peran implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 dalam efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 berperan dalam mengefektifkan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Peran Implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 Dalam Efektivitas Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan.”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
yaitu : 1. Bagaimana Implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 pada PT TELKOM, Tbk 2. Bagaimana pengendalian internal atas pelaporan keuangan pada PT TELKOM, Tbk 3. Bagaimana implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 berperan dalam efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini
yaitu : 1. Untuk mengetahui Implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 pada PT TELKOM, Tbk. 2. Untuk mengetahui pengendalian internal atas pelaporan keuangan pada PT TELKOM, Tbk. 3. Untuk mengetahui peran implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 dalam efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan pada PT TELKOM, Tbk.
1.4
Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, Hasil penelitian ini akan memberi tambahan wawasan pengetahuan penulis tentang masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan tersebut. 2. Bagi perusahaan, dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi atas implementasi SOA di perusahaan tersebut, khususnya Implementasi Sarbanes - Oxley Act section 404. 3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan bahan kajian untuk melanjutkan atau mengembangkan penelitian lebih lanjut.
1.5
Kerangka Pemikiran Sarbanes - Oxley Act (SOA) diterbitkan pada tanggal 23 Januari 2001 oleh
Kongres Amerika Serikat dan disetujui oleh pemeintah Amerika yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden George Walker Bush dan di dukung oleh US SEC (Securities & Exchange Commision), pada tanggal 30 Juli 2002 yang dipelopori oleh Senator Sarbanes dan Congressman M. Michael G. Oxley, Sarbanes - Oxley Act merupakan sebuah peraturan baru untuk melindungi investor perusahaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengungkapan sebuah laporan keuangan, serta mencegah terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Dimana SOA ini terdiri dari 1107 section dan harus dipatuhi oleh perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE).
Sarbanes - Oxley Act (SOA) adalah sebuah peraturan yang dibuat dan diterapkan di negara Amerika Serikat yang bertujuan untuk melindungi para investor dan
mengembalikan
kepercayaan
masyarakat
kepada
pelaporan
keuangan.
Sebagaimana dikutip dari wikipedia.com, the free encyclopedia menyatakan bahwa : “ The Sarbanes - Oxley Act of 2002 (also known as the Public Company accounting Reform and Investor Protection Act of 2002 an commonly called SOX or Sarbox; July 30, 2002) is a United States federal law passed in response to a number of major corporate and accounting scandals including those affecting Enron, Tyco International and WorldCom (MCI). These scandals resulted in a decline of public trust in accounting and reporting practice.” Dalam Sarbanes - Oxley Act diatur tentang Akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan tatakelola, yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif dan pembentukan komite audit yang independen. Prinsip-prinsip dasar dari Sarbanes - Oxley Act sebenarnya releven untuk diterapkan di Indonesia, yakni peningkatan transparansi, peningkatan tanggungjawab untuk menyempurnakan sistem pengendalian internal perusahaan dan peningkatan efektivitas dan independensi auditor eksternal merupakan hal yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Sarbanes - Oxley Act terdiri dari 1107 section. Dimana dari 1107 section tersebut terdapat section 404 yang berkaitan dengan pengendalian internal. Maksud Implementasi Sarbanes - Oxley Section 404 tersebut mensyaratkan adanya asersi manajemen atas tingkat efektivitas pengendalian internal dalam proses penyusunan laporan keuangan dan memuat ketentuan yang mewajibkan penyediaan audit SOA tahunan yang menunjukkan efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan dan memperoleh pernyataan dari auditor eksternal bahwa pengendalian internal atas pelaporan keuangan telah berjalan dengan efektif. Pengendalian internal yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan tercapainya tujuan perusahaan dan penentuan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian, pemahaman yang sama tentang pengendalian internal yang efektif merupakan suatu hal yang sangat penting. Pengendalian internal yang telah disusun dan diselenggarakan secara memadai dapat saja dianggap telah berjalan efektif karena pada dasarnya struktur pengendalian tidak menjamin sepenuhnya tercapainya tujuan organisasi. Tingkat efektivitas pengendalian internal diukur dari tercapainya tujuan pengendalian internal tersebut. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pengendalian internal. Berikut dikemukakan pengertian pengendalian
internal menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization of Treadway Commission) : “Internal Control is broadly defined as a process,effected by an entity’s board directors,management and other personnel,designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: i. Effectiveness and efficiency of operations; ii. Reliability of financial reporting;and iii. Compliance with applicable laws and regulation (COSO,1994;3,Arens et al 2006 :270).” Pengendalian internal atau internal control adalah suatu proses yang dilakukan oleh orang, dari pimpinan puncak sampai para pelaksana, yang dirancang untuk memberikan jaminan yang masuk akal (reasonable assurance) akan tercapainya tujuan organisasi dengan kondisi : (1) efisien dan efektif dari kegiatan; (2) keandalan informasi; dan (3) ketaatan terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menciptakan pengendalian internal yang memadai harus memenuhi beberapa kriteria. pengendalian internal terdiri dari 5 komponen yaitu : 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Merupakan keadaan yang mencerminkan tingkat perhatian dan dukungan manajemen
terhadap
pengendalian
internal.
