BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Dengan semakin menyatunya perekonomian nasional ke dalam tatanan
ekonomi dunia, ketidakpastian usaha akan menjadi ciri dalam dinamika perekonomian global yang harus dihadapi oleh perekonomian Indonesia. Iklim ketidakpastian usaha tersebut antara lain dicerminkan oleh adanya gejolak perubahan harga komoditi yang semakin besar. Dalam jangka panjang, ketidakpastian dalam perkembangan harga atau yang biasa disebut dengan resiko harga ini akan menyulitkan para pelaku ekonomi, baik domestik maupun internasional, dalam upaya mereka melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Resiko juga semakin bertambah dengan adanya pengaruh akibat perubahan kurs, tingkat suku bunga atau inflasi. Untuk dapat berperan di pasar dunia sekaligus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, maka satu-satunya jalan bagi Indonesia adalah dengan meningkatkan daya saing komoditinya agar tetap mampu bersaing di pasar global. Dari pengalaman krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami Indonesia dewasa ini terbukti bahwa hanya sektor agribisnis yang paling mampu bertahan. Disadari pula bahwa pengembangan agribisnis melalui pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas produksi semata tidak dapat dipertahankan lagi. Namun demikian, meskipun pengembangan agribisnis memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi, secara alami bisnis di bidang komoditi pertanian itu sendiri sangat akrab dengan resiko karena sifatnya yang musiman (seasonal) dan mudah rusak (perishable). Setiap gejolak yang terjadi dalam pasokan/permintaan komoditi pertanian secara cepat akan berdampak pada bergejolaknya harga komoditi tersebut. Untuk itulah dunia usaha Indonesia, termasuk produsen baik yang besar ataupun yang kecil dan
Laboratorium Pengembangan Pasar Modal (LPPM) Lembaga Pengembangan Manajemen dan Akuntansi (LePMA)
1
kelompok petani, harus mampu mencari, mendalami, dan meningkatkan aktivitas pengelolaan resiko agar terlindung dari resiko yang dapat merugikan mereka. Membaiknya arus informasi yang berhubungan dengan harga, produksi, konsumsi, volume perdagangan, dan juga perkiraan (ekspektasi) pasar, membuat pasar berjangka lebih transparan dan bersaing (competitive). Semakin banyak informasi tentang pasar diketahui orang, akan membuat mereka semakin mampu mengantisipasi pembentukan harga di pasar. Untuk menilai manfaat khusus pasar berjangka bagi ekonomi memang sulit. Namun menurut suatu hasil studi tentang pasar berjangka ternyata menunjukkan bahwa pendapatan (income) yang diperoleh mereka yang menggunakan pasar berjangka untuk tujuan hedging lebih stabil dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya. Meskipun mereka tidak selalu memperoleh harga tertinggi, namun mereka juga jarang memperoleh harga terendah. Bagi para penggunanya, pasar berjangka memberi kesempatan untuk menstabilkan pendapatan mereka. Di dalam suatu industri yang mengedepankan persaingan, keuntungan yang diperoleh tersebut pada akhirnya akan beralih/diserap ke/oleh sektor ekonomi lainnya, yang akan membuat alokasi sumber ekonomi menjadi lebih baik.
1.2.
SEJARAH PENDIRIAN BURSA Fasilitasi pendirian Bursa Berjangka selain untuk memenuhi kebutuhan
akan lindung nilai, juga didorong untuk mencegah usaha-usaha berkedok sejenis Bursa Berjangka, yang sebenarnya adalah perjudian terselubung (kasino). Untuk itu, mulai tahun 1977, pemerintah mengambil beberapa tindakan, yaitu: -
Melarang penyaluran amanat ke luar negeri (instruksi Memperdag No. 03/M/INS/VI/77).
-
Mendirikan BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) serta PT Kliring dan Jaminan Bursa Komoditi (PP No. 35 tahun 1982). Pada tahun 1991, pemerintah mulai melemparkan ide dengan menawar-
kan perdagangan komoditi di bursa pada pelbagai asosiasi. Ada 3 asosiasi yang bersedia, yaitu AEKI, GAMMI dan GAPKI. Langkah ini diikuti dengan pembentukLaboratorium Pengembangan Pasar Modal (LPPM) Lembaga Pengembangan Manajemen dan Akuntansi (LePMA)
2
an tim kecil berdasarkan keputusan BAPPEBTI No. 07/BAPPEBTI/KP/X/1991 yang mulai bekerja pada bulan Agustus 1991. Anggota tim merupakan utusan dari FAMNI (AIMMI dan GAPKI) dan AEKI yang mengumpulkan uang untuk pembiayaan studi kelayakan, rencana usaha dan perancangan tata tertib bursa oleh konsultan dari Australia dan Malaysia. Undang-Undang No. 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi akhirnya keluar di tengah krisis ekonomi yang sedang memuncak. Undang-Undang tersebut menyebutkan dengan jelas: 1. Tidak menutup kemungkinan adanya lebih dari 1 bursa (tidak monopoli). 2. Melarang pendiri terafiliasi. 3. Melarang pemegang saham memiliki atau menguasai lebih dari 1 (satu) saham. 4. Pemegang saham baru (selain pendiri) harus merupakan pialang. 5. Mengharuskan direksi yang independen dan profesional. 6. Mengharuskan paling sedikit 1 (satu) komisaris mewakili masyarakat. Setelah tidak ada perkembangan apapun selama tahun 1998 dan kontroversi pemerintah tentang larangan ekspor sawit, akhirnya keluar PP No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi pada tanggal 27 Januari 1999. Melalui kerja cepat dan rekrutmen calon pendiri, maka pada tanggal 19 Agustus 1999, AEKI dan FAMNI telah berhasil mengumpulkan 29 perusahaan tidak terafiliasi dari berbagai jenis industri (kopi, sawit, keuangan, dan perdagangan). Akhirnya pada tanggal 11 Juli 2000, PT Bursa Berjangka Jakarta menyerahkan surat permohonan izin usaha Bursa Berjangka kepada BAPPEBTI. Izin usaha penyelenggaraan Bursa Berjangka secara resmi akhirnya dikeluarkan oleh BAPPEBTI kepada PT Bursa Berjangka Jakarta pada tanggal 21 November 2000 melalui Surat Keputusan Kapala BAPPEBTI No. 02/BAPPEBTI/SI/XI/2000. Perdagangan perdana di PT Bursa Berjangka Jakarta dimulai pada tanggal 15 Desember 2000 dengan 2 komoditas, yaitu Kopi Robusta dan Olein.
