BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Transportasi merupakan hal yang yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Seluruh pergerakan manusia, hewan dan barang dari satu tempat ke tempat lain tidak pernah lepas dari salah satu moda transportasi. Tersedianya berbagai moda transportasi baik darat, air/laut dan udara membuat mobilitas manusia menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien. Salah satu pilihan moda transportasi adalah transportasi publik atau transportasi umum, transportasi ini adalah jasa transportasi penumpang yang digunakan bersama-sama masyarakat umum. Moda transportasi umum diantaranya termasuk kereta api, bus umum, fery, kapal laut dan pesawat komersil. Transportasi publik yang dengan pengaturan khusus juga tersedia seperti taksi, kapal, speedboat, pesawat charter atau bus khusus yang disewa. Transportasi umum banyak digunakan orang karena sifatnya masal, murah dan semestinya lebih aman. Namun demikian pada kenyataannya kecelakaan pada transportasi umum kerap terjadi, di Kanada selama tahun 2009, sebanyak 11.905 orang luka berat dalam kecelakaan kendaraan bermotor dengan 14.495 pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan tersebut (Traffic Injury Research Foundation of Canada, 2011). Di Indonesia sepanjang tahun 2006 menurut Kementerian Perhubungan terjadi 79 kasus kecelakaan kereta api, 46 kasus kecelakaan pesawat, dan 81 kasus kecelakaan angkutan laut (Widakdo, 2007). Pada tahun 2009 terdapat 15.392 kecelakaan lalu lintas (meningkat rata-rata sebesar 20% pada tahun 2002 sampai 2008). Analisis menunjukkan dari sekian banyak kecelakaan lalu lintas tersebut, 85% terjadi adalah karena kesalahan pengemudi (Ditlantas Polri, 2009). Banyaknya faktor kesalahan manusia dalam berbagai kecelakaan lalu lintas memunculkan praduga adanya faktor risiko lain dibalik kesalahan manusia tersebut. Berbagai studi memperlihatkan pengaruh alkhol dan narkoba terhadap pengemudi kendaraan sangat signifikan. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berdampak sosial dan ekonomi di dunia maupun di Indonesia. (BNN-Puslitkes UI 2004) Dampak penyalahgunaan narkoba pada pekerja banyak sekali antara lain menurunkan produktivitas dan kecelakaan di tempat kerja. Ketidakhadiran pada pekerja penyalahguna narkoba dan alkohol dua hingga tiga kali lebih tinggi dibanding pekerja bukan penyalahguna (Webb G.R., et.all, 1990), pekerja penyalahguna narkoba tiga kali lebih banyak mengklaim penyakit dan lima kali lebih banyak mengklaim kompensasi kesehatan (Cohen, S., 1983). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
1
Penyalahgunaan narkoba sudah terbukti sebagai salah satu faktor risiko kecelakaan kerja (Lehman & Simpson 1992). Sektor transportasi juga tidak luput dari ancaman penyalahgunaan narkoba, contoh pengaruh alkohol dapat mempengaruhi kemampuan pilot dibuktikan dari sebuah studi melibatkan empat relawan maskapai penerbangan percontohan yang dipelajari selama delapan penerbangan simulasi antara San Fransisco dan Los Angeles dalam simulator Boeing 727-232 menunjukkan kesalahan total meningkat secara linear dan signifikan dengan peningkatan alkohol dalam darah (Billings, 1991). Salah satu lain adalah di Australia, sepanjang 1 Januari 1975 hingga 31 Maret 2006 terdapat 36 peristiwa kecelakaan terkait penyalahgunaan narkoba dengan jenis zat alkohol sebagai mayoritas dan sedikit pada zat heroin dan ganja (Newman, 2006). Diketahui juga sebanyak 25 kejadian fatal terjadi sepanjang tahun 1989 sampai dengan 2008 atau sekitar 1.3 kejadian fatal per tahunnya di laut (Marrine review, 2008). Beberapa berita melaporkan banyaknya pekerja transportasi (para pilot, supir dan pelaut) yang menggunakan narkoba namun ternyata tidaklah mudah untuk mendapatkan angka prevalensi penggunaan pada pekerja transportasi. Seperti contoh di Malaysia, untuk mengetahui prevalensi pengguna narkoba di sektor transportasi laut, beberapa kegiatan dilakukan yaitu kegiatan kualitatif, kemudian setelah terindikasi dalam studi kualitatif Tahun 2008 maka kemudian diteliti lebih lanjut prevalensi pelaut yang menggunakan narkoba di Malaysia tahun 2010 melalui studi kuantitatif dan diketahui bahwa lebih dari 1 diantara 3 sampel pelaut ternyata menggunakan narkoba suntik (38,8%) dan lebih dari 1 diantara 10 pelaut ternyata positif HIV yang artinya 20 kali lebih besar daripada prevalence populasi umum di Malaysia (0.5%). 71% mengaku menggunakan narkoba ketika perjalanan menangkap ikan dan 72% mengaku bahwa kapten kapalnya tahu bahwa awaknya menggunakan narkoba dan 63% mengaku menggunakan narkoba bersama-sama (bio-behavioral survei by university of Malaya and WB reported by NCHSR 2012). Di Indonesia total angkatan kerja mencapai 121,2 juta orang, dengan 5,23 juta diantaranya adalah pekerja di sektor transportasi (BPS,2013). Besarnya populasi pekerja ini mendominasi populasi penduduk usia produktif. Sehingga hasil estimasi terhadap penyalahguna guna juga didominasi kalangan pekerja Jumlah pekerja penyalah-guna narkoba diperkirakan sekitar 2,7 sampai 3 juta orang dari 3,7 sampai 4,7 juta pengguna secara umum. Lebih detil lagi hasil survei pekerja tahun 2012 menunjukkan jumlah penyalahguna narkoba di sektor angkutan, gudang dan komunikasi adalah sebesar 3,7% (PPK UI dan BNN RI 2012). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
2
Tabel 1-1
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir Menurut Jenis Kelamin dan Sektor Pekerjaan, Survei Narkoba Pekerja 2009 dan 2012
NO.
SEKTOR PEKERJAAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Laki-laki - Perempuan Pertanian/perkebunan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan/rumah makan/ akomodasi Angkutan, gudang & komunikasi Keuangan/real estate/ persewaan Jasa kemasyarakatan/sosial
8. 9. 10.
NARKOBA SETAHUN 2009*
2012*
2013**
5,2 [1.3461] 3,8 [1.328] 7,5 [268] 3,0 [2.010] 10,1 [924] 5,1 [2.336]
5,1 [7.659] 2,9 [477] 2,6 [231] 2,7 [2.185] 3,9 [512] 7,0 [200] 5,9 [1.431]
4,7 [25.026] 2,5 [1.026] 4,3 [782] 4,0 [5.413] 2,6 [1.669] 5,0 [802] 4,6 [5.127]
5,7 [2.445]
5,0 [499]
3,7 [1.975]
5,0 [1.744]
5,5 [958]
3,6 [3.818]
5,4 [ 2.406]
9,8 [1.166]
8,1 [4.414]
* 10 Provinsi yang sama ** 33 Provinsi
Di Indonesia beberapa kejadian belakangan seperti tertangkapnya pilot yang mengkonsumsi narkoba, dan terjadinya kecelakan fatal di jalan raya karena pengemudi dalam pengaruh narkoba, menguatkan adanya risiko penyalahgunaan narkoba dalam penggunaan alat transportasi, baik publik maupun pribadi. Mengingat luasnya wilayah indonesia, meningkatnya mobilitas penduduk dan besarnya populasi pekerja transportasi membuat risiko terjadinya kecelakaan akibat penyalahgunaan juga makin meningkat. Kualitas hidup diduga juga menjadi faktor pemicu penggunaan narkoba pada pekerja sektor transportasi. Kualitas Hidup di Kehidupan Kerja (QoWL; Quality of Working Life) dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks dari banyak faktor seperti sebagai kepribadian, kehidupan rumah/keluarga, seberapa baik seseorang dapat melakukan pekerjaan serta dukungan dari rekan-rekan dan manajer dan cara bekerja. Terdapat enam faktor yang ditemukan untuk mendukung kualitas hidup masyarakat Kerja: yaitu Pekerjaan dan Kepuasan Karir, Kesejahteraan, Stres di Tempat Kerja, Kontrol di Tempat Kerja, hubungan personal dan Kondisi Kerja. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
3
Penyalahgunaan narkoba di sektor transportasi oleh petugas dan operator ini dikhawatirkan akan sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan transportasi publik. Oleh karena itu perlu upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkotika (P4GN) secara komprehensif pada semua sektor sebagai implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011. Terkait dengan hal tersebut, BNN sebagai organisasi yang berwenang telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Perhubungan RI untuk melakukan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) dilingkungan transportasi Darat, Laut dan Udara. Dalam upaya kerjasama ini tentunya BNN dan Kementerian Perhubungan harus memahami situasi penyalahgunaan narkoba di sektor transportasi. Data awal yang sahih tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba pada sektor transportasi bermanfaat untuk memantau perkembangan tingkat penyalahgunaan di sektor ini. Untuk memperoleh data yang sahih maka diperlukan suatu penelitian untuk mengukur sejauhmana tingkat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada sektor transportasibaik darat, laut ataupun udara, sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan atau bahan dalam penyusunan kebijakan pemerintah yang efektif dan tepat sasaran. 1.2 Tujuan. Tujuan diadakannya Penerbitan Buku Hasil Penelitian BNN Tahun 2013 ini adalah untuk pengembangan, referensi terkini dan menyebarluaskan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan oleh BNN khususnya bidang P4GN dalam rangka mendukung tugas pada masing-masing Satker yang ada di lingkungan BNN, kementerian dan lembaga baik di pusat maupun di daerah, stakeholder dan akademisi dalam rangka ketersediaan data yang akurat dan terkini. 1.3 Sistematika. Sistematika yang akan disusun pada buku ini adalah sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan yang berisi : latar belakang; tujuan dan sistematika.
Bab II
: Pengertian dan Definisi Operasional yang berisi : definisi pekerja; Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan Narkoba.
Bab III
: Metodologi yang berisi : desain studi; lokasi studi; besar dan cara penarikan sampel; variabel instrumen dan analisis data.
Bab IV
: Hasil Penelitian berisi : tingkat partisipasi perusahaan (response rate); profil perusahaan; karakteristik responden dan karateristik pekerjaan responden.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
4
Bab V
: Menilai Tingkat, Kecenderungan dan Pola Penyalahgunaan Narkoba yang berisi : besaran angka penyalahgunaan Narkoba; besaran angka penyalahgunaan Narkoba menurut beberapa karateristik; besaran angka penyalahgunaan Narkoba menurut sektor pekerjaan; besaran angka penyalahgunaan narkoba menurut jenis narkoba; riwayat penyalahgunaan Narkoba; pola penyalahgunaan Narkoba; pengalaman berurusan dengan manajemen/kepolisian dan upaya penyalahguna Narkoba untuk menghentikan kecanduan.
Bab VI : Menilai Pengetahuan dan Sikap Penyalahgunaan Narkoba yang berisi : pengetahuan Narkoba dikalangan para pekerja; keterpaparan informasi tentang Narkoba dan pandangan atau opini dan sikap terhadap seseorang yang memakai Narkoba. Bab VII : Perilaku Merokok, Minum Alkohol dan Perilaku Seks di Kalangan Pekerja yang berisi : perilaku merokok; perilaku minum alkohol dan perilaku seks. Bab VIII : Pola Peredaran Narkoba di Kalangan Pekerja dan Lingkungan Kerja yang berisi : identifikasi penyalahguna Narkoba di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja; penawaran Narkoba di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja dan akses tempat memperoleh Narkoba. Bab IX
: Keterpaparan dan Keterlibatan Pekerja terhadap Program Pencegahan Narkoba yang berisi : kebutuhan kegiatan pencegahan Narkoba di lingkungan tempat kerja; kebijakan program P4GN di perusahaan dan implementasi kebijakan dan program P4GN di perusahaan.
Bab X
: Kesimpulan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
5
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
6
BAB II PENGERTIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 2.1 Pengertian. Pekerja dibedakan antara pekerja formal dan pekerja informal (Mantra I.B, 2003). Pekerja formal dididefinisikan sebagai orang yang bekerja pada orang lain atau instansi dengan menerima upah berupa uang dan/ atau barang, atau bekerja sebagai buruh pada pengusaha dengan menerima bayaran tetap tanpa memandang ada atau tidak ada kegiatan (Mantra I.B, 2003). Pekerja formal termasuk pegawai negeri, TNI/Polri, pegawai swasta, pekerja pabrik. Sedangkan pekerja informal dibedakan; pertama, mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk tukang becak, sopir taksi, dan kuli; kedua yang berusaha dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap, termasuk pengusaha warung, penjaja keliling, atau petani; ketiga, pekerja tanpa menerima upah, termasuk anak membantu ibu berjualan, pekerja keluarga, atau pekerja bukan keluarga tetapi tidak dibayar. Menurut Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 butir 3, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan bentuk lain. Studi ini fokus pada pekerja formal. 2.2 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia KBLI 2005 menurut sektor terlihat bahwa sektor transportasi dikelompokkan bersama dengan pergudangan dan komunikasi . Berikut uraian klasifikasi KBLI 2005: 1) Pertanian, perburuan, dan kehutanan; 2) Perikanan; 3) Pertambangan dan penggalian; 4) Industri pengolahan; 5) Listrik, gas, dan air; 6) Konstruksi; 7) Perdagangan besar dan eceran; 8) Penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minum; 9) Transportasi, pergudangan, dan komunikasi; 10) Perantara keuangan; 11) Realestate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan; 12) Administrasi pemerintahan, pertanahan, dan jaminan sosial; 13) Jasa pendidikan; 14) Jasa kesehatan dan kegiatan sosial; 15) Jasa kemasyarakatan, sosial budaya, dan perorangan lainnya; 16) Jasa perorangan yang melayani rumah tangga; 17) Badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya; 18) Kegiatan yang belum jelas batasannya.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
7
2.3 Moda Transportasi di Indonesia. Dari tahun ketahun sistem teknologi transportasi di Indonesia semakin meningkat. Pada masa pemerintahan orde baru teknologi transportasi dijadikan sebagai program pembangunan. Hal ini dilaksanakan agar pemerintah Indonesia dapat memberikan kemudahan bagi rakyat Indonesia untuk mengakses potensi-potensi daerah lain. Kebijakan transportasi pertama kali yang dilakukan pemerintah orde baru adalah melakukan ekspor alat transportasi umum berupa bus secara besarbesaran, pembangunan terminalterminal, serta jalan-jalan raya penghubung antar daerah. Pelaksanaan program ini dilakukan oleh Departemen Perhubungan. Kemudian pemerintah orde baru membentuk lembaga transportsi darat yaitu Perusahaan Jawatan Kereta Api dan perusahaan umum angkutan bus yang disebut Perum Damri. Seiring dengan munsulnya era kebebasan perusahaan-perusahaan transportasi mulai berkembang. Banyak bermunculan perusahaan-perusahaan transportasi di Indonesia. Disamping itu pemerintah indonesi juga mendirikan pabrik karoseri atau pabrik perakitan alat-alat transportasi. Pendirian pabrik ini membawa kemajuan transportasi yang sangat pesat di Indonesia. Bahkan sampai era sekarang transportasi di Indonesia mengalami puncaknya hingga memunculkan masalah kepadatan arus lalulintas dijalan, jalan-jalan menjadi padat dengan bertambahnya alat-alat transportasi. Secara umum teknologi transportasi di Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah yaitu daratan, lautan dan udara. Adapun perkembangan transportasi di Indonesia di ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut : 2.3.1 Transportasi Darat. Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang. Pertumbuhan potensi dan produksi di Sub Sektor Perhubungan Darat dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2011, sebagai berikut : 1.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rata-rata pertumbuhan Jumlah Perusahaan Bus Antar Provinsi Menurut Provinsi mengalami peningkatan 2,82%; Jumlah Bus Antar Provinsi Menurut Provinsi mengalami peningkatan 2,29%; Jumlah Perusahaan Bus Pariwisata Menurut Provinsi mengalami peningkatan 16,79%; Jumlah Bus Pariwisata Menurut Provinsi mengalami peningkatan 15,01 %; Jumlah Perusahaan angkutan alat berat mengalami peningkatan 27,72%; Jumlah perusahaan Bahan Berbahaya dan Antar jemput antar provinsi mengalami peningkatan 26,53% dan 39,10%; Jumlah perusahaan taxi bandara
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
8
mengalami penurunan 5,77%; Jumlah kendaraan alat berat dan barang berbahaya meningkat 35,16% dan 37,73%; Jumlah unit kendaraan antar jemput antar provinsi mengalami peningkatan 77,64%; Jumlah unit kendaraan taksi bandara mengalami penurunan 0,87 Jumlah Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor di Indonesia mengalami peningkatan 0,59%; Jumlah Terminal Tipe A di Indonesia mengalami peningkatan 3,11%; Jumlah Terminal Tipe B dan C di Indonesia terjadi peningkatan 11,06% dan 18,89%; Jumlah Unit Pengujian Kendaraan Bermotor di Indonesia mengalami peningkatan 9,06%; Jumlah Bus dan Truk Siap Operasi Perum Damri terjadi peningkatan 6,09%; Jumlah Bus dan Truk Siap Guna Operasi Perum Damri mengalami peningkatan 7,48%; Produksi Penumpang Bus Kota, Angkutan Bandara, Wisata, Bus Antar Kota, Bus Antar Negara mengalami peningkatan masingmasing 0,78%; 14,20%; 328,25%; 8,99%, 21,57%; Produksi kilometer Bus Perum Damri terjadi peningkatan 5,50%; Produksi Trip Perum Damri terjadi peningkatan 2,39%. 2.
Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan. Rata-rata pertumbuhan Jumlah Armada PT. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan untuk kapal mengalami peningkatan 3,92% dan Jumlah Dermaga Penyeberangan Komersial mengalami peningkatan 3,48%; Produksi Penumpang, dan Kendaraan yang diangkut PT. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan untuk Penumpang mengalami peningkatan 14,12%; Produksi Kendaraan 3,65%; Produksi Barang terjadi penurunan 9,50%; Produksi Penumpang Angkutan Penyeberangan Menurut Lintasan Komersial dan lintasan perintis mengalami peningkatan 18,03% dan 0,49%; Produksi kendaraan Angkutan Penyeberangan Menurut Lintasan Komersil dan Perintis terjadi peningkatan 6,38% dan 77,98 %. Rata-rata pertumbuhan jumlah kecelakaan lalu lintas jalan terjadi peningkatan 14,44%; Jumlah Kendaraan yang terlibat kecelakaan 12,98%; Korban Kecelakaan terjadi peningkatan 18,52%; Kerugian Material (Milyar Rupiah) mengalami peningkatan 15,53%; Jumlah mobil penumpang, mobil beban dan mobil bus, sepeda motor mengalami peningkatan 12,38%, 6,25%; 6,61%; dan 14,59%.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
9
2.3.2 Transportasi Laut. Pertumbuhan potensi dan produksi di Sub Sektor Perhubungan Laut dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2011, sebagai berikut : 1.
Lalu Lintas Angkutan Laut Rata-rata pertumbuhan tahun (2007-2011) untuk Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Kepemilikan untuk Unit Armada terjadi peningkatan 2,54%, DWT penurunan 17,88%. GRT mengalami peningkatan 18,73% dan HP mengalami peningkatan 12,26%; Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran untuk Unit Armada terjadi peningkatan 11,13%, DWT terjadi peningkatan 15,09%. GRT mengalami peningkatan 23,56% dan HP mengalami peningkatan 13,43%; Jumlah Armada dan Kapasitas Angkutan Laut Menurut Perusahaan Pelayaran BUMN untuk Unit Armada terjadi peningkatan 3,13% dan DWT mengalami peningkatan 6,71%; Jumlah Perusahaan Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran Laut Menurut Provinsi terjadi peningkatan 10,15%; Jumlah terjadi peningkatan 7,93%; Jumlah Perusahaan Angkutan Perusahaan Non Pelayaran Menurut Provinsi terjadi peningkatan 4,53%; Jumlah Perusahaan Penunjang Angkutan Laut tidak mengalami peningkatan tidak terjadi penurunan; Produksi Angkutan Laut Di Indonesia untuk Perusahaan Nasional mengalami peningkatan 20,37% dan Perusahaan Asing mengalami penurunan 2,21%.
2.
Pelabuhan dan Pengerukan. Rata-rata pertumbuhan Jumlah Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I s.d IV Menurut Kelas Pelabuhan tidak mengalami peningkatan dan penurunan; Jumlah Pelabuhan yang tidak Diusahakan Di Seluruh Indonesia mengalami peningtatan 1,73%; Jumlah Pelabuhan yang Diusahakan di Seluruh Indonesia tidak mengalami peningkatan dan penurunan; Jumlah pelabuhan yang tidak diusahakan mengalami peningkatan 0,31%; Panjang Dermaga Pelabuhan Yang dikelola PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I s.d IV mengalami peningkatan 7,13%; Jumlah Alat Bongkar Muat Pelabuhan Indonesia I s.d IV Yang Dikelola PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I s.d IV mengalami peningkatan 15,13%; Arus Kunjungan Kapal) PT (Persero) Pelabuhan Yang Dikelola PT. (Persero)Pelabuhan Indonesia I s.d IV untuk Unit Armada mengalami peningkatan 4,01% dan GRT mengalami peningkatan 6,19%; Arus Bongkar – Muat terjadi peningkatan 2,76%; Produksi Terminal Peti Kemas Yang Dikelola PT. (Persero)
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
10
Pelabuhan Indonesia I s.d IV untuk BOX mengalami peningkatan 23,00% dan untuk TEUS mengalami peningkatan 15,32%; Produksi Jasa Terminal Pelabuhan yang dikelola PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I s.d IV mengalami peningkatan 3,08%; Produksi Jasa Tambat PT (Persero) Pelabuhan I s.d IV Produksi terjadi peningkatan 6,57%; Produksi Jasa Pelabuhan Yang Dikelola PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I s/d IV mengalami peningkatan 8,50%; Arus Penumpang Pelabuhan Yang Dikelola PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I s/d IV terjadi penurunan 3,93%; Arus Bongkar Muat Antar Pulau di 4 Pelabuhan meliputi kegiatan arus muat mengalami peningkatan 15,56%; Arus bongkar terjadi penurunan 1,16%; Arus Bongkar Muat Luar Negeri di 4 Pelabuhan Utama arus ekspor terjadi penurunan 0,59%; Arus impor terjadi peningkatan 5.77%; Jumlah Armada Pengerukan PT. (Persero) Pengerukan Indonesia Menurut Jenis Kapal terjadi peningkatan 0,07%; Produksi Pengerukan PT (Persero) Pengerukan Indonesia terjadi peningkatan 35,44%; Produksi Pengerukan PT (Persero) Pengerukan Indonesia menurut Segmen Pasar terjadi peningkatan 35,44%. 3.
Perkapalan dan Kepelautan. Rata-rata pertumbuhan Kapal Marine Inspektur Per Provinsi mengalami peningkatan 0,65%; Navigasi Rata-rata pertumbuhan Jumlah Armada Kapal Kenavigasian Menurut Provinsi terjadi peningkatan 1,66%; Jumlah sarana bantu Navigasi Menurut Provinsi mengalami peningkatan 1,61%; Jumlah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Menurut Jenis dan Kepemilikan mengalami peningkatan 1,62%; Jumlah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran menurut Distrik Navigasi mengalami peningkatan 1,62%; Jumlah Stasiun Radio Pantai Menurut Provinsi terjadi penurunan 7,15%; Jumlah Stasiun Radio Pantai Menurut Lokasi Distrik Navigasi terjadi penurunan 7,15%; Jumlah Kapal Kenavigasian Menurut Lokasi/ Distrik Navigasi terjadi peningkatan 1,66%. Jumlah Panjang dermaga khusus kenavigasian menurut lokasi distrik navigasi terjadi Peningkatan 4,52%; jumlah taman pelampung menurut lokasi propinsi terjadi peningkatan 3,29%; Jumlah Stasiun Vessel Trafik Services menurut Provinsi dan Distrik Navigasi masing-masing meningkat 12,32%. penggunaan BBM Kapal Negara Kenavigasian sesuai Provinsi dan Distrik Navigasi meningkat masing-masing 11,78%.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
11
Penjagaan Laut dan Pantai Rata-rata pertumbuhan Jumlah Armada Kapal Patroli menurut provinsi terjadi peningkatan 12,37%; Jumlah Armada KPLP menurut Kelas Kapal terjadi peningkatan 12,31%; dan Jumlah Perusahaan Salvage dan Pekerjaan Bawah Air meningkat 6,15%. 2.3.3 Transportasi Udara. Transportasi Udara mempunyai peran yang sangat penting bagi urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai pendukung dan pendorong pertumbuhan sektor-sektor lain serta pemicu pertumbuhan wilayah, peranan transportasi udara selalu mendapat perhatian untuk terus dikembangakan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kebutuhan pelayanan jasa angkutan udara. Keberadaan bandar udara sebagai prasarana transportasi udara memberikan andil yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian wilayah, baik regional maupun nasional, terutama dalam memberikan kemudahan mobilitas bagi para pelaku ekonomi dan masyarakat. Untuk pelayanan jasa transportasi udara di Indonesia terdapat beberapa maskapai penerbangan diantaranya maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Mandala, Bouraq. Kini, maskapai penerbangan di Indonesia semakin bertambah ramai dengan hadirnya beberapa maskapai lainnya, seperti maskapai penerbangan Sriwijaya, Pelita, Lion, dan sebagainya. 1.
Sub Sektor Perhubungan Udara. Pertumbuhan potensi dan produksi di Sub Sektor Perhubungan Udara dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2011, sebagai berikut : a.
Lalu Lintas Angkutan Udara. Rata-rata pertumbuhan Produksi Pergerakan Pesawat Penerbangan Domestik Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 12,68%; Produksi Pergerakan Pesawat Penerbangan Internasional Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 12,41%; Produksi Pergerakan Penumpang Penerbangan Domestik Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 13,62%; Produksi Pergerakan Penumpang Penerbangan Internasional Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 13,41%; Produksi Pergerakan Bagasi Penerbangan Domestik Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 5,01%; Produksi Pergerakan Bagasi Penerbangan Internasional menurut bandar Udara mengalami peningkatan
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
12
9,78%; Produksi Pergerakan Barang Penerbangan domestik mengalami peningkatan 14,02%. sedangkan barang penerbangan internasional peningkatan 7,52%; Produksi Pergerakan Pos Penerbangan Domestik Menurut Bandar Udara mengalami peningkatan 14,42%; Produksi Pergerakan Pos International Menurut Bandar Udara mengalami penurunan 6,93%; Jemaah Haji di 11 (sebelas) Bandar Udara mengalami penurunan 9,54%. b.
Keamanan Penerbangan. Rata-rata pertumbuhan Jumlah Lesensi Pelayanan Keamanan dan Keselamatan Penerbangan terjadi peningkatan 57,28% dan fasilitas Keamanan Penerbangan antara lain : Xray terjadi peningkatan 10,30%.
c.
Sertifikasi Kelaikan Udara. Rata-rata pertumbuhan Jumlah dan Tipe Pesawat udara berdasarkan Sertifikat Operator Penerbangan 121 terjadi peningkatan 6,87% dan Tipe Pesawat udara Berdasarkan jumlah Sertifikat Operator Penerbangan 135 terjadi penurunan 6,10%; jumlah dan tipe Pesawat Udara Berdasarkan Sertifikat Operator Penerbangan (91, 137, 141, FAS) terjadi penurunan 1,09%; Jumlah Pilot mengalami peningkatan 5,22%.
d.
Teknik Bandar Udara. Menurut Peraturan Menhub No. KM 11 Tahun 2010 Ratarata pertumbuhan 2 tahun. Jumlah Bandar Udara Internasional Menurut Fungsi tidak terjadi perubahan; Jumlah bandara domestik mengalami peningkatan 3,43%; Fasilitas Listrik penerbangan/Genset terjadi peningkatan 1,54%. Jumlah Lisensi pelayanan Keamanan Dan keselamatan bandara terjadi peningkatan 89%.
e.
Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan. Rata-rata pertumbuhan Fasilitas Komunikasi Penerbangan mengalami penurunan 2,43%; Fasilitas Navigasi terjadi peningkatan 1,48%; Fasilitas Bantu Pendaratan terjadi peningkatan 0,62%; Faslitas Pengamanan Penerbangan 1,35%.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
13
2.
Sub Sektor Perkeretaapian. a.
Prasarana Jalan Kereta Api. Rata-rata pertumbuhan panjang jalan kereta api menurut lintas terjadi peningkatan 3,13%; Panjang Jalan rel Kereta Api menurut jenis rel terjadi peningkatan 3,13%; Jumlah Perlintasan Jalan sebidang terjadi penurunan 35,37%; Jumlah Persinyalan Elektrik Menurut Wilayah Daerah Operasi mengalami peningkatan 5,39%.
b.
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Rata-rata pertumbuhan untuk Jumlah stasiun Kereta Api Jawa dan Sumatera mengalami kenaikan 0,35% Produksi Penumpang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera menurut lintasan, termasuk Jabotabek mengalami peningkatan 0,61%; Jumlah Barang Kelompok Terbesar Angkutan Kereta Api mengalami peningkatan 1,24%;
c.
Sarana. Pertumbuhan 4 tahun jumlah Lokomotif KA Siap Operasi mengalami kenaikan 4,62%; Armada Kereta Api Siap Operasi mengalami peningkatan 3,52%; Pertumbuhan rata-rata Armada gerbong mengalami peningkatan 2,99%.
d.
Keselamatan. Rata-rata pertumbuhan Jumlah Korban Kecelakaan mengalami peningkatan 59,35% tetapi kecelakaannya mengalami penurunan 18,9%; Jumlah Kompetensi SDM Perkeretaapian yang diterbitkanDitjen Perkeretaapian mengalami peningkatan 1.368,88%. (Statistik Perhubungan 2011).
2.3.4 Masalah yang Dihadapi Transportasi di Indonesia. Pemerintah sendiri dalam hal ini Depertemen Perhubungan telah mengajukan utang luar negeri sebesar Rp. 2,5 triliun untuk proyek transportasi pada tahun anggaran 2007. Jumlah ini sama dengan jumlah pinjaman pada tahun sebelumnya. Sekitar 20% dari anggaran tersebut akan dipakai untuk pembangunan prasarana fisik transportasi. Sementara sisanya untuk melanjutkan proyek pembangunan sarana dan prasarana bidang transportasi khususnya realisasi pembangunan infrastruktur perkeretaapian dan pembangunan kapal baru maupun bekas. Ini artinya, dana sebesar itu digunakan untuk perbaikan dan mengadaan sarana-sarana pendukung. Disamping itu sarana-sarana pendukung yang telah dan akan diupayakan pemerintah, sebenarnya prosedur keselamatan transportasi dan peraturan-peraturan tentang keselamatan transportasi sudah ada di negara ini. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
14
Hanya saja penerapannya belum dilaksanakan secara konsekuen. Bahkan kini pemerintah telah menyusun 4 Rancangan Undang-Undang (RUU) menyangkut lalu lintas, pelayaran, udara dan kereta api yang sedang digodok I DPR. Pengamat bidang transportasi dari Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Ing. Ir. Ahmad Munawar, M.Sc. menjelaskan RUU ini sangat mendukung adanya privatisasi dalam proses penyelesaian masalah transportasi di Indonesia. Privatisasi ini diharapkan akan mendorong perusahaan-perusahaan transportasi untuk lebih kompetitif dalam penyelenggaraan jasa transportasi dengan tetap mengutamakan kepentingan umum dan kepuasan pengguna saja angkutan umum. Meski privatisasi mempunyai kelemahan yaitu perusahaan akan mengejar keuntungan saja, dan mengabaikan kualitas, karena itu harus dipagari dengan suatu pemenuhan standar minimal pelayanan dan sistem kontrol yang ketat. Di dalam RUU ini juga salah satu yang diatur adalah tentang hasil penyelidikan KNKT terhadap kasus-kasus transportasi, yang harus diketahui oleh publik. Apa yang sedang dilakukan pemerintah ini diharapkan akan mendukung perbaikan masalah transportasi di Indonesia. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa perbaikan/pengadaan infrastruktur termasuk regulasi tentang transportasi telah diupayakan pemerintah. Tinggal pelaksanaannya di lapangan yang harus dijalankan dengan konsekuen dan bertanggung jawab oleh semua pihak. Karena masalah transportasi di Indonesia semata-semata bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi juga semua pihak termasuk perusahaan jasa transportasi dan kita sebagai pengguna jasa transportasi itu sendiri. 2.3.5 Metode Perhitungan Angka Prevalensi Penyalahguna Narkoba. 1. Definisi. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam survei ini merupakan perhitungan estimasi jumlah pekerja sektor transportasi terhadap kerentanan penyalahgunaan narkoba. Dalam penghitungan angka prevalensi penyalahguna narkoba dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu : a.
Menurut waktu pemakaian. 1) Pernah pakai (Ever use); pekerja yang pernah menyalahgunakan narkoba meskipun hanya sekali dalam batasan waktu mulai lahir sampai pada saat survei dilakukan. 2) Setahun terakhir pakai (Annual use); pekerja yang menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir terhitung pada saat survei dilakukan (bulan Juli 2012 – Juli 2013).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
15
3)
b.
Sebulan terakhir pakai (Monthly use); pekerja yang menyalahgunakan narkoba sebulan terakhir terhitung pada saat survei dilakukan (selama bulan Juli 2013).
Menurut tingkat ketergantungan 1)
Coba pakai adalah pekerja sektor transportasi yang pernah menyalahgunakan narkoba sebanyak 1-5 kali pemakaian dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan.
2)
Teratur pakai adalah penyalahgunaan narkoba sebanyak 6-49 kali dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan.
3)
Pecandu bukan suntik adalah penyalahgunaan narkoba sebanyak 50 kali atau lebih dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan.
4)
Pecandu suntik adalah penyalahgunaan narkoba dengan cara suntik dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya tanpa membatasi jumlah/frekuensi pemakaian.
2. Kegunaan. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba bisa menggambarkan kerentanan pekerja di sektor transportasi terhadap penyalahgunaan narkoba. Dengan diketahuinya gambaran terhadap kerentanan penyalahgunaan narkoba pada populasi pekerja sektor transportasi diharapkan bisa menjadi dasar bagi pemerintah dan instansi terkait lainnya untuk pengembangan program P4GN. Cara penghitungan Estimasi Angka Prevalensi. a.
Angka Prevalensi Penyalahguna Menurut Waktu Pemakaian. Angka prevalensi penyalahguna pernah pakai, dengan menghitung jumlah orang yang pernah menyalahgunakan narkoba seumur hidupnya dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konsatanta (100/persen atau 1.000/per-mil). Jumlah orang yang menyalahgunakan jenis atau zat narkoba seumur hidup X 100 Jumlah semua responden
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
16
Angka prevalensi setahun terakhir, dengan menghitung jumlah orang yang pernah menyalahgunakan narkoba setahun terakhir dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konsatanta (100/persen atau 1.000/per-mil). Jumlah orang yang menyalahgunakan jenis atau zat narkoba setahun terakhir X 100 Jumlah semua responden
Angka prevalensi sebulan terakhir, dengan menghitung jumlah orang yang pernah menyalahgunakan narkoba sebulan terakhir dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konsatanta (100/persenatau 1.000/per-mil). Jumlah orang yang menyalahgunakan jenis atau zat narkoba sebulan terakhir X 100 Jumlah semua responden
Contoh : Hasil dari survei pekerja mendapatkan jumlah orang yang menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir adalah 705 orang. Jumlah semua pekerja yang dilakukan survei sebanyak 10.282 orang. 705 X 100 Prevalensi Lahgun Setahun = 10.282
= 4,9%
Ini berarti bahwa dari 100 orang pekerja terdapat 5 orang yang menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir. b.
