BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat, situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada umumnya sulit untuk dikendalikan. Kebakaran merupakan bencana yang paling sering dihadapi. Kebakaran itu sendiri bisa digolongkan sebagai bencana alam atau bencana yang disebabkan oleh manusia. Di Indonesia sendiri frekuensi terjadinya kebakaran lebih banyak terjadi di kota besar atau kota metropolitan dibandingkan dengan kota kecil. Salah satu kota metropolitan yang sering terjadi kebakaran adalah Kota Semarang (Suherman, 2009). Semarang sebagai salah satu kota metropolitan sekaligus ibukota dari Provinsi
Jawa
Tengah
menjadikan
kota
Semarang
sebagai
barometer
kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Seiring perkembangan jaman yang kian maju disertai peningkatan pembangunan di berbagai sektor kehidupan, resiko kebakaran yang terjadi di Kota Semarang khususnya pada bangunan perumahan, jasa perekonomian dan industri cenderung meningkat. Keberadaan Dinas Kebakaran dalam rangka melindungi aset dari hasil pembangunan yang sudah dicapai dituntut untuk dapat memberikan rasa aman dari bahaya kebakaran baik sebelum (pra), sedang dibangun, maupun pasca pembangunan. Dalam penelitian Sutarip (2006) yang berjudul Semarang Kota Rawan Kebakaran menunjukkan bahwa kota Semarang dengan luas area sebesar 37.360,94 Ha yang tersebar di 16 Kecamatan hanya mempunyai personel pemadam kebakaran sebanyak 94 orang, padahal seharusnya jumlah yang ideal adalah sekitar 200 orang, berarti kekurangannya sekitar 53% personel. Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang ditahun 2015, jumlah personil mengalami peningkatan yakni sebanyak 115 orang tetapi jumlah tersebut juga masih jauh dari jumlah ideal. Ironi memang jika melihat jumlah
1
2
petugas pemadam kebakaran yang seharusnya dapat dan mampu mengawal keselamatan sebuah kota besar. Seperti yang dilansir di Metro.com tanggal 9 Oktober 2014, sepanjang tahun 2014 telah terjadi 194 peristiwa kebakaran di Semarang dan sekitar 50% lebih terjadi di area pemukiman. Keselamatan jiwa penghuni pada saat terjadi kebakaran tergantung dari kemampuan para penghuni itu sendiri. Keamanan tersebut meliputi kecepatan berjalan, pengetahuan akan bentuk layout bangunan, cara penanggulangan kebakaran dan peralatan pemadam serta ketepatan dan kecepatan informasi kebakaran (Sutarip, 2006). Bencana tidak dapat dihindari tetapi dapat diredam apabila masyarakat mempunyai informasi yang cukup mengenai budaya pencegahan bencana. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang dalam rangka mengurangi jumlah peristiwa kebakaran yang terjadi dan kerugian yang ditimbulkannya telah melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan ada dua, yaitu; pertama adalah sosialisasi pada tingkat kelurahan dilakukan pada ibu ibu PKK kelurahan setempat. Kedua untuk tingkat kecamatan dengan membentuk SATLAKAR (Satuan Relawan Kebakaran), yang terdiri dari 15 orang baik pria maupun wanita dari tiap kelurahan dalam kecamatan tersebut. Kedua sosialisasi tersebut hanya menyasar untuk orang dewasa, belum ada kegiatan sosialisasi yang mengarah untuk anak anak. Padahal selama ini anak-anak biasanya yang paling rentan menjadi korban. Seperti yang diberitakan Merdeka.com tanggal 4 Agustus 2012, 7 orang meninggal dalam sebuah peristiwa kebakaran di Semarang dan 3 orang di antaranya masih anak anak. Menurut Piaget (Santrock, 2012), anak usia 7-11 dalam proses perkembangan kognitif, berada pada tahap operasi kongkret. Pada operasi konkret ini anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda, sejauh hal itu diterapkan dengan contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Oleh sebab itu pendidikan mengenai pencegahan bencana terutama bencana kebakaran untuk masyarakat kota Semarang sangatlah tepat apabila telah dilakukan sejak usia tersebut. Di negara-negara maju pendidikan dalam pencegahan bencana sudah
3
