14
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dua kualitas utama arsitektur (komoditas dan kepuasan) yang telah diturun-temurunkan Vitruvius, dapat tercapai lebih lengkap saat hal itu terlihat sebagai sesuatu yang berkelanjutan, tidak terpisah. Namun, secara umum penggabungan kreativitas kedua kualitas (komoditas dan kepuasan) kemungkinan besar akan terjadi saat sang arsitek tidak terlalu mengasyikkan diri dengan pembuatan bentuk atau pemecahan masalah, tetapi dapat melihat pengalaman bangunan sebagai satu kesatuan (Dixon, 1990) dalam (Lechner, 2015). Arsitektur terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya. Sudah banyak inovasi-inovasi bangunan yang dilakukan, baik dalam hal material, cara membangun, bentuk dari bangunan itu sendiri, maupun energi yang digunakan pada operasional bangunan itu sendiri. Namun banyak dari jumlah bangunan tersebut yang dibuat tanpa memperhatikan aspek lingkungan untuk jangka panjang, sehingga timbul masalah baru yang membawa dampak negatif kepada lingkungan itu sendiri. Hal tersebut diperparah dengan kondisi iklim yang semakin memburuk dan dampaknya sudah sebagian dapat dirasakan saat ini.
Gambar 1.0.1 Grafik Perubahan Temperatur di Permukaan Bumi Sumber : (http://www.giss.nasa.gov, 2008) Dari grafik temperatur di atas memperlihatkan perubahan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang harus diminimalisir, khususnya dalam bidang arsitektur
15
yang cukup berperan dalam penghematan energi bangunan. Issue ini sudah berkembang menjadi isu global yang biasa disebut dengan global warming. Pada dasarnya global warming merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,180 C selama 100 tahun terakhir. (Muhi, 2011)
Gambar 1.0.2 Rising Global Temperature and CO2 Sumber : (http://www.climatecentral.org, 2014) Suhu permukaan bumi yang terus meningkat menimbulkan efek yang signifikan yaitu perubahan iklim yang drastis, alias pemanasan global. Menurut UU No. 31 Tahun 2009 Tentang “Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika”, Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Upaya menciptakan lingkungan berkelanjutan untuk mengatasi krisis energy dan dampak kekurangnyamanan ruang akibat global warming dapat dilakukan mulai dari skala terkecil, yaitu skala bangunan. Dalam bidang arsitektur, muncul istilah green architecture untuk mendefinisikan desain arsitektur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.Arsitektur ramah
16
lingkungan (green architecture) dapat diterjemahkan melalui desain pasif dan aktif. (Fitriyah, Kaswanto, & Arifin, 2010). Rancangan pasif adalah konsep desain yang memanfaatkan energy matahari dan kondisi iklim secara pasif. Upaya menyilang sirkulasi udara dan memasukkan sinar matahari tidak langsung adalah sebagian dari penerapan rancangan pasif. Adapun rancangan aktif sudah memikirkan lebih jauh tentang bagaimana mengkonversi energi matahari energi dalam bentuk lain. Secara spesifik, konsep dari berkelanjutan adalah meminimalkan penggunaan sumber daya tak terbarukan, pencapaian pemanfaatan keberlanjutan sumber daya terbarukan, dan daya serap limbah local dan global. Secara rinci konsep dari keberlanjutan ini diagmbarkan pada teori keberlanjutan lingkungan oleh Kyushu University dengan tema Sustainable Habitat System, yaitu T = W – D. teori ini menjelaskan dalam perancangan urban T (throughput) harus bernilai maksimum agar mencapai kondisi tersebut, nilai W (welfare) harus maksimal dengan cara safety, relief, health, dan comfort yang efisien, serta memiliki sense harus sufficient dengan dampak kerusakan lingkungan seminimal mungkin. (Kusumawanto & Astuti, 2014) Secara geografis Indonesia berada dalam garis katulistiwa atau tropis, namun secara termis (suhu) tidak semua wilayah Indonesia merupakan daerah tropis. Daerah tropis menurut pengukuran suhu adalah daerah tropis dengan suhu rata-rata 20º C, sedangkan rata-rata suhu di wilayah Indonesia umumnya dapat mencapai 35º C dengan tingkat kelembaban yang tinggi, dapat mencapai 85% (iklim tropis panas lembab). Keadaan ini terjadi antara lain akibat posisi Indonesia yang berada pada pertemuan dua iklim ekstrim (akibat posisi antara 2 benua dan 2 samudera), dan perbandingan luas daratan dan lautannya. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya sebab produktifitas kerja manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. (Talarosha, Menciptakan Kenyamanan Termal Dalam Bangunan, 2005). Hal ini disebabkan oleh tingginya suhu, radiasi matahari, curah hujan, dan
17
kelembaban serta karakteristik angin yang berbeda dengan kawasan lain seperti arah angin yang sering berubah-ubah, sering terjadi turbulensi dan kecepatan rata-ratanya relatif rendah. Apabila kondisi tersebut tidak disikapi dengan baik maka akan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam beraktivitas khususnya di dalan rumah tinggal sehingga dibutuhkan strategi desain
yang tanggap
terhadap
iklim.