Angka prevalensi menurut tingkat ketergantungan Angka prevalensi penyalahguna coba pakai, dengan menghitung jumlah orang yang pernah mencoba narkoba dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konsatanta (100/persen atau 1.000/per-mil). Jumlah orang yang mencoba pakai narkoba X 100 Jumlah semua responden
Angka prevalensi penyalahguna teratur pakai, dengan menghitung jumlah orang yang teratur menyalahgunakan narkoba dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konstanta (100/persen atau 1.000/per-mil). Jumlah orang yang teratur pakai narkoba X 100 Jumlah semua responden Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
17
Angka prevalensi penyalah guna pecandu bukan suntik, dengan menghitung jumlah orang dengan kategori pecandu narkoba bukan suntik dibagi dengan jumlah semua responden dalam survei, kemudian dikalikan dengan konstanta (100/persen atau 1.000/per-mil). Jumlah orang kategori pecandu narkoba bukan suntik X 100 Jumlah semua responden
Angka prevalensi penyalahguna pecandu suntik, dengan menghitung jumlah orang dengan kategori pecandu narkoba suntik dibagi dengan jumlah semua respon den dalam survei, kemudian dikalikan dengan konstanta (100/persenatau 1.000/per-mil). Jumlah orang kategori pecandu narkoba suntik X 100 Jumlah semua responden
Contoh : Hasil dari survei pekerja mendapatkan jumlah orang yang menyalahgunakan narkoba suntik sebanyak 10 orang. Jumlah semua pekerja yang dilakukan survei sebanyak 10.000 orang. 10 X 100 Prevalensi Lahgun Suntik = 10.000
= 0,1%
Ini berarti bahwa dari 1.000 orang pekerja terdapat 1 orang pecandu suntik.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
18
BAB III METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian. Studi ini menggunakan pendekatan potong lintang (cross-sectional), dengan sasaran para pekerja sektor transportasi darat, laut, udara dan kereta api. Pengambilan data di lapangan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan kepada seluruh pekerja transportasi yang terpilih secara random sebagai sampel sesuai jumlah yang ditentukan. Sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan cara wawancara mendalam pada beberapa informan kunci untuk mendukung hasil temuan survei kuantitatif. Dalam pengumpulan data kualitatif lebih menekankan pada penggalian informasi secara mendalam tentang apa yang tersirat dalam suatu masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga bisa memberikan jawaban mengapa permasalahan tersebut terjadi. Pengumpulan data kualitatif dilakukan oleh petugas khusus yang mempunyai kapasitas untuk melakukan penggalian informasi secara mendalam dan interogatif. Beberapa informan dalam studi kualitatif antara lain kepolisian, kepala dirjen/dinas perhubungan darat/udara/ laut, manager perusahaan, PT. KAI, ASDP, KNKT, DLLAJR, ATC, dan pemangku kepentingan di Dinas terkait. Penentuan informan kualitatif dilakukan secara snow ball sampai dirasa data yang diperlukan sudah tercukupi. Selain wawancara mendalam, dalam pengumpulan data kualitatif juga dilakukan dengan diskusi kelompok terarah dan wawancara semi terstruktur. Diskusi kelompok terarah (DKT) hanya dilakukan di tingkat pusat untuk menggali informasi terkait dasar kebijakan program P4GN dan implementasinya di lapangan pada setiap sektor transportasi. Dalam pelaksanaan DKT, dipimpin oleh seorang moderator dari tim peneliti untuk mengarahkan jalannya diskusi sesuai dengan indikator kunci yang tercakup dalam pedoman/instrumen. Peserta DKT di tingkat pusat adalah beberapa pemangku kebijakan dari setiap sektor perhubungan dan instansi terkait lainnya yang mengetahui program P4GN pada sektor transportasi. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah disediakan dengan membatasi pada beberapa isu besarnya saja. Metode ini digunakan untuk melakukan wawancara pada pimpinan perusahaan/ managerial perusahaan di setiap sektor transportasi (darat, laut, udara, dan KA) untuk mengetahui program P4GN yang dilakukan oleh setiap perusahaan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
19
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian. Lokasi survei dilaksanakan di 23 provinsi, di mana pada setiap provinsi diambil 2 lokasi yaitu ibu kota provinsi dan satu kota/ kabupaten lainnya. Pemilihan 23 provinsi dilakukan secara purposive berdasarkan hasil pemetaan sektor transportasi darat, laut dan kereta api. Sedangkan untuk sektor udara hanya difokuskan di provinsi DKI Jakarta, yaitu pengambilan data di kantor kesehatan penerbangan, Kemayoran, Jakarta Pusat. Pemilihan ibu kota provinsi sebagai lokasi survei adalah dengan pertimbangan bahwa hampir semua pusat perkantoran setiap sektor transportasi (seperti PT KAI, perusahaan pelayaran, perusahaan angkutan umum, perusahaan taxi, perusahaan bus, dsb) terletak di pusat kota. Sedangkan satu kota/kabupaten lain yang diambil adalah dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain letak geografis terdekat dari ibu kota provinsi, cukup banyak jumlah perusahaan berbagai sektor transportasi sehingga bisa memenuhi jumlah sampel yang ditentukan, dan kemudahan akses penjangkauan untuk melakukan koordinasi pada kedua lokasi survei terpilih. Identifikasi terhadap jumlah dan besaran perusahaan transportasi di setiap kabupaten adalah berdasarkan data awal yang diperoleh dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia yang merupakan hasil pemutakhiran data terbaru. Tabel 3-1 Lokasi Survei Terpilih NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
PROVINSI Aceh Sumatera Selatan Sumatera Barat Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Maluku Papua
KOTA 1 Aceh Palembang Padang Medan Pekanbaru Batam Bandar Lampung Serang Jakarta Pusat Bandung Semarang Surabaya Denpasar Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Makassar Manado Kendari Mataram Ambon Jayapura
KOTA/KABUPATEN 2 Lhokseumawe Prabumulih Bukittinggi Tanjung Balai Dumai Tanjung Pinang Kabupaten Lampung Selatan Tangerang Jakarta Utara Cirebon Solo Malang Kabupaten Badung Singkawang Kabupaten Kotawaringin Barat Banjarbaru Balikpapan Parepare Bitung Bau-bau Kabupaten Sumbawa Kabupaten Maluku Tengah Kabupaten Jayapura
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
20
3.3 Distribusi Sampel. Penarikan sampel untuk studi kuantitatif dilakukan dengan berbagai cara menurut sektor transportasi, yaitu transportasi darat (bus, taksi, angkot, travel, rentcar, ASDP), kereta api, laut (kapal) dan udara (maskapai penerbangan). 3.3.1 Jenis Responden. Jenis responden di setiap sektor transportasi secara garis besarnya dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu : 1.
Pengemudi/awak yang bertanggung jawab dalam pengoperasian alat/sarana transportasi.
2.
Transportasi darat : sopir bus AKAP & AKDP, sopir taksi, sopir angkot, sopir travel/biro perjalanan, sopir mobil sewa/ rentcar, dan nahkoda atau juru mudi kapal ASDP.
3.
Transportasi Kereta Api : masinis 1 dan masinis 2.
4.
Transportasi laut : nahkoda kapal.
5.
Transportasi udara : Pilot dan co pilot pesawat.
6.
Petugas/kru pendukung pengoperasian alat/ sarana transportasi
7.
Transportasi darat : asisten nahkoda atau juru mudi kapal ASDP.
8.
Transportasi Kereta Api : teknisi/mekanik KA, pengendali perjalanan kereta api (PPKA), petugas perjalanan kereta api (Dispatcher), petugas perlintasan kereta rel KA (penjaga palang pintu).
9.
Transportasi laut : teknisi/mekanik kapal, Dispatcher/steward kapal, syahbandar pelabuhan.
10. Transportasi udara: cabin crew (pramugara/pramugari), flight operations officers (FOO) atau Dispatcher, dan Air traffic Control (ATC). 3.3.2 Jenis Sektor Transportasi. Pengambilan data survei kuantitatif hanya terfokus pada sektor transportasi komersial (publik transportation), tidak pada jenis sarana transportasi milik pribadi (private transportation). Berikut adalah rincian jenis sarana/alat transportasi dari berbagai sektor yang akan diambil sebagai sampel survei :
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
21
Tabel 3-2 Distribusi Sampel dari Berbagai Jenis Sarana Transportasi TRANSPORTASI DARAT
SEKTOR TRANSPORTASI Komersial
ANGKUTAN JALAN
Bus (AKAP & AKDP) Taksi Angkutan perkotaan Travel (biro perjalanan) Rentcar resmi
ASDP Kapal bermotor Bus air Ferry Kapal Roro
KERETA API KA penumpang KA barang
TRANSPORTASI LAUT Kapal penumpang Kapal barang
TRANSPORTASI UDARA Pesawat penumpang komersial berjadwal Pesawat penumpang komersial sewa Pesawat barang Komersial
3.3.3 Jumlah Responden Pada Setiap Sektor Transportasi Total responden direncanakan adalah sebesar 10.197 responden dari semua sektor transportasi yang dicakup pada 23 provinsi (lokasi survei). Namun demikian tidak di semua lokasi survei terdapat sarana transportasi seperti pada sebaran sampel, contohnya adalah sarana transportasi KA yang hanya terkonsentrasi di beberapa provinsi saja dengan unit kerja Daerah operasional KA (Daop) ataupun Divisi Area (Divre). Demikian juga dengan beberapa jenis transportasi lainnya seperti maskapai penerbangan, Bus AKAP, taxi, dan sebagainya. Berdasarkan kondisi tersebut, dalam pengembangan distribusi sampel dipilah menurut ketersediaan jenis sarana transportasi pada masing-masing provinsi. Dari hasil pengumpulan data lapangan, hanya jenis angkutan jalan, ASDP, laut (kapal), dan ATC yang terdapat di semua lokasi survei (kecuali bus AKAP hanya berada di beberapa provinsi). Khusus untuk sektor transportasi udara (maskapai penerbangan) pengambilan datanya dilakukan hanya di DKI Jakarta, yaitu pada saat medical check up untuk semua crew pesawat yang dilakukan di kantor pusat Balai Kesehatan Penerbangan, Kemayoran, DKI Jakarta. Sedangkan untuk jenis transportasi KA hanya diambil datanya di provinsi yang memiliki Daop dan Divre KA (terdapat 8 Daop & 3 Divre). Secara keseluruhan sebenarnya di Indonesia terdapat 9 Daop KA, tetapi karena DI Yogyakarta tidak masuk dalam lokasi survei maka Daop KA wilayah DIY dikeluarkan dari sampel.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
22
Tabel 3-3 Sampel Berdasarkan Jenis Sarana/Alat Transportasi ANGKUTAN JALAN 23 PROVINSI
ASDP 22 PROVINSI
KERETA API (KA) 11 DAOP/DIVRE
LAUT 23 PROVINSI
UDARA 1 PROVINSI
35
Bus AKAP
8
Nahkoda/ juru mudi
8
Masinis 1
12
Nahkoda
240
Pilot
35
Bus AKDP
8
Asisten juru mudi
8
Masinis 2
12
Mualim
240
Copilot
25
Truck
4
PPKA
12
Teknisi
240
25
Taxi
4
Dispatcher
2
Dispatcher
240
Cabin crew Teknisi/ FOO
25
Angkot
8
Petugas perlintasan KA
2
Syahbandar
32
X 11 x 1 site
40
Travel Moblil sewa 165 X 23 x 2 site 7.590 resp
ATC
TOTAL
1 org (min)
10 10
16
X 22 x 1 site 352 resp
352 resp
X 23 x 1 site 920 resp
960
X 1 site 960 resp
23 x 1 site 23 resp
10.197 resp
3.4 Instrumen dan Metode Penarikan Sampling Studi Kuantitatif. 3.4.1 Instrumen Survei Pengambilan data survei kuantitatif menggunakan kuesioner/ instrumen tertutup yang sudah berisi pilihan jawaban dalam setiap variabel pertanyaan, sehingga jawaban responden tinggal di cek list ke dalam setiap koding jawaban yang sudah tersedia. Metode pengumpulan data responden dibagi dalam 2 cara, yaitu 1) wawancara dan 2) pengisian angket sendiri oleh responden (self administered). Model pendekatan seperti ini mempertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1.
dilakukan
dengan
Ketersediaan waktu responden. Beberapa jenis pekerjaan responden mempunyai jadwal operasional yang sangat padat dan mobilitas yang sangat tinggi sehingga perlu dipertimbangkan metode pengumpulan data yang tepat untuk bisa memperoleh sejumlah responden dengan kuota yang sudah ditentukan.
2.
Situasi dan kondisi lingkungan kerja. Suatu hal yang tidak kalah pentingnya adalah situasi dan kondisi di tempat kerja atau sentinel site untuk pengambilan data. Beberapa sentinel mungkin bisa dilakukan pengumpulan data dengan angket tetapi belum tentu sesuai pada sentinel lainnya.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
23
3.
Tingkat pemahaman responden terhadap kuesioner. Validitas data sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan kejujuran responden dalam menjawab atau mengisi jawaban pada setiap variabel pertanyaan yang ada pada kuesioner. Penjelasan yang benar kepada calon responden tentang maksud dan tujuan survei sangat diperlukan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian inform consent untuk menanyakan kesediaan responden secara suka rela berpartisipasi dalam survei tanpa adanya paksaan.
4.
Latar belakang pendidikan responden Tingkat pemahaman responden berbeda-beda, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama tingkat pendidikan responden. Dari berbagai target responden survei, diprediksi ada beberapa jenis sektor transportasi yang pekerjanya mempunyai tingkat pendidikan menengah ke bawah sehingga dikhawatirkan kurang bisa memahami variabel pertanyaan pada kuesioner. Dengan kondisi demikian, metode wawancara mungkin bisa lebih tepat dilakukan.
Secara garis besar variabel instrumen kuantitatif adalah sebagai berikut : 1. Karateristik responden (sex, umur, pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, status tinggal). 2. Pekerjaan (lama kerja, posisi di perusahaan, sifat pekerjaan, lama kerja, pendapatan, kondisi pekerjaan, stress pekerjan, pola kerja). 3. Merokok dan Alkohol (pernah, umur, frekuensi pernah, setahun, 30 hari terakhir). 4. Pengetahuan dan pengalaman pakai narkoba (pernah dengar, pengetahuan, sumber info, pernah pakai, usia, jenis narkoba, frekuensi pakai pernah/setahun/30 hari terakhir). 5. Perilaku narkoba suntik (pernah pakai, usia, suntik bersama, jenis zat yang disuntikkan). 6. Peredaran narkoba (keterpaparan lingkungan narkoba, menawarkan da ditawari pakai narkoba, kemudahan dapat narkoba, kondisi lingkungan kerja, teman pakai narkoba). 7. Perilaku seks (pernah seks, umur, terakhir kali, pasangan seks, frekuensi pakai kondom, narkoba yg meningkatkan libido seks). 8. Promosi dan program intervensi (Umum: melihat/terlibat program narkoba, sumber informasinya, pemahaman pesan, keterlibatan program, penyelenggara kegiatan, penilaian media yg efektif; Perusahaan : ada program, kebijakan, sangsi, tes urin). 9. Rehabilitasi (pernah, kapan, jenis rehab). 10. Tingkat kejujuran menjawab pertanyaan. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
24
3.4.2 Metode Penarikan Sampling Dengan berbagai perbedaan karakteristik responden pada berbagai jenis transportasi, maka harus dipertimbangkan cara pengambilan data dengan metode yang tepat. Berikut adalah metode pengambilan data pada pada setiap jenis transportasi : Tabel 3-4
Metode Pengambilan Data pada Setiap Jenis Transportasi
NO. SEKTOR TRANSPORTASI A. Metode Wawancara 1. Transportasi Darat a. Sopir Bus AKAP-AKDP b. Sopir Taksi c. Sopir Angkutan perkotaan (angkot) d. Sopir mobil sewa (rentcar) e. Sopir mobil travel (biro perjalanan) f. Juru mudi dan asisten kapal ASDP 2. Transportasi KA - Petugas perlintasan rel KA B. Metode Angket 1. Transportasi Udara a. Pilot/co pilot pesawat terbang b. Cabin crew pesawat c. Teknisi/Flight operations officers (FOO) d. Air traffic Control (ATC) 2. Transportasi Laut a. Teknisi/mekanik kapal b. Dispatcher/ steward kapal c. Syahbandar pelabuhan d. Teknisi/mekanik KA 3. Transportasi KA a. Pengendali perjalanan kereta api (PPKA) b. Petugas perjalanan kereta api (Dispatcher)
TEMPAT PENGAMBILAN DATA Tempat pengambilan data Terminal, garasi, pemberhentian bus, dsb Pool, pangkalan, terminal, dsb Terminal angkot, tempat pemberhentian, dsb Kantor perusahaan/ tempat kerja Kantor perusahaan/ tempat kerja Pelabuhan penyeberangan, terminal bus air Pos pemantauan perlintasan KA Tempat pengambilan data Balai kesehatan penerbangan Jakarta Balai kesehatan penerbangan Jakarta Balai kesehatan penerbangan Jakarta Bandara provinisi atau kota/kab Pelabuhan laut provinsi atau kota/kab Pelabuhan laut provinsi atau kota/kab Pelabuhan laut provinsi atau kota/kab Pelabuhan laut provinsi atau kota/kab DAOPS atau Divisi Area KA DAOPS atau Divisi Area KA
Berikut adalah metode penarikan sampling pada setiap sektor transportasi : 1.
Sektor Transportasi Darat yaitu angkutan jalan (bus, taxi, truck, angkot, travel, mobil sewa) dan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP). Pengambilan data sektor transportasi darat dilakukan di semua provinsi dengan memilah per jenis sarana transportasi yang ada. Prinsip penarikan sampling dilakukan secara random untuk memberikan kesempatan kepada calon responden (target) memiliki peluang yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
25
Metode random dalam penarikan sampel pada sektor angkutan jalan : a.
Simple Random Sampling (SRS). Metode ini digunakan untuk memilih perusahaan transportasi yang akan dijadikan sebagai sampel. Syarat utama untuk melakukan pengacakan perusahaan yang akan dipilih, terlebih dahulu tim survei di setiap lokasi harus menginventarisir seluruh jumlah perusahaan sesuai jenis transportasi yang akan disurvei dalam suatu wilayah/ batasan lokasi. Selanjutnya baru akan dilakukan pemilihan sampel perusahaan secara acak (random) dengan menggunakan metode simple random sampling. Metode ini sangat mudah dan sederhana yaitu seperti kegiatan ibu-ibu pada saat mengocok arisan. Namun, bila jumlah sampelnya besar tentu sangat tidak efektif. Pemlihan metode SRS tersebut dengan mempertimbangkan bahwa jumlah perusahaan angkutan jalan di setiap lokasi survei jumlahnya sedikit sehingga akan lebih cepat melakukan pemilihan sampel perusahaan dengan metode tersebut.
b.
Probability Proportional to Size (PPS). Metode ini digunakan untuk menentukan besarnya jumlah responden per jenis transoprtasi di setiap lokasi survei dengan melihat proporsional jumlah pekerja di setiap perusahaan transportasi. Dengan menggunakan metode PPS diharapkan sebaran jumlah responden di setiap jenis transportasi terdistribusi secara merata dan berimbang. Pada perusahaan yang mempunyai jumlah pekerja lebih banyak maka secara proporsional jumlah responden yang diambil juga lebih banyak. Dalam menentukan besarnya jumlah responden, terlebih dahulu dibikin kerangka sampel dengan memilah jenis responden berdasarkan tingkat homogenitasnya. Jadi diharapkan di setiap kelompok yang dibentuk didasari atas tingkat keseragaman sampel (dalam hal ini kesamaan jenis transportasi).
c.
Statified Random Sampling. Setelah jumlah dan proporsional responden diperoleh, selanjutnya akan dilakukan pengacakan terhadap responden yang akan diambil sebagai sampel dalam survei.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
26
Pada dasarnya cara pemilihan responden pada setiap pengemudi dari berbagai jenis transportasi bisa dilakukan dengan metode stratified random sampling (jika jumlah listing calon responden dalam jumlah besar) ataupun dengan simple random sampling (jika jumlah listing calon responden dalam jumlah kecil). Tahapan yang harus dilakukan untuk penarikan sampel pada jenis transportasi angkutan jalan adalah sebagai berikut: 1)
Melakukan listing/pemetaan perusahaan transportasi. Dalam melakukan listing, tidak ada aturan dan metode tunggal yang secara sistimatis dianggap paling unggul. Prinsip utama yang harus diperhatikan bagi pelaksana listing adalah bahwa pada akhirnya dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin terkait perusahan transportasi dalam suatu wilayah tertentu yang secara spesifik dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kerangka sampling. Untuk memperoleh hasil listing yang akurat dan baik diperlukan persiapan yang matang dimulai dari kualitas tim lapangan, perijinan, kelengkapan instrumen, dan materi pendukung lainnya. Berbagai perangkat harus dipersiapankan secara matang untuk menunjang keberhasilan suatu pemetaan, baik kualitas sumber daya manusia (tim lapangan) ataupun perangkat penunjang lainnya. Alur atau beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan listing adalah sebagai berikut; a)
Membentuk tim lapangan untuk pelaksanaan pemetaan (1)
Tim lapangan dibentuk di setiap provinsi (lokasi survei).
(2)
Kualitas tim lapangan menjadi salah satu ujung tombak dalam pencapaian hasil yang maksimal, sehingga dalam proses perekrutannya harus mempertimbangkan berbagai aspek sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
(3)
Lebih baik apabila tim yang akan dibentuk sudah memahami terlebih dahulu karakteristik geografis daerah yang akan dilisting.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
27
(4)
b)
Dalam membentuk tim, kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh petugas lapangan : (a)
Memiliki latar belakang pendidikan yang memadai sehingga mampu mengintepretasikan metode dan instrumen yang digunakan secara benar.
(b)
Memahami karakteristik letak geografis wilayah dan karakteristik masyarakat setempat (orang dari daerah setempat lebih diprioritaskan).
(c)
Mempunyai komitmen terhadap pekerjaan yang akan dilakukan (waktu, biaya, kerjasama tim, dsb).
(d)
Setiap anggota tim lapangan harus mempunyai kesamaan persepsi dan pemahaman terhadap instrumen, metode, strategi, tujuan, dan pencatatan hasil listing sesuai yang ditetapkan (perlu dilakukan pelatihan tim lapangan secara benar dengan tujuan untuk menyamakan persepsi).
Mempersiapkan perangkat penunjang pemetaan. Beberapa bentuk perangkat penunjang antara lain : (1) Berbagai peralatan tulis (ATK). (2) Perlatan dokumentasi lapangan, baik visual ataupun suara (kamera foto, alat perekam, dsb). (3) Sarana transportasi yang akan digunakan selama di lapangan. (4) Jadwal kegiatan (berisi tahapan kegiatan dan batas waktu listing). (5) Budget lapangan. (6) Jenis perusahaan dan batas daerah yang akan dipetakan. (7) Data sekunder sebagai data awal dari berbagai instansi ataupun media informasi yang ada. (8) Berbagai surat ijin yang diperlukan (Kesbang Linmas Provinsi/Kabupaten, surat tugas, dsb).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
28
(9)
c)
Form atau tools berisi berbagai indikator kunci standar yang akan digunakan dalam listing.
Pelaksanaan pelatihan bagi petugas lapangan. (1)
Pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk membekali para petugas lapangan supaya memiliki kemampuan standar dalam melakukan listing. Hasil dari pelatihan diharapkan semua petugas lapangan akan mempunyai persepsi terhadap maksud dan tujuan listing yang akan dilakukan.
(2)
Materi pelatihan harus disusun secara sistematis sehingga semua petugas lapangan dapat dengan mudah memahami maksud dan tujuan listing/ pemetaan. Secara garis besarnya beberapa materi pelatihan yang harus disampaikan adalah sebagai berikut : (a)
Pemaparan terkait latar belakang listing.
(b)
Gambaran umum pemetaan, yang berisi tentang definisi pemetaan, tujuan dan manfaat pemetaan, dan jenis perusahaan yang akan dipetakan.
(c)
Pembahasan secara detail terkait dengan beberapa metode yang akan digunakan dalam pemetaan.
(d)
Simulasi terhadap penggunaan berbagai metode yang diajarkan.
(e)
Pembahasan instrumen/ tools yang akan digunakan dalam pemetaan secara detail dengan mencermati maksud dan tujuan pada setiap variabel di instrumen yang akan digunakan.
(f)
Pembahasan terkait dengan tehniktehnik pendekatan terhadap berbagai jenis perusahaan transportasi yang akan dipetakan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
29
(g)
d)
Pemaparan terkait penyajian data hasil pemetaan.
(3)
Fasilitator/nara sumber dalam pelatihan harus mereka yang mempunyai kemampuan yang memadai terkait materi yang akan diajarkan.
(4)
Pelatihan petugas lapangan bisa dilakukan secara bertahap dengan cara TOT, dimulai dari tingkat pusat-provinsi-kota/kabupaten dengan catatan harus juga dilakukan supervisi oleh petugas tingkat pusat terkait pelatihan di masing-masing daerah.
(5)
Modul pelaksanaan pemetaan lebih baik dipersiapkan dari tingkat pusat sehingga bisa digunakan di semua daerah dalam bentuk yang baku/standar.
Mempersiapkan transportasi.
data
awal
perusahaan
Menelusuri data perusahaan per jenis transportasi dari berbagai instansi (desk review): (1) Dinas perhubungan provinsi. (2) Dinas Perhubungan kota/kabupaten. (3) Organisasi angkutan darat (Organda). (4) Koperasi angkutan jalan. (5) Dan berbagai instansi terkait lainnya. e)
Memasukkan data awal perusahaan ke dalam kerangka pemetaan (form listing). (1) Memprioritaskan untuk memasukkan data yang paling lengkap dan akurat ke dalam form listing pemetaan (data Dinas Perhubungan). (2) Menambahkan data ke dalam listing yang diperoleh dari berbagai sumber data lainnya. (3) Pastikan bahwa data yang dimasukkan ke dalam form listing tidak terjadi penghitungan ganda atau tumpang tindih (overlapping). (4) Upayakan memisahkan form listing perusahaan berdasarkan masing-masing jenis transportasi (bus AKAP, bus AKDP, truk, taxi, dsb).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
30
f)
Turun lapangan untuk melakukan validasi data dari hasil pemetaan sebelumnya. (1) Data awal yang sudah dimasukkan ke dalam form listing selanjutnya akan dijadikan data dasar (data base) untuk melakukan pemetaan lebih lanjut (tahap validasi data). (2) Melakukan review data dasar untuk memilah masing-masing jenis transportasi. (3) Melakukan listing untuk memilih beberapa kontak person di setiap perusahaan. (4) Menentukan definisi operasional perusahaan yang akan dimasukkan ke dalam form pemetaan secara jelas dan juga batasan wilayah yang akan menjadi target pemetaan. (5) Untuk memulai melakukan validasi data, langkah pertama yang diambil adalah menghubungi kontak person melalui telephone. Dalam pembicaraan melalui telephone seorang petugas lapangan bisa langsung memperkenalkan diri dan menjelaskan secara langsung maksud dan tujuan pemetaan, tetapi terkadang ada juga pada beberapa jenis perusahaan tertentu seorang petugas lapangan terlebih dahulu harus menyembunyikan maksud dan tujuan pemetaan. Dalam kondisi yang demikian seorang petugas lapangan seharusnya menjalin hubungan baik (raport) terlebih dahulu dengan kontak person yang bersangkutan sehingga kehadirannya pada beberapa waktu berikutnya akan bisa diterima dengan terbuka. (6) Menindaklanjuti pembicaraan lewat telephone dengan kontak person sebelumnya, sebaiknya seorang petugas lapangan segera membuat janji untuk bisa langsung bertemu secara tatap muka. Biasanya dengan pertemuan secara langsung akan terjalin hubungan yang lebih baik sehingga diharapkan bisa memperoleh informasi secara lengkap dan mendetail sesuai dengan data yang diperlukan dalam melakukan pemetaan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
31
g)
(7)
Alternatif berikutnya adalah segera mencari kontak person lain apabila petugas lapangan kurang mendapat sambutan yang kooperatif dari kontak person sebelumnya. Namun demikian upayakan bahwa kontak person pengganti bisa menjembatani dilakukannya komunikasi yang lebih baik antara petugas lapangan dengan kontak person sebelumnya, bukan malah menambah renggang hubungan yang terjalin. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa dengan melibatkan kontak person lain, maka hal ini bisa menimbulkan ketersinggungan pada informan kunci sebelumnya terlebih apabila kita salah memberikan penjelasan kepada mereka.
(8)
Melibatkan kontak person dari salah seorang dari perusahaan bersangkutan dirasa akan lebih baik, karena tentunya kehadiran petugas lapangan akan lebih mudah diterima oleh perusahaan yang akan dipetakan.
Melakukan penggalian data secara mendalam di setiap perusahaan (1)
Setelah terjalin hubungan yang baik dengan perusahaan yang akan dipetakan, selanjutnya lakukan penggalian informasi untuk melakukan validasi data sebelumnya sesuai dengan beberapa variabel dalam form pemetaan, misalnya perkiraan jumlah armada/sarana transportasi, perkiraan jumlah pengemudi, waktu biasa berkumpul, dsb.
(2)
Dalam melakukan validasi data pergunakan instrumen/form yang sudah disiapkan sebelumnya.
(3)
Dalam melakukan penggalian data upayakan juga untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh dari sumber/informan lainnya, karena lebih banyak sumber informasi yang diperoleh maka data yang dikumpulkan validasinya juga akan jauh lebih baik. Metode seperti ini sering dikembangkan dalam penelitian kualitatif atau yang sering dikenal dengan metode Triangulasi Data.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
32
(4)
Melakukan cross check atau review untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan tidak tumpang tindih (overlapping).
(5)
Upayakan untuk mendatangi semua perusahaan yang sudah di listing sampai dirasa sudah tidak ada lagi yang terlewatkan.
h)
Memperbaharui data/pemuthakiran data pemetaan perusahaan. (1) Menginventarisir semua data perusahaan yang sudah divalidasi. (2) Memisahkan perusahaan pada data awal yang sudah tidak diketemukan lagi pada saat pemetaan dilakukan. (3) Menyajikan data terbaru dalam bentuk form listing pemetaan yang mudah dipahami. (4) Menyajikan data pemetaan secara jelas dan benar.
i)
Memilih perusahaan transportasi sebagai sampel. Penelusuran terhadap beberapa jenis transportasi angkutan jalan mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Dalam melakukan listing perusahaan utamakan yang terletak hanya di kota/ kabupaten terpilih dalam lokasi survei. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan listing perusahaan transportasi: (1) Data perusahaan transportasi diperoleh dari Dinas Perhubungan tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Selain itu juga data bisa dari ORGANDA di masing-masing wilayah. (2) Petugas lapangan mendata perusahaan/ koperasi yang bergerak di sektor transportasi yang ada di kedua wilayah survei. Data perusahaan dimasukkan ke dalam form/ template excel yang sudah disediakan. (3) Jenis-jenis perusahaan transportasi dapat di lihat di template excel yaitu; PO Bis AKAP (Antar Kota Antar Propinsi), AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi), Perusahaan Angkutan Pariwisata, Perusahaan Taxi, Perusahaan Travel, Angkutan kota (Angkot), dan Truk.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
33
(4)
Data perusahaan terdiri dari nama perusahaan, pimpinan/pemilik, alamat perusahaan, nomor telepon perusahaan, jumlah kendaraan yang dioperasikan dan jumlah operator. Operator yang dimaksud adalah supir ata pengemudi untuk angkutan jalan.
(5)
Setelah data tersebut sudah di terima dari Dinas Perhubungan, maka petugas lapangan akan melakukan verifikasi ke masing-masing perusahaan. Verifikasi ini untuk memastikan perusahaan yang ada di dalam daftar masih beroperasi, apabila sudah tidak beroperasi maka perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari daftar.
(6)
Kegiatan verifikasi ini juga untuk memastikan data yang dimiliki pihak perusahaan tentang jumlah armada yang dioperasikan beserta operatornya sesuai dengan data yang dimiliki oleh dinas perhubungan setempat.
(7)
Untuk 1 (satu) wilayah survei, populasi perusahaan transportasi untuk masing-masing jenis angkutan minimal 2 (dua) perusahaan.
(8)
Apabila di 1 (satu) wilayah survei 1 (satu) jenis perusahaan jumlahnya di bawah 2 (dua), maka inventarisasi akan dilakukan di wilayah pemerintah daerah terdekat. Sebagai contoh, apabila di Kota Malang jumlah perusahaan taxi hanya 1 (satu) perusahaan maka dapat mencari perusahaan taxi lain yang ada di wilayah terdekat yaitu di Kabupaten Malang.
(9)
Data yang sudah di verifikasi diserahkan kepada Mitra Lokal atau Koordinator Lapangan yang lalu akan di kirim ke Pusat Penelitian Kesehatan-Universitas Indonesia (PPK-UI) untuk menjadi dasar penentuan sampel penelitian di masing-masing lokasi survei.
(10) Yang perlu di perhatikan dalam melakukan inventarisasi : Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
34
(a) AKAP (Antar Kota Antar Propinsi), adalah moda transportasi yang melayani rute antar propinsi, seperti rute Bandung (Jawa Barat)-Semarang (Jawa Tengah). (b) AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi), adalah moda transportasi yang melayani rute antar kota tapi masih dalam satu wilayah propinsi. Untuk wilayah DKI Jakarta, bis kota dimasukkan dalam kategori AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi). (c) Perusahaan Angkutan Pariwisata, adalah perusahaan yang mengelola angkutan khusus untuk kegiatan pariwisata. Rute angkutan ini bisa hanya antar kota sampai antar propinsi. (d) Untuk ukuran kendaraan dapat berupa mini bis sampai bis besar. (e) Perusahaan Taxi Moda angkutan transportasi taxi terdiri dari beberapa jenis pengelola, ada yang pengelolaan berbentuk perusahaan swasta dan koperasi. Taxi yang dikelola oleh koperasi terdiri dari beberapa bentuk : Koperasi taxi yang berada di bawah naungan Angkasa Pura. Koperasi taxi yand dibentuk oleh institusi tertentu seperti angkatan udara, angkatan darat atau lainnya. Koperasi yang dibentuk sebagai wadah usaha pemilik taxi pribadi. (g) Perusahaan travel disini adalah perusahaan yang minimal berbentuk CV dan memiliki cap resmi perusahaan. Moda angkutan travel ada yang berpelat kuning (resmi mobil untuk mengangkut penumpang) ada juga travel resmi yang berpelat hitam. Jumlah travel yang plat hitam di suatu kota atau kabupaten Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
35
tertentu jumlah cukup banyak. Seharusnya seluruh moda angkutan yang mengangkut penumpang menggunakan plat kuning. Jika terjadi kecelakaan kepada travel yang berplat hitam yang mengakibatkan penumpang cacat atau meninggal tidak mendapatkan santunan asuransi. Dalam survei ini semua jenis travel (palt kuning atatupun hitam) tetap dimasukkan sebagai kerangka sampel dengan catatan berbentuk CV ataupun berada dalam pengelolaan wadah managemen perusahaan. (h) Untuk angkutan kota, biasanya di miliki oleh perorangan dan ada juga yang berbentuk koperasi. Untuk inventarisasi ini yang di cari pertama adalah koperasi yang mengelola angkutan kota. Apabila tidak ada, baru dilakukan inventarisasi berdasarkan individu pemilik kendaraan angkutan kota tersebut. (i) Mobil sewa resmi (rentcar). Penyewaan mobil resmi yang dimaksud adalah penyewaan mobil tersebut mendapat izin usaha dari pemerintah dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), memiliki akte Ijin Gangguan (HO), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan) dan mempunyai kantor tetap. Pengusaha rental mobil ada yang besar seperti Trac milik Toyota yang terdapat di beberapa kota di Indonesia ada juga yang kecil yang hanya terdiri dari beberapa mobil dan hanya berada di kota atau kabupaten tertentu. (j) Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam memilih perusahaan yang akan diambil sebagai sampel : Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
36
Tahap pertama adalah memasukkan semua data perusahaan yang sudah dipetakan ke dalam form yang sudah disediakan (contoh terlampir). Tahap kedua adalah lakukan listing semua jenis perusahaan berdasarkan jenis sarana transportasinya. Tahap ketiga adalah melakukan pengacakan terhadap perusahaan pada masing-masing jenis transportasi dengan metode SRS (dengan cara memberikan urutan nomor pada semua perusahaan kemudaian dikocok seperti arisan sampai kuota perusahaan terpilih sesuai dengan jumlah yang ditentukan). Di setiap kota/kabupaten akan diambil jumlah perusahaan yang dilibatkan dalam survei sebagai berikut; Bus AKAP
= 3 perusahaan
Bus AKDP
= 3 perusahaan
Truk
= 3 perusahaan
Taxi
= 3 perusahaan
Angkot
= 3 perusahaan
Travel
= 2 perusahaan
Rentcar
= 2 perusahaan
Contoh listing perusahaan transportasi Tabel 3-5 Metode Pengambilan Data pada Setiap Jenis Transportasi NO. A. 1. 2. 3. 4. B. 1. 2. 3. 4.
NAMA PERUSAHAAN PO. Bus AKAP PO. Sumber Kencono PO. Limas PO. Mayasari Bakti Dst PT. Taxi Blue Bird Express Express Dst
ALAMAT PERUSAHAAN
JUMLAH ARMADA
JUMLAH SOPIR
CONTACT PERSON
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
TELP/HP CP
37
j)
Menghitung jumlah sampel per jenis transportasi secara Proportional Probability to Size (PPS). Dengan menggunakan metode PPS, maka penentuan banyaknya jumlah responden yang akan diambil pada setiap perusahaan akan berbedabeda antara perusahaan yang satu dengan lainnya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh banyaknya pengemudi di setiap perusahaan. Semakin banyak jumlah pengemudi di suatu perusahaan transportasi, maka semakin besar pula jumlah responden yang akan diambil (proporsional). Penghitungan jumlah responden di setiap perusahaan terlebih dahulu harus mengelompokkan setiap perusahaan berdasarkan jenis sarana transportasinya. Jenis transportasi bus AKAP tidak boleh digabung dengan truk, demikian juga perusahaan taxi tidak boleh digabung dengan perusahaan angkot, demikian seterusnya. Jadi pengelompokan perusahaan harus homogen sesuai dengan jenis transportasinya. Selain itu, syarat utama untuk menentukan besarnya responden di setiap perusahaan harus diketahui terlebih dahulu estimasi jumlah pengemudi di setiap perusahaan (nominator) dan juga total dari estimasi jumlah pengemudi semua perusahaan pada jenis transportasi yang sama (denominator). Setelah nominator dan denominator diketahui, selanjutnya lakukan penghitungan jumlah responden yang akan diambil di setiap perusahaan secara proportional. Berikut ini adalah contoh pengambilan sampel responden di perusahaan bus AKAP (lihat tabel simulasi perhitungan responden). Cara menentukan besarnya responden yang akan diambil pada PO. Bus AKAP di perusahaan A1, maka penghitungannya adalah :
Estimasi pengemudi (EA1)nominator ------------------------------------------------------------ x 35 (target responden) Total estimasi pengemudi (#EA)denominator
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
38
Tabel 3-6 Contoh Tabel Transportasi NO SENTINEL
A. 1. 2. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2. 3. D. 1. 2. 3. E. 1. 2. 3. F. 1. 2. G. 1. 2.
JENIS TRANSPORTASI
Penghitungan
ALAMAT LOKASI
Bus AKAP 35 A1 A2 A3 Total Bus AKDP B1 B2 B3 Total Truk C1 C2 C3 Total Taxi D1 D2 D3 Total Angkutan Perkotaan E1 E2 E3 Total Travel (Biro perjalanan) F1 F2 Total Mobil sewa (Rentcar) G1 G2 Total
Responden ESTIMASI PENGEMUDI
di
Setiap
TARGET RESPONDEN
Perusahaan
JUMLAH RESPONDEN TERPILIH
35 EA1 EA2 EA3 # EA
(EA1 : #EA) x 35 = EA1' (EA2 : #EA) x 35 = EA2' (EA3 : #EA) x 35 = EA3' Σ (EA1', EA2', EA3') 35
EB1 EB2 EB3 #EB
(EB1 : #EB) x 35 = EB1' (EB2 : #EB) x 35 = EB2' (EB3 : #EB) x 35 = EB3' Σ (EB1', EB2', EB3') 25
EC1 EC2 EC3 #EC
(EC1 : #EC) x 25 = EC1' (EC2 : #EC) x 25 = EC2' (EC3 : #EC) x 25 = EC3' Σ (EC1', EC2', EC3') 25
ED1 ED2 ED3 #ED
(ED1 : #ED) x 25 = ED1' (ED2 : #ED) x 25 = ED2' (ED3 : #ED) x 25 = ED3' Σ (ED1', ED2', ED3') 25
EE1 EE2 EE3 #EE
(EE1 : #EE) x 25 = EE1' (EE2 : #EE) x 25 = EE2' (EE3 : #EE) x 25 = EE3' Σ (EE1', EE2', EE3') 10
EF1 EF2 #EF
(EF1 : #EF) x 10 = EF1' (EF2 : #EF) x 10 = EF2' Σ (EE1', EE2') 10
EG1 EG2 #EG
k)
(EG1 : #EG) x 10 = EG1' (EG2 : #EG) x 10 = EG2' Σ (EG1', EG2')
Memilih responden per jenis transportasi Setelah diketahui perusahaan yang terpilih menjadi sampel dan juga jumlah responden setiap perusahaan, maka tahap selanjutnya adalah memilih siapa pengemudi yang akan menjadi calon responden. Dengan berdasarkan pada prinsip random, maka pemilihan responden juga tidak boleh dilakukan dengan memilih secara sengaja beberapa orang tertentu yang akan dijadikan responden. Sistem acak (random) harus tetap dilakukan pada tahap pemilihan responden. Dalam survei berikut, cara yang digunakan adalah dengan SRS dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
39
(1)
Setelah di ketahui perusahaan transportasi yang diambil sebagai sampel dan juga jumlah responden setiap perusahaan, maka tahap selanjutnya adalah mengambil responden di beberapa tempat kerja/sentinel dengan cara acak.