menjadi kewajiban bagi setiap sekolah. Pembelajaran mengenai bencana terutama kebakaran ini salah satunya bertujuan untuk menciptakan ketangguhan bencana bagi masyarakat Kota Semarang sendiri. Apabila masyarakat memiliki sikap tanggap kebakaran diharapkan frekuensi terjadinya kebakaran dapat diminimalisir sehingga kerugian juga menjadi berkurang. Sesuai dengan target audience perancangan yaitu anak usia 7-11 tahun maka media game edukasi merupakan media yang tepat dan efektif untuk menumbuhan sikap tanggap kebakaran bagi anak. Game edukasi menjadi salah satu media yang efektif digunakan sebagai media belajar bagi anak karena dengan media game anak akan merasa senang dan tertarik untuk memainkannya, selain itu dengan game edukasi anak dapat sekaligus belajar dan bermain sesuai dengan konten yang ada dalam game. Dimana ketika memainkan game pemain dapat melakukan berbagai interaksi dan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan berbagai kondisi. Pemain juga dapat mengubah keputusannya berdasarkan skenario tertentu yang tentunya melibatkan logika tertentu. Menurut penelitian ketika memainkan game, anak mengalami pengalaman yang jauh melebihi apa yang mereka dapatkan di kelas (Henry, 2010). Berkembangnya pengguna smartphone android saat ini juga dapat memicu pengguna aplikasi game pada smartphone. Dikutip dari id.techinasia.com, saat ini pengguna smartphone android di Indonesia berkembang sangat pesat. Dimana hasil riset dari StatCounter website analisa statistik mengenai penggunan mobile selama tahun 2014, Android merupakan sistem operasi yang mendominasi peredaran smartphone di tanah air dengan pembagian pasar sebesar 59,91 persen disusul Blackberry dan Nokia. Berdasarkan pernyataan diatas, penulis memanfaatkan perkembangan pengguna android tersebut untuk merancang suatu aplikasi game berbasis android sebagai salah satu media yang dapat mensosialisasikan tanggap kebakaran kepada anak usia 7 – 11 tahun secara bijak, informatif dan juga menyenangkan.
4
1.2 Rumusan masalah Bagaimana merancang game edukasi untuk menanamkan sikap tanggap kebakaran bagi anak usia 7-11 tahun di kota Semarang ?
1.3 Tujuan Menghasilkan perancangan game edukasi tanggap kebakaran untuk anak usia 7-11 tahun di kota Semarang agar kesadaran dan pengetahuan masyarakat terutama untuk anak usia dini mengenai pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran dapat meningkat sehingga jumlah korban jiwa ataupun kerugian infrastruktur pada saat terjadi kebakaran dapat diminimalisir.
1.4 Manfaat Perancangan 1.4.1 Manfaat Bagi Penulis Perancangan ini memberi pengalaman bagaimana mengaplikasikan teori yang didapat selama perkuliahan untuk masyarakat untuk sekaligus mengimplementasikan keilmuan Desain Komunikasi Visual dalam dunia game. Melatih diri untuk mengetahui kemampuan dan kekurangan pribadi sebagai persiapan kerja setelah lulus kuliah. 1.4.2 Manfaat klien Untuk Dinas Kebakaran kota Semarang sebagi klien, diharapkan game ini dapat membantu kinerja operasional pamadam kebakaran. Apabila masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup untuk mencegah dan menanggulangi bahaya bencana kebakaran maka korban jiwa dan kerugian infrastruktur dapat diminimalisir. 1.4.3 Manfaat Masyarakat Game Edukasi ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat dalam hal pencegahan dan penanggulangan dalam menghadapi bencana kebakaran sehingga diharapkan kedepannya akan mengurangi frekuensi bencana kebakaran dan mengurangi kerugian yang didapat apabila terjadi kebakaran.
5
1.5 Batasan Masalah 1.5.1 Batasan ruang lingkup perancangan berupa pembuatan game edukasi tanggap kebakaran untuk anak usia 7-11 tahun di kota Semarang. 1.5.2 Batasan materi penanaman sikap tanggap kebakaran dalam perancangan ini antara lain tindakan pencegahan kebakaran, pemadaman kebakaran awal, penyelamatan diri ketika terjadi kebakaran di rumah atau gedung sekolah, kemudian pengobatan luka bakar ringan. 1.5.3 Batasan perancangan game terbatas pada game desain dokumen, graphic user interface, desain karakter, desain enviroment, serta prototype game dengan visualisasi 2D. 1.5.4 Batasan perancangan game menggunakan sistem operasi android yang merupakan open platform dan lebih terjangkau.
1.6 Metodologi dan Sistematika Perancangan 1.6.1 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam perancangan game edukasi tanggap kebakaran bagi anak usia 7-11 tahun di kota Semarang adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menentukan hubungan dari beberapa faktor antara lain Dinas Kebakaran Kota Semarang, cara pencegahan kebakaran, dampak dan cara penanggulangan kebakaran, cara pengobatan luka bakar ringan, pembelajaran penanggulangan bencana untuk anak usia dini, dan user interface pada aplikasi atau game bagi anak anak. Untuk mengetahui data data yang diperlukan digunakan metode pengumpulan data wawancara dan observasi serta studi literatur. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa data 5w+1h kemudian hasil analisa digunakan sebagai konsep dalam pembuatan game ini.