(Kurniawaty,
Gunawan,
&
Surjokusumo, 2012). Dengan kondisi seperti itu, iklim tersebut berpotensi untuk menciptakan kondisi overheating pada siang hari dan kondisi underheating pada malam hari yang mempengaruhi kondisi kenyamanan dalam bangunan.Pada iklim tersebut, masalah ditekankan pada kenyataan bahwa sangat penting untuk mengetahui dengan baik tentang profil radiasi matahari, temperatur dan angin di luar bangunan untuk menciptakan kenyamanan termal dalam bangunan. Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai lingkungan indoor dan faktor pribadi yang akan menghasilkan kondisi lingkungan termal yang dapat diterima sampai 80% atau lebih dari penghuni dalam sebuah ruang, namun tidak pernah tepat didefinisikan oleh standar, secara umum disepakati dalam komunitas riset kenyamanan termal yang diterima adalah identik dengan ‘kepuasan’, dan kepuasan dikaitkan dengan sensasi panas ‘sedikit hangat’, ‘netral’, dan ‘sedikit dingin’. Pemaknaan berdasarkan pada pendekatan psikologis lebih banyak digunakan oleh para pakar pada bidang termal. ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air Conditioning Engineer) memberikan definisi kenyamanan termal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya. (Santoso, 2012) Dengan pemaknaan kenyamanan termal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan
tingkat
kepuasan
seseorang
terhadap
lingkungan
termalnya maka berarti kenyamanan termal akan melibatkan tiga aspek yang meliputi fisik, fisiologis, dan psikologis,; sehingga pemaknaan kenyamanan
18
termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah pemaknaan yang paling lengkap. Kenyamanan termal selain dipengaruhi oleh iklim dan lingkungan sekitar juga dipengaruhi oleh bentuk dan selubung bangunan.Bentuk bangunan yang dimaksudkan bukan sekedar geometri dari bangunan itu sendiri melainkan semua faktor yang menjadi pembentuk dari sebuah karya arsitektur. Selubung bangunan termasuk dinding, atap, lantai dan jendela adalah elemen bangunan yang berinteraksi secara langsung dengan kondisi iklim luar dan memainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi yang nyaman bagi penghuni bangunan (Chávez, 2005). Pada umumnya orang menghabiskan waktunya (lebih dari 90%) di dalam ruangan, sehingga mereka membutuhkan udara yang nyaman dalam ruang tempat mereka beraktivitas, oleh karenanya kecepatan udara yang baik dalam ruangan sangat bermanfaat bagi mereka. (Lee & Chang, 2010). Bangunan sebagai wujud dari produk desain arsitektur mempunyai beberapa fungsi. Fungsi yang pertama adalah sebagai pelindung (shelter), kedua sebagai wadah aktivitas, dan ketiga mempunyai fungsi sosial budaya. Dalam kaitannya sebagai fungsi pelindung, maka bangunan harus mampu menjaga agar penghuni tetap selamat dan aman dari tantangan, serta bahaya dan gangguan dari luar. Gangguan tersebut termasuk di dalamnya adalah tantangan iklim dan cuaca. Sebagai aktivitas, bangunan harus mewujudkan kondisi lingkungan yang paling nyaman untuk penyelenggaraan aktivitas secara maksimal (Sugini, Kenyamanan Termal Ruang, Konsep dan Penerapan pada Desain, 2014) . Pesatnya pembangunan di Kota Bogor telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan seperti perubahan fungsi lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Hal ini berdampak pada perubahan iklim mikro terutama peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban udara. Kenyamanan iklim mikro kawasan menjadi hal penting dalam perancangan lingkungan terbangun. Hal ini berkaitan dengan konsumsi energi yang digunakan untuk mencapai kenyamanan di dalam ruang. Kawasan dengan
19
