BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia yang rendah, yaitu berada di antara dua tropik Cancer dan Capricorn yang merupakan batas di mana matahari berada pada posisi zenith, membuat wilayah-wilayah Indonesia mendapat input radiasi matahari yang tinggi di sepanjang tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Koeppen, Indonesia memiliki iklim tropis basah. Iklim Indonesia mendapat pengaruh dari Monsun Asia-Australia. Sistem monsun Asia-Australia memberikan perbedaan jelas pada musim basah dan kering pada wilayah-wilayah di Indonesia. Salah satu variasi pada iklim tropis yang tidak bersifat musiman dan tidak dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari adalah El Nino-Southern Oscillation (ENSO). El Nino-Southern Oscillation merupakan perubahan interaksi antara atmosfer dan lautan yang terjadi pada skala besar (basinwide) pada wilayah ekuatorial Lautan Pasifik; fase hangat merupakan El Nino dan fase dingin merupakan La Nina (Glantz, 1996 di dalam Trenberth, 1997). ENSO merupakan fenomena interanual yang mempengaruhi iklim global dan regional. El Nino / fase hangat bermula pada anomali suhu permukaan laut di bagian timur ekuatorial Lautan Pasifik yang menghangat, menyebabkan lemahnya gradien tekanan udara yang pada akhirnya melemahkan trade winds di Lautan Pasifik. Trade winds yang melemah membuat area hujan bergeser ke timur, menyebabkan wilayah Indonesia mengalami kekeringan sedangkan pulau-pulau dengan gurun di wilayah tengah ekuatorial Pasifik mengalami hujan (Rasmusson & Wallace, 1983). Sedangkan La Nina / fase dingin merupakan anomali suhu permukaan laut di bagian timur ekuatorial Lautan Pasifik yang lebih dingin dari suhu normal.
1
Variasi interanual dan curah hujan bulanan di Indonesia terkait kuat dengan ENSO (Jun Ichi, 2002). Mayoritas El Nino menyebabkan adanya penundaan pada permulaan angin monsun dan menyebabkan kekeringan pada wilayah-wilayah Indonesia, sedangkan La Nina menyebabkan musim penghujan datang lebih awal. Gangguan iklim karena El Nino juga berdampak pada peningkatan area hutan yang terbakar dan kematian terumbu karang karena anomali cuaca, terutama pada saat periode El Nino yang kuat pada tahun 1982-83, 1991-92 (Harger, 1995) serta periode 1997-98. Perairan Indonesia merupakan perairan yang dipengaruhi oleh konektivitas terhadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, sehingga ENSO yang bermula dari Lautan Pasifik turut mengubah dinamika yang terjadi pada perairan Indonesia. ENSO mempengaruhi suhu permukaan laut, tinggi permukaan laut, dan fenomena upwelling. Salah satu pengaruh ENSO terhadap perairan Indonesia yang dapat dikaji yaitu adanya variasi suhu permukaan laut pada fase hangat/El Nino maupun fase dingin/La Nina. Bjerknes (1968) di dalam McGregor, 1998 menyatakan bahwa interaksi antara atmosfer dan lautan merupakan interaksi yang terpadu (coupled). Sirkulasi pergerakan air laut, suhu permukaan laut, energi panas di dalam laut, serta tekanan atmosfer merupakan komponen penyusun iklim dimana perubahan pada satu komponen akan merubah komponen-komponen yang lain. Suhu permukaan laut merupakan faktor utama yang mengontrol adanya konveksi dan dengan demikian menjadi pengontrol utama di dalam distribusi curah hujan (Qu et al., 2005). Suhu permukaan laut juga menjadi faktor penting bagi distribusi nutrisi dan produksi primer (Wentz, 2000). Hal ini menjadikan anomali suhu permukaan laut sebagai satu indikasi perubahan dan gangguan iklim yang terjadi pada periode El Nino dan La Nina. Pengukuran suhu permukaan laut sebelum sekitar tahun 1980 dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang ditempatkan pada garis pantai, kapal, dan alat pengapung. Adanya satelit observasi setelah sekitar tahun 1980 membuat pengukuran suhu permukaan laut dapat dilakukan dengan penginderaan jauh dengan mengukur emisi permukaan bumi pada gelombang infrared dan
2
gelombang mikro. Salah satu instrumen observasi terhadap suhu permukaan laut adalah MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan wahana satelit Terra dan Aqua dari NASA. MODIS mengorbit secara near-polar sunsynchronous, memiliki resolusi temporal 1 hinnga 2 hari, resolusi spasial yang bervariasi dari 250m hingga 1km, dan memiliki 36 rentang band bagi observasi lingkungan dalam bidang oseanografi, atmosfer, dan lingkungan.
MODIS
memiliki rentang spektral 0.4 hingga 14.4μm yang berada pada wilayah visible hingga infrared termal.