6
1.6.2 Metode Pengumpulan Data 1.6.2.1 Wawancara Dalam penelitian ini sumber data dilakukan pada staff Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang dan sample target audience. Wawancara dilakukan pada staff Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang ditujukan untuk memperoleh data penyebab kebakaran, cara penanggulangan kebakaran dan standar pengetahuan yang harus dimiliki masyarakat mengenai penanggulangan kebakaran. Selain itu juga untuk mengetahui visi dan misi Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang dalam sosialisasi kebakaran untuk masyarakat. Wawancara pada sampel target audience bertujuan untuk mengetahui opini dan keadaan di lapangan dari sudut pandang target audience mengenai keadaan anak anak pada saat terjadi kebakaran dan upaya pembelajaran penanggulangan bencana kebakaran untuk anak usia dini. Wawancara ini juga digunakan untuk menampung aspirasi target audience yang nantinya akan dijadikan pertimbangan dalam proses kreatif pembuatan game. 1.6.2.2 Observasi Dalam penelitian ini perancang mengunjungi langsung ke beberapa sekolah dasar di kota Semarang untuk mengetahui teknik pembelajaran yang
diberikan
serta
upaya
apa
yang
dilakukan
pembelajaran
penanggulangan bencana terutama kebakaran. Selain itu observasi ini juga digunakan untuk mengetahui minat target audience terhadap game, dan tanggapan responden mengenai pemanfaatan game sebagai sarana sosisalisasi penanggulangan kebakaran untuk anak usia dini. 1.6.2.3 Studi Kepustakaan Melalui
studi
kepustakaan
ini
perancang
bertujuan
untuk
mendapatkan data yang tepat dari buku, internet, dan kajian massa berhubungan dengan tujuan perancangan yaitu teori pencegahan bencana kebakaran, pemadaman kebakaran awal, penyelamatan diri pada saat
7
terjadi kebakaran di rumah dan di gedung sekolah, pengobatan luka bakar dan teori game desain. Dengan observasi dokumen, perancang dapat memperoleh informasi seputar ide cerita dan storyline dalam pembuatan game edukasi ini. 1.6.2.4 Studi Visual Untuk mendapatkan gambaran yang tepat dalam pembuatan desain storyline dan karakter, penulis mengumpulkan informasi visual sebagai pendukung informasi verbal. Data berupa data gambar dari halaman web, dokumentasi langsung, jurnal maupun buku.
1.6.3
Metode Analisa Data
1.6.3.1 Analisis 5W+1H Pada proses pengolahan data menggunakan 5w+1h metode ini akan membagi data yang didapat dari 3 sudut pandang yang berbeda yaitu permasalahan, target audience, dan klien. Data yang didapat lalu diolah untuk menjawab pertanyaan what, who, when, where, why dan how. Analisa 5w+1h dari sudut pandang permasalahan dapat ditarik kapan permasalahan ini muncul, siapa saja yang sebaiknya terlibat dalam penanggulangan kebakaran, dimana permasalahan terjadi, mengapa bisa terjadi,
apa
sebab
dari
permasalahan
ini
dan
bagaimana
menanggulanginya. Dari sudut pandang target audience dapat ditarik kapan waktu yang tepat untuk mensosialisasikan penanggulangan kebakaran melalui game ini, dimana upaya sosialisasi game ini dilakukan, siapa saja target audience yang tepat, apa sebenarnya pemikiran target audience ketika memainkan game ini. Dari sudut pandang klien, apa yang sudah dilakukan klien untuk menanggulangi permasalahan ini, mengapa upaya terdahulu belum mampu membantu klien untuk menanggulangi permasalahan ini, dimana penggunaan yang tepat untuk game ini.
8
1.6.4
Sistematika Perancangan
1.6.4.1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat perancangan dan batasan masalah, metode dan sistematika perancangan serta tinjauan teoritis berkaitan dengan masalah yang ada di laporan ini. Pada bab ini, dijelaskan kondisi permasalahan yang diteliti dan menghubungkan dengan wawasan yang telah diketahui. Bab pendahuluan akan menjadi dasar utama dari keseluruhan perancangan.