fenomena urban heat island akan berpotensi memiliki kondisi termal yang tidak nyaman, sehingga mendorong penghuni untuk melakukan adaptasi baik aktif maupun pasif. Pondok Pesantren Madinatul Qur’an merupakan sebuah pesantren Islam modern yang terletak di Jonggol Jawa barat. Kawasan pesantren ini sekitar 100 Ha di atas perbukitan Cibodas Jonggol dan direncanakan sebagai kota wisata Islami yang mandiri. Kawasan Madinatul Quran tersebut memiliki karakteristik lingkungan berupa persawahan, tegalan, sungai dan perkampungan. Secara umum sebagaimana letak wilayah Jonggol, letak geografis berada pada koordinat terletak 60 km sebelah timur laut Bogor. Ketinggian berkisar antara 70 meter (dari dataran pantai terdekat) di atas permukaan laut. 20% areal umumnya tanah datar, 60% bergelombang, dan 20% bukitbukit curam dan lembah dengan luasan wilayah 126,86 km. (BAPPEDA Kabupaten Bandung, 2010) Iklim (selama 19 tahun) dengan curah hujan rata-rata 3.206 mm. Temperatur maksimum rata-rata 32,70C, Temperatur minimum rata-rata 24,50C, dan kelembaban rata-rata 79%. Bulan terbasah terjadi pada bulan Januari (rata-rata 413 mm) dan bulan terkering yaitu pada bulan Juli (116 mm). Periode kering biasanya selama empat bulan yaitu Juni sampai dengan September. Berdasarkan data dari BMKG (Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika) Kantor Pusat Balai Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor pada tahun 2013, kondisi kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari (88%) dan terendah pada bulan September dan November (78%). Sedangkan suhu tertinggi terjadi pada bulan Juni (26.30C) dan terendah pada bulan Februari (24.90C). Kemudian kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari (4.4 knot), sedangkan terendah terjadi pada bulan Desember (1 knot). Berdasarkan data diatas, wilayah Pesantren Madinatul Qur’an merupakan wilayah dengan iklim tropis lembab. Pengendalian kualitas lingkungan termal kawasan
Pesantren
Madinatul
Qur’an
semakin
20
dibutuhkan seiring dengan kelembaban udara yang tinggi pada kawasan tersebut. Dalam pembangunan suatu bangunan maupun rumah tinggal di Wilayah Pesantren Madinatul Qur’an Jonggol, perlu adanya arahan disain yang sesuai dengan iklim di kawasan tersebut. Sehingga diharapkan dengan penelitian dapat merumuskan konsep dan model bangunan nyaman termal yang sesuai untuk kawasan Pesantren Madinatul Qur’an, Jonggol Bogor.
1.2. Pertanyaan penelitian Berdasarkan gambaran latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka pernyataan penelitian yang muncul adalah : 1.
Seperti apa model bangunan rumah tinggal yang nyaman termal di Madinatul Qur’an Jonggol, Bogor?
2.
Seberapa optimal kenyamanan termal ruang dalam model bangunan rumah tinggal di Madinatul Qur’an Jonggol, Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model bangunan yang nyaman termal disesuaikan dengan kondisi iklim dan lingkungan di Madinatul Quran Jonggol, Bogor. Sehingga dapat menciptakan kenyamanan termal semaksimal mungkin bagi penghuninya.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Ilmu Pengetahuan Secara keilmuan manfaat penelitian ini merupakan suatu usaha yang diharapkan dapat menemukan bagaimana model bangunan yang nyaman termal yang sesuai dengan iklim tropis lembab di Indonesia. Sehingga nantinya temuan tersebut dapat menambah pengetahuan tentang model yang nyaman termal.
2.
Bagi Pengelola Yayasan Madinatul Quran Jonggol, Bogor
21
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi Pengelola Yayasan madinatul Quran Jonggol untuk merancang model bangunan yang nyaman termal di Jonggol, Bogor. 3.
Bagi Peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menjadi pintu gerbang untuk memahami lebih dalam lagi bagaimana menciptakan model bangunan yang nyaman termal sesuai dengan karakter iklim yang berada di daerah beriklim tropis.
22
1.5. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No
Peneliti/Tahun
1.
Iftikhar
Raja,
Fergus Kathryn
Judul Penelitian
J. Thermal Comfort: Use of Controls in Upaya pengendalian dan mengurangi kebutuhan
Nicol, Naturally J.
Keterangan
Ventilated
Mc Penelitian).
