BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri, seperti halnya di Teluk Banten. Sepanjang 16,62 km pesisir Bojonegara, telah berdiri kawasan industri seluas 1.372 Ha. Beberapa industri yang ada di kawasan tersebut membuang limbahnya ke perairan Teluk Banten. Menurut BAPEDAL (2006), Kecamatan Bojonegara ini merupakan penyumbang limbah industri terbesar kedua yang mengalirkan limbahnya ke Teluk Banten dengan volume limbah sebesar 1.759.700 m3/tahun. Kondisi ini dikhawatirkan akan menurunkan kualitas perairan dan ekosistem pesisir di sepanjang teluk Banten. Volume limbah industri yang semakin banyak mengalir ke perairan Teluk Banten akan membuat lingkungan perairan tidak mampu membersihkan dirinya, sehingga sangat mengancam kelestarian ekosistem yang ada di perairan Teluk Banten. Hasil penelitian dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa perairan teluk Banten telah tercemari oleh logam berat yang banyak terkandung dalam limbah industri, diantaranya Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb). Data penelitian Jumariyah (2001), menunjukkan bahwa konsentrasi Cu sebesar 0,250 ppm dan Pb sebesar 0,184 ppm di perairan Teluk Banten, telah melebihi konsentrasi Cu dan Pb alami di laut. Tembaga (Cu) termasuk logam berat essensial bagi kehidupan organisme meskipun dalam jumlah yang sedikit (mikronutrien), untuk
membantu dalam
proses fisiologis makhluk hidup seperti kerja enzim dalam pembentukan organ.
Timbal (Pb) merupakan logam non esensial yang termasuk golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh (Palar 2004). Tembaga (Cu) dan Timbal
(Pb) merupakan logam berat yang banyak digunakan untuk industri dan mempunyai toksisitas tinggi. Logam berat merupakan polutan yang berbahaya dan
1
2
sering terdeteksi di wilayah perairan hingga menuju ke laut. Logam berat Cu dan Pb pada tingkat tertentu dapat menjadi racun bagi makhluk hidup karena sifat logam berat yang sulit diurai oleh mikroorganisme (non biodegradable) dan mempunyai waktu retensi yang lama sehingga dapat lama berada dalam perairan dan mengendap dalam sedimen (Fahruddin 2010). Logam berat tersebut dapat diserap masuk tubuh biota dan melalui rantai makanan logam berat tersebut dapat masuk ke dalam biota lainnya dan akhirnya sampai ke manusia. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Perairan Bojonegara Teluk Banten pada bulan Agustus dijumpai hamparan padang lamun di sepanjang pesisir Bojonegara dengan jenis lamun yang masih banyak adalah Enhalus acoroides. Hasil analisis logam berat dalam sampel air, sedimen dan tumbuhan lamun yang diambil saat survei, menunjukkan adanya logam berat Pb dan Cu pada sampel tersebut. Kandungan Pb dan Cu dalam air, masing-masing 0,1086 ppm dan 0,0072 ppm; ii) pada sedimen sebesar 0,0424-0,6390 ppm dan Cu sebesar 0,1778-0,2356 ppm; iii) pada daun lamun Enhalus acoroides kandungan Pb sebesar 0,0953-0,4725 ppm dan Cu sebesar 0,2028-0,2202 ppm. Ini menunjukkan bahwa Cu dan Pb telah terakumulasi sampai ke tumbuhan lamun. Konsentrasi Cu dan Pb dalam daun lamun yang cukup mengkhawatirkan karena daun lamun merupakan makanan utama bagi herbivora yang hidup di laut. Lamun juga mendukung berbagai jaring-jaring makanan karena menghasilkan serasah serta detritus dalam jumlah banyak dan merupakan makanan bagi inveterbrata dan ikan (Kiswara 1994). Mengingat adanya logam berat Cu dan Pb dalam air, sedimen dan lamun, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar logam berat dalam tumbuhan lamun. Menurut Siswanto (2010), kadar logam berat dalam tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah jangka waktu tumbuhan kontak dengan logam serta lingkungan yang mempengaruhi area seperti jenis dan banyaknya tumbuhan penutup dan biota di sekeliling tumbuhan tersebut.
