BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak akan pernah lepas dari segala masalah yang berhubungan dengan tempat dimana manusia itu bernaung dan tinggal dalam kehidupan seharihari. Bagi manusia, tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need), disamping kebutuhannya akan pangan dan sandang. Sementara dari tahun ke tahun jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan suatu kawasan perumahan atau permukiman untuk tempat tinggal. Kebutuhan rumah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat akan mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana juga semakin meningkat. Hal ini juga dapat menimbulkan permasalahan baru karena ketersediaan lahan semakin sedikit sementara jumlah penduduk terus meningkat. Menurut Sastra (2006) masalah perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai permasalahan fisik semata, namun sangat berhubungan dengan aspek sosial, ekonomi serta budaya masyarakat. Perumahan dan permukiman, selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia lapangan kerja pendorong pembentukan pembentukan modal yang besar. Penyediaan perumahan menjadi penting karena dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Lokasi merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan perumahan. Pemilihan lokasi untuk kawasan perumahan mempunyai arti penting dalam aspek keruangan, karena hal ini akan menentukan keawetan bangunan, nilai ekonomis, dan dampak permukiman terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam pemilihan lokasi perumahan ada banyak kriteria yang harus dipenuhi agar mendapatkan hasil yang optimal. Sebagaimana dikemukakan oleh Suharyadi (1996) pembangunan perumahan membutuhkan lahan yang memenuhi beberapa kriteria nilai fisik maupun nilai ekonomi. Kriteria fisik harus sesuai untuk
1
konstruksi bangunan, dan kriteria sosial ekonomi harus memenuhi persyaratan seperti aksesibilitas yang baik, adanya sarana dan prasarana lingkungan. Kecamatan Kasihan merupakan wilayah Kabupaten Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sebagai daerah pinggiran perkotaan, kawasan permukiman/perumahan di Kecamatan Kasihan terus mengalami perkembangan. Tingginya pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi di Kota Yogyakarta menyebabkan permintaan rumah terus mengalami peningkatan hingga berkembang ke arah pinggiran perkotaan. 1.2 Perumusan Masalah Perkembangan wilayah permukiman/perumahan dan alih fungsi lahan sudah menjadi isu strategis di Kecamatan Kasihan. Menurut Statistik Kecamatan Kasihan 2014, konversi lahan atau perubahan fungsi lahan pertanian ke sektor lain di Kecamatan Kasihan rata-rata sebesar 2% per tahun. Angka ini diatas rata-rata Kabupaten Bantul yang hanya sebesar 0,5% per tahun. Konversi lahan tersebut terutama beralih untuk bangunan tempat tinggal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, salah satunya di Kecamatan Kasihan. Perkembangan pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan pada saat ini terus mengalami kemajuan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul tahun 2010-2030, Kecamatan Kasihan mempunyai arahan untuk pengembangan kawasan permukiman dan pelayanan yang berorientasi perkotaan. Dengan aksesibilitas yang cukup baik dan fasilitas yang mendukung, Kecamatan Kasihan mempunyai pertumbuhan pembangunan yang cukup tinggi. Studi mengenai penentuan lokasi perumahan di kawasan pinggiran kota perlu dilakukan mengingat selama ini pembangunan perumahan banyak yang dilakukan tanpa terencana dengan baik terutama terkait masalah keruangan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam menentukan lokasi pengembangan perumahan diperlukan suatu perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik agar dapat berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Begitu juga dengan penentuan lokasi perumahan di Kecamatan Kasihan diperlukan perencanaan yang komprehensif dengan
mempertimbangkan
faktor-faktor
2
pemilihan
lokasi
pembangunan
perumahan di daerah tersebut. Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu : 1. faktor apa yang paling dominan dalam pemilihan lokasi perumahan di Kecamatan Kasihan ? 2. dimana prioritas lokasi untuk pengembangan perumahan di Kecamatan Kasihan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. mengetahui faktor yang paling dominan dalam pemilihan lokasi pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan 2. menentukan prioritas lokasi untuk pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sejumlah manfaat / kegunaan, antara lain : a. secara teoritis, dapat mengaplikasikan ilmu geografi dalam bidang pengembangan wilayah khususnya tentang perencanaan perumahan. Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi penelitian – penelitian berikutnya, khususnya dalam hal merencanakan lokasi perumahan. b. secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembang swasta untuk pemilihan lokasi pembangunan perumahan di daerah penelitian 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Batasan Perumahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah layak
