BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia turut berpartisipasi sebagai produsen oksigen (O2) dunia karena
memiliki hutan tropis yang cukup luas. Sebagai ekosistem hayati yang dapat diperbaharui, hutan berperan dalam penyangga kehidupan ekosistem lain di bumi. Hutan yang merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup di bumi, memiliki manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis, namun dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul faktor – faktor yang dapat menjadi pembatas tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal. Sumberdaya hutan berfungsi ekonomi sebagai sumber pendapatan masyarakat yang digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan seperti bahan makanan, bahan bangunan dan dimanfaatkan dalam komoditas dagang. Fungsi sosial berkaitan dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar hutan dan juga di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan berperan membentuk berbagai budaya masyarakat yang muncul sebagai akibat dari adanya interaksi manusia dengan alam, sehingga nantinya akan memungkinkan munculnya teknologi tepat guna dalam aktivitas masyarakat setempat. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya (Dephut, 2000 dalam Utomo, 2011). Fungsi ekologis hutan lebih terarah kepada peran hutan dalam menghasilkan oksigen (O2) dan menyerap gas yang dibuang (karbondioksida dan gas – gas beracun lainnya), menjaga keseimbangan sumberdaya air sesuai dengan siklusnya sepanjang musim serta turut menciptakan iklim mikro di suatu wilayah. Selain itu, hutan juga difungsikan sebagai cagar alam, suaka margasatwa dan laboratorium alam yang mendukung pembangunan nasional. Dewasa ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari eksploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kondisi sumberdaya alam utamanya ekosistem hutan yang mengalami kerusakan akan menimbulkan dampak seperti sulit memperoleh 1
sumber air saat kemarau sehingga terjadi kekeringan. Sebaliknya, disaat musim hujan, memungkinkan terjadi bencana tanah longsor dan banjir. Hutan di daerah berbukit dengan kondisi tanah yang kritis disertai kondisi tanaman yang tidak sehat dapat menimbulkan permasalahan di lingkungan ekosistem hutan. Hutan sejenis (heterogen) berpotensi lebih besar terjadi kerusakan tanaman yang diakibatkan hama dan penyakit. Oleh karena itu, penyelamatan fungsi hutan dan perlindungannya sudah saatnya dilakukan bagi kelangsungan kebutuhan mahkluk hidup. Hutan mempunyai banyak manfaat untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Namun, kesadaran tentang pentingnya perlindungan dan pemantauan kesehatan hutan (Forest Health Monitoring) hingga saat ini masih rendah. Kerusakan hutan mulai dirasakan sebagai salah satu masalah penting. Usaha perlindungan hutan pada umumnya baru dilakukan ketika tanaman sudah menunjukkan gejala serangan hama atau penyakit. Usaha perlindungan hutan diarahkan pada usaha menekan kerusakan tanaman yang terjadi tetap berada di bawah ambang yang tidak merugikan. Kerusakan hutan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Monitoring kesehatan hutan yang dilakukan secara periodik akan membantu dalam menekan resiko kerusakan hutan. Hutan yang merupakan salah satu penggunaan lahan di Kabupaten Purworejo yang dikelola pula oleh masyarakat. Hutan yang ada merupakan hutan negara (hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap) dan hutan rakyat. Pola hutan rakyat yang berkembang di Jawa Tengah dibedakan menjadi 3 macam berdasarkan jenis tanamannya, yaitu didominasi satu jenis tanaman (Jati, Akasia, Mahoni), didominasi 2 atau lebih jenis tanaman kehutanan (Jati dan Mahoni atau Jati dan Sengon) serta pola hutan rakyat Agroforestry yang merupakan campuran antara tanaman kehutanan, perkebunan, tanaman pangan semusim dan tanaman obat – obatan (Potret Hutan Provinsi Jateng, 2008). Hutan rakyat yang ada di Purworejo ditanami tanaman berkayu, baik sejenis maupun campuran. Hutan rakyat sebagai sistem penggunaan lahan semakin dapat diterima oleh masyarakat karena adanya hutan rakyat ini memberikan keuntungan pada pembangunan sosial ekonomi masyarakat dan pelestarian sumberdaya alam dan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (Ariyanto, 2004 dalam Utomo, 2011). Kawasan hutan Purworejo termasuk pola hutan rakyat yang didominasi 2 atau lebih jenis tanaman yaitu Jati, Sengon dan Mahoni. Jenis tanaman tersebut rentan terhadap 2
