BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pengecoran logam merupakan suatu proses pembuatan benda yang dilakukan
melalui beberapa tahapan mulai dari pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Hampir semua benda-benda logam yang berbentuk rumit baik logam ferro maupun non ferro mulai dari berukuran kecil sampai besar dapat dibuat melalui proses pengecoran. Perkembangan material berbasis besi (ferro), khususnya material coran baik kelas besi cor dan baja cor ditanah air telah meningkat sedemikian rupa mengikuti tuntutan kualitas yang berkaitan dengan fungsi produk cor itu sendiri. Persaingan ketat di industri pembuat komponen otomotif yang menjanjikan kontinuitas pesanan massal, telah dikuasai oleh industri-industri pengecoran besar yang mengaplikasikan berbagai jenis mesin produksi yang semakin canggih dan dilengkapi dengan pengendalian mutu yang cermat. Fakta yang terjadi memperlihatkan bahwa kebanyakan industri-industri kecil sampai menengah lebih banyak mengaplikasikan teknologi pengecoran sederhana dan lebih fleksibel dalam mengikuti keinginan pelanggannya. Industri pengecoran kecil hanya mampu menghasilkan permintaan produk-produk dalam jumlah terbatas, yang tentunya sangat sukar untuk dilakukan di industri besar. Hal ini memacu para praktisi pengecoran logam berbasis besi (ferro) untuk semakin meningkatkan kualitas produk maupun kapasitas produksinya. Namun demikian, peningkatan ini kemudian menimbulkan berbagai masalah dan tantangan baru yang harus dihadapi oleh praktisi-praktisinya, mulai dari kualitas dan ketersediaan bahan mentah, tuntutan terhadap kecepatan proses yang semakin tinggi, persaingan harga maupun masalah-masalah yang berkaitan dengan teknis maupun menejemen. Teknologi industri di Indonesia yang semakin maju, berpengaruh besar terhadap penggunaan besi cor nodular yang semakin dibutuhkan dikalangan industri. Permintaan produk-produk besi cor bergrafit bulat atau sering disebut ferro casting ductile (FCD) setiap tahun semakin meningkat. Besi cor nodular masuk dalam kelas 1
2
besi cor. Jenis besi cor ini sekarang banyak digunakan sebagai bahan pengganti baja untuk komponen-komponen seperti pada mesin-mesin pertanian, komponen otomotif (camshaft, crankshaft, gear, bosh), konstruksi (arms, sprockets, tool holder). Hal ini dikarenakan sifat fisik dan mekanik yang dimiliki hampir menyamai sifat-sifat yang dimiliki oleh baja konvensional baik dari segi kekuatan tarik, perpanjangan, maupun keliatannya. Salah satu besi cor nodular (FCD) standar yang banyak digunakan saat ini adalah FCD 450. Sifat utama dari coran FCD 450 baik fisik maupun mekanis sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari faktor waktu, temperatur, dan proses pencampuran cairan logam dengan bahan paduan. Proses nodularisasi (pencampuran paduan Fe-Si-Mg dengan logam cair) adalah merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan FCD agar nantinya bisa diperoleh graphit yang baik berbentuk bulat serta distribusinya merata, sehingga coran memiliki kekuatan fisik maupun mekanik yang tinggi. Metode dalam pengecoran logam berkembang menjadi berbagai macam jenis seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatnya kebutuhan manusia. Metode pengecoran ditinjau dari jenis cetakannya dapat digolongkan menjadi metode pengecoran logam cetakan tetap dan tidak tetap. Metode pengecoran logam cetakan tetap diantaranya metode high pressure die casting, low pressure die casting, centrifugal casting dan gravitiy die casting, sedangkan metode pengecoran cetakan tidak tetap diantaranya pengecoran cetakan pasir, investment casting, dan lost foam casting (LFC). Setiap jenis metode pengecoran memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dalam