3
huni. Perumahan menurut Ritohardoyo (2000) adalah kelompok bangunan rumah dengan segala perlengkapannya, yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal secara
menetap
maupun
sementara,
dalam
rangka
menyelenggarakan
kehidupannya. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Perencanaan perumahan merupakan bagian dari perencanaan permukiman. Bagi sebuah lingkungan perkotaan, kehadiran lingkungan perumahan sangatlah penting dan berarti karena bagian terbesar pembentuk struktur ruang perkotaan adalah lingkungan permukiman. Apabila dilihat secara makro, dalam melakukan pembangunan, khususnya pembangunan perumahan dan permukiman seharusnya dilakukan sinkronisasi antara dua sistem, yaitu perkotaan dan perdesaan. Hal ini harus diupayakan guna menghindari terjadinya over load (kelebihan beban) pada lingkungan perumahan dalam wilayah perkotaan yang dapat menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi wilayah perkotaan maupun wilayah dibelakangnya (hinterland), yang biasanya adalah suatu wilayah perdesaan. Oleh karena itu perencanaan sebuah perumahan memegang peranan yang sangat penting dalam pengendalian laju pembangunan agar berdampak positif dan berkelanjutan (Sastra, 2006). 1.5.2 Teori Lokasi Perumahan Turner (1968, dalam Yunus 2005) mengemukakan teori mobilitas tempat tinggal. Dinamika teorinya didasari oleh “azas equilibrium” (keseimbangan) dimana mengandung pengertian bahwa mereka yang lebih kuat ekonominya memperoleh sesuatu yang lebih baik dalam “residential location”. Masyarakat dengan penghasilan rendah cenderung memilih lokasi rumah yang dekat dengan tempat kerja untuk menghemat biaya transportasi. Semakin besar penghasilan yang mereka dapatkan maka prioritas untuk memperoleh tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja. Terlihat bahwa terdapat korelasi yang sangat erat antara “income” dan lokasi perumahan dimana semakin tinggi “income” maka semakin tinggi pula prioritas untuk memperoleh perumahan yang baik. 4
Luhst (1997, dalam Nopiyanto 2014) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupa kenyaman dan keamanan dari suatu rumah tinggal sangat ditentukan oleh lokasinya. Dalam hal ini, daya tarik suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan. Aksesibilitas merupakan daya tarik suatu lokasi karena akan memperoleh kemudahan dalam pencapaiannya dari berbagai pusat kegiatan seperti perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan, dan lain-lain. Sementara lingkungan didefinisikan sebagai suatu wilayah yang secara geografis dibagi dengan batas yang nyata, dan biasanya dihuni oleh kelompok penduduk. Lingkungan mengandung unsur-unsur fisik dan sosial yang menimbulkan kegiatan seperti gedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, daerah terbuka dan lain sebagainya. 1.5.3 Persyaratan dan Pertimbangan Lokasi Perumahan Dalam perencanaan perumahan banyak hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah aspek lokasi. Dalam pedoman teknis Pd T-03-2005-C tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Prioritas Untuk Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Kawasan Perkotaan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat persyaratan umum untuk lokasi perumahan dan permukiman. Lokasi kawasan perumahan tersebut harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah setempat atau dokumen perencanaan tata ruang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, atau memenuhi persyaratan berikut : a. tidak berada pada kawasan lindung b. bebas dari pencemaran air, udara, dan gangguan suara atau gangguan lainnya, baik yang ditimbulkan sumber daya buatan manusia maupun sumberdaya alam seperti banjir, tanah longsor, tsunami, c. ketinggian lahan kurang dari 1.000 meter diatas permukaan laut (MDPL) d. kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan : 1) tanpa
rekayasa
untuk
kawasan
yang
terletak
pada
lahan
bergeomorfologi datar-landai dengan kemiringan 0-8% 2) diperlukan rekayasan teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%.