lingkungan
pengendalian
merupakan landasan dari seluruh komponen pengendalian internal. 2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment) Merupakan kegiatan identifikasi dan analisis mengenai risiko, baik yang timbul karena faktor eksternal maupun internal, yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan perusahaan. 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Merupakan
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
dalam
suatu
proses
pengendalian terhadap kegiatan perusahaan pada setiap tingkat dan unit dalam struktur organisasi perusahaan, antara lain mengenai pemisahan wewenang, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi penilaian atas prestasi kerja, pembagian tugas dan keamanan terhadap asset perusahaan, serta pengendalian atas akses ke program dan data. 4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Merupakan identifikasi, pencatatan, penyebaran dan penggunaan informasi yang relevan secara tepat waktu dalam rangka menunjang terlaksananya tugas
dan tanggungjawab manajemen dan karyawan termasuk tugas pengendalian internal. 5. Pemantauan (Monitoring) Merupakan pengujian dan pemantauan atas efektivitas pengendalian internal, baik berupa kegiatan supervisi langsung maupun evaluasi berkala. Pengendalian internal yang disusun dan diselenggarakan secara memadai dapat saja dianggap telah berjalan efektif karena pada dasarnya struktur pengendalian tidak menjamin sepenuhnya tercapainya tujuan organisasi. Maka pengelolaan usaha yang baik harus berdasarkan sistem pengendalian internal yang dimiliki suatu entitas bisnis. Sistem pengendalian internal yang memadai yang ada dalam perusahaan dimaksudkan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan (irregularities) dan kecurangan (fraud) dalam batas-batas biaya yang layak, yaitu dengan memperhatikan biaya yang di korbankan dengan hasil yang mungkin dicapai, walaupun penyimpangan (irregularities) dan kecurangan (fraud) kemungkinan masih terjadi, tetapi dengan pengendalian internal yang efektif maka penyimpangan dan kecurangan tersebut dapat segera diatasi. Berdasarkan uraian dalam kerangka pemikiran ini, maka bagan kerangka pemikiran dapat dijelaskan sebagaimana gambar 1.1 sebagai berikut :
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Kasus Enron, Tyco International, Worldcom Inc, Xerox Corp, Merck dan Global Crossing
Regulasi Implementasi Sarbanes Oxley Act 2002 PT Telkom. Tbk, terdaftar di New York Stock Exchange
Bahwa Kualitas Informasi Akuntansi Ditentukan oleh Pengendalian Internal
Sarbanes - Oxley Act Section 404
Efektivitas Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan
Keterangan :
: Alur berfikir : Yang diteliti
1.6
Hipotesis Penelitan Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawabannya baru menggunakan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono 2004 : 51). Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : “Implementasi Sarbanes - Oxley Act Section 404 berperan dalam efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan.”
1.7
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif mengkhususkan pada studi kasus. Metode deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi, yang bertujuan untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti. Studi kasus merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisinya saat ini dari subyek (individu, kelompok, lembaga atau komunitas tertentu) yang diteliti, lingkup penelitian kemungkinan hanya mencakup bagian tertentu yang difokuskan pada faktor-faktor atau unsur-unsur tertentu dan kejadian secara keseluruhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Penelitian lapangan (Field Reasearch) Yaitu penelitian langsung ke perusahaan yang diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulannya, yaitu: a. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan data dan keterangan yang berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini.
b. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati langsung kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. c. Kuesioner, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan pada pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Reasearch) Yaitu dangan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber dan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik pembahasan untuk memperoleh dasar teoritis yang akan digunakan dalam pembahasan.
1.8
Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang berlokasi di Jalan Japati No.1 Bandung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan bulan April 2008.