(2)
Sebagai contoh adalah akan melakukan pemilihan responden pengemudi PO. Bus Sumber kencono di Surabaya sebanyak 15 pengemudi : (a) Pertama-tama tentukan terlebih dahulu waktu/hari survei dan tempat yang akan dituju untuk pengambilan data (misalkan saja survei akan dilakukan pada hari Selasa tanggal 9 Juni 2013 di terminal Bungur Asih Surabaya). (b) Pada hari survei tersebut perhitungkan berapa enumerator yang akan mengambil data di tempat tersebut. Setelah sudah disepakati jumlah enumerator yang bertugas, maka selanjutnya datangi tempat tersebut. (c) Di lokasi survei identifikasi semua bus Sumber Kencono yang ada dan sedang dalam keadaan istirahat/mangkal menunggu waktu keberangkatan (pengambilan data bisa dilakukan pagi, siang, sore ataupun malam hari). (d) Catat semua bus Sumber Kencono tersebut dengan mengidentifikasi plat nomor kendaraan (misalkan : W 1987 ER, W 2345 GT, W 5682 FR, dst) dengan batasan waktu yang kita tentukan (misalkan dari jam 14.00 – 15.00WIB). (e) Berikan urutan dari nomor 1 s/d bus terakhir pada setiap nomor plat kendaraan dalam batas waktu tertentu saat melakukan identifikasi kendaraan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
40
(f) Setelah semua kendaraan diberikan nomor urutan, maka tahap selanjutnya adalah lakukan pengundian dengan metode simple random sampling seperti arisan (di kocok) dan perhatikan nomor undian yang keluar sampai sejumlah responden yang akan diwawancarai pada hari H saat survei. (g) Dari beberapa nomor undian yang keluar tersebut perhatikan nomor plat kendaraannya, kemudian datangi bus tersebut dan tanyakan siapa pengemudinya dan dimana bisa ditemui untuk dijadikan responden. (h) Perlu diperhatikan, dari total target sebanyak 35 pengemudi bus AKAP di setiap kota/kabupaten tidak boleh diselesaikan/diambil datanya dalam waktu sehari saja. Pengambilan responden pada setiap jenis transportasi tertentu hanya diperbolehkan diambil maksimal 5 responden per hari. (i) Pembatasan pengambilan responden per hari pada setiap jenis transportasi tertentu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada pengemudi lainnya yang beroperasi di hari berikutnya. (j) Untuk pengambilan data pada hari selanjutnya sebaiknya dilakukan di tempat/ sentinel lainnya, meskipun masih tetap diperbolehkan mengambil di tempat yang sama pada hari sebelumnya. (k) Kemungkinan duplikasi responden bisa terjadi pada saat survei, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut harus diperhatikan pertanyaan saringan yang tertera pada inform consent di kuesioner untuk memastikan bahwa responden belum pernah diwawancara/ mengisi angket pada hari sebelumnya. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
41
(l) Sebaiknya petugas lapangan/ enumerator yang akan mengambil data pada hari berikutnya usahakan orang yang sama supaya bisa mengenali responden yang sudah diambilkan datanya, dan juga lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan yang pernah didatangi sebelumnya. (3)
Cara lain yang juga bisa digunakan dalam pemilihan responden/ pengemudi bus AKAP di lokasi survei adalah dengan pengacakan menggunakan metode stratified random sampling (menggunakan interval) pada daftar calon responden yang sudah di listing. Berikut adalah cara kedua yang bisa dipergunakan : (a) Pertama siapkan list pengemudi AKAP PO. Sumber kencono yang ada di sentinel/ lokasi survei pada waktu yang sudah ditentukan, buatlah nomor urut pada semua calon responden.
Tabel 3-7 Contoh Listing Bus Sumber Kencono NO.
PLAT NOMOR KENDARAAN
CALON RESPONDEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
W 1234 AS W 6572 ER W 2978 UJ W 7962 GT W 3667 BV W 9873 AN W 5876 AT W 9976 HJ W 5637 RR W 1176 KL W 7795 RT W 2256 AD W 6875 AE W 2256 YY W 1111 TT Dst …..35 Jumlah
Pengemudi 1 Pengemudi 2 Pengemudi 3 Pengemudi 4 Pengemudi 5 Pengemudi 6 Pengemudi 7 Pengemudi 8 Pengemudi 9 Pengemudi 10 Pengemudi 11 Pengemudi 12 Pengemudi 13 Pengemudi 14 Pengemudi 15 Pengemudi 35 35
RESPONDEN TERPILIH
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
42
(b) Pada saat survei dilakukan, misalnya hari Selasa tanggal 9 Juni 2013 akan mengambil sampel sebanyak 5 orang pengemudi PO. Bus Sumber Kencono, maka terlebih dahulu hitung interval dengan cara membagi jumlah total pengemudi dengan jumlah target responden (35/5=7). (c) Hasil pembagian tersebut akan dijadikan interval dalam pemilihan responden dimulai dari responden urutan pertama (starting number). (d) Berikutnya memilih angka random pertama dengan menggunakan Tabel random, cukup menjatuhkan balpoin ke atas Tabel dan liaht anagka yang terpilih, misalnya 2348, dengan demikian karena kita hanya mengambil satu digit terakhir maka angka random pertama adalah angka 8, dengan demikian responden terpilih pertama adalah nomor urut 8 yaitu pengemudi bus Sumber Kencono dengan plat nomor kendaraan W 9976 HJ. (e) Selain dengan menggunakan tabel random, cara lain yang lebih praktis untuk menentukan starting number adalah dengan mengeluarkan uang kertas (1 lembar) kemudian lihat nomor seri yang tertera pada uang tersebut sebagai nomor urut pertama. Misalkan pada 1 lembar uang seribu rupiah yang kita lihat terdapat nomor seri WDT104227, maka nomor urut pertama yang dipakai sebagai starting number adalah nomor 7 dalam kerangka sampling yang sudah disediakan. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
43
(f) Selanjutnya dengan menambahkan interval 7 maka responden berikutnya adalah responden dengan nomor urut 8+7 = 15, 15+7 = 22 dan 22+7 =29, 29+7= 36. Karena jumlah total pengemudi hanya 35 orang, maka responden terakhir tidak mencukupi dan harus kembali lagi mulai dari urutan nomor 1 dan seterusnya. Dari contoh tersebut di atas terlihat bahwa responden terakhir adalah nomor 36, apabila dihitung dengan interval 7 dari nomor urut 29 maka responden terakhir jatuh pada nomor urut 1 dengan bus dengan nomor plat kendaraan W 1234 AS.
I)
(4)
Metode pemilihan responden seperti pada contoh tersebut di atas juga diberlakukan sama untuk pengambilan responden jenis transportasi jalan lainnya.
(5)
Jika di suatu lokasi ditemukan situasi berbeda dengan standar pengambilan responden yang sudah ditentukan, maka diharapkan segera konfirmasi kepada koordinator lapangan masingmasing provinsi untuk mendapatkan pemecahan masalahnya.
(6)
Apabila korlap tidak bisa memutuskan solusi di lapangan, maka segera memberitahukan pada tim peneliti Puslitkes UI untuk mendapatkan arahan selanjutnya.
Sektor Angkutan Kereta Api (KA) Sasaran responden pekerja Kereta Api adalah pekerja yang dianggap sangat vital dalam keselamatan perjalanan kereta api. Baik yang berperan sebagai pengendali perjalanan, pengendali kereta maupun petugas yang menjaga perlintasan rel. (1)
Sebagai pengendali kereta adalah Masinis 1 dan 2.
(2)
Petugas perjalanan Kereta atau Dispatcher.
(3)
PPKA (Pengendali perjalanan KA).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
44
(4)
Petugas penjaga pelintasan rel KA/ penjaga palang pintu.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pada umunya semua petugas bekerja atas 3 shift waktu kerja. Masinis hanya bekerja 4 jam untuk satu perjalanan kemudian istirahat, dan kembali bekerja 4 jam berikutnya untuk kembali ke tempat asal. Untuk penjaga perlintasan Kereta api resmi yang dikelola PT KAI terbagi dalam 3 shift dan bekerja dimasingmasing pos, demikian juga dengan petugas perjalanan KA dan petugas Pengendali KA bekerja hanya di stasiun. Lokasi pengumpulan data terdiri dari dua tempat yaitu di Stasiun besar masing-masing Daop (daerah operasi) untuk Petugas Perjalanan kereta, Pengendali perjalanan KA dan Masinis 1 dan 2, sedangkan untuk Petugas pelintasan rel KA penjaga palang pintu dilakukan di pos tempat bertugas. Khusus mengenai petugas perlintasan, ada kemungkinan dalam satu DAOP terdiri lebih dari satu jalaur kereta, seperti DAOP III di Cirebon. DAOP mempunyai 3 arah, yaitu Cirebon- Kerawang, Cirebon – Purwokerto dan Cirebon – Tegal. Karakteristik ketiga wilayah tersebut bisa berbedabeda, kearah Kerawang akan mendapati perlintasan yang berada di daerah sepi seperti persawahan, perumahan atau perkebunan. sedangkan dua arah lainnya berada di keramaian jalan utama. Tabel 3-8 Jumlah dan Sasaran Sampel Pekerja Perkeratapian Studi BNN 2013 NO. 1. 2. 3. 4.
JUMLAH SAMPEL PER DAOP/DIVRE Sebagai pengendali kereta adalah Masinis 1 16 dan 2 Petugas perjalanan Kereta atau Dispatcher/ 4 PPKA Pengendali Perjalanan KA 4 44 4 Petugas pelintasan rel KA penjaga palang 8 pintu. 8 88 SASARAN
JUMLAH
32
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
TOTAL SAMPEL 8 DAOP/3 DIVRE 176 44 44 88 352
45
2.
Metode penarikan sampel Idealnya penarikan sampel pada sebuah studi dilakukan secara random dari seluruh populasi sasaran, dengan demikian akan diperoleh keterwakilan yang memadai dari populasi tersebut. Namun demikian setiap studi mempunyai keterbatasan baik dari sisi waktu, pembiayaan dan tenaga. Dalam studi ini keterbatasan tidak hanya ketiga hal tersebut di atas tetapi juga keterbatasan pada ketersediaan waktu target sasaran karena bekerja dengan jadwal yang ketat melaksanakan pelayanan publik. Oleh karena itu kompromi pelaksanaan studi perlu dilakukan termasuk dalam penarikan sampel studi. Dalam kasus Studi Pekerja transportasi ini sektor pekerja kerepa api hanya salah satu target sasaran studi. JIka ingin melakukan studi dengan random sampel murni maka akan diperlukan waktu yang panjang jika harus menyesuaikan dengan ketersediaan waktu responden. Misalnya kelompok masinis jika dirandom maka waktu pengumpulan data akan tersebar sesuai jadwal kerja masinis. Studi ini mencoba mengalokasikan waktu pengumpulan data pada setiap kelompok sasaran secara proporsional sesuai banyaknya target kelompok sasaran dan tingkat kesulitan. Misalnya waktu yang disediakan untuk Pekerja transportasi udara (cabin crew) berbeda dengan pekerja yang lain hanya 3-4 hari per kelompok sasaran dalam satu wilayah. Prinsip lain yang harus diutamakan adalah kegiatan tidak dapat mengganggu arus manusia dan barang yang menjadi kor bisnis pekerja transportasi. Dengan mempertimbangkan berbagai hal tesebut di atas maka sampling pada pekerja transportasi akan difokuskan pada populasi pekerja pada hari-hari yang ditentukan.
3.
Tahapan pengambilan sampel Menentukan periode pengumpulan data, misal tgl 10-15 Juni 2013, atau selama 5 hari pengumpulan data Mengkomunikasikan tanggal periode tersebut kepada DAOP. a.
Mitra lokal/Koordinator lapangan harus memperoleh data pekerja kelompok sasaran yang bekerja pada tanggal tersebut.
b.
Menyusun kerangka sampel dari populasi pekerja pada periode tersebut.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
46
4.
c.
Mengambil secara random sesuai jumlah dan kelompok sasaran.
d.
Melaporkan dan mengkoordinasikan pekerja yang tersampel pada periode waktu tersebut kepada manger SDM , Operasional dan Jalan Rel.
e.
Mengkoordinasikan waktu pengumpulan data.
f.
Melakukan pengumpulan data.
Cara pengambilan sampel a.
b.
Kelompok Masinis, Petugas Perjalanan KA dan Pengendali Perjalanan KA 1)
Pertama membuat list sesuai kelompok pekerja masinis 1 dan 2, petugas perjalanan KA dan Pengendali Perjalanan KA yg bekerja pada periode (tanggal ..... sampai dengan tanggal .......)
2)
Populasi dibagi ke dalam sub populasi (strata), dengan tujuan membentuk sub populasi yang didalamnya membentuk satuan-satuan sampling yang memiliki nilai variabel yang tidak terlalu bervariasi (relatif homogen).
3)
Dari setiap stratum dipilih sampel melalui proses simple random sampling. Misalnya dalam semua nama pekerja KA ini diklasifikasikan atau distratifikasi terlebih dahulu ke dalam masinis 1 dan 2, PPKA dan Penngendali perjalanan.
4)
Sampel untuk kelompok masinis akan diambil 8 orang (masinis 1) dan 8 orang (masinis 2), sedangkan untuk PP sebanyak 4 orang dan pengendali perjalaan 4 orang.
5)
Dari masing-masing strata dipilih nama pekerja yang akan diwawancarai dengan teknik simple random sampling.
6)
Daftar nama terpilih diserahkan ke manager SDM, manager operasional dan manager jalan rel.
7)
Wawancara akan dilakukan di stasiun atau di lokasi yang memungkinkan.
Petugas penjaga perlintasan 1)
Pertama mengidentifikasi nama pekerja dan nama post penjaga perlintasan KA di seluruh DAOP.
2)
Mengidentifikasi jumlah arah jalan rel, misalnya DAOP 3 ada 3 arah jalan rel, yaitu Krawang, Tegal dan Purwokerto.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
47
5.
3)
Membuat list nama post dan petugasnya sesuai arah jalan rel, beserta alamat post.
4)
Memilih nama Post penjaga perlintasan pilih sampel melalui proses simple random sampling. Misalnya dalam untuk arah Krawang terpilih 2 dan untuk arah purwokerto terpilih 3 dan arah tegal terpilih 3.
5)
Daftar nama Post terpilih diserahkan ke manager SDM, manager operasional dan manager jalan rel.
6)
Siapapun yang bertugas pada post terpilih saat dikunjungi akan menjadi responden
7)
Wawancara akan dilakukan di post atau di lokasi yang memungkinkan.
Cara memilih sampel Ada tiga cara memilih sampel yang sering digunakan dalam survei yaitu dengan cara: (1) mengundi, (2) menggunakan Tabel Angka Random, dan (3) memakai angka random yang ada dalam Scientific Calculator. Pengundian dilakukan dengan memasukan semua nomor urut atau nama respondent kedalam kertas undian, lalu memilih sejumlah yang diperlukan. Permasalahannya bila daftar nama pekerja cukup banyak maka memerlukan waktu untuk menlakukan persiapan undian. Dari segi kepraktisan akan sangat mudah jika digunakan Tabel random karena hanya memerlukan selembar kertas. Dengan Tabel random cukup dengan menjatuhkan ballpoint ke atas lembar Tabel random melihat digit terakhir dari angka terpilih tersebut. Bisa juga menggunakan scientific kalkulator. Bila menggunakan kalkulator terdapat tombol yang bernotasi “RAN#”. Jika tombol tersebut dipijit akan ke luar angka per seribuan. Misalnya ketika kita akan melakukan penelitian dengan jumlah populasi 100 pekerja. Semua pekerja harus dimasukan dalam kerangka sampling yang diberi nomor mulai dari 001, 002, sampai 100. Untuk menentukan sampel ke-1 yang harus diambil pijit timbol pada kalkulator, misalkan ke luar angka 0,24, berarti sampel yang harus diambil pertama adalah yang bernomor urut 24 pijit lagi tombol RAN# misalkan ke luar angka 0,35 berarti yang harus diambil sebagai sampel yang ke-2 adalah yang bernomor urut 35. (Setiawan, 2005).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
48
6.
Cara memilih Pengendali perjalanan KA a.
Pertama siapkan list pekerja yang ada pada waktu yang sudah ditentukan, buatlah nomor urut, nama dan pekerjaan yang bersangkutan.
Tabel 3-9 Daftar Pekerja Kereta Api NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
NAMA Suparna Suparman Isra Rahman Rahim Haman Rohman Liman Lamin Demin Diman Bandit Bandot Carmat Sarmat Jumlah
PEKERJAAN Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan Pengendali perjalanan
SAMPEL TERPILIH Terpilih
Terpilih
Terpilih
Terpilih
15
b.
Untuk kelompok pengendali perjalanan KA akan diambil 4 orang responden, dengan demikian kita harus memilih secara random dari list petugas diatas. Dengan PPS kita bisa mendapatkan interval dari seluruh pekerja, yaitu 15/4= 3,75, bulatkan ke atas maka anda kan mendapat interval 4.
c.
Berikutnya memilih angka random pertama dengan menggunakan Tabel random, cukup menjatuhkan balpoin ke atas Tabel dan lihat angka yang terpilih, misalnya 2342, dengan demikian karena kita hanya mengambil satu digit terakhir maka angka random pertama adalah angka 2, dengan demikian responden terpilih pertama adalah nomor urut 2 yaitu Suparman.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
49
d.
Selain dengan menggunakan tabel random, cara lain yang lebih praktis untuk menentukan starting number adalah dengan mengeluarkan uang kertas (1 lembar) kemudian lihat nomor seri yang tertera pada uang tersebut sebagai nomor urut pertama. Misalkan pada 1 lembar uang seribu rupiah yang kita lihat terdapat nomor seri WDT104227, maka nomor urut pertama yang dipakai sebagai starting number adalah nomor 7.
e.
Selanjutnya dengan menambahkan interval 4 maka responden berikutnya adalah responden dengan nomor urut 2+4 = 6, 6+4 = 10 dan 10+4 =14.
f.
Lakukan langkah yang sama dengan Petugas perjalanan Kereta/Dispatcher (PPKA).
Tabel 3-10 Contoh Pengambilan Sample Pekerja Moda Kerete Api NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
NAMA Suparna Suparman Isra Rahman Rahim Haman Rohman Liman Lamin Demin Diman Bandit Bandot Carmat Sarmat Jumlah g.
PEKERJAAN PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA PPKA
SAMPEL TERPILIH
Responden 4
Responden 1
Responden 2
Responden 3 15
Berikutnya memilih angka random pertama dengan menggunakan Tabel random, cukup menjatuhkan balpoin ke atas tebel dan lihat anagka yang terpilih, misalnya 2347, dengan demikian karena kita hanya mengambil satu digit terakhir maka angka random pertama adalah angka 7, dengan demikian responden terpilih pertama adalah nomor urut 7 yaitu Suparman.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
50
7.
h.
Selanjutnya dengan menambahkan interval 4 maka responden berikutnya adalah responden dengan nomor urut 7+4 = 11, 11+4 = 15 dan 15+4 =19.
i.
Pada kesempatan ini muncul angka 19, sementara dalam list hanya ada 15, untuk kasus ini hitungan ke 16 kembalike nomor 1, jadi terpilih mewakili angka 19 adalah responden 4.
Cara Memilih Penjaga Perlintasan Pintu Kereta. a.
Langkah pertama buatlah list seperti contoh diatas.
b.
Namun untuk kelompok penjaga rel kereta pisahkan daftar menurut arah rel karena survei ini berupaya mendapatkan keterwakilan masing-masing arah rel, rata-rata ada lebih dari 30 perlintasan resmi yang dijaga petugas PTKAI.
c.
Pada kelompok penjaga perlintasan ini yang akan dipilih adalah post perlinatsan tempat penjaga bertugas.
Tabel 3-11 Contoh Pekerja Penjaga Perlintasan Transportasi Kereta Api NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5.
LOKASI POST Cirebon - Krawang 1 Cirebon - Krawang 2 Cirebon - Krawang 3 Cirebon - Krawang 4 Cirebon - Krawang 5 Cirebon - Krawang 6 Jumlah Cirebon - Purwakerto 1 Cirebon - Purwakerto 2 Cirebon - Purwakerto 3 Cirebon - Purwakerto 4 Cirebon - Purwakerto 5 Cirebon - Purwakerto 6 Cirebon - Purwakerto 7 Jumlah Cirebon - Tegal 1 Cirebon - Tegal 2 Cirebon - Tegal 3 Cirebon - Tegal 4 Cirebon - Tegal 5 Jumlah
PEKERJAAN 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 6 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 7 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 3 Penjaga 5
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
SAMPEL TERPILIH
51
8.
d.
Lakukan perhitungan PPS untuk setiap kelompok arah rel, dengan perbandingan sama besar 4:4 jika terdiri dari 2 jalur rel, perbandingan 2:3:3 jika terdiri dari 3 jalur rel seperti Cirebon.
e.
Jalur satu ada 6 post berati 6/2=3, berarti diperoleh interval 3. Pada jalur 2 ada 7 post 7/3= 2.3, maka intervalnya 2.
f.
Lakukan pemilihan random sederhana menggunakan Tabel random atau nomor seri pada 1 lembar uang kertas, untuk mendapatkan nomor random pertama.
g.
Lakukan seperti pada kelompok PPKA.
h.
Siapapun penjaga perlintasan yang sedang bekerja pada saat pewawancara datang akan menjadi responden survei.
Cara memilih Masinis KA. a.
Pertama siapkan list pekerja yang ada pada waktu yang sudah ditentukan, buatlah nomor urut, nama dan pekerjaan yang bersangkutan.
b.
Untuk kelompok masinis pisahkan menurut daftar masinis 1 dan masinis 2
c.
Untuk kelompok Masinis KA akan diambil 16 orang responden, masing-masing 8 orang masinis 1 dan 8 orang masinis 2.
d.
Dengan demikian kita harus memilih secara random dari list petugas diatas. Dengan PPS kita bisa mendapatkan interval dari seluruh masinis 1 dan 2, untuk masinis 1 yaitu 30/8= 3.75, bulatkan ke atas maka anda kan mendapat interval 4.
e.
Berikutnya memilih angka random pertama dengan menggunakan Tabel random, cukup menjatuhkan balpoin ke atas Tabel dan liaht anagka yang terpilih, misalnya 2348, dengan demikian karena kita hanya mengambil satu digit terakhir maka angka random pertama adalah angka 8, dengan demikian responden terpilih pertama adalah nomor urut 8 yaitu Suparman.
f.
Selanjutnya dengan menambahkan interval 4 maka responden berikutnya adalah responden dengan nomor urut 8+4 = 12, 12+4 = 16 dan 16+4 =20, dan seterusnya sampai diperoleh 8 orang. Bila hasil hitungan melebihi 30 maka kembali ke nomor urut 1 sebagai nomor 31.
g.
Lakukan langkah yang sama dengan kelompok masinis 2.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
52
Tabel 3-12 Contoh Pekerja Masinis di Transportasi Kereta Api NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
NAMA Suparna Suparman Isra Rahman Rahim Haman Dst……. 30 Jumlah Liman Lamin Demin Diman Bandit Bandot Carmat Sarmat Dst……. 35 Jumlah 1.
PEKERJAAN Masinis 1 Masinis 1 Masinis 1 Masinis 1 Masinis 1 Masinis 1
SAMPEL TERPILIH
30 Masinis 2 Masinis 2 Masinis 2 Masinis 2 Masinis 2 Masinis 2 Masinis 2
35
Sektor Transportasi Laut dan ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan). Penarikan sampling sektor angkutan laut dan ASDP dilakukan pada pelabuhan kapal laut (untuk angkutan laut) dan juga pelabuhan penyeberangan ataupun terminal bus air (untuk ASDP) di setiap lokasi survei. Beberapa tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Tahap pertama, terlebih dahulu harus membuat daftar pelabuhan kapal komersial (kapal penumpang dan kapal barang) di Provinsi yang menjadi lokasi survei dan rencana waktu kunjungan ke pelabuhan. Pastikan semua pelabuhan sudah dilisting, Karena pada tahap selanjutnya semua pelabuhan akan didatangi untuk pengambilan sampel saat survei.
b.
Selanjutnya urus perijinan ke administrasi pelabuhan (ADPEL) dan pastikan tanggal berkunjung ke pelabuhan untuk mengurus ijin melakukan survei serta mendapatkan informasi jumlah kapal yang ada di pelabuhan pada tanggal/hari survei yang akan dilaksanakan.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
53
c.
Total jenis angkutan laut dan ASDP yang harus diambil dalam 1 provinsi adalah sebanyak 12 kapal laut (penumpang dan atau barang), dan 8 kapal ASDP atau bus air.
d.
Target jumlah kapal laut dan ASDP yang diambil setiap hari survei adalah maksimal 2 unit kapal laut dan 2 unit kapal ASDP/ bus air. Sehingga kuota kapal laut bisa terpenuhi selama 6 hari survei, sedangkan kuota kapal ASDP/ bus air bisa diselesaikan dalam waktu 4 hari survei.
e.
Pada setiap hari pelaksanaan survei, buatlah daftar seluruh kapal laut dan kapal ASDP/ bus air yang bersandar di pelabuhan laut ataupun pelabuhan penyeberangan/ terminal bus air dan kemudian catat dan beri kode setiap kapal dengan menuliskan nama kapalnya (misalkan KM. Rinjani, KM. Arjuna, dsb)
f.
Setelah semua kapal selesai dilakukan listing, maka tahap selanjutnya adalah memilih secara acak 2 kapal laut dan 2 kapal ASDP/bus air yang akan dijadikan sampel dalam survei.
g.
Pengacakan nama kapal bisa dilakukan dengan metode penarikan sampling responden seperti pada angkutan jalan dan KA di atas. Pemilihan metode simple random sampling (arisan), ataupun dengan menggunakan stratified random sampling ( penggunaan interval) disesuaikan dengan banyaknya jumlah listing kapal yang sudah teridentifikasi.
h.
Dalam pemilihan kapal laut terlebih dahulu harus diprioritaskan jenis kapal penumpang komersial, apabila jumlahnya tidak memenuhi kuota maka bisa dipilih kapal muatan barang.
i.
Dari daftar kapal tersebut, ambil sampel sesuai kuota per Provinsi secara Random 2 kapal.
j.
Utamakan kapal penumpang, apabila kapal penumpang tidak ada, kapal barang bisa dipilih juga.
k.
Setelah semua kapal laut terpilih sebagai sampel, maka pada setiap kapal lakukan pengambilan data dengan pengisian angket (selft adminestered) untuk setiap 1 orang nahkoda kapal, 1 orang mualim/asisten nahkoda, 1 orang teknisi/ mekanik kapal.
l.
Sedangkan untuk kapal ASDP/bus air, hanya akan dilakukan wawancara untuk 1 orang juru mudi dan 1 orang asisten/ pembantu juru mudi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
54
m.
Selain beberapa jenis responden tersebut, target responden yang akan diambil adalah 1 orang syahbandar pelabuhan (sesuaikan dengan keberadaan di setiap pelabuhan laut), dan 2 orang dispatcher (bisa diambil di pelabuhan laut mana saja tergantung kondisi di lapangan).
Tabel 3-13 Contoh Nama Pelabuhan Laut yang Menjadi Lokasi Survei NO. PROVINSI 1. Aceh 2.
Sumatera Utara
3. 4. 5.
Sumatera Barat Sumatera Selatan Riau
6. 7.
Lampung Kepualaun Riau
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
16.
Kalimantan Timur
17. 18. 19.
Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat
20. 21.
Maluku Papua
2.
KOTA Banda Aceh Lhokseumawe Medan Tanjung Balai Padang Palembang Pekanbaru Dumai Bakauheni Tanjung Pinang Batam Jakarta Utara Cirebon Semarang Surabaya Denpasar Pontianak Palangkaraya Pangkalan Bun Kumai Samarinda Balikpapan Makassar Kendari Lombok Barat Lombok Timur Ambon Jayapura
NAMA PELABUHAN KSOP Klas IV Malahayati KSOP Klas III Lhokseumawe Kesyahbandaran Utama Belawan KSOP Klas V Tanjung Balai Asahan/Teluk Nibung KSOP Klas II Teluk Bayur KSOP Klas II Palembang KSOP Klas III Pekan baru KSOP Klas I Dumai KSOP Klas V Bakauheni KSOP Klas II Tanjung Pinang KANPEL Klas I Batam KSOP Klas I Banten Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok KSOP Klas II Cirebon KSOP Klas I Tanjung Mas Kesyahbandaraan Utama Tanjung Perak KSOP Klas II Benoa KSOP Klas II Pontianak KSOP Klas III Sampit KSOP Klas V Pangkalan Bun KSOP Klas IV Kumai KSOP Klas II Samarinda KSOP Klas I. Balikpapan Kesyahbandaran Utama Makassar KSOP Klas II Kendari KSOP Klas III Lembar UPP Klas III Labuan Lombok KSOP Klas I Ambon KSOP Klas II Jayapura
Sektor Transportasi Udara. Pengambian responden sektor transportasi udara terkonsentrasi hanya di Balai Kesehatan Penerbangan, Kemayoran, DKI Jakarta. Jenis respopnden yang diambil terdiri dari pilot, co pilot, cabin crew pesawat, dan teknisi/Flight Operations Officers (FOO). Pengambilan sampel dilakukan pada waktu pilot dan pekerja sektor transportasi udara lainnya melakukan medical check up secara berkala di kantor Balai Kesehatan Penerbangan. Berikut adalah tahapan pengambilan data responden pada sektor transportasi udara :
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
55
a.
Pengambilan data dilakukan selama kurang lebih 40 hari, dengan perolehan responden per harinya rata-rata 27 orang. Capaian perolehan responden per hari tidak merata tergantung dari banyaknya jumlah responden yang datang untuk melakukan pemeriksaan per hari, yaitu pada kisaran 16 s/d 66 orang.
b.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian angket (self administered), dengan menyiapkan 4 orang petugas pengambil data setiap harinya. Pembagian petugas lapangan adalah; 1 orang untuk menjelaskan masksud dan tujuan survei, 2 orang untuk mengkoordinir pengisian dan pengembalian kuesioner, dan 1 orang sebagai supervisor yang mengontrol semua proses pengumpulan data dari awal sampai akhir.
c.
Untuk menimbulkan kepercayaan responden bahwa survei yang dilakukan tidak terkait dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Balai Kesehatan Penerbangan, maka setiap petugas survei menggunakan atribut UI dan menjelaskan pada waktu inform consent sebelum pengisian kuesioner, dan pengisian kuesioner sifatnya anonimus.
d.
Proporsi pengumpulan data per hari tidak bisa ditentukan sebaran proporsi responden menurut jenis pekerjaan dan maskapainya sebagaimana yang tertuang dalam metode pengumpulan data.
e.
Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu; 1) jumlah responden yang melakukan pemeriksaan per hari tidak bisa diprediksi sebelumnya karena sifatnya mendadak, siapapun yang datang dan berapapun jumlahnya langsung dilayani hari itu juga, 2) latar belakang jenis pekerjaan dan maskapai tempat kerja juga tidak bisa diketahui sebelumnya (on site), 3) cakupan responden yang diambil per hari berdasarkan berapapun banyaknya jumlah pekerja yang datang, sehingga perolehan responden sesuai proporsi jenis pekerjaan dan maskapai baru bisa dievaluasi setelah pengambilan data selesai dilaksanakan per harinya.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
56
3.5 Instrumen dan Metode Pemilihan Informan Studi Kualitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan untuk melengkapi informasi yang tidak diperoleh dari survei kuantitatif. Cara pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan wawancara semi terstruktur. Cakupan informan studi kualitatif sebanyak 229 orang yang terdiri dari beberapa orang pemangku kepentingan di tingkat nasional, kota dan kabupaten, intansi/perusahaan penyedia layanan transportasi dan pengemudi kendaraan umum termasuk sopir, masinis, pilot, nahkoda, pengatur perjalanan, dan pengamanan perjalanan. Tujuan dilakukan pengumpulan data kualitatif antara lain untuk mengetahui tentang 1. Persepsi aktor terkait sektor transportasi terhadap kerawanan narkoba. 2. Kebijakan terkait P4GN. 3. Implementasi terkait P4GN. 4. Pengalaman aktor terhadap penggu narkoba. 3.5.1 Instrumen Kualitatif Penggalian data kualitatif dilakukan langsung oleh koordinator lapangan ataupun peneliti di tingkat pusat dengan menggunakan pedoman wawancara yang sifatnya terbuka dengan tujuan bisa menggali informasi lebih mendalam. Beberapa indikator kunci yang tercakup dalam pedoman studi kualitatif adalah sebagai berikut: 1.
Variabel instrumen semi terstruktur: a. Karateristik (jenis usaha, jumlah pekerja/laki-perempuan, jumlah managemen-pekerja). b. Program kesehatan (ketersediaan program, jenis program, waktu layanan). c. Program narkoba (kebijakan/peraturan, ketersediaan program, jenis program, waktu pelayanan, sangsi hukum, dampak terhadap output perusahaan).
2.
Variabel instrumen wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah: a. Identifikasi kerawanan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di sektor transportasi. b. Identifikasi angka kecelakaan transportasi terkait penyalahgunaan narkoba. c. Identifikasi terhadap upaya P4GN di sektor transportasi. d. Identifikasi kebijakan pemerintah terhadap upaya P4GN di sektor transportasi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
57
3.5.2 Metode Perhitungan Angka Prevalensi Penyalahguna Narkoba. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam dilakukan kepada pemangku kepentingan di tingkat propinsi, kota dan kabupaten, intansi/perusahaan penyedia layanan transportasi angkutan darat, laut, dan udara dan pengemudi kendaraan umum termasuk sopir, masinis, pilot, nahkoda, serta pengatur perjalanan, dan pengamanan perjalanan. Metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) dilakukan kepada pejabat di sektor perhubungan (darat, laut, udara, dan KA) di tingkat nasional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner semi terstruktur dilakukan kepada pengusaha/penyedia jasa transportasi darat, laut dan udara. Tabel 3-14 Metode dan Informan Studi Kualitatif NO.
INFORMAN
1.
Pejabat terkait di Lingkungan Kementrian Perhubungan dan jajarannya di Tingkat Nasional Pejabat terkait di Lingkungan Dinas Perhubungan dan jajarannya di Tingkat Propinsi dan Kota/ Kabupaten Pengusaha jasa transportasi (Darat, Laut dan Udara Crew Pengemudi Kendaraan Angkutan Umum: Sopir, Pilot, Masinis, Nakoda, teknisi, pengatur perjalanan, penjaga pintu kereta
2.
3. 4.
METODE
JUMLAH INFORMAN/PARTISIPAN
Diskusi Kelompok Terarah
12 orang
Wawancara Mendalam
32 orang
Wawancara Terstruktur Wawancara Mendalam
Semi
148 perusahaan/ pengusaha 37 Orang
Pemilihan Informan 1.
Informan dari kelompok pemangku kepentingan di sektor transportasi di Tingkat Nasional adalah para Direktur atau Kepala Bidang terkait di semua sektor transportasi di lingkungan Kementrian Perhubungan dan jajarannya di tingkat nasional dan propinsi.
2.
Informan dari pengusaha penyedia jasa transportasi adalah seorang manajer SDM atau kepada bidang yang mengelola dan bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja atau sejenisnya tergantung pada struktur organisasi masing-masing perusahaan/instansi.
3.
Pengusaha jasa transportasi dipilih secara proporsional dengan mempertimbangkan keberadaan perusahaan/instansi di setiap propinsi, kota/ kabupaten. Distribusi, Jenis dan jumlah perusahaan seperti dalam tabel.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
58
4.
Pada prinsipnya informan dari kalangan Sopir, Nahkoda dan ABKnya, dan Pilot, Pramugari, ATC dan mekaniknya dan Masinis, Pengatur Perjalanan dan Penjaga pintu kereta dipilih secara random pada saat survei dilakukan.
5.
Informan dari kalangan pejabat terkait terdiri dari kepala bidang perhubungan darat, laut dan udara di lingkungan Dinas Perhubungan Propinsi, ASDP, Kepolisian Daerah, dan Organda.
6.
Informan dari pengusaha transportasi di setiap propinsi bervariasi tergantung dengan keberadaan atau karakteristik perusahaan di daerah. Pemilihan perusahaan mempertimbangkan keterwakilan karakteristik, keberadaan, kondisi, kekhusussan perusahaan dari masing-masing sektor di berbagai daerah.
Tabel 3-15 Distribusi Informan dari Kalangan Pemangku Kepentingan di Tingkat Propinsi, Kota/Kabupaten
KABID DISHUB DARAT
KABID DISHUB LAUT
KA-
NAR
BID DISHUB UDA RA
KO BA, KEPO LISI AN
POLANTAS/ POLAIR UDDAERAH
ORG ANDA– KOR WIL
NO
PROVINSI
1.
Aceh
2.
Sumut
3.
Sumbar
4.
Riau
5.
Kepri
6.
Sumsel
7.
Lampung
8.
Banten
9.
Jakarta
10.
Jabar
11.
Jateng
12.
Jatim
13.
Bali
14.
NTB
15.
Kalbar
16.
Kalteng
1
17.
Kaltim
1
18.
Kalsel
19.
Sulut
20.
Sulsel
21.
Sultra
22.
Maluku
23.
Papua
PERUSH BUS
PERUSH TRUK
PERUSH TAKSI
PERUSH TRAVEL
PERUSH PELAYARAN
1 1 1
3
1
2
1
2
1
1 1
2
1
2
1 1
1
2
1
2
1
1 1
1
1 1
TOTAL
2
1 1
2
1
1 1
1
5
1
1
1
3 4
1 1
1
3 4
1
1
1
1 1
2 1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
2
1 5
4
2
3
3 1
1 4
PPKA
PENJ AGA PINT U KA
1 1
1
Total
ASDP
KAD AOP
4
6
2
2
2
3
4
3
4
1
3
4
52
Informan dari kelompok pengemudi (truk, bus, travel, taksi, dan angkot: awak kapal termasuk nahkoda dan ABK dan Crew Penerbang termasuk pilot, awak kabin dan makanik serta ASDP (angkutan sungai dan penyebarangan) di berbagai propinsi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
59
Tabel 3-16 Distribusi informan dari kalangan Pengemudi, Masinis, Nahkoda, Pilot di berbagai Propinsi/Kota/Kabupaten. ANGKUTAN DARAT (SOPIR BUS/TRUK/TAKSI/ANGKOT/MINIBUS/TRAVEL/ SOPIR MOBIL RENTAL/TRAVEL NO
ANGKUTAN UDARA (PILOT)
TRANSP LAUT (NAHKODA/ ABK)
NHKOBA KAPAL/ PERAHU
AWAK KABIN
NAHKODA/ ABK
PROVINSI SOPIR BUS
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
ASDP
Aceh Sumut Sumbar Riau Kepri Sumsel Lampung Banten Jakarta Jabar Jateng Jatim Bali NTB Kalbar Kalteng Kaltim Kalsel Sulut Sulsel Sultra Maluku Papua Total
SOPIR TRUK
SOPIR TAKSI
SOPIR ANGKOT
1 1 1
SOPIR BUS AKDP 1
1
SOPIR TRAVEL
PILOT
MEKANIK
TOTAL
2 3 1 1 2 1 1 4 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 3 1 1 2 37
1 1
1
1 1
1 1 1
1
1
1
1
1
1 1 1 1
1 1
1 1 1 1 1 1
1
1
1 1 1
4
5
1
1 5
5
5
1 5
1
1
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
1
1
60
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Cakupan dan Keterbatasan Studi. 4.1.1 Cakupan Survei. Total cakupan responden dalam survei sudah memenuhi jumlah sampel direncanakan. Distribusi cakupan responden pada semua moda transportasi, kecuali transportasi ASDP dan laut sudah melebihi dari target direncanakan. Berdasarkan hasil cakupan responden pada setiap sektor, semuanya sudah memenuhi perhitungan sampel minimal untuk dilakukan analisis statistik. Tabel 4-1 NO.