5
e. pada kota-kota yang mempunyai bandar udara, tidak mengganggu jalur penerbangan pesawat, f. kondisi sarana-prasarana memadai g. dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota h. bagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, keterkaitan antara lokasi perumahan dengan pusat-pusat kegiatan (tempat kerja) dan pelayanan kota akan mempunyai implikasi ekonomi. Selain itu Budiharjo (1984) menyatakan bahwa untuk menetapkan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan yaitu : 1. ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya, harus mudah mengerjakannya, bukan merupakan daerah banjir, mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti, kondisi tanah baik, mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah Selain itu juga harus mudah mendapatkan bahanbahan bangunan dan tenaga kerja. 2. ditinjau dari segi tata guna tanah, harus berada pada tanah yang secara ekonomis sukar dikembangkan secara produktif, tidak merusak lingkungan dan sejauh mungkin mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, dan penampung air hujan. 3. ditinjau dari segi kesehatan dan kemudahan, lokasinya sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi udara, air maupun udara.Selain itu lokasinya sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni 4. ditinjau dari segi politis dan ekonomis, perumahan tersebut harus menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya. Selain itu juga harus mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan mendapatkan keuntungan yang wajar bagi developernya.
6
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan juga memuat tentang ketentuan lokasi perumahan. Dalam SNI ini, lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, a. kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi b. kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam c. kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas),
kemudahan
berkomunikasi
(internal/eksternal,
langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia) d. kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada. e. kriteria
fleksibilitas,
dicapai
dengan
mempertimbangkan
kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana f. kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasaranautilitas lingkungan
7
g. kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal setempat. 2. lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis. 3. keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud.
Banyak ahli dan peneliti yang mempunyai pandangan berbeda tentang kriteria atau pertimbangan lokasi pembangunan perumahan yang strategis. Adapun tabel perbandingan tentang kriteria-kriteria lokasi pembangunan perumahan dari beberapa ahli maupun peneliti ditunjukan dalam tabel 1.1. Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan Penulis/ Tahun Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan Peneliti
Dept. PU
SNI
2006
2004
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Tidak berada di kawasan lindung Bebas pencemaran air,udara maupun bencana alam Ketinggian kurang dari 1.000 mdpl Kemiringan lahan 0-15% Kondisi sarana-prasarana memadai Dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota Sesuai RTRW
a) Lokasi sesuai RTRW setempat 1. Keamanan Bukan kawasan lindung, olahan pertanian, hutan produksi, buangan limbah pabrik, dibawah jaringan listrik tegangan tingi 2. Kesehatan Bukan daerah pencemaran udara diatas ambang batas, penecemaran air permukaan dan air tanah dalam
8
Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan (Lanjutan) Penulis/ Tahun Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan Peneliti 3. Kenyamanan Kemudahan aksesibilitas, komunikasi, berkegiatan ( sarana prasarana tersedia) 4. Keindahan Mempertahankan karakteristik topografi yang ada 5. Fleksibilitas Mempertimbangkan pertumbuhan fisik/pemekaran perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik dan keterpaduan prasarana SNI 2004 6. Keterjangkauan jarak Mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki terhadap sarana prasarana 7. Lingkungan berjati diri Sosial budaya masyarakat setempat b) Berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis c) Keterpaduan tatanan kegiatan dan alam disekelilingnya ( pengaruh terhadap lingkungan ) Suparno ‐ Akses mudah ke tempat kerja dan pusat kegiatan Sastra dan 2006 ‐ Kondisi /topografi (kemiringan lereng) Endy Marlina ‐ Kepastian hukum (status kepemilikan)