permasalahan seperti rusaknya daun dan batang akibat hama. Strategi pencegahan atau penanggulangan serangan hama dan penyakit sering mengalami kegagalan karena kurangnya informasi kondisi kesehatan hutan. Hasil pemantauan kesehatan hutan sangat berguna dalam tindakan mengenali sumber - sumber kerusakan yang potensial dan mengevaluasi sebelum kerusakan besar terjadi, sehingga tindakan yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien lebih mudah ditentukan. Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, wilayah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Informasi dari Penginderaan Jauh diperoleh dari sistem satelit yang dilengkapi dengan sensor yang juga melakukan perekaman. Teknologi Penginderaan Jauh dimanfaatkan dalam melakukan pemantauan kesehatan hutan. Salah satu sumber data yang dapat digunakan dalam bidang kehutanan adalah citra satelit Landsat 8. Mulai beroperasi merekam data sejak 2013, Landsat 8 memiliki band lebih banyak dari seri sebelumnya. Penambahan jumlah band ini menyebabkan perbedaan kombinasi band untuk membuat komposit RGB (Red Green Blue) dibandingkan dengan seri Landsat terdahulu. Misalnya, komposit true colour padat Landsat 7 menggunakan kombinasi 321, sedangkan kombinasi yang digunakan pada Landsat 8 adalah 432. Range julat gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor memungkinkan Landsat 8 untuk mengidentifikasi tampilan air laut pada kedalaman berbeda serta membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer. Selain itu, terdapat pula band yang berfungsi untuk mendeteksi awan Cirrus. Landsat 8 dilengkapi dengan 2 sensor yaitu OLI dan TIRS. Dua buah band thermal memberikan informasi lebih akurat mengenai suhu permukaan. Citra Landsat 8 disinyalir memiliki akurasi geodetik dan geometrik yang lebih baik. Pemetaan kesehatan hutan menggunakan data Penginderaan Jauh akan memberikan informasi mengenai status kesehatan hutan tersebut sehingga dimungkinkan dapat terbentuk ekosistem yang lebih baik. Pemantauan kesehatan hutan berfungsi sebagai alat bantu untuk memperoleh gambaran status kesehatan hutan pada saat ini dan prediksi kondisi kesehatan hutan pada saat yang akan datang sehingga usaha perlindungan hutan akan lebih baik.
3
1.2
Rumusan Masalah Pemetaan kesehatan hutan merupakan pembuatan peta yang mempunyai
informasi mengenai sebaran tingkat kesehatan vegetasi (hutan) pada daerah kajian. Analisis dilakukan guna mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan hutan. Pemetaan kesehatan hutan menggunakan pemrosesan citra satelit Landsat pada kawasan hutan yang menjadi obyek kajian. Pemetaan kesehatan hutan ini dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk perencanaan sumberdaya hutan di masa mendatang dan pemanfaatannya secara tepat. Menurunnya kondisi hutan rakyat mempengaruhi produktifitas hutan itu sendiri. Pemetaan kesehatan hutan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan kedepannya. Berdasar dari latar belakang yang ada, memunculkan pertanyaan sebagai berikut : 1.
Seberapa besar ketelitian Landsat 8 untuk pemetaan kesehatan hutan?
2.
Bagaimana persebaran hutan sehat di kawasan hutan Kabupaten Purworejo?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui ketelitian citra Landsat 8 untuk pemetaan kesehatan hutan.
2.
Pemantauan persebaran hutan sehat di kawasan hutan Kabupaten Purworejo.
1.4
Manfaat Penelitian Tugas Akhir ini mempunyai manfaat, baik secara ilmiah
maupun praktis, yaitu : a.
Ilmiah Hasil penelitian (tugas akhir) memberi gambaran sejauh mana data citra satelit Landsat dapat digunakan untuk pemetaan kesehatan hutan. Studi terapan Pemrosesan Citra Digital untuk memperoleh informasi dari citra satelit mengenai pemetaan kesehatan hutan. Penyajian informasi dalam bentuk peta hasil identifikasi kesehatan hutan.
b.
Praktis Memberikan informasi daerah hutan sehat di Kabupaten Purworejo. Melatih dalam penggunaan software pengolah citra seperti ENVI 4.5 untuk memperoleh indeks vegetasi. Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan hutan.
4
1.5
Sasaran
Pengelolaan hutan secara tepat terutama pada daerah yang kurang sehat. Mengetahui persebaran hutan yang sehat.