Cakupan Responden SAMPEL
DARAT
ASDP
KERETA API
LAUT
UDARA
TOTAL
1.
Direncanakan
7.590
352
352
920
983
10.197
2.
Cakupan
7.628
341
386
896
1.031
10.282
4.1.2 Keterbatasan Survei Penghitungan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam survei ini merupakan angka estimasi yang akurasinya belum tentu mewakili keadaan yang sesungguhnya. Angka prevalensi penyalahguna yang dihitung bisa over estimate ataupun under estimate, hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang ada dalam pelaksanaan survei. Berikut adalah beberapa keterbatasan yang ditemui dalam pengumpulan data lapangan : 1.
Kemungkinan besar tingkat kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan masih diragukan, karena beberapa variabel pertanyaan dalam kuesioner bersifat sensitif terlebih lagi pertanyaan tentang penyalahgunaan narkoba. Dengan kondisi demikian diasumsikan bahwa angka prevalen sinar koba hasil survei yang dilakukan bersifat under estimate.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
61
2.
Data hasil listing di setiap provinsi tidak mutakhir (up to date), sehingga menyulitkan tim lapangan untuk membuat kerangka sampling. Terkait dengan banyaknya data sektor transportasi yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, maka terlebih dahulu semua tim harus melakukan pemetaan dan listing perusahaan transportasi dari berbagai sumber seperti Dinas Perhubungan, Organda, perusahaan pelayaran, dan beberapa instansi terkait. Proses pemetaan seperti tersebut di atas memerlukan waktu yang cukup lama, hasilnya juga kurang maksimal karena masih ada beberapa sektor yang belum juga memenuhi kuota. Sehingga cara yang paling sederhana adalah dengan melakukan listing moda transportasi on site di lokasi kemudian melakukan random /acak sampling sederhana.
3.
Proses wawancara pada beberapa moda transportasi tertentu seringkali terkendala dengan kondisi lapangan yang tidak mendukung. Sebagai gambaran adalah pada waktu melakukan wawancara pada sopir angkot atau bus di terminal, dala beberapa kasus dikerumuni oleh beberapa orang yang berada di sekitar lokasi wawancara. Dalam situasi wawancara demikian, tingkat kejujuran jawaban respopnden sangat meragukan sehingga beberapa hasil wawancara harus diulang. Terkadang harus merencanakan proses wawancara pada suatu tempat tertentu dalam situasi privat (tertutup).
4.
Proses pengambilan data pada moda transportasi laut sedikit lebih lama dibanding sektor lainnya, hal ini disebabkan karena di beberapa pelabuhan jumlah kapal sandar sangat terbatas sehingga untuk memenuhi cakupan responden harus dilakukan dalam waktu yang lama. Keterbatasan jumlah kapal di pelabuhan disebabkan karena jadwal kapal sandar dalam tenggang waktu yang lama. Dengan keterbatasan waktu survei, terkadang sangat sulit menyesuaikan waktu survei dengan jadwal sandar kapal di pelabuhan. Untuk menutup kecukupan jumlah responden moda transportasi laut, sebagian responden diambil dari kapal barang atau cargo.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
62
5.
Khusus untuk pengambilan responden pada moda transportasi udara hanya dipusatkan pada pekerja transportasi udara yang sedang melakukan medical check up di kantor balai kesehatan penerbangan Jakarta. Dibanding dengan moda lain, pengambilan data pada moda udara jauh lebih sensitif, hal ini disebabkan karena pengambilan data yang sangat sensitif bersamaan dengan mereka melakukan tes kesehatan terkait dengan kewajiban dari perusahaan untuk mengetahui kondisi kesehatan setiap pekerjanya. Suatu hal yang dicermati adalah, apabila jawaban yang disampaikan jujur terkait penyalahgunaan narkoba dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap keberlangsungan pekerjaan mereka. Pengisian angket juga sedikit mengganggu kenyamanan responden dalam melakukan medical check up, karena dilakukan di tengah aktivitas tersebut. Dalam kondisi pengambilan data seperti tersebut, dikhawatirkan banyak jawan tidak jujur sehingga angka prevalensi penyalahguna juga under estimate. Untuk meningkatkan tingkat kepercayaan responden, tim peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan kepada responden dengan menggunakan inform consent yang meminta kesediaan responden secara sukarela untuk terlibat survei. Dalam inform consent juga dijelaskan bahwa pengumpulan data survei terpisah dengan hasil medical check up, angket bersifat rahasia dan anonim, data hasil survei tidak akan disampaikan kepada perusahaan dimana responden bekerja sehingga tidak berefek pada penilaian kinerja, dan diberikan kebebasan kepada responden untuk tidak mengisi beberapa variable pertanyaan yang dianggap bersifat pribadi dan rahasia.
4.2 Karakteristik Demografi Responden. Rata-rata umur responden adalah 37 tahun, dengan standar deviasi 10 maka dipastikan bahwa responden pada survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada sektor transportasi ini kelompok usia produktif yang masa kerjanya ke depan relatif masih panjang yaitu sekitar 18-28 tahun lagi. Responden paling muda ada di moda transportasi darat yaitu berusia 12 tahun. Kisaran responden paling muda di semua sektor transportasi adalah 12-17 tahun. Responden tertua pada semua sektor transportasi adalah berusia 60 tahun kekecualian pada moda transportasi kereta api dimana yang paling tua berusia 56 tahun. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
63
Tabel 4-2
Karakteristik Demografi Responden LAUT
DARAT
ASDP
KERETA TOTAL API
1.031
896
7.628
341
386 10.282
34 33 11 17 60
39 39 10 13 60
38 37 9 12 60
38 37 11 16 60
31 27 10 15 56
37 37 10 12 60
76,6 23,4
98,4 1,6
99,5 0,5
100,0
98,2 1,8
97,1 2,9
1,3 1,3 0,3 0,4 29,8 68,3
0,1 7,0 4,1 6,8 39,8 47,8
0,2 8,8 11,8 30,1 47,3 3,6
0,5 0,8 1,8 6,7 79,0 11,1
0,3 5,6 9,6 23,9 45,9 14,6
2,4 43,1 51,9 0,2 2,1 0,3
0,2 12,8 85,2 0,7 1,1
0,0 11,3 86,7 0,4 1,3 0,1
16,7 81,8 0,3 0,9 0,3
0,3 39,6 60,1
0,3 15,9 81,9 0,4 1,3 0,1
11,2 64,2 19,0 2,8 2,8
2,0 62,6 33,1 1,5 0,8
3,7 86,3 8,7 0,9 0,4
3,2 74,2 20,2 1,8 0,6
2,6 80,8 11,9 4,1 0,5
4,3 81,4 12,4 1,3 0,7
54,5
80,4
80,4
73,7
40,5
76,2
45,5
19,6
19,6
26,3
59,5
23,8
100
100
100
100
100
100
NO. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI UDARA
I. 1. 2. 3. 4. 5. II. 1. 2. III. 1. 2. 3. 4. 5. 6. IV. 1. 2. 3. 4. 5. 6. V. 1. 2. 3. 4. 5. VI. 1.
N Umur (tahun) Mean Median SD Min Max Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak menjawab Tidak sekolah/tdk tamat SD Tamat SD/MI sederajat Tamat SMP/MTs sederajat Tamat SMA/MA sederajat Tamat Akademi/PT Status perkawinan Tidak menjawab Belum kawin Kawin Cerai mati Cerai hidup Hidup bersama tanpa nikah Status tinggal Sendiri Keluarga/saudara Teman kerja Teman luar kerja Lainnya Umur (tahun) < 30 tahun
2.
≥ 30 tahun TOTAL
12,9 20,2 41,9 16,1
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
64
Responden yang bersedia berpartisipasi dalam survei ini mayoritas adalah laki-laki bahkan di moda transportasi ASDP semua respondennya adalah lakilaki karena target subyek penelitian ini pekerjaan sebagai pengemudi dan yang terkait langsung dengan transportasi yang mayoritas populasinya adalah adalah laki-laki. Dari 5 sektor transportasi (udara, laut, darat, ASDP dan kereta api) hanya pada moda transportasi udara yang banyak responden perempuannya yaitu 23,4%. Sementara itu, distribusi responden berdasarkan pendidikan terlihat bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA/MA sederajat sekitar 46%. Untuk moda transportasi kereta api yang berpendidikan tamat SMA/MA mencapai 79%. Namun untuk moda transportasi udara agak sedikit berbeda dengan responden di moda transportasi lain, responden moda transportasi udara ini mayoritas berpendidikan akademi/PT (68,3%). Untuk moda transportasi darat dan ASDP, responden yang berpendidikan rendah masih cukup banyak yaitu tidak sekolah/tidak tamat SD sebesar 7% pada sektor transportasi darat dan 9% pada moda transportasi ASDP. Mayoritas responden sudah menikah (81,9%). Kecuali di moda transportasi udara, polanya agak berbeda yaitu responden yang sudah kawin dengan yang belum kawin proporsinya hampir sama sebesar 43% yang belum kawin dan sekitar 52% yang sudah kawin. Untuk yang statusnya cerai hidup dan cerai mati hanya sedikit yaitu kurang dari 2%. Untuk status tinggal, mayoritas responden tinggal bersama keluarga/ saudara (sekitar 81%). Total untuk semua sektor, yang tinggal dengan teman kerja sebanyak 12,5%. Responden yang tinggal sendiri sebanyak 4,3% kecuali di sektor udara persentasenya besar hingga mencapai 11,2%. Yang menginap di teman luar kerja antara sekitar 1% hingga 4%. Tabel 4-3 Karakteristik Tempat Tinggal Responden Menurut Moda Transportasi
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI Jenis tempat tinggal Tidak menjawab Rumah orang tua Rumah saudara Rumah sendiri Kost/asrama Apartemen Tempat kerja Lainnya
UDARA LAUT DARAT ASDP 2,4 16,6 1,0 52,5 15,9 10,2 1,1 0,4
0,4 11,6 1,2 49,8 5,6 0,1 31,1 0,1
0,1 18,2 2,9 53,9 20,4 0,1 4,3 0,1
KERETA TOTAL API
0,6 17,3 0,9 54,5 5,9
0,3 44,3 1,6 41,7 10,6
20,8
1,6
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
0,4 18,4 2,4 53,0 17,8 1,1 6,8 0,1 65
Distribusi responden berdasarkan jenis tempat tinggal, terlihat bahwa sebagian besar responden tinggal di rumah milik sendiri (53%). Yang tinggal bersama orangtua 18,4%, yang kost/asrama 17,8%. Untuk sektor transportasi Laut, yang tinggal di tempat kerja sekitar 30%,di sektor ASDP sebanyak 20%, sedangkan yang tinggal di tempat kerja pada sektor transportasi lain kurang dari 5%. 4.3 Karakteristik Pekerjaan dan Penghasilan Responden. Responden yang sudah menjadi pegawai permanen/tetap paling banyak di sektor Kereta api yaitu 87%. Responden di moda transportasi udara, laut dan ASDP yang status kepegawaiannya sebagai pegawai permanen/tetap hanya sekitar separuhnya, sementara responden di transportasi darat hanya sepertiganya yang sudah menjadi status permanen/tetap. Yang berstatus kontrak paling banyak di moda transportasi udara (54%) dan di moda transportasi udara (36%) di ASDP sekitar 17%. Di moda transportasi darat, dan kereta api yang berstatus karyawan kontrak hanya sekitar 10%. Responden yang berstatus sebagai karyawan lepas /harian paling banyak di sektor transportasi darat (52,6%) dan di sektor ASDP (31,4%). Sedangkan di sektor lainnya kurang dari 10%. Responden yang bekerja di moda transportasi laut, darat, ASDP dan kereta api mengakui rata-rata pengeluaran mereka per bulan yang hampir sama, yaitu sekitar satu sampai tiga juta rupiah perbulan. Pengecualian diperlihatkan oleh responden yang bekerja di moda transportasi udara yang relatif lebih tinggi, dengan rata-rata median pengeluaran pada kelompok lebih dari 6 sampai 10 juta rupiah per bulan. Di moda transportasi udara hanya 13,3% yang pengeluarannya antara 1-3 juta. Persentase responden yang mengaku kondisi pekerjaan terlihat menuntut ketepatan waktu paling banyak di moda transportasi udara (91,9%) dan kereta api (94,3%) serta laut (84,2%). Sementara di moda darat dan ASDP responden yang kondisi pekerjaannya menuntut ketepatan waktu sebanyak 71,8% pada moda transportasi darat dan 66,1% pada moda ASDP. Sementara responden yang mengaku bahwa kondisi pekerjaannya menuntut ketrampilan khusus persentase nya pada semua sektor transportasi sebesar 82,0% dengan persentase tiap sektornya hampir sama besar. Sementara itu persentase responden yang mengaku bahwa pekerjaannya menuntut inisiatif hampir sama besar pada tiap sektor transportasi yaitu lebih dari berkisar 65%-87%. Moda darat adalah yang paling sedikit responden yang mengaku pekerjaannya perlu inisiatif 65,9%. Persentase responden udara, laut dan kereta apai yang mengaku pekerjaaannya perlu inisiatif sama besarnya yaitu sekitar 85%.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
66
Tabel 4-4 NO.
I. 1. 2. 3. 4. 5. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. III. 1. 2. 3. 4. 5. IV. 1. 2. 3. 4.
Karakteristik Pekerjaan Responden Menurut Moda Transportasi PEKERJAAN
N Status kepegawaian Permanen/tetap Kontrak Karyawan lepas/ \harian Lainnya Tidak menjawab Rata-rata pengeluaran per bulan (rupiah) < 1 juta 1-3 juta > 3 juta – 6 juta > 6 juta – 10 juta > 10 juta – 20 juta > 20 juta – 40 juta > 40 juta Kondisi pekerjaan Menuntut ketepatan waktu Menuntut ketrampilan khusus Menuntut inisiatif Menuntut tenaga besar Membutuhkan konsentrasi tinggi Waktu kerja juru mudi (jam) n juru mudi (pilot,nahkoda, sopir,masinis) Mean Median SD
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
1.029
1.064
7.635
169
385
1.0282
41,9 54,8 0,3 0,8 2,2
53,2 36,4 8,8 0,9 0,7
32,4 10,7 52,6 3,6 0,6
54,5 17,3 22,6 4,7 0,9
87,3 8,8 2,1 0,8 1,0
38,0 17,5 40,6 3,0 0,8
1,7 13,3 18,7 23,3 22,9 13,7 6,4
9,6 47,1 30,7 8,8 2,6 1,0 0,1
12,6 76,1 10,5 0,6 0,2 0,0 0,0
14,1 63,3 18,5 3,2 0,6 0,3
13,1 72,1 14,1 0,5
0,3
11,4 66,8 13,5 3,6 2,6 1,5 0,7
91,9 88,9 85,4 29,6 86,7
84,2 92,9 85,6 48,9 84,5
66,1 79,4 65,9 57,8 93,7
71,8 86,8 78,3 50,7 83,9
94,3 85,8 86,3 30,6 94,6
71,5 82,0 70,7 52,9 91,9
n=623 n=564 n=7528 n=127 6 6 2,7
6 4 4,4
5 4 3,9
5 4 3,9
n=175 n=9017 6 5 3,2
5 4 3,9
Hanya sekitar separuh responden yang mengaku pekerjaannya memerlukan tenaga besar. Responden yang mengaku kondisi pekerjaannya menuntut tenaga besar pada tiap moda persentasenya tidak lebih dari 60% bahkan pada beberapa moda persentasenya kurang dari 50%. Pada moda transportasi udara hanya 29,6% yang mengatakan bahwa pekerjaannya memerlukan tenaga besar dan di moda transportasi kereta api hanya 30,4%. Moda transportasi lainnya yaitu laut 48,9%, sektor transportasi 57,8%, moda transportasi ASDP 50,7%. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
67
Hampir semua responden menyatakan bahwa pekerjaan memerlukan konsentrasi yang tinggi. Persentase responden yang mengaku membutuhkan konsentrasi tinggi paling besar persentase pada moda transportasi kereta api (94,6%) diikuti moda transportasi darat (93,7%). Moda lainnya sekitar 85%. 4.4 Waktu Kerja Juru Mudi. Waktu kerja juru mudi (pilot, nahkoda, supir, masinis) rata-rata per hari adalah 5 jam dengan standar deviasi 3,9 (4 jam). Waktu kerja juru mudi di moda transportasi udara (pilot), kereta dan laut (nahkoda) lebih tinggi dibanding 1 jam dibanding waktu kerja juru mudi di moda transportasi ASDP dan darat (5 jam per hari).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
68
BAB V ESTIMASI PENYALAHGUNAAN NARKOBA 5.1 Angka Penyalahgunaan Menurut Waktu Pemakaian. Angka penyalahgunaan atau prevalensi narkoba dalam survei ini merupakan perhitungan estimasi jumlah pekerja sektor transportasi terhadap kerentanan penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan waktu penyalahgunaan, angka prevalensi dibagi dalam 3 kategori; 1) Pernah pakai, yaitu pekerja yang pernah menyalahgunakan narkoba meskipun hanya sekali dalam batasan waktu mulai lahir sampai pada saat survei dilakukan, 2) Setahun terakhir pakai, yaitu pekerja yang menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir terhitung pada saat survei dilakukan (bulan juli 2012 – juli 2013), 3) Sebulan terakhir pakai, yaitu pekerja yang menyalahgunakan narkoba sebulan terakhir terhitung pada saat survei dilakukan (selama bulan Juli 2013). Dari hasil survei menunjukkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba kategori pernah pakai sebesar 18,9%. Dari angka tersebut bisa diasumsikan bahwa dari 100 orang pekerja sektor transportasi terdapat 18-19 orang yang pernah menyalahgunakan narkoba. Angka penyalahguna tertinggi pada moda transportasi darat yaitu 20,1%. Moda transportasi darat terdistribusi pada pekerja di beberapa moda transportasi yaitu bus, truk, taxi, angkutan perkotaan, travel, dan mobil sewa (travel). Besaran angka penyalahguna pernah pakai hampir sama pada semua sektor transportasi yaitu dalam kisaran 16-20 %, kecuali moda kereta api (KA) paling kecil yaitu 5,7%. Untuk menggambarkan kerawanan daerah terhadap penyalahgunaan narkoba biasanya lebih difokuskan pada besarnya angka penyalahgunaan dalam kategori waktu yang terdekat/terendah (current use), karena semakin dekat waktu kejadiannya lebih bisa menggambarkan permasalahannya secara nyata (real) dan tentunya menjadi prioritas masalah yang harus segera diselesaikan. Terkaitdengan permasalahan narkoba biasanya digunakan kategori angka penyalahguna narkoba setahun terakhir dan sebulan terakhir. Sebanyak 6,9% pekerja sektor transportasi masih menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir dan 2,5% diantaranya masih menyalahgunakan dalam sebulan terakhir. Angka penyalahgunaan setahun dan sebulan terakhir paling banyak pada sektor ASDP.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
69
Tabel 5-1
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
NO. 1. 2. 3.
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Pernah Pakai, Setahun Terakhir, dan Sebulan Terakhir
N Pernah pakai (%) Setahun terakhir pakai (%) Sebulan terakhir pakai (%)
UDARA
LAUT
1.031 18,6 3,9 0,3
DARAT
896 16,2 5,4 1,0
ASDP
7.628 20,1 7,6 2,9
341 16,1 9,7 4,7
KERETA API 386 5,7 0,8 0,0
TOTAL 10.282 18,9 6,9 2,5
Dari total responden yang pernah menyalahgunakan narkoba setahun terakhir, proporsi terbesar terdistribusi pada pekerja di moda transportasi darat yaitu lebih dari 80%. Hampir semua penyalahguna di moda transportasi darat ini adalah pengemudi/sopir, hal tersebut dikarenakan jenis responden yang diambil pada saat survei di sektor darat hampir semuanya adalah pengemudi/sopir. Berbeda dengan pengambilan repsonden pada moda lainnya yang lebih bervariasi jenis pekerjaannya, sehingga bisa terlihat sebaran proporsi penyalahguna narkoba menurut jenis pekerjaan. Dari semua sektor transportasi terlihat bahwa proporsi penyalahgunaan narkoba setahun terakhir oleh juru mudi atau awak transportasi cukup tinggi. Berikut adalah proporsi penyalahguna narkoba setahun terakhir oleh juru mudi sarana transportasi; 1) pilot pesawat 28,9%; 2) nahkoda kapal laut 36,1%; 3) nahkoda kapal ASDP 57,9%; 4) sopir 99,7%, dan 5) masinis 100%. Tabel 5-2
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Distribusi Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir Menurut Jenis Pekerjaan VARIABEL
Jenis Pekerjaan Pilot Co Pilot Cabin Crew Air Trafic Control (ATC) Nahkoda Mualim/asisten nahkoda Steward kapal Syahbandar Masinis kereta api Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Sopir (bus, truk, taksi, travel, angkot) Mekanik/teknisi/FOO
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
28,9 21,1 42,1
1,6 1,1 2,3 6,1 34,4 1,6 1,6
57,9 31,6 5,3
4,7 3,8 0,3 0,1 0,4
100
99,7 7,9
26,2
0,3
82,5 5,3
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
3,1
70
Dari total responden penyalahguna narkoba, sebagian besar mempunyai riwayat menyalahgunakan narkoba sebelum mereka memasuki dunia kerja. Meskipun ada sebagian responden yang menyatakan baru menyalahgunakan narkoba setelah mereka memasuki dunia kerja, tetapi angkanya jauh lebih kecil dibanding angka penyalahguna sebelum bekerja. Riwayat penyalahgunaan narkoba sebelum memasuki dunia kerja terlihat pada semua jenis pekerjaan, hal tersebut memperlihatkan bahwa faktor lingkungan di luar tempat kerja diprediksi sangat berpengaruh terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba. Namun demikian ada juga beberapa responden pada beberapa jenis pekerjaan yang baru menyalahgunakan narkoba setelah mereka memasuki dunia kerja, sehingga diprediksi ada beberapa faktor risiko terkait karakteristik pekerjaan tertentu yang bisa mempengaruhi seseorang untuk menyalahgunakan narkoba. Tabel 5-3
Pernah Pakai Narkoba Menurut Jenis Pekerjaan dan Pengakuan Waktu Menggunakan Narkoba Sebelum atau Sesudah Memasuki Dunia Kerja
NO.
JENIS PEKERJAAN
N
SEBELUM MEMASUKI DUNIA KERJA
SETELAH MEMASUKI DUNIA KERJA
TOTAL
1.
Pilot
449
11,6
4,9
16,5
2.
Co Pilot
217
14,3
0,5
14,7
3.
Cabin Crew
289
5,9
3,5
9,3
4.
Air Trafic Control (ATC)
50
6,0
0,0
6,0
5.
Nahkoda
448
7,6
5,8
13,4
6.
Mualim/asisten nahkoda
401
9,5
5,5
15,0
7.
Steward kapal
26
11,5
7,7
19,2
8.
Syahbandar
54
13,0
0,0
13,0
9.
Masinis kereta api
192
3,6
0,0
3,6
10.
Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA)
90
5,6
0,0
5,6
11.
Penjaga Lintasan Kereta Api
93
3,2
0,0
3,2
12.
Sopir (bus, truk, taksi, travel, angkot)
7.625
11,7
6,9
18,7
13.
Mekanik/teknisi/FOO
321
8,1
5,6
13,7
14.
Lainnya
27
3,7
3,7
7,4
10.282
4,42
6,63
2,96
TOTAL
Catatan :
Hampir dua persen tidak menyebutkan kapan waktu pemakaian narkoba, sebelum atau sesudah memasuki dunia kerja (18,9% - 17,0% = 1,9%).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
71
Penyalahgunaan narkoba apapun alasannya akan menimbulkan efek negatif terhadap penggunanya, baik sosial, ekonomi ataupun kesehatan. Terkait dengan pekerjaan di sektor transportasi tentunya akan mempunyai efek yang lebih luas pada masyarakat, terutama penyalahguna pada jenis pekerjaan sebagai juru mudi sarana transportasi (pilot, nahkoda, masinis, sopir). Efek negatif yang ditimbulkan tidak saja pada diri responden tetapi bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang berakibat lebih luas pada masyarakat pengguna jasa transportasi. Risiko terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat penyalahgunaan narkoba diprediksi lebih besar terjadi karena penyalahgunaan narkoba pada saat pengemudi melakukan aktivitas kerja (mengemudi), hal semacam ini sudah banyak kasus di beberapa Negara. Pada tabel berikut terlihat riwayat penyalahgunaan narkoba paling banyak dilakukan pada saat di luar aktifitas kerja, meskipun demikian ada sebagian kecil yang pernah menyalahgunakannya sebelum aktivitas kerja. Bahkan dari pernyataan beberapa responden mengaku pernah menyalahgunakannya pada saat melakukan aktivitas kerja. Tabel 5-4
NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pernah Pakai Narkoba Menurut Jenis Pekerjaan dan Pengakuan Waktu Menggunakan Narkoba Sebelum atau Sesudah Beraktifitas Kerja
JENIS PEKERJAAN
Pilot Co Pilot Cabin Crew Air Trafic Control (ATC) Nahkoda Mualim/asisten nahkoda Steward kapal Syahbandar Masinis kereta api Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Penjaga Lintasan Kereta Api Sopir (bus, truk, taksi, travel, angkot) Mekanik/teknisi/FOO Lainnya TOTAL
449 217 289 50 448 401 26 54 192 90
MEMAKAI NARKOBA SEBELUM MULAI AKTIFITAS BEKERJA 1,78 1,84 1,38 0,00 3,57 4,49 0,00 1,85 0,00 0,00
93 7.625
N
MEMAKAI NARKOBA DI LUAR SAAT BEKERJA
MEMAKAI NARKOBA SAAT BERAKTIFITAS BEKERJA
3,34 3,23 3,11 0,00 5,58 6,98 7,69 1,85 0,00 0,00
0,67 0,46 0,35 0,00 3,13 3,24 0,00 1,85 0,00 0,00
1,08 5,13
0,00 7,58
0,00 3,46
321 27
3,43 0,00
5,30 0,00
2,18 0,00
10.282
4,42
6,63
2,96
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
72
5.2 Angka Penyalahgunaan Menurut Tingkat Ketergantungan. Angka penyalahgunaan narkoba menurut tingkat ketergantungan/ kecanduan dibagi menjadi 4 kategori yaitu; coba pakai, teratur pakai, pecandu bukan suntik, dan pecandu suntik. Definisi operasional 1) coba pakai adalah pekerja sektor transportasi yang pernah menyalahgunakan narkoba sebanyak 1-5 kali pemakaian dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan. 2) Teratur pakai adalah penyalahgunaan narkoba sebanyak 6-49 kali dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan. 3) Pecandu bukan suntik adalah penyalahgunaan narkoba sebanyak 50 kali atau lebih dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya dengan cara pakai selain disuntikkan. 4) Pecandu suntik adalah penyalahgunaan narkoba dengan cara suntik dalam setahun terakhir apapun jenis narkobanya tanpa membatasi jumlah/frekuensi pemakaian. Dari hasil survei menunjukkan bahwa dari 100 orang pekerja sektor transportasi, 4 orang diantaranya pernah mencoba menyalahgunakan narkoba dan 2 diantaranya menjadi penyalahguna teratur pakai. Angka pecandu bukan suntik ataupun pecandu suntik jauh lebih kecil dibanding coba pakai dan teratur. Dari 1000 orang pekerja sektor transportasi terdapat 4 orang pecandu bukan suntik dan hanya 1 orang pecandu suntik. Kerentanan terhadap penyalahgunaan narkoba bisa terjadi pada pekerja di semua sektor transportasi tanpa terkecuali. Tingkatan ketergantungan dimulai dari tahap coba pakai, teratur dan akhirnya menjadi seorang pecandu. Pada tahapan pecandu biasanya sudah banyak efek yang ditimbulkannya, baik efek social ekonomi ataupun kesehatan. Meskipun demikian besarnya angka coba pakai tidak menjamin semakin besar pula risiko pekerja yang menjadi pecandu narkoba. Hal ini terlihat pada sektor ASDP, bahwa pekerja yang menyalahgunakan narkoba terkonsentrasi hanya pada angka coba pakai dan teratur tetapi tidak pada angka pecandu. Dari hasil survei terlihat bahwa angka pecandu bukan suntik ataupun pecandu suntik lebih besar pada mereka yang bekerja di sektor transportasi darat. Sedangkan di moda lain angkanya cenderung jauh lebih kecil, terutama di moda kereta api di mana kategori penyalahguna hanya coba pakai. Khusus kategori pecandu suntik hanya bisa ditemukan pada moda transportasi darat, dengan angka prevalensi sangat kecil yaitu 0,1% atau diperkirakan dari 1000 orang pekerja moda transportasi darat hanya 1 orang yang menjadi peacandu suntik. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
73
Tabel 5-5
NO. 1. 2. 3. 4.
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan (Coba Pakai, Teratur, Pecandu Bukan Suntik, Pecandu Suntik) VARIABEL
N Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik
UDARA LAUT DARAT ASDP 1.031 3,39 0,29 0,19 0,00
896 4,13 1,23 0,00 0,00
7.628 4,61 2,43 0,46 0,12
341 6,16 2,93 0,59 0,00
KERETA TOTAL API 386 10.282 0,78 4,36 0,00 2,03 0,00 0,38 0,00 0,09
5.3 Angka penyalahgunaan menurut karakteristik sosio demografi dan pekerjaan. 5.3.1 Angka Penyalahgunaan Setahun Terakhir Menurut Karakteristik Sosio Demografi Kerentanan terhadap penyalahgunaan narkoba dimungkinkan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor sosio demografi. Dari hasill survei terlihat hampir di semua moda transportasi, kecuali moda laut dan perkeretaapian terlihat bahwa angka penyalahguna narkoba setahun terakhir lebih tinggi pada kelompok pekerja umur < 30 tahun (8,7%) dibanding mereka yang berusia ≥ 30 tahun (6,2%). Angka penyalahguna setahun terakhir hampir merata pada semua tingkat pendidikan, tetapi sedikit lebih tinggi pada kelompok pendidikan menengah (kriteria SLTP s/d SLTA) yaitu 7,4%. Asumsi sektor pendidikan sebagai faktor risiko terhadap penyalahgunaan narkoba tidak bisa disamakan pada beberapa sektor transportasi. Penyalahgunaan narkoba pada moda transportasi ASDP, angka penyalahguna jauh lebih tinggi pada pekerja dengan jenjang pendidikan yang lebih rendah (18,9%). Tetapi hal sebaliknya terjadi pada sektor transportasi darat, di mana angka penyalahguna narkoba setahun terakhir meningkat seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan. Angka penyalahguna narkoba setahun terakhir pada kelompok pekerja dengan status menikah, angkanya paling kecil dibanding mereka yang berstatus belum menikah ataupun cerai dan hidup bersama tanpa nikah. Angka prevalensi penyalahguna narkoba pada kelompok pekerja yang menikah adalah 6,2%, jauh lebih kecil dibanding mereka yang belum menikah (9,7%), terlebih lagi yang berstatus cerai (12,4%) ataupun hidup bersama tanpa nikah (20%). Dari data tersebut terlihat bahwa kerentanan terhadap penyalahgunaan narkoba setahun terakhir lebih berisiko pada pekerja yang berstatus hidup bersama tanpa nikah dan status cerai. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
74
Pekerja yang tinggal dengan teman luar kerja juga lebih berisiko terhadap penyalahgunaan narkoba. Hal ini terlihat dari angka prevalensi penyalahgunaan narkoba setahun terakhir pada pekerja di semua sektor transportasi jauh lebih tinggi dibanding mereka yang tinggal sendiri, dengan keluarga, ataupun dengan teman kerja. Jenis tempat tinggal juga tidak menjamin seorang pekerja terbebas dari penyalahgunaan narkoba. Mereka yang tinggal di rumah orang tua dan saudarapun banyak juga yang menyalahgunakan narkoba. Hasil survei menunjukkan angka penyalahgunaan narkoba pada mereka yang tinggal di rumah orang tua dan saudara tidak banyak berbeda dengan yang tinggal di asrama/kost, yaitu pada kisaran 9-10%. Bahkan pada moda udara, mereka yang tinggal di rumah saudara angka penyalahgunanya jauh lebih tinggi dibanding mereka yang tinggal di rumah sendiri, kost, apartemen ataupun di tempat kerja. Hal yang sama juga terjadi pada penyalahguna sektor darat, di mana angka penyalahguna setahun terkahir jauh lebih banyak pada mereka yang tinggal di rumah orang tua dan saudara. Sedangkan penyalahguna pada moda ASDP angkanya sedikit lebih tinggi pada mereka yang tinggal di rumah kos/asrama. Tabel 5-6
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir Pakai Menurut Karakteristik Sosio Demografi Responden VARIABEL
Umur (tahun) < 30 tahun ≥ 30 tahun Pendidikan Pendidikan rendah (≤ SD) Pendidikan menengah (SLTPSLTA) Pendidikan tinggi (≥ D1) Status perkawinan Belum kawin Kawin Cerai (mati ataupun hidup) Hidup bersama tanpa nikah Status tinggal Sendiri Keluarga/saudara Teman kerja Teman luar kerja Jenis tempat tinggal Rumah orang tua Rumah saudara Rumah sendiri Kost/asrama Apartemen Tempat kerja
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
4,7 3,2
4,1 5,9
11,3 6,6
13,6 8,1
0,4 1,3
8,7 6,2
0,0 5,1
2,0 6,2
5,7 8,0
18,9 6,6
0,0 0,9
6,2 7,4
3,3
4,9
9,5
9,1
0,0
5,0
4,7 3,4 0,0 0,0
7,0 5,2 0,0 0,0
14,4 6,6 14,2 27,3
8,8 9,0 75,0 0,0
0,7 0,9 0,0 0,0
9,7 6,2 12,4 20,0
1,7 3,6 5,1 10,3
5,6 5,9 3,7 15,4
5,6 7,5 7,8 18,2
9,1 10,7 5,8 16,7
0,0 1,0 0,0 0,0
4,6 7,0 6,0 13,8
3,5 20,0 3,1 5,5 4,8 0,0
6,7 9,1 5,4 6,0 0,0 4,7
11,9 10,4 5,4 9,8 0,0 5,2
11,9 0,0 10,2 15,0 0,0 5,6
0,6 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0
9,9 10,4 5,2 9,2 4,5 4,9
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
75
5.3.2
Angka
Penyalahgunaan
Narkoba
Setahun
Terakhir
Menurut
Karakteristik Pekerjaan Berdasarkan status kepegawaian responden, terlihat angka penyalahguna narkoba setahun terakhir paling tinggi pada mereka yang berstatus karyawan tidak tetap terutama karyawan lepas/harian (9,1%) dan karyawan kontrak (5,8%). Sedangkan responden yang berstatus karyawan tetap, angka penyalahgunaan narkoba setahun terakhir sedikit lebih rendah (5,3%). Dari data tersebut terlihat bahwa penyalahgunaan narkoba lebih rentan dilakukan oleh pekerja yang berstatus bukan pegawai tetap. Pola yang sama terjadi pada semua moda transportasi, terlebih pada moda transportasi laut dan ASDP. Pola
penyalahgunaan
narkoba
setahun
terakhir
menurut
pengeluaran rumah tangga per bulan paling tinggi pada kelompok pekerja dengan pengeluaran paling rendah. Semakin tinggi pengeluaran rumah tangga per bulan, semakin menurun angka prevalensi penyalahguna narkobanya. Angka penyalahguna narkoba setahun terakhir terlihat paling tinggi pada pekerja dengan pengeluaran Rp. <3 juta per bulan (7,3%). Kondisi pekerjaan yang menuntut berbagai konsekuensi seperti ketepatan waktu, keterampilan khusus, inisiatif, tenaga besar, dan konsentrasi tinggi ternyata tidak banyak menimbulkan perbedaan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba setahun terakhir pada pekerja di berbagai sektor transportasi. Perbedaan angka penyalahguna narkoba setahun terakhir terlihat sedikit lebih tinggi pada karakteristik pekerjaan yang menuntut tenaga besar (7,1%). Meskipun demikian, perbedaan angka prevalensi tersebut tidak terlalu banyak mengalami perbedaan dengan karakteristik kondisi pekerjaan lainnya yang berada pada kisaran angka 6-7%.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
76
Tabel 5-7
NO. I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. 5.