Henny Indriana
2013
Dasra
1995
Hudioro
2000
‐ Kemiringan lereng ‐ Penggunaan lahan ‐ Bentuklahan ‐ Daya dukung tanah ‐ Drainase tanah ‐ Kedalaman muka air tanah ‐ Jarak terhadap jalan utama ‐ Jarak terhadap pusat kota ‐ Arah perkembangan kota ‐ Ketersediaan lahan dan harga tanah ‐ Kondisi sosial budaya ‐ Aksesibilitas ‐ Transportasi dan utilitas Penghuni : ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Harga rumah Kedekatan terhadap jalan utama Suasana lingkungan Ketersediaan air bersih Kedekatan terhadap fasilitas umum Aksesibilitas dan tersedianya dukungan infrastruktur
9
Tabel 1.1 Perbandingan Kriteria Lokasi Perumahan (Lanjutan) Penulis/ Tahun Kriteria/Faktor Lokasi Perumahan Peneliti Pengembang : Hudioro
2000
Ismiyati Rini Tyassuci
2003
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Harga tanah Kedekatan terhadap pusat kota Suasana pegunungan Aksesibilitas Dukungan infrastruktur Aksesibilitas Nilai lahan Kelengkapan infrastruktur
1.5.4 Sistem Informasi Geografis
Sitem Informasi Geografi merupakan kumpulan terorganisir dari perangkat
keras komputer, perangkat lunak data geografi dan personil yang dirancang secara efisien
untuk
memperoleh,
menyimpan,
mengupdate,
memanipulasi,
menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, dalam Prahasta, 2002). Secara umum, sesuai dengan nature datanya, terdapat dua jenis fungsi analisis di dalam SIG yaitu analisis spasial dan atribut (basis data atribut). SIG mampu untuk mengelola data spasial maupun atribut secara efektif dan efisien sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan spasial maupun atribut dengan baik dan juga mampu untuk membantu dalam menentukan pengambilan keputusan yang tepat. Menurut Prahasta (2002) , Sistem Informasi Geografis memiliki beberapa subsistem yaitu : 1. Data input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyiimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini pula bertanggungjawab dalam mengonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format (narative) yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.
10
2. Data output Subsistem ini bertugas utnuk menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, peta, dan lain sebagainya. 3. Data management Subsitem ini bertugas mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update, dan di- edit. 4. Data manipulation & Analysis Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. SIG juga memiliki banyak kemampuan terkait analisis dan manipulasi data. Pada dasarnya , dengan memperhatikan pengertian, definisi-definisi tentang SIG, kemampuan-kemampuan SIG sudah dapat dikenali. Kemampuankemampuan ini dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi analisis spasial dan atribut yang dimiliki, jawaban-jawaban, atau solusi
yang dapat diberikan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kemampuan SIG dapat dilihat dari kemampuan-kemampuannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konseptual seperti what is at? where is it? what change since? what spatial patterns exist? what if? (Prahasta, 2002).
1.5.4 Analytic Hierarchy Process (AHP)
AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970an. AHP
merupakan sistem pembuat keputusan dengan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir
11
manusia dengan cara memecahkan suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompoknya; menempatkan kelompokkelompok tersebut ke dalam suatu hirarki; menentukan dan memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif; dan akhirnya dengan suatu sintesa, ditentukan eleman mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Berbagai keuntungan AHP menurut Saaty (1993) antara lain : 1. kesatuan : AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami 2. kompleksitas : AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif 3. saling ketergantungan : AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan linier 4. pengukuran : AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas 5. konsistensi : AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas 6. sintesis : AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. 7. tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 8. penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan adanya konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda. 9. pengulangan proses : AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.