1.2. Perumusan Masalah Sirkulasi atmosfer merupakan hasil dari variabilitas komponen-komponen penyusunnya. Variabilitas ini menentukan ragam kondisi iklim dalam berbagai rentang waktu, yaitu harian, mingguan, bulanan, tahunan, hingga ratusan tahun. Teleconncection pattern merupakan anomali yang terus-menerus terjadi di dalam sirkulasi atmosfer yang terjadi pada skala area yang luas, mencakup basin lautan hingga benua. Anomali ini dapat terjadi di dalam rentang waktu beberapa minggu hingga beberapa
tahun, sehingga menjadi komponen penting dalam
variabilitas iklim dan atmosfer. Teleconnection pattern menurut NOAA adalah Arctic Oscillation (AO), El Nino/Southern Oscillation (ENSO), North Atlantic Oscillation (NAO), Pacific Decadal Oscillation (PDO), dan Pacific-North America Index (PNA). ENSO terkait erat dengan perubahan tekanan udara pada permukaan laut antara Darwin dan Tahiti, serta anomali suhu permukaan laut pada ekuatorial Lautan Pasifik yang lebih tinggi/rendah daripada normal. Perairan dan atmosfer Indonesia, termasuk wilayah selatan Jawa, mengalami dampak kejadian ENSO seperti perubahan suhu permukaan laut, perubahan tinggi muka air laut, perubahan kondisi upwelling, perubahan pola angin permukaan, dan perubahan pola curah hujan. Anomali suhu permukaan laut pada periode ENSO menyebabkan bergesernya periode dan area curah hujan di kawasan ekuatorial Lautan Pasifik, serta merubah posisi dan waktu bertiupnya angin monsun. Perubahan angin
3
monsun menyebabkan berubahnya sirkulasi jet stream. Jet stream merupakan sistem angin yang bertiup pada lapisan tropopause, yaitu wilayah transisi atmosfer antara lapisan troposfer dan stratosfer. Perubahan sirkulasi jet stream menyebabkan perubahan temperatur dan curah hujan di berbagai belahan dunia. Beberapa dampaknya adalah cuaca ekstrim, seperti kekeringan maupun curah hujan yang melebihi normal, yang berdampak pada produksi hasil pertanian secara global, serta adanya endemik penyakit. Suhu permukaan laut merupakan faktor utama yang menjadi pengontrol distribusi curah hujan dan juga penting dalam distribusi nutrisi dan produksi primer. Perubahan pada suhu permukaan laut mengubah pola hujan sehingga menyebabkan adanya gangguan cuaca dan iklim, dan juga berpengaruh terhadap konsentrasi klorofil yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme dan struktur ekosistem laut. Penginderaan jauh sistem termal dimanfaatkan untuk monitoring perubahan pada pola suhu permukaan laut karena adanya keterbatasan dalam pengukuran data secara langsung. Pengukuran suhu permukaan laut secara langsung membutuhkan waktu dan biaya
yang tidak sedikit. Citra penginderaan jauh
bervariasi dalam resolusi spasial dan temporal, dan beberapa lembaga menyediakan data yang dapat diakses secara bebas. Beberapa instrumen yang menyediakan data suhu permukaan laut diantaranya adalah AATSR (ESA), MERIS (ESA), AVHRR (NOAA), dan MODIS (NASA). Citra MODIS dimanfaatkan di dalam penelitian ini karena ketersediaan data serta resolusi spektral yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan AVHRR/NOAA. Pemantauan perubahan suhu permukaan laut sangat penting untuk memahami sirkulasi atmosfer dan gangguan yang terjadi di dalamnya. Citra MODIS sebagai salah satu produk penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk pemantauan suhu permukaan laut baik spasial maupun temporal, sehingga kesulitan memperoleh data lapangan secara langsung dapat dihindari. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang dapat disimpulkan adalah: 1. Bagaimanakah perolehan informasi suhu permukaan laut pada daerah penelitian dari pengolahan citra MODIS?
4
2. Bagaimanakah perbandingan pola suhu permukaan laut selama periode normal dan El Nino pada daerah penelitian?
1.3. Tujuan: 1. Mengkaji perolehan informasi suhu permukaan laut pada daerah penelitian dari pengolahan citra MODIS. 2. Menyajikan dan menganalisis variasi suhu permukaan laut pada daerah penelitian selama periode normal (tahun 2001-2002, 2003-2004, 20122013) dan periode El Nino (tahun 2009-2010). 3. Menganalisis perubahan curah hujan pada periode normal dan periode El Nino.
1.4. Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Memberikan gambaran perolehan data suhu permukaan laut yang didapat dari hasil pengolahan citra MODIS 2. Memberikan gambaran perubahan pola suhu permukaan laut di daerah penelitian karena pengaruh kejadian El Nino
5