Prevalensi (%) Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir Pakai Menurut Karakteristik Pekerjaan Responden PEKERJAAN
Status kepegawaian Permanen/ tetap Kontrak Karyawan lepas/harian Lainnya Pengeluaran per bulan
<3jt 3-6jt >6-10 >10jt Kondisi pekerjaan* Menuntut ketepatan waktu Menuntut ketrampilan khusus Menuntut inisiatif Menuntut tenaga besar Membutuhkan konsentrasi tinggi IV. Waktu kerja juru mudi (jam) 1. < 8 jam 2. ≥ 8 jam Jawaban lebih dari satu
KERETA API
TOTAL
5,4 6,8 23,4 6,3
0,9 0,0 0,0 0,0
5,3 5,8 9,1 3,5
7,6 7,6 7,1 13,3
10,2 4,8 27,3 0,0
0,9 0,0 0,0 0,0
7,3 5,9 5,7 3,5
5,2 5,0 5,0 4,1 5,0
8,0 7,5 6,1 7,7 7,5
7,8 9,8 7,1 10,4 8,7
0,8 0,6 0,6 0,8 0,5
6,8 6,6 5,5 7,1 6,7
5,2 5,4
6,6 10,9
8,8 11,3
0,7 0,8
6,3 8,0
UDARA
LAUT
DARAT
2,8 4,4 0,0 12,5
3,1 6,7 13,9 0,0
6,8 6,5 8,7 3,2
5,3 2,7 5,6 2,8
5,9 4,7 2,5 9,1
3,7 3,7 4,0 3,3 3,6
2,8 4,6
ASDP
Tuntutan pekerjaan yang melebihi waktu normal (8 jam) diasumsikan bisa menjadi salah satu faktor risiko terhadap penyalahgunaan narkoba pada pekerja sektor transportasi. Dari tabel berikut terlihat bahwa angka prevalensi penyalahguna pada pekerja yang berprofesi sebagai juru mudi (pilot, nahkoda, sopir, dan masinis) dengan waktu kerja ≥ 8 jam lebih tinggi (8%) dibanding mereka yang waktu kerjanya <8 jam per hari (6,3%), Pola yang hampir sama terjadi pada semua moda transportasi, kecuali pada moda transportasi laut yang hampir tidak ada perbedaan angka prevalensi terkait dengan waktu kerja. Perbandingan angka prevalensi penyalahguna terkait lamanya waktu kerja terlihat paling mencolok pada moda transportasi darat, dengan perbandingan angka prevalensi hampir 2 kali lipat lebih banyak pada mereka yang waktu kerjanya lebih panjang/lama ( ≥ 8 jam). Selain rentang waktu kerja yang lebih lama, pada pekerja moda transportasi darat juga terlihat bahwa kondisi pekerjaan yang menuntut ketepatan waktu diasumsikan menjadi faktor risiko terhadap penyalahgunaan narkoba. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
77
Dari data survei terlihat bahwa angka prevalensi penyalahguna narkoba setahun terakhir juga lebih tinggi pada kondisi pekerjaan yang menuntut ketepatan waktu (8,1%). 5.3.3
Angka Ketergantungan Demografi.
Narkoba
Menurut
Karakteristik
Sosio
Hampir sama dengan angka penyalahguna setahun terakhir, pada umumya angka ketergantungan penyalahgunaan narkoba lebih tinggi pada pekerja dengan kelompok umur <30 tahun dibanding umur ≥30 tahun, kecuali angka coba pakai pada moda transportasi laut dan kereta api yang sedikit lebih tinggi pada kelompok umur ≥30 tahun. Menurut angka ketergantungan, penyalahguna narkoba suntik angkanya sangat kecil dan hanya ditemukan pada pekerja moda transportasi darat, dengan perbandingan sedikit lebih tinggi pada pekerja umur <30 tahun dibanding >30 tahun. Terkait dengan latar belakang pendidikan, prevalensi angka ketergantungan narkoba (coba pakai, teratur, dan pecandu) polanya hampir sama dengan penyalahguna setahun terakhir di mana angka penyalahguna lebih tinggi pada tingkat pendidikan menengah dibanding tingkat pendidikan tinggi dan rendah. Kelompok pendidikan menengah dalam survei ini adalah pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan SLTP sampai SLTA. Tingkat ketergantungan penyalahgunaan narkoba pada setiap moda transportasi bervariasi menurut jenjang pendidikan. Angka coba pakai pada moda udara, darat dan kereta api paling tinggi pada pendidikan menengah, berbeda dengan sektor ASDP lebih tinggi pada pendidikan rendah. Angka penyalahguna teratur pakai moda darat paling tinggi pada pendidikan tinggi, moda udara pada pendidikan menengah, moda laut dan ASDP pada pendidikan rendah. Angka pecandu bukan suntik pada moda udara dan darat lebih tinggi pada kelompok pendidikan tinggi. Sedangkan angka pecandu suntik hanya ditemukan pada moda transportasi darat, dan paling tinggi pada pendidikan tinggi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
78
Tabel 5-8
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Setahun Menurut Ketergantungan dan Tingkat Pendidikan Responden PENDIDIKAN DAN TINGKAT PEMAKAIAN
NO. N
UDARA 3
LAUT 49
DARAT ASDP
10
1.564
3,9
9,5
4,0
1,5
6,8
1,7
2,7
0,3
1.
Coba pakai
2.
Teratur pakai
3.
Pecandu bukan suntik
0,2
4.
Pecandu suntik
0,1
II.
TOTAL
74
Pendidikan rendah (≤ SD)
N
KERETA API
1.428
I.
2,0
Tingkat
0,1
311
418
5909
212
331
7.181
0,9
4,7
Pendidikan menengah (SLTPSLTA)
1.
Coba pakai
4,8
5,0
4,8
5,2
2.
Teratur pakai
0,3
1,2
2,6
1,4
2,2
3.
Pecandu bukan suntik
0,5
0,4
4.
Pecandu suntik
0,1
0,1
III.
Pendidikan tinggi (≥ D1)
1.
Coba pakai
2,8
3,7
3,6
5,5
3,3
2.
Teratur pakai
0,1
1,2
4,4
3,6
1,3
3.
Pecandu bukan suntik
0,3
4.
Pecandu suntik
1,1
0,3
0,4
0,1
Status perkawinan bisa diasumsikan menjadi salah satu faktor penyebab terhadap ketergantungan penyalahgunaan narkoba di kalangan pekerja transportasi. Dari hasil survei yang dilakukan menunjukkan angka ketergantungan narkoba lebih tinggi pada pekerja dengan status belum atau tidak menikah. Angka coba pakai pada pekerja yang hidup bersama tanpa nikah (13,3%), jauh lebih tinggi dibanding mereka yang berstatus cerai (7,3%), belum kawin (6,2%), dan kawin (3,9%). Pola penyalahgunaan hampir sama pada semua moda transportasi, yaitu jauh lebih tinggi pada pekerja yang berstatus belum atau tidak menikah di banding mereka yang menikah.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
79
Tabel 5-9
NO.
Prevalensi Penyalahguna Narkoba Setahun Menurut Ketergantungan dan Status Perkawinan Responden STATUS KAWIN DAN TINGKAT PEMAKAIAN
UDARA LAUT
DARAT ASDP
KERETA API
Tingkat
TOTAL
Status perkawinan I.
Belum kawin
444
115
863
57
153
1,632
1.
Coba pakai
4,3
4,3
8,3
7,0
0,7
6,2
2.
Teratur pakai
0,2
2,6
4,5
1,8
3.
Pecandu bukan suntik
0,2
4.
Pecandu suntik
II.
Kawin
535
763
6,616
279
232
8,425
1.
Coba pakai
3,0
4,2
4,0
5,4
0,9
3,9
2.
Teratur pakai
0,2
1,0
2,1
2,9
1,9
3.
Pecandu bukan suntik
0,2
0,3
0,7
0,3
4.
Pecandu suntik
III.
Cerai (mati ataupun hidup)
1.
1,3
0,7
0,2
0,1
0,1 24
0,1
134
4
178
Coba pakai
8,2
50,0
7,3
2.
Teratur pakai
3,0
25,0
2,8
3.
Pecandu bukan suntik
1,5
1,1
4.
Pecandu suntik
1,5
1,1
IV.
Hidup bersama tanpa nikah
1.
Coba pakai
2.
Teratur pakai
3.
Pecandu bukan suntik
4.
Pecandu Suntik
3
16
2,7
11
1
15
18,2
13,3
9,1
6,7
Teman juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyalahgunaan narkoba, hal ini terlihat dari angka penyalahguna coba pakai paling tinggi pada mereka yang tinggal dengan teman luar kerja (11,5%) ataupun teman kerja (4,6%). Selain teman, angka penyalahguna coba pakai pada moda ASDP juga terlihat tinggi pada mereka yang tinggal sendiri. Meskipun demikian pekerja yang tinggal dengan keluarga/saudara tidak menjamin terbebas dari penyalahgunaan narkoba, hal ini terlihat dari adanya angka penyalahguna coba pakai, teratur, dan pecandu pada responden di semua moda transportasi yang tinggal dengan keluarga/saudara. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
80
Tabel 5-10 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan dan Status Tinggal Responden STATUS TINGGAL DAN TINGKAT PEMAKAIAN
NO,
UDARA LAUT
DARAT ASDP
KERETA API
TOTAL
N Status tinggal I.
Sendiri
115
1.
Coba pakai
1,7
2.
Teratur pakai
3.
18
11
3,2
9,1
10
438 2,7
1,8
1,4
Pecandu bukan suntik
0,4
0,2
4.
Pecandu suntik
0,4
0,2
II.
Keluarga/saudara
662
561
6584
253
312
8372
1.
Coba pakai
3,0
4,5
4,5
6,3
1,0
4,3
2.
Teratur pakai
0,3
1,4
2,5
3,6
2,2
3.
Pecandu bukan suntik
0,3
0,4
0,8
0,4
4.
Pecandu suntik
III.
Teman kerja
196
297
667
69
1.
Coba pakai
5,1
3,0
5,5
4,3
4,6
2.
Teratur pakai
0,7
1,8
1,4
1,2
3.
Pecandu bukan suntik
4.
Pecandu suntik
IV.
Teman luar kerja
1.
Coba pakai
2.
Teratur pakai
3,0
1,5
3.
Pecandu bukan suntik
1,5
0,8
4.
Pecandu suntik
V.
Lainnya
1.
Coba pakai
2.
Teratur pakai
3.
Pecandu bukan suntik
4.
Pecandu suntik
5.3.4
5,6
284
0,1
0,1 46
1275
0,4
0,2
29
13
66
6
10,3
15,4
13,6
16,7
29 3,4
2
16
130 11,5
7
27
2
67
14,3
14,8
7,5
3,7
3,0
3,7
1,5
Angka Ketergantungan Narkoba Menurut Karakteristik Pekerjaan. Angka ketergantungan narkoba lebih tinggi pada pekerja dengan status karyawan tidak tetap, baik kategori coba pakai, teratur, ataupun pecandu. Perbandingan angka penyalahguna kategori coba pakai dan teratur pakai angkanya jauh lebih tinggi hampir dua kali lipat pada responden status pekerja tidak tetap dibandingkan pekerja tetap.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
81
Tabel 5-11 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan dan Status Kepegawaian Responden STATUS KEPEGAWAIAN DAN TINGKAT PEMAKAIAN
NO.
UDARA LAUT
DARAT ASDP
KERETA API
TOTAL
N Status kepegawaian I.
Permanen/tetap (n)
432
477
2,473
186
337
3905
1.
Coba pakai
2,5
2,9
3,8
3,8
0,9
3,3
2.
Teratur pakai
0,2
2,4
1,6
3.
Pecandu bukan suntik
4.
Pecandu suntik
II.
Tidak permanen/tetap (n)
568
405
4830
136
1.
Coba pakai
3,9
5,7
5,2
9,6
5,1
2.
Teratur pakai
0,4
2,5
2,6
5,1
2,4
3.
Pecandu bukan suntik
0,2
0,5
1,5
0,5
4.
Pecandu suntik
0,2
1,6
0,4
0,3
0,2
0,1
0,1
42
5981
0,1
Tingkat ketergantungan penyalahgunaan narkoba tidak terpola terkait dengan pengeluaran rumah tangga per bulan, tetapi pada setiap kelompok pengeluaran terlihat pola kontinum yang sama bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan penyalahgunaan narkoba maka semakin kecil angka prevalensinya. Dominasi besarnya angka penyalahgunaan narkoba kategori coba pakai, teratur, dan pecandu pada setiap moda bervariasi pada setiap kelompok pengeluaran rumah tangga per bulan. Angka penyalahguna coba pakai pada moda udara dan darat lebih tinggi pada pekerja dengan pengeluaran per bulan >6 juta–10 juta, berbeda dengan moda laut yang lebih tinggi pada pekerja dengan pengeluaran >10 juta, sedangkan pada moda ASDP paling tinggi pada pekerja dengan pengeluaran <3 juta. Demikian juga dengan kategori teratur pakai ataupun pecandu pada setiap moda transportasi yang mempunyai pola yang berbeda. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
82
Tabel 5-12 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan dan Rata-Rata Pengeluaran Responden NO.
I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. IV. 1. 2. 3. 4.
PENGELUARAN PERBULAN N Rata-rata pengeluaran per bulan (rupiah) < 3 juta Rupiah (n) Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik > 3 juta – 6 juta Rupiah Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik > 6 juta – 10 juta Rupiah Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik > 10 juta Rupiah Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik
UDARA LAUT
151 4,6 0,7
507 4,3 1,6
188 1,6 0,5 0,5
274 3,6 1,1
234 5,1 0,4
79 2,5
432 2,8
33 9,1
DARAT ASDP
KERETA API
6750 4,8 2,3 0,5 0,1 801 3,2 3,6 0,5 0,2 42 7,1 27,3
264 7,2 2,3 0,8
326 0,9
63 3,2 1,6
54
11
2
15 6,7 6,7
3
1
TOTAL
7998 4,7 2,1 0,4 0,1 1380 3,0 2,5 0,4 0,1 368 4,6 1,1 484 3,3 0,2
Angka ketergantungan narkoba pada awak transportasi (pilot, nahkoda, sopir, dan masinis) lebih tinggi pada pekerja yang mempunyai waktu kerja ≥8 jam dibanding yang waktu kerjanya <8 jam, terlebih pada kategori teratur pakai. Pada tabel berikut, terlihat angka penyalahguna teratur pakai pada semua moda transportasi mempunyai pola yang sama, yaitu jauh lebih tinggi pada mereka yang mempunyai waktu kerja lebih lama dengan perbandingan angka yang cukup mencolok. Tabel 5-13 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan dan Durasi Pekerjaan Responden NO. I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4.
DURASI KERJA Waktu kerja juru mudi (jam) < 8 jam Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik ≥ 8 jam Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik
UDARA LAUT 397 2,3 0,3 0,3
324 4,9 0,3
634 4,1 0,3 0,2
572 3,7 1,7
DARAT ASDP 5882 4,3 1,9 0,4 0,1 1746 5,8 4,1 0,7 0,3
KERETA API
217 6,9 1,4 0,5
137 0,7
124 4,8 5,6 0,8
249 0,8
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
TOTAL 6957 4,2 1,7 0,4 0,0 3325 4,7 2,7 0,4 0,2
83
Angka ketergantungan narkoba menurut kondisi pekerjaan di setiap moda transportasi tidak banyak perbedaan. Besaran angka ketergantungan menurut kategori coba pakai, teratur ataupun pecandu dalam kisaran yang hampir sama pada setiap moda. Tabel 5-14 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan dan Kondisi Pekerjaan Responden NO.
I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. IV. 1. 2. 3. 4. V. 1. 2. 3. 4.
KONDISI KERJA N Kondisi pekerjaan Menuntut ketepatan waktu Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik Menuntut ketrampilan khusus Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik Menuntut inisiatif Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik Menuntut tenaga besar Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik Membutuhkan konsentrasi tinggi Coba pakai Teratur pakai Pecandu bukan suntik Pecandu suntik
UDARA LAUT
947 3,3 0,2 0,2
754 4,0 1,2
917 3,3 0,2 0,2
832 4,0 1,1
880 3,4 0,3 0,2
767 3,9 1,0
305 3,3
438 3,2 0,9
894 3,1 0,2 0,2
757 3,8 1,2
DARAT ASDP
5043 4,7 2,8 0,4 0,1 6053 4,4 2,5 0,4 0,1 5027 3,9 1,7 0,4 0,1 4410 4,6 2,7 0,3 0,1 7150 4,6 2,4 0,4 0,1
KERETA API
245 4,1 2,9 0,8
364 0,8
296 6,1 3,0 0,7
331 0,6
267 4,9 1,9 0,4
333 0,6
173 5,8 3,5 1,2
118 0,8
286 5,9 2,4 0,3
365 0,5
TOTAL
7353 4,2 2,2 0,3 0,1 8429 4,2 2,1 0,3 0,1 7274 3,7 1,4 0,3 0,1 5444 4,4 2,4 0,3 0,1 9452 4,3 2,0 0,4 0,1
5.4 Riwayat Penyalahgunaan Narkoba. 5.4.1 Jenis Narkoba Pertama Kali Disalahgunakan. Narkoba yang pertama kali digunakan oleh responden pekerja transportasi jenisnya cukup bervariasi, mulai dari ganja, ekstasi, nipam, dan shabu. Prevalensi pertama kali menggunakan narkoba jenis cannabis (ganja) dilaporkan paling tinggi (11,94%), diikuti oleh ekstasi (1,32%), shabu dan sejenisnya (0,91%), pil koplo dan sejenisnya (0,50%), nipam (0,27%) serta dextro (0,77%). Ganja dan ekstasi tampaknya sangat umum digunakan oleh pengguna sebagai narkoba pertama kali, ini bisa mengindikasikan tingkat kemudahan memperoleh ganja dan ekstasi. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
84
Prevalensi jenis narkoba pertama kali menurut moda transportasi pola penggunaan jenis narkobanya tidak banyak bebeda dengan prevalensi pertama kali menurut jenis narkoba, Jenis narkoba ganja, ekstasi, shabu dan methamphetamine banyak digunakan dalam pengalaman pertama kali menggunakan narkoba menurut moda transportasi. Jenis narkoba ganja paling banyak (13,1%) digunakan pekerja moda transportasi darat, diikuti oleh pekerja moda udara (10,3%) dan laut (9,8%). Sedangkan jenis ekstasi lebih banyak digunakan oleh pekerja ASDP (2,0%), pekerja transportasi Darat (1,4%) dan transportasi Laut (1,2%). Narkoba lain yang banyak digunakan pertama kali adalah shabu, untuk jenis ini prevalensi paling tinggi di kalangan pekerja transportasi Darat (1,14%) dan pekerja transportasi ASDP (0,9%).
Gambar 5-1 Penyalahgunaan pertama hashish
Gambar 5-2 Penyalahgunaan pertama ATS
Penggunaan pertama kali jenis narkoba opiad seperti Heroin, putau, morfin, dan opium juga dilaporkan ada di kalangan pekerja transportasi, namun secara umum prevalensinya relative rendah karena di bawah 0,1%, tertinggi ditemukan penggunaan codein 0,8%. Bila dilihat menurut moda transportasi penggunaan narkoba kelompok opiad hanya ditemukan pada semua moda transportasi kecuali kereta api. Prevalensi tertinggi dilaporkan pada jenis codein di kalangan transportasi darat dan udara (0,4%) dan morfin di kalangan transportasi ASDP (0,29%) dan laut (0,11%), sedangkan heroin hanya ditemukan pada moda pekerja ASDP (0,04%). Narkoba jenis tranquilizer seperti pil koplo, BK, mogadon, valium, rohipnol, dumolit dan xanax juga digunakan sebagai narkoba pertama. Prevalensi tertinggi pada kelompok ini adalah penggunaan pil koplo (0,50%), nipam 0,27%), prevalensi lainnya dalam jenis ini dibawah 0,1%, seperti valium (0,08%), dumolid (0,03%) dan xanax/calmlet/calmlet (0,02%). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
85
Gambar 5-3 Penyalahgunaan pertama opiad
Gambar 5-4 Penyalahgunaan pertama tranquillizer
Survei ini juga melihat prevalensi penggunaan jenis obat yang bisa dibeli di konter obat (over the counter drugs) seperti obat sakit kepala, obat batuk dan analgesic. Penggunaan obat bebas sebagai narkoba jika penggunaannya dalam dosis berlebihan atau dengan mencampurkan obat bebas secara sengaja dengan unsur minuman beralkohol atau bersoda dengan tujuan memabukan atau membuat fly. Terbanyak digunakan adalah obat sakit kepala yang dikonsumsi berlebihan (1,18%) dan dicampur dengan minuman bersoda (0,59%) pada kelompok pekerja ASDP dan obat dextrometorphan (0,93%) pada pekerja moda transportasi darat.
5.4.2 Umur Pertama Kali Menggunakan Narkoba. Umur pertama kali menggunakan narkoba pada pekerja transportasi rata-rata pada usia 20 tahun (median 20 tahun, SD 5 tahun). Jika dilihat menurut kelompok usia pertama kali menggunakan narkoba sebagian besar (95%) pertama kali menggunakan narkoba pada usia < 30 tahun, sebagian (47%) berada di kisaran usia <20 tahun dan sebagian lagi (48%) berada di usia 20-29 tahun. Keadaan ini menunjukkan penggunaan narkoba pertama kali dilakukan pada usia muda. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
86
Menurut moda transportasi pada kelompok transportasi udara lebih dari separuh (58%) mengkonsumsi narkoba pertama kali pada usia di bawah 20 tahun, proporsi lebih tinggi pakai pertama usia di bawah 20 tahun ditemukan pada kelompok pekerja kereta api (80%). Pada kelompok transportasi laut lebih dari separuh (57%) mengkonsumsi narkoba pada usia antara 20-29 tahun, demikian juga pada pekerja moda ASDP (46%). Sedangkan pada pekerja transportasi darat proporsi kelompok usia pertama kali pakai hampir sama besar antara yang di bawah usia 20 tahun (47%) dan dalam rentang usia 20- 29 tahun (48%). Sedangkan pada pekerja kereta kereta api sebagian besar (80%) melakukan penyalahgunaan narkoba di usia < 20 tahun. Tabel 5-15 Distribusi Responden Menurut Umur Pertama Kali Menyalahgunakan Narkoba NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
VARIABEL N Umur (tahun) < 20 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun ≥ 40 tahun Mean Median SD
UDARA
LAUT
58,1 34,9 6,2 0,8 20 18 5
36,1 56,3 5,9 1,7 21 20 5
DARAT ASDP
46,9 48,2 4,0 0,9 20 20 5
KERETA API
TOTAL
42,0 52,0 6,0
80,0 20,0
19 20 7
17 17 3
47,1 47,6 4,3 0,9 20 20 5
5.4.3 Waktu Pertama Kali Penyalahgunaan. Studi ini juga memperlihatkan penyalahgunaan narkoba pertama kali lebih banyak dilakukan sebelum memasuki dunia kerja dibandingkan setelah bekerja. Prevalensi pekerja yang menggunakan narkoba setelah kerja angkanya separuh dari responden yang menggunakan sebelum memasuki dunia kerja. Prevalensi pekerja transportasi yang menggunakan narkoba pertama kali sebelum kerja sekitar 11% sedangkan yang menggunakan setelah bekerja sekitar 6%. Angka prevalensi menurut moda transportasi tidak jauh berbeda, namun angka pakai narkoba sebelum kerja pekerja transportasi darat (12%) dan udara (10%) lebih tinggi dari 3 moda lainnya. Angka pemakaian pertama kali ketika sudah memasuki dunia kerja ini cukup memprihatinkan karena cukup tinggi, Jika dilihat menurut moda, angka prevalensi di moda ASDP tertinggi (8%), diikuti oleh darat (7%), laut (5%) dan udara (3%). Jika dilihat menurut proporsi diantara pernah penyalahguna seumur hidup maka proporsi penyalahguna yang menggunakan sebelum kerja mencapai (64%), sedangkan sisanya menggunakan narkoba pertama kali setelah memasuki dunia kerja (36%). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
87
Kondisi ini memberikan kesan adanya peredaran gelap narkoba di lingkungan pekerja transportasi atau ada kecenderungan pemakaian pada kelompok pekerja transportasi tertentu. Studi kualitatif menunjukkan pemakaian dipengaruhi oleh lingkungan sejawat satu profesi namun biasanya bukan dari satu perusahaan yang sama. Rekan seprofesi dari daerah lain ditenggarai banyak mempengaruhi penggunaan awal narkoba dengan alasan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Prevalensi terendah dilaporkan pada kelompok pekerja kereta api, tidak ada yang melaporkan menggunakan narkoba setelah masuk kerja. Tabel 5-16 Distribusi Responden Menurut Waktu Pertama Kali Menyalahgunakan Narkoba (Sebelum Atau Sesudah Bekerja) NO.
VARIABEL
1. 2. 3. 4.
N Sebelum memasuki dunia kerja Setelah memasuki dunia kerja Tidak pernah pakai zat/narkoba Tidak menjawab
UDARA LAUT DARAT ASDP 10,3 3,3 68,1 18,3
8,9 4,6 82,8 3,7
11,7 6,9 80,2 1,1
KERETA API
7,3 7,9 80,6 4,1
4,1 0,0 94,3 1,6
TOTAL 10,9 6,1 79,8 3,2
5.4.4 Penyalahgunaan Narkoba Menurut Jenis Narkoba Yang Pernah Disalahgunakan (Selama Hidup). Penyalahgunaan narkoba selama hidup memperlihatkan variasi jenis narkoba yang pernah dikonsumsi oleh pekerja transportasi seumur hidup walau cuma satu kali. Prevalensi menurut jenisnarkoba menunjukkan cannabis atau ganja masih merupakan narkoba yang paling banyak (14,6%) dikonsumsi dalam sepanjang hidup pekerja terutama ganja kering. Jenis narkoba berikutnya adalah kelompok ATS meliputi ekstasi, shabu, katinon dan amphitamin, angka prevalensinya sekitar 7%. Prevalensi jenis penenang (tranquilizer) menempati urutan ketiga terbanyak digunakan oleh penyalahguna (2,3%). Berikutnya kelompok opiad dan halusinogen masing-masing 2,1%, inhalant 1,1% dan obat bebas (over the counter drugs) seperti obat sakit kepala dan dextro sekitar 2%. Untuk kelompok pernah pakai cannabis menurut moda transportasi, pekerja di moda transportasi darat yang menggunakan ganja prevalensinya paling tinggi (16%), diikuti pekerja moda transportasi udara (14%), laut (12%), ASDP (10%), dan terendah pada kelompok kereta api (3,4%). Dalam kelompok cannabis ini juga ada pekerja yang pernah menggunakan narkoba hasish, prevalensi totalnya 1,2%. Sedangkan menurut kelompok moda, kelompok transportasi udara prevalensinya 2,2%, darat 1,2% dan laut 0,8%. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
88
Tabel 5-17 Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Menurut Jenis Narkoba yang Pernah Disalahgunakan (Selama Hidup) NO. I. 1. 2. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. III. 1. 2. 3. IV. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. V. 1. 2. 3. VI. 1.
VII. 1. 2. 3.
VARIABEL N Cannabis Ganja (gele, cimeng, marijuana, getok) Hasish (getah ganja) Opiad Heroin, (putau, etep) Morfin Opium Pethidin Codein Subutek/subuxon (buprenorfine) Methadone ATS Dex, Adderall,Dexamphetamine (Amphetamin) Ekstasi (inex, XTC, cece, happy five) Katinon, metkatinon, metilon Shabu, Yaba, SS, Tastus, Ubas (Methamphetamines) Tranquilizer Luminal, fenobarbital, (barbiturat) Nipam Pil koplo, BK, mboat, mboti, roda Rohypnol, mogadon Valium Xanax, Camlet/calmlet (alprazolam) Dumolid Kokain Ketamin Hallucinogen LSD (Lysergic Acid diethylamide)/ acid, black hart Kecubung (datura) Mushroom/jamur di kotoran sapi Inhalant Zat yang sengaja dihisap sampai mabuk/fly (mis:lem aibon, bensin,spidol,dsb) Over the counter drugs Dextromethorpan (obat batuk) Obat sakit kepala diminum berlebihan sampai mabuk/fly Obat sakit kepala yg diminum dicampur dengan minuman bersoda sampai mabuk/fly
UDARA
LAUT DARAT ASDP
1031 13,7 13,7
896 11,7 11,7
7628 15,8 15,8
341 10,1 10,1
2,2 3,3 1,5 1,7 0,9 0,7 1,8 0,6 0,8 6,0 1,9
0,8 1,7 1,1 0,9 0,7 0,6 0,7 0,6 0,5 6,2 1,0
1,2 2,0 1,7 1,0 0,7 0,4 0,4 0,4 0,5 7,4 0,7
5,1 0,8 2,8
4,3 1,2 3,4
4,9 0,7 5,2
8,9
4,8 0,6 1,4 1,6 1,3 2,5 2,0 1,7 1,6 0,7 4,5 0,9
2,2 0,5 1,6 2,1 0,7 1,2 0,5 0,6 0,8 0,8 1,9 0,8
2,0 0,5 1,8 2,4 0,8 0,6 0,5 0,5 0,7 0,5 1,9 0,4
2,4
1,1 3,9 1,2 1,2
1,3 1,0 0,8 0,8
1,4 1,0 1,2 1,2
1,2
0,6 0,6 0,8
1,4 1,4 1,2
0,8
0,9
KERETA TOTAL API 386 10282 3,9 14,6 3,9 14,6 0,3 0,8 0,8 0,8 0,5 0,3 0,3 0,3 0,3 1,6 0,3
1,2 2,1 1,6 1,1 0,7 0,4 0,6 0,4 0,5 7,0 0,8
1,3 0,3 0,8
4,8 0,7 4,6
0,5 0,3 0,5 0,8 0,5 0,3 0,3 0,3 0,5 0,3 0,8 0,3
2,3 0,5 1,7 2,2 0,8 0,8 0,6 0,6 0,7 0,5 2,1 0,5
1,2 1,2
0,8 0,5 0,3 0,3
1,3 1,3 1,1 1,1
2,4 2,4 1,1
3,0 3,0 1,8
0,5 0,5 0,3
2,0 2,0 1,1
1,2
1,2
0,3
1,1
1,2 1,2 0,6 0,6
12,4
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
7,1
1,8 1,8 1,2 0,6
0,6 1,2
89
Prevalensi pernah pakai opiad di kalangan pekerja udara paling tinggi diantara pekerja transportasi yaitu (3,3%), selanjutnya pekerja moda transportasi darat (2%), pekerja transportasi laut (1,7%), pekerja ASDP (1,2%) dan pekerja kareta api (0,8%). Pada kelompok opiad jenis yang paling banyak digunakan adalah heroin (putau) 1,6%, morfin (1,1%), opium dan codein masing masing (0,7%) dan (0,6%). Pernah pakai narkoba kelompok ATS pada pekerja ASDP menempati prevalensi tertinggi (12,4%), diikuti pekerja moda transportasi darat (7,4%), pekerja laut dan udara masing masing (6%) dan terendah pekerja kereta api (2%). Pada kelompok ATS jenis narkoba ekstasi dan shabu merupakan narkoba yang paling banyak digunakan prevalensinya masing masing 4,8% dan 4,6%. Menurut moda transportasi prevalensi jenis ekstasi tertinggi pada kelompok ASDP (8,9%), diikuti oleh pekerja transportasi udara (5,1%) dan darat 4,9%. Sedangkan penggunaan shabu tertinggi juga pada kelompok ASDP (7,1%) diikuti oleh darat (5,2%). 5.4.5 Jenis Narkoba Dalam Setahun Terakhir. Penggunaan narkoba dalam setahun terakhir dapat memperlihatkan gambaran berbagai jenis narkoba yang beredar dan digunakan oleh pekerja transportasi dan masyarakat dalam setahun terakhir. Hasil survei menunjukkan hampir semua jenis narkoba yang diprediksi digunakan masyarakat ternyata juga digunakan para pekerja transportasi dalam setahun terakhir, meskipun penggunaannya tidak semua moda pekerja transportasi. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pekerja transportasi setahun terakhir adalah cannabis, dengan prevalensi ganja 4,9%. Penggunaan ATS juga terlihat cukup tinggi prevalensinya yaitu 2,3%, sedangkan prevalensi penggunaan opiad, tranquilizer, hallucinogen dan inhalant di bawah 1%, namun demikian pengunaan jenis-jenis terakhir tergolong sangat berbahaya.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
90
Pada kelompok ATS jenis yang paling sering digunakan adalah ekstasi dan shabu dengan prevalensi ekstasi 1,4%, dan shabu 1,4% , jenis katinon juga dilaporkan digunakan dengan prevalensi 0,3%. Penggunaan opiad jenis heroin prevalensinya 0,5%, morfin 0,4% dan opium 0,2%. Pengunaan tranquilizer seperti luminal (0,4%), pil koplo/BK (0,5%), dan fenorbital (barbiturate) prevalensinya 0,1% juga ditemukan dikalangan pekerja transportasi setahun terakhir. Sedangkan pada kelompok hallucinogen terbanyak digunakan adalah mushroom (0,3), kecubung (0,3%), dan bentuk narkoba jenis lama yaitu LSD yang masih tetap beredar (0,1%). Untuk obat bebas di konter obat terbanyak adalah dextromethorpan (0,7%).
Penggunaan narkoba menurut moda transportasi setahun terakhir menunjukkan penggunaan narkoba pada moda tertentu cukup tinggi. Pada jenis cannabis kelompok pekerja transportasi darat paling banyak menggunakan ganja dengan prevalensi (5,7%), diikuti pekerja ASDP (4,1%), dan pekerja transportasi laut (3,9%). Penyalahgunaan narkoba kelompok opiad dalam setahun terakhir juga ditemukan dengan prevalensi jenis heroin pada pekerja ASDP dan darat paling tinggi (0,6%) dan (0,5%), kereta api (0,3%) dan laut (0,1%), pada pekerja transportasi udara hanya ditemukan menggunakan jenis opiad subutek/subuxon dengan prevalensi (0,4%). Penyalahgunaan ATS jenis ekstasi ditemukan pada semua moda pekerja kecuali kereta api, prevalensi pada pekerja ASDP tertinggi (4,1%), moda darat (1,6%) dan laut (1,0%). Jenis Shabu juga cukup banyak digunakan setahun terakhir pada pekerja ASDP (3,6%), darat (1,7%) dan laut (1,1%). Untuk pekerja udara penggunana ATS relative lebih rendah dibandingkan moda lain, prevalensi penggunaan ekstasi dan shabu masing-masing (0,7%) dan (0,1%). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
91
Pada jenis tranquilizer penggunaannya tidak merata pada semua moda, jenis yang banyak digunakan adalah pil koplo, valium dan nipam. Valium ditemukan pada semua moda kecuali kereta api, sedangkan pil koplo dan nipam ditemukan pada moda transportasi ASDP, darat dan laut. Pada narkoba hallucinogen jenis mushroom ditemukan digunakan oleh pekerja di moda transportasi udara, laut dan darat. Untuk obat bebas obat sakit kepala ditemukan pada pekerja di semua moda kecuali moda transportasi kereta api.
5.4.6 Frekuensi penyalahgunaan narkoba Sejumlah kekhawatiran yang banyak didiskusikan terkait penyalahgunaan narkoba di moda transportasi adalah waktu dan berapa banyak frekuensi penggunaan itu dilakukan oleh pekerja. Risiko penyalahgunaan sebelum atau saat bekerja tentunya mempengaruhi kinerja dan konsentrasi pekerja dalam melaksanakan tugas. Prevalensi frekuensi pekerja transportasi yang mengkonsumsi narkoba dikelompokan menjadi selalu, sering dan jarang. Tabel 21 memperlihatkan sebagian besar responden pernah melakukan penyalahgunaan narkoba baik sebelum, sewaktu dan di luar jam bekerja. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
92
Frekuensi penggunaan menurut moda transportasi menunjukkan pekerja yang “selalu” mengkonsumsi sebelum bekerja prevalensinya (0,2%), ditemukan pada moda darat, laut dan udara. Sedangkan yang melaporkan “sering” mengkonsumsi sebelum bekerja sekitar (0,5%), dilaporkan pada semua moda pekerja transportasi. Prevalensi lebih tinggi ditemukan pada semua moda pekerja yang melaporkan ”jarang” mengkonsumsi sebelum bekerja (3,7%). Pola yang sama terlihat pada pemakaian di luar jam kerja namun secara umum angka prevalensinya lebih tinggi. Respondent yang malaporkan “selalu” prevalensinya (0,2%), ditemukan pada moda transportasi udara, laut dan darat. Sedangkan yang melaporkan “sering” mengkonsumsi sekitar (1,7%), dilaporkan pada semua moda pekerja transportasi kecuali Kereta Api. Prevalensi yang menyampaikan ”jarang” realtif tinggi sekali (4,7%) juga dilaporkan pada semua moda pekerja transportasi kecuali Kereta Api. Pekerja yang melaporkan menggunakan narkoba saat aktivitas bekerja lebih kecil prevalensinya dibandingkan sebelum dan di luar jam kerja. Pekerja yang melaporkan sering dan selalu menggunakan saat bekerja ditemukan pada moda pekerja darat dan laut, dengan prevalensi (0,1%) dan (0,3%), sedangkan yang melaporkan jarang (2,6%) ada pada semua moda pekerja kecuali kereta api. Tabel 5-18 Distribusi Responden Menurut Frekuensi Penyalahgunaan Narkoba Saat Aktivitas Kerja NO.
VARIABEL
I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4.
