BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara penghasil semangka terbesar di dunia.
Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa hasil panen semangka nasional tahun 2012
adalah
465.564
ton
(http://hortikultura.deptan.go.id/).
dan
tahun
Berdasarkan
2013
adalah
479.900
data
tersebut,
hasil
ton panen
semangka tahun 2013 mengalami peningkatan 14.336 ton dari tahun 2012. Ini menunjukan bahwa komoditas semangka nasional cukup besar. Semangka merupakan buah yang mempunyai nilai komersial di Indonesia, dan memiliki pangsa pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas semangka sudah dikonsumsi masyarakat secara luas dan memiliki daya saing. Dalam rangka meningkatkan daya saing tersebut, buah semangka yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar pasar dalam negeri maupun pasar internasional dan diterima oleh konsumen (SNI 7420 : 2009). BSN (Badan Standar Nasional) mempersyaratkan bahwa untuk semua kelas semangka harus memenuhi standar minimum antara lain yaitu utuh, padat, penampilannya segar, bersih, bebas dari hama, bebas dari kerusakan, dan telah mencapai tingkat kematangan yang cukup. Buah semangka harus dipanen dengan hati-hati dan telah mencapai tingkat kematangan yang tepat sesuai varietasnya sehingga dapat mendukung penanganan dan pengangkutan semangka sampai tujuan dengan kondisi yang diinginkan (SNI 7420 : 2009). Pemilihan buah semangka yang telah mencapai tingkat kematangan tertentu adalah hal yang sulit karena warna kulit semangka bukan indikator kematangan semangka. Fakta ini sudah dikenal oleh para petani semangka. Untuk mengetahui tingkat kematangan buah semangka, mereka biasanya menggunakan cara klasik yaitu mengetuknya dengan telapak tangan atau dengan benda lain. Tujuannya adalah agar terdengar bunyi yang khas yang menandakan matang dan tidaknya buah semangka tersebut. Keakuratan cara klasik ini sangat rendah karena
1
2
hanya mengandalkan persepsi pendengaran saja. Padahal, persepsi pendengaran setiap orang berbeda-beda. Secara fisika, perbedaan bunyi ketukan pada buah semangka ditentukan oleh frekuensi alaminya. Frekuensi alami bunyi buah semangka tidak akan berubah. Buah yang matang mempunyai frekuensi tertentu yang berbeda dengan buah yang mentah walaupun jenis buahnya sama. Ketukan atau pukulan yang diberikan kepadanya hanya akan mengubah amplitudo bunyi yang terdengar. (Sri, dkk. 2007). Tahun 2007, Sri, dkk meneliti spektrum bunyi dari daging semangka merah matang, setengah matang dan mentah. Masing-masing dimasukkan dalam selongsong pipa dengan diameter tertentu kemudian dipukul dengan bola besi dengan massa tertentu. Selanjutnya, suara yang muncul direkam dan dianalisis dengan Software Matlab. Hasil menunjukkan bahwa semakin matang daging buah semangka maka semakin rendah frekuensi dominannya. Namun, penelitian tersebut masih memiliki kekurangan, antara lain; semangka yang diuji harus dirusak, tidak dalam keadaan utuh, sehingga kurang praktis dan tidak bisa diterapkan untuk skala besar. Berdasarkan paparan di atas, perlu dilakukan penelitian deteksi bunyi dari berbagai tingkat kematangan semangka dengan menggunakan metode lain yang diharapkan dapat menyempurnakan penelitian sebelumnya. Metode yang akan digunakan adalah analisis spektrum bunyi buah semangka yang masih utuh dengan menggunakan Software SpectralPLUS-DT. Keunggulan software ini yaitu dapat menampilkan beberapa nilai penting dari spektrum bunyi antara lain; frekuensi dominan, bandwidth, quality factor dan damping ratio. Karena bunyi ketukan semangka tiap tingkat kematangan berbeda-beda, diduga nilai frekuensi dominan, bandwidth, quality factor dan damping ratio juga berbeda-beda sehingga nilai-nilai tersebut diduga dapat dijadikan indikator kematangan buah semangka. Berdasarkan pengetahuan penulis, penelitian dengan analisis spektrum bunyi semangka dengan menggunakan Software SpectralPLUS-DT belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini layak untuk dilakukan.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah
yang akan dipelajari yaitu : 1. Berapakah nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dari semangka merah dan kuning dalam kondisi mentah, setengah matang dan matang? 2. Apakah nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dapat dijadikan sebagai indikator kematangan buah semangka? 3. Apakah faktor yang menyebabkan perbedaan nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dari semangka mentah, setengah mentah dan matang?