12
Menurut Latifah (2005) dalam menyelesaikan masalah dengan AHP, ada prinsip-prinsip yang harus dipahami diantaranya : a. decomposition Setelah
permasalahan
didefinisikan, maka
perlu dilakukan
decomposition yaitu memecah permasalahan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki. b. comparative Judgement Tahap ini adalah membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. c. synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwase comparison kemudian dicari eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwase comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diatara local prioriy. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. d. logical Consistency Logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian ini perlu dilakukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidak konsistenan dalam preferensi seseorang. Dalam sebuah penelitian sering dijumpai istilah pembobotan. Pembobotan merupakan cara untuk melihat besaran pengaruh terhadap suatu hal yang ada. Pembobotan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pembobotan secara langsung (direct weighting) dan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy
13
Process (AHP). Adapun kaidah dalam pembobotan dengan AHP yaitu nilai bobot faktor/kriteria berkisar antara 0 – 1 atau 0% - 100% jika menggunakan persentase, jumlah total bobot semua faktor/kriteria harus bernilai 1 (100%), serta tidak ada bobot yang bernilai negatif. 1.6 Penelitian Terdahulu Lukisari (2006), melakukan penelitian penentuan prioritas letak perumahan di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang menggunakan integrasi teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu interpretasi citra, tumpangsusun, pengharkatan dan pembobotan. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penggunaan lahan, jaringan jalan, kerawanan bencana, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah. Hasil penelitian ini berupa peta prioritas letak perumahan di Kecamatan Kedungkandang. Indriana (2013), melakukan penelitian penentuan lokasi perumahan berdasarkan interpretasi citra ikonos dan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan dalam penentuan prioritas lokasi adalah dengan mendasarkan pada penilaian dan pertimbangan terhadap beberapa parameter yang digunakan, baik parameter fisik lahan maupun parameter aksesibilitas. Parameter fisik lahan yang digunakan meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, bentuklahan, daya dukung tanah, drainase tanah, kedalaman muka air tanah. Sedangkan faktor aksesibilitas yang digunakan adalah jarak terhadap jalan utama dan jarak terhadap pusat kota. SIG dalam penelitian ini digunakan untuk proses tumpang susun dengan pengharkatan dan pembobotan pada masing-masing parameter yang digunakan. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta prioritas lokasi untuk pengembangan perumahan. Gunawan (2013), melakukan penelitian penggunaan citra satelit Quickbird untuk penentuan prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan adalah berupa interpretasi citra Quickbird dan pembobotan pada parameter fisik maupun aksesibilitas. Parameter-parameter yang digunakan antara lain penggunaan lahan, jaringan jalan, fasilitas umum, kemiringan
14
lahan, kerawanan bencana, jaringan listrik dan air. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu berupa peta prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan dengan kelas prioritas 1 sampai dengan prioritas 5. Nugraha dkk (2014) melakukan penelitian pemanfaatan SIG untuk menentukan lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Boyolali. Metode yang digunakan yaitu pengharkatan dan pembobotan parameter serta overlay. Parameter yang digunakan yaitu kemiringan lereng, ketersediaan air tanah dan pdam, kerawanan bencana, aksesibilitas, jarak terhadap pusat perdagangan dan fasilitas pelayanan umum, kemampuan tanah dan perubahan lahan. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta lokasi potensial dan menjadi prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Boyolali. Pangesti (2015) melakukan penelitian aplikasi SIG untuk pemetaan lokasi kesesuaian lahan perumahan di Kelurahan Bangunjiwo, Kasihan. Metode yang digunakan yaitu interpretasi citra dan pengharkatan. Parameter yang digunakan yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng, drainase permukaan, potensi kembang kerut tanah, kedalaman muka air tanah, dan jarak terhadap jalan utama. Hasil dari penelitian ini yaitu berupa peta kesesuaian lahan permukiman dengan tiga kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, dan sesuai marginal. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu diatas. Perbedaan yang paling utama adalah parameter yang digunakan. Perbedaan selanjutnya adalah metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data peneliti terdahulu sebagian besar dilakukan dengan cara interpretasi citra, sedangkan dalam penelitian ini sebagian besar data parameter diperoleh melalui data sekunder dari berbagai dinas. Adapun matriks penelitian terdahulu selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 1.3.