N Sebelum aktivitas bekerja Selalu Sering Jarang Tidak ingat Di luar saat bekerja Selalu Sering Jarang Tidak ingat Saat aktivitas kerja Selalu Sering Jarang Tidak ingat
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
1,029
1,064
7635
169
385
0,1 0,2 1,4 1,4
0,3 0,4 2,9 2,9
0,2 0,6 4,4 5,6
0,6 3,0 4,1
0,3
0,1 0,1 2,9 1,6
0,1 1,7 3,3 2,3
0,3 2,0 5,3 5,5
1,8 8,3 4,1
0,6 0,8
0,2 0,5 2,0 2,5
0,1 0,3 3,1 5,6
3,0 5,9
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
TOTAL 10,282
0,3
0,2 0,5 3,7 4,6
0,8
0,2 1,7 4,7 4,6
0,3
0,1 0,3 2,6 4,6
93
5.5 Riwayat Penyalahgunaan Narkoba Suntik. 5.5.1 Umur Pertama Kali Menyuntik. Dari seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini, ada sebanyak 0,53% yang mengaku pernah menggunakan narkoba suntik. Jika dilihat dalam satu tahun terakhir, ternyata ada sekitar 0,17 % yang mengatakan pernah menggunakan narkoba suntik. Dilihat dari moda transportasi, seluruh responden yang menyalahgunakan narkoba suntik dalam setahun terakhir ditemukan pada moda transportasi darat yaitu sebesar 0,22% (2 orang). Jumlah ini terlihat kecil, tetapi tetap perlu diwaspadai karena pecandu narkoba suntik berisiko terinfeksi HIV AIDS. Dari seluruh responden yang mengatakan menggunakan narkoba suntik dalam setahun terakhir, usia pertama menggunakan narkoba suntik rata-rata berusia 23 tahun. Usia terendah yang menggunakan narkoba suntik untuk pertama kali adalah pada usia 15 tahun dan yang tertinggi pada uisa 37 tahun. Tabel 5-19 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Suntik Menurut Waktu Menyuntik (Setahun Terakhir) dan Umur Pertama Kali Menyuntik NO. I. 1. 2. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
VARIABEL N Pernah menyuntik Setahun terakhir menyuntik N Lahgun setahun Setahun terakhir menyuntik Umur pertama kali menyuntik M ean Median Minimum Maximum Std Deviation
UDARA 1031 0,29 0,00 40
LAUT DARAT ASDP 896 0,33 0,00 48
7628 0,64 0,22 581 2,74
KERETA API
341
386
33
3
23 23 15 37 5
TOTAL 10282 0,53 0,17 705 2,27 23 23 15 37 5
5.5.2 Frekuensi Menyuntik Setahun Terakhir. Frekuensi menyuntik dari seluruh responden yang pernah mengaku pernah menggunakan narkoba suntik dalam satu tahun terakhir masih rendah. Dari seluruh responden yang menggunakan narkoba suntik dalam setahun terakhir, sebanyak 0,1% yang mengaku menyuntik lebih dari 10 kali dan sebesar 1,7% yang mengaku menggunakan narkoba suntik kurang dari 10 kali dalam setahun terakhir. Lihat tabel 5-22. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
94
Tabel 5-20 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Suntik Menurut Waktu Menyuntik (Setahun Terakhir), Frekuensi Menyuntik, dan Umur Pertama Kali Menyuntik NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
VARIABEL N Lahgun setahun Setahun terakhir menyuntik Frekuensi menyuntik < 10 kali 10 – 19 kali ≥ 20 kali
UDARA
LAUT DARAT ASDP
40
48
581 2,74
33
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
2,1 0,2 0,2
0,00 0,00 0,00
KERETA TOTAL API 3 705 2,27 0,00 0,00 0,00
1,7 0,1 0,1
5.5.3 Jenis narkoba yang pernah disuntikkan Narkoba yang biasa digunakan dengan cara disuntikkan adalah dari golongan opiat seperti heroin, putaw morfin atau obat-obat penenang seperti pethidin. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pecandu narkoba suntik juga menyuntikkan narkotika seperti golongan ampethamin seperti shabu, ekstasi dan dari golongan lain seperti kokain atau obat-obatan yang dijual bebas di toko obat atau apotik. Dari hasil survei ini dapat dilihat bahwa dari seluruh responden yang pernah menggunakan narkoba suntik, yang menyuntik jenis opiat seperti heroin, putaw dan morfin sebanyak 52,7%. Ada sekitar 23,6% yang menyuntikkan shabu dan ekstasi 9,1%. Lihat tabel 5-23. Tabel 5-21 Distribusi Responden Menurut Jenis Narkoba yang Pernah Disuntikkan NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
VARIABEL N pernah pakai narkoba Obat yg dibeli bebas di warung/ toko obat Luminal, nipam, BK, megadon, pil koplo Valium, lexotan, xanax, camlet, rohpyhnol Shabu Ekstasi Pethidin Heroin, morfin (putau, etep) Kokain Subutek/subuxon (buprenorfine) Methadone Lainnya, sebutkan…,
UDARA 3
LAUT DARAT ASDP 3
33,3 33,3 33,3
0,0
0,0 33,3
49 2,0
0
KERETA API 0
TOTAL 55 1,8
8,2
7,3
4,1
3,6
24,5 10,2 4,1 57,1 4,1 4,1 0,0 4,1
23,6 9,1 5,5 52,7 3,6 3,6 0,0 5,5
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
95
5.5.4 Pengalaman Berbagi Alat dan Jarum Suntik. Pecandu yang menggunakan narkoba suntik sangat rentan tertular virus HIV, Hepatitis C, Hepatitis B dan penyakit lainnya yang penularannya melalui darah. Penularan virus tersebut terjadi jika para pecandu suntik berbagi jarum dan alat suntik yang tidak steril. Yang memprihatinkan, sebagian besar pencadu suntik melakukan praktek berbagi jarum dan alat suntik. Dalam penelitian ini, dari seluruh responden yang mengaku pernah menyuntik, yang pernah berbagi alat dan jarum suntik selama hidup sebesar 34,4% dan sebesar 9,4% setahun terakhir. Seluruh responden yang mengaku pernah berbagi jarum suntik tersebut operator di angkutan darat. Tabel 5-22 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Pernah Berbagi Jarum dan Alat Suntik NO. 1. 2. 3. 4. 5.
VARIABEL N Pernah menyuntik Pernah berbagi alat dan jarum suntik Selama hidup Setahun terakhir Sebulan terakhir
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
3
3
49
0
35,5 9,7
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
KERETA API 0
TOTAL 55
34,4 9,4
96
BAB VI PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP NARKOBA
6.1 Pengetahuan Mengenai Narkoba. Pengetahuan narkoba menurut jenis zat yang pernah di dengar responden, rata-rata responden mampu menyebutkan 7 jenis narkoba pada kelompok bukan pemakai dan 9 jenis untuk kelompok pernah pakai. Pada kelompok pernah pakai dikelima sektor transportasi, berkisar antara 8 hingga tertinggi 15 jenis pada sektor udara. Sedangkan pada kelompok bukan pemakai, rata-rata proporsinya dikelima sektor berkisar antara 6-15 jenis zat. Pada kelompok pernah pakai, rata-rata menunjukkan angka proporsi pengetahuan yang lebih tinggi di banding bukan penyalahguna, dan hal tersebut terjadi pada hampir semua sektor transportasi. Proporsi pengetahuan responden tentang efek narkoba, terbagi menjadi empat pengetahuan yaitu risiko tentang HIV/AIDS, risiko kecanduan, risiko sulit pengendalian dosis dan risiko merusak sel syaraf, dan juga kelompok yang mengetahui lebih dari tiga efek narkoba. Secara umum, dari keempat faktor risiko tersebut proporsi yang paling tinggi diketahui oleh rata-rata responden adalah faktor risiko terjadinya kerusakan sel syaraf/otak dari narkoba. Faktor risiko terjangkit HIV/AIDS menempati urutan kedua, berikutnya faktor risiko kecanduan dan yang terendah adalah faktor risiko pengendalian dosis. Bila dilihat per sektor transportasi, menunjukkan adanya variasi proporsi untuk masing-masing faktor risiko. Sektor transportasi udara, proporsi pengetahuan tentang efek narkoba dengan terjangkit HIV/AIDS menempati urutan teratas dibandingkan dengan sektor lain. Berikutnya, faktor risiko kecanduan proporsi pengetahuannya tinggi pada kelompok sektor laut, sedangkan faktor risiko sulit mengendalikan dosis proporsinya tinggi pada sektor udara, dan pengetahuan faktor risiko kerusakan syaraf/otak proporsi pengetahuan tertinggi ada pada sektor laut. Bila dibandingkan antara kelompok pernah pakai dan bukan penyalah guna, keempat faktor risiko tersebut ratarata lebih tinggi proporsi pengetahuannya pada pada kelompok pernah pakai di hampir semua sektor transportasi. Kecuali pada sektor transportasi kereta apitiga risiko yaitu risiko kecanduan, pengendalian dosis dan kerusakan syaraf proporsi pengetahuannya justru lebih tinggi pada kelompok bukan penyalahguna. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
97
Pengetahuan responden tentang proporsi untuk terjadi lebih dari tiga efek risiko narkoba, pada kelompok pernah pakai dari kelima sektor berkisar dari yang terendah 68,2 yaitu pada sektor transportasi kereta api, proporsi tertinggi di sektor udara yaitu 86%. Sedangkan pada kelompok bukan penyalah guna, rata-rata proporsinya lebih rendah dari kelompok pernah pakai yaitu antara 67,8% hingga 75,5%. Tabel 6-1
NO.
Pengetahuan tentang Narkoba Menurut Jenis Zat yang pernah Didengar dan Efek Penyalahgunaan Narkoba
VARIABEL
N
UDARA
LAUT
DARAT
P
BP
P
BP
192
839
145
751
1,534
P
ASDP BP 6,094
P
KERETA API BP
P
BP
55
286
22
364
TOTAL P
BP
ALL
1948
8334
10282
I.
Jumlah zat yang pernah didengar
1.
Mean
15,0
11,2
10,0
7,9
8,3
5,9
8,1
5,8
9,9
8,6
9,1
6,7
7,2
2.
Median
16,0
11,0
10,0
7,0
7,0
5,0
7,0
5,0
9,5
9,0
8,0
6,0
6,0
3.
Minimal
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
1,0
0,0
1,0
0,0
0,0
0,0
0,0
4.
Maksimal
29,0
29,0
27,0
29,0
29,0
29,0
22,0
21,0
21,0
29,0
29,0
29,0
29,0
II.
Efek penyalahgunaan narkoba Tahu IDU berisiko besar HIV/AIDS Tahu risiko kecanduan Tahu sulit mengendalikan dosis Tahu merusak sel syaraf/otak Tahu ≥ 3 efek narkoba
94,3
80,7
90,3
79,2
81,9
73,8
78,2
71,7
86,4
80,2
94,3
80,7
90,3
86,5
77,4
86,9
71,8
77,2
72,3
80,0
73,8
72,7
82,4
86,5
77,4
86,9
67,7
52,4
60,0
53,1
62,4
56,3
52,7
58,0
45,5
54,4
67,7
52,4
60,0
91,7
82,0
95,2
83,5
87,3
82,4
83,6
79,0
86,4
89,0
91,7
82,0
95,2
85,9
73,2
84,8
69,5
74,1
66,8
74,5
67,8
68,2
75,5
85,9
73,2
84,8
1. 2. 3.
4. 5.
BP : Bukan Penyalahguna P : Pernah Pakai
6.2 Sikap Terkait Rokok, Alkohol, Narkoba. Pada tabel 6-2 merupakan gambaran pendapat responden atas ketidaksetujuan terhadap perilaku merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan obat, Semakin tinggi angka proporsi menggambarkan bahwa responden sangat tidak setuju terhadap ketiga perilaku tersebut. Perilaku merokok 12-20 batang sehari, rata-rata diatas 70% pada kelompok pernah pakai menyatakan ketidaksetujuannya, dan pada kelompok bukan penyalah guna poporsi yang tidak setuju 80%. Terhadap jenis sektor pekerjaan, proporsi ketidaksetujuannya tidak menunjukkan banyak perbedaan. Perbedaan proporsi terhadap kelompok penyalahguna dan bukan penyalah guna di semua sektor menunjukkan ada perbedaan, dimana pada kelompok bukan penyalahguna proporsinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pernah pakai. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
98
Perilaku minum alkohol sebanyak 4-5 kali/minggu proporsi responden yang menyatakan tidak setuju relatif lebih tinggi dibanding responden yang menyatakan ketidaksetujuan perilaku merokok, Ratarata pada kelompok bukan penyalahguna relatif lebih tinggi proporsinya dibandingkan kelompok penyalahguna yaitu 91,6% :83,8%, Moda transportasi udara pada kelompok pernah pakai menunjukkan proporsi paling rendah (72,9%) dibandingkan moda lain, dan tertinggi (kereta api 90,9%) ada pada moda kereta api, Pada proporsi ketidaksetujuan terhadap perilaku mencoba menghisap ganja rata-rata relatif lebih tinggi ketidaksetujuanya dibanding minum alkohol. Perbedaan antara kelompok pernah pakai dan bukan penyalahguna gambarannya juga sama dengan proporsi ketidaksetujuan minum alkohol, yaitu lebih tinggi prevalensinya pada kelompok bukan penyalahguna. Proporsi pernyataan ketidaksetujuan mulai dari perilaku rutin menghisap ganja sampai dengan rutin pakai ekstasi ratarata untuk kelima moda diatas 95%. Gambaran antara pernah pakai dan bukan penyalahguna, menunjukkan kecenderungan yang sama, dimana kelompok pernah pakai revalensinya lebih rendah dibanding kelompok bukan penyalahguna. Menarik untuk dilihat, yaitu pada perilaku ‘mencoba ekstasi’ pada kelompok pernah pakai pada moda udara. Pada kelompok tersebut tampak prevalensinya cukup rendah dibandingkan kelompok lain maupun variabel perilaku lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perilkau mencoba ekstasi pada kelompok tersebut lebih tinggi toleransi penggunaannya. Pendapat responden tentang perilaku merokok, minum alkohol dan penyalahguna narkoba adalah berisiko terhadap kesehatan, sebagian besar responden atau sekitar 90% lebih menyetujui hal tersebut. Namun bila dilihat tiap jenis perilaku mulai dari merokok sampai dengan rutin pakai ekstasi pada tiap jenis moda transportasi, tampak adanya variasi proporsi. Pada moda transportasi ASDP kelompok pernah pakai, yang menyatakan setuju bahwa merokok adalah berisiko terhadap kesehatan menunjukkan proporsi paling rendah (80,0%) dibandingkan dengan proporsi pada moda transportasi lainnya. Proporsi terendah yang menyatakan minum alkohol adalah berisiko tampak pada moda transportasi udara, yaitu 75,0% pada kelompok pernah pakai, Demikian juga tentang risiko kesehatan karena mencoba ganja, kadang menghisap ganja, sampai rutin pakai ekstasi, proporsi terendah yang menyatakan setuju terjadi pada moda transportasi udara. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
99
Tabel 6-2
NO.
Sikap Tidak Setuju Responden terhadap Perilaku Merokok, Minum Alkohol, dan Penyalahgunaan Narkoba
VARIABEL
UDARA
LAUT
DARAT P
ASDP BP
P
KERETA API BP
P
BP
TOTAL
P
BP
P
BP
P
BP
ALL
N
192
839
145
751
1,534
6,094
55
286
22
364
1948
8334
10282
1.
Merokok 12-20 btg sehari
66,7
72,8
70,3
86,3
70,3
80,4
70,9
81,1
72,7
84,3
70,0
80,4
78,4
2.
Minum alkohol 45 kali/minggu
72,9
78,5
87,6
93,2
84,6
92,9
89,1
94,1
90,9
95,9
83,8
91,6
90,2
3.
Mencoba menghisap ganja
71,9
81,6
91,0
97,5
89,4
97,4
89,1
96,9
95,5
98,1
87,8
95,8
94,3
4.
Kadang menghisap ganja
76,6
82,5
92,4
96,9
91,3
97,9
92,7
96,5
95,5
98,6
90,0
96,2
95,1
5.
Rutin menghisap ganja
83,3
83,6
96,6
97,5
95,0
98,2
92,7
96,5
90,9
98,6
93,9
96,6
96,1
6.
Mencoba heroin
84,9
83,8
97,2
97,3
95,0
98,1
94,5
96,9
95,5
98,4
94,2
96,5
96,1
7.
Kadang pakai heroin
85,9
83,8
96,6
97,1
95,6
98,1
94,5
96,9
95,5
98,6
94,7
96,6
96,2
8.
Rutin pakai heroin
86,5
84,0
97,2
97,3
96,1
98,2
94,5
97,2
95,5
98,6
95,2
96,7
96,4
9.
Mencoba ekstasi
79,7
82,5
95,9
96,8
93,9
98,1
94,5
96,9
95,5
98,4
92,7
96,4
95,7
10.
Kadang pakai
84,4
83,4
96,6
96,8
94,7
98,2
94,5
96,9
95,5
98,6
93,8
96,5
96,0
86,5
83,8
97,2
96,9
96,0
98,0
94,5
96,2
95,5
98,6
95,1
96,5
96,2
ekstasi 11.
Rutin pakai ekstasi
Tinggi rendahnya proporsi dilihat dari kelompok pernah pakai dan bukan penyalahguna narkoba dan jenis transportasi juga tampak adanya variasi. Secara umum sebagian besar pada kelompok bukan penyalahguna ada kecenderungan proporsi pernyataan setuju tentang risiko kesehatan karena perilaku tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pernah pakai. Namun khusus pada jenis transportasi kereta api, rata-rata proporsi yang menyatakan setuju justru lebih tinggi pada kelompok pernah pakai, walau perbedaannya tidak terlalu jauh. Bahkan dari sebelas perilaku, sepuluh diantaranya pada kelompok pernah pakai moda transportasi kereta api, proporsinya mencapai 100%. Ada fenomena yang menarik khusus pada moda transportasi udara dimana perbedaan proporsi antara kelompok pernah pakai dan bukan penyalahguna, pada perilaku minum alkohol, mecoba menghisap ganja, kadang menghisap ganja, mencoba ekstasi dan rutin pakai ekstasi, variasi perbedaannya antar kelompok tersebut melebihi dari moda transportasi lainnya. Bahkan pada perilaku mencoba menghisap ganja dan kadang menghisap ganja, perbedaan proporsinya antar pernah pakai dan bukan penyalahguna lebih dari 10%. Dari tabel berikut, dapat dilihat bahwasannya pada moda udara menunjukkan proporsi yang rata-rata lebih rendah dibanding sektor lainnya untuk hampir semua perilaku. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
100
Tabel 6-3
NO.
Pendapat Responden Terkait Risiko Kesehatan Akibat Perilaku Merokok, Minum Alkohol, dan Penyalahgunaan Narkoba
VARIABEL
UDARA
LAUT
DARAT P
ASDP BP
P
KERETA API BP
P
BP
TOTAL
P
BP
P
BP
P
BP
ALL
N
192
839
145
751
1,534
6,094
55
286
22
364
1948
8334
10282
1.
Merokok 12-20 btg sehari
80,7
80,6
80,7
88,9
90,2
91,1
80,0
87,1
95,5
90,1
88,3
89,7
89,4
2.
Minum alkohol 45 kali/minggu
75,0
78,2
89,7
90,0
91,7
94,2
90,9
92,0
100
95,6
89,9
92,2
91,8
3.
Mencoba menghisap ganja
62,5
78,1
86,2
91,1
90,7
95,4
89,1
92,3
100
94,5
87,7
93,1
92,1
4.
Kadang menghisap ganja
70,3
78,9
91,0
91,3
93,1
95,7
89,1
92,7
100
96,2
90,7
93,5
93,0
5.
Rutin menghisap ganja
83,3
82,5
94,5
91,7
96,4
96,8
92,7
94,4
100
96,7
94,9
94,8
94,8
6.
Mencoba heroin
81,8
79,6
95,2
91,2
94,3
95,6
87,3
92,7
100
95,3
93,0
93,5
93,4
7.
Kadang pakai heroin
83,9
81,5
95,9
91,2
95,6
95,8
89,1
92,7
100
96,2
94,3
93,8
93,9
8.
Rutin pakai heroin
84,9
82,5
95,9
91,5
96,7
96,5
90,9
93,0
100
96,7
95,4
94,5
94,7
9.
Mencoba ekstasi
73,4
79,1
95,2
91,1
94,2
95,6
87,3
92,7
100
95,1
92,1
93,4
93,2
10.
Kadang pakai
80,2
80,8
95,9
91,6
95,6
96,0
87,3
93,0
100
95,9
93,9
93,9
93,9
84,9
82,5
95,9
91,9
96,7
96,4
90,9
93,7
100
97,0
95,3
94,5
94,7
ekstasi 11.
Rutin pakai ekstasi
Pada tabel 6,4, menggambarkan prevalensi pendapat teman responden terkait risiko akibat perilaku merokok, minum alkohol dan beberapa penyalahguna obat. Kecenderungan prevalensi antara kelompok teman pernah pakai dan bukan penyalahguna, relatif lebih tinggi prevalensinya pada kelompok bukan penyalahguna secara rata-rata. Kecenderungan ini tampak juga pada tabel-tabel sebelumnya. Bila melihat prevalensi per jenis moda transportasi, pendapat teman responden yang menyatakan bahwa perilaku-perilaku tersebut adalah berisiko untuk kesehatan, cukup bervariasi. Prevalensi terendah pendapat teman responden yang menyatakan bahwa untuk perilaku merokok adalah berisiko tampak pada moda transportasi udara (69,3%) baik pada kelompok pernah pakai dan pada kelompok bukan penyalahguna (70,4%). Demikian juga untuk perilaku lainnya, baik pada kelompok pernah pakai dan bukan penyalahguna kesemuanya menunjukkan prevalensi terendah ada pada moda transportasi udara. Dari hasil tersebut tampak bahwa pendapat teman responden terkait risiko kesehatan akibat sebelas perilaku tersebut prevalensi terendah kecenderungannya ada pada sektor transportasi udara baik untuk kelompok pernah pakai maupun bukan penyalahguna. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
101
Tabel 6-4
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pendapat Teman Responden Terkait Risiko Kesehatan Akibat Perilaku Merokok, Minum Alkohol, dan Penyalahgunaan Narkoba
VARIABEL N Merokok 12-20 btg sehari Minum alkohol 45 kali/minggu Mencoba menghisap ganja Kadang menghisap ganja Rutin menghisap ganja Mencoba heroin Kadang pakai heroin Rutin pakai heroin Mencoba ekstasi Kadang pakai ekstasi Rutin pakai ekstasi
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
P 192 69,3
BP 839 70,4
P 145 72,4
BP 751 83,6
P 1,534 83,1
BP 6,094 85,2
P 55 74,5
BP 286 80,8
P 22 81,8
BP 364 87,6
P 1948 80,7
BP 8334 83,6
ALL 10282 83,0
67,7
70,2
78,6
85,5
84,7
87,6
83,6
86,7
81,8
90,7
82,5
85,7
85,1
62,5
70,7
78,6
86,0
85,0
88,6
87,3
88,5
86,4
90,4
82,4
86,7
85,8
68,2
72,5
82,8
87,0
86,6
89,4
89,1
88,8
86,4
90,9
84,6
87,5
86,9
76,6
75,4
90,3
88,1
88,9
90,3
89,1
89,9
86,4
93,1
87,8
88,7
88,5
74,5 77,6
73,2 74,5
88,3 89,7
87,4 87,4
87,5 88,3
89,3 89,7
87,3 89,1
87,8 88,5
86,4 86,4
91,2 91,8
86,3 87,3
87,5 88,0
87,3 87,9
78,6 69,8 74,0
75,4 72,7 73,5
90,3 87,6 88,3
88,1 87,0 87,5
89,3 87,7 88,5
90,2 89,2 89,7
89,1 85,5 89,1
88,8 87,8 88,5
86,4 86,4 86,4
92,6 90,4 91,5
88,3 85,8 87,1
88,6 87,4 87,9
88,5 87,1 87,8
78,6
75,6
91,0
87,7
89,2
90,1
89,1
89,2
86,4
93,1
88,3
88,6
88,5
6.3 Kualitas Hidup Terkait Pekerjaan pada Pekerja di Sektor Transportasi. Pada survei kali ini dilakukan wawancara kepada responden untuk mengetahui kualitas hidup pekerja. Beda dengan studi sebelumnya, wawancara kepada responden untuk mengetahui kualitas hidup kesehatan secara umum. Kualitas hidup terkait pekerjaan ini menggunakan instrumen yang mengadopsi instrumen baku yang telah dikembangkan oleh Tim QoWL (Simon A Easton, et all) University of Portsmouth, UK. Instumen ini telah diadopsi dari instrumen asli dengan mendapat persetujuan dari Tim QoWL tersebut. Instrumen terdiri dari 23 (dua puluh tiga) pertanyaan, yang terbagi dalam enam sub faktor psikososial, yaitu: kontrol di tempat kerja (Control at Work, CAW), rasa nyaman secara umum (General Well Being, GWB), Hubungan rumah dan kerja (HomeWork Interface, HWI), Karir pekerjaan (Job Career Satisfaction, JCS), Stres di tempat kerja (Stress at Work, SAW), kondisi pekerjaan (Working Conditions, WCS). Dari keenam sub faktor tersebut dijabarkan menjadi 23 pertanyaan untuk mengukur kualitas kehidupan pekerjaan, Pada hasil analisa, nilai yang tinggi menunjukkan kualitas hidup semakin baik.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
102
Pada studi ini, dibedakan antara kelompok responden yang tidak pernah pakai narkoba, pernah pakai narkoba dan setahun pakai. Pada kelompok tidak pernah pakai, kualitas hidup pekerja pada semua moda lebih dari 80. Kualitas hidup terkait pekerjaan yang paling tinggi ada pada sektor laut dan terendah pada sektor darat. Demikian juga pada kelompok pernah pakai menunjukkan hal yang serupa, Justru pada kelompok setahun pakai, khususnya pada moda kereta api menunjukkan fenomena yang berbeda yaitu lebih tinggi sedikit dibanding dengan kelompok pernah pakai (84:85). Namun secara keseluruhan, antara ketiga kelompok tersebut (tidak pernah pakai, pernah pakai dan setahun pakai), menunjukkan bahwa responden yang setahun pakai memiliki kualitas hidup yang relatif lebih rendah dibanding dengan kelompok pernah pakai dan tidak pernah pakai. Kualitas kehidupan terkait pekerjaan (QWL) menurut moda transportasi tidak berbeda antar jenis moda transportasi, rata-rata total skore kualitas hidp terkait pekerjaan menurut pernah tidaknya menyalahgunakan narkoba juga tidak berbeda.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
103
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
104
BAB VII PERILAKU BERISIKO (ROKOK, ALKOHOL DAN PERILAKU SEKS) 7.1 Prevalensi Merokok Menurut Umur Pertama Kali Merokok. Dari tabel berikut, terlihat bahwa perilaku merokok hampir sama di tiap waktu, baik selama hidup, setahun terakhir dan sebulan terakhir. Prevalensi merokok pada pekerja sektor transportasi cukup tinggi yaitu sekitar 85%. Prevalensi merokok pada pekerja yang penyalahguna narkoba lebih tinggi (sekitar 95%) sementara yang bukan penyalahguna narkoba prevalensi merokoknya sekitar 82%. Pola prevalensi merokok berdasarkan penyalahgunaan narkoba atau tidak ternyata sama di semua moda transportasi, yaitu pada penyalahguna narkoba lebih besar prevalensi merokoknya dibanding dengan bukan penyalahguna narkoba bahkan di moda transportasi udara perbedaan prevalensi merokok pada penyalahguna dan bukan penyalahguna cukup besar perbedaannya yaitu sekitar 30%. Tabel 7-1
NO. I. 1. 2. 3. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3.
Prevalensi Merokok Menurut Umur Pertama Kali Merokok, Rutinitas Merokok, dan Waktu Merokok
VARIABEL N Waktu merokok Sebulan terakhir Setahun terakhir Selama hidup Umur pertama kali merokok Mean Median SD Merokok rutin/ aktif Umur pertama kali rutin merokok Mean Median SD
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
P 192
BP 839
P 145
BP 751
P 1,534
BP 6,094
P 55
BP 286
P 22
BP 364
P 1948
BP 8334
ALL 10282
84,4 84,4 84,4
51,8 52,0 53,0
92,4 92,4 93,1
74,8 74,8 75,8
96,9 96,9 97,1
87,7 87,7 88,2
94,5 94,5 94,5
76,6 76,6 76,9
90,9 90,9 90,9
69,8 70,1 71,4
95,2 95,2 95,4
81,8 81,8 82,4
84,3 84,4 84,9
18 17 5 70,3
19 18 4 34,6
17 17 4 82,1
19 18 4 60,5
16 16 4 92,0
18 17 4 78,4
17 17 7 90,9
19 18 5 68,2
18 17 2 86,4
19 19 5 50,5
17 16 4 89,1
18 17 4 70,8
18 17 4 74,3
21 20 5
21 20 5
20 20 4
22 20 5
19 18 4
20 19 4
19 19 4
21 20 5
21 20 3
21 21 4
19 18 4
20 20 5
20 19 4
7.2 Rutinitas Merokok dan Waktu Merokok. Umur pertama kali merokok rata-rata adalah saat berumur 18 tahun dengan range rata-rata umur antara 16-19 tahun. 74% dari total responden mengaku merokok rutin/aktif. Umur-rata-rata rutin merokok adalah 20 tahun dengan median 19 tahun. Rata-rata umur pertama kali merokok dan umur pertama kali rutin merokok hampir sama di semua sektor transportasi baik penyalahguna narkoba maupun bukan penyalahguna narkoba. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
105
7.3 Prevalensi Minum Alkohol Menurut Waktu Minum Alkohol. Dari tabel berikut, terlihat bahwa perilaku minum alkohol berbeda-beda pada tiap kategori waktu, selama hidup, setahun terakhir dan sebulan terakhir, dimana prevalensinya cenderung menurun pada waktu yang terkini. Prevalensi merokok pada pekerja sektor transportasi cukup tinggi yaitu sekitar 58%, sedangkan sebulan terakhir persentase pekerja sektor transportasi yang minum alkohol sebesar 23%. Prevalensi minum alkohol pada pekerja yang penyalahguna narkoba (sekitar 85%) atau hampir dua kali lipat lebih tinggi sementara yang bukan penyalahguna narkoba prevalensi minum alkoholnya sekitar 51%. Pola minum alkohol berdasarkan penyalahgunaan narkoba atau tidak ternyata polanya sama di semua moda transportasi, dimana pada penyalahguna narkoba lebih besar dua kali lipat perilaku minum alkoholnya. Sementara itu jika dilihat berdasarkan moda, moda transportasi kereta api paling kecil persentase pekerjanya yang minum alkohol, yaitu sekitar setengah kali dari modalainnya. Tabel 7-2 NO. I. 1. 2. 3. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3.
Prevalensi Minum Alkohol Menurut Waktu Minum Alkohol, Umur Pertama Kali Minum Alkohol, dan Rutin Minum Alkohol
VARIABEL N Waktu minum alkohol Selama hidup Setahun terakhir Sebulan terakhir Umur pertama kali minum alkohol Mean Median SD Merokok rutin/aktif Umur pertama kali rutin minum alkohol Mean Median SD
UDARA P BP 192 839
LAUT P BP 145 751
DARAT P BP 1,534 6,094
ASDP P BP 55 286
KERETA API P BP 22 364
P 1948
TOTAL BP 8334
82,8 66,7 34,4
45,4 34,9 12,9
84,1 59,3 33,8
50,5 33,8 16,4
86,8 69,0 42,8
54,8 38,5 21,5
87,3 74,5 52,7
47,9 33,6 17,5
54,5 22,7 4,5
21,4 8,0 0,8
85,9 67,7 41,1
51,7 36,2 19,1
58,2 42,2 23,3
19 19 4 30,7
20 20 5 12,9
20 19 5 37,9
21 20 4 18,6
19 18 4 44,4
20 20 6 21,4
19 19 5 45,5
22 20 7 18,2
18 18 3 9,1
19 19 4 2,7
19 18 4 42,2
20 20 6 19,4
20 20 5 23,7
22 20 6
19 18 2
21 21 4
22 21 3
20 20 4
21 20 5
19 18 3
23 20 7
17 17 -
18 22 7
20 20 4
21 20 5
21 20 5
7.3.1 Umur Pertama Kali Minum Alkohol. Rata-rata umur pertama kali minum alkohol adalah umur 21 tahun, dengan range rata-rata di setiap moda transportasi adalah 18-23 tahun. Pekerja yang penyalahguna narkoba ternyata pada umumnya minum alkohol 1-3 tahun lebih awal dibanding bukan penyalahguna narkoba, kekecualian pada moda transportasi udara dimana bukan penyalahguna umur pertama kali minumnya yang lebih muda sekitar 3 tahun yaitu bukan penyalahguna rata-rata umur perama kali minum alkohol saat 19 tahun sedangkan pada penyalahguna umur 22 tahun. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
106
ALL 10282
Perilaku minum alkohol secara aktif atau rutin ditemukan pada sekitar 24% pekerja sektor transportasi. Kebiasaan rutin minum alkohol pada responden yang penyalahguna narkoba ternyata dua hingga tiga kali lebih banyak dibanding pada responden bukan penyalahguna narkoba. Responden di moda transportasi kereta api baik kelompok penyalahguna maupun bukan penyalahguna yang minum alkohol lebih sedikit dibanding yang minum alkohol di kelompok lain dengan moda transportasi lain. Perbandingan yang minum alkohol dengan yang tidak pada bukan penyalahguna di moda kereta api dengan bukan penyalahguna di moda lain sekitar sepertiga. Demikian halnya perbandingan perilaku minum alkohol pada penyalahguna di moda kereta api sekitar sepertiga lebih sedikit daripada perilaku minum alkohol pada penyalahguna di sektor lain. Rata-rata umur pertama kali minum alkohol secara rutin adalah umur 21 tahun, ini berarti 1 tahun lebih perbedaannya dengan umur pertama kali minum. 7.3.2 Minum Alkohol Saat Bekerja. Dari tabel berikut, terlihat bahwa untuk perilaku minum alkohol saat bekerja dilakukan oleh sekitar 20% responden dan diperkirakan yang minum alkohol saat bekerja hingga mabuk sebanyak sekitar 15%, namun demikian hanya sedikit yang mengaku sering mabuk (hanya sekitar 2%) dan yang selalu mabuk juga sedikit yaitu kurang dari 1%. Untuk responden moda transportasi udara dan modatransportasi kereta api bahkan tidak ada yang menjawab selalu minum alkohol saat bekerja. Tabel 7-3 NO. I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Minum Alkohol Saat Bekerja, dan Kebiasaan Minum Alkohol Sampai Mabuk Dalam Setahun Terakhir
VARIABEL N Minum alkohol saat bekerja Selalu Sering Jarang Minum minuman beralkohol tapi tdk sampai mabuk Tidak ingat Tidak pernah minum minuman beralkohol Tidak menjawab Mabuk dalam setahun terakhir Selalu Sering Jarang Minum minuman beralkohol tapi tdk sampai mabuk Tidak ingat Tidak pernah minum minuman beralkohol Tidak menjawab
UDARA P BP 192 839
LAUT P BP 145 751
DARAT P BP 1,534 6,094
ASDP P BP 55 286
KERETA API P BP 22 364
P 1948
TOTAL BP 8334
0,0 0,0 9,4 7,8
0,0 0,2 4,5 2,6
0,7 2,1 17,2 11,0
0,0 0,5 9,2 5,3
0,7 3,8 24,4 13,2
0,1 0,9 11,3 6,6
0,0 9,1 32,7 1,8
0,0 1,0 10,1 3,8
0,0 0,0 4,5 9,1
0,0 0,0 0,5 1,9
0,6 3,4 22,4 12,2
0,1 0,7 9,9 5,8
0,2 1,2 12,3 7,0
1,6 80,7
1,2 90,8
4,8 64,1
4,3 80,4
7,5 49,9
5,4 75,4
10,9 45,5
3,5 81,1
0,0 86,4
1,6 95,9
6,7 54,3
4,7 78,5
5,1 73,9
0,5
0,6
0,0
0,3
0,5
0,3
0,0
0,3
0,0
0,0
0,5
0,3
0,3
0,0 2,1 18,8 30,7
0,1 0,4 6,6 19,0
2,1 6,2 20,0 18,6
0,4 1,1 9,6 14,1
0,7 5,5 22,4 25,5
0,4 1,8 11,3 14,7
0,0 12,7 29,1 14,5
0,0 1,0 10,5 15,7
0,0 0,0 4,5 13,6
0,3 0,0 0,5 3,6
0,7 5,4 21,9 25,1
0,4 1,5 10,2 14,6
0,4 2,2 12,4 16,6
5,7 40,6
3,7 69,8
5,5 46,9
5,1 69,8
10,1 35,1
6,9 64,7
10,9 32,7
4,5 67,8
81,8
1,9 93,7
9,2 37,0
6,1 67,0
6,7 61,3
2,1
0,5
0,7
0,0
0,7
0,3
0,0
0,3
0,0
0,0
0,8
0,3
0,4
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
107
ALL 10282
7.3.3 Mabuk dalam Setahun Terakhir. Dari tabel diatas, diketahui ada sekitar hampir 40% dari responden yang minum alkohol mengaku mabuk dalam setahun terakhir. Persentase yang mabuk paling kecil pada responden transportasi kereta api yaitu hanya sekitar seperlima dibanding dengan responden yang mengaku mabuk di moda transportasi lainnya. Moda transportasi ASDP yang mengaku sering mabuk dalam setahun jauh lebih tinggi dibanding moda lainnya yaitu mencapai lebih dari 12%. Pada semua moda transportasi, mabuk setahun terakhir pada kelompok penyalahuguna lebih tinggi sekitar dua kali dibanding pada bukan penyalahguna. Sekitar 16% dari yang mengaku minum alkohol namun tidak sampai mabuk. 7.4 Distribusi Penyalahgunaan Narkoba untuk Seks Menurut Jenis Narkoba yang Disalahgunakan Dan Jenis Pasangan Seks. Dari tabel berikut, diketahui bahwa yang banyak memakai narkoba untuk seks adalah pada kelompok penyalahguna saja yaitu sekitar 10% dari penyalahguna pada semua moda transportasi. Sebagian kecil responden di moda transportasi pernah pakai narkoba untuk seks kecuali responden di moda tranportasi kereta api. Persentase yang tertinggi adalah di moda transportasi Laut yaitu sebesar 13,1%. Jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi untuk seks adalah ganja (cannabis, gele, cimeng) sebanyak sekitar 43%, shabu 41% dan ekstasi 33%. Narkoba jenis lain juga digunakan namun persentasenya masing-masing kecil (kurang dari 5%). Responden transportasi darat terlihat memakai hampir semua jenis narkoba untuk hubungan seks kecuali methadone. Responden transportasi udara hampir memakai semua jenis kecuali jenis katinon, heroin, subutex, metahdone, LSD dan kecubung. Sementara itu pada responden transportasi laut dan ASDP jenis yang dipakai lebih sedikit dan hampir sama. Pada moda transportasi laut dan ASDP yang digunakan hanya jenis ganja, shabu dan ekstasi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
108
Tabel 7-4
NO.
I.
1. 2.
Distribusi Penyalahgunaan Narkoba untuk Seks Menurut Jenis Narkoba yang Disalahgunakan dan Jenis Pasangan Seks
VARIABEL N Pernah pakai narkoba untuk seks n pernah pakai narkoba untuk seks Jenis narkoba untuk seks Ganja (cannabis, gele, cimeng) Hasish (getah ganja)
UDARA P 192 8,3
BP 839 0,0
LAUT P 145 13,1
DARAT BP 751 0,0
P 1,534 9,8
ASDP BP 6,094 0,0
P 55 9,1
KERETA API BP 286 8,3
P 22 0,0
BP 364 0,0
TOTAL P 1948 9,8
BP 8334 0,0
ALL 10282 1,9
50,0
36,8
43,7
20,0
42,9
42,9
28,6
0,0
1,3
0,0
3,2
3,2
3.
Kokain
28,6
0,0
2,0
0,0
3,7
3,7
4.
Shabu
28,6
31,6
44,0
20,0
41,0
41,0
5. 6.
Ekstasi Katinon, metkatinon, metilon Heroin, morfin (putau, etep)/bubuk Heroin, morfin (putau, etep)/cair
75,0 0,0
44,4 0,0
26,7 1,3
40,0 0,0
32,8 1,1
32,8 1,1
7,7
0,0
0,7
0,0
1,1
1,1
0,0
0,0
2,0
0,0
1,6
1,6
Methadon Subutek/ subuxon (buprenorfine) Obat penenang (valium, lexotan, nipam, BK)
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0 1,3
0,0 0,0
0,0 1,1
0,0 1,1
7,7
0,0
3,3
0,0
3,2
3,2
12.
LSD (acid)
0,0
0,0
0,7
0,0
0,5
0,5
13.
Kecubung
0,0
0,0
0,7
0,0
0,5
0,5
14. 15.
Mushroom Lainnya, sebutkan…… Jenis pasangan seks sewaktu pakai narkoba Istri/suami Pacar Teman/ TTM Kenalan Penjaga seks Bandar narkoba Sesama jenis Lainnya…,,
7,1 0,0
0,0 23,5
0,7 6,2
0,0 0,0
1,1 7,3
1,1 7,3
31,3 50,0 25,0 18,8 12,5 0,0 0,0 0,0
15,8 15,8 21,1 26,3 52,6 0,0 0,0 0,0
33,8 40,4 30,5 13,9 39,1 0,7 0,0 0,7
40,0 20,0 0,0 40,0 0,0 0,0 0,0
30,9 38,7 28,8 15,2 38,2 0,5 0,0 0,5
30,9 38,7 28,8 15,2 38,2
7.