Laboratorium Pengembangan Pasar Modal (LPPM) Lembaga Pengembangan Manajemen dan Akuntansi (LePMA)
3
1.3.
MANFAAT PERDAGANGAN BERJANGKA Ada 2 manfaat utama dari perdagangan berjangka komoditi, yaitu sebagai
sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai atau “hedging” dan sarana pembentukan harga (price discovery). Pada dasarnya harga komoditi primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktorfaktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung-nilai menggunakan Kontrak Berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil mungkin dampak (resiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut. Dengan memanfaatkan Kontrak Berjangka, produsen komoditi dapat menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian pada harga yang telah dipastikan atau “dikunci” sekarang (sebelum panen). Manfaat yang sama juga dapat diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditi di masa yang akan datang, pada saat harus memenuhi kontraknya di luar negeri, atau pengolah yang harus melakukan pembelian komoditi secara berkesinambungan. Manfaat kedua adalah sebagai sarana pembetukan harga yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dimungkinkan karena transaksi hanya dilakukan oleh/melalui Anggota Bursa, mewakili nasabah atau dirinya sendiri, yang berarti antara pembeli dan penjual Kontrak Berjangka tidak saling kenal/mengetahui secara langsung. Harga yang terjadi di Bursa umumnya dijadikan sebagai harga acuan (price reference) oleh dunia usaha, termasuk petani dan produsen/pengusaha kecil, untuk melakukan transaksi di pasar fisik. Lembaga-lembaga keuangan dan bank akan lebih senang menyalurkan kredit kepada unit usaha yang memiliki kepastian usaha di mana nilai produknya terlindungi dari fluktuasi harga yang tidak menguntungkan. Bagi para investor yang menginginkan alternatif investasi untuk portofolionya, Perdagangan Berjangka dapat dijadikan pilihan yang dapat memberikan keuntungan besar, meskipun resiko yang dihadapi juga cukup besar (high risk, high return).
Laboratorium Pengembangan Pasar Modal (LPPM) Lembaga Pengembangan Manajemen dan Akuntansi (LePMA)
4
1.4.
KOMODITI YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA Komoditi dalam arti luas adalah segala barang yang berguna dan dapat
diperdagangkan. Komoditi yang menjadi subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa adalah komoditi pertanian, kehutanan, pertambangan, industri hulu, serta jasa. Setiap komoditi yang kontraknya diperdagangkan di Bursa, spesifikasinya ditetapkan secara jelas, yang menyangkut jumlah, kualitas dan waktu penyerahan, sehingga para pemakai/pengguna Bursa dengan mudah dapat melakukan transaksinya.
1.5.
PENGGUNA/PELAKU KONTRAK BERJANGKA Produsen, pengolah, pedagang, eksportir dan konsumen menggunakan
Kontrak Berjangka sebagai alat untuk melindungi dirinya dari resiko fluktuasi harga. Pasar berjangka menjanjikan kestabilan pendapatan bagi produsen karena harga komoditinya dapat diprediksi dan di”kunci” dengan baik. Di samping “hedger”, yaitu yang menggunakan Kontrak Berjangka untuk mengurangi resiko, dipihak sebaliknya ada yang disebut “investor/speculator” yaitu mereka yang ingin mencari keuntungan dari adanya fluktuasi harga. Investor atau spekulator biasanya membeli Kontrak Berjangka pada saat harga rendah dan menjualnya pada saat harga naik, atau sebaliknya menjual Kontrak Berjangka pada saat harga diperkirakan akan mengalami penurunan dan membelinya kembali pada saat harga rendah. Dalam sistem Perdagangan Berjangka para spekulan dapat dipandang sebagai peserta-peserta yang bersedia menerima resiko yang dipindahkan dari para hedger. Mereka berdagang komoditi berjangka semata-mata untuk spekulasi keuntungan saja. Ada dua jenis spekulan, yaitu: 1. Investor institusional, seperti Bank 2. Investor ritel, yakni perorangan pada umumnya.
Laboratorium Pengembangan Pasar Modal (LPPM) Lembaga Pengembangan Manajemen dan Akuntansi (LePMA)
5