Buildings(Jurnal energi untuk mendapatkan kenyamanan termal. Penelitian ini mengeksplorasi apakah suhu di luar
Cartney, Michael A.
ruangan memiliki efek pada suhu dalam ruangan
(2001)
dan
bagaimana
hal
ini
dipengaruhi
oleh
penggunaan ‘kontrol lingkungan’ selama puncak musim panas pada bangunan konstruksi berat dan bangunan konstruksi ringan. 2.
Eddy Prianto (2002)
Alternatif Desain Arsitektur Daerah Tropis Penelitian
yang
bertujuan
yntuk
mengetahui
Lembab Dengan Pendekatan Kenyamanan pengaruh dari desain arsitektur suatu bangunan Termal (Jurnal Penelitian).
dengan ventilasi alami dalam tercapainya situasi yang nyaman termal dengan beberapa alternatif design arsitektur seperti keberadaan balkon dan penataan tata ruang interior.
3.
Nyuk Hien Wong, Thermal Comfort in Classrooms in the Mengetahui kondisi kenyamanan termal dalam
23
Shan
Shan
Khoo Tropics(Jurnal Penelitian).
ruang kelas, melalui pengukuran objektif dan
(2003)
membandingkan dengan standar ASHRAE dan mengetahui
persepsi
penghuni
dari
tingkat
kenyamanan termal dalam ruang kelas
dan
menentukan suhu netral, kisaran suhu yang dapat diterima di dalam ruang kelas. 4.
Henry Feriadi, Nyuk Thermal Comfort for Naturally Ventilated Penelitian untuk mengetahui persepsi kenyamanan Hien Wong (2004)
Houses in Indonesia(Jurnal Penelitian).
termal penghuni di dalam rumah tinggal di Indonesia,
mengevaluasi
kesesuaian
prediksi
kenyamanan termal didasarkan pada model adaptif. 5.
L.M.F
Purwanto Kenyamanan
(2004)
Termal
Pada
Bangunan Penelitian kenyamanan termal dengan kasus rumah
Kolonial Belanda di Semarang (Jurnal peninggalan kolonial Belanda. Penelitian).
6.
Sugini (2007)
Model Kenyamanan Termal Termo Adaptif Penelitian tentang tingkat kenyaman termal yang Psikologis Pada Ruang Dalam Bangunan di penekananya Yogyakarta (Disertasi).
7.
Titi Lestari (2008)
pada
termo
adaptif
dengan
penyempurnaan skala indeks PMVtap
Kajian Kenyaman Termal Ruang Dalam Penelitian pada objek rumah baja karya Ahmad Pada Rumah Baja (Steel House) Karya Djuhara dengan lingkup pembahasan berupa
24
Ahmad Djuhara. (Tesis)
pengaruh actor iklim dan material bangunan terhadap kondisi kenyamanan termal ruang dalam.
8.
Nasibeh
Sadafia, Evaluating Thermal Effects of Internal Menguji kinerja kenyamanan termal pada teras
Elias Salleha, Lim Courtyard in a Tropical Terrace House by bangunan dengan berventilasi alami di daerah Chin Hawb, Zaky Computational Jaafar (2011)
Simulation(Jurnal beriklim tropis dengan memanfaatkan halaman
Penelitian).
sekitar. Hasil dari pengukuran lapangan digunakan untuk mengembangkan model dasar, selanjutnya untuk pengujian kenyanyamanan termal kinerja bangunan menggunakan softwareEcotect.
9.
Nurrahmi
Kenyamanan Termal Pemukiman Kota Simulasi sebagai sebuah metode untuk mencapai
Kartikawati (2012)
Studi Kasus Kauman Yogyakarta (Tesis)
kondisi
paling
modifikasi
nyaman
elemen
di
Kauman
pemukiman
kota
dengan yang
berpengaruh pada kondisi kenyamanan termal seperti lapisan penutup tanah, konfigurasi ruang, dan vegetasi.
25
10.
Eddy Imam Santoso Kenyamanan (2012)
Termal
Indoor
Pada Penelitian dengan metode evaluasi kenyamanan
Bangunan di Daerah Beriklim Tropis termal dalam ruangan (indoor) dilakukan dengan Lembab (Jurnal Penelitian).
lingkup
kenyamanan
penghuni,
kenyamanan
melalui media pendinginan aktif dan pasif di daerah iklim tropis lembab. 11.