8. 9. 10. 11.
II.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
0,0
Pasangan seks ketika pakai narkoba yang paling banyak adalah istri/suami sekitar 30%, kemudian pacar hampir 40%, teman/TTM hampir 30% dan penjaja seks hampir 40,4%, pasangan seks lain seperti kenalan, bandar narkoba kurang dari 1%. Seks sesama jenis ternyata tidak dilakukan ketika pakai narkoba. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
109
Tabel 7-5 NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Pasangan Seks Ketika Menggunakan Narkoba Menurut Moda
VARIABEL Jenis pasangan seks sewaktu pakai narkoba Istri/suami Pacar Teman/TTM Kenalan Penjaga seks Bandar narkoba Sesama jenis Lainnya…,,
UDARA P
LAUT
BP
31,3 50,0 25,0 18,8 12,5 0,0 0,0 0,0
P
DARAT BP
15,8 15,8 21,1 26,3 52,6 0,0 0,0 0,0
P
ASDP BP
33,8 40,4 30,5 13,9 39,1 0,7 0,0 0,7
P
KERETA API BP
P
BP
TOTAL P
BP
30,9 38,7 28,8 15,2 38,2 0,5 0,0 0,5
40,0 20,0 0,0 40,0 0,0 0,0 0,0
ALL
30,9 38,7 28,8 15,2 38,2 0,5 0,0
7.5 Prevalensi Penggunaan Obat Kuat Menurut Jenis Obat yang Dipakai. Dari tabel berikut terlihat bahwa sekitar 15% dari total responden transportasi pernah menggunakan obat kuat dengan jenis yang paling banyak adalah jamu yaitu sekitar 70% dan viagra sekitar 13%. Sedangkan untuk merek lain seperti Cialis, Levitra dan Afrika Black kurang dari 5%. Tabel 7-6
NO.
Distribusi Penggunaan Obat Kuat Menurut Jenis Obat yang Dipakai Menurut Moda
VARIABEL
UDARA
LAUT
DARAT
P
BP
N
192
839
145
751
1,534
6,094
55
286
22
9,4
2,7
28,0
11,4
28,9
14,6
32,3
14,5
18
23
41
84
444
889
16
66,7
13,0
12,2
15,5
20,0
9,0
4. 5.
Pernah pakai obat kuat N pernah pakai obat kuat Jenis obat kuat yang dipakai Viagra Cialis
22,2 5,6
13,0 0,0
2,4 0,0
3,6 1,2
3,6 3,2
6. 7. 8. 9.
Levitra Afrika black Jamu Lainnya…,
0,0 66,7 5,6 66,7
0,0 87,0 17,4 13,0
2,4 51,2 36,6 12,2
1,2 75,0 7,1 15,5
5,6 65,3 19,1 20,0
2. 3.
BP
P
KERETA API
BP
1.
P
ASDP
P
BP
P
BP
TOTAL P
BP
ALL
364
1948
8334
10282
9,1
5,5
26,7
12,6
15,3
38
2
20
521
1054
1575
6,3
5,3
0,0
5,0
20,5
9,4
13,1
1,3 0,8
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
4,0 2,9
1,7 0,8
2,5 1,5
1,8 74,4 21,3 9,0
12,5 75,0 12,5 6,3
0,0 73,7 21,1 5,3
0,0 100 0,0 0,0
0,0 80,0 15,0 5,0
5,4 64,7 19,8 20,5
1,6 74,8 19,9 9,4
2,9 71,4 19,9 13,1
Responden penyalahguna narkoba dua kali lebih banyak yang menggunakan obat kuat ketika berhubungan seks dibanding yang bukan penyalahguna narkoba. Pada moda transportasi Laut, Darat dan ASDP yang menggunakan obat kuat ketika hubungan seks 2 hingga 4 kali lebih banyak daripada responden moda transportasi udara dan moda transportasi kereta api. Moda laut, darat dan ASDP lebih banyak (sekitar dua kali) yang menggunakan obat kuat dibanding moda udara dan darat.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
110
7.6 Distribusi Responden Menurut Jenis Pasangan Seks dan Pola Penyalahgunaan Kondom. Dari tabel berikut terlihat bahwa pasangan hubungan seks sebagian besar responden adalah istri/suami (hampir 90%). Sekitar 20% dengan pacar, sekitar 10% dengan penjaja seks, kurang dari 10% dengan teman/TTM dan sekitar 5% dengan kenalan. Pola ini hampir sama pada semua jenis moda transportasi kecuali di moda transportasi darat, ASDP dan udara dimana hubungans seks dengan pacar lebih banyak sekitar 2 hingga 4 kali dari sektor laut dan kereta api. Responden yang ber hubungan seks dengan penjaja seks pada moda transportasi ASDP, laut dan darat sebanyak sekitar 2 hingga 3 kali lebih banyak daripada sektor transportasi udara dan kereta api. Artinya moda ASDP, laut dan darat seharusnya lebih kuat program penggunaan kondom. Tabel 7-7
NO.
I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Distribusi Responden Menurut Jenis Pasangan Seks dan Pola Penyalahgunaan Kondom
VARIABEL N pernah seks Jenis pasangan seks Istri/ suami Pacar Teman/TTM Kenalan Penjaga seks Bandar narkoba Sesama jenis Lainnya…,, Frekuensi penyalahgunaan kondom
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
P 175
BP 600
P 132
BP 672
P 1456
BP 5761
P 54
BP 253
P 18
BP 227
P 1835
BP 7513
ALL 9348
68,6 58,3 29,1 14,3 14,9 0,0 0,0 0,6 11,4
67,0 39,0 16,3 7,3 3,8 0,0 0,2 0,5 13,5
87,9 25,0 6,8 10,6 31,8 0,8 0,0 0,8 6,8
93,5 11,9 3,7 2,5 7,4 0,0 0,0 0,3 2,8
85,7 34,6 14,8 11,5 24,7 0,0 0,0 0,5 2,0
93,0 16,6 5,7 4,4 9,6 0,0 0,0 0,6 1,4
79,6 31,5 9,3 5,6 25,9 0,0 0,0 0,0 1,9
91,3 13,0 3,6 4,7 7,5 0,0 0,0 0,0 4,0
77,8 16,7 16,7 11,1 16,7 0,0 0,0 0,0 16,7
91,6 7,9 2,6 2,2 1,3 0,0 0,0 0,4 3,1
84,0 35,9 15,4 11,6 24,2 0,1 0,0 0,5 3,4
90,8 17,6 6,2 4,4 8,6 0,0 0,0 0,5 2,6
89,5 21,2 8,0 5,8 11,7 0,0 0,0 0,5 2,8
4,1
9,3
4,7
16,7
4,4
8,8
4,6
5,4
10.
Selalu
18,9
9,5
8,3
4,6
7,6
11.
Sering
27,4
22,0
22,0
14,6
14,0
9,0
7,4
7,9
5,6
16,7
15,6
10,8
11,7
12.
Kadang-kadang
20,0
20,2
33,3
19,9
20,1
14,9
25,9
14,2
11,1
19,4
21,1
15,9
16,9
13.
Jarang
17,7
29,7
28,8
56,8
56,0
69,7
53,7
67,6
50,0
52,9
50,3
64,7
61,9
14.
Tidak pernah
4,6
5,2
0,8
1,2
0,3
0,9
1,9
1,6
0,0
3,5
0,8
1,4
1,3
15. II.
Tidak menjawab Pasangan seks saat pakai kondom
11,4
13,5
6,8
2,8
2,0
1,4
1,9
4,0
16,7
3,1
3,4
2,6
2,8
1.
Istri/suami
29,1
36,3
31,1
34,8
22,6
21,5
16,7
22,5
33,3
40,5
23,8
24,5
24,3
2.
Pacar
49,1
29,2
17,4
7,0
14,6
6,9
14,8
5,5
22,2
7,0
18,2
8,6
10,5
3.
Teman/ TTM
24,6
13,8
6,8
2,8
7,7
2,4
3,7
2,0
16,7
2,2
9,2
3,3
4,5
4.
Kenalan
12,0
6,5
10,6
2,2
5,4
2,2
3,7
1,6
11,1
2,2
6,4
2,5
3,3
5.
Penjaga seks
16,0
4,2
29,5
6,1
16,5
5,6
24,1
6,7
11,1
1,3
17,5
5,4
7,8
6.
Bandar narkoba
0,0
0,0
0,8
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
7.
Sesama jenis
0,0
0,2
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,1
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
111
Kurang dari setengah responden (hanya sekitar 40%) yang mengaku pernah menggunakan kondom ketika berhubungan seks. Yang selalu dan sering menggunakan kondom masih dibawah 10%. Kecuali pada moda transportasi udara dan kereta api yang selalu dan sering menggunakan kondom mencapai sekitar 25% - 30%. Pasangan seks saat pakai kondom adalah dengan istri dan suami (24,3%), sementara dengan pacar sekitar 10% dengan penjaja seks rata-rata hanya sekitar 8%. Jika dilihat berdasarkan penyalahguna narkoba atau bukan, terlihat bahwa penyalahgunaan kondom saat hubungan seks dengan penjaja seks lebih banyak dilakukan oleh penyalahguna narkoba yaitu sekitar 3 hingga 4 kali lebih banyak yang menggunakan kondom.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
112
BAB VIII POLA PEREDARAN GELAP NARKOBA DAN KETERPAPARAN PROGRAM P4GN 8.1 Pola Peredaran Narkoba. 8.1.1 Pengetahuan Responden Terhadap Akses Memperoleh Narkoba. Sebagian besar (58,5%) responden menyatakan tidak mengetahui apakah ada akses untuk memperoleh narkoba di lingkungan tempat kerjanya. Di semua pengguna lebih banyak mengetahui akses memperoleh narkoba. Sebanyak 5% responden mengetahui dan menyatakan cukup mudah, bahkan ada yang menyatakan sangat mudah untuk memperoleh narkoba di lingkungan kerjanya (1,7%). Pernyataan bahwa ada akses narkoba di tempat kerjanya ditemukan di setiap sektor transportasi kecuali di sektor perkeretapian. Hasil survei ini menunjukan bahwa ada indikasi peredaran narkoba di sektor transportasi. Kelompok pengguna lebih mengetahui apakah di tempat kerjanya ada akses untuk memperoleh narkoba. Sebesar 13,6% kelompok responden penyalahguna yang ada di berbagai sektor transportasi menyatakan cukup mudah untuk memperoleh narkoba di lingkungan kerjanya. Kelompok responden dari kalangan ASDP yang paling banyak mengetahui bahwa di lingkungan kerjanya ada akses untuk memperoleh narkoba. Besaran persentase yang menunjukkan akses memperoleh narkoba di luar tempat kerjanya lebih besar dibanding akses memperoleh narkoba di lingkungan tempat kerjanya. Sebesar 8,4% responden menyatakan akses narkoba di luar tempat kerja cukup mudah, dan ada juga responden yang menyatakan sangat mudah memperoleh narkoba di tempat kerjanya (3,2%). Penyalahguna narkoba lebih banyak mengetahui akses narkoba dibanding responden yang bukan penyalahguna.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
113
Tabel 8-1
NO.
Prevalensi Pengetahuan Responden Terhadap Akses Memperoleh Narkoba di Lingkungan Kerja dan Luar Tempat Kerja
VARIABEL N
I.
UDARA
LAUT
DARAT P
ASDP BP
P
KERETA API
P
BP
P
BP
BP
P
192
839
145
751
1,534
6,094
55
286
22
BP
TOTAL P
BP
ALL
364
1948
8334
10282
Akses narkoba di tempat kerja
1.
Sangat sulit
20,8
9,3
31,0
17,8
25,9
24,2
30,9
22,7
9,1
13,2
25,8
21,6
22,4
2.
Cukup sulit
8,3
4,9
13,1
4,4
22,0
11,0
12,7
5,9
0,0
3,8
19,5
9,3
11,2
3.
Cukup mudah
7,8
2,6
9,0
0,9
14,8
3,6
16,4
2,1
4,5
0,0
13,6
3,0
5,0
4.
Sangat mudah
0,5
0,7
1,4
0,5
2,9
1,8
7,3
0,7
0,0
0,0
2,7
1,4
1,7
5.
Tidak tahu
59,4
73,2
44,8
75,6
34,1
59,1
32,7
67,5
86,4
82,1
37,9
63,3
58,5
6.
Tidak menjawab
3,1
9,3
0,7
0,7
0,3
0,3
0,0
1,0
0,0
0,8
0,6
1,3
1,2
II.
Akses narkoba di lingkungan tempat tinggal
1.
Sangat sulit
5,2
3,7
15,9
10,5
18,1
17,8
14,5
17,1
9,1
6,9
16,4
15,2
15,5
2.
Cukup sulit
13,5
4,1
17,2
5,3
21,8
10,4
14,5
7,0
0,0
4,7
20,2
9,0
11,1
3.
Cukup mudah
14,1
9,2
15,2
3,2
19,3
6,2
21,8
3,1
13,6
3,3
18,5
6,0
8,4
4.
Sangat mudah
7,3
3,1
6,2
1,2
6,1
2,8
9,1
1,0
0,0
0,0
6,3
2,5
3,2
5.
Tidak tahu
56,3
70,2
44,8
79,2
34,4
62,5
40,0
70,3
77,3
84,3
38,0
66,0
60,7
6.
Tidak menjawab
3,6
9,8
0,7
0,5
0,3
0,3
0,0
1,4
0,0
0,8
0,7
1,3
1,2
BP P
: Bukan Penyalahguna : Penyalahguna Seumur Hidup
8.1.2. Ajakan untuk Menggunakan Narkoba. Data pada tabel berikut mengindikasikan bahwa pekerja di semua sektor transportasi rentan dengan peredaran narkoba. Sebanyak 17,9% dari semua responden pekerja di sektor transportasi mengaku pernah ditawari untuk menggunakan narkoba. Pengguna narkoba memang lebih sering menerima ajakan untuk memakai narkoba, tetapi pekerja di sektor transportasi darat, laut lebih dan ASDP lebih rentan terhadap ajakan untuk menggunakan narkoba. Sebagian besar orang yang menawari narkoba pada umumnya adalah teman, baik teman kerja, teman di luar rumah dan teman di lingkungan rumah. Presentase terbesar orang yang menawari narkoba adalah teman di lingkungan rumah (13,8%), selanjutnya teman kerja (9,1%) dan teman di luar kerja (6,9%). Data ini mengindikasikan bahwa teman yang menawari tersebut juga sebagai pengguna narkoba. (Tabel 8-2).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
114
Tabel 8-2
NO.
Pengalaman Responden dengan Ajakan untuk Menggunakan Narkoba Menurut Moda
VARIABEL
UDARA
LAUT
DARAT P
ASDP BP
P
KERETA API BP
P
BP
TOTAL
P
BP
P
BP
P
BP
ALL
N
192
839
145
751
1,534
6,094
55
286
22
364
1948
8334
10282
Pernah ditawari narkoba
17,7
3,9
42,8
6,7
53,1
12,8
43,6
9,1
31,8
2,7
48,4
10,8
17,9
I.
Sumber yg menawari
1.
Saudara
3,6
0,7
0,7
0,7
1,7
0,4
7,3
0,3
0,0
0,0
2,0
0,5
0,7
2.
Kakak/adik
2,1
0,1
0,7
0,1
0,7
0,1
7,3
0,3
0,0
0,0
1,0
0,1
0,3
3.
Orang tua
0,0
0,1
0,0
0,1
0,3
0,1
1,8
0,0
0,0
0,0
0,3
0,1
0,2
4.
Pacar/pasangan/
2,1
0,1
1,4
0,1
1,5
0,2
7,3
0,3
0,0
0,0
1,7
0,2
0,5 9,1
istri/suami 5.
Teman kerja
21,4
3,5
24,1
3,2
29,2
5,3
29,1
3,1
4,5
1,1
27,8
4,7
6.
Teman luar kerja
18,8
3,1
20,0
2,7
22,2
3,6
32,7
2,4
22,7
2,7
22,0
3,4
6,9
7.
Teman di lingkungan rumah
26,0
5,8
33,1
5,6
42,1
8,5
56,4
7,3
27,3
3,0
40,1
7,7
13,8
8.
Penumpang
1,6
0,6
5,5
0,9
4,8
1,2
5,5
1,4
0,0
1,1
4,5
1,1
1,8
9.
Bandar/pengedar
6,8
2,3
11,7
1,2
8,0
1,3
10,9
0,0
4,5
0,8
8,2
1,3
2,6
10.
Lainnya……
0,0
0,4
2,8
0,1
4,1
0,6
5,5
0,3
0,0
0,3
3,6
0,5
1,1
II.
Tempat ditawari
1.
Sekolah/kampus
17,2
2,7
9,7
1,1
7,1
0,8
1,8
0,3
13,6
0,5
8,2
1,0
2,3
2.
Kost/kontrakan
10,9
1,7
8,3
1,1
5,3
0,9
5,5
1,0
0,0
0,8
6,1
1,0
1,9
3.
Tempat kerja
7,3
1,5
15,9
2,3
19,4
3,4
25,5
2,1
4,5
0,5
17,9
2,9
5,8
4.
Gang/lorong jalan
5,2
1,5
7,6
2,0
14,9
2,7
16,4
2,4
18,2
0,8
13,5
2,4
4,5
5.
Diskotik/pub/kara oke
24,5
5,5
24,1
2,9
15,7
2,1
20,0
2,4
9,1
0,5
17,2
2,5
5,3
6.
Rumah sendiri
2,1
0,4
2,8
0,4
4,2
0,5
14,5
1,4
0,0
0,0
4,2
0,5
1,2
7.
Sumah teman
18,2
3,1
22,8
2,7
23,5
3,4
25,5
1,4
9,1
2,2
22,8
3,2
6,9
8.
Di kendaraan
1,6
0,4
6,2
0,9
5,3
1,1
10,9
1,0
0,0
0,0
5,1
1,0
1,8
9.
Di terminal/ stasiun
3,1
0,7
7,6
1,3
16,0
3,0
7,3
2,1
0,0
0,5
13,7
2,5
4,6
10.
Hotel/penginapan
6,3
1,2
5,5
0,9
3,7
0,5
3,6
0,7
0,0
0,5
4,1
0,6
1,3
11.
Lainnya……
0,5
0,6
2,8
0,3
6,0
1,4
7,3
0,7
0,0
0,5
5,2
1,1
1,9
Dari tabel berikut diketahui bahwa pengedar narkoba banyak disebut oleh responden sebagai orang yang menawari narkoba. Sebanyak 4,5% - 11,7% responden pengguna narkoba di semua sektor mengaku pernah ditawari narkoba oleh pengedar. Penumpang pun (1,8%) ada yang menawarkan narkoba kepada responden. Sekolah/kampus, kost/kontrakan, tempat kerja, di jalan, diskotik/pub/ karaoke, rumah, sendiri, rumah teman, di terminal/stasiun dan di hotel/ penginapan adalah tempat yang banyak disebut responden pada saat ditawari narkoba. Tempat yang sering kali ditawari narkoba adalah di rumah teman, tempat kerja dan diskotik/pub dan karaoke (6,9%, 5,8% dan 5,3%). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
115
8.2 Keterpaparan Program P4GN. 8.2.1 Prevalensi Responden yang Pernah Mendengar Program P4GN. Hampir separuh (47,8%) dari semua responden di berbagai sektor transportasi mengaku pernah mendengar informasi atau melihat hal-hal terkait dengan P4GN di lingkungan kerjanya. Tidak ada perbedaan yang menyolok antara kelompok pengguna dan bukan pengguna. Data ini mengindikasikan bahwa informasi tentang hal terkait dengan narkoba sudah sampai ke kelompok pekerja di semua sektor. Responden di sektor transportasi udara paling banyak mengaku terpapar tentang informasi terkait P4GN. Saluran komunikasi yang digunakan instansi atau perusahaan untuk menginformasikan hal-hal terkait P4GN bervariasi seperti melalui spanduk, poster, papan reklame tentang narkoba, penyuluhan, sosialisasi tentang narkoba, tata tertib internal, dan konseling narkoba. Dari jawaban responden menunjukkan bahwa spanduk atau poster atau papan reklame paling banyak disebut responden (82,2%), selanjutnya yang banyak disebut adalah melalui kegiatan penyuluhan dan tata tertib yang ada di instansi atau perusahaannya (48,0% dan 44,8%). Tidak ada perbedaan yang menyolok diantara sektor transportasi terhadap saluran komunikasi tetang P4GN di masing-sektor transportasi. Tabel 8-3 NO. 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Distribusi responden yang Pernah Terpapar Program P4GN Menurut Moda
VARIABEL N Pernah memperoleh terkait informasi P4GN Saluran informasi Spanduk, poster, papan reklame tentang narkoba Penyuluhan, sosialisasi tentang narkoba Tata tertib internal, petunjuk atau sanksi tentang narkoba Konseling untuk pencegahan atau penanganan narkoba
UDARA P BP 192 839 75,5 67,2
LAUT P BP 145 751 66,2 63,0
DARAT P BP 1,534 6,094 49,5 40,8
ASDP P BP 55 286 50,9 48,6
KERETA API P BP 22 364 72,7 58,0
P 1948 53,6
TOTAL BP 8334 46,5
83,4
82,4
72,9
81,0
84,5
82,3
89,3
82,7
87,5
76,3
83,4
81,8
82,2
69,7
69,5
71,9
58,1
38,2
40,6
35,7
48,9
68,8
63,0
46,1
48,5
48,0
81,4
75,7
63,5
56,9
34,0
33,3
32,1
51,1
50,0
72,5
43,5
45,1
44,8
40,0
44,7
30,2
25,2
11,1
11,0
14,3
14,4
18,8
22,3
17,0
18,4
18,1
Dari survei kualitatif diperoleh informasi yang hampir sama bahwa banyak informan belum mengetahui ada kegiatan yang pernah dilakukannya terkait dengan kegiatan P4GN di lingkungan kerjanya apalagi dilibatkan pada kegiatan P4GN. Sebagaimana yang diinforman dari kelompok sopir yang mengaku tidak pernah tahu adanya kegiatan/ program P4GN dari instansi manapun juga, termasuk pihak pemilik perusahaannya. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
116
ALL 10282 47,8
“… belum.. belum…. Ya itu bagus seperti itu kan.. supaya ini… apa…….. apa ya namanya itu….” (Wm, Sopir AKDP, Sumsel). “ga pernah mas, Ga tahu menahu sih hehe.. kayaknya perusahaan juga belum pernah kasih kegiatan pemberantasan narkoba gitu, “ (Wm, Sopir Truk, Lampung). “kurang itu juga ya sosialisasinya kurang masyarakat kurang tahu… belum pernah,” (Wm, Sopir Bus AKDP, Banten). Demikian pula informasi yang diperoleh dari para pemangku kepentingan di tingkat provinsi, yang menyatakan bahwa belum banyak kegiatan P4GN untuk para pekerja di sektor transportasi di wilayahnya. Kegiatan terkait P4GN untuk di lingkungan sendiri pun masih minim. Alasan yang dikemukakan karena belum ada petunjuk dari atasan atau pendanaan belum ada atau belum berminat melaksanakan karena bukan urusannya atau tidak menguntungkan perusahaan. “Yang khusus ini (kegiatan P4GN gak ada,” (Wm, Bidang Laut dan Udara Dishub Banten)“ ..A.. kalau Gubernur perintahkan bahwa mungkin umpamanya ada indikasi-indikasi hal seperti ini toh? yang menyuruh kepada masingmasing bahwa dilakukan sosialisasi kepada karyawan atau karyawati materinya tentang ini ini ini ini..gitu toh? ..a..pokoknya penyalah gunaan narkoba termasuk segala macam a..itu baru kita laksanakan ..untuk sementara belum (belum dilaksanakan) ..” (Wm, Kabid Udara, Dishub Papua). “Sampai sejauh ini kalau pencegahan yang kami lakukan dari sisi aktualisasinya tidak konsen kesana pak. Tidak konsen kesana…” (Wm, GM ASDP, NTB). Beberapa informan survei ini menilai bahwa kegiatan maupun pelaksanaan pencegahan dan penanganan narkoba masih belum maksimal, karena menurutnya belum berhasil melibatkan seluruh aparat dan menilai bahwa hukuman terhadap pengedar dan penyalahguna narkoba masih kontroversi, Demikian pula minimnya aparat dibanding jumlah penduduk dan pengedar narkoba dinilai tidak sebanding untuk pengawasan peredaran narkoba. “…Yang pertama ya memang pembentukan nya BNN itu menunjukkan peran serta negara khusus membentuk upaya tersebut secara serius, Ya masih jauh dari berhasil….,” (Wm PPKA Subdivre 3.1 Stasiun Kertapati Palembang). “menurut saya belum memuaskan dari hasil yang dicapai..”( Wm Polairud Dumai Riau). “Belum ini masih kurang ya. Ya kalau sekarang lumayanlah tapi masih kurang gitu. Ya agak masih kuranglah gitu kan masih banyak masuk-masuk narkoba semakin banyak”(Wm Sopir Taksi DKI). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
117
8.2.2 Informasi tentang P4GN. Sumber informasi tentang pencegahan dan penanggulangan yang paling banyak disebut responden adalah dari TV, media cetak (koran, dan majalah) dan media cetak seperti poster, billboard, spanduk dan brosur (90,3%, 60,4% dan 49,3%). Hanya sedikit (13,4%) responden yang menyebut perusahaan di tempat kerja sebagai sumber informasi P4GN. Demikian pula sedikit (10,3%) responden yang menyebut BNNP/BNNK. Instansi yang berhubungan langsung dengan sektor transportasi yaitu Dinas Perhubungan pun hanya disebut sebanyak 5,0% responden. Tidak ada perbedaan presentase yang mencolok antara kelompok pengguna dan non pengguna saat ditanya tentang sumber informasi P4GN. Demikian juga tidak ada perbedaan presentase yang mencolok diantara responden di setiap sektor transportasi. Namun disayangkan masih sedikit responden yang menyebut bahwa perusahaan di tempat kerjanya, BNNP/BNNK dan Dinas Perhubungan sebagai sumber informasi P4GN. Tabel 8-4
NO.
Distribusi Responden Pernah Terpapar Informasi P4GN Menurut Sumber Informasi
VARIABEL
UDARA
LAUT
DARAT
P
BP
P
BP
P
ASDP BP
KERETA API
P
BP
TOTAL
P
BP
P
BP
ALL
N Sumber informasi jenis dan bahaya narkoba 1.
Televisi
92,2
84,1
92,4
93,1
92,2
90,1
90,9
88,8
100
94,0
92,3
89,9
90,3
2.
Radio
63,5
56,4
40,7
39,4
37,1
31,3
23,6
28,0
59,1
40,9
39,8
34,9
35,8
3. 4.
Media cetak Poster/billboard/s panduk/brosur Stiker/ pamflet/ selebaran Teman lingkungan kerja Teman luar lingkungan kerja Saudara/ anggota keluarga Tokoh agama Perusahaan tempat kerja
78,1 72,9
70,3 58,0
69,0 55,9
61,0 47,3
61,2 52,8
57,3 46,7
54,5 50,9
58,4 34,3
72,7 54,5
72,8 59,6
63,4 55,0
59,7 48,0
60,4 49,3
46,9
36,7
42,1
31,7
28,4
24,2
23,6
21,3
45,5
38,2
31,3
26,6
27,5
42,2
26,8
29,7
22,4
21,2
15,2
18,2
12,9
40,9
24,2
24,0
17,4
18,6
39,1
22,8
26,9
16,6
18,3
12,3
18,2
10,5
40,9
21,7
21,2
14,1
15,4
47,9
35,5
29,0
20,1
14,6
9,7
16,4
8,7
36,4
27,5
19,3
14,0
15,0
41,1 44,8
36,0 34,7
35,2 27,6
25,7 20,6
19,5 9,1
14,3 8,1
16,4 9,1
12,9 15,4
54,5 22,7
32,7 33,0
23,1 14,2
18,3 13,3
19,2 13,4
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
BNN/BNNP/BNNK
32,8
25,4
25,5
16,2
9,7
6,1
5,5
7,3
36,4
19,8
13,3
9,6
10,3
12.
Kepolisian
31,8
23,7
26,9
21,3
19,4
13,7
7,3
9,4
36,4
29,1
21,0
15,9
16,9
13.
Rumah sakit
38,5
32,4
26,9
17,7
12,6
7,8
9,1
7,7
31,8
29,1
16,4
12,1
12,9
14. 15.
Puskesmas Kemenhub/ Dishub
22,4 22,9
16,7 18,0
17,9 11,7
12,5 8,3
9,6 2,6
5,8 2,4
5,5 5,5
5,2 3,5
31,8 27,3
19,8 10,2
11,6 5,6
8,1 4,8
8,7 5,0
16.
LSM
20,8
11,4
9,0
7,1
3,0
2,4
3,6
2,8
13,6
9,6
5,3
4,1
4,3
17.
Lainnya
4,7
2,6
2,1
1,3
1,6
1,1
1,8
2,4
0,0
2,2
1,9
1,3
1,4
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
118
8.2.3 Keterlibatan dalam kegiatan P4GN Pada survei ini juga menanyakan keterlibatan responden pada P4GN, Sebanyak 7,2% responden yang mengaku terlibat langsung kegiatan terkait P4GN. Dari tabel di bawah, responden di sektor transportasi udara lebih banyak terlibat langsung dibanding sektor lain. Program P4GN mengharapkan semakin banyak orang yang terlibat langsung dalam P4GN, khususnya menjadi kader atau satgas di lingkungan kerjanya. Dari hasil survei, harapan tersebut belum tampaknya terpenuhi. Kegiatan P4GN yang diikuti responden antara lain ceramah/penyuluhan, diskusi/dialog interaktif, simulasi narkoba, pemutaran film/panggung hiburan, pelatihan kader satgas narkoba, dan sebagai satgas narkoba. Diantara kegiatan tersebut, yang paling banyak diikuti responden adalah penyuluhan dan ikut diskusi/ berdialog ( 9,7% dan 3,1%). Tabel 8-5
Distribusi Pernah Terlibat Program P4GN Menurut Sumber Informasi
NO.
VARIABEL
I.
N =all Terlibat P4GN N responden yang terlibat Sumber informasi Ceramah/penyuluhan Diskusi/dialog interaktif Simulasi narkoba Film/panggung hiburan Pelatihan kader satgas narkoba Satgas narkoba
II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
UDARA
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
P 192 25,5 49
BP 839 26,2 220
P 145 21,4 31
BP 751 20,1 151
P 1,534 10,2 157
BP 6,094 7,4 452
P 55 16,4 9
BP 286 12,6 36
P 22 40,9 9
BP 364 18,7 68
P 1948 13,1 255
BP 8334 11,1 927
ALL 10282 11,5 1182
73,5
77,7
74,2
82,8
79,0
86,3
77,8
91,7
66,7
76,5
76,9
83,2
81,8
42,9
41,8
22,6
23,8
23,6
20,6
11,1
8,3
11,1
20,6
26,3
25,7
25,8
24,5 26,5
15,5 27,3
19,4 32,3
21,2 19,9
12,7 15,9
11,5 12,4
11,1 11,1
2,8 16,7
0,0 44,4
11,8 36,8
15,3 20,8
13,7 19,1
14,0 19,5
6,1
5,9
19,4
8,6
5,7
4,6
0,0
8,3
22,2
5,9
7,8
5,8
6,3
6,1 6,1
3,6 2,7
9,7 0,0
4,0 2,0
3,2 0,0
1,8 2,2
0,0 11,1
2,8 2,8
0,0 11,1
2,9 4,4
4,3 2,0
2,7 2,5
3,0 2,4
Salah satu contoh menarik tentang kegiatan pencegahan narkoba yang dikolaborasi dengan kegiatan penghijauan dilakukan oleh salah satu perusahaan di Jawa Timur. Contoh kegiatan bisa menjadi contoh di perusahaan atau instansi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan terkait dengan P4GN. “… Krn kebetulan saya tdk pernah terlibat, cuman saya diceritain temen temen. Biasanya kan begitu kan selalu ada kampanyenya. Ada, begitu pasti ada kan? Tempo hari saya denger tuh, kebetulan saya gak ikut sih, tapi.. ada anu, penanaman pohon bakau dlm rangka hari narkoba dunia”. (Wm Manajer Perusahaan Pelayaran Jatim). Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
119
Contoh lain yang menarik adalah perusahaan bekerjasama dengan BNNP bersama-sama melakukan pencegahan narkoba dengan mencetak 5.000 lembar stiker untuk ditempel di bus dan tempat lainnya yang diduga strategis untuk di baca orang banyak. “Dari kami hanya mendukung apa yang dicenangkan oleh pemerintah bentuk hubungan itu kami salurkan lewat pembuatan stiker bahwa ada yang diwajibkan distikernya itu menyangkut himbauan seperti jangan menggunakan narkoba itu kurang lebih 2 tahun.., “ (Wm Manajer PO Bus Sulsel) “Kami tidak ada organisasi jadi kami hanya perusahaan biasa saja, Namun demikian narkoba ini ya kami mendukung pemerintah dalam hal ini BNN dengan memberikan stiker himbauan bahayanya menggunakan narkoba itu kami ada dan itu disebarkan kemanamana nah itu bentuk dukungan kami.. “Ya mendukung maksudnya bentuk kepedulian kami kepada pemerintah dalam hal ini BNN dalam menginformasikan kepada masyarakat bahaya menggunakan narkoba nah ini hanya bentu dukungan saja dengan memberikan membuatkan stiker himbauan itu lumayan banyak pak kalau saya tidak salah itu 5.000 lembar itu dari PO. Liman sendiri dan kepada dalam hal ini BNN untuk disebarkan kemasyarakat umum dan ditempel-tempel dibis kami juga dan maupun ditempat umum lainnya.., “ (Wm Manajer PO Bus Sulsel). Pada survei ini tidak menemukan peraturan khusus yang mengatur penyalahgunaan narkoba di tingkat perusahaan kecuali di perusahaan penerbangan. Biasanya aturan tersebut ada pada tata tertib kerja atau di buku saku karyawan. Perusahaan penerbangan menerapkan aturan ini juga karena adanya statuta internasional. Demikian juga jarang ada kebijakan khusus terkait dengan penyalahgunaan narkoba di lingkungan perusahaan karena dianggap bukan krusial untuk dilakukan. Perusahaan atau instansi pemerintah tidak melakukan kegiatan P4GN karena menganggap bukan kewajibannya, tidak ada keuntugan yang diperoleh, tidak ada dana untuk melakukan kegiatan, belum terpikirkan, tidak ada/menunggu petunjuk dari atas.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
120
“Bukan pemerintah pak, tetapi lebih banyak kepada kebijakan direksi kami, Karena kami melakukan satu kegiatan usaha dan kegiatan bisnis itu berdasarkan RKAP ya.. jadi dalam satu tahun kita sudah ditarget pendapatan sekian, biayanya sekian, dan mestinya pembiayaan itu kan tetap ada timbul cost pak. Nah kalau cost itu dalam satu program, dalam satu kegiatan itu tidak ada di dalam kebijakan di kantor pusat kami, kami tidak pernah melakukan hal tersebut, karena kalau kami lakukan berarti harus memotong cost yang lain, dan akibatnya juga terhadap laba rugi kita. Ya mungkin itu dari sisi bisnis pak ya. kalau secara pribadi ya kita sadar, kita paham. Tetapi kan juga tidak ada kewajiban kita terhadap apa namanya… terhadap secara kepentingan seluruh lebih besar. Kecuali saya bilang tadi kalau memang dari kantor pusat kami mewajibkan dan menganggarkan kegiatan tersebut, memang wajib kami lakukan.” (Wm GM ASDP NTB). “ ……gak tahu juga ya karena kan semua keputusan dari pusat…“ (Wm Manajer Perusahaan Pelayaran Sulsel). 8.2.4 Persentase Perusahaan yang Mempunyai Program P4GN. Wawancara semi terstruktur dalam penelitian iini adalah bagian dari studi kualitatif. Orang yang diwawancarai atau informan adalah manager operasional/personalia, pengelola atau orang yang dapat memberikan informasi mengenai manajemen dan operasional perusahaan pada sektor transportasi. Pemilihan informan perusahaan dilakukan di masing-masing lokasi dengan melihat moda transportasi yang ada dan kondisi geografis di masing-masing provinsi. Dari hasil pemetaan kondisi geografis, sebagian hanya transportasi darat yang ada di seluruh provinsi, sedangkan moda transportasi laut, ASDP dan kereta api tidak hanya ada di beberapa provinsi. Moda transportasi kereta api hanya di Pulau Jawa dan beberapa provinsi di Pulau Sumatera seperti di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Hanya moda transportasi udara yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Meskipun di setiap provinsi terdapat perwakilan perusahaan, perijinan untuk wawancara harus dari kantor pusat yang berada di Jakarta. Tim peneliti lapangan terkendala oleh sulitnya memperoleh ijin dari pihak manajemen. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
121
Dalam penelitian ini jumlah perusahaan yang dipilih berjumlah 145 perusahaan dengan rincian 100 perusahaan angkutan darat yang terdiri dari perusahaan angkot, taksi, AKAP, AKDP, dan travel. Sebanyak 19 perusahaan Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP), 16 perusahaan angkutan laut dan 10 perusahaan kereta api. Dari target perusahaan yang ditetapkan, hanya perusahaan angkutan darat yang terpenuhi seluruhnya (100 perusahaan), ASDP sebanyak 16, laut 14 dan kerata api 8. Total seluruh capaian perusahaan yang disurvei dalam studi semiterstruktur sebanyak 138 perusahan. Tidak tercapainya target di beberapa moda transportasi karena beberapa perusahaan menolak untuk diiwawancarai karena harus ada ijin dari kantor pusat di Jakarta atau Ibukota provinsi. Secara keseluruhan persentase target perusahaan yang diwawancari sebesar 95%.
Secara umum perusahaan yang mengatakan memiliki peraturan atau kebijakan P4GN tidak lebih dari setengah (44, 2%) perusahaan yang disurvei. Perusahaan Kereta Api adalah perusahaan yang sudah memilki peraturan atau kebijakan P4GN sendiri (62,5%), sedangkan yang terendah adalah perusahaan angkutan darat (41,0%). Masih rendahnya perusahaan transportasi yang memiliki peraturan atau kebijakan P4GN karena perusahaan belum merasa perlu. Dari hasil studi kualitatif diperoleh informasi bahwa permasalahan narkoba bukan menjadi tanggung jawab perusahaan tetapi aparat kepolisian.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
122
Dari seluruh perusahaan sudah memiliki peraturan atau kebijakan P4GN, mengatakan bahwa sebagian besar (65,6%) disosialiasikan melalui peraturan kerja perusahaan. Perusahaan angkutan laut paling banyak yang menyatakan peraturan atau kebijakan tesebut disosialisasikan melalui peraturan kerja perusahaan. Salah satu ketentuan dalam peraturan atau kebijakan tersebut adalah bahwa seluruh karyawan dilarang menggunakan narkoba, dan jika ketahuan menggunakan narkoba pelakunya langsung dikeluarkan dari perusahaan. Bisa dikatakan seluruh karyawan mengetahui mengenai larangan tersebut.