15
Tabel 1.3 Matrik Penelitian Terdahulu Nama/Tahun Bambina Lukisari (2006)
16
Lokasi
Tujuan
Metode
Hasil Penelitian
Kecamatan Kedungkandang Kota Malang
1. Mengetahui kemampuan Citra Ikonos untuk identifikasi parameter fisik lahan yang digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan bagi pembangunan perumahan 2. Menilai kesesuaian lahan untuk perumahan berdasarkan parameterparameter kesesuaian lahan bagi pembangunan perumahan 3. Menentukan prioritas lokasi pembangunan perumahan berdasarkan kesesuaian lahan dan kesesuaian akses 1.Mengetahui kemampuan citra ikonos dalam menyadap parameter fisik lahan dalam membantu menentukan lokasi untuk pembangunan perumahan 2.Menentukan lokasi yang strategis untuk pengembangan perumahan
Interpretasi teknik Penginderaan Jauh untuk pengumpulan dan pengolahan data menggunakan SIG.
1. Nilai ketelitian interpretasi citra ikonos dalam mengidentifikasi parameter fisik lahan 2. Peta kesesuaian lahan untuk perumahan berdasarkan parameter fisik lahan dan parameter jarak 3. Peta prioritas lokasi pembangunan perumahan
Henny Indriana (2013)
Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul
Resta Guawan (2013)
Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul
Interpretasi citra ikonos, Pengharkatan dan pembobotan pada parameter fisik dan aksesibilitas
1. Mengkaji kemampuan citra Interpretasi citra Quickbird, Quickbird untuk menyadap pengharkatan parameter fisik parameter fisik dan aksesibilitas dan aksesibilitas lahan dalam penentuan perumahan di Kecamatan Banguntapan 2. Mengkaji kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan
16
Metode analisis data menggunakan pengharkatan tertimbang berdasarkan parameter-parameter yang berpengaruh dalam lokasi perumahan
1. Nilai ketelitian interpretasi citra ikonos dalam menyadap parameter fisik lahan 2. Peta prioritas lokasi untuk perumahan di Kecamatan Jetis dengan 4 kelas prioritas 1. Nilai ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter fisik dan aksesibilitas 2. Peta prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Banguntapan
Tabel 1.3 Matriks Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama/Tahun
Lokasi
Kabupaten Boyolali
Denas Pangesti (2015)
Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan
17
Yoga Kencana Nugraha, Arief Laila Nugraha, Arwan Putra Wijaya (2014)
Tujuan
Metode
Banguntapan berdasarkan parameter fisik dan aksesibilitas 3. Menyusun rekomendasi prioritas lokasi dalam pembangunan perumahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul 1. Menentukan potensi lahan dan Pengharkatan parameter, memetakan daerah yang berpotensi pembobotan dengan AHP serta dikembangkan menjadi kawasan Overlay dengan peta RTRW perumahan dan permukiman 2. Menentukan prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Boyolali dengan memanfaatkan SIG 1. Mengetahui peran Sistem Informasi Interpretasi citra dan Geografis dalam evaluasi kesesuaian pengharkatan lahan permukiman di Kelurahan Bangunjiwo, 2. Mengetahui wilayah yang sesuai sebagai lahan perumahan di Kelurahan Bangunjiwo 3. Menampilkan hasil pemetaan lokasi kesesuaian lahan perumahan ke dalam sebuah peta
17
Hasil Penelitian
1. Bobot parameter hasil analisis metode AHP 2. Peta lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman 3. Peta lokasi prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman Peta kesesuaian lahan perumahan dengan tiga kelas kesesuaian yaitu sangat sesuai, cukup sesuai, dan sesuai marginal.