1.6.4.2 BAB II IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA Bab II berisi identifikasi dan analisis data. Data yang nantinya dikumpulkan merupakan data verbal dan data visual mengenai masalah kebakaran dan hal hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Pemaparan data dan kelengkapan data akan mempengaruhi analisis data karena hal ini akan mempengaruhi keputusan-keputusan dalam pembuatan desain. Analisis masalah yang digunakan adalah analisis 5W+1H yang mencakup When, Who, Why, Where, What dan How. Data yang akan dianalisis meliputi permasalahan, target audience dan klien. 1.6.4.3 BAB III KONSEP PERANCANGAN Bab III ini mencakup konsep-konsep perancangan. Pada bab ini akan dijelaskan lebih lengkap mengenai konsep kreatif hingga strategi media yang
akan
digunakan
dalam perancangan
game
sebagai
upaya
menumbuhkan sikap tanggap kebakaran pada target audience berdasarkan analisa data yang telah dilakukan. Selain itu pada bab ini juga akan dibuat bagan alir desain game pembuatan game desain dokumen, dan mock up dari user interface. 1.6.4.4 BAB IV VISUALISASI DESAIN Bab IV berisi mengenai visualisasi ide berdasarkan konsep perancangan yang telah didapatkan pada bab sebelumnya. Bab produksi ini dimulai dengan sketsa karakter, environment serta aset game
9
ditentukan final design yang mencakup pesan untuk menubuhkan sikap tanggap kebakaran yang akan disampaikan pada target audience. 1.6.4.5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi mengenai kesimpulan dan saran pengembangan desain dari bab sebelumnya agar mendapatkan desain game yang tepat untuk mensosialisasikan sikap tanggap kebakaran pada anak usia 7 – 11 tahun. 1.6.5
Bagan Alir Penelitian
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian Sumber : Asep Ginanjar Putra
10
1.7 Tinjauan Pustaka 1.7.1
Pengurangan Resiko Kebakaran Upaya mengurangi resiko bencana dilakukan melalui 3 langkah yaitu : 1. Pencegahan Pencegahan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman. 2. Mitigasi Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Tindakan mitigasi disebut sebagai tindakan struktural dan non struktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya bahan bangunan yang tidak mudah terbakar, pemasangan instalasi listrik oleh tenaga profesional,dll. Tindakan mitigasi yang bersifat non struktural misalnya pelatihan untuk membangun kepedulia masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi. 3. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi dampak bencana baik kerugian harta maupun korban jiwa. Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing. b. Memahami penyebab atau tanda-tanda terjadinya bencana. c. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan apa yang harus dilakukan baik sebelum, saat dan sesudah bencana. Upaya pengurangan resiko kebakaran dilingkungan sekolah dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :
11
1. Melengkapi bangunan sekolah dengan sarana proteksi kebakaran dan sarana jalan keluar atau penyelamatan jiwa 2. Memberikan
penyuluhan
atau
pelatihan
pencegahan
dan
penanggulangan kebakaran kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. 3. Memberikan materi pembelajaran pengurangan resiko , termasuk resiko kebakaran terhadap siswa. 4. Menyediakan panduan atau prosedur tetap untuk menghadapi kebakaran. (Suherman, 2009) 1.7.2
Teori Perkembangan Kognitif Anak Menurut (Santrock, 2012) teori – teori kognitif menekankan pada pikiran sadar . Dalam teori perkembanan kognitif menurut piaget dalam buku jhon santrock menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret. Tahap sensorimotor belangsung mulai dari lahir hingga usia sekitar 2 tahun, tahap praoperasi berlangsung kurang lebih dari usia 2 hingga 7 tahun, dan pada tahap operasi konkret berlangsung kurang lebih dari usia 7 hingga 11 tahun. Dalam Perancangan, target audience perancangan adalah anak usia 7 hingga 11 tahun menurut piaget dalam buku jhon santrock pada tahap operasi konkret ini anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwaperistiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentukbentuk yang berbeda, sejauh hal itu diterapkan dengan contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Pemikir operasi konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu permasalah aljabar, karena terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap perkembangan ini. Dalam operasi konkret memungkinkan anak memikirkan beberapa
12
karakteristik dan bukan berfokus pada suatu properti tunggal suatu objek (Santrock, 2012). Terkait dengan perkembangan pemahaman diri anak pada tahap ini, mereka lebih banyak menaruh perhatian pada stimuli yang relevan dengan tugas dibandingkan stimuli yang menonjol. Davis Kea, et. al dalam buku jhon santrock juga mengungkapkan bahwa pemahaman diri anak-anak di tahun-tahun sekolah dasar ditandai dengan meningkatnya kecenderungan mereka untuk melakukan perbandingan sosial. Di suatu titik dalam masa perkembangan ini, anak-anak cenderung lebih suka menggunakan perbandingan untuk membedakan dirinya dari yang lain alih-alih menggunakan batasan yang absolute (Santrock, 2012). Jadi, anak-anak usia sekolah dasar tidak lagi berpikir mengenai apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan, melainkan cenderung berpikir apa yang dapat dilakukannya dibandingkan dengan yang dapat dilakukan oleh anak lain. Dengan kata lain, di masa semakin
melibatkan
karakteristik
sosial
dan
ini
anak-anak
psikologis termasuk
perbandingan sosial. Ketika memasuki usia sekolah dasar, anak-anak mulai mengekspresikan ide-ide yang objektif mengenai keadilan, Einsberg, et al (Santrock, 2012).
