1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Meningkatnya harga bahan bakar saat ini, memaksa negara maju maupun
berkembang untuk mulai mengoptimalkan hasil perut bumi berupa gas dan minyak bumi. Di Indonesia khususnya daerah Bali kini sudah mulai memanfaatkan hasil limbah pertanian sebagai sumber energi yang disebut energi biomassa. Keberadaan biomassa dari limbah pertanian di Bali saat ini sangat berlimpah. Limbah yang dimaksud adalah limbah organik yang berasal dari hasil produksi yang tidak dapat digunakan kembali seperti kulit kacang tanah. Di indonesia hasil produksi kacang tanah pada tahun 2013 mencapai 768.868 ton dari jumlah tersebut 20% diantaranya adalah kulitnya yang jika dihitung jumlah kulitnya adalah 157.373 ton/th yang tidak dimanfaatkan (Kementan RI, 2013). Jumlah limbah kulit kacang tanah yang begitu besar akan mengakibatkan tingginya volume sampah bila tidak dimanfaatkan. Salah satu proses pemanfaatan kembali limbah kulit kacang tanah ini adalah sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan hasil industri (sistem pengering kerajinan tangan). Menurut Eko dan kusnanda (2008) dalam kulit kacang terkandung nilai kalor sebesar 4344 kkal/kg. Daerah Bali tidak hanya terkenal akan pariwisatanya namun juga terkenal akan beraneka macam kerajinan tangan (handycraft) masyarakatnya. Hasil kerajinan tangan masyarakat tersebut memberikan kontribusi terhadap perkembangan pariwisata di Bali. Salah satu hasil kerajinan tangan yang sering dijumpai dibeberapa pasar tradisional dan toko oleh-oleh adalah kerajinan anyaman ata seperti pada gambar 1.1. Tumbuhan ata yang memiliki nama latin ligodium scandes atau yang sering disebut paku kawat merupakan tumbuhan jenis pakis yang biasanya digunakan masyarakat sebagai tali. Kesediaan bahan ata yang banyak di alam membuat masyarakat mulai memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai sebuah kerajinan anyaman yang artistik dan menghasilkan sebuah hasil karya yang menarik seperti tas, tempat perhiasan, tempat tisue, alas gelas, gentong, kap lampu dan lain sebagainya.
2
Pangsa pasar ata sendiri kini sudah mulai menembus pasar ekspor ke manca negara. Pengerajin ata sendiri banyak dijumpai di daerah Bali Timur yaitu di Kabupaten Karangasem seperti desa Tenganan, Bungaya, Bebandem, Seraya serta tempat lain di desa- desa dekat lokasi wisata menarik pantai Candi Dasa. Pekerjaan dengan menganyam ata ini sudah menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Karangasem khususnya kaum wanita. Dalam pembuatan produk anyaman ini, ata yang dipergunakan adalah bagian batang ata yang masih basah dan terlebih dahulu dipilah sesuai ukuran yang dikehendaki. Hal ini dilakukan untuk memisahkan ata yang keras dan lentur agar tidak patah saat dianyam. Setelah produk selesai dianyam, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan. Selama ini pengerajin sering memanfaatkan proses pengeringan secara alami untuk mengeringkan hasil produk anyaman. Kegiatan pengeringan tersebut biasanya dilakukan dengan menjemur langsung hasil anyaman dibawah sinar matahari. Akibat cuaca yang sering tidak menentu terkadang pengerajin sering mendapat hambatan dalam proses pengeringan. Hambatan tersebut mengakibatkan permasalahan lain muncul seperti pengerajin mendapat keluhan dari para konsumen karena banyak produk yang setelah dikirim dan dalam selang beberapa waktu produk mulai berjamur. Hal tersebut dikarenakan kandungan air dalam material masih tinggi dan proses pengeringan dengan matahari langsung tidak efektif dan cepat untuk mengeringkan ata. Jika pengeringan dilakukan hanya dengan menggunakan sinar matahari saja maka proses pengeringan sering terganggu karna faktor cuaca. Apabila musim hujan tiba pengerajin sama sekali tidak dapat melakukan proses pengeringan sehingga bahan yang digunakan mulai berjamur.