1.7 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat membuat kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, salah satunya perumahan. Namun di sisi lain lahan yang tersedia terbatas bahkan semakin menurun. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan perumahan agar pembangunan perumahan dapat berjalan dengan baik. Salah satu aspek dalam perencanaan pembangunan perumahan adalah aspek lokasi. Lokasi merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan perumahan. Pemilihan lokasi untuk kawasan perumahan mempunyai arti penting dalam aspek keruangan. Dalam
menentukan
lokasi
perumahan
banyak
hal
yang
harus
dipertimbangkan. Adapun pertimbangan dalam penelitian ini terdiri factors dan constraints. Factors yang dipilih untuk penelitian ini meliputi aksesibilitas, fisik lahan, harga lahan, kerawanan bencana, serta utilitas dan fasilitas umum. Sedangkan constraints yang digunakan dalam penelitian ini adalah legalitas dan kesesuaian tata ruang. Factors dan constraints tersebut dipilih karena merupakan pertimbangan dan persyaratan utama berdasarkan telaah pustaka baik dari peraturan perundang-undangan, acuan normatif, maupun penelitian-penelitian sebelumnya. Factors dan constraints ini selanjutnya diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Analytical Hierarchy Process (AHP) sehingga didapat prioritas lokasi untuk pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat dalam gambar 1.1.
18
Pertumbuhan penduduk
Ruang / lahan terbatas
Kebutuhan perumahan meningkat
Perencanaan perumahan
Pemilihan Lokasi
Factors 1. 2. 3. 4. 5.
Constraints
Aksesibilitas Fisik Lahan Harga Lahan Kerawanan bencana Utilitas dan fasilitas umum
1. Legalitas 2. Kesesuaian Tata Ruang
Pengolahan dengan SIG dan AHP
Lokasi Prioritas Pembangunan Perumahan
Gambar 1.1 Diagram alir kerangka pemikiran
19
1.8 Batasan Operasional Aksesibilitas : adalah kemudahan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak (Bintarto, 1979). Dalam penelitian ini tingkat aksesibilitas didasarkan pada jarak terhadap jalan utama. Fisik lahan : merupakan karakteristik fisik lahan yang dalam penelitian ditunjukan dengan kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Harga lahan : adalah nilai lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satu satuan tertentu. Harga lahan dalam penelitian ini didasarkan pada peta Zona Nilai Tanah (ZNT) yang menggambarkan atau mendekati nilai tanah (harga pasar) sebenarnya. Kemiringan lereng : Kecuraman lereng dari atas puncak sampai ke bawah pada lokasi tertentu di permukaan bumi yaitu perbandingan antara titik vertikal antara dua titik dengan jarak horisontal kedua titik tersebut (ESRI, 2008) Kerawanan Bencana : adalah peristiwa-peristiwa fisik, fenomena yang berpotensi merusak dan dapat menyebabkan hilangnya nyawa maupun kerusakan lingkungan. Dalam penelitian ini kerawanan bencana didasarkan pada tingkat bahaya gempa bumi. Kesesuaian tata ruang : merupakan tingkat kecocokan suatu zona terhadap pola ruang. Dalam penelitian ini zona yang sesuai untuk perumahan adalah zona perumahan. Legalitas : legalitas dalam penelitian ini didasarkan pada status kepemilikan tanah. Penentuan lokasi perumahan : penentuan lokasi perumahan dalam penelitian ini dilakukan oleh stakeholder yang terlibat langsung dalam pembangunan perumahan yaitu Bappeda Kabupaten Bantul, Dinas Pekerjaan Umum, Pemerintah Kecamatan Kasihan, dan juga pengembang yang mempunyai perumahan di Kecamatan Kasihan. Penggunaan lahan : adalah usaha manusia memanfaatkan lingkungan alamnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam kehidupan dan keberhasilannya (Ritohardoyo, 2013).
20
Perumahan : adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. (UU No 4 Tahun 1992) Utilitas dan fasilitas umum : merupakan sarana dan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya serta penunjang pelayanan lingkungan. Dalam penelitian ini utilitas dan fasilitas umum yang digunakan adalah jaringan air minum, jaringan listrik, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan.
21