3
Pada penelitian ini faktor yang diteliti adalah ukuran tumbuhan lamun. Perbedaan ukuran tumbuhan lamun ini dapat menunjukkan perbedaan umur dan jangka waktu tumbuhan lamun kontak dengan logam. Menurut Siregar (2003) dalam Irmanika (2011) masing–masing ukuran lamun memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Semakin besar ukuran lamun maka semakin besar pula kemampuan lamun untuk menyerap logam berat.
1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah 1) Sejauh mana kandungan logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) pada masing-masing stadia umur lamun Enhalus acoroides yaitu lamun muda, lamun sedang dan lamun tua. 2) Berapa besar kandungan logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) di dalam air dan sedimen dibandingkan standar baku mutu untuk air dengan baku mutu untuk biota laut KEPMEN LH No. 51 tahun 2004 dan untuk sedimen dengan baku mutu Sediment Quality Value Guideline for Hongkong.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb pada masing-masing stadia umur lamun Enhalus acoroides, 2)
Mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb dalam air dan sedimen untuk menentukan tingkat pencemaran logam berat Cu dan Pb di perairan TelukBanten.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi kepada instansi terkait mengenai tingkat pencemaran logam berat Cu dan Pb, sebagai
4
data acuan (baseline data) bagi rencana pengelolaan kawasan industri di wilayah pesisir Bojonegara Teluk Banten, serta dampaknya terhadap ekosistem sumberdaya perairan yang ada di sekitarnya. Selain itu, memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tingkat keamanan tumbuhan lamun apabila dikonsumsi, karena pada beberapa daerah di Indonesia lamun Enhalus acoroides ini dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
1.5 Kerangka Pemikiran Aktivitas industri besar yang berada di Kecamatan Bojonegara yang membuang limbahnya di sekitar Teluk Banten, diantaranya adalah beberapa industri galangan kapal dan pabrik pembuatan rafinasi gula. Industri tersebut diduga sebagai penghasil limbah yang mengandung logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) karena industri ini menggunakan logam berat tersebut dalam proses kegiatannya. Anggaraini (2007) mengemukakan bahwa industri galangan kapal yang bergerak dalam perawatan, pembersihan dan perbaikan kapal, menggunakan salah satu bahan bakunya adalah cat. Cat mengandung logam berat Cd, Cu, dan Zn yang berguna sebagai zat pewarnaan (pigmen) dan pelapis agar mudah kering. Limbah dari pabrik rafinasi gula yaitu pada proses kristalisasi memungkinkan adanya penggunaan unsur kimia antara lain belerang dioksida, timbal, tembaga, arsen dan cemaran mikroba (Inimedanbung 2011). Logam berat dalam jumlah yang berlebih akan bersifat toksik terhadap organisme yang hidup di lingkungan laut. Selain bersifat toksik, logam berat akan terakumulasi dalam air, sedimen dan biota melalui proses biokonsentrasi, bioakumulasi,
dan
biomagnifikasi
oleh
biota
laut.