3
Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan
Demi memenuhi permintaan pasar lokal maupun ekspor, yang menjadi kunci utama adalah kualitas dari produk hasil anayaman ata. Produk hasil anayaman tersebut harus memenuhi kualitas pengeringan dan texture yang baik agar bahan anyaman tahan lama dan tidak mudah berjamur. Jika proses pengeringan dilakukan dengan tepat maka kualitas produk dapat terjaga. Selain menggunakan sinar matahari langsung pengerajin dapat menggunakan teknologi pengering yang dapat dengan cepat dan efektif mengeringkan anyaman ata. Teknologi pengering pasti membutuhkan sumber energi dalam proses pengeringannya namun, kebanyakan sumber energi yang digunakan dalam alat pengering adalah gas dan minyak bumi. Untuk mengurangi penggunakan gas dan minyak bumi dapat menggupayakan penggunaan energi alternatif berupa limbah produksi pertanian seperti kulit kacang tanah. Pemanfaatan limbah ini dapat menekan biaya produksi dan lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan sumber energi yang lain. Alat pengering yang terdiri dari ruang pengering dan kompor biomassa ini mencoba untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pengerajin dengan proses pengasapan. Kompor biomassa adalah kompor yang menggunakan bahan bakar dari tumbuh-tumbuhan seperti kayu, sekam padi dan limbah hasil pertanian lainnya. Karena Bali memiliki banyak lahan pertanian tentunya banyak pula hasil limbah pertaniaan yang dihasilkan seperti kulit kacang. Menurut Febby (2013) dari penelitian pengeringan ata yang sebelumnya tentang performansi alat pengering menggunakan kompor biomassa berbahan bakar sekam padi dengan variasi tata letak, hasil yang diperoleh bahwa tata letak selang
4
seling (staggered) menghasilkan performansi terbaik. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Febby belum diteliti mengenai analisa energi pada sistem pengering dengan variasi tipe rak berbahan bakar biomassa briket kulit kacang tanah. Maka dari itu dilakukan penelitian analisa energi pada sistem pengering anyaman ata berbahan bakar briket kulit kacang tanah dengan memvariasikan tipe rak dengan tujuan untuk mengetahui tipe rak mana yang lebih baik saat pengeringan dan untuk dapat meningkatkan kualitas produk anyaman ata dari segi kualitas dan texture yang dihasilkan. 1.2
Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah
tentang analisa energi pada sistem pengering anyaman ata berbahan bakar briket kuli kacang tanah dengan memvariasikan tipe rak pengering. 1.3
Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan pembahasan
tidak terlalu meluas, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut: 1. Kadar air pada batang ata diasumsikan sama. 2. Aliran steady-state dan steady-flow. 3. Ukuran anyaman ata diasumsikan sama. 4. Temperatur lingkungan diasumsikan konstan. 5. Massa dan kerapatan briket kulit kacang tanah sama. 1.4
Tujuan Penelitian Berikut tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa energi pada
sistem pengering anyaman ata yang meliputi energi berguna, energi suplai, Energi losses ( ̇ , ̇
,
̇
, ̇
, ̇
ruang pengering terhadap tipe rak pengering.
̇
, ̇
), distribusi temperatur
5
1.5
Manfaat Penelitian Berikut manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Membantu memecahkan masalah pengrajin ata tentang pengeringan ata pada saat musim hujan dan memperkenalkan teknologi pengeringan. 2. Mendapatkan kualitas ata yang dihasilkan lebih baik. 3. Dengan menggunakan kompor biomassa dapat memacu penduduk sekitar untuk dapat memanfaatkan potensi energi limbah yang ada di sekitar mereka. 4. Sebagai solusi dalam penanganan limbah pertanian. 5. Manfaat untuk penulis adalah karya tulis ini menjadi syarat untuk kelulusan tingkat Strata Satu (S1) serta menambah pengetahuan baru dalam kaitan ilmu pengetahuan, teknologi dan energi baru.