BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian selatan dan lempeng Pasifik di bagian timur. Ketiga lempeng aktif tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga menyebabkan rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Banyak gunung berapi di Indonesia yang masih aktif, salah satunya adalah Gunung Merapi yang secara administrasi berada di tengah-tengah dua Provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari dua Provinsi tersebut terdapat empat Kabupaten yang berdekatan dengan gunung merapi yaitu Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan Kabupaten Sleman. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang menunjukkan gejala vulkanisme paling aktif di dunia. Secara statistik erupsi merapi terjadi setiap 2-7 tahun sekali. Bentuk Gunung Merapi adalah stratovolkano yang artinya gunung api dengan tubuh kerucut tinggi yang terbentuk dari endapan-endapan lava. Tinggi puncak Gunung Merapi hampir 3000 meter di atas permukaan laut. Arah letusan Gunung Merapi selalu berubah-ubah. Sejak tahun 1768 peristiwa letusan Gunung Merapi dengan indeks sama atau lebih 3 yang tercatat lebih dari 80 kali letusan. Diantaranya letusan tersebut, merupakan letuasan besar yaitu periode abad ke-19 (letusan tahun 1768,1822,1849,1872) dan periode abad ke-20 yaitu 19301931. Erupsi abad ke-19 intensitas letusannya relatif lebih besar, sedangkan letusan abad ke-20 frekuensinya lebih sering (Newhall, 2000).
1
Pada tanggal 26 oktober 2010 Gunung Merapi meletus, dan sejak itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur hingga bulan November 2010. Tabel 1. Korban meninggal dan luka akibat erupsi Gunung Merapi Tahun 1672 1822 1832 1872 1904 1920 1930 1954 1961 1969 1976 1994 1997 1998 2001 2006 2010
Meninggal 3000 100 32 200 16 35 1369 64 6 3 29 66 2 275
Luka-luka 57 2 6 273
Sumber: BPBD Kabupaten Sleman (Tahun 2012) Penanggulangan bencana merupakan suatu tata kelola kegiatankegiatan yang bertujuan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas baik pada masyarakat, pemerintah maupun pihak lainnya agar kerugian-kerugian akibat bencana dapat dikurangi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana yang baik di lakukan
dengan tahap-tahap
sebelum bencana dan sesudah bencana. Tahap-tahap tersebut merupakan salah satu bagian untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bagi para pengungsi agar pelaksanaannya dapat terorganisir dengan baik dan benar. Bencana itu sendiri merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan
dan
yang
melampaui
kemampuan
masyarakat
yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
2
Penanggulangan bencana terbagi menjadi beberapa tahap (phase) yaitu: 1. Tahap tanggap darurat (response phase). 2. Tahap rekonstruksi dan rehabilitasi. 3. Tahap preventif dan mitigasi bencana. 4. Tahap kesiapsiagaan (preparedness). Upaya dalam penanggulangan bencana erupsi gunung Merapi sangat diperlukan terutama dalam hal pemberian bantuan logistik kepada para pengungsi benca yang berada pada barak-barak pengungsian. Bantuan logistik merupakan suatu usaha penyediaan dan pendistribusian barangbarang kebutuhan kemanusiaan pada waktu dan tempat saat kebutuhan tersebut dibutuhkan oleh para pengungsi bencana. Penyedia barang-barang kebutuhan para pengungsi telah disediakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah beserta Palang Merah Indonesia. Pendistribusian bantuan logistik dilakukan agar meratanya bantuan-bantuan yang telah di berikan oleh pihak-pihak terkait kebencanaan kepada seluruh pengungsi erupsi Merapi,
sehingga
diperlukan
suatu
pembuatan
rute
perjalanan
pendistribusian logistik yang berawal dari depot atau gudang logistik yang telah disediakan oleh pemerintah kepada para pengungsi erupsi gunung Merapi yang berada di barak-barak pengungsian di wilayah Kabupaten Sleman dengan cermat dan sesuai aturan yang ada.
1.2
Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana mengetahui rute perjalanan tercepat untuk memberikan bantuan logistik kepada para pengungsi erupsi gunung Merapi yang ada di barak pengungsian. 2. Bagaimana proses pemetaan distribusi logistik yang ada di Kabupaten Sleman dengan menggunakan software ArcGis 10.1.
3
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka muncullah gagasan penulisan untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Aplikasi Sistem Infomasi Geografi untuk Pemetaan Rute Distribusi Logistik Bagi Pengungsi Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman”.
1.3
Tujuan Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah : 1. Memetakan barak-barak pengungsian yang terdapat di Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. 2. Mengetahui aksesibilitas dari gudang logistik menuju ke lokasi barak pengungsi erupsi gunung Merapi. 3. Mebuat peta alternatif rute perjalanan pendistribusian logistik di Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta.
1.4
Manfaat Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah : a) Ilmiah 1. Sebagai sumber informasi yang bereferensi keruangan mengenai pendistribusian logistik yang ada di Kabupaten Sleman. 2. Dapat mengetahui proses pembuatan peta tentang pendistribusian logistik di Kabupaten Sleman. b) Praktis 1. Dapat
digunakan
sebagai
dokumen
atau
data
tentang
pendistribusian logistik yang terdapat pada wilayah Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. 2. Memberikan informasi mengenai persebaran barak pengungsi pada daerah Kabupaten Sleman serta dapat memberikan informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan sebagaian bahan untuk pemantauan logistik kebencanaan.
4
3. Membantu masyarakat agar mendapatkan informasi mengenai pendistribusian logistik di wilayah mereka.
5