pemilihan
proses
produksi
dengan
metode
pengecoran
harus
mempertimbangkan dari berbagai sisi baik biaya, kualitas, fungsi dan lain-lain. Permasalahan yang muncul dalam pemilihan proses pengecoran logam diantaranya berkaitan dengan jumlah, harga dan spesifikasi benda yang akan diproduksi. Permasalahan yang lain adalah hasil produk yang akan dibuat hanya sebanyak satu benda atau sebagai sampel baik dalam ukuran yang besar atau kecil. Permasalahan ini kurang menguntungkan apabila menggunakan cetakan tetap ataupun cetakan pasir karena diperlukan pola yang akan meningkatkan harga produksi. Permasalahan yang lain juga adalah jika benda tersebut dalam jumlah sedikit dan bentuknya rumit maka akan mahal apabila dibuat dengan menggunakan
3
pengecoran cetakan tetap dan akan sulit apabila menggunakan cetakan pasir. Metode alternatif yang dapat digunakan untuk memproduksi dengan jumlah sedikit, dengan bentuk yang rumit adalah dengan menggunakan metode pengecoran dengan pola cetakan polystyrene foam atau yang lebih dikenal dengan pengecoran evavoratif (lost foam casting). Lost foam casting (LFC) merupakan salah satu metode pengecoran dengan biaya yang efektif dan proses pengecoran yang ramah lingkungan. Pengecoran lost foam merupakan salah satu jenis pengecoran yang menggunakan bahan expanded polystyrene (EPS) sebagai bahan untuk membuat pola dan ditanam dalam pasir silika menjadi cetakan. Ketika logam cair dimasukkan ke dalam cetakan, expanded polystyrene akan mencair dan menguap sehingga tempat itu akan diisi oleh cairan logam (Askeland, 2001). Pengecoran lost foam memiliki banyak keuntungan. Salah satu keuntungan dari lost foam casting adalah fleksibilitas dalam mendesign pola pengecoran. Pengecoran lost foam juga mampu untuk memproduksi bentuk-bentuk rumit yang sering sulit dilakukan dengan metode pengecoran lain (Department of Energy Washingthon, D.C.1998). Dalam dua dekade terakhir pengecoran lost foam casting proses telah diadopsi secara luas untuk memproduksi bagian kompleks tanpa kebutuhan untuk inti. Lost foam casting secara luas digunakan untuk coran paduan aluminium untuk menghasilkan komponen yang mempunyai bentuk yang kompleks (Guler dkk, 2014). Penelitian tentang pengecoran lost foam dengan material aluminium lebih banyak dilakukan jika dibandingkan dengan material ferro (besi dan baja). Metode pengecoran lost foam casting tidak hanya mempercepat dalam pembuatan prototipe dari hasil coran, akan tetapi telah menjadi sebuah metode untuk produksi massal. Harga produksi yang lebih rendah juga merupakan salah satu faktor penting dari metode pengecoran, karena pola pengecoran dibuat dari expanded polystyrene foam (EPS) dan peralatan untuk pengecoran tergolong sederhana dan tidak mahal, sehingga metode ini dapat digunakan untuk skala pengecoran kecil. Para pendesain dapat mengurangi proses pemesinan hasil cor sehingga mengurangi sampah benda padat. Pasir bekas cetakan dapat digunakan lagi dengan mudah karena tidak menggunakan bahan pengikat (Behm dkk, 2003).