1.7.3
Identifikasi
Materi
Pembelajaran
Pengurangan
Resiko
Kebakaran untuk Anak SD Menurut (Suherman, 2009), Tabel berikut ini adalah identifikasi materi pembelajran pengurangan risiko kebakaran yang dikelompokkan menurut kelas di sekolah dasar.
13
Tabel 1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran
1.7.4
Tinjauan Teori Perancangan
1.7.4.1
Game dalam Proses Pembelajaran Pembelajaran dan pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai macam cara baik secara formal maupun informal. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan media video game. Video game menurut Collins English Dictionary didefinisikan sebagai berbagai macam game yang dapat dimainkan dengan kontrol elektronik untuk menggerakkan titik cahaya atau simbol grafis pada layar sebuah display unit. Diungkapkan oleh Mark Griffiths seorang profesor dalam bidang psikologi di Nottingham Trent University bahwa game memiliki keuntungan edukasi dimana sebuah game memiliki potensi positif yang besar sebagai media pendidikan
disamping
hiburan
yang
diberikan
dan
ada
kemungkinan akan keberhasilan yang tinggi ketika sebuah game dedesain untuk mengajarkan suatu materi atau skill yang spesifik (Griffiths, 2002). Game dapat dengan mudah menarik target
14
audience untuk memberikan perhatian dan konsentrasi yang penuh kepada apa yang disajikan. Game dapat melibatkan target audience secara interaktif dan menawarkan petualangan, tantangan, serta berbagai masalah yang harus dicari penyelesaiannya tanpa konsekuensi yang nyata. Hal ini dapat memberikan stimulasi positif pada target audience sehingga dapat lebih terlibat dan tertarik pada proses pendidikan yang berlangsung. 1.7.4.2
Elemen Dasar Game Fullerton (2008) mengklasifikasikan struktur game dalam dua elemen dasar, yaitu elemen formal dan elemen dramatis. a. Elemen Formal Elemen formal game adalah elemen dasar yang membentuk sebuah game, tanpa salah satu elemen ini suatu aplikasi tidak bisa disebut game. Yang termasuk dalam elemen formal game adalah : 1. Pemain (Players) Game dibuat tentunya untuk dimainkan oleh pemain. Yang perlu dilakukan sebelum membuat game adalah merancang keterlibatan pemain dalam game seperti berapa pemain yang dibutuhkan, berapa total pemain yang dapat bermain, apa peran masing-masing pemain, bagaimana hubungan antar pemain. 2. Tujuan (Objectives) Game harus mempunyai sebuah tujuan yang akan dicapai pemain dalam menjalankan game. Tujuan tersebut harus bisa dicapai dan haruslah memiliki tantangan untuk mencapainya. 3. Prosedur (Procedures) Prosedur adalah aksi atau metode yang dapat dipakai oleh pemain sesuai aturan permainan untuk mencapai tujuan game. Detail aksi umumnya diperoleh dari aset atau objek
15
yang menjadi unsur dalam permainan game. Contoh prosedur dalam game Super Mario Bros adalah navigasi kanan-kiri untuk menggerakkan Mario ke kanan-ke kiri, navigasi A untuk loncat. 4. Aturan (Rules) Aturan mendefinisikan objek di dalam game dan aksi yang bisa dilakukan pemain dan yang tidak bisa dilakukan pemain. Penjelasan aturan terhadap pemain sangatlah penting, kalau tidak akan membingungkan pemain. 5. Sumber Daya (Resources) Sumber daya merupakan asset/sesuatu yang berharga yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam game. Dua sifat yang harus dimiliki oleh sumber daya adalah kebutuhan dan kelangkaan. 6. Konflik (Conflict) Konflik
muncul
ketika
pemain
mencoba
untuk
menyelesaikan tujuan game dalam aturan-aturan dan batasan dalam game. Konflik dirancang dengan membuat aturanaturan, batasan dan prosedur yang tidak mengijinkan pemain untuk langsung mencapai tujuan. 7. Batasan (Boundaries) Harus ada batasan pada sebuah game, mana yang masuk dalam game, mana yang tidak. Dapat bersifat fisik, dapat bersifat konseptual. Bersifat fisik artinya batasan yang ada dan ditentukan dalam game, contohnya area permainan pada map game strategy. Bersifat konsep artinya batasan game yang tidak ada secara fisik dalam game namun sebenarnya ada, contohnya dapat berupa persetujuan antar pemain dalam memainkan game. 8. Hasil/Akibat (Outcomes)
16