8.2.5 Bentuk Program P4GN yang ada Di Perusahaan. Dari seluruh perusahaan yang sudah memiliki aturan atau kebijakan P4GN, hampir setengahnya belum pernah melakukan kegiatan terkait P4GN di lingkungan perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan P4GN, bentuk yang paling banyak digunakan adalah penyuluhan narkoba, pasang spanduk yang berisi tentang informasi bahaya narkoba dan kampanye anti narkoba di perusahaan. Pemberian informasi P4GN melalui penyuluhan dan pasang spanduk lebih banyak dilakukan oleh perusahaan angkutan kerata api dan ASDP.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
123
Tabel 8-6 NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bentuk Program P4GN yang ada di Perusahaan VARIABEL
N Bentuk Program P4GN di Perusahaan Kampanye anti narkoba di perusahaan Penyuluhan narkoba di tempat kerja Pasang spanduk dengan informasi narkoba Pasang iklan di Billboard dengan menyisipkan informasi narkoba Pasang Iklan Media Cetak dengan menyisipkan informasi narkoba Pasang iklan di Media Elektonik dengan menyisipkan informasi narkoba Pembuatan stiker perusahaan dengan informasi ttg narkoba Monitoring dan evaluasi Lainnya Belum pernah melakukan
LAUT
DARAT
KERETA API
ASDP
TOTAL
14
100
16
8
138
0,0 28,6 21,4 0,0
13,0 22,0 14,0 3,0
12,5 37,5 43,8 12,5
12,5 37,5 25,0 12,5
11,6 25,4 18,8 4,3
0,0
0,0
0,0
25,0
1,4
0,0
0,0
0,0
12,5
0,7
7,1
8,0
12,5
25,0
9,4
14,3 28,6 42,9
7,0 19,0 55,0
6,3 12,5 31,3
12,5 50,0 12,5
8,0 21,0 48,6
Dari seluruh perusahaan (61 perusahaan) yang memiliki peraturan atau kebijakan P4GN, ternyata hanya 38 perusahaan (62,3%) yang menyatakan melakukan kegiatan P4GN dalam satu tahun terakhir ini. Perusahaan angkutan darat dan kereta api adalah perusahaan yang cukup banyak melakukan kegiatan P4GN dalam satu tahun terakhir.
Bagi perusahaan yang melakukan kegiatan P4GN dalam waktu setahun terahkhir lebih banyak memilih bentuk kegiatan penyuluhan narkoba dan pasang spanduk di lingkungan perusahaan. Menurut pihak manajer perusahaan, kegiatan tersebut cukup mudah dilakukan dan tidak memerlukan banyak biaya. Sebagai fasilitator penyuluhan, pihak perusahaan dapat meminta kepada BNNP atau kepolisian. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
124
Tabel 8-7
NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bentuk Kegiatan P4GN yang Dilakukan Perusahaan dalam Setahun Terakhir VARIABEL
N Bentuk Kegiatan P4GN di Perusahaan dalam satu tahun terakhir Kampanye anti narkoba di perusahaan Penyuluhan narkoba di tempat kerja Pasang spanduk dengan informasi narkoba Pasang iklan di Billboard dengan menyisipkan Pasang Iklan Media Cetak dengan menyisipkan informasi narkoba Pasang iklan di Media Elektonik dengan menyisipkan informasi narkoba Pembuatan stiker perusahaan dengan informasi ttg narkoba Lainnya
3
26
5
KERETA API 4
0,0 50,0 25,0
16,7 35,7 28,6
9,1 27,3 45,5
14,3 42,9 42,9
13,2 36,8 32,4
0,0
7,1
0,0
14,3
5,9
0,0
4,8
0,0
14,3
4,4
0,0
0,0
0,0
14,3
1,5
0,0
11,9
9,1
14,3
10,3
37,5
45,2
36,4
42,9
42,6
LAUT
DARAT
ASDP
TOTAL 38
8.2.6 Sosialisasi Tentang Keberadaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 11, Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2012 dan MoU antara BNN dan Kementerian Perhubungan Tahun 2012 Dari hasil wawancara dengan pihak manager perusahaan moda transportasi diketahui bahwa sebagian besar belum pernah mendengar Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 11, Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2012 (30,4%) dan Memorandum of Understanding (MoU) antara BNN dan Kementerian Perhubungan (32,4%) tentang pelaksanaan P4GN di perusahaan. Dari seluruh moda transportasi yang terlibat dalam survei, perusahaan angkutan kereta api dan ASDP adalah yang cukup mengetahui tentang Instruksi Menteri dan MoU tersebut di atas. Dari sini dapat kita lihat bahwa masih perlu sosialisasi kepada seluruh perusahaan transportasi.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
125
8.2.7 Upaya Mengidentifikasi Karyawan yang Menggunakan Narkoba di Lingkungan Perusahaan. Secara umum, perhatian perusahaan untuk mengidentifikasi karyawan (operator moda transportasi) yang menggunakan narkoba terlihat masih rendah. Jika dilihat dari jenis perusahaan, angkutan kereta api adalah yang terbanyak melakukan skrining dan test urin saat penerimaan karyawan. Kalaupun ada upaya yang dilakukan untuk mengetahui operator moda transportasi yang menggunakan narkoba tindakan yang paling banyak dilakukan adalah test skrining dan urin pada saat perekrutan. Upaya lain yang dilakukan untuk mengetahui seorang operator diterima sebagai karyawan terlihat sangat minim sekali. Kalaupun ada upaya yang dilakukan adalah test urin setelah karyawan selesai bekerja. Masih rendahnya upaya ini karena bahwa permasalahan narkoba di kalangan operator moda transportasi belum menjadi perhatian yang penting bagi perusahaan. Tabel 8-8
NO.
Upaya yang Dilakukan Perusahaan untuk Mengidentifikasi Karyawan yang Menggunakan Narkoba VARIABEL
N
LAUT
DARAT
ASDP
KERETA API
TOTAL
14
100
16
8
138
1. 2. 3.
Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengetahui Karyawan yang Menggunakan Narkoba Test skrining dan urin saat perekrutan Tes urin acak sebelum bekerja Tes urin acak setelah bekerja
37,5 0,0 12,5
30,4 4,3 4,3
54,5 9,1 9,1
71,4 14,3 0,0
38,9 5,6 5,6
4.
Tes urin mendadak untuk semua
12,5
21,7
18,2
0,0
18,1
5.
Lainnya, sebutkan
37,5
23,9
18,2
42,9
26,4
6.
Tidak pernah melakukan
12,5
26,1
27,3
14,3
23,6
Dari hasil wawancara dengan pihak managemen perusahaan transportasi bahwa dari hasil pemeriksaan test urin, sebagian besar mengatakan belum pernah mendapatkan operator yang menggunakan narkoba. Bahkan pada moda transportasi kereta api tidak diperoleh operator yang urinnya positif menggunakan narkoba. Pada moda transportasi darat dan laut, jumlah operator yang urinnya postif cukup besar. Dari seluruh perusahaan angkutan darat ada sekitar 22,2% yang hasil urinnya positif dan dari seluruh perusahaan angkutan laut ada sekitar 25% yang hasil urinnya positif. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
126
Bagi perusahaan transportasi yang mendapatkan operatornya menggunakan narkoba setelah melakukan test urin, sanksi yang diberikan adalah diberhentikan (63,1%). Sanksi tersebut adalah memang tertulis dalam aturan yang ada dalam perusahaan yang mana sudah mereka ketahui pada saat proses perekrutan karyawan. Hanya angkutan kereta api yang mengatakan membawa operator diobati/direhabilitasi saat ketahuan urinnya positif pada saat test urin.
8.2.8 Kerjasama Antar Instansi Dalam P4GN di Perusahaan Dalam rangka kegiatan P4GN di lingkungan perusahaan, sebagian besar perusahaan transpotasi belum pernah melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah atau instansi lainnya seperti Asosiasi Pengusahan Indonesia (APINDO) dan Media. Hanya sebesar 13,3% perusahaan yang mengatakan selalu bekerja dengan instansi lain dalam kegiatan P4GN di perusahaan. Rendahnya perhatian perusahaan dalam permasalahan narkoba menyadi salah satu penyebab rendahnya kegiatan P4GN. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
127
Dari seluruh perusahaan yang mengatakan pernah melakukan kerjasama dengan instansi lain dalam P4GN, BNN Provinsi dan BNN Pusat yang paling banyak disebut. Asosiasi Pengusahan Indonesia yang merupakan wadah bagi perusahaan ternyata sama sekali belum pernah melakukan kerjasama. Dari sini juga terlihat bahwa perusahaan dan APINDO belum memberikan perhatian kepada permasalahan narkoba. Kerjasama dengan BNN Pusat dan Provinsi sebaiknya terus ditingkatkan. BNN Kabupaten/Kota juga diharapkan dapat aktif menjalin kerjasama dengan perusahaan dalam kegiatan P4GN. Tabel 8-9
Instansi yang Pernah Dilibatkan dalam P4GN di Perusahaan
NO.
VARIABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
N Instansi yang bekerja sama dengan perusahaan BNN Pusat BNN Provinsi BNN Kab,-Kota Pemda Prov/Kab-Kota Dinas Tenaga Kerja APINDO Media Lainnya
4
26
7
KERETA API 4
40,0 50,0 25,0 0,0 0,0 0,0 0,0 50,0
13,3 15,4 11,5 3,8 3,8 0,0 15,4 61,5
12,5 28,6 0,0 0,0 14,3 0,0 0,0 57,1
50,0 25,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 25,0
LAUT
DARAT
ASDP
TOTAL 41 19,1 22,0 9,8 2,4 4,9 0,0 9,8 56,1
8.2.9 Hambatan dan Potensi dalam program P4GN di perusahaan Bagi perusahaan yang sudah menjalankan program P4GN, sebagian besar mengatakan tidak ada hambatan. Meskipun demikian, beberapa kendala yang muncuk Kendala yang sering muncul dalam pelaksanaan P4GN di perusahaan adalah sulitnya mencari waktu luang untuk mengumpulkan operator, keterbatasan dana dan birokrasi perusahaan. Untuk perusahaan angkutan yang sudah cukup besar, managemen perusahaan yang ada di daerah harus mendapat ijin dahulu pusat yang ada di Jakarta. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
128
Potensi yang bisa dipergunakan untuk melakukan program P4GN adalah sudah adanya peraturan dari pemerintah (Permenaker, Instruksi Menteri dan MoU BNN dan Kemenhub) sebagai acuan dalam melaksanakan P4GN. Keberadaan BNNP dan BNNK di setiap daerah juga dapat dijajaki untuk melakukan kerjasama penyuluhan dan sosialisasi bahaya narkoba. Beberapa perusahaan yang sudah membuat peraturan atau kebijakan tentang P4GN seperti PT. Kerera Api Indonesia, Pelni, ASDP, Perum Damri, PT. Pelabuhan Indonesia dan beberapa perusahaan swasta PT. Jembatan Nusantara Ferry Services, PT. Pal Marine Services dan lain sebagainya dapat dijadikan contoh. 8.2.10 Kemungkinan keberlanjutan program P4GN di perusahaan Lebih dari setengah perusahaan yang terlibat dalam penelitian ini mengatakan kemungkinan akan membuat rencana terkait P4GN di perusahaan (97 perusahaan). Beberapa rencana yang akan dilakukan adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya narkoba, kerjasama lintas instansi, test urin dan melaksanakan aturan yang sudah dibuat oleh perusahaan. Agar rencana tersebut dapat berjalan dengan baik, pihak perusahaan akan bekerjasama dengan BNNP maupun BNNK dan kepolisian, terutama sekali dalam kampanye dan penyuluhan tentang narkoba.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
129
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
130
BAB IX TELAAH KEBIJAKAN DAN PERATURAN TERKAIT P4GN DI SEKTOR TRANSPORTASI 9.1 Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan. Hasil telaah bentuk Peraturan Perundang-undangan terkait P4GN pada sektor transportasi menemukan sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan telah diterbitkan untuk mengatur pelaksanaan kebijakan P4GN di perusahaan, baik perusahaan pemerintah maupun swasta. Peraturan perundang-undangan di tingkat pusat antara lain : 1.
UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan; UU No. 23 Tahun 2007 Perkeretaapian dan UU No. 17 Tentang Pelayaran, Undang-undang tersebut khusus mengatur moda transportasi.
2.
Tentang narkotika diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika (Ps. 5). Tujuan dari undangundang Narkotika ini diantaranya adalah untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika serta memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (Ps, 4).
3.
Bagi Pecandu Narkotika ada kewajiban untuk melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk Pemerintah, seperti yang diatur dalam Ps. 55 undang-undang ini. Bila tidak melapor, akan dikenakan sanksi berupa pidana kurungan paling lama 6 bulan ada pidana denda dua juta rupiah (Ps. 134 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika). Pelaksanaan wajib lapor diatur lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
4.
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) merupakan kegiatan yang dicanangkan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan narkotika. Pelaksanaannya telah diatur dalam Inpres Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) tahun 2011 – 2015.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
131
5.
Mengenai pelaksanaan P4GN di tempat kerja, secara khusus telah diatur pula dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : PER.11/MEN/VI/2005 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya Di Tempat Kerja. Dalam peraturan ini, mengenai wajib lapor bukan saja ditujukan kepada pengguna narkotika tetapi juga kepada pengusaha, seperti yang dinyatakan dalam Ps. 8 bahwa pengusaha wajib melaporkan tenaga kerjanya yang menyalahgunakan narkotika.
6.
Lebih lanjut dalam peraturan tersebut, diatur pula bahwa pengusaha wajib melakukan upaya aktif P4GN dalam bentuk penetapan kebijakan dan penyusunan dan melaksanakan program yang melibatkan pekerja (Ps. 2). Kebijakan tersebut harus tertulis seperti yang dinyatakan dalam (Ps. 4). Pekerja yang diduga menyalahgunakan narkotika dapat melakukan tes dengan biaya dari perusahaan (Ps. 6). Bila pekerja membutuhkan perawatan atau rehabilitasi akan diatur dalam Perjanjian Kerja atau Perjanjian Kerja Bersama (Ps. 7).
7.
Khusus mengenai P4GN di sektor transportasi telah terbit Peraturan Bersama Menteri Perhubungan dan Kepala BNN Nomor: PM 9 Tahun 2012 Dan Nomor: 01/PER-BNN/2012 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Pada Transportasi Darat, Laut, Udara dan Kereta Api. Hal itu dapat menunjukkan adanya perhatian khusus pemerintah pada sektor tersebut. Peraturan di atas ditindak lanjuti dengan adanya perintah dari Kementerian Perhubungan untuk melaksanakan P4GN di sektor transportasi dengan diterbitkannya Instruksi Menteri Perhubungan Nomor : IM 2 Tahun 2012 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dan Psikotropika di Sektor Transportasi.
8.
Pelaksanaan P4GN di sektor transportasi harus mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor : PM 17 Tahun 2012 Tentang Standar Operasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dan Psikotropika di sektor transportasi. Menurut Permenhub tersebut, P4GN dilaksanakan melalui kegiatan: Sosialisasi, advokasi, operasi rutin, operasi khusus dan operasi kontijensi (Ps. 5). Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Satuan Tugas dari Kementerian Perhubungan unit kerja eselon 1 dan BNN (Ps. 6), dengan sasaran PNS dan calon PNS, karyawan/ti BUMN/BUMS khususnya personel penerbangan, pelayaran dan perkeretaapian serta peserta diklat pendidikan transportasi darat, laut, udara dan kereta api (Ps. 7).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
132
9.2 Implementasi di Lapangan. Di lapangan ada dua peraturan dari dua kementerian yang berbeda yang mendasari kegiatan P4GN, setiap perusahaan dapat melaksanakan kegiatan berdasarkan satu atau kedua peraturan tersebut. Peraturan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendorong perusahaan untuk menetapkan kebijakan secara tertulis, menyusun dan melaksanakan program P4GN dengan melibatkan pekerja. Sedangkan peraturan dari Kementerian Perhubungan sudah memberikan arahan teknis mengenai bentuk kegiatan yang dapat dilalukan oleh perusahaan. Berikut adalah peraturan tersebut : 1.
Sesuai dengan Ps. 2 dan Ps. 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : PER.11/MEN/VI/2005 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif Lainnya di Tempat Kerja bahwa pengusaha wajib melakukan upaya aktif P4GN dalam bentuk penetapan kebijakan secara tertulis dan menyusun serta melaksanakan program yang melibatkan pekerja.
2.
Kegiatan P4GN sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI No.: PM 17 Tahun 2012 Tentang Standar Operasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dan Psikotropika di sektor transportasi: dilaksanakan melalui kegiatan: Sosialisasi, advokasi, operasi rutin, operasi khusus dan operasi kontijensi (Ps. 5).
3.
Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Satuan Tugas dari Kementerian Perhubungan unit kerja eselon 1 dan BNN (Ps. 6), dengan sasaran PNS dan calon PNS, karyawan/ti BUMN/BUMS khususnya personel penerbangan, pelayaran dan perkeretaapian serta peserta diklat pendidikan transportasi darat, laut, udara dan kereta api (Ps. 7).
9.2.1 Perusahaan-perusahaan yang telah Menetapkan Kebijakan Tertulis Terkait P4GN. Hasil survei pada perusahaan memperlihatkan sekitar 44% Perusahaan ditemukan memiliki Kebijakan P4GN di perusahaannya. Diantaranya adalah perusahaan pemerintah, sebagai berikut : Surat a.n. Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Managing Direktor of Human Capital Nomor : KP.501/X/6/KA-2011 tertanggal Bandung, 24 Oktober 2011 Tentang Larangan mengkonsumi minuman Alkohol, Obat-obatan Psikotropika, Narkotika Bagi Pegawai dan Awak Kereta Api, yang ditujukan kepada Para EVP/VP Daop/Divre di Jawa dan Sumatera dan Para Senior Manager/Manager Daop di Jawa dan Sumatera. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
133
Perjanjian Kerja Bersama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api, Pasal 54 menyatakan tentang Pelanggaran Disiplin Kesalahan Berat bahwa Pegawai dikualifikasikan telah melakukan Pelanggaran Displin Kesalahan Berat, apabila terbukti melakukan perbuatan antara lain butir (e) : Mabuk, meminum dan/atau mengedarkan minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; Perjanjian Kerja Bersama, disahkan dengan Surat Keputusan Direksi Nomor : 45A/HK0,01/DIR/IV-2012 antara Direksi PT. Pelayaran Nasional Indonesia Dengan Serikat Pekerja PT. Pelayaran Nasional Indonesia, antara lain mengatur tentang jenis pelanggaran (No. 9) adalah Mabuk, minum-minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dilingkungan kerja; Jenis sanksi : Proses PHK; Sanksi hukuman maksimal adalah Skorsing dan PHK. Penyusun naskah Perjanjian Kerja Bersama disahkan dengan Surat antara Direksi PT. Pelni dan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT. Pelni Nomor : 13/HKO,01/DIR/I-2012/Nomor : 02/SK/SP-Pelni/I-2012 Tentang Tim Penyusun Peraturan Perjanjian Bersama PT. Pelni dan Buku Saku Bagian Dek (Kelas I) : Peraturan Dinas Awak Kapal PT. Pelni (nakhoda Pel. Tanjung Emas). Keputusan Direksi Perusahaan Umum Damri Nomor : SK.236/ HK.703/DAMRI-1993 Tentang Peraturan Displin Pegawai Perusahaan Umum Damri, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 1993. Dalam lampirannya memuat sanksi hukum bagi pelanggar disiplin, untuk jenisjenis pelanggaran bagi setiap pegawai Perum Damri (Pasal 3): butir (s): Meminum minuman keras, mengisap ganja, menggunakan obat bius dan yang sejenisnya pada waktu dinas atau diluar dinas. Sanksi yang dikenakan adalah sanksi sedang. Selain dalam Pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa sanksi pemutusan hubungan kerja dikenakan pada karyawan yang kesalahannya/pelanggarannya diangap berat, antara lain : butir (m): mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja. Perjanjian antara PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia II dalam Pasal 32 ayat (8) butir (f) menyatakan bahwa Mengedarkan/menjadi bandar/membujuk Pekerja lain untuk menggunakan bahan-bahan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di dalam lingkungan Perusahaan pada jam kerja maupun di luar jam kerja didalam lingkungan Perusahaan merupakan jenis pelanggaran Displin Berat yang dpat dijatuhkan dengan hukuman Pemutusan Hubungan Kerja Tidak Dengan Hormat. Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
134
PT. ASDP Indonesia Fery (Persero) menetapkan Larangan Penggunaan Narkoba dan Minuman Beralkohol. Sanksi diberikan kepada karyawan maupun crew kapal. Diterbitkan di Jakarta tanggl 19 Maret 2012 dan ditanda tangani oleh Danang S. Baskoro selaku Direktur Utama. Catatan: Hal tersebut berlaku untuk seluruh karyawan PT. ASDP. Kebijakan tersebut sudah diterbitkan sejak tahun 2010, ketika itu ditanda tangani oleh Bambang Bhakti selaku Direktur Utama pada masa itu. Keputusan Direksi PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Nomor : KD. 001/PA,203/ASDP-2011 Tentang Jaminan Peneliharaan Kesehatan Karyawan dan Keluarga Karyawan di Lingkungan PT. ADDP Indonesia Ferry (Persero) : tidak memuat atau memberikan tunjangan pengobatan/rehabilitasi untuk karyawan atau keluarganya yang sakit karena penggunaan narkoba. Namun dalam pasal 4 butir (7) butir (f) menyatakan bahwa jaminan pemeliharaan kesehatan penyakit khusus diantaranya meliputi HIV. PT. Angkutan Sungai Danau Dan Penyebrangan (Persero) menerbitkan Peraturan Disiplin Karyawan dengan Keputusan Direksi PT. ASDP (Persero) Nomor : KD.02/PA,III/ASDP-2004 Tentang Peraturan Disiplin Karyawan PT. ASDP (Persero). Dalam Pasal 3 butir (t) menyatakan bahwa Setiap karyawan melarang : setiap berjudi, minumminuman keras yang memabukkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, di tempat kerja dan di tempat-tempat yang ditetapkan Perusahaan. Pelanggaran terhadap ketentuan di atas merupakan Pelanggaran disiplin berat, seperti yang tercantum dalam Pasal 9. Sedangkan sejumlah perusahaan swasta sebagai berikut : Di NAD, PT. Misa Utara menetapkan : Kebijakan tentang penyalahgunaan obatobat terlarang dan alkohol untuk menciptakan sebuah lingkungan yang aman dan kondusif bagi para karyawan untuk mencapai standar kerja yang tinggi. a.
Kebijakan Khusus Mengenai Keselamatan dalam mengemudi, salah satunya merupakan aturan dasar perusahaan saat mengemudi yaitu Tidak mengkonsumsi alkohol serta obat-obatan terlarang atau berada dibawah pengaruh lakohol atau obat-obatan terlarang.
b.
Sanksi berupa tindakan disiplin sampai pemutusan hubungan kerja.
Kedua kebijakan tersebut diterbitkan tanggal 2 Januari, 2013 ditanda tangani oleh Direktur Utama.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
135
Di Jawa Timur, PT. Jembatan Nusantara Ferry Services, menetapkan kebijakan perusahaan tentang larangan penggunaan narkotika, minuman beralkohol dan kegiatan segala macam bentuk perjudian di atas kapal. Sanksi yang diberikan adalah diberhentikan dan diserahkan kpada Pihak Berwajib. Ditetapkan di Surabaya tertanggal 18 September, 2012. PT. Pal Marine Service menetapkan Kebijakan Mengenai Alkohol Dan Obat Terlarang, bagi karyawan yang melanggar akan dikenakan sanksi tindakan disiplin dan perusahaan akan melakukan koordinasi dengan Pihak Kepolisian. Kebijakan ditetapkan di Surabaya tertanggal 4 November 2008. Di Kalimantan Tengah, PT. Dharma Lautan Utama (armada pelayaran nasional) mengatur tentang macam pelanggaran seperti yang tercantum dalam Pasal 47, butir (21) : Dalam keadaan mabuk atau meminum minuman keras yang membaukkan di lingkungan Perusahaan atau memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, menggunakan dan/atau mengedarkan narkotika, psikoropika, dan zat adiktif lainnya di dalam maupun diluar lingkungan Perusahaan. Nilai pelanggaran 100–140, nilai hukuman adalah pemutusan hubungan kerja dan menuntuk perbuatan karyawan secara hukum, baik pidana dan/atau perdata. PT. Rejeki Abadi Sakti menetapkan Kebijakan Obat Terlarang dan Alkohol dengan tidak menerima dan melakukan perjanjian dengan calon karyawan/karyawati yang terlibat penggunaan obat terlarang demikian pulan untuk crew kapal dan seluruh karyawan/karyawati. Sanksi yang diberikan berupa Pemutusan Hubungan Kerja kemudian diserahkan kepda Pihak yang berwajib. Kebijakan ditetapkan di Samarinda tanggal 1 April, 2013 ditanda tangani oleh Saifudin selaku Direktur. Selanjutnya dalam Standar Operational Procedure Peraturan Wajib Dalam Berkendara, yang dikeluarkan perusahaan diatas, dinyatakan pula dalam butir (6) bahwa “Dilarang membawa/menggunakan senjata tajam, bahan peledak, obat-obatan terlarang (narkoba) dan minuma keras. Di Papua, Perjanjian Kerja Laut Antara Perusahaan Pelayaran: PT. Bayu Bahari Nusantara Line dengan seorang warga Indonesia, tertanggal Senin, 11 Maret 2013; dalam Pasal 9 butir (b): Bila Pihak II ternyata melakukan perbuatan-perbatan yang bertentangan dengan hukum pidana atau melanggar peraturan-peraturan Pemerintah Republik Indonesia, maka ia akan diturunkan di tempat/Pelabuhan di mana peristiwa itu terjadi dan diserahkan kepada yang berwajib.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
136
9.2.2 Perusahaan-perusahaan yang melaksanakan kegiatan-kegiatan terkait P4GN. Sejumlah perusahaan juga telah melakukan kegiatan terkait P4GN, 1 dari 4 perusahaan telah melakukan kampanye P4GN di Perusahaan dalam 1 tahun terakhir. Ada upaya perusahaan mengetahui apakah ada karyawan yang memakai narkobat melalui tes urin, dan membentuk satuan yang menangani masalah P4GN. Tes urin ini umumnya dilakukan pada saat perekrutan pegawai baru. Kurang dari 20% perusahaan yang melakukan tes urin secara mendadak setelah perekrutan pegawai. Sanksi yang diberikan bagi pegawai yang ketahuan menggunakan narkoba umumnya adalah diberhentikan. Sebagian besar perusahaan belum pernah melakukan upaya kerjasama lintas sektor dalam rangka kegiatan P4GN. Hal ini dikarenakan perusahaan masih melihat bahwa masih sangat sedikit pegawai yang menggunakan narkoba dan kegiatan penyuluhan belum menjadi kebutuhan perusahaan. Dibawah ini adalah kutipan dari wawancara mendalam, sebagian besar informan menyatakan bahwa secara pribadi diri mereka belum merasa bahwa ada kegiatan yang pernah dilakukannya terkait dengan kegiatan P4GN. •
“kurang itu juga ya sosialisasinya kurang masyarakat kurang tahu ,,,belum pernah.” (Wm Sopir Bus AKDP Banten).
•
“ Belum pernah pak, belum sama sekali.,” (Wm Nahkoda ASDP Kaltim).
•
“Yang khusus ini gak ada.” (Wm Bidang Laut dan Udara Dishub Banten).
Program fisik berupa cek urin terhadap seluruh karyawan, dan program penyuluhan berupa sosialiasi tentang narkoba dengan pemberian materi slide bergambar tentang jenis-jenis narkoba dan dampak-dampaknya bagi penggunanya. •
“BNN datang ke sini. Setahunlah. Artinya saya dua tahun disini dua kali, berarti kan sudah setahun setahun. Tiap tahun dia datang. Pertama itu tadi pertama apa ya ya itu tentang cek urin, yang kedua tentang sosialisasi tentang narkoba, bahayanya, terus gambar-gambar tentang obat narkoba, terus jenis-jenis narkoba,” (Wm Bidang Udara Dishub Bali).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
137
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
138
BAB X KESIMPULAN 1. 2.
3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
11. 12.
13.
14.
Jumlah responden pekerja transportasi yang berhasil di survei sebanyak 10,237 responden yang meliputi semau moda transportasi yang ada di Indonesia. Untuk status sosial ekonomi dihitung dengan pengeluaran selama sebulan, survei ini menunjukan terdapat variasi status sosial ekonomi diantara pekerja transportasi pada moda transportasi yang berbeda. Sebagian besar repsonden sudah menikah dan tinggal bersama keluarga atau saudara. Sebagian besar responden berpendidikan sekolah menegah atas, pendidikan lebih tinggi lebih banyak terdapat di pekerja moda transportasi laut dan udara. Penyahgunaan narkoba pertama kali di kalangan pekerja transportasi banyak terjadi pada usia 20 tahun, dan penyalahgunaan pertama kali ini lebih banyak dilakukan sebelum memasuki dunia kerja. Prevalensi penyalahgunaan narkoba di kelompok pekerja transportasi lebih besar dibanding kelompok pekerja secara umum. Angka pernah pakai narkoba seumur hidup di kalangan pekerja transportasi dilaporkan paling tinggi di pekerja moda transportasi darat. Angka pernah pakai narkoba setahun terakhir dilaporkan paling tinggi paling tinggi di pekerja moda transportasi ASDP. Jenis narkoba Ganja, ekstasi, shabu, dan dekstro adalah jenis narkoba yang paling banyak digunakan pekerja transportasi. Peredaran gelap narkoba di kalangan pekerja dapat bersumber dari berbagai pihak, namun teman adalah sumber yang paling sering menawarkan narkoba kepada responden. Kualitas kehidupan pekerja tidak berbeda antar kelompok pengguna dan bukan pengguna; juga antar moda transportasi. Pengetahuan narkoba di kalangan pekerja transportasi, rata-rata responden mampu menyebutkan 7 jenis narkoba pada kelompok bukan pemakai dan 9 jenis untuk kelompok pernah pakai. Sedangkan pengetahuan mengenai efek pernggunaan narkoba relatif baik pada pekerja semua moda transportasi. Sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang mengatur pelaksanaan kebijakan P4GN di perusahaan, baik perusahaan pemerintah maupun swasta, sudah diterbitkan baik dari Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian Perhubungan. Hampir separuh sampel perusahaan sudah punya kebijakan P4GN, namun belum semua melakukan kerjasama lintas sektor terkait P4GN.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
139
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
140
DAFTAR PUSTAKA Charles R. Fritch (2009 “Drug Smuggling On The High Seas: Using International Legal Principles To Establish Jurisdiction Over The Illicit Narcotics Trade And The Ninth Circuit's Unnecessary Nexus Requirement, Washington University Global Studies Law Review, Volume 8 | Issue 4 , 2009, Francisco González-Saiz*,1, Oscar Lozano Rojas1,2 and Ioseba Iraurgi Castillo (2009). (http://blogs.worldbank.org/eastasiapacific/node/3043). Jessica De Maeyer et all (2008), Exploratory Study on Drug Users’ Perspectives on Quality of Life: More than Health-Related Quality of Life, Accepted: 13 August 2008, _ Springer Science+Business Media B.V. 2008. Measuring the Impact of Psychoactive Substance on Health-Related Quality of Life: An Update, Current Drug Abuse Reviews, 2009, 2, 1874-4737/09 $55,00+,00 © 2009 Bentham Science Publishers Ltd. Peggy Millson et al (2012) Determinants of Health Related Quality of Life (HRQOL) of Opiate Users at Entry to Low Threshold Methadone Programs, Tran et al, Health and Quality of Life Outcomes 2012, 10:132 http://www,hqlo,com/ content/10/1/132, 2012. “Review of the Marine Act 1988, Publsh at Discussion Paper “Improving Marine Safety in Victoria”. Robert Schalock (Quality of life, Volume 1: Conceptualization and measurement, 1996). US Navy, 2012, Story Number: NNS120405-12), Commander, Naval Surface Force, US, Atlantic Fleet Public Affairs, www.navy.mil, www.facebook.com/ usnavy, or www.twitter.com/usnavy. Study of Centre of Excellence for Research in AIDS at the University of Malaya, 2008 University of Malaya-Bank Dunia, “bio-behavioral survey” 2012. http://nchsr,arts,unsw,edu,au/research-portal/enewsletter-issue-6-2012/ 6-Malaysian-fishermen. (US Navy, 2012, Story Number: NNS120405-12) reported by M. Thomas, Jr., commander, Naval Surface Force, Atlantic).
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
141
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
142
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013 terselenggara atas prakarsa Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) dan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia telah berjalan dengan lancar. Kegiatan ini terlaksana salah satunya karena kerjasama semua tim yang telah terlibat mulai dari perumusan ide, pembuatan kuesioner, try out kuesioner dan instrument penelitian, pelatihan, setting lapangan, pengumpulan data, entry data dan analisis data. Pastinya masih segar ingatan akan begitu banyak teman-teman yang berpartisipasi mengikuti proses rekrutmen koordinator lapangan hingga akhirnya terpilih 23 koordinator lapangan. Kami mengucapkan terimakasih kepada temanteman atas dedikasinya terhadap pelaksanaan pengumpulan data di 23 Provinsi hingga proses editing data, sehingga kita dapat terus melanjutkan kerjasama pada kegiatan-kegiatan seterusnya. Berikut nama Mitra Lokal/Peneliti daerah dan nama para Koordinator Lapangan dan lokasi Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013 BNN-Puslitkes UI : 1,
Nama Mitra Lokal/Peneliti Daerah.
NO,
NAMA MITRA LOKAL/PENELITI UNIVERSITAS
PROVINSI
1
2
3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Drs. Jauhari Hasan, M,Si Anita Camelia Edi Indrizal Drs. Yos Rizal, MSP Okta Karneli Syawaluddin dr. Dwi Indria Dail Ma’ruf Heru Suparno Budi Rajab Yudhy Dharmawan Dr. Ir. Annis Catur Adi, M,Si Ida Ayu Alit Laksmiwati Aryanto Purnomo, SKM, MKM Joanita Jalianery
Aceh Sumatera Selatan Sumatera Barat Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
143
1
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 2.
2
Musafaah Subirman Shanti Riskiyani dr. Paul A,T, Kawatu Rafiuddin, SKM Lalu Saipudin, SH, MH Rukmuin Wilda Payapo Marsum
3
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara NTB Maluku Papua
Nama Para Koordinator Lapangan.
NO.
NAMA KOORDINATOR LAPANGAN
1
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
LOKASI SURVEI
2
Hari Murtopo Sonny Wibisono Redha Sutama Sapta Rizki Setiawan Eka Purna Yudha Zahid Iffahwan Nor Alfiyah Anis Khurniawati Hariyanto Rochmadtullah Regina Damayanti Nor Alfiyah Heksa Sari Julianti Effan Bahsan Zahid Iffahwan Hari Murtopo Heksa Sari Julianti Sapta Rizki Setiawan Regina Damayanti Yaya Aulia Rohman Yaya Aulia Rohman Effan Bahsan Jetty R. Manurung
3
Aceh Sumatera Selatan Sumatera Barat Sumatra Utara Riau Kepulauan Riau Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara NTB Maluku Papua
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
144
PENGERTIAN-PENGERTIAN Narkotika
: Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika
: Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikotropika melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Zat Adiktif
: Obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terusmenerus yang jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa.
Prekursor
: Zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika atau psikotropika.
Pecandu Narkotika
: Orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Ketergantungan Narkotika
: Kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahguna
: Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
145
Setahun Pakai
: Pemakaian Narkoba dalam satu tahun terakhir
Sebulan Pakai
: Pemakaian Narkoba dalam satu bulan terakhir
Teratur Pakai
: Orang yang memakai Narkoba setiap hari
Pernah Pakai
: Orang yang pernah memakai Narkoba dalam satu bulan terakhir
Heroin
: Heroin adalah keturunan dari morfin atau opioda semisintatik dengan proses kimiawi yang dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan yang berlipat ganda dibandingkan dengan morfin.
Morfin
: Alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta isolasi opium dengan zat kimia tertentu untuk penghilang rasa sakit atau hipnoanalgetik bagi pasien penyakit tertentu.
Kokain / Cocaine Hydrochloride : Bubuk kristal putih yang didapat dari ekstraksi serta isolasi daun coca (erythoroxylon coca) yang dapat menjadi perangsang pada sambungan syaraf dengan cara / teknik diminum dengan mencampurnya dengan minuman, dihisap seperti rokok, disuntik ke pembuluh darah, dihirup dari hidung dengan pipa kecil, dan beragam metode lainnya. Kodein
: Sejenis obat batuk yang digunakan oleh dokter, namun dapat menyebabkan ketergantungan / efek adiksi sehingga peredarannya dibatasi dan diawasi secara ketat.
Kafein
: Senyawa bersifat yang stimulan terhadap sistim syaraf pusat dan juga otak, merupakan bagian dari famili methylxanthine yang secara alami banyak terkandung pada berbagai produk hasil bumi seperti dalam biji kopi, coklat, daun teh serta kacang cola.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
146
Opiat / Opium
: Bubuk yang dihasilkan kangsung oleh tanaman yang bernama poppy / papaver somniferum di mana di dalam bubuk haram tersebut terkandung morfin yang sangat baik untuk menghilangkan rasa sakit dan kodein yang berfungsi sebagai obat antitusif.
Hashish
: Getah ganja.
Ketamine
: Jenis obat bius.
Amphetamine
: Bahan Adiktif yang berbentuk pil, kapsul, atau tepung.
Ekstasi
: Psikotropika dan biasanya diproduksi secara ilegal di dalam laboratorium dan dibuat dalam aneka bentuk seperti tablet.
Shabu
: Salah satu jenis amfetamin.
Metadone
: Opioida sintetik yang mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada morfin.
MDMA
: Jenis Psikotropika yang mempunyai menimbulkan ketergantungan tinggi.
Hallucinogen
: Sekelompok zat alamiah atau sintetik yang bila dikonsumsi menimbulkan dampak halusinasi.
Pelarut dan Inhalan
: Penggunakan narkoba dengan cara dihirup melalui hidung.
DMT
: Singkatan dari Dimethyltryptamine yang masuk dalam jenis hallucinogenic tryptamine yang ditemukan secara alami dalam tumbuhtumbuhan, dan dapat dibuat secara sintetis. Biasanya digunakan dengan cara dihirup, dihisap, atau dengan jarum suntik.
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
daya
147
Hasil Penelitian BNN tentang Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2013
148