Prima
Kurniawaty, Study on Energy-Save House and Garden Menetapkan komponen hemat energi, menguji
Andi
Gunawan, Design Concept(Jurnal Penelitian).
komponen hemat energi, dan konseptualisasi desain
Surjono
hemat energi pada desain bangunan menggunakan
Surjokusumo (2012)
asumsi lokasi yang beriklim tropis basah di Bogor, Jawa Barat.
12.
I
Wayan
Wirya Kenyamanan Termal Pada Taman Air Meneliti pengaruh pola penataan taman air dengan
Sastrawan (2013)
Arsitektur Tradisional Bali (Tesis)
konsep
Arsitektur
Tradisional
Bali
terhadap
kenyamanan termal yang dirasakan manusia di dalamnya. Dilakukan dengan pengukuran empiris kondisi termal kemudian disimulasikan dengan software Envi-MET 3.1 dan selanjutnya dianalisis. 13.
Gunawan Tanuwidjaja,
Heinz Frick’s House Design That Is Mengkaji desain yang diterapkan pada rumah Lo Environmentally
Friendly
and Heinz Frick yang memiliki fitur-fitur desain yang
26
Leonardo,
Calista Affordable(Jurnal Penelitian).
Silvanus (2013)
ramah lingkungan dan terjangkau, yaitu dengan penggunaan tenaga dan material lokal, material bekas, dan material ramah lingkungan, serta dibangun untuk menciptakan kesadaran masyarakat untuk desain berkelanjutan dengan memaksimalkan sirkulasi udara silang dan mengurangi kelembaban yang diterapkan dalam desain rumah Heinz Frick.
14.
Mohd
Fadhil
Md Thermal Comfort of Various Building Meneliti kenyamanan termal dari berbagai layout
Din, Yee Yong Lee, Layouts with a Proposed Discomfort Index bangunan dengan tujuan untuk mendapatkan indeks Mohanadoss Ponraj, Range Dilshan
for
Tropical
Remaz Penelitian).
Climate(Jurnal ketidaknyamanan termal pada iklim tropis yang berlokasi di Malaysia dengan pengukuran air
Ossen, Kenzolwao,
temperature dan relatif humidity dengan HOBO
Shreeshivadasan
data logger.
Chelliapan (2014) 15.
Eka
Virdianti, Kajian Penggunaan Material Terhadap Mengkaji
penggunaan
material
terhadap
Elssany Noor, Citra Kenyamanan Termal pada Rumah Tinggal kenyamanan termal pada rumah tinggal dan Yesti,
Ranindita (Jurnal Penelitian).
Desiana (2014)
penerapan teori sustainable architecture yang menitikberatkan kepada sustainable material pada
27
bangunan. 16.
Qi Jie Kwong, Nor Thermal Comfort Assessment and Potential Mengidentifikasi potensi enrgi untuk meningkatkan Mariah Adam, B.B. for Energy Efficiency Enhancement in efisiensi dalam bangunan beriklim tropis dengan Sahari (2014)
Modern
Tropical
Penelitian).
Buildings(Jurnal mempertimbangkan kenyamanan termal penghuni dan memprediksi kenyamanan termal dan perilaku adaptif penghuni bangunan di daerah tropis.
17.
P.K.
Latha,
Darshana,
Y. Role of Building Material in Thermal Mengidentifikasi material bangunan yang memiliki
Vidhya Comfort
Venugopal (2015)
in
Penelitian).
Tropical
Climates(Jurnal sifat termal yang baik untuk digunakan pada selubung bangunan untukmengurangi beban panas bangunan dan meningkatkan kenyamanan termal. Sumber: Analisis, 2015
28
1.6. Kerangka Berpikir LATAR BELAKANG (ISU)
PERMASALAHAN Mengamati pengaruh elemen ruang dalam beberapa model bangunan dengan tingkat kenyamanan termal ruang dalam.
TINJAUAN PUSTAKA Model Bangunan Rumah Tinggal, Prinsip Pertukaran Panas, Kenyamanan Termal, Iklim Tropis Lembab, Indeks Kenyamanan Termal Software Autodesk Ecotect Analysis 2011
LANDASAN TEORI Kenyamanan termal dalam bangunan
METODE PENELITIAN Metode Penelitian, Lokasi , Model Simulasi Software Autodesk Ecotect Analysis 2011
TAHAP SIMULASI MODEL Simulasi Software Autodesk Ecotect Analysis 2011
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kriteria Model Bangunan Nyaman Termal, Kalkulasi nilai Skala Indeks PMV dan MRT
KESIMPULAN
Gambar 1.0.3:Kerangka berpikir proses penelitian Sumber: Analisis, 2015