Hasil/akibat merupakan sesuatu yang dapat diukur yang diperoleh setelah usaha pemain untuk mencapai tujuan game. Hasil dapat bersifat konkret, artinya dapat dilihat secara fisik, jelas. Hasil dapat bersifat abstrak, artinya berupa suatu pencapaian terhadap suatu keadaan. Dikenal juga hasil berupa reward dan punishment, yaitu hadiah atau hukuman jika pemain berhasil atau gagal menyelesaikan misi atau permainan. b. Elemen Dramatis Elemen dramatis adalah elemen yang berkaitan dengan segi emosional pemain dalam bermain game, yaitu: 1. Tantangan (Challenge) Tantangan dalam game bukan sekedar berhadapan dengan tugas/misi yang susah diselesaikan. Namun tugas/misi yang dihadapi jika diselesaikan harus menimbulkan rasa puas dan senang. Yang harus diperhatikan dalam merancang tantangan dalam game adalah kemampuan pemain, tujuan dan umpan balik, serta lingkungan game yang baik. 2. Play Play atau bermain lebih merupakan suatu keadaan pikiran dari pada merupakan aksi. Play mempunyai banyak aspek diantaranya seperti mempelajari sesuatu yang baru dan memperoleh pengetahuan, sosialisasi, memecahkan masalah, menyenangkan, serta inovasi dan kreativitas. 3. Alasan (Premise) Developer game harus memberikan latar belakang pada game yang dibuatnya. Latar belakang tersebut akan memberikan sebuah alasan/motif pada pemain untuk menyelesaikan game. 4. Karakter (Character) Karakter adalah agen yang menjalankan peran di dalam dunia game. Karakter utama mewakili pemain di dalam dunia
17
game. Karakter pendukung berfungsi mendukung karakter utama dalam mencapai tujuannya. Karakter musuh bertujuan menghambat karakter utama dalam mencapai tujuannya. 5. Cerita (Story) Dalam game, pemain berperan aktif dalam cerita yang ada di dalam game. Ada beberapa jenis cerita yang bisa dibuat dalam
game.
Cerita
yang
hanya
berperan
sebagai
pembukaan/narasi sebuah game dimana cerita hanya ada di awal saja, selanjutnya tidak plot yang benar-benar signifikan. Dengan memperhatikan elemen game dalam teori-teori diatas dapat menjadi bahan acuan perancang untuk perancangan game upaya penanaman sikap tanggap kebakaran sehingga tercipta game di mana tujuan dan informasi didalamnya dapat tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran. 1.7.4.3
Genre Game Selain elemen yang menyusun game yang bermacammacam rupa, game juga memiliki berbagai macam genre game yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk permainannya. Genregenre game menurut buku Game Design Foundations (Roger E. Pederson, 2003) antara lain: 1) Action Game: tipe game ini adalah salah satu tipe game yang paling aktif dimana dalam permainannya player diharapkan untuk
dapat
dengan
cepat
bergerak,
menyerang,
dan
memberikan reaksi terhadap segala hal yang ditampilkan oleh game. Game genre action dapat melatih motorik player. Tetapi pada genre ini yang ditekankan dalam permainan adalah sisi action saja dan stroytellingnya lemah. 2) Adventure Game: adventure game adalah penjelajahan yang memuat berbagai macam puzzle sepanjang perjalanan. Ada berbagai macam jenis puzzle pada game adventure puzzle dapat berbentuk physical puzzle (player diminta untuk
18
menggerakkan barang hingga sesuai dengan ketentuan yang diharuskan, memindahkan barang, mencari barang, atau membangun suatu objek), verbal puzzle (dapat berupa tekateki, mencari password, dan menemukan kalimat yang tepat), timing puzzle (player diminta untuk menyelesaikan sebuah masalah sesuai dengan ketentuan dalam range waktu tertentu), maze, atau eksplorasi gua dan dungeon. Game jenis ini menekankan cerita yang berlangsung dengan segala jenis puzzle yang menantang untuk diselesaikan. Akan tetapi game ini membutuhkan pemikiran yang cukup kompleks. 3) Casual Game: terdiri dari board game seperti catur dan Othello, card game (termasuk permainan judi), dan game shows. Game genre ini mudah dimengerti dan dimainkan oleh siapa saja. Selain itu player juga dapat merasakan bermain dalam game show yang player sukai tanpa harus meninggalkan rumah dan pekerjaan. 4) Educational Game: game dengan genre ini menonjolkan pendidikan. Game edukasi didesain sebagai alat pengajaran atau sebagai pendukung sebuah konsep pembelajaran. Game edukasi dapat menyerupai berbagai macam genre game lain seperti adventure atau sport akan tetapi genre ini tetap dipisahkan karena lebih memusatkan pada unsur pendidikan. 5) RPG Game: game genre ini menyediakan game world yang luas dimana player dan party dapat melakukan eksplorasi untuk mencari harta, item yang diinginkan, atau menambah experience dan player status dengan melawan monster yang ditemui di sepanjang perjalanan. Game RPG memiliki sebuah goal yang spesifik dengan sebuah ending di akhir perjalanan. Storytelling dalam game ini pun variatif dan dapat melibatkan berbagai macam seting dan latar belakang.
