Pendahuluan
PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Akses terhadap air bersih dan sanitasi telah diakui PBB sebagai hak asasi manusia melalui deklarasi dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada akhir bulan Juli 2010. Deklarasi ini semakin mempertegas dan memperluas pengakuan tentang betapa pentingnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Sebelumnya pada tahun 2000, para pemimpin dunia juga bersepakat untuk memasukkan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai salah target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai pada tahun 2015. Pengakuan sanitasi sebagai hak asasi manusia dan salah satu target MDGs mengindikasikan adanya keprihatinan dunia akan persoalan sanitasi yang setidaknya didasarkan atas fakta bahwa masih banyak penduduk dunia (terutama penduduk miskin) yang tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007 menunjukkanbahwa 29 persen atau sekitar 70 juta penduduk Indonesia masih belum berperilaku benar dalam praktek BAB sehingga menimbulkan penyakit diare. Tak hanya diare, penyakit demam tifus, hepatitis A, dan polio juga menghantui masyarakat akibat mikroba yang terbawa oleh perilaku tidak sehat masyarakat. Disisi lain, buruknya kondisi sanitasi bukan saja disebabkan terbatasnya akses penduduk pada sarana sanitasi yang layak, tetapi juga disebabkan masih rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang isu-isu sanitasi dan kesehatan. Masih terbatasnya kapasitas untuk membuat perencanaan pelayanan sanitasi yang komprehensif, multisektor, dan tanggap kebutuhan juga menjadi salah satu kendala pembangunan sanitasi. Saat ini tidak banyak kota/kabupaten yang memiliki rencana strategis, master plan, ataupun dokumen perencanaan lainnya untuk perbaikan layanan sanitasi. Dengan potret seperti itu, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta masyarakat, tidak bisa lagi memandang persoalan sanitasi sebagai business as usual, penanganan sanitasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Sanitasi harus ditangani secara multistakeholder dan komprehensif. Pembangunan sektor sanitasi tidak hanya memerlukan penyediaan sarana fisik, tetapi juga ada masalah-masalah sosial yang perlu dipecahkan bersama oleh semua pihak terkait, termasuk masyarakat. Untuk itu perencanaan pembangunan sektor sanitasi harus disusun secara lebih terintegratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Kesadaran inilah yang akhirnya mendorong terjadinya kesepakatan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melahirkan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan kondusif yang mendukung terciptanya percepatan pembangunan sanitasi melalui advokasi, perencanaan strategis, dan implementasi yang komprehensif dan terintegrasi. Program ini mempunyai tujuan mensinergikan kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan sanitasi dalam satu wadah untuk memperbaiki kinerja dan konsep pembangunan sanitasi dalam skala kota. Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, pembangunan sektor sanitasi di Kota Banjarbaru pada tahun-tahun sebelumnya masih dianggap sebagai urusan “belakang”, sehingga acapkali termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain. Di sisi lain, pelaksanaan pembangunan sanitasi yang tengah berjalan masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu “skenario besar” dengan sasaran yang komprehensif. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah juga menyebabkan pemerintah daerah harus lebih fokus pada untuk menangani persoalan-persoalan lain yang menjadi tuntutan masyarakat. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) menjadi wahana yang diharapkan dapat membantu Pemerintah Kota Banjarbaru menyiapkan road map pembangunan sanitasi
Pendahuluan
PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
yang komprehensif, yang dapat menjawab tantangan perkembangan kota yang terus tumbuh dengan cepat. Sebagai sebuah kota yang terus berkembang, tingkat pertumbuhan penduduk di Kota Banjarbaru dapat dikategorikan sangat tinggi yaitu rata-rata 5,27% pada periode 2005-2010. Pertumbuhan jumlah penduduk ini tentunya berdampak langsung pada pertumbuhan kawasan-kawasan permukiman serta meningkatnya tuntutan akan penyediaan infrastruktur yang layak termasuk dalam pelayanan sanitasi seperti pengelolaan sampah dan saluran drainase. Volume sampah dan limbah rumah tangga lainnya yang terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk tentunya harus segera diantisipasi oleh para pemangku kepentingan di Kota Banjarbaru, demikian juga dengan fenomena semakin meluasnya daerah genangan air sebagai akibat dari semakin berkurangnya daerah-daerah resapan dan tangkapan air yang terjadi karena beralih fungsinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan-kawasan permukiman. Sebagai dasar pijakan untuk menyusun sebuah strategi yang komprehensif dan terintegrasi secara multisektoral, dan yang terpenting tepat sasaran sebagaimana kebutuhan riil masyarakat, Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarbaru telah menyusun dan mempublikasikan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru. Buku Putih merupakan “database sanitasi kota atau kabupaten” yang paling lengkap, mutakhir, aktual, dan disepakati seluruh SKPD dan pemangku kepentingan terkait pembangunan sanitasi. Selanjutnya, berpijak dari informasi yang ada di dalam Buku Putih Sanitasi, Pokja Sanitasi Kota Banjarbaru berupaya untuk menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK) Banjarbaru tahun 2013-2017. SSK adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi pada tingkat kota dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan.