4
Walaupun teknologi ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pengecoran metode konvensional, akan tetapi metode pengecoran ini masih memiliki permasalahan. Permasalahan-permasalahan dalam pengecoran lost foam sangat banyak. Permasalahan yang utama yaitu hasil produk pengecoran yang permukaannya masih kasar. Permasalahan yang lain adalah masih banyaknya cacat coran (defect) yang terjadi. Pengaruh temperatur penuangan dan waktu juga akan mempengaruhi hasil coran. Ukuran dan bentuk dari butiran pasir (mesh) berbeda akan menghasilkan benda cor dengan karakteristik yang berbeda pula (Kumar dkk. 2007). Perbedaan ini tentu membutuhkan pengetahuan agar dapat diperoleh benda cor dengan hasil yang baik jika ditinjau dari ukuran butiran pasir yang digunakan. Permasalahan lain yang mempengaruhi kualitas benda cor adalah adanya porositas yang disebabkan karena faktor silika, karateristik polystyrene foam, juga temperatur penuangan sehingga mempengaruhi sifat mekanis material serta material refraktori yang digunakan sebagai pelapis dari pola polystyrene. Pengetahuan tentang pengaruh parameter-parameter di atas terhadap material tertentu sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil benda cor yang baik. Setiap material kemungkinan akan memiliki pengaruh berbeda terhadap hasil benda cor ketika menggunakan bahan dan alat yang sama. Diusulkan bahwa dalam pengecoran dengan metode lost foam casting, pelapisan dengan material refraktori dikembangkan sebagai lapisan pada permukaan pola untuk memberikan dukungan terhadap berat pasir sebelum logam cair membeku. Pelapisan dengan refraktori harus tahan terhadap suhu tinggi logam cair. Salah satu faktor yang diduga penting untuk memproduksi hasil coran berkualitas tinggi dengan metode lost foam casting adalah pelapisan pola expanded polystyrene dengan material refraktori. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh tebal lapisan pada pola expanded polystyrene (EPS) terhadap kekasaran permukaan, kekerasan, akurasi ukuran, porositas, dan struktur mikro pada paduan besi cor nodular FCD 450 dengan menggunakan metode lost foam casting.
5
1.2
Rumusan Masalah Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pelapisan pada pola EPS menggunakan refraktori Zircon Okside (ZrO2), dan bahan pengikat Colloidal Silica (O2Si) terhadap hasil pengecoran besi cor nodular FCD 450 menggunakan metode lost foam casting. Variabel tebal pelapisan pada pola expanded polystyrene (EPS) akan divariasikan. Setiap sampel pada masing-masing tebal lapisan akan dilakukan pengujian akurasi ukuran, kekasaran permukaan, kekerasan, porositas. Pengujian pendukung lainnya adalah pengujian struktur mikro hasil pengecoran paduan besi cor nodular FCD 450 setelah dilakukan pelapisan.
1.3
Batasan Masalah Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, maka peneliti membuat
beberapa batasan masalah pada penelitian ini antara lain: a. Material refraktori yang digunakan sebagai pelapis pola EPS adalah material refraktori Zircon Okside (ZrO2). Bahan pengikat yang digunakan adalah Colloidal Silica (O2Si). b. Pasir cetak yang digunakan adalah pasir silika dengan ukuran AFS (Average Fineness Size) 51. c. Material yang diuji dalam penelitian ini adalah paduan besi cor nodular FCD 450. Komposisi paduan cairan logam FCD 450 sudah ditentukan oleh industri tempat pengecoran yaitu PT. Aneka Adhi Logam Karya d. Material pola yang digunakan dalam pengecoran LFC ini adalah expanded polystyrene (EPS) high density (17 kg/m3). e. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari pengujian uji akurasi ukuran, kekasaran permukaan, uji porositas, pengujian kekerasan, dan pengamatan struktur mikro.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi tebal lapisan
pada pola expanded polystyrene (EPS) menggunakan material refraktori Zircon Okside (ZrO2) dan bahan pengikat Colloidal Silica (O2Si) terhadap:
6
a. Akurasi ukuran besi cor nodular FCD 450 b. Kekasaran permukaan besi cor nodular FCD 450. c. Porositas dari besi cor nodular FCD 450. d. Kekerasan besi cor nodular FCD 450. e. Struktur mikro yang terbentuk pada hasil pengecoran besi cor nodular FCD 450. f. Nodul count pada struktur mikro dari besi cor nodular FCD 450. g. Nodularity dari struktur mikro besi cor nodular FCD 450.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Mengetahui parameter pelapisan pola EPS yang dapat menghasilkan coran yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik dengan menerapkan metode pengecoran lost foam casting pada besi cor nodular FCD 450. b. Mengetahui karakteristik besi cor nodular FCD 450 setelah dilakukan pelapisan pola dan pengecoran dengan metode lost foam casting. c. Menjadi acuan dalam pengecoran menggunakan metode lost foam casting yang lebih lanjut. d. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam rekayasa material dan bidang industri pengecoran. e. Memberikan gambaran perbandingan metode lost foam casting dan metode pengecoran konvensional kepada industri pengecoran di Indonesia.