19
6) Simulation Game: game ini menempatkan gamer pada sebuah situasi
nyata
secara
virtual.
Game
simulasi
banyak
dimanfaatkan untuk melatih prajurit dalam penguasaan lapangan dan kendaraan militer. Genre ini diklasifikasikan kembali menjadi dua jenis yaitu vehicle simulation yang terdiri dari simulasi pengendaraan berbagai macam mesin dan kendaraan baik darat, laur, atau udara dan managing simulation yang terdiri dari game-game manajemen seperti manajemen mall, pabrik pembangkit tenaga, atau hidup seseorang dan keluarganya. 7) Sports Game (Fighting Game): game jenis ini memiliki variasi dalam POV (Point of View). Ada dua jenis POV yang diterapkan pada sports game yaitu player’s POV atau disebut juga sebagai twitch game dan manager POV atau disebut juga strategy game. Dalam fighting game POV dapat bervariasi antara fighter’s POV atau third person POV. Jenis-jenis permainan dalam genre ini meliputi berbagai aktivitas olah raga dan berbagai jenis pertarungaan. 8) Strategy Game: game yang membutuhkan pemikiran dan perencanaan yang tepat. Kemenangan player dapat ditentukan oleh battle of mind. Terdapat aturan dan goal tertentu yang harus dipenuhi oleh player melalui sebuah strategi. POV yang digunakan dalam game ini biasanya adalah POV dimana player dapat melihat semua bagian dari playing arena. 9) Other Games (Puzzle and Toys): dalam puzzle game player diminta untuk menyelesaikan sebuah puzzle. Game dapat berupa menyusun gambar acak atau permainan menyusun kotak. Toys game adalah sebuah permainan dimana player diminta untuk menyusun sebuah konstruksi bangunan atau benda lain.
20
Banyaknya genre game yang ada saat ini sangat membantu kita dalam mengklasifikasikan jenis game, selain itu memudahkan kita dalam memilih jenis game apa yang akan kita buat atau kita mainkan. Pada perancangan game ini perancang menggunakan genre game casual game dengan sub genre simulation game. Casual game dipilih karena jenis game ini mudah dimengerti dan dimainkan oleh siapa saja. Untuk sub genre simulation game digunakan pada penyampaian materi atau informasi game berupa cara penyelamatan saat kebakaran dan cara pengobatan luka bakar ringan dengan menempatkan player pada sebuah situasi nyata secara virtual. 1.7.4.4
Teknik Visualisasi dalam Game Visualisasi adalah rekayasa dalam pembuatan gambar, diagram
atau
animasi
untuk
penampilan
suatu
informasi
(Andiansyah, 2014). Terdapat dua macam bentuk visualisasi yang sering di pakai dalam pengembangan sebuah games yaitu visualisasi bentuk 2D dan 3D, berikut penjelasan game dengan grafis 2D dan 3D: a. Visualisasi 2 Dimensi (2D). Permainan yang mengadopsi teknologi ini biasanya termasuk permainan yang ringan dan tidak membebani sistem. Selain itu grafis 2D lebih sederhana dan cocok untuk permainan yang menyasar anak-anak sebagai target audiencenya.
Gambar 1.2 Contoh visualisasi game 2D Sumber: http://www.doomcube.com/images/forumimages/lw2_4.png
21
b. Visualisasi 3 Dimensi (3D).Permainan bertipe 3D memiliki grafik yang lebih baik dalam penggambaran sehingga mirip dengan realita. Namun,biasanya digunakan pada permainan dengan kapasitas file yang besar.