Bioakumulasi
dan
biomagnifikasi merupakan proses biologi yang mampu mengendapkan logam pada tubuh organisme melalui rantai makanan. Pada proses kimia fisika, logam berat terlarut dan terendap pada sedimen dan dapat pula terabsorbsi pada zat tersuspensi. Kemudian logam berat akan terendapkan pada tumbuhan, biota atau
5
organisme laut yang hidup di laut, terutama lamun yang hidup di sedimen perairan (Puspitasari 2007). Tumbuhan air dapat menyerap ion-ion dan unsur hara dari lingkungan ke dalam tubuh melalui membran sel dan mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam sedimen. Mekanisme masuknya partikel logam berat ke dalam jaringan daun dapat melalui stomata
daun dan juga masuk kedalam jaringan daun melalui
proses penyerapan pasif (Dahlan 2004 dalam Ruhaibah 2011). Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga yang dapat bertahan dan menyesuaikan diri untuk hidup pada perairan dengan salinitas tinggi. Salah satunya adalah jenis lamun. Tumbuhan lamun mempunyai kemampuan untuk menyerap maupun mengeluarkan nutrisi ke sedimen (melalui akar) dan ke perairan (melalui daun) sehingga memungkinkan masuknya bahan pencemar yang ada di perairan. Setiap bagian lamun mempunyai kadar logam yang berbeda sesuai dengan meningkatnya umur daun, dipengaruhi oleh konsentrasinya dalam sedimen dan dalam air, sehingga lamun dapat dipergunakan sebagai organisme pemantauan pencemaran lingkungan (Pulich et al. 1976 dalam Kiswara 1989). Menurut Siregar (2003) dalam Irmanika (2011), lamun dapat berbeda-beda antara lokasi yang satu dengan
pertumbuhan daun lainnya. Hal ini
dikarenakan kecepatan atau laju pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor internal seperti metabolisme, fisiologis, dan faktor-faktor eksternal seperti, zat hara, tingkat kesuburan substrat dan parameter kualitas air. Parameter kualitas air dapat juga mempengaruhi daya larut logam berat. Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi parameter lingkungan perairan yaitu suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, dan arus. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air, bila suhu air laut tinggi maka pH akan menurun yang akan menambah adsorpsi senyawa logam berat pada partikulat (Palar 2004). Perairan yang mengandung logam berat akan bersifat asam daripada air yang bebas logam berat (Darmono 1995). Apabila suhu air laut meningkat maka terjadi peningkatan nilai salinitas yang akan menyebabkan semakin rendah konsentrasi logam beratnya (Nanty 1998 dalam Anindita 2002).
6
Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis polutan, konsentrasinya, dan lamanya polutan itu berada (Panjaitan 2009). Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap tumbuhan air baik di perairan tawar maupun di laut, menunjukkan baa adanya perbedaan kandungan lamun pada berbagai bagian tanaman. Arman dan Nisma (2008) menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur tanaman genjer dan eceng gondok, semakin bertambah pula penyerapan logam berat Pb, Cd dan Cu yang dilakukan kedua tanaman. Ini disebabkan bertambahnya bobot kedua tanaman. Hasil penelitian Irmanika (2011) memperlihatkan bahwa kandungan logam berat Pb dalam lamun jenis Cymodocea rotundata pada beberapa bagian tanaman (akar, seludang serta daun) dari lamun muda, sedang dan tua menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Kandungan Pb di bagian akar, seludang dan daun tidak berbeda. Efendi (2009) melaporkan kemampuan lamun mengikat Cu lebih baik daripada Pb di Teluk Lampung yaitu rata-rata paling tinggi terdapat pada air 0,0472 ppm, daun sebesar 0,011, akar sebesar 0,0059 ppm dan paling rendah terdapat pada sedimen 0,0013 ppm. Sementara untuk logam Pb pada akar, ratarata pada daun sebesar 0,007574 ppm, pada akar sebesar 0,002379 ppm, air sebesar 0,0043 ppm, dan sedimen sebesar 0,0014 ppm. Akumulasi logam berat dalam tumbuhan air tersebut perlu menjadi perhatian bagi manusia karena logam berat tersebut dapat masuk dalam tubuh dan terakumulasi pada organ detoksifikasi apabila tumbuhan tersebut dikonsumsi oleh manusia. Sebagian masyarakat di desa Waai, Maluku Tengah ada yang memanfaatkan lamun jenis Enhalus acoroides untuk menjadi makanan dan buah lamun dapat dikonsumsi karena memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein dan lemak (Badui 2010).
7
Secara garis besar kerangka pemikiran dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut ini,
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikiran
8