1.3
Batasan Masalah Pada penelitian ini, batasan yang digunakan yaitu : 1.
Semangka yang diteliti adalah semangka merah dan semangka kuning dalam kondisi mentah, setengah matang dan matang menurut arahan petani.
2.
Pengambilan data langsung di area perkebunan semangka Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.
Pemukulan dilakukan dengan waktu kontak yang sama.
4.
Perekaman
suara
menggunakan
perekam
digital
SONY
IC
RECORDER ICDPX312F yang diuji dengan bantuan Software Audacity 2.0.5. 5.
Analisis
frekuensi
SpectralPLUS-DT.
dilakukan
dengan
menggunakan
Software
4
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengukur nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dari semangka merah dan kuning dalam kondisi mentah, setengah matang dan matang. 2. Membuktikan bahwa nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dapat dijadikan sebagai indikator kematangan buah semangka. 3. Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan nilai frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata dan damping ratio rerata dari semangka mentah, setengah mentah dan matang.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Memberikan informasi mengenai perkembangan ilmu akustik yang dapat diterapkan di bidang pertanian. 2. Memberikan informasi bahwa frekuensi dominan rerata, bandwidth rerata, quality factor rerata, dan damping ratio rerata dari buah semangka dapat dijadikan sebagai indikator kematangan buah semangka tersebut sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. 3. Memberikan informasi bahwa Software SpectralPLUS-DT dapat menganalisis spektrum bunyi dengan baik. 4. Sebagai dasar untuk pembuatan instrumentasi pendeteksian tingkat kematangan buah yang bermanfaat bagi petani, penjual buah, dan masyarakat. 5. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
5
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal,
bagian isi dan bagian akhir. Berikut adalah bagian-bagian yang dimaksudkan : 1. Bagian awal terdiri dari halaman sampul luar, halaman judul, halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman persembahan, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, intisari (bahasa Indonesia) dan abstract (bahasa Inggris). 2. Bagian isi dari skripsi ini terdiri dari enam bab, yaitu : a. Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. b. Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan ringkasan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan berhubungan dengan topik dari penelitian ini. c. Bab III Dasar Teori, berisikan materi-materi yang merupakan dasar atau pendukung dari topik penelitian ini, yaitu osilasi, gerak harmonik sederhana, osilasi teredam, getaran yang dipaksakan dan resonansi, gelombang, gelombang bunyi, sifat bunyi, taraf intensitas bunyi, pendeteksian bunyi, macam-macam sinyal, deret Fourier, transformasi Fourier, transformasi fourier diskrit, deskripsi singkat dari buah semangka, mekanisme pematangan buah, dan deskripsi singkat dari Software SpectralPLUS-DT dan Audacity. d. Bab IV Metodologi Penelitian, berisikan bahan yang digunakan dalam penelitian, lokasi penelitian, alat penelitian, skema penelitian, langkah kerja dalam penelitian dan analisa data. e. Bab V Hasil dan Pembahasan, berisikan hasil dari penelitian dan pembahasan dari hasil yang ada. f. Bab VI Kesimpulan dan Saran, berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran yang berkaitan dengan hasil penelitian. Bagian akhir dari skripsi ini memuat daftar pustaka yang merupakan acuan dalam penyusunan skripsi dan lampiran-lampiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terkait pendeteksian kematangan buah telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Metode yang telah digunakan antara lain yaitu Image Processing, Vis/NIR (Visible/Near Infrared) System, Acoustic Technique dan Vibration Response Spectrum. Perbedaan metode ini didasarkan atas tingkat akurasi yang digunakan, objek yang diamati, pertimbangan ekonomis dan efek yang ditimbulkan pada objek (Fauzan, 2012). Menurut Abbott, dkk (1998) kematangan buah dapat dikorelasikan dengan koefisien kekakuan buah (S). Koefisien kekakuan (S) dirumuskan dengan
S f 2 .m 2 3 dengan f adalah frekuensi dominan dan m adalah massa buah. Menurut Pathaveerat, dkk (2008) koefisien kekakuan (S) dirumuskan dengan 3 S f 3 .m 2 3 dengan f adalah frekuensi dominan ketiga dan m adalah massa
buah. Schotte, dkk. (1999) menggunakan metode Acoustic Impulse-Response Technique untuk menganalisis firmness dan perubahan firmness buah tomat selama penyimpanan. Analisis ini menghasilkan data yang lebih objektif dibandingkan dengan kemampuan orang yang ahli dalam pengukuran fisik berdasarkan hubungan logaritmik. Metode ini memungkinkan untuk mengetahui tingkat kematangan tomat saat penyimpanan, pengemasan, dan metode produksi penanganan tomat yang menyebabkan perubahan fisik. Aziz, dkk (2009) menggunakan PZT (Piezoeelectric Tranducer) untuk mengetahui tingkat kematangan buah semangka secara non-destruktif. Prinsipnya adalah alat ini memberikan gelombang suara kepada buah semangka. Lalu, gelombang tersebut ditangkap oleh detektor pengukur kecepatan suara. Selain itu, untuk mengetahui tingkat kematangan buah semangka dilakukan pengukuran SSC (Solulable Solid Content) dengan uji rusak menggunakan refraktometer. Lalu, keduanya dianalisis dengan Artifical Neutral Network dan hasil menunjukan adanya korelasi r2 adalah 0,95 antara keduanya.
6
7
Taniwaki, dkk (2010) telah meneliti kecepatan pemasakan buah melon jenis “Miyabi-Haruaki” dengan metode getaran akustik non-destruktif. Kecepatan pemasakan ini didasarkan atas Indeks Elastisitas (IE). IE dirumuskan 2
dengan f 2 .m 3 , f adalah frekuensi resonansi kedua dari sampel dan m adalah massa sampel. Kecepatan pemasakan didefinisikan sebagai EI hari dengan nilai 0,36 104 Kg 2 3 Hz2d 1 . Hasil ini lebih kecil dari melon jenis “Andes” dan “Quiney” yang memiliki kecepatan pemasakan yaitu 0,39 104 Kg 2 3 Hz2d 1 dan
0,5 104 Kg 2 3 Hz2d 1 . Penentuan kematangan secara nondestruktif ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan optimum suatu buah untuk estimasi masa panen . Tiplica, dkk (2010) telah meneliti tingkat kematangan varietas apel dengan menggunakan metode Impact Acoustic. Buah apel yang diteliti ada 10 varietas yaitu “Antares” , “Arieane”, “Braeburn”, “Cameo”, “Elstar”, “Jubile”, “Pink”, “Lady”, “Reineta”, “Armonique”, “Red Delicius”, dan “Tempation”. Masingmasing buah apel tersebut dipukul dengan palu sebanyak 40 kali. Palu yang digunakan sangat ringan, kecil dan memiliki permukaan yang melingkar sehingga tidak merusak sampel yang dipukul. Selanjutnya, bunyi ketukan direkam dengan mikrofon dan diolah dengan Sofware FFT (Fast Fourier Transform) sehingga diperoleh spektrum frekuensinya. Kemudian, spektrum frekuensi dari setiap sample dianalisis. Hasilnya bahwa metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat kematangan buah secara non-destruktif dan murah. Fauzan Romadlon (2012) telah meneliti rancang bangun alat penduga kematangan buah semangka berdasarkan amplitudo tepukan. Buah semangka yang digunakan ada 30 buah. Masing-masing buah semangka dipukul dengan alat pemukul dengan kecepatan dan jarak tepuk yang konstan. Lalu, suara yang muncul direkam dengan Software Cool Edit Pro. Selanjutnya, amplitudo dari suara pukulan dianalisis. Kemudian, amplitudo tersebut dibandingkan dengan jumlah zat terlarut dalam 100 gram semangka yang diistilahkan dengan derajat Brix. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu tidak ada korelasi antara ampitudo dengan derajat Brix.