Gambar 1.3 Contoh visualisasi game 3D Sumber: http://screenshots.en.sftcdn.net/en/scrn/69696000/69696892
Dengan memperhatikan teori visualisasi game tersebut, game edukasi tanggap kebakaran ini akan dibuat menggunakan visualisasi 2D, karena grafis 2D lebih sederhana dan cocok untuk permainan yang menyasar anak-anak sebagai target audiencenya. 1.7.4.5
Platform Game Android Android adalah platform opensource dengan menggunakan dasar bahasa pemrograman java di mana para pengembang bisa menciptakan aplikasi atapun game mereka sendiri untuk di gunakan oleh bermacam piranti bergerak, sehingga banyak pengembang yang ingin mengembangkan versi-versi android yang dianggap kurang memuaskan dalam kinerjanya (EMS, 2012). Derek
James
mengatakan
bahwa
“Pengembangan
smartphone juga jauh lebih mudah, karena siapapun dapat mengembangkan android selain itu perangkat yang digunakan jauh lebih mudah dan biaya yang terkait dengan penjualan di pasar juga gratis”. Android jauh lebih mudah dikembangkan karena sifatnya fleksibel, lingkup pengembangan dapat berjalan disemua piranti atau pun sistem operasi (linux, Mac, atau Windows). Selain itu
22
keuntungan terbesar dalam pengembangan game android adalah semua software development kit (SDK) dan otorisasi dari manufaktur juga gratis (James, 2012). Derek James juga menambahkan bahwa android mengalami pertumbuhan yang pesat, lebih dari 300 juta di dunia memiliki perangkat android dan lebih dari 850.00 perangkat android di aktifkan. Kemunculan android merupakan segmen pasar yang besar untuk dijadikan bisnis yang serius tidak hanya aplikasi namun game juga menjadi perihal yang sangat di gemari, tidak hanya anak-anak namun semua kalangan terlihat bermain game dalam ponsel mereka. Dengan memperhatikan teori platform game android tersebut, menjadi bahan yang memperkuat perancang dalam menggunakan platform android pada perancangan game edukasi tanggap kebakaran ini agar informasi yang ditampilkan dalam game dapat tersampaikan dengan efektif dan tepat sasaran. 1.7.4.6
Graphical User Interface (GUI) Menurut Purba Daru Kusuma, salah satu hal penting dalam pembuatan game adalah desain dan implementasi antarmuka. Secara umum kesuksesan sebuah game terletak pada 2 faktor, faktor pertama adalah skenario game dan faktor kedua adalah tampilan, kedua faktor tersebut adalah faktor yang berinteraksi langsung dengan pemain (Kusuma, 2010). GUI (graphical user interface) dalam pembuatan game berbeda dengan User Interface desain lain. Dalam game terdapat imajinasi pemain dengan karakter yang ada dalam game. Pemain disini tidak terlihat dalam game tetapi dia menjadi kunci sebuah game, seperti novel game adalah ceritanya dan pemain adalah pengarangnya. Hubungan pemain dengan game sangatlah penting. Disinilah GUI yang baik harus ada untuk menciptakan koneksi pemain dengan game tersebut. GUI yang baik dapat memberikan
23
informasi yang cukup kepada pemain seperti status dalam game, langkah-langkah permainan dan tujuan game (Shneiderman & Plaisant, 2010). Terdapat
empat
komponen
dalam
desain
antarmuka,
diantaranya sebagai berikut: a.
Usability, mengacu pada tingkat kemudahan penggunaan dan aliran perpindahan antar halaman.
b.
Visualization, mengacu pada keindahan dan estetika tampilan.
c.
Functionality, mengacu pada daya dukung fitur-fitur yang disediakan terhadap pengoperasian aplikasi.
d. Accessibility, ketersediaan informasi yang mudah didapatkan di dalam halaman aplikasi untuk mempermudah pengoperasian aplikasi. (Kusuma, 2010) Graphical User Interface (GUI) game menggunakan unsurunsur seperti visual, sound dan text untuk berinteraksi dengan pemain. Visual game meliputi Environment, karakter, Item dan button
unsur
tersebut
harus
melalui
tahap
desain
untuk
menghasilkan user interface yang baik. Seperti layout pemilihan warna dan genre desain visual harus diperhatikan agar menciptakan sensasi atau pengalaman baru (User Experience).
Berikut ini prinsip-prinsip UID (User Interface Design) : a.
User familiarity / Mudah dikenali : gunakan istilah, konsep dan kebiasaan user bukan computer (misal: sistem perkantoran gunakan istilah letters, documents, folders bukan directories, file, identifiers. -- jenis document open office
b.
Consistency/ “selalu begitu” : Konsisten dalam operasi dan istilah di seluruh sistem sehingga tidak membingungkan. -layout menu di open office mirip dengan layout menu di MS office.
24
c.
Minimal surprise / Tidak membuat kaget player : Operasi bisa diduga prosesnya berdasarkan perintah yang disediakan.
d.
Recoverability/ pemulihan : Recoverability ada dua macam: Confirmation of destructive action (konfirmasi terhadap aksi yang merusak) dan ketersediaan fasilitas pembatalan (undo)
e.
User guidance/ bantuan : Sistem manual online, menu help, caption pada icon khusus tersedia. Berguna untuk memberikan informasi terkait menu atau fasilitas yang diberikan.
f.
User diversity/ keberagaman : Fasilitas interaksi untuk tipe user yang berbeda disediakan. Misalnya ukuran huruf bisa diperbesar. (Proboyekti, 2012). Teori teori tentang GUI diatas digunakan oleh perancang
sebagai acuan dalam pembuatan Graphical User Interface game tanggap
kebakaran
ini.
Diharapkan
informasi
yang
ingin
disampaikan untuk menimbulkan sikap tanggakaran dari game dapat tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran.