BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan mengenai peredaran warehouse management system gudang sparepart PT.Charoen Pokphand Indonesia Salatiga, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan pembatasan masalah. 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia industri berlangsung dengan sangat cepat, salah satu perkembangannya yaitu dalam penggunaan sparepart untuk mendukung berjalannya mesin – mesin produksi. Sparepart – sparepart yang digunakan tersebut memerlukan tempat penyimpanan seperti gudang agar sparepart tersebut tidak mengalami kerusakan karena cuaca. Penataan sparepart – sparepart tersebut juga sangat diperhatikan oleh perusahaan agar memberikan kenyamanan terhadap operator / penjaga, konsumen, ataupun supplier yang berhubungan langsung dengan gudang sparepart tersebut. Sistem pergudangan yang kurang baik akan menimbulkan waste yang seharusnya masih dapat diminimalisir. PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum. PT. Charoen Pokphand memproduksi beberapa jenis makanan seperti ayam potong, nugget, siomay, sosis, dan jeroan. Setiap jenis makanan memiliki lantai produksi yang berbeda –beda dalam pelaksanaan produksinya sehingga memiliki mesin – mesin yang berbeda pula dalam menjalankan proses produksi. Salah satu gudang yang terdapat di PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga adalah gudang sparepart yang menyimpan berbagai macam sparepart yang digunakan sebagai pendukung dalam menjalankan mesin produksi atau proyek – proyek yang diatasi PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga. Dalam sistem pergudangan sparepart PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga itu sendiri memiliki masalah dalam penataan layout gudang sparepart sehingga akan menimbulkan beberapa macam waste dalam gudang diantaranya searching time yang lama pada saat pencarian sparepart di warehouse sebesar 30 menit, trasportation time pada saat membawa sparepart menuju
1
gudang sebesar 20 menit ataupun dari gudang ke luar gudang sebesar 10 menit dan transportation time pada saat melakukan penataan sparepart ke rak penyimpanan yaitu sebesar 20 menit. Selain karena penataan layout waste juga terjadi pada saat menunggu barang yang datang dari supp lier kadang terlambat padahal barang tersebut sudah sangat dibutuhkan sekali sehingga menimbulkan waiting time sebesar 1 minggu dan yang terakhir waste yang terjadi yaitu waiting time sebesar 4 jam karena barang harus menunggu shift 2 untuk menatanya apabila barang pada saat jam shift satu ( rekapitulasi aktivitas dan waktu terlampir ). Untuk itu diperlukan pendekatan lean warehouse dalam memperbaiki sistem pergudangan sparepart sehingga menciptakan proses kerja yang mengalir dengan lancar dan memberikan kenyamanan bagi pihak – pihak yang berhubungan langsung dengan gudang sparepart tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas hal yang akan diangkat di dalam laporan kerja praktek ini adalah mengenai penerapan lean warehouse dalam sistem pergudangan PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga dengan mengidentifikasi waste yang terjadi dalam gudang sparepart sehingga menciptakan proses kerja yang mengalir dengan lancar dan memberikan kenyamanan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pembuatan laporan kerja praktek ini adalah: 1.
Mengetahui keseluruhan aktivitas pada gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga.
2.
Untuk mengetahui macam – macam pemborosan yang terjadi pada aktivitas – aktivitas di gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga.
2
3.
Memberikan usulan perbaikan terhadap aktivitas – aktivitas di gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga yang menghasilkan waste.
1.4 Pembatasan Masalah Dalam laporan kerja praktek ini permasalahan yang muncul yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas perusahaan dengan mengidentifikasi waste di gudang dengan pendekatan lean warehouse yang ada pada proses dari awal barang masuk sampai barang sampai di gudang dan sistem penyimpanannya tahapannya mulai dari Value stream mapping, diagram fishbone, 5 S + Safety dan perbaikan layout.
1.5 Waktu dan Lokasi Kerja Praktek Kerja Praktek dilakukan dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2012 sampai 8 September 2012. Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga yang berlokasi di Jl. Pattimura km 1 Canden kutowinangun, Salatiga.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Laporan Kerja Praktek di PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah dan asumsi, tujuan pemecahan
masalah, metode pengumpulan data, waktu dan lokasi pelaksanaan kerja
praktek dan sistematika penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi dasar mengenai teori lean warehouse yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
3
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan tentang kerangka pemecahan masalah yang meliputi studi pendahuluan, perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, serta kesimpulan dan saran.
BAB IV TINJAUAN SISTEM Berisi tentang profil PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga mulai dari sejarah perusahaan hingga proses produksinya. BAB V DATA dan PEMBAHASAN Berisi metodologi peneitian, pengumpulan dan pengolahan data, analisa dari pengolahan data, serta langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. BAB VI PENUTUP Berisi kesimpulan dari analisa yang telah dilakukan, serta saran yang diharapkan bermanfaat bagi perusahaan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean Lean dalam bahasa Inggris berarti ramping atau kurus. “Lean” berarti manufaktur tanpa waste (pemborosan). Waste yang dimaksud disini adalah segala sesuatu selain sejumlah
minimum perlengkapan, material, komponen, dan waktu kerja yang sangat
penting untuk produksi. Dalam hal lainnya suatu perusahaan dikatakan lean Jika semua aktivitas yang dilakukan hanya aktivitas yang bersifat value-added atau aktivitas yang memberikan nilai tambah dilihat dari sudut pandang konsumen. (Jeffrey K. Liker, 2006) 2.1.1 Lean Warehouse Warehouse berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang mentah ( bahan baku ), barang setengah jadi maupun barang jadi ( finish goods ) dan biasanya memiliki operasi penerimaan, penyimpanan, mengambil, mensortir, mengirim, dan mempacking barang. Dengan demikian lean warehousing adalah suatu prinsip dalam mengidentifikasi dan menghilangkan waste dalam operasi/proses warehouse dan menyingkat waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. dalam hal ini pelanggan warehouse merupakan pihak yang menerima pelayanan dari warehouse bisa bagian produksi atau bagian lain didalam perusahaan ( untuk warehouse raw material ) atau pihak luar seperti konsumen, distributor ( untuk warehouse finished goods ). Jadi waste didalam warehouse adalah segala kegiatan yang tidak menambah nilai bagi pihak – pihak yang menerima pelayanan dari warehouse. Nilai yang dimaksud adalah dalam konteks lean adalah semua kegiatan yang merubah material atau informasi menjadi sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan. Namun yang menjadi tantangan bukanlah sekedar menghilangkan waste tapi adalah untuk mengembangkan metode sistematik untuk terus mengidentifikasi dan menghilangkan waste. Perlu ditekankan bahwa yang dihilangkan bukanlah waste tetapi akar permasalahan 5
yang menyebabkan waste tersebut. Kesuksesan yang sebenarnya datang dari proses yang berkembang terus dalam mengidentifikasi dan memahami akar permasalahan. Kesuksesan tergantung dari 3 hal : 1.
fokus pada pemahaman konsep mengenai filosofi lean, strategi implementasi dan penggunaan metode lean yang benar.
2.
Penerimaan sepenuhnya terhadap konsekuensi penerapan lean, termasuk semua kegiatan yang mengakibatkan ketidaknyamanan sementara.
3.
Dengan hati – hati melaksanakan rencana penerapan yang mencakup identifikasi waste yang sistematis, bersiklus dan berkelanjutan. Terdapat proses yang berbeda yang terkait dengan pergudangan. Proses – proses ini
adalah :
Menerima
Memilih
Pengepakan
Menyimpan
Penyortiran
shipping ketika kita membandingkan lean warehouse untuk lean manufacturing, kita harus
melakukan dengan variasi yang lebih tinggi dan prediktabilitas yang lebih rendah. Namun, ukuran yang berbeda dapat diambil untuk menghilangkan non – adding – value di warehouse. Ukuran tersebut adalah :
menata ulang tata letak dan rute
optimalisasi media penyimpanan
peenerapan teknologi baru seperti barcode, RFID tag, dan optimasi software
perpindahan item yang paling laris untuk ideal picking dan lokasi penyimpanan penerapan prinsip “ touch once “
disiplin untuk menghilangkan bahan yang rusak 6
cross-docking : gerakan dari satu truk ke yang lain. Juga beberapa alat lean yang diterapkan dalam lean manufacturing memiliki
aplikasi yang valuable di warehouse :
value stream mapping
Team building
Kanban
5S
Kesalahan pemeriksaan
Standar kerja Sama dengan lean manufacturing, tidak ada akhir untuk proses mengurangi usaha,
waktu, ruang biaya, dan kesalahan. Perbaikan terus menerus adalah suatu keharusan dalam kegiatan warehouse. Sebuah lean warehouse memungkinkan perusahaan untuk melayani pelanggan lebih cepat, space gudang yang sesuai, persediaan yang berkurang, dan dengan akurasi lebih. ( Gaspersz,2007 ) 2.2
Waste Prinsip utama dari pendekatan lean adalah pengurangan atau peniadaan
pemborosan (waste). Dalam upaya menghilangkan waste, maka sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana ia berada. Ada 8 macam waste yang didefinisikan menurut Jeffrey K. Liker pada buku The Toyota Way yaitu : 1.
Overproduction Memproduksi barang – barang yang belum dipesan, akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja dan kelebihan tempat penyimpanan dan biaya transportasi yang meningkat karena adanya persediaan berlebih.
7
2.
Waktu ( menunggu ) Para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan atau berdiri menunggu langkah proses selanjutnya, alat, pasokan komponen selanjutnya, dan lain sebagainya atau menganggur saja karena kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak, dan bottleneck kapasitas.
3.
Transportasi yang tidak perlu Membawa barang dalam proses dalam jarak yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau memindahkan material, komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke luar gudang atau antar proses.
4.
Memproses secara berlebih atau memproses secara keliru Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses komponen. Melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat yang buruk dan rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu dan memproduksikan barang cacat. Pemborosan terjadi ketika membuat produk yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan.
5.
Persediaan berlebih Kelebihan material, barang dalam proses, atau barang jadi menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, dan keterlambatan.
6.
Gerakan yang tidak perlu Setiap gerakan karyawan yang mubazir saat melakukan pekerjannya, seperti mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat, dan lain sebagainya.
7.
Produk cacat Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan.
8.
Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan anda. (Jeffrey K. Liker, 2006) 8
Untuk memahami ketujuh waste tersebut, perlu didefinisikan tiga tipe aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi. Ketiga tipe aktivitas tersebut antara lain sebagai berikut : 1) Value adding activity, yaitu semua aktivitas perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah dimata konsumen sehingga konsumen rela membayar atas aktivitas tersebut. 2) Necessary but non-value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses tapi perlu dilakukan. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan, namun dapat dijadikan lebih efektif dan efisien. 3) Non value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas ini bisa direduksi atau dihilangkan, karena aktivitas ini murni waste yang sangat merugikan. (Womacks,Jones, 1996) 2.3 Value Stream Mapping 2.3.1 Pendekatan Pemetaan Value Stream Para ahli lean melihat operasi dari perspektif value stream. Setiap proses perlu distabilkan, dengan alasan untuk mendukung aliran yang diperlukan demi memberikan apa yang diinginkan pelanggan, dalam jumlah dan pada waktu yang mereka inginkan. Operation Management Consulting division Toyota diciptakan oleh Taiichi Ohno untuk memimpin proyek TPS yang besar dan mengajarkan TPS sambil melakukan. Dia menginginkan sebuah alat yang secara visual menyajikan aliran material dan informasi dan mencegah orang larut dalam masing – masing proses. Pada akhirnya, hal tersebut menimbulkan apa yang kami sebut “ pemetaan value stream “, dan apa yang disebut Toyota sebagai “ Diagram Aliran Material dan Informasi”. Hal – ha yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemetaan value stream : 1. Gunakan peta keadaan saat ini hanya sebagai fondasi untuk peta keadaan di masa depan.
9
2. Peta keadaan di masa depan menyajikan konsep dari apa yang ingin anda capai. 3. Pemetaan keadaan di masa mendatang perlu difasilitasi oleh seseorang dengan keahlian lean yang mendalam 4. Tujuan pemetaan adalah tindakan 5. Jangan mengembangkan peta apa pun sebelum waktunya 6. Seseorang dengan pengaruh manajemen harus memimpin 7. jangan hanya merencanakan ( plan ) dan kemudian melakukan ( do ), tapi juga memeriksa ( check ) dan bertindak ( act ) 2.3.2 Manfaat Pendekatan Pemetaan Value Stream Pemetaan value stream lebih dari sekedar alat yang bagus untuk membuat gambaran yang menyoroti pemborosan, walaupun hal tersebut jelas sangat bermanfaat. Pemetaan membantu kita melihat rangkaian proses yang saling terkait dan untuk membayangkan value stream yang lean di masa mendatang. Melakukan pemetaan value stream merupakan filosofi mengenai bagaimana melakukan peningkatan. Filodofinya adalah bahwa kita perlu meluruskan seluruh aliran value stream sebelum kita menyelam lebih jauh ke dalam perbaikan masing – masing proses. Tujuan memperbaiki setiap proses adalah ntuk mendukung proses yang mengalir. (Jeffrey K. Liker, 2006)
10
Gambar 2.1 Big Picture Mapping Icons ( Rosnani Ginting, 2007)
2.4 Kaizen Kaizen
sendiri
didunia
barat
sering
diterjemahkan
dengan
“Continuous
Improvement”, perbaikan yang berkesinambungan. Beberapa penulis buku Manajemen menuliskan bahwa dengan menerapkan konsep Kaizen ini perusahaan di Jepang menggapai sukses dipasar. Kaizen biasanya diterapkan paralel dengan PDCA. Berlawanan dengan konsep yang revolusioner, lompatan jauh kedepan dan sebagainya, konsep Kaizen lebih konservatif, berubah secara bertahap dan selalu ada ruang untuk perbaikan untuk menghasilkan yang lebih baik lagi. Menurut Imai [1968], seorang pakar Kaizen, Kaizen artinya perbaikan, lebih jauh lagi perbaikan secara terus menerus dari cara hidup, personal, sosial dan kerja Konsep dari Kaizen sangat cocok diterapkan pada setiap usaha, prinsipnya ada 6 yaitu :
Karyawan adalah aset terpenting dari suatu usaha Proses harus meningkat secara bertahap, jangan terlalu radikal Perbaikan harus berdasarkan data/statistik sebagai tolak ukur pengukuran keberhasilan 11
Jika pekerjaan pertama dilakukan dengan benar, maka waste dapat dikurangi
masalah yang lebih besar.
Segera mengkoreksi kesalahan-kesalahan (errors) dalam proses atau dapat menjadi
Prosedur yang lama mungkin lebih nyaman, tetapi tidak efisien. Semua karyawan harus terbuka terhadap perubahan dan peningkatan. Tujuan kegiatan Kaizen adalah didasarkan pada identifikasi waste dalam proses
manufaktur dan mengeliminasinya, untuk meningkatakan produksi mengurangi waste dalam proses bisnis, quality control yang akurat, Just in Time Delivery, standardisasi pekerjaan, dan menggunakan peralatan yang efisien. Kegiatan Kaizen merupakan Orientasi Team, yang terdiri dari manager, operator, dan pemilik dari proses dalam spesifikasi tempat untuk dianalisa dan memetakan metode operasi. Hal tersebut juga merupakan sarana untuk mengembangkan, mendiskusikan dan melakukan perubahan untuk memperbaiki proses. Terdapat empat tahap yang dilakukan team Kaizen, yaitu: 1.
Tahap pertama Menganalisa dan memetakan proses dari spesifikasi area plant
2.
Tahap kedua Mengidentifikasi masalah dan kesempatan untuk memperbaiki
3.
Tahap ketiga Implementasikan perubahan pada proses mengikuti aliran kerja yang diperbaiki
4.
Tahap keempat Evaluasi perubahan dan follow up dengan mengatur sesuai yang dibutuhkan
Konsep Kaizen dibagi dalam 3 segmen, yaitu : 1.
Berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi"pemborosan" maupun"aktivitas karyawan."
12
2.
Berorientasi pada kelompok "gugus kendali mutu" dan"aktivitas kelompok kecil" untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar / prosedur baru.
3.
Berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran, sebagai upaya pengembangan diri karyawan. ( Masaki imai, 2001 )
2.5 5S 5S yang berasal dari bahasa Jepang, seringkali disingkat menjadi 5R dalam bahasa Indonesia, meski ada beberapa perusahaan yang tetap menjadikannya sebagai "5S" dengan bahasa Indonesia. Berikut adalah pengertian dari masing – masing 5 S : a.
SEIRI : Ringkas – Cleaning Up/Sorting Out Istilah umumnya bisa diartikan mengatur segala sesuatu, memilah segala sesuatu dengan aturan atau prinsip tertentu. Jika dikaitkan dengan konsep 5 S berarti : membedakan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan, mengambil keputusan yang tegas dan menerapkan management stratifikasi untuk membuang yang tidak diperlukan itu. Setelah membuang yang tidak diperlukan tersebut maka akan dapat melihat akar-akar masalah yang ada dan kemudian kita dapat menangani penyebab masalah yang ada tersebut. Keuntungan yang didapatkan adalah mendapatkan tambahan tempat kerja dan tempat penyimpanan, dan yang kelihatan adalah mendapatkan tempat kerja kita tampak lebih bersih.
b.
SEITON : Rapi – Applying The Neatness Principle Artinya setiap barang dan peralatan ditempatkan mengikuti suatu aturan yang ditetapkan. Barang-barang yang rusak harus ditandai, dipisahkan penyimpanannya, dan segera dicarikan penggantinya. Termasuk untuk dokumen, standar, referensi. Keuntungan yang diperoleh kita akan mudah mencari barang, karena semuanya sudah ditentukan tempatnya sendiri. 13
Dalam penerapan 5 S, seiton berarti menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendadak. Ini merupakan cara untuk menghilangkan proses pencarian. Penyimpanan juga harus didasarkan pada seberapa banyak yang kita tangani dan seberapa cepat kita menemukannya saat diperlukan. Tidak perlu menyimpan barang dalam jumlah banyak jika kita dapat memperolehnya lebih banyak secara cepat. Ini karena bukan saja kita harus berfikir tentang efisiensi, tapi kita juga harus berbicara tentang mutu, jangan sampai berkarat, rusak ataupun penyok. Karena
penataan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan efisiensi, maka diperlukan studi waktu, penyempurnaan, dan bahkan praktek selama proses pembenahan. c.
SEISO : Resik – Cleaning Berarti membuang sampah, kotoran dan benda-benda asing serta membersihkan segala sesuatu. Pembersihan merupakan salah satu bentuk dari pemeriksaan. Pembersihan disini diutamakan sebagai pemeriksaan terhadap kebersihan dan menciptakan tempat kerja yang tidak memiliki cacat dan cela.
d.
SEIKETSU : Rawat/Pemantapan – Standardizing Artinya memelihara lingkungan yang sudah bersih dan rapi sepanjang waktu. Maka dibuatlah standar prosedur. Jika tidak segera distandarkan maka kondisi bersih rapi yang telah dicapai akan kembali kotor berantakan. Prosedur standar ini harus dilaksanakan oleh semua pihak. Prosedur Standar ini harus diumumkan diketahui dan dipahami oleh semua orang. Pemantapan disini berarti secara terus-menerus dan berulang-ulang memelihara pemilahan, penataan dan pembersihannya. Dalam hal ini diperlukan management visual dan management warna untuk pemantapan 5S.
e.
SHITSUKE : Rajin – discipline Artinya standar prosedur yang telah ada, dalam melaksanakan Seiri (Ringkas), Seiton (Rapi) , Seiso (Resik) harus secara berkelanjutan dipertahankan (sustain). 14
Dengan disiplin yang tinggi, ringkas, rapi, resik sesuai dengan standar prosedur menjadi kebiasaan kerja, menjadi sikap kerja kita. Yang penting juga kita harus mengkomunikasikan, mengajarkan, melatih dan mendidik anak buah, rekan kerja, untuk memahami standar prosedur yang ada.
Ringkas (Sort) Menyingkirkan barang yang jarang digunakan dengan memberi tanda merah
Rajin (Sustain) Menggunakan audit manajemen secara teratur agar tetap disiplin.
Rapi (Straighten) Mengatur dan menetapkan tempat untuk semua barang Menghilangkan Pemborosan
Rawat (Standardize) Menciptakan aturan untuk memelihara 3R yang pertama.
Resik (Shine) Membersihkan
Gambar 2.2 5S
(Jeffrey K. Liker, 2006) 2.6 Diagram Fishbone
Diagram fishbone merupakan diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah.
15
Gambar 2.3 Diagram Fishbone
Dari gambar di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan) terdiri dari : material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, dan metode yang dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Manfaat analisa tulang ikan ini adalah memperjelas sebab – sebab sutau masalah atau persoalan. Berikut ini adalah langkah – langkah dalam membuat diagram tulang ikan : 1. Menyiapkan sesi sebab-akibat 2. Mengidentifikasi akibat 3. Mengidentifikasi berbagai kategori. 4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran. 5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama 6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
(Sabta Adi Kusuma, 2010)
16
2.7 Sistem Pergudangan 2.7.1 Manajemen Pergudangan Manajemen pergudangan dirancang bertujuan untuk mengontrol kegiatan pergudangan. Yang diharapkan dari pengontrolan ini adalah terjadinya pengurangan biaya – biaya yang ada di dalam gudang, pengambilan dan pemasukan barang ke gudang yang efektif dan efisien, serta kemudahan dan keakuratan informasi stok barang di gudang. Sistem informasi mengenai manajemen pergudangan ini sering disebut dengan warehouse management system (WMS). Menurut Roy L. Harmon (1993), sistem pergudangan haruslah sederhana dan mudah dimengerti dengan tujuan : 1. Menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan customer service. 2. Menurunkan inventori hingga tingkat terendah. 3. Meningkatkan produktivitas dari perusahaan. Gudang didefinisikan sebagai suatu fungsi penyimpanan dari suatu jenis produk (stock – keeping units/SKUs) yang merupakan bagian dari sejumlah besar unit penyimpanan dengan waktu penyimpanan yaitu diantara barang tersebut diproduksi ataupun setelah selesai diproses di suatu stasiun kerja dengan waktu produk tersebut harus dikirimkan kepada konsumen atau dikirimkan ke stasiun kerja berikutnya. ( Mulcahy,1994 ) Menurut Frazelle,2002,gudang dibedakan menjadi tujuh jenis,yaitu : 1. Raw material and component warehouse ( Gudang bahan mentah dan komponen ). 2. Work-in-Process Warehouse (Gudang barang setengah jadi). 3. Finished good warehouse (Gudang barang jadi). 4. Distribution warehouse and fulfillment centers (Gudang pengecer). 5. Local warehouse (Gudang lokal). 6. Value added service warehouse (Gudang nilai tambah).
17
2.7.2 Definisi Gudang Gudang didefinisikan sebagai suatu fungsi penyimpanan dari suatu jenis atau tipe produk (stock-keeping units) yang merupakan bagian dari sejumlah besar unit penyimpanan dengan waktu penyimpanan yaitu diantara barang tersebut diproduksi ataupun setelah diproses di suatu stasiun kerja dengan waktu produk tersebut harus dikirimkan kepada konsumen atau dikirimkan ke stasiun kerja berikutnya. Stock Keeping Units sendiri dapat diartikan sebuah barang,merchandise,atau produk. Sebuah barang,produk,merchandise atau stock keeping units suatu nilai yang diantarkan,disimpan dan dikirimkan oleh operasi pergudangan atau distribusi keepada konsumen atau departemen manufaktur. Gudang adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyimpan barang baik yang berupa raw material, barang work in process atau finish good. Dari kata gudang maka didapatkan istilah pergudangan yang berarti merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan gudang. Menurut Holy Icun Yunarto dan Martinus Getty Santika (2005) kegiatan tersebut dapat meliputi kegiatan movement (perpindahan), storage (penyimpanan), dan information transfer (transfer informasi). Menurut Holy Icun Yunarto dan Martinus Getty Santika (2005) dalam bukunya menyebutkan beberapa macam tipe gudang,yaitu : 1.
Manufacturing Pant Warehouse Manufacturing Pant Warehouse adalah gudang yang ada di pabrik. Transaksi di dalam gudangini meliputi penerimaan dan penyimpanan material, pengambilan material, penyimpanan barang jadi ke gudang, transaksi internal gudang, dan pengiriman barang jadi ke central warehouse, distribution warehouse, atau langsung ke konsumen. Menurut John Warman, manufacturing plant warehouse dapat dibagi-bagi menjadi :
18
a.
Gudang Operasional Gudang operasional digunakan untuk menyimpan raw material dan sparepart yang nantinya akan diperlukan dalam proses produksi. Dalam gudang operasional ini dapat pula disimpan barang – barang Work in process.
b.
Gudang Perlengkapan gudang perlengkapan merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan perlengkapan yang akan digunakan untuk memperlancar proses produksi. Perlengkapan merupakan barang yang digunakan untuk proses produksi tetapi tidak akan ditemui di finished good, karena barang ini hanya berfungsi membantu proses produksi. Setelah proses produksi berakhir barang ini akan dikembalikan ke gudang perlengkapan. Biasanya berada dekat dengan line produksi.
c.
Gudang Pemberangkatan Gudang pemberangkatan adalah gudang yang digunakan untuk menyimpan barang yang telah menjadi finished good. Dari gudang inilah nantinya finished good akan dikirim keluar,baik ke distributor atau retailer. Gudang ini dapat disebut gudang finished good.
d.
Gudang Musiman Gudang musiman adalah gudang yang bersifat insidentil dan hanya ada pada saat gudang-gudang baik operasional dan pemberangkatan penuh. Gudang ini biasanya bukan milik pabrik,tetapi disewa dari pihak lain untuk jangka waktu tertentu. Di gudang ini dapat disimpan apa saja mulai dari raw material hingga finished good.
2.
Central Warehouse Cetral warehouse merupakan gudang pokok. Transaksi di dalam gudang ini meliputi penerimaan barang jadi (dari manufacturing plant warehouse, langsung dari pabrik,
19
atau dari supplier ), penyimpanan barang jadi ke gudang, dan pengiriman barang jadi ke distribution warehouse. 3.
Distribution Warehouse Distribution warehouse adalah gudang distribusi. Transaksi dalam gudang ini adalah penerimaan barang jadi (dari central warehouse,pabrik atau supplier), penyimpanan barang yang diterima gudang, pengambilan, dan persiapan barang yang akan dikirim, dan pengiriman barang ke konsumen. Terkadang distribution warehouse juga berfungsi sebagai central warehouse.
4.
Retailer Warehouse Retailer warehpuse adalah gudang pengecer, jadi dengan kata lain dapat dikatakan gudang yang dimiliki toko yang menjual barang langsung ke konsumen.
2.7.3 Dasar – Dasar Aktivitas Pergudangan Dilihat dari fungsi dan peran yang dimiliki,gudang memiliki dasar – dasar aktivitas pergudangan secara umum ( Frazelle,2002 ). Akivitas – aktivitas ini diuraikan sebagai berikut : 1.
Receiving Merupakan aktivitas penerimaan barang dimana didalamnya terdapat aktivitas – aktivitas seperti pembongkaran muatan,perhitungan kuantitas yang diterima dan inspeksi kualitas dan kerusakan,memberikan jaminan bahwa jumlah dan kualitas yang dipesan sesuai dengan keinginan dan membagi material untuk disimpan atau untuk keperlaun fungsi produksi yang membutuhkan.
2.
prepackaging (Optional) Fungsi ini dibentuk dalam suatu gudang apabila produk diterima dalam jumlah besar dari supplier dan selanjutnya dipisah menjadi kemasan tunggal atau dalam bentuk – bentuk yang jumlahnya lebih kecil.
20
3.
Put away Yaitu suatu tindakan penempatan barang untuk disimpan. Termasuk didalamnya yaitu material handling, verifikasi tempat dan penempatan produk.
4.
Storage Merupakan aktivitas yang menempatkan barang dalam suatu tempat fisik ketika barang tersebut sedang menunggu untuk dikeluarkan dari gudang.
5.
Order Picking Proses pemindahan barang dari penyimpanan untuk memenuhi suatu kebutuhan yang spesifik. Aktivitas ini merupakan pelayanan dasar dari gudang yang disediakan bagi konsumen dn merupakan fungsi yang menjadi dasar dalam perancangan suatu gudang.
6.
Packaging and/or pricing (optional) Aktivitas ini dilakukan sebagai aktivitas pilihan setelah proses pengambilan. Sebagaimana dalam fungsi pengemasan awal, produk individu atau kemasan tunggal ditempatkan dalam kotak – kotak besar untuk memudahkan aktivitas pemidahan berikutnya. Fungsi pengemasan ini memberikan keuntungan yaitu memberikan fleksibilitas lebih dalam penggunaan on – hand inventory.
7.
sortation Merupakan kegiatan penyeleksian atau pemilihan dari batch dalam bentuk order tunggal dn akumulasi dri pengambiln distribusi untuk memenuhi permintaan yang harus dikerjakan ketika permintaan itu lebih dari satu produk dan akumulasi yang ada tidak sesuai dengan pengambilan yang dilakukan.
8.
Unitizing and Shipping Termasuk dalam aktivitas ini adalah : a. Pengecekan keengkapan order barang b. Pengemasan barang untuk memudahkan pengiriman dalam container. c. Persiapan dokumen pengiriman, termasuk packing list, alamat penerimaa dan bills of loading d. Penimbangan muatan untuk menentukan biay pengiriman
21
e. Penjumlahan order yang ada di lapangan f. Pemuatan dengan menggunakn truck 2.7.4 Fungsi Umum Gudang Fungsi utama dari gudang mungkin hanya terlihat sebagai tempat penyimpanan sementara dari barang. Sebenarnya gudang juga hanya menjalankan beberapa fungsi lain. Menurut Kulwiec (1980), ada beberapa fungsi penting dari gudang yaitu sebagai berikut : 1.
Menyediakan tempat penyimpanan barang sementara Untuk mencapai skala produksi,transportasi,dan pemindahan bahan yang ekonomis seringkali perlu untuk menyimpan barang digudang dan dikeluarkan pada saat permintaan konsumen tinggi.
2.
Menyatukan permintaan pelanggan Gudang menerima barang curah dari beberapa sumber dan dengan menggunakan alat pemilihan otomatis mengelompokkan barang sesuai dengan permintaan pelanggan dan dikirim langung ke pelanggan.
3.
Melayani sebagai pusat pelayanan pelanggan Gudang mengirimkan barang kepada konsumen dan berhubungan langsung dengan konsumen tersebut. Oleh karena itu,gudang dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan pelanggan dan mengganti barang yang salah atau rusak, melakukan survey pasar dan bahkan menyediakan pelayanan purna jual.
4.
Melindungi barang Gudang pada umumnya dilengkapi dengan sistem keselamatan dan keamanan yang baik,jadi wajar apabila menyimpan barang di gudang untuk melindungi barang dari pencuri,kebakaran,banjir dan masalah cuaca lainnya.
5.
Memisahkan bahan yang berbahaya Peraturan keselamatan tidak mengijinkan bahan berbahaya untuk diletakkan di dekat fasilitas produksi. Karena tidak ada proses produksi berjalan di gudang, maka gudang merupakan tempat yang tepat untuk menyimpan fasilitas yang berbahaya.
6.
Melakukan kegiatan yang menambah nilai 22
Banyak gudang melakukan kegiatan yang menambah nilai seperti pengepakan barang,menyiapkan permintaan pelanggan sesuai yang dibutuhkan,mengawasi barang yang yang masuk,menguji barang,dan bahkan merakitnya. Meskipun inspeksi dan pengujian tidak menambah nilai tetapi merupakan proses yang penting. 7.
persediaan Karena adanya kesulitan untuk meramalkan permintaan dengan tepat,banyak perusahaan merasa perlu untuk mempunyai persediaan atau safety stock untuk menghadapi permintan yng mendadak. Ketidakmampuan memenuhi permintaan pelanggan tidak hanya menghilngkan pemasukan tetapi kadang menurunkan kepercayaan pelanggan. ( heragu,hal 472 ) Tujuan penyimpanan dan fungsi gudang yaitu untuk memaksimalkan utilitas
sumber – sumber yang ada ketika memenuhi keinginan konsumen dan juga untuk memaksimalkan pelayanan terhadap konsumen dengan kendala – kendala sumber yang ada. Sumber – suber penyimpanan dan pergudangan yaitu ruang,peralatan dan tenaga kerja. (Tompkins,1996) Permintaan konsumen untuk penyimpnn dan fungsi pergudangan dapat dilakukan secepat mungkin dan dalam kondisi yang baik. Maka dari itu,dalam mendesain fungsi penyimpanan dan pergudangan sedapat mungkin harus memenuhi fungsi berikut : 1.
maksimalisasi penggunaan ruangan
2.
maksimalisasi penggunaan peralatan
3.
maksimalisasi penggunaan tenaga kerja
4.
maksimalisasi akses ke seluruh barang yang disimpan
5.
maksimalisasi perlindungan untuk seluruh barang yang disimpan
23
Perencanaan fasilitas penyimpanan dan pergudangan secara langsung mengikuti tujuan tersebut. Perencanaan untuk penggunaan peralatan secara maksimum membutuhkan pemilihan peralatan yang tepat. Untuk tujuan ketiga, maksimalisasi penggunaan tenaga kerja,termasuk di dalamnya yaitu menyediakan pelayanan tenaga kerja yang dibutuhkan. Perencanaan untuk maksimalisasi akses barang yang disimpan adalah issue layout. Perencanaaan untuk perlindungan maksimum dari barang yang ada mengikuti secara langsung dari penyimpanan barang dengan tempat yang memadai dengan peralatan yang sesuai oleh pekerja yang terlatih dalam layout yang terancang dengan baik (tompkins,1996) 2.7.5 Perencanaan Ruang Penyimpanan Menurut tompkins,1996,terdapat fenomena honeycombing dalam pemanfaatan ruangan untuk penyimpanan. Honeycombing merupakan ruang yang terbuang atau tidak terpakai yang dihasilkan karena adanya penambahan material lain yang menyebabkan blocked stage. Akibat yang nyata dari honeycombing ini adalah menurunnya persentase dari ruangan yang dipakai untuk menyimpan. Ketika metode penyimpanan dan ruang yang hilang karena lorong dan honeycombing sudah ditetapkan, standar ruangan untuk keseluruhan barang yang akan disimpan harus diperhitungkan dengan cermat. Suatu ruang yang standar adalah volume yang dibutuhkan tiap unit muatan yang disimpan termasuk didalamnya alokasi ruang untuk lorong dan honeycombing. Dengan mengalikan ruang standar untuk tiap item muatan, maka ruang yang dibutuhkan untuk per item dapat ditentukan. Jumlah dari kebutuhan ruang untuk seluruh item yang akan disimpan adalah total ruang penyimpanan yang dibutuhkan,dengan menambah luas total kebutuhan untuk penerimaan dan pengiriman,kantor,perawatan serta bagian pelayanan maka luas keseluruhan untuk departemen penyimpanan atau gudang dapat ditentukan.
24
2.7.6 Perencanaan layout Penyimpanan Tujuan dari perencanaan layout dari bagian penyimpanan atau gudang yaitu :
Untuk efektivitas dari penggunaan ruang.
Memberikan material handling yang efisien.
tertentu.
Untuk meminimalkan biaya penyimpanan ketika memenuhi pelayanan pada level
Untuk memberikan fleksibilitas maksimum. Untuk menyediakan pengaturan rumah tangga produksi yang baik. Untuk melengkapi dan memenuhi tujuan ini,maka beberapa prinsip untuk
penerapan area penyimpanan harus diintegrasikan. Prinsip – prinsip tersebut antara lain :
Popularity ( popularitas ) Hukum pareto ini seringkali diterapkan pada popularitas dari material yang disimpan (Tompkins,1996). Biasanya, 85% turn over material hanya dilakukan oleh 15% material yang disimpan. Untuk memaksimalkan pengambilan, maka 15% material populer
harus
disimpan
dengan
jarak
tempuh
yang
minimal.
Dalam
kenyataannya,material disimpan sehingga jarak tempuh berkebalikan secara relatif dengan popularitas material. Jarak tempuh ini dapat diminimalkan dengan menyimpan item popular pada area penyimpanan dan menempatkan material untuk meminimalkan jarak tempuh total. Apabila material memasuki dan meninggalkan gudang dan titik yang sama maka material yang popular dapat diposisikan sedekat mungkin dengan titik tersebut. Namun apabila material memasuki dan meninggalkan areal gudang dari titik yang berbeda dan diterima serta dikirimkan dalam jumlah yang sama, material yang paling popular harus diposisikan sepanjang rute secara langsung diantara titik kedatangan dan
keberangkatan.
Akhirnya,
material
yang
popular
memiliki
rasio
pengiriman/penerimaan terbesar sehingga harus diposisikan dekat dengan titik penerimaan sepanjang rute langsung yang dilewati antara titik masuk dan keluar (
25
rasio penerimaan/pengiriman tidak lebih dari rasio jarak tempuh untuk penerimaan
dan jarak tempuh untuk pengiriman suatu material). Similarity (similaritas/kesamaan) Prinsip kedua dari pengaturan layout penyimpanan yaitu berdasarkan kesamaan dari material yang
disimpan. Sebagai contoh, dalam gudang sparepart otomotif,
komponen karburator disimpan bersama – bersama dengan komponen sistem pembuangan lainnya. Seorang konsumen tidak suka untuk memesan karburator yang baru dan selangnya. Hal ini akan lebih disukai apabila selang yang ada sudah termasuk dalam pesanan selang gasket ketika karburator itu diminta. Dengan menyimpan komponen yang memiliki kesamaan maka jarak tempuh untuk order
pengambilan maupun penerimaan dapat diminimalisir. Size (ukuran) Memiliki komponenn kecil yang disimpan dalam ruang yang didesain untuk komponen besar adalah tindakan pemborosan. Umumnya sering dijumpai bahwa komponen yang besar tidak dapat diisimpan pada rak (sesuai dengan popularitas atau kesamaan) karena tidak muat. Untuk mengurangi hal ini maka variasi dari ukuran lokasi penyimpanan harus diberikan. Apabila kendala yang dihadapi adalah ketidakpastian ukuran dari material yang disimpan maka rak yang adjustable (dapat dipindahkan atau diatur sesuai dengan keinginan) dapat digunakan untuk mengatasi
hal ini. characteristics (karakteristik) karakteristik dari komponen yang disimpan dan ditangani seringkali berlawanan dengan metode yang diindikasikan oleh popularitas,kesamaan dan ukuran komponen tersebut. Beberapa karakteristik komponen yang penting yaitu : a.
Perishable materials (komponen yang mudah rusak) komponen ini membutuhkan penanganan kontrol lingkungan yang serius dan juga penentuan shelf life harus dipertimbangkan.
26
b.
oddy shaped and crushable items ( komponen bentuk khsusus dan mudah rusak ) komponen tertentu tidak akan sesuai dengan area penyimpanan yang tersedia. Pada komponen dengan bentuk khusus tersebut membutuhkan penanganan yang cenderung bermasalah karena jika komponen tersebut harus disimpan maka dibutuhkan ruang khusus yang terbuka untuk penyimpanannya.
c.
hazardous materials (komponen berbahaya) komponen seperti cat,varnish propane, dan bahan kimia yang mudah terbakar membutuhkan penyimpanan yang terpisah. Kode keselamatan harus dicek dan langsung diikuti oleh seluruh komponen yang mudah terbakar atau meledak.
d.
Security items (komponen dengan pengamanan khusus) hampir semua komponen dapat hilang. Untuk komponen dengan pengamanan khusus seringkali menjadi target yang mudah hilang. Komponen ini sebaiknya diberikan perlindungan tambahan di dalam area penyimpanan.
e.
compability (kecocokan/kesesuaian) beberapa bahan kimia tidak berbahaya ketika disimpan sendiri, tetapi mudah menguap jika bercampur dengan unsur lain. Beberapa material tidak membutuhkan penyimpanan khusus tapi dapat dengan mudah terkontaminasi dengan material lain apabila ditempatkan bersama – sama.
Space utilization (Utilitas ruangan) Perencanaan ruang termasuk juga menentukan kebutuhan area yang digunakan untuk penyimpanan
komponen.
Maka
dengan
mempertimbangkan
popularitas,kesamaan,ukuran karakteristik material,suatu layout dari pemakaian ruang harus dikembangkan untuk memaksimalkan utilitas ruangan dalam memenuhi kebutuhan penyimpanan. Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan yaitu : 1.
Konservasi Ruangan
27
Konservasi ruangan termasuk didalamnya maksimalisasi pemusatan dan pemanfaatan penumpukan serta minimalisasi honeycombing . Maksimalisasi konsentrasi ruangan mampu meningkatkan fleksibilitas dan kapabilitas dari penanganan komponen dalam jumlah besar. 2.
Pembatasan Ruangan Pemanfaatan ruangan dapat dibatasi oleh rangka bangunan,tinggi atap,beban lantai,kuda – kuda nagunan dan kapasitas maksimum penumpukan.
3.
Jangkauan Pemanfaatan ruangan yang terlalu padat akan mengakibatkan kesulitan dalam pengambilan material. Lorong harus dirancang agar cukup lebar untuk pergerakan pemindahan material yang efektif dan dialokasikan sedemikian rupa sehingga tiap – tiap blok penyimpanan dapat dijangkau. Untuk ilustrasi area penyimpanan dengan mempertimbangkan jangkauan dapat dilihat gambar 2.4 dibawah ini.
2.7.7 Klasifikasi gudang Berdasarkan karakteristik material yang akan disimpan, gudang dapat dibedakan menjadi : a.
Raw Material Storage gudang ini akan menyimpan setiap material yang dibutuhkan atau digunakan untuk proses produksi. Lokasi dari gudang ini umumnya berada di dalam bangunan pabrik. Untuk beberapa jenis bahan tertentu biasa juga diletakkan di luar bangunan pabrik yang mana hal ini akan dapat menghemat biaya gudang karena tidak memerlukan bangunan khusus untuk itu. Gudang ini kadang – kadang disebut pula sebagai stock room karena fungsinya memang untuk menyimpan stock untuk kebutuhan tertentu.
28
b.
Work in Process Storage dalam industri manufaktur,sering kita jumpai bahwa benda kerja harus melalui beberapa macam operasi dalam pengerjaannya. Prosedur ini sering pula harus terhenti karena dari satu operasi ke operasi berikutnya waktu pengerjaan yang dibutuhkan tidaklah sama,sehinga untuk itu material harus menunggu sampai mesin atau operator berikutnya tersebut siap mengerjakan.
c.
Finished Goods Product Storage kadang- kadang disebut juga dengan warehouse yang fungsinya adalah menyimpan produk – produk yang telah selesai dikerjakan.
d.
Storage for Supplier yaitu gudang untuk menyimpan nonproduktif item dan digunakan untuk menunjang fungsi dan kelancaran produksi seperti pengepakan material,komponen dan suplai perawatan,suplai kantor,dan lain – lain.
e.
Finished Part Storage yaitu gudang untuk menyimpan parts yang siap untuk dirakit. Gudang ini biasanya diletakkan berdekatan dengan area perakitan atau biasa juga ditempatkan secara terpisah di dalam work in process.
f.
salvage dalam sebagian proses produksi ada kemungkinan beberapa benda kerja akan salah dikerjakan
yang mana untuk ini memerlukan pengerjaan kembali untuk
membenarkannya sehingga kualitas produk tersebut diperbaiki. Untuk itu diperlukan suatu area guna menyimpan benda kerja ini sebelum diproses kembali. Benda kerja yang tidak bisa diperbaiki akan menjadi skrap yang mana untuk ini harus diletakkan dalam lokasi tersendiri.
29
g.
Scrap and Waste scrap adalah material atau komponen yang salah dikerjakan dan tidak bisa diperbaiki lagi. Sedangkan waste adalah normal residu dari proses produksi seperti geram, potongan – potongan logam, dan lain – lain yang tidak berguna lagi dalam proses produksi yang ada . material yang berupa skrap atau buangan ini biasanya akan dikumpulkan dan diletakkan dalam area yang terpisah dari pabrik dengan harapan akan bisa dijual ke pihak lain yang membutuhkan ( Sritomo,hal 215 ).
2.7.8 Klasifikasi Persediaan dalam Gudang Gudang seperti kegunaannya secara umum merupakan suatu tempat untuk menyimpan benda. Benda yang disimpan dalam gudang ini dapat pula disebut sebagai persediaan. Secara umum persediaan dapat diklasifikasikan berdasarkan dua hal yang umum,yaitu klasifikasi persediaan berdasarkan fungsi dari barang dalam gudang dan kalasifikasi persediaan berdasarkan kecepatan arus aliran barang. a.
Klasifikasi Persediaan Berdasarkan Fungsi Barang dalam dunia industri persediaan yang disimpan dalam gudang dapat bermacam – macam fungsinya. Dalam klasifikasi ini gudang akan dibagi – bagi sesuai dengan barang apa yang disimpan dalam gudang tersebut. Secara umum, berdasarkan fungsi fisiknya, persediaan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama. Keempat fungsi persediaan tersebut adalah :
Sebagai Raw Material Raw material merupakan barang yang akan diproses diberi nilai tambah untuk kemudian dapat dijual dan dipasarkan kepada konsumen dengan nilai yang lebih tinggi. Raw material dapat berbeda – beda untuk setiap perusahaan tergantung jenis usaha dan tujuan usahanya. Barang yang menjaddi raw material di suatu perusahaan belum tentu menjadi raw material diperusahaan lain. Dapat saja raw material di sebuah perusahaan menjadi finished good di 30
perusahaan lain. Misalnya, dalam perusahaan roti, barang yang menjadi raw material di perusahaan itu adalah tepung, akan tetapi bagi sebuah pabrik tepung, tepung adalah sebuah finished good yang dihasilkan dari proses –
proses rumit yang mengubah biji gandum menjadi tepung. Sebagai Work In Process Barang work in process dalam bahasa sehari – hari dikenal dengan nama barang setengah jadi. Barang work in process ini adalah raw material yang dikenal proses untuk menjadi suatu produk hanya saja belum selesai,atau dikatakan
masih setengah jalan. Sebagai Finished Goods Finished goods merupakan barang yang siap untuk disajikan atau siap untuk dipasarkan kepada konsumen. Finished goods ini merupakan barang yang diperoleh dari bahan dasar berupa raw material yang telah diproses dan diberi
nilai tambah. Sebagai sparepart atau peralatan Peralatan atau sparepart adalah barang yang tidak memberikan nilai tambah kepada suatu raw material untuk menjadi finished good, akan tetapi akan sangat berguna sekali untuk mendukung kelancaran proses pemberian nilai tambah kepada raw material untuk menghasilkan finished goods.
b.
Klasifikasi Persediaan Berdasarkan Kecepatan Arus Aliran Barang Dalam gudang baik gudang yang merupakan gudang raw material, gudang WIP, gudang finished goods ataupun gudang saprepart pasti akan terdapat perbedaan arus aliran barang – barang yang ada didalamnya. Dalam suatu gudang, misalnya gudang finished goods ada terdapat bermacam – macam finished goods yang disimpan dalam gudang tersebut berbeda jenisnya. Dengan adanya perbedaan jenis tersebut maka aliran setiap barang tidak akan sama. Dalam klasifikasi ini persediaan akan dipandang berdasarkan aliran barang tersebut apakah barang tersebut termasuk barang fast moving,medium moving atau slow moving.
31
Barang Fast Moving Barang – barang yang disebut sebagai fast moving adalah barang dengan aliran yang sangat cepat,atau dengan kata lain barang fast moving ini berada di gudang
dalam waktu yang sangat singkat. Barang Medium Moving Barang Medium Moving adalah barang – barang yang aliran barangnya sedang – sedang saja, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Biasanya barang ini akan berada di gudang dalam waktu yang relatif lama jika dibandingkan dengan
barang – barang fast moving. Barang Slow Moving Merupakan barang dengan arus aliran barang yang sangat lambat sehingga biasanya barang – barang yang slow moving ini akan tersedia di gudang dalam jangka waktu yang cukup lama.
Aliran barang ini harus sangat diperhatian dalam menjalankan manajemen pergudangan
karena hal ini akan sangat meentukan apakah suatu gudang telah
digunakan secaraa efektif atau belum. Dengan memperhatikan kecepatan aliran tersebut diharapkan aliran barang yang ada di gudang menjadi lancar. Untuk barang fast moving dijaga agar stock di gudang tidak kehabisan sehingga tidak mengecewakan konsumen,sedangkan untuk barang yang slow moving dijaga agar tidak terjadi penumpukan barang yang tidak perlu di gudang sehingga kapasitas gudang dapat digunakan sebaik dan seefektif mungkin. 2.7.9 Kebijakan Penyimpanan Secara garis besar,ada beberapa kebijakan tentang penyimpanan barang yang datang di gudang. Kebijakan tersebut berdasarkan lokasi tempat barang tersebut diletakkan pada gudang ( Tompkins,1996 ). Terdapat kebijakan – kebijakan utama mengatur sistem penyimpanan terhadap kedatangan barang pada sebuah gudang,yaitu :
32
Random Storage Policy Kebijakan yang paling sederhana disebut kebijakan penyimpanan acak. Yaitu menyimpan barang yang masuk pada tempat yang tersedia
dimanapun. Jika
tersedia lebih dari satu lokasi yang dapat digunakan untuk penyimpanan,secara teori barang yang masuk memiliki probabilitas yang sama untuk ditempatkan dilokasi manapun yang tersedia. Pada prakteknya,bagaimanapun juga,barang tersebut akan ditempatkan di ruang tersedia yang paling dekat. Sebagaimana menurut Francis,Meginnis, dan White ( 1992 ) dan Tompkins et.al ( 1996 ), penyimpanan dan pengambilan di bawah kebijakan acak tidaklah benar – benar acak pada prakteknya. Operator cenderung untuk menyimpan atau mengambil
barang dari lokasi terdekat. Dedicated Policy Kebijakan penunjukkan,sebaliknya,memerlukan barang untuk disimpan pada lokasi yang telah dispesifikasikan sebelumnya yang bergantung pada tipe barang tersebut. Setiap kebijakan dari kedua kebijakan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Untuk volume dan frekuensi S/R yang sama, kebijakan acak memerlukan ruang penyimpanan yang lebih sedikit daripada kebijakan penunjukkan. Hal ini dikarenakan kebijakan penunjukkan menetapkan ruang untuk tiap barang sama dengan tingkat inventory maksimum dari barang tersebut. Tentu saja, tingkat maksimum ini tercapai secepatnya ketika barang tersebut terisi kembali dalam waktu yang berbeda – beda. Tingkat agregat inventory maksimum cenderung lebih rendah daripada jumlah tingkat inventory maksimum untuk barang individual. Meskipun kebijakan acak memerlukan ruang yang lebih sedikit,jika barang yang disimpan banyak,maka untuk mengambilnya kembali membutuhkan waktu lebih karena kadangkala sulit menemukan lokasi barang tersebut. Maka tingkat troughput dari sistem menurun,peralatan S/R tidak digunakan secara efektif dan gudang cenderung tidak tertata dengan barang – barang tersebar disegala tempat.
33
Cube Per Order Index Pada kebijakan ketiga, secara operasional sangat simpel dan digunakan secara luas. Kebijakan ini pertama kali diperkenalkan oleh Heskett ( 1964 ). COI untuk sebuah barang didefinisikan sebagai rasio dari kebutuhan penyimpanan barang dengan jumlah transaksi S/R barang tersebut. Menurut kebijakan ini seorang manajer gudang mengurutkan barang dengan urutan naik berdasarkan nilai COI barang tersebut. Alokasi barang pertama dalam daftar sesuai dengan kebutuhan ruang penyimpanan pada tempat terdekat dari titik input/output,alokasikan barang kedua dalam daftar pada ruang penyimpanan yang terdekat berikutnya dari titik I/O dan seterusnya, hingga seluruh item teralokasi. Oleh karena itu kebijakan COI menempatkan barang yang mempunyai jumlah permintaan S/R besar dan
membutuhkan ruang penyimpanan kecil di dekat titik I/O. Class Based Storage Policy Kebijakan keempat disebut kebijakan penyimpanan berdasarkan kelas, kebijakan ini berdasarkan observasi pareto, bahwa persen kecil dari populasi suatu negara memiliki kekayaan yang terbanyak. Sebaliknya, persen besar dari populasi memiliki kemakmuran yang lebih sedikit. Fenomena ini dikenal dengan nama efek pareto, dipandang dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam gudang 80% aktivitas S/R ditujukan pada 20% barang, 15% dari 30% barang, dan seperti halnya 5% dari aktivitas S/R pada 50% barang, oleh karena itu, kita mengklasifikasikan barang ke dalam salah satu dari tiga kelas A,B,C tergantung dari tingkat S/R yang dihasilkannya. Pengelompokkan dibagi menjadi tiga kelas,yaitu : a.
Total aktivitas S/R di atas 20% digolongkan ke dalam kelas A.
b.
Total aktivitas S/R di antara 5% - 20% digolongkan ke dalam kelas B.
c.
Total aktivitas S/R di antara 0% - 5% digolongkan ke dalam kelas C.
34
Berdasarkan klasifikasi tersebut,maka barang – barang yang termasuk kedalam kelas A harus disimpan pada lokasi yang paling dekat dengan titik I/O, kelas B pada lokasi terdekat yang berikutnya,dan seterusnya. ( Heragu,1997 ).
Shared Storaage Policy Kebijakan tersebut ada di antara random storage dan dedicated storage. Seperti pada pengoperasian random storage policy, ruang penyimpanan yang sama menjaga item yang berbeda dari waktu ke waktu, bagaimanapun alokasi item ke ruang penyimpanan tidaklah acak tetapi dikontrol secara hati – hati. Item yang bergerak cepat disimpan didalam ruangan yang semakin dekat dengan titik I/O. Item yang bergerak lambat disimpan dalam ruang yang lebih jauh dengan titik I/O, sebab item tidak mungkin diisi ulang dengan segera tetapi dengan level konstan. Waktunya yang dihabiskan dalam inventory bisa bervariasi dari lot ke lot walaupun untuk produk yang sama. Juga karena item yang berbeda bisa mencapai tingkat persediaan maksimum pada waktu yang berbeda, alokasi item yang sesuai untuk penempatan penyimpanan yang didasarkan pada shared storage policy dapat meningkatkan sistem troughput dan meningkatkan utilitasn ruang. ( Heragu,1997 )
2.7.10 Tata Letak Barang Racking System
Tata Letak Barang Tata letak barang dalam gudang atau biasanya disebut dengan layout barang merupakan suatu metode peletakan barang dalam gudang untuk mempermudah, mempercepat dan meningkatkan efisiensi dari gudang tersebut dalam menampung barang maupun mengalirkan permintaan barang kepada pihak yang melakukan permintaan. Pihak yang melakukan permintaan ini dapat dibagi menjadi internal customer atau external customer. internal customer adalah pelaku demand yang berada dalam dalam suatu perusahaan yaitu departemen lain dalam perusahaan. Sedangkan external customer adalah
35
konsumen dalam pengertian secara umum yaitu pihak pelaku demand yang berasal dari luar perusahaan.
Racking System Adalah suatu cara untuk meningkatkan kapasitas tanpa melakukan pelebaran gudang. Selain itu juga dapat digunakan untuk melakukan pengelompokkan barang sehingga gudang terlihat lebih teratur tanpa membutuhkan tempat yang terlalu luas. a. Rak Permanen rak permanen yaitu rak yang memiliki konstruksi bangunan yang permanen,dengan kata lain rak permanen tidak akan dapat dipindah – pindahkan jika diperlukan di bagian lain. b. Rak Sementara Rak sementara terdiri dari konstruksi rak yang dapat dipindah – pindahkan atau dibongkar jika sudah tidak diperlukan.
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berikut merupakan metodologi penelitian “ Penerapan Lean Warehouse dengan 5S+Safety pada Gudang Sparepart PT.Charoen Pokphand Indonesia Salatiga” :
MULAI
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas hal yang akan diangkat di dalam laporan kerja praktek ini adalah mengenai penerapan lean warehouse dalam sistem pergudangan PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga dengan mengidentifikasi waste yang terjadi dalam gudang sparepart sehingga menciptakan proses kerja yang mengalir dengan lancar dan memberikan kenyamanan.
Tujuan Penelitan Mengetahui keseluruhan aktivitas pada gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga, untuk mengetahui macam – macam pemborosan yang terjadi pada aktivitas – aktivitas di gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga, dan memberikan usulan perbaikan terhadap aktivitas – aktivitas di gudang sparepart ( storeroom ) PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga yang menghasilkan waste.
PENGUMPULAN DATA DAN PEMBAHASAN
1. Hasil wawancara admin storeroom 2. pengamatan 3. kuosioner
A
37
A
ANALISIS PERMASALAHAN Penataan layout yang kurang teratur menyebabkan searching time, transportation time dan waiting time yang lama
1. Value stream mapping 2. Fishbone
IDENTIFIKASI MASALAH DAN TOOLS Menggunakan tools 5S + Safety untuk meminimalisir waste yang terjadi pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga
REKOMENDASI PERBAIKAN
1. penambahan material handling 2. perubahan layout 3. Pelabelan/ pengkodean SELESAI
Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Perumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada Gudang sparepart PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga, Gudang Sparepart tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu besar. Akan tetapi penataan layout yang dilakukan kurang teratur. Pada gudang tersebut sistem penataan sparepart awalnya menurut jenis sparepartnya akan tetapi karena keterbatasan tempat, sparepart ditata tidak beraturan ( dimana ada tempat kosong, maka sparepart diletakkan ). Dalam hal ini yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana meminimalisir waste ( pemborosan ) yang terjadi seperti searching time, waiting time, dan transportation time yang lama yang disebabkan penataan layout yang kurang
38
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah penerapan metode 5S + safety untuk meminimalisir waste yang terjadi dan memberikan beberapa usulan perbaikan seperti menambahkan material handling, perbaikan layout dan memberikan pelabelan/pengkodean. Pengumpulan Data dan Pembahasan Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk melakukan penelitian dan membahas mengenai masalah – masalah apa saja yang terjadi pada storeroom dan bagaimana cara mengatasinya. Data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan,
wawancara admin
storeroom, dan kuosioner yang diberikan kepada teknisi – teknisi yang sering mengambil sparepart di storeroom kemudian untuk pembahasannya terbagi menjadi beberapa subbab yaitu analisis permasalahan, identifikasi masalah dan tools, dan usulan perbaikan. Analisis Permasalahan Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian masalah – masalah apa saja yang terjadi pada storeroom. Pada tahap ini menggunakan value stream mapping dan fishbone
untuk
mengidentifikasi waste apa saja yang terjadi. Identifikasi Masalah dan Tools Pada tahap ini menentukan tools apa saja yang digunakan untuk meminimalisir waste yang ada. Pada permasalahan ini menggunakan 5S untuk meminimalisir waste yang terjadi pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga. Usulan Perbaikan Pada tahap ini diberikan beberapa usulan konkrit untuk meminimalisir waste yang terjadi seperti
menambahkan
material
handling,
perbaikan
layout
dan
memberikan
pelabelan/pengkodean.
39
Kesimpulan dan Saran Dari hasil pengolahan data dan analisis, diperoleh kesimpulan mengenai masalah – masalah apa saja yang terjadi pada Storeroom dan bagaimana cara mengatasinya selain itu terdapat saran yang diberikan untuk mengurangi terjadinya kesalahan dalam penelitian.
40
BAB IV TINJAUAN SISTEM 4.1 Tinjauan Umum Perusahaan 4.1.1
Profil Umum Perusahaan Berikut merupakan gambar logo perusahaan PT. Charoen Pokphand Indonesia
Salatiga :
Gambar 4.1 Logo Perusahaan
PT. Charoen Pokphand Indonesia – Chicken Processing Plant, Salatiga adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Charoen Pokphand Group Indonesia ( CP Group ). Berdiri pada tanggal 22 September 2007. Menempati areal seluas 4,6 hektar di Jl. Patimura KM.1, Salatiga, Jawa Tengah. Dengan Kemampuan produksi sebesar 4.000 ekor per jam dengan jumlah karyawan sekitar ± 1.000 orang. Sebagai industri pemotongan dan pengolahan daging ayam, PT. Charoen Pokphand Indonesia, Chicken Processing Plant didukung oleh pengalaman tehnologi dan sumber daya manusia yang terbaik, PT. Charoen Pokphand Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di Indonesia demi kepuasan seluruh rakyat Indonesia.
41
Visi Visi PT. Charoen Pokphand Indonesia adalah : 1. Menjadi produsen kelas dunia makanan olahan dari daging ayam khususnya dan bahan lain umumnya, 2. Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadaap dampak sosial dan lingkungan di dalam menjalankan kegiatan kami. Misi Misi PT. Charoen Pokphand Indonesia adalah : 1. Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan yang bermutu tinggi, halal dan aman dengan menerapkan GMP ( Good Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), sistem jaminan halal, HACCP dan ISO 9001 : 2008 2. Menjaga dan menerapkan prinsip – prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Produk PT. Charoen Pokphand Indonesia- Chicken Processing Plant merupakan produk dengan kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi standard ayam yang sehat, bebas dari segala penyakit, proses pemotongan dan pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan hygienis, juga proses pengolahanya yang diawasi secara ketat dan sesuai dengan standard makanan yang bermutu tinggi, sampai pada kemasan dan kualitas control, serta distribusi yang dilakukan oleh sumber daya manusia yang terbaik, didukung oleh mesin mesin yang modern dan berteknologi tinggi. PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, memproduksi dan mensupply produk yag bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia seperti KFC, CFC, Wendys dan restaurant restaurant lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari
42
produk yang dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan hygenis serta jaminan halal sangat diutamakan , untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta kebutuhan pelanggan. PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant mengeluarkan kebijakan mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu : Senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi & misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan. Menggalang
kerjasama,
partisipasi
aktif
dan
positif
semua
karyawan
dalam
mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus-menerus. Seuai dengan motto “ A Tradition of Quality” Jam Kerja Karyawan Waktu kerja untuk karyawan diatur sebagai berikut : a.
Waktu Kerja Non Shift : Hari Kerja
: Senin sampai Sabtu
Jam Kerja Sabtu
: 08.00 – 13.00 WIB
Jam Kerja Senin – Jumat : 08.00 – 16.00 WIB
b.
Waktu Kerja Shift :
Hari Kerja
Jam Kerja Shift I
Jam Kerja Shift II
Jam Kerja Shift III
: Senin sampai Sabtu : 07.00 – 15.00 WIB : 15.00 – 23.00 WIB : 23.00 – 07.00 WIB
43
4.1.2 Struktur Organisasi PT Charoen Pokphand Indonesia – Salatiga Adapun struktur organisasi PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga menggunakan struktur organisasi staf dan lini, yaitu suatu bentuk struktur organisasi dimana wewenang mengalir dari pimpinan kepada bawahannya dan dari bawahan ini kepada bawahannya lagi yaitu dimana perusahaan dipimpin oleh Plant Head dengan dibantu 1 Section Head Utility dan 11 Supervisor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
PLANT HEAD
SM RnD dan QA
DGM
GM
PLANT ADMIN
PPIC
FURTHER
SAUSAGE
SLAUGHTERHOUSE
P & GA
WAREHOUSE
UTILITY
MAINTENANCE
SIPIL & WWT
PURCHASING
LOGISTIK
QC LAB
Asst. Prod. Manager
Asst. Prod. Manager
Asst. Prod. Manager
Supervisor
Supervisor
Section Head
Supervisor
Supervisor
(SH) (SP & FP )
Supervisor
Staff
Supervisor
FOREMAN
FOREMAN
SUPERVISOR
FOREMAN
FOREMAN
FOREMAN
FOREMAN
FOREMAN
STAFF
STAFF
FOREMAN
FOREMAN ( admin )
( admin )
( admin )
( Spv Cut Up ) ( Spv Evist ) ( ADM )
OPERATOR
OPERATOR
OPERATOR
( Personnel ) ( GA )
( SH ) ( SH ) ( SP & FP ) ( SH )
( SH ) ( SP & FP ) ( SH ) ( LAB )
TECHNICIAN
TECHNICIAN
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
QC INSPECTOR
( Evisc ) ( Griller ) ( evist ) ( Cut Up ) ( ABF & Packing ) ( Defethering )
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
OUTSOURCHING
Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia – Chicken Processing Plant Salatiga
44
4.2 Tinjauan Kegiatan di PT Charoen Pokphand Indonesia – Salatiga 4.2.1 Warehouse Warehouse merupakan sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan barang baik berupa raw material maupun barang jadi. Terdapat 6 divisi warehouse pada PT CPI Salatiga, di antaranya adalah :
Warehouse Finished Goods merupakan warehouse untuk penyimpanan produk jadi, dimana terdapat produk jadi dari produksi PT CPI Salatiga dan produk jadi yang dikirimkan dari PT CPI Cikande. Setelah dalam proses penyimpanan, produk jadi tersebut didistribusikan ke PT Prima Food Indonesia dank e
distributor-distributor lainnya. Warehouse Seasoning & Premix merupakan warehouse penyimpanan seasoning (bahan baku) seperti tepung terigu, tepung beras, breadcrumb, dsb, serta premix
(bumbu) yang sudah berupa campuran dari beberapa bumbu. Warehouse Packaging merupakan warehouse untuk penyimpanan barang – barang kemasan (packaging) produk jadi seperti karton, kardus, pita perekat, dsb. Selain itu terdapat juga barang – barang perlengkapan kerja seperti sepatu boot, hair net,
baju seragam, apron, dll. Warehouse Store Room merupakan warehouse yang berisi spare part untuk mesin – mesin produksi, pengolahan limbah, dll. Warehouse Meat Frozen merupakan warehouse untuk tempat pembekuan daging hasil olahan departemen produksi slaughter yang selanjutnya dipergunakan untuk produksi further dan sausage atau langsung dikirimkan pada konsumen seperti KFC, CFC, Mr. Burger, dll. Suhu pada warehouse meat frozen maksimum - 18°
C. Warehouse Chill Room hampir sama dengan meat frozen, hanya saja fungsi warehouse chill room ini hanya sebagai pendingin daging saja, dengan suhu 0° 5° C.
4.2.1.1 Store room Store room merupakan gudang sparepart PT. CPI Salatiga. Gudang sparepart disini memiliki pengertian gudang yang menyimpan berbagai macam ssparepart yang dibutuhkan untuk kepentingan perbaikan mesin – mesin yang digunakan untuk produksi seperti mesin MHW, stuffer , smoke house , dan lain lain. Selain untuk memperbaiki mesin – mesin produksi, sparepart tersebut juga digunakan untuk perbaikan trolley produksi , perbaikan WWT, dan menyediakan kebutuhan departemen – departemen yang ada di PT. CPI Salatiga. Sparepart yang terdapat di storeroom diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu sparepart mekanik, sparepart civil, sparepart elektrik, dan sparepart manufacturing. Berikut beberapa contoh sparepart beserta klasifikasinya: a. sparepart mekanik : bearing, mur baut, elektroda, gerenda potong, nok seal, oil seal b. sparepart civil
: watermur, sock, ball valve, flange, reducer
c. sparepart elektrik : kabel ties, MCB, klem kabel, stop kontak, lampu phillips d. sparepart manufacturing : HD Sampah transparan 80 x 100 , Sepatu boot AP Terra Hijau 42, masker amoniak contoh sparepart lengkap terlampir 4.2.1.2 Pemesanan Sparepart yang terdapat di store room PT. CPI Salatiga didatangkan dari berbagai macam supplier setelah melalui berbagai proses. Supplier – supplier tersebut diantaranya : Lokal : - Jawara Teknik Semarang , - PT. AKR, - Sidomarang Teknik, - Cahaya Elektrik, - Bina Jaya
- Dll. Luar : -
PT. Marell Townsend ( Futher Processing )
4.2.1.3 Penanganan Sparepart Melalui Storeroom Langkah-langkah penanganan keluar masuknya sparepart pada store room PT Charoen Pokphand Indonesia – Salatiga adalah sebagai berikut: Prosedur Input dan Output Sparepart Input Sparepart
Berikut merupakan alur input sparepart dari supplier ke gudang : SUPPLIER
BONGKAR MUAT
MEMBAWA BARANG KE GUDANG
PENATAAN BARANG KE RAK
PENGECEKA N
PENDATAAN
Gambar 4.3 Alur Input Sparepart
Untuk proses input sparepart ke store room sparepart datang dari supplier langsung atau dikirim lewat paket. Kemudian setelah
sparepart datang, sparepart
langsung dibongkar muat. Setelah itu sparepart yang sudah dibongkar muat langsung dibawa ke gudang sekaligus sparepart dicek oleh admin sesuai tidak dengan surat jalan dari perusahaan. Setelah semua sparepart selesai dicek dan sesuai maka sparepart diperbolehkan untuk masuk store room dan ditata ke rak. Tahap terakhir yaitu dilakukan pendataan untuk sparepart yang masuk ke store room tersebut.
Output Sparepart Berikut merupakan alur output sparepart dari supplier ke gudang :
Mekanik meminta sparepart
Perpindaha n barang dari rak ke mekanik
Pencarian sparepart
Penerimaa n sparepart
pendataan
Gambar 4.4 Alur Output Sparepart
Sparepart
keluar
dari
storeroom
juga
melalui
beberapa
tahap.
Mekanik/engineer meminta sparepart kepada operator/admin kemudian admin mencarikan sparepart. Setelah itu sparepart diberikan kepada mekanik/engineer dan didata oleh admin/operator pada form permintaan barang yang disetujui oleh foreman atau supervisor departemen yang bersangkutan. Untuk sparepart yang akan dibawa keluar PT. CPI Salatiga, harus dibuatkan surat jalan terlebih dahulu oleh admin / operator setelah itu disetujui pemohon, penerima barang, dan pihak store room. Setelah surat jalan ditanda tangani sparepart dibolehkan untuk dibawa keluar perusahaan. 4.2.1.4 Daily Task Berikut adalah daily task yang dilakukan oleh admin Warehouse Store room, yaitu: Form Permintaan Barang, merupakan laporan pergerakan atau transaksi sparepart dari store room kepada berbagai departemen yang ada di PT. CPI Salatiga. Biasanya admin menginput dari form permintaan barang secara manual diinput ke dalam komputer.
Laporan Barang Datang, merupakan inputan keterangan yang terdapat pada surat jalan yang berasal dari supplier. Berbagai data yang terdapat di dalamnya yaitu nomor surat jalan, nomor purchase order, tanggal kedatangan, nama supplier, nama item, jumlah harga, dan outstanding PO.
Bukti Penerimaan Barang, merupakan form yang harus dibuat setelah menerima barang dari supplier. Form tersebut dibuat rangkap 3 untuk selanjutnya digunakan
sebagai arsip pada departemen accounting, departemen purchasing dan departemen warehouse.
Permohonan Permintaan Barang, merupakan surat permohonan yang dibuat oleh admin store room digunakan untuk memohon untuk diorderkan sparepart oleh comdiv. Biasanya PPB disetujui terlebih dahulu oleh head section dan general manager yang bersangkutan dan setelah itu diserahkan kepada comdiv.
Stock Opname, merupakan tugas yang dilakukan sebulan sekali untuk memvalidasi apakah data stock barang sudah sesuai dengan data aktual.
4.2.2 Proses Produksi dan Peralatan Produksi 4.2.2.1 Proses Produksi PT Charoen Pokphand Indonesia bergerak dalam bidang chicken processing. Proses produksi disini dibagi menjadi tiga bagian yaitu slaughter production, further production, dan sausage production. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai proses produksi pada PT Charoen Pokphand Indonesia: Slaugther House Production Pada proses Slaugther House merupakan proses dimana ayam hidup dipotong menjadi beberapa bagian seperti paha, dada dengan beberapa jenis size. PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga memproduksi kurang lebih 44000 ekor ayam atau berkisar kurang lebih 75000 kg untuk setiap harinya dengan pemotongan berdasarkan shift Proses yang terjadi pada Slaugther House yaitu ayam hidup digantung di mesin Sackle kemudian masuk ke dalam mesin Stanning yang berfungsi agar ayam menjadi setengah sadar kemudian ayam disembelih sesuai jumlah shift dalam produksi. Selanjutnya ayam masuk ke dalam Scalder yang berisikan air panas dan ayam masuk ke dalam mesin Plucker untuk mencabut bulu ayam. Selanjutnya ayam bersih masuk ke dalam mesin pemotong untuk dihilangkan kepala, jeroan dan kaki ayam. Setelah ayam sudah bersih, ayam hasil pemotongan masuk proses cut up ke dalam mesin Screw Chiller yang digunakan untuk mencuci ayam Selanjutnya ayam ditimbang
sesuai size ( diproses parting, boneless, dll ) dan dipacking menggunakan plastik inner lewat mesin Metal Detector. Sesudah ditimbang ayam dimasukan dalam ruang Chill Room dan disusun pada rak kemudian dibekukan pada mesin ABF hingga suhu -18oC. Setelah itu ayam ditimbang lagi sesuai ukuran dan masuk kedalam proses packaging sesuai ukuran box dan karung kemudian ayam dalam bentuk packaging masuk ke dalam Coldstorage (gudang dengan suhu -18oC).
Further Production Berikut merupakan proses produksi pembuatan nugget pada PT.Charoen Pokphand Indonesia Salatiga : mulai
Membuat campuran emulsi
Menyiapkan kuantitas seasoning dan premix sesuai formula
Melakukan proses grinding daging
Melakukan proses mixing emulsi, seasoning & premix, daging giling, air,dan nitrogen
Melakukan forming adonan
Melapisi adonan yang telah dibentuk dengan tepung breadcrumb ya
Melakukan proses precook adonan
Melakukan proses cook adonan
Menyeleksi nugget apakah defect atau tidak
tidak
Melakukan proses frozen nugget
Melakukan proses penakaran nugget
Melakukan proses packaging nugget ke dalam kemasan plastik
tidak
Melakukan pengukuran berat produk nugget apakah sesuai atau tidak
ya Melakukan proses packaging produk jadi nugget ke dalam carton box
Selesai
Gambar 4.5 Aliran Proses Produksi Further
Di bawah ini merupakan penjelasan tahap - tahap produksi further: 1. Tahap pertama yang dilakukan yaitu petugas produksi menyiapkan formula untuk pembuatan suatu macam produk further (nugget) dimana petugas mempersiapkan komposisi seasoning (bahan baku) dan premix (bumbu) dari produk yang akan diproduksi. 2. Selain mempersiapkan seasoning dan premix yang dibutuhkan, petugas juga membuat campuran emulsi yaitu campuran dari kedelai dan air dengan menggunakan mesin bowl cutter. Fungsi dari penggunaan emulsi yaitu untuk mengenyalkan adonan. 3. Daging segar hasil olahan pada produksi slaughter dimasukkan ke dalam chill room untuk didinginkan. Dari chillroom, petugas melakukan proses grinding daging yaitu proses untuk menggiling daging menjadi halus. Proses grinding dilakukan dengan menggunakan mesin autogrind. 4. Langkah berikutnya yaitu mencampur semua adonan yang telah dipersiapkan seperti seasoning, premix, daging giling, dan emulsi dengan air dan nitrogen. Proses mixing tersebut menggunakan mesin unimix dengan kapasitas produksi 250 kg. 5. Setelah semua adonan tercampur, langkah berikutnya yaitu melakukan pencetakan adonan. Taerdapat berbagai cetakan yang dipergunakan tergantung dengan jenis produk yang akan diproduksi. Proses forming dilakukan menggunakan mesin reforfomer. 6. Adonan yang telah dibentuk tadi selanjutnya dibaluri dengan tepung breadcrumb atau biasa disebut tepung roti. 7. Proses selanjutnya yaitu proses penggorengan. Proses penggorengan terbagi menjadi dua yaitu proses precook dan cook. Pada proses precook adonan digoreng setengah matang, selanjutnya masuk pada proses cook adonan digoreng hingga benar – benar matang. Proses precook dan cook dilakukan pada mesin fryer. 8. Selanjutnya petugas menyeleksi produk yang telah jadi apakah defect atau tidak. Apabila produk tersebut defect akan dilakukan rework pada mesin unimix, yaitu dicampur lagi dengan adonan-adonan yang lain. Produk defect yang dirework mempunyai batasan jumlah pada tiap batch maksimal sebanyak 5%.
9. Langkah berikutnya yaitu memasukkan adonan pada mesin insulated quick freeze (IQF) untuk dibekukan. Setelah itu adonan dijalankan oleh conveyor menuju televator untuk dinaikkan menuju mesin MHW. Pada mesin MHW adonan ditakar sesuai dengan ukuran per kemasan. 10. Selanjutnya proses packaging dimana adonan yang telah sesuai takaran tadi dikemas pada kemasan plastic menggunakan mesin Kawasima. 11. Langkah berikutnya yaitu menimbang kemasan menggunakan mesin check weighter, apabila ukuran berat yang tertera tidak sesuai maka produk tersebut akan secara otomatis dipisahkan. Produk yang terpisah tadi dilepas kembali kemasannya lalu dijalankan pada conveyor untuk melalui proses penakaran ulang pada mesin MHW. 12. Apabila produk tersebut sudah sesuai beratnya dengan spesifikasi, maka kemasan – kemasan produk tadi dikemas dalam carton box dan selanjutnya ditransfer ke warehouse finished product.
Sausage Production Berikut merupakan proses produksi pembuatan sosis pada PT.Charoen Pokphand Indonesia Salatiga : mulai
Membuat campuran emulsi
Menyiapkan kuantitas seasoning dan premix sesuai formula
Melakukan proses grinding daging
Melakukan proses mixing emulsi, seasoning & premix, daging giling,dan air
Melakukan proses penggilingan adonan kembali
Melakukan proses pemanggangan adonan
ya
Melakukan proses pemotongan sosis
Menyeleksi sosis apakah reject atau tidak
tidak Melakukan proses packaging pada kemasan plastik
Melakukan proses pressing kemasan
tidak Melakukan proses frozen
Melakukan pengukuran berat produk sosis apakah sesuai atau tidak
ya Melakukan proses packaging produk jadi sosis ke dalam carton box
Selesai
Gambar 4.6 Aliran Proses Produksi Sausage
Di bawah ini merupakan penjelasan tahap - tahap produksi sausage: 1. Tahap pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan formula bahan baku pembuatan sosis, seperti seasoning dan premix sesuai dengan takarannya masing – masing. 2. Sama seperti proses produksi further, setelah mempersiapkan formula bahan baku, petugas membuat campuran emulsi dan melakukan proses grinding daging. 3. Selanjutnya semua adonan dicampur hingga merata menggunakan air dan nitrogen menggunakan mesin unimix. 4. Setelah semua bahan tercampur, adonan tadi dicampur atau dicacah kembali pada mesin emulsi fryer, tetapi tanpa menggunakan nitrogen. 5. Langkah berikutnya adalah mencetak adonan. Adonan tersebut akan otomatis masuk pada pelapis sosis yang disebut casing nohjak dengan menggunakan mesin stuffer. 6. Lalu adonan sosis dipanggang pada mesin smoke house dengan suhu °C 7. Setelah melalui proses pemanggangan, sosis dipotong sesuai ukuran menggunakan mesin sausage cutter. Apabila ukuran panjang sosis tidak sesuai, maka sosis tersebut akan di-rework pada proses mixing di mesin unimix. 8. Sosis yang telah dipotong dengan panjang sesuai kriteria tersebut selanjutnya dipacking pada kemasan plastik. Proses packing menggunakan man power, sehingga tidak ada mesin yang digunakan dalam proses packaging tersebut. 9. Setelah dikemas, produk sosis melalui proses pengepressan kemasan. Proses ini dilakukan pada mesiin vacuum pack yang gunanya agar kemasan menjadi kedap udara. 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses pembekuan sosis pada mesin ABF. 11. Lalu kemasan melalui mesin check weighter untuk mengecek berat kemasan. Prosedur selanjutnya sama seperti pada proses produksi further. Apabila terdapat kemasan yang kelebihan atau kekurangan berat maka kemasan tersebut akan dikenai rework dan kembali pada proses packaging. Apabila berat sudah sesuai dengan kriteria, maka kemasan tersebut dipacking pada kemasan carton box dan selanjutnya ditransfer pada warehouse finished product.
4.2.3 Proses Pengolahan Limbah Proses pengolahan limbah atau Water Waste Treatment (WWT) pada PT Charoen Pokphand Indonesia – Salatiga dibagi menjadi tiga proses yaitu proses pembentukan udara (aerasi), proses penyaringan (filtrasi), dan proses pengendapan (sedimentasi). Proses pengolahan limbah dilakukan untuk mencapai visi PT Charoen Pokphand Indonesia, yaitu untuk menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan di dalam menjalankan kegiatan produksinya. Proses treatment disini dilakukan agar limbah hasil produksi tidak lagi mengandung zat – zat yang dapat mencemari lingkungan. Bahkan air sisa pengolahan limbah dapat dimanfaatkan penduduk sekitar untuk irigasi sawah. Tetapi untuk dimanfaatkan menjadi air mineral perlu dilakukan treatment tambahan yang belum terdapat pada PT Charoen Pokphand Indonesia. Berikut ini adalah tahapan- tahapan dalam proses Water Waste Treatment : 1. Air limbah sisa produksi further, sausage dan slaughter ditampung pada kolam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) selama kurun waktu 24 jam. Pada proses ini hanya dilakukan proses aerasi dengan menggunakan mesin bowler. Limbah yang ada disini dilakukan pembersihan agar limbah yang bersifat pekat seperti darah ayam dapat dijernihkan. 2. Selanjutnya limbah dialirkan ke dalam bak influence sump. Pada bak ini juga masih dilakukan proses aerasi. 3. Dari bak influence sump, air limbah dialirkan menuju bak koagulasi. Pada tahap ini, proses yang dilakukan sudah termasuk dalam proses chemical, dimana dilakukan proses penjernihan limbah menggunakan poly aluminium chloride (PAC). PAC mempunyai PH = 2 yang dapat mematikan bakteri yang ada pada air limbah. Tetapi bakteri disini dijaga agar tetap hidup, karena bakteri tersebut dapat membantu dalam pengolahan limbah. Agar bakteri tetap hidup, pada bak dimasukkan cairan NaOH ( PH = 14). Pada bak ini terdapat alat sensor PH, apabila indicator pada alat tersebut menunjukkan bahwa PH sudah mendekati 7, maka cairan NaOH akan otomatis dialirkan.
4. Proses selanjutnya dilakukan pada bak flocculation untuk penggumpalan (floc) menggunakan anion. Proses ini termasuk pada proses filtrasi. 5. Setelah itu air limbah dialirkan menuju bak Dissolved Air Floatation (DAF). Proses yang terjadi adalah proses filtrasi dan sedimentasi, dimana dilakukan proses pemisahan antara liquid dan sludge (floc). Pemisahan dilakukan menggunakan anion sehingga endapan sludge mengendap di atas cairan liquid. Pada bak ini terdapat alat sweeping untuk memisahkan sludge dengan liquid. Selanjutnya cairan liquid dialirkan menuju bak DAF Recycle, sedangkan endapan sludge dialirkan pada bak chemical sludge. 6. Pada bak chemical sludge dilakukan proses pressing untuk menyaring kembali sludge dari sisa air yang masih ada. Selanjutnya sludge tersebut dibuang ke TPA dikarenakan tidak dapat dimanfaatkan kembali. 7. Sedangkan cairan liquid pada bak DAF Recycle selanjutnya dialirkan pada balance tank dimana terjadi proses aerasi. 8. Proses selanjutnya memasuki proses bio treatment, dimana dari balance tank cairan limbah masuk ke dalam bak CSAS. Pada bak CSAS diberikan sludge (lumpur) dimana terkandung bakteri aerob di dalamnya sehingga cairan liquid menjadi berwarna coklat. Proses ini dilakukan selama 24 jam, sehingga tiap shift melakukan proses selama 8 jam, dimana terdiri dari 6 jam proses aerasi, 1 jam proses settling dan 1 jam proses decant. Pada proses settling, bakteri dan sludge mengendap di bawah, sedangkan air jernih di atasnya. Lalu pada proses decant air jernih di buang dan mengalir menuju bak effluent draw. Air jernih tersebut sudah dapat digunakan untuk irigasi sawah penduduk sekitar. 9. Air pada bak effluent draw juga dapat digunakan kembali untuk proses pengolahan limbah. Air tersebut direcycle dengan mesin sand filter menggunakan silica dan carbon. Air hasil recycle dapat digunakan untuk proses cleaning pada tahap pertama. 10. Bakteri pada bak CSAS harus selalu diberikan nutrisi, jika tidak bakteri dapat kekurangan oksigen dan mati. Treatment bakteri dapat dilakukan dengan memberikan cairan NaOH. Apabila bakteri mati, bakteri tersebut dimasukkan dalam bak bio sludge dimana dilakukan proses pressing dan hasilnya dapat dicampur dengan tanah dan dimanfaatkan sebagai pupuk.
4.3 Produk yang Dihasilkan Produk PT. Charoen Pokphand Indonesia- Chicken Processing Plant merupakan produk dengan kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi standard ayam yang sehat, bebas dari segala penyakit, proses pemotongan dan pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan hygienis, juga proses pengolahanya yang diawasi secara ketat dan sesuai dengan standard makanan yang bermutu tinggi, sampai pada kemasan dan kualitas control, serta distribusi yang dilakukan oleh sumber daya manusia yang terbaik, didukung oleh mesin mesin yang modern dan berteknologi tinggi. PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, memproduksi dan mensupply produk yang bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia seperti KFC, CFC, Wendys dan restaurant restaurant lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan hygenis serta jaminan halal sangat diutamakan, untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta kebutuhan pelanggan. Terdapat 4 macam merk pada produk PT. Charoen Pokphand Indonesia, yaitu Okey, Champ, Fiesta dan Golden Fiesta. Masing – masing merk mempunyai produk yang berbeda – beda, misalnya champ nugget, okey sosis, fiesta cheesylover, fiesta nugget zoo, golden fiesta spicy wing, golden fiesta cordon bleu, dll.
Berikut merupakan contoh – contoh produk yang dihasilkan oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga :
Gambar 4.7 Produk PT. CPI Salatiga
BAB V PENGUMPULAN DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Warehouse Sparepart PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga Gudang Sparepart atau biasa disebut dengan store room PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga merupakan sebuah gudang yang khusus menyediakan dan menyimpan sparepart – sparepart dan kebutuhan - kebutuhan yang diperlukan untuk keperluan maintenance mesin - mesin further, sausage dan slougter, P&GA, Warehouse, Utility, Maintenance, Sipil & WWT, dan Laboratorium Quality Control. Ruangan store room PT. CPI Salatiga memiliki ukuran 40,508 m2. Di dalam store room PT. CPI Salatiga terdapat 6 rak yang digunakan untuk menyimpan keseluruhan sparepart yang diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu mechanic part, electric part, civil part, dan manufacturing part. Selain rak untuk menyimpan sparepart juga terdapat meja kerja untuk meletakkan 1 unit komputer, 1 meja untuk meletakkan printer dan telepon serta 1 rak buku untuk meletakkan segala arsip – arsip yang dibutuhkan oleh store room. Rak yang dimiliki oleh store room rata – rata memiliki ketinggian 1,7 meter dengan rata – rata panjang rak 3 meter dengan 3 sekat atau ruang yang digunakan untuk memisahkan sparepart yang disimpan. Untuk penataan sparepart awalnya ditata sesuai dengan klasifikasi part yang sudah ditentukan ,akan tetapi karena keterbatasan tempat akhirnya peletakan / penataan sparepart dilakukan secara random ( dimana ada tempat kosong, maka di tempat itu sparepart diletakkan ). Selain itu disekitar gudang juga terdapat kardus – kardus yang digunakan untuk menyimpan sparepart – sparepart. Kadang karena kekurangan tempat sparepart beserta kardus pembungkusnya langsung diletakkan secara sembarang di lantai store room sehingga membuat store room terasa penuh dengan barang – barang.
5.2 Analisa Permasalahan Store Room PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga 5.2.1 Value Stream Mapping Permasalahan yang terdapat di storeroom PT.CPI Salatiga digambarkan dengan value stream mapping. Dapat dikelompokkan menjadi 3 aktivitas seluruh kegiatan – kegiatan yang ada distoreroom. Pada masing – masing aktivitas tersebut akan digambarkan melalui value stream mapping dan akan diketahui letak permasalahan dan waste apa saja yang terjadi. Ketiga aktivitas tersebut diantaranya aktivitas pengiriman barang dari supplier, aktivtas permohonan permintaan barang ke storeroom, dan aktivitas permohonan barang ke supplier.
Pengiriman Barang dari Supplier Berikut merupakan value stream mapping dari aktivitas pengiriman barang dari supplier :
Proses aliran barang masuk store room
supplier
1 minggu g itin Wa lama e tim
at ort nsp e Tra n tim o a i lam
Bongkar muat
itin Wa ime g t ma la
Pemindahan barang ke gudang dan pengecekan
at ort nsp e Tra n tim io ma la
Penataan ke rak
Pendataan sparepart yang datang
1 shift ( shift pagi )
1 shift ( shift pagi )
1 shift ( shift siang )
1 shift ( shift pagi )
1 operator ( tiap shift )
1 operator ( 1 shift )
1 operator 15 menit
1 operator ( 1 shift )
5 menit
15 menit
1 menit
5 menit
10 menit
4 jam 20 menit
Value added = 55 menit
7 jam 20 menit
Gambar 5.1 Value Stream Mapping Pengiriman Barang dari Supplier
10 menit
Non value added = 591 menit
Tabel 5.1 Aktivitas Pengiriman Barang dari Supplier
No
Kegiatan
Waktu
1.
Leadtime menunggu barang datang
1 minggu
2
Bongkar muat
5 menit
3.
Leadtime
1 menit
4.
pemindahan barang ke gudang dan pengecekan
20 menit
Keterangan Non value adding but necessary Non value adding but necessary Non value adding Non value adding but necessary
5.
Leadtime
4 jam
Non value adding
6.
penataan ke rak
20 menit
Value adding
7.
Leadtime
7 jam
Non value adding
8.
pendataan sparepart yang datang
10 menit
Value adding
Permohonan Pengambilan Barang dari Store Room Berikut merupakan value stream mapping dari aktivitas Permohonan Pengambilan Barang dari Store Room :
Proses pengambilan barang dari store room
Costumer ( para pekerja ) on ati ort a p s m n a Tra ime l t
g hin a arc Se e lam tim
Permohonan sparepart ke operator
Pencarian sparepart
Pemindahan barang dari rak ke customer
Penerimaan sparepart
1 shift
1 shift
1 shift
1 shift
1 operator
1 operator
1 operator
1 operator
1 menit
5 – 15 menit
5 menit
1 menit
1 menit
10 menit
30 menit 1 menit
2 menit
pendataan
1 shift 1 operator 2 menit
3 menit
1 menit 1 menit
1 menit
Gambar 5.2 Value Stream Mapping Permohonan Pengambilan Barang dari Store Roo
Value added = 45 menit Non value added = 5 menit
Tabel 5.2 Aktivitas Permohonan Pengambilan Barang dari Store Room
No
Kegiatan
Waktu
permohonan barang ke
Keterangan Non value adding but
1
operator
1 menit
necessary
2
Leadtime
1 menit
Non value adding Non value adding but
3
pencarian sparepart
30 menit
necessary
4
Leadtime
2 menit
non value adding
pemindahan barang dari
Non value adding but
5
rak ke customer
10 menit
necessary
6
Leadtime
1 menit
non value adding Non value adding but
7
penerimaan sparepart
1 menit
necessary
8
Leadtime
1 menit
non value adding
9
Pendataan
3 menit
value adding
Permohonan Barang Ke Supplier Berikut merupakan value stream mapping dari aktivitas Permohonan Barang Ke Supplier :
Proses aliran pemesanan barang ke konsumen supplier
Para mechanic / pekerja
1 hari Operator/admin melihat stock barang
Operator/admin mengelist barang yang sudah habis
Pembuatan surat permohonan permintaan barang
Approve ke head section and general manager
Permohonan barang ke comdiv
1 shift pagi
1 shift pagi
1 shift pagi
1 shift pagi
1 shift pagi
1 operator
1 operator
1 operator
1 operator
1 operator
15 menit
30 menit
20 menit.
1 hari
3 hari
10 menit
15 menit 3 menit
15 menit
3 hari
1 hari
10 menit 5 menit
Gambar 5.3 Aktivitas Permohonan Barang Ke Supplie
5 menit
Value added = 4 hari 35 menit Non value added = 28 menit
Tabel 5.3 Aktivitas Permohonan Barang Ke Supplier
No 1 2
Kegiatan operator/ admin melihat stock barang Leadtime
Waktu 15 menit
Keterangan Non value adding but necessary
3 menit
Non value adding
10 menit
value adding
15 menit
Non value adding
10 menit
value adding
5 menit
non value adding
1 hari
value adding
5 menit
non value adding
3 hari
value adding
operator/admin 3
mengelist barang yang sudah habis
4
Leadtime pembuatan surat
5
permohonan permintaan barang
6
Leadtime approve ke head
7
section and general manager
8 9
Leadtime permohonan barang ke comdiv
5.2.1.1 Analisis Value Stream Mapping Pada gudang sparepart PT Charoen Pokphand Indonesia Salatiga terdapat 3 aktivitas yaitu aktivitas pengiriman barang dari supplier, permohonan pengambilan barang dari storeroom , dan permohonan barang ke supplier. Berikut penjabaran dari aktivitas – aktivitas tersebut :
Aktivitas pengiriman barang dari supplier Pada gambar 5.1 terdapat value stream mapping untuk aktivitas pengiriman barang dari supplier. Dari gambar tersebut terdapat 4 kegiatan. Pada saat menunggu barang datang kadang storeroom harus menunggu lama barang tersebut datang sampai stock di storeroom habis. Paling lama barang terlambat datang yaitu 1 minggu padahal barang yang belum datang tersebut termasuk barang – barang fast moving. Setelah barang diantarkan oleh mobil angkut supplier, barang tersebut yang merupakan sparepart dibongkar muat dengan waktu bongkar muat adalah 5 menit. Setelah dibongkar muat kemudian sparepart dipindahkan ke dalam gudang. Pada kegiatan ini memiliki waktu transportasi yang lama yaitu 20 menit. Hal ini dikarenakan pada saat memindahkan barang ke gudang tidak menggunakan alat bantu dan karena layout yang kurang mendukung sehingga menyebabkan pemindahan barang menjadi lama. Kemudian untuk menata sparepart yang datang di shift pagi harus menunggu terlebih dahulu pekerja yang bekerja dishift 2 terkendala dengan tenaga dan pekerjaan yang banyak sehingga penataan sparepart tersebut mengalami penundaan selama 4 jam untuk ditata ke rak penyimpanan. Setelah itu pada waktu proses penataan ke rak juga mengalami transportation time yang lama terkendala dengan layout yang kurang teratur sehingga tidak leluasa dalam memindahkan dan meletakkan barang ke rak. Setelah barang ditata kemudian dilakukan pendataan sparepart. Pendataan biasa dilakukan pada saat jam kerja shift 1 selesai dengan waktu 10 menit. Pada kegiatan – kegiatan terdapat banyak kegiatan non value adding yang harus direduksi untuk memperlancar aktivitas pengiriman sparepart sampai
sparepart ditata pada rak storeroom. Aktivitas Permohonan Pengambilan Barang dari Storeroom Pada gambar 5.2 terdapat value stream mapping untuk aktivitas permohonan pengambilan barang dari storeroom. Pada gambar tersebut terdapat 5 kegiatan. Para pekerja / mekanik melakukan permohonan permintaan sparepart kepada admin / operator storeroom. Kegiatan itu berlangsung selama 1 menit. Setelah mekanik memberitahu sparepart apa saja yang dibutuhkan, kemudian
admin / operator mulai melakukan pencarian sparepart. Terdapat searching time yang lama pada kegiatan ini yaitu 30 menit dikarenakan terkadang ada sparepart yang lupa dalam peletakan dan kurangnya sistem pelabelan pada setiap sparepart yang ada distoreroom. Selain itu karena peletakan sparepart yang tidak teratur. Setelah dilakukan pencarian sparepart, sparepart diserahkan kepada mekanik yang membutuhkan. Kegiatan ini juga terkendala dalam masalah transportation time yang lama yaitu 10 menit. Karena letak rak yang jaraknya terlalu dekat dan banyak barang – barang yang diletakkan dilantai sehingga menyebabkan operator kesusahan dan tidak leluasa dalam membawa sparepart untuk diserahkan kepada mekanik. Kemudian sparepart diterima oleh mekanik dan
kemudian dilakukan pendataan oleh admin / operator storeroom. Aktivitas Permohonan Barang ke Supplier Pada gambar 5.3 terdapat value stream mapping untuk aktivitas permohonan barang ke supplier. Pada gambar tersebut terdapat 5 kegiatan. Untuk kegiatan pertama yaitu operator/admin melihat stock barang. Setelah itu admin / operator mengelist barang yang sudah habis tersebut kemudian setelah itu dibuatkan surat permohonan permintaan barang. setelah surat permohonan permintaan barang dibuat, operator/admin memintakan persetujuan ke head section dan general manager dan setelah itu mengajukan permohonan permintaan barang tersebut ke comdiv. Pada aktivitas permohonan barang ke supplier tidak terjadi waste/pemborosan
5.2.2 Diagram Fishbone Diagram fishbone merupakan sebuah diagram yang menggambarkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Diagram fishbone sering disebut dengan cause effects diagram. 4 parameter yang digunakan untuk menilai masalah yang ada dilihat dari sisi man, machine, methods, material dan enviromental. Berikut diagram fishbone dari aktivitas – aktivitas yang ada di storeroom PT.CPI Salatiga.
Aktivitas Pengiriman Barang dari Supplier Berikut merupakan diagram fishbone dari aktivitas pengiriman barang dari supplier :
man
machine Rak untuk penyimpanan sparepart Masih kurang
Tidak ada tangga Untukmeletakkan barang
Tenaga pria kurang / kurangnya pekerja Dalam 1 shift
Tidak ada material handling
Sistem pelabelan pada Sparepart masih kurang
Belum menerapkan ROP dan SS dalam pemesanan barang dengan baik
SOP penyimpanan Sparepart masih kurang
methods
Transportation dan waiting time lama
Penataan sparepart Yang kurang teratur
enviromental
gambar 5.4 Fishbone Aktivitas Pengiriman Barang dari Supplier
Dari diagram fishbone diatas dapat diketahui masalah yang terjadi pada aktivitas pengiriman barang dari supplier adalah transportation dan waiting time yang terlalu lam yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu : a. man / manusia pada aktivitas pengiriman barang dari supplier, tenaga pria yang bekerja pada satu shift di storeroom PT CPI Salatiga masih sangat kurang. Karena apabila barang dari supplier datang pada saat jam kerja shift 1, penataan sparepart tersebut harus menunggu terlebih dahulu pekerja yang bekerja dishift 2 untuk menatanya. Sehingga terjadi waiting time pada penataan sparepart. Selain itu, pekerja disini tidak hanya melayani pengambilan dan penerimaan barang, tetapi juga mencatat segala proses administrasi yang berlangsung didalam storeroom. Dengan jobdesk yang diberikan kepada pekerja tersebut tidak cukup adanya 1 pekerja dalam 1 shift. Setidaknya terdapat 2 pekerja dalam 1 shift yaitu 1 orang bagian pelayanan sparepart dan 1 orang bagian yang mengurus keseluruhan administrasi
storeroom. Pada storeroom PT. CPI Salatiga, saat ini pekerja yang bekerja dishift 1 hanya satu orang saja ( seorang wanita ) dan pekerja dishift 2 juga memiliki 1 pekerja saja ( seorang pria ). b. machine pada aktivitas pengiriman barang dari supplier, material handling atau alat bantu bawa masih sangat kurang. Sehingga untuk membawa dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada karyawan. Selain itu tidak adanya tangga untuk meletakkan sparepart yang terletak di rak paling atas sehingga harus memanjat sisi – sisi rak / kardus – kardus. Rak yang digunakan untuk menyimpan sparepart juga kurang sehingga perlu adanya penambahan rak. c. methods pada storeroom metode pelabelan/pengkodean pada sparepart masih
kurang
diterapkan.
Tidak
semua
sparepart
diberikan
pelabelan/pengkodean. Terlebih untuk sparepart – sparepart spesial/khusus yang digunakan untuk sausage/futher yang memiliki nama sparepart dengan pelafalan yang susah untuk dimengerti dan jarang distock oleh storeroom. Kurangnya pelabelan/pengkodean dapat menyebabkan searching time yang terlalu lama. Penataan sparepart pada storeroom juga awalnya sudah sesuai klasifikasi jenis sparepart, tetapi karena keterbatasan tempat maka penempatan sparepart di storeroom saat ini sudah tidak mempertimbangkan jenis sparepart tersebut. dalam pemesanan sparepart storeroom masih sering mengalami keterlambatan kedatangan sparepart. Maka untuk mengatasi hal tersebut diterapkan sistem reorder point dalam pemesanan sparepart agar dapat diketahui pada stok sparepart masih berapa item storeroom harus memesan sparepart. Sehingga nantinya terdapat safety stock yang menutupi kekurangan stok pada saat sparepart belum datang.
d. enviromental penataan
sparepart
yang
kurang
teratur
menyebabkan
transportation time dan waiting time yang lama. Karena penataan sparepart yang kurang teratur terseebut ruang gerak admin/operator pada saat mengambil atau mengantarkan barang ke gudang menjadi lambat.
Aktivitas Permohonan Pengambilan Barang dari Storeroom Berikut merupakan diagram fishbone dari aktivitas pengiriman barang dari supplier :
man
material
machine Tidak ada tangga Untukmeletakkan barang Penataan Sparepart Kurang rapi
Lupa dalam penempatan sparepart
Sistem pelabelan pada Sparepart masih kurang SOP penyimpanan Sparepart masih kurang
methods gambar 5.5
Tidak ada material handling
Transportation dan Searching time lama Penataan sparepart Yang kurang teratur
enviromental
Permohonan Pengambilan Barang dari Storeroom
Dari diagram fishbone diatas dapat diketahui masalah yang terjadi pada aktivitas permohonan pengambilan barang dari storeroom adalah transportation dan searching time yang terlalu lama yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu : a. man / manusia dari diagram fishbone diatas dapat diketahui bahwa salah satu masalah yang ada dalam aktivitas permohonan pengambilan barang dari
storeroom yaitu kelalaian operator / admin dalam pencarian sparepart. Kadang operator / admin tersebut lupa dalam penempatan sparepart khususnya untuk sparepart – sparepart yang spesial sehingga dapat menyebabkan searching time yang lama. b. machine pada aktivitas permohonan pengambilan barang dari supplier, material handling atau alat bantu bawa masih sangat kurang. Untuk membawa barang dari storeroom keluar gudang untuk barang – barang yang berukuran besar/bermassa
besar
operator/admin
masih
menggunakan
cara
manual/diangkat. Hal itu dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada karyawan. Selain itu tidak adanya tangga untuk mengambil sparepart yang terletak di rak paling atas sehingga harus memanjat sisi – sisi rak / kardus – kardus. c. material untuk penataan sparepart yang ada distoreroom masih kurang rapi dan masih ada sparepart – sparepart yang tidak ditata didalam rak dan dibiarkan di taruh dilantai sehingga menyebabkan ruangan menjadi terlihat penuh dengan barang. d. methods sama pengiriman
dengan
barang
permasalahan
dari
supplier,
yang pada
terjadi
pada
aktivitas
storeroom
metode
pelabelan/pengkodean pada sparepart masih kurang diterapkan. Tidak semua sparepart diberikan pelabelan/pengkodean. Terlebih untuk sparepart – sparepart spesial/khusus yang digunakan untuk sausage/futher yang memiliki nama sparepart dengan pelafalan yang susah untuk dimengerti dan jarang distock
oleh
storeroom.
Kurangnya
pelabelan/pengkodean
dapat
menyebabkan searching time yang terlalu lama. Penataan sparepart pada storeroom juga awalnya sudah sesuai klasifikasi jenis sparepart, tetapi karena keterbatasan tempat maka penempatan sparepart di storeroom saat ini sudah tidak mempertimbangkan jenis sparepart tersebut.
d. enviromental penataan ketidaknyamanan
sparepart
operator/admin
yang dalam
kurang
teratur
pengambilan
menyebabkan sparepart
dan
menyebabkan searching time operator/admin menjadi lama.
5.3 Identifikasi Masalah dan Tools 5.3.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dapat disimpulkan berbagai masalah yang terjadi pada PT. Charoen Pokhpand Indonesia Salatiga antara lain : 1. Waiting Time Permasalahan waiting time pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga terjadi pada aktivitas pengiriman barang dari supplier pada kegiatan menunggu sparepart datang dari supplier dan menunggu sparepart ditata dirak oleh operator yang bekerja dishift 2. Supplier storeroom PT. CPI Salatiga sering mengalami keterlambatan dalam pengiriman barang sehingga storeroom sering mengalami kehabisan sparepart disaat sparepart yang terlambat itu dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan sistem reorder point dalam pemesanan sparepart dan menerapkan safety stock yang sesuai sehingga pada saat sparepart habis dan supplier belum mengirimkan barang maka storeroom mempunyai stok cadangan/stok penyangga. Lalu, Sparepart yang datang sekitar pukul 09.00 biasanya ditata di rak penyimpanan pada saat operator yang bekerja dishift 2 masuk. Dikarenakan pada saat jam kerja shift 1 hanya ada satu tenaga kerja perempuan. Pekerja/operator di storeroom tidak hanya mendapatkan job kerja untuk melayani pengambilan dan penerimaan sparepart tetapi juga mengurus segala bentuk administrasi mengenai storeroom. Jadi, tenaga kerja distoreroom tidak cukup jika hanya 1 orang saja. Kemudian, barang yang menumpuk dan belum ditata tersebut menyebabkan ruangan sempit dan ruang gerak mekanik/pekerja menjadi kurang nyaman.
2. Transportation time Masalah transportation time pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga yaitu terjadi pada 2 aktivitas utama storeroom yaitu pada aktivitas pengiriman barang dari supplier dan permohonan permintaan barang dari storeroom. Tepatnya transportation time terjadi pada kegiatan pemindahan barang ke gudang dan pengecekan, penataan sparepart ke rak, dan pemindahan barang dari rak untuk diserahkan ke customer/mekanik yang membutuhkan sparepart. Waktu yang digunakan untuk memindahkan sparepart dari satu tempat ke tempat yang lain pada kegiatan tersebut membutuhkan waktu yang lama. Hal itu disebabkan layout storeroom yang kurang teratur dan penataan sparepart yang masih berantakan. Pada storeroom terdapat kardus – kardus sparepart yang diletakkan di lantai dikarenakan kurangnya rak penyimpanan dan hal ini salah satu penyebab dari transportation time yang lama. Selain itu tidak adanya material handling juga menjadi salah satu penyebabnya. Selain menyebabkan transportation time yang lama, tidak adanya material handling juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada karyawan karena sparepart – sparepart yang diangkut ada yang berukuran besar dan berat. 3. Searching time Masalah searching time pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga yaitu terjadi pada aktivitas aktivitas pengiriman barang dari supplier. Searching time yang terlalu lama tersebut terdapat pada kegiatan pencarian sparepart dan operator/admin melihat stock barang. Pada saat mencari sparepart yang dibutuhkan oleh para mekanik, seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama. Hal ini disebabkan kurangnya sistem pengkodean/pelabelan pada sparepart tersebut. Tidak semua sparepart diberikan pelabelan/pengkodean. Terlebih untuk sparepart – sparepart spesial/khusus yang digunakan untuk sausage/futher yang memiliki nama sparepart dengan pelafalan yang susah untuk dimengerti dan jarang distock oleh storeroom. Selain itu, karena lupa dalam penempatan sparepart dan kondisi layout yang kurang teratur menyebaban sparepart –
sparepart dalam kardus yang diletakkan dilantai ada yang tidak terlihat atau tertutup oleh kardus – kardus yang lain. 4. Penataan Layout Storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga Pada layout storeroom terdapat 5 rak lemari penyimpanan yang disusun secara horizontal berderet kebelakang dan 1 lemari disusun secara vertikal. Di dalam storeroom juga terdapat 2 meja kerja dan 1 rak buku. Meja kerja tersebut diantaranya meja kerja tempat admin bekerja dan meja tempat untuk menaruh printer yang terletak tepat disebelah kiri meja kerja admin. rak buku yang ada di storeroom biasanya digunakan untuk menyimpan file – file, rak buku ini terletak diatas meja printer. Rak penyimpanan digunakan untuk menyimpan sparepart. Akan tetapi rak penyimpanan tersebut masih kurang untuk menyimpan sparepart – sparepart yang ada distoreroom. Karena kurangnya rak penyimpanan hal ini menyebabkan sparepart ada yang diletakkan di lantai sehingga menyebabkan ruangan storeroom menjadi terlihat penuh karena kurangnya almari penyimpanan dan peletakan sparepart yang kurang teratur tersebut. Awalnya storeroom meletakkan sparepart menurut klasifikasi jenis sparepartnya, tetapi karena keterbatasan ruang dan rak penyimpanan sparepart untuk saat ini ditata tidak sesuai klasifikasi jenis sparepart. Pada storeroom terdapat karyawan yang bertugas menata dan mendata barang yang masuk dan barang yang keluar. Dalam proses pendataan dan pengecekan stok sudah menggunakan bantuan database yang tersimpan di komputer, namun operator/admin yang masih menggunakan cara manual untuk mengecek stok sparepart. Penyimpanan yang kurang teratur menyebebkan proses pencarian dan pemindahan barang menjadi sedikit membutuhkan waktu lebih. Berikut ini adalah layout awal pada storeroom :
40 cm 40 cm
300 cm
380 cm
gambar 5.6 Layout Gudang Sparepart PT. CPI Salatiga
pada gambar 5.6 dapat ditunjukkan layout dari storeroom itu sendiri yaitu memiliki panjang 10,66 m dan lebar ruangan sebesar 3,8 meter sehingga luasnya 40,508 m2 dengan beberapa fasilitas/properti yang ada di dalam storeroom tersebut. Keterangan :
Gambar 5.7 Tumpukan Sparepart - Sparepart
Dapat terlihat dari gambar 5.6, terdapat banyak tumpukan – tumpukan kardus berisi sparepart yang diletakkan tidak beraturan di lantai storeroom ( lihat keterangan gambar 5.7 ). Utilitas / penggunaan ruangan dari kardus – kardus yang ada di lantai tersebut sebesar = ( 2,014 m2 + 0,9472 m2 + 0,456 m2 + 0,5216 m2 + 0,444 m2 + 0,3276 m2 + 1,1 m2 + 0,888 m2 + 1,036 m2 + 4,2 m2 + 6 m2 + 2,2776 m2 ) = 20,212 m2
Di dalam storeroom juga terdapat beberapa rak penyimpanan. Rak penyimpanan sparepart yang ada di dalam storeroom sejumlah 5 buah rak penyimpanan yang disusun secara horizontal ( gambar 5.8 ) dan 1 rak penyimpanan yang disusun secara vertikal ( gambar 5.9 ). Rak yang disusun secara vertikal rata – rata memiliki ukuran panjang = 300 cm dan lebar = 50 cm. Kemudian untuk rak yang disusun secara horizontal memiliki
ukuran
panjang
=
300
cm
dan
lebar=
50
cm.
50 cm
300 cm
Gambar 5.8 Lemari Penyimpanan Sparepart ( arah horizontal )
Luas rak horizontal
= pxl = 3 m x 0,5 m = 1,5 meter2
Luas rak yang disusun secara horizontal sebesar 1,5 meter2 dengan penyusunan rak berderet 5 rak kebelakang ruangan storeroom. Jarak antar rak satu dengan yang lain yaitu sebesar 74 cm sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada rak yang disusun secara horizontal sebesar = 1,5 meter x 5 rak = 7,5 meter2
300 cm
50 cm
Gambar 5.9 Lemari Penyimpanan Sparepart ( arah vertikal )
Luas rak vertikal
= pxl = 3 m x 0,5 m = 1,5 meter2
Luas rak yang disusun secara vertikal sebesar 1,5 meter2 dengan penyusunan rak bersebelahan dengan pintu storeroom. Sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada rak yang disusun secara vertikal sebesar = 1,5 meter2
60 cm
69 cm
77 cm
84 cm
120 cm
45 cm
Gambar 5.10 Meja Kerja Admin
Luas meja kerja admin
= pxl = 0,6 m x 1,2 m = 0,72 meter2
Luas tempat duduk admin
= pxl = 0,84 m x 0,45 m = 0,378 meter2
Luas tempat duduk customer
= pxl = 0,77 m x 0,69 m = 0,53 meter2
Luas meja kerja admin yang terletak tepat di depan pintu masuk storeroom sebesar 0,72 meter2. Kemudian untuk luas tempat duduknya sebesar = (0,378 meter2 + 0,53 meter2 ) = 0,908 meter2. sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada meja dan kursi sebesar = 0,72 meter2 + 0,908 meter2 = 1,628 meter2
35 cm
80 cm
Gambar 5.11 Meja Printer dan Telepon
Luas meja printer
= pxl = 0,8 m x 0,35 m = 0,28 meter2
Luas meja printer yang terletak disamping meja kerja admin sebesar 0,28 meter2. Sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada meja printer sebesar = 0,28 meter2
Gambar 5.12 Rak Buku
Luas rak buku = p x l = 0,7 m x 0,36 m = 0,252 meter2 Luas rak buku yang terletak tepat diatas meja printer sebesar 0,252 meter2. Rak buku pada storeroom tidak berpengaruh dalam penghitungan utilitas penggunaan ruangan. Berdasarkan kondisi penempatan rak, meja kerja dan barang – barang yang terdapat disekitar lantai storeroom dilakukan perhitungan untuk mengetahui persentase utilitas ruang gudang yang ada sekarang. Utilitas ruang ini didapatkan melalui perbandingan antara jumlah area luas rak yang digunakan untuk meletakkan barang
dengan jumlah area yang tersedia. Berikut adalah perhitungan utilitas ruang gudang saat ini. Luas area keseluruhan = 40,508 m² Luas area yang digunakan = ( luas keseluruhan area rak horizontal + luas rak vertikal + luas meja kantor dan printer + luas sparepart – sparepart yang diletakkan di lantai ) = 7,5 m2 + 1,5 m² + 1,908 m² + 20,212 m² = 30,84 m² Utilitas Ruang =
x 100%
= 77 %
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa utilitas penggunaan ruang gudang yang dimiliki Storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga hampir mencapai mencapai 70%. 70% sebagian besar terdiri dari tumpukan – tumpukan sparepart didalam kardus dimana dapat dilakukan racking system untuk mengatasi hal tersebut. Hampir keseluruhan dari area storeroom sudah digunakan untuk menyimpan sparepart. Sehingga harus dilakukan perubahan layout ulang dan menerapkan racking system pada gudang untuk mengurangi adanya waste yang terjadi pada storeroom PT. CPI Salatiga.
5.3.2 Tools ( 5 S + Safety ) Salah satu tools yang digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan dalam konsep lean manufacturing system adalah 5S. Dibawah ini adalah beberapa tahapan dalam penerapan konsep 5S: a.
Sort/Seiri (Ringkas) Sort merupakan langkah yang bertujuan untuk membuang yang tidak terpakai atau menyimpannya kembali. Pada permasalahan di storeroom terdapat banyak kardus – kardus berisi sparepart yang terletak tidak beraturan di lantai storeroom. Selain kardus – kardus berisi sparepart juga terdapat kardus – kardus kosong dan kardus – kardus yang sudah tidak layak untuk menyimpan. Hal ini menyebabkan ruang
gerak operator/admin yang mengambilkan sparepart menjadi tidak leluasa dan pergeseran sparepart dari satu tempat ke tempat lain menjadi lambat. Rekomendasi : Sebaiknya sparepart – sparepart didalam kardus yang tidak rawan pecah/hancur dikeluarkan dari kardus ( contoh : roda, selang, dll ) kemudian ditata di rak penyimpanan. Untuk sparepart – sparepart yang rawan pecah ( contoh : printer, bearing yang berukuran besar,dll ) tetap dimasukkan di dalam kardus tetapi ditutup dengan rapat dan diletakkan di rak penyimpanan. Untuk kardus – kardus kosong sebaiknya dibuang, dan untuk kardus – kardus yang sudah tidak layak pakai lebih baik dibuang dan digantikan oleh kardus yang baru. Dengan penataan kardus berisi sparepart tersebut di dalam rak penyimpanan, maka storeroom tidak terihat begitu penuh dan operator / admin memiliki ruang gerak bebas. b.
Straighten/Seiton (Rapi) Straighten merupakan langkah yang bertujuan agar barang diatur sedemikian rupa sehingga rapi dan mudah dicari. Dalam permasalahan yang ada di storeroom terdapat sparepart yang tidak teratur dalam penataannya. Kadang untuk part – part yang memiliki ukuran dijadikan satu tempat sehingga jika dilakukan pencarian sparepart membutuhkan waktu yang lama. Terkadang terdapat sparepart yang peletakannya tidak setempat dikarenakan melihat faktor seringnya dipakai sparepart tersebut. Kemudian dalam penataan sparepart, awalnya storeroom diklasifikasikan menurut jenis mekanik tetapi karena keterbatasan tempat peletakkan sparepart saat ini menjadi tidak sesuai jenis sparepartnya. Rekomendasi: Sebaiknya proses penataan sparepart di storeroom tetap ditata menurut klasifikasi jenis sparepartnya ( misal : mekanik, elektrik, civil , dan manufacturing ). Setelah itu, sebaiknya diberikan pelabelan di tiap sparepart agar mempermudah pencarian dan tidak perlu mencari sparepart di seluruh area storeroom sehingga tidak menyebabkan sparepart berantakan.
c. Shine/Seiso (Resik) Shine adalah pembersihan secara berkala. Pada storeroom belum dikategorikan dalam keadaan bersih. Karena sparepart yang datang dari supplier tidak langsung ditata di rak penyimpanan namun dibiarkan terlebih dahulu diletakkan di sekitar storeroom
sehingga
kadang
sparepart
tersebut
memenuhi
ruangan
dan
menyebabkan ruang gerak admin/operator/customer menjadi kurang bebas dan menyebabkan transportation time menjadi lama. Rekomendasi: Straighten berarti setelah selesai dilakukan proses incoming ataupun outgoing sparepart, sebaiknya sparepart langsung ditata dengan rapi di rak penyimpanan sparepart. Sehingga tidak memenuhi ruangan storeroom. d. Standardize/Seiketsu (Rawat) Standardize merupakan tahapan kerja dimana perusahaan harus menciptakan atau membuat standar kerja. Apabila mempunyai standar tertentu dalam melakukan pekerjaan tentu hasilnya akan lebih baik dan apabila terdapat kesalahan akan mudah dalam penilaiannya karena ada standar yang menjadi acuan dalam penilaian tersebut. Pada Storeroom proses pemesanan sparepartnya masih menggunakan cara manual. Belum menerapkan sistem ROP dan safety stock. Supplier storeroom PT. CPI Salatiga sering mengalami keterlambatan dalam pengiriman barang sehingga storeroom sering mengalami kehabisan sparepart disaat sparepart yang terlambat itu dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan sistem reorder point dalam pemesanan sparepart dan menerapkan safety stock yang sesuai sehingga pada saat sparepart habis dan supplier
belum
mengirimkan
barang
maka
storeroom
mempunyai
stok
cadangan/stok penyangga. Menerapkan sistem ROP dan safety stock dalam pemesanan sparepart kembali agar tidak terjadi kekurangan stock pada saat sparepart dari supplier datang. e.
Sustain /Shitsuke (Rajin) Berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar sebagai suatu kebiasaan. Menjaga tempat kerja agar selalu stabil dan bersih merupakan proses yang terus menerus dari peningkatan berkesinambungan. Hal ini tergantung dengan
sifat pekerja yang bekerja di storeroom. Pekerja di storeroom seharusnya membiasakan diri untuk menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan kerjanya. Apabila pekerja sudah menerapkan selalu menjaga kebersihan di lingkungan kerjanya maka pekerja akan terbiasa dengan penerapan 5 S + safety. f.
Safety pekerjaan di storeroom tidak hanya mencatat administrasi keluar masuknya sparepart tetapi juga melayani pengambilan sparepart untuk para mekanik dan penyaluran sparepart dari supplier. Sparepart yang diangkut tidak hanya yang berukuran kecil, tetapi sparepart yang berukuran besar dan berat juga diangkut seperti metta cip, oli grease, dll. saat ini storeroom tidak menggunakan alat bantu untuk mengangkut sparepart – sparepart tersebut. Tetapi jika hal kecil dilakukan secara terus menerus akan berakibat fatal, misalnya saja pekerja dalam melakukan kegiatan penyaluran barang dari suplier ke gudang tidak menggunakan alat material handling, seperti troly. Ini mengakibatkan pekerja harus membawa kardus berat 20 kg untuk 1 kardus secara manual. Jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan sakit punggung atau pundak pada pekerjanya.
5.4 Usulan Perbaikan Setelah dianalisis dengan menggunakan tools 5S + Safety maka diberikan usulan perbaikan yang tepat yang akan diberikan untuk memperbaiki warehouse management system dan mereduksi waste pada gudang sparepart PT.Charoen Pokphand Indonesia yaitu dengan cara menambahkan material handling dan mengubah layout pada gudang karena sebagian besar waste terjadi pada transportation time dan searching time yang terlalu lama. Usulan perbaikan yang akan diberikan yaitu berupa penambahan material handling, perbaikan layout dengan menggunakan kebijakan Class Based Storage Policy atau dapat disebut dengan klasifikasi ABC serta menerapkan racking system pada gudang, dan usulan perbaikan terakhir yaitu memberikan pelabelan pada setiap sparepart.
5.4.1 Penambahan Material Handling Untuk mengurangi cedera / kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang setiap harinya melakukan pengangkutan barang maka dibutuhkan alat bantu berupa trolly dan tangga untuk meringankan beban pekerja dan meminimalkan transportation time. Rekomendasi :
Trolley Barang
Gambar 5.13 Trolley
Nama trolley : Trolley lipat Prestar Jepang NF 301 Negara asal
: Jepang
Kapasitas
: 300 kg
Dimensi
: 920 mm x 610 mm
Roda
: 5 inch
Pemilihan jenis trolley diatas berdasarkan barang yang diangkut biasanya mencapai 30 kg per barangnya dan sekali angkut biasanya mencapai 180 kg. Dengan adanya trolley sebagai alat bantu kerja maka transportation time dalam memindahkan barang dapat
berkurang. Selain itu dapat mengurangi segala bentuk keelakaan kerja akibat sering mengangkut barang – barang berat tanpa menggunakan alat bantu kerja. http://rodajayaltc.indonetwork.co.id/2486876/trolley-troli-lipat-prestar-jepang-nf-301.htm
Tangga
Gambar 5.14 Tangga
Nama tangga : Tangga Caltec Negara asal
: Indonesia
Kapasitas
:-
Dimensi
:3m
Pemilihan jenis tangga diatas karena melihat faktor keamanan. Pada tangga tersebut terdapat penyangga agar tangga terkunci. Selain itu tangga yang dipilih yaitu memiliki tinggi 3 kg agar dapat mencapai lemari storeroom yang tertinggi. Dengan adanya tangga yang digunakan sebagai alat bantu, maka admin/operator tidak akan kesusahan dalam mencapai barang yang letaknya paling atas dan dapat mengurangi segala bentuk kecelakaan kerja. http://www.kimkoaluminium.com
5.4.2 Perbaikan Layout
40 cm
300 cm
380 cm
40 cm
5.4.2.1 Layout Awal
gambar 5.15 Layout Gudang Sparepart PT. CPI Salatiga
Keterangan
Gambar 5.16 Tumpukan Sparepart Sparepart
Gambar 5.17 Lemari Penyimpanan Sparepart
Layout storeroom untuk saat ini 77% dari storeroom sudah digunakan untuk melakukan penyimpanan sparepart dan untuk meletakkan meja kerja admin/operator. Hal ini menyebabkan transportasi sparepart dari dan ke gudang menjadi terhambat
karena tidak leluasanya pekerja/admin dalam bergerak memindahkan barang. Selain itu penataan sparepart yang kurang teratur dan kurangnya rak penyimpanan barang menyebabkan pencarian sparepart menjadi sangat lama padahal tidak semua sparepart di storeroom belum dilakukan pelabelan pada sparepart. Dalam pembuatan layout usulan mempertimbangkan dari permintaan customer di storeroom, untuk itu metode yang digunakan yaitu menggunakan kuesioner sebanyak 20 sampel dari . mekanik, pegawai storeroom dan foreman dari PT. CPI Salatiga. Berikut rekap data kuesioner yang telah disalin ulang dan terlampir. Berdasarkan hasil kuosioner yang telah terlampir dapat diambil kesimpulan bahwa perancangan pola peletakkan sparepart ilakukan dengan prinsip similarity dan tetap memperhatikan poplarity dari masing – masing sparepart. Selain itu pada gudang diterapkan racking system dengan memanfaatkan ketinggian untuk memperbanyak kapasitas dari gudang. Pada prinsip ini,nantinya produk akan diklasifikan sesuai dengan metode klasifikasi ABC, dimana kelas A menunjukkan produk – produk yang fast moving, kelas B untuk produk medium moving, dan kelas C untuk produk slow moving. Data total barang yang keluar periode januari – agustus 2012 per sparepart ditunjukkan pada tabel 5. 4 ( terlampir ) dibawah ini dan sparepart – sparepart pada tabel 5.4 ( terlampir ) telah diurutkan dari barang keluar yang terbanyak kemudian dihitung presentase komulatifnya dan diklasifikasikan dengan menggunakan metode ABC. Persentase produk yang keluar dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase = Keterangan : Fi
= frekuensi keluar produk i
Ftotal = frekuensi keluar total produk Contoh perhitungan :
Blind Rivet 4 mm
Persentase =
= 16,62%
Berikut pengklasifikasian ABC telah terlampir Berdasarkan hasil perhitungan dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.4 ( terlampir ) spare part kelas A merupakan aktivitas yang memiliki moving yang tinggi yaitu dengan frekuensi sebesar 79,8% yang peletakannya seharusnya diletakkan di rak dekat pintu incoming dan outcoming. Selanjutnya untuk spare part klasifikasi B dengan persentase frekuensi sebesar 14,9% dan untuk spare part kelas C memiliki persentase frekuensi sebesar 4,73%. Selanjutnya dari persentase frekuensi tersebut dikelompokkan di mana kategori A merupakan spare part fast moving, kategori B merupakan spare part yang medium moving dan spare part kategori C adalah spare part yang slow moving.
5.4.2.2 Layout Perbaikan dengan Memperhatikan Prinsip Popularity , Similarity dan Racking System
50 cm
300 cm
SAUSAGE
MEKANIK
72 cm
300 cm
FUTHER
115 cm
50 cm
115 cm
MEKANIK
elektrik
MEKANIK
300 cm
300 cm
300 cm
CIVIL
elektrik
CIVIL
143 cm
MEKANIK MEKANIK
ELEKTRIK
300 cm
143 cm
300 cm
KAIN MAJUN
CIVIL
50 cm
80 cm
50 cm
40 cm
35 cm
120 cm
120 cm
50 cm
60 cm
143 cm
Metta cip Buspray Cipton Oli petrocanada, dll
PIPA
Gambar 5.18 Layout Storeroom ( ruangan lama )
Gambar 5.15 Merupakan layout storeroom dengan ukuran lebar 3,8 meter dan panjang 10,66 meter sehingga luas yang dimiliki yaitu sebesar 40,508 meter2. Layout storeroom
sebelumnya, storeroom memiliki 6 rak penyimpanan dimana 5 rak disusun secara horizontal ke belakang dan 1 rak penyimpanan menghadap vertikal. Kemudian setelah dilakukan penataan layout ulang, layout ditata seperti gambar 5.18. Terdapat penambahan rak penyimpanan sebanyak 4 rak penyimpanan dan 1 rak buku. Pada luar storeroom terdapat 1 rak penyimpanan yang memiliki luas 1,5 meter2 yang direncanakan untuk penyimpanan nampan ABF yang ditata kurang teratur di luar storeroom. Penambahan rak tersebut menerapkan racking system sehingga sparepart – sparepart di dalam kardus yang diletakkan di lantai tidak memenuhi lantai dan dapat dirigkas dimasukkan/diletakkan di dalam rak penyimpanan. Berikut perhitungan fasilitas – fasilitas yang ada di dalam storeroom setelah
50 cm
menerapkan racking system :
Gambar 5.19 Rak Penyimpanan 3 x 0,5 meter Luas rak biasa
= pxl = 3 m x 0,5 m = 1,5 meter2
Luas keseluruhan rak pada layout storeroom setelah perbaikan yaitu = ( 1,5 meter 2 x 6 rak ) = 9 meter2. Sehingga utilitas untuk rak penyimpanan itu sendiri sebesar = 9 meter2. Untuk rak khusus futher dan sausage memiliki luas yang sama dengan rak penyimpanan gambar 5.19 Tetapi memiliki tinggi yang berbeda. Rak futher dan sausage tersebut memiliki spesifikasi sebagai berikut : Panjang
= 300 cm
Lebar
= 50 cm
Tinggi
= 320 cm
Rak tersebut memiliki 4 sekat dalam bentuk tingkatan. Per sekat memiliki panjang sekitar 80 cm.
300 cm
SAUSAGE
320 cm
FUTHER
Gambar 5.20 Rak Untuk Futher Sausage
143 cm
50 cm
50 cm Gambar 5.21 Rak Untuk Sparepart Kecil
Luas rak untuk sparepart kecil
= pxl = 1,43 m x 0,5 m = 0,715 meter2
Luas rak pada gambar 5.21 Yaitu sebesar 0,715 meter2. Terdapat 3 rak penyimpanan sehingga utilitas untuk rak penyimpanan tersebut adalah (0,715 meter2 x 3 buah ) = 2,145 meter2. Rak pada gambar 5.22 memiliki spesifikasi sebagai berikut : Panjang
= 143 cm
Tinggi
= 254 cm
Tebal
= 50 cm
Memiliki sekitar 50 rak – rak kecil yang dignakan untuk menyimpan sparepart – sparepart yang memiliki ukuran kecil. Tiap rak kecil tersebut memiliki ukuran panjang = 25 cm , tinggi = 20 cm dan tebal 50 cm. Lemari tersebut dapat dibongkar pasang pada kotak – kotak penyimpanan barangnya. Sehingga dapat disesuaikan. Jika barang yang disimpan berupa mur baut maka sliding tutup kotaknya dapat dipasang, lalu jika
sparepart yang disimpan berupa MCB,elektroda maka sliding tutup kotaknya dapat dilepas.
254 cm
20 cm
143 cm
25 cm
Gambar 5.22 Rak Untuk Sparepart Kecil
60 cm
69 cm
77 cm
84 cm
120 cm
45 cm
Gambar 5.23 Meja Kerja Admin
Luas meja kerja admin
= pxl = 0,6 m x 1,2 m = 0,72 meter2
Luas tempat duduk admin
= pxl = 0,84 m x 0,45 m = 0,378 meter2
Luas tempat duduk customer
= pxl = 0,77 m x 0,69 m = 0,53 meter2
Luas meja kerja admin yang terletak tepat di depan pintu masuk storeroom sebesar 0,72 meter2. Kemudian untuk luas tempat duduknya sebesar = (0,378 meter2 + 0,53 meter2 )
= 0,908 meter2. sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada meja dan kursi sebesar = 0,72 meter2 + 0,908 meter2 = 1,628 meter2
35 cm
80 cm
Gambar 5.24 Meja Printer dan Telepon
Luas meja printer
= pxl = 0,8 m x 0,35 m = 0,28 meter2
Luas meja printer yang terletak disamping meja kerja admin sebesar 0,28 meter2. Sehingga utilitas / penggunaan ruangan pada meja printer sebesar = 0,28 meter2
120 cm
40 cm
Gambar 5.25 Rak Buku
Luas rak buku
= pxl = 1,2 m x 0,4 m = 0,48 meter2
Rak buku pada storeroom sebelumnya menempel pada dinding tepat diatas meja printer, kemudian setelah perbaikan layout rak buku yang diusulkan yaitu rak buku yang duduk dengan luas rak sebesar 0,48 meter2. Rak buku pada gambar 5.25 Memiliki spesifikasi sebagai berikut : Panjang
= 120 cm
Lebar
= 50 cm
Tinggi
= 80 cm
Rak tersebut memiliki 4 bagian untuk menyimpan buku dan peralatan tulis lainnya.
80 cm
120 cm
Gambar 5.26 Rak Buku
50 cm
300 cm
KAIN MAJUN
Metta cip Buspray Cipton Oli petrocanada, dll
Gambar 5.27 Area Penyimpanan kain majun, dll
area penyimpanan kain majun,dll
= pxl = 3 m x 0,5 m = 1,5 meter2
Untuk kain majun dan sparepart dengan tempat berbentuk dirigen memiliki space tersendiri untuk penyimpanan yaitu sebesar 1,5 meter2. Setelah dilakukan perbaikan layout, maka perhitungan utilitas storeroom dapat dijabarkan sebagai berikut : Luas area keseluruhan = 40,508 m² Luas area yang digunakan = ( luas rak biasa+ luas rak untuk part – part kecil + luas meja kantor dan printer + luas sparepart – sparepart yang diletakkan di lantai + luas untuk kain majun,dll) = 9 m2 + 2,145 m² + 1,908 m² + 0,48 + 1,5 m² = 15,033 m²
Utilitas Ruang =
x 100%
= 37,11 %
Setelah dilakukan perbaikan layout, utilitas penggunaan storeroom berkurang menjadi 37,11 %. Dengan utilitas pemakaian tersebut transportation time pada saat membawa sparepart dari satu tempat ke tempat yang lain menjadi lancar dan operator/admin leluasa bergerak. 5.4.3 Pelabelan / pengkodean Salah satu waste yang terjadi pada storeroom yaitu searching time yang lama pada saat pencarian sparepart. Sebenarnya sudah terdapat sistem pelabelan pada sparepart yang ada di storeroom, tetapi tidak semuanya sparepart diberi label dan kadang penempatan sparepart tidak sesuai dengan label yang sudah tertulis sehingga pada saat mencari menjadi membingungkan. Terlebih lagi untuk sparepart spesial untuk futher dan sausage yang jarak di stok oleh storeroom. Berikut solusi yang kami berikan pada pelabelan di tiap sparepart:
MUR BAUT M12
254 cm
20 cm
143 cm
Gambar 5.28 Contoh Pengkodean/ Pelabelan 1
Cat emco biru
Gambar 5.29 Contoh Pengkodean/ Pelabelan 2
Sock 1"
Sock 2"
Sock 3"
Sock 2 1/ 2"
Sock 4"
Sock 3/4"
Gambar 5.30 Usulan Palet untuk Item 1 Nama dengan Berbagai Ukuran Beserta Contoh Pelabelan
Dalam penataan sparepart untuk kedepannya lebih tertata lagi dan disesuaikan dengan jenis dan ukurannya. Hal ini akan mempermudah dalam pencarian dan mempersingkat waktu pencarian. Jika keseluruhan usulan perbaikan dapat diterapkan maka storeroom PT. CPI Salatiga menerapkan 5S + Safety dalam keseluruhan aktivitas yang ada di storeroom.
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan pada Warehouse sparepart PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Aktivitas – aktivitas yang terjadi pada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia diantaranya pengiriman barang dari supplier, permohonan permintaan barang ke storeroom, dan permintaan barang ke supplier 2. Dapat dilihat dari value stream mapping dan diagram fishbone masing – masing aktivitas bahwa macam – macam pemborosan yang terjadi diantaranya:
Waiting time pada aktivitas pengiriman barang dari supplier
storeroom.
Transportation time pada kegiatan membawa barang dari luar menuju ke
Waiting
time
karena
sparepart
harus
menunggu
ditata
oleh
admin/operator yang bekerja pada jam shift 2 sehingga harus menunggu
terlalu lama
Searching time pada kegiatan mencarikan sparepart untuk mekanik
Transportation time pada saat melakukan penataan barang ke rak
Transportation time pada saat membawa sparepart dari rak menuju ke pemohon sparepart.
3.
Usulan perbaikan yang yang diberikan kepada storeroom PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga untuk mengurangi pemborosan yang terjadi diantaranya :
Menambahkan material handling berupa trolley barang dan tangga untuk mempersingkat transportation time.
Melakukan perubahan layout storeroom
Layout sebelum perbaikan utilitas pemakaian ruangan sebesar 77%
Layout setelah Perbaikan utilitas pemakaian ruangan = 37,11% Memberikan pelabelan/pengkodean pada setiap sparepart
6.2 Saran Beberapa Saran untuk PT. Charoen Pokphand Indonesia Salatiga : 1.
Storeroom PT. CPI Salatiga merupakan sebuah gudang sparepart dimana tempat tersebut banyak didatangi oleh banyak orang seperti mekanik ataupun orang – orang yang membutuhkan sparepart sehingga warehouse management harus benar – benar diterapkan dalam storeroom agar kegiatan dalam storeroom berjalan dengan lancar. Perlu adanya peningkatan evaluasi secara periodik mengenai rencana produksi agar produksi diperiode berikutnya dapat berjalan dengan lebih baik.
2.
Menerapkan 5S + Safety dalam storeroom sangat penting untuk storeroom. Dengan menerapkan 5S + Safety tersebut maka dapat meminimalisir pemborosan – pemborosan apa saja yang terjadi.
3.
Dengan perusahaan menjalankan usulan perbaikan yang telah diberikan maka perusahaan secara langsung menerapkan 5S + Safety dalam storeroom.