1.2
Wilayah Cakupan SSK
Cakupan wilayah kajian dalam Strategi Sanitasi Kota ini meliputi seluruh kelurahan di dalam wilayah Kota Banjarbaru. Kelurahan-kelurahan ini selanjutnya akan di kelompokan berdasarkan kepatan penduduknya menjadi 3 klasifikasi yaitu area urban, peri-urban dan rural. Suatu wilayah dikategorikan sebagai area urban bila kepadatan penduduknya lebih dari 100 orang/Ha, area peri-urban bila kepadatan berkisar antara 25-100 orang/Ha, atau rural bila kepadatan penduduk kurang dari 25 orang/Ha. Berdasarkan kriteria tersebut, sebagian besar wilayah di Kota Banjarbaru saat ini masih berada dalam kategori rural dengan kepadatan berkisar antara 2 - 24 orang/Ha. Hanya terdapat 2 kawasan yang kepadatannya tergolong tinggi dan termasuk dalam kategori Peri Urban yaitu Kelurahan Mentaos (58 orang/Ha) dan Kelurahan Guntung Paikat (32 Orang/Ha)
Pendahuluan
PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
Gambar 1.1 Peta Cakupan Wilayah Kajian SSK Kota Banjarbaru
Pendahuluan
1.3
PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
Maksud dan Tujuan
Strategi sanitasi kota (SSK) adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kota Banjarbaru dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan serta tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan daerah. Tujuan dari penyusunan dokumen kerangka kerja strategi sanitasi kota (SSK) ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu: a. Tujuan Umum SSK ini disusun untuk rencana pembangunan sanitasi jangka menengah (5 tahun). b. Tujuan Khusus 1) SSK ini dapat memberikan gambaran tentang kebijakan pembangunan Sanitasi Kota Banjarbaru selama periode 5 tahun 2) Dipergunakan sebagai dasar penyusunan strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan program jangka menengah dan tahunan sektor sanitasi. 3) Dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pemangku kepentingan (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi Kota Banjarbaru.
1.4
Metodologi
Dokumen Strategi Sanitasi Kota Banjarbaru ini disusun oleh Pokja Sanitasi secara partisipatif dan terintegrasi lewat diskusi-diskusi yang terfokus dengan pendampingan oleh City Fasilitator (CF), baik melalui diskusi rutin maupun lokakarya. Untuk meningkatkan kapasitas anggota Pokja, telah diberikan pembekalan yang difasilitasi oleh Pokja AMPL Provinsi Kalimantan Selatan ataupun Pokja AMPL pusat. Proses penyusunan SSK terdiri dari beberapa tahapan yang tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya, antara lain sebagai berikut : 1. Melakukan penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi kota saat ini yang terdapat dalam dokumen Buku Putih Sanitasi Kota, untuk melihat kembali fakta dan permasalahan yang ada guna menetapkan kondisi sanitasi yang tidak diinginkan. Pada tahap ini, metode yang digunakan adalah kajian data sekunder serta kunjungan lapangan jika diperlukan untuk melakukan verifikasi informasi. 2. Menetapkan kondisi sanitasi yang diinginkan ke depan yang dituangkan kedalam Visi dan Misi, dan Tujuan serta Sasaran Pembangunan Sanitasi Kota, mengacu pada RPJMD serta dokumen perencanaan lainnya. 3. Menilai kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan. Pokja mendeskripsikan issue strategis dan kendala yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan. 4. Merumuskan Strategi Sanitasi Kota yang menjadi basis penyusunan Program dan Kegiatan Pembangunan Sanitasi Kota Jangka Menengah (5 tahunan). Dilakukan identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan, tantangan/ancaman serta peluang Kota Banjarbaru dalam melangkah untuk mencapai Visi dan Misi Sanitasi Kota Banjarbaru 2017.
1.5 Posisi SSK Dan Kaitannya dengan Dokumen Perencanaan Lain SSK yang disusun ini akan menjadi salah satu dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah di Kota Banjarbaru yang saling terintegrasi satu dengan lainnya. SSK tidak bisa dipisahkan dari RPJMD yang salah satu sumber dasar bagi penyusunan SSK. Dengan kata lain SSK ini
Pendahuluan
PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
merupakan penjabaran operasional dari RPJMD khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor sanitasi. Demikian juga dengan Renstra SKPD yang merupakan penjabaran rinci secara sektoral dari RPJMD , dengan demikian implementasi pembangunan sanitasi yang dituangkan dalam SSK akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan SKPD yang terkait dengan sanitasi. Keterkaitan ini selanjutnya akan berlanjut pada dokumen-dokumen turunan dari RPJMD dan Renstra SKPD yaitu RKPD dan Rencana Kerja SKPD. Dalam konteks pengembangan wilayah, SSK akan menjadi salah satu dokumen operasioal dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarbaru. Perencanaan strategis sektor sanitasi akan sangat tergantung pada tata guna lahan yang direncanakan dalam RTRW yang antara lain memuat kawasan peruntukan permukiman serta kawasan komersil yang akan menjadi sasaran utama dari pelaksanaan pembangunan sanitasi di tingkat kota.
Gambar 1.1 Kaitan SSK dengan dokumen perencanaan lainnya