1.6
Tinjauan Pustaka
1.6.1 Penginderaan Jauh Teknologi penginderaan jauh dimanfaatkan untuk memperoleh data menggunakan alat pengindera atau sensor. Komponen yang ada pada sistem penginderaan jauh diantaranya yaitu sumber tenaga (aktif dan pasif), panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, interaksi panjang gelombang dengan obyek, obyek itu sendiri, atmosfer dan sensor satelit. Hasil perekaman oleh alat yang dibawa oleh suatu wahana ini selanjutnya disebut sebagai data penginderaan jauh. Setiap obyek di permukaan bumi akan memberikan reaksi yang berbeda beda terhadap sumber tenaga dalam salah satu komponen penginderaan jauh. Ada obyek yang menyerap (absorption), memantulkan (reflection) dan meneruskan (transmition) tenaga - tenaga tersebut. Sifat - sifat obyek atau interaksi terhadap gelombang elektromagnetik tersebutlah yang ditangkap oleh sensor satelit penginderaan jauh untuk bisa dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Hasil dari interaksi komponen - komponen tersebut berupa citra penginderaan jauh.
Gambar 1.1 Skema Penginderaan Jauh Sumber : http://geoenviron.blogspot.com/2011/05/penginderaan-jauh.html
Beberapa contoh manfaat dalam aplikasi penginderaan jauh adalah: 1. Identifikasi penutupan lahan (landcover) 5
2. Identifikasi dan monitoring pola perubahan lahan 3. Identifikasi kondisi cuaca dan atmosfer 4. Manajemen dan perencanaan wilayah 5. Manajemen sumber daya hutan 6. Manajemen eksplorasi mineral 7. Pertanian dan perkebunan 8. Manajemen sumber daya air 9. Manajemen sumber daya laut Teknologi penginderaan jauh menghasilkan data digital berupa citra, yang dihasilkan melalui proses perekaman dengan bantuan sensor. Sensor secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sensor fotografik (kamera) dan sensor non - fotografik. Sensor non - fotografik dapat dirinci menjadi sensor pemindai (pelarik atau penyiam atau scanner) dan sensor radar atau gelombang mikro. Sensor tersebut merekam pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di bumi. Citra digital hasil perekaman tersusun atas piksel – piksel sebagai tingkat keabuan gambar. Sifat data yang dihasilkan oleh sensor kamera dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti variasi warna yang muncul akan tergantung pada sistem lensa, diafragma dan filter yang digunakan untuk menerima cahaya, serta spektrum panjang gelombang yang diizinkan masuk dalam sistem kamera. Sistem perekaman data penginderaan jauh dengan menggunakan sensor satelit dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu sistem pasif dan sistem aktif.
1.6.2 Karakteristik Citra LANDSAT - 8 NASA (National Aeronautics and Space Administration) melakukan peluncuran satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM) tepat tanggal 11 Februari 2013. Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA menyerahkan satelit LDCM kepada USGS (U.S. Geological Survey) sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources
Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya
memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan Landsat versi sebelumnya. 6
Gambar 1.2 Satelit Landsat 8 Sumber: http://www.usgs.gov
Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1 diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Landsat 8 disebut mempunyai misi melanjutkan Landsat 7, terlihat dari karakteristik yang mirip, baik resolusi (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Namun terdapat beberapa tambahan sebagai penyempurnaan dari Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Publikasi yang dilakukan oleh USGS, satelit LDCM dirancang mempunyai massa saat meluncur 2623 kg (massa kering 1512 kg), terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan Landsat versi sebelumnya). Landsat 8 dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sinkron-matahari, inklinasi: 98,2º dan waktu melintasi khatulistiwa (Local Time on Descending Node -LTDN) nominal pada jam 10:00 10:15 pagi. Satelit LDCM NASA mempunyai target mengemban misi 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Namun umur produktif Landsat 8 dapat lebih panjang dari yang direncanakan seperti terjadi pada Landsat 5 (TM) yang pada awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun kenyataannya dapat bertahan hingga tahun 2012. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Yaitu 9 kanal (band 1 - 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) 7
pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan Landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada Landsat 8 dibandingkan dengan Landsat 7 ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan band Landsat 7 dan Landsat 8 Landsat 7 ETM+
Landsat 8 (LDCM OLI/TIRS)
Panjang gelombang Resolusi (m) (m)
Band
Band Band 1 - Coastal aerosol
Panjang gelombang (m) 0.43 - 0.45
Resolusi (m) 30
1 – Blue
0.450 – 0.515
30
Band 2 - Blue
0.45 - 0.51
30
2 – Green
0.525 – 0.605
30
Band 3 - Green
0.53 - 0.59
30
3 – Red
0.630 – 0.690
30
0.64 - 0.67
30
4 – NIR
0.775 – 0.900
30
0.85 - 0.88
30
5 – SWIR 1
1.550 – 1.750
30
Band 4 - Red Band 5 - Near Infrared (NIR) Band 6 - SWIR 1
1.57 - 1.65
30
7 – SWIR 2
2.090 – 2.350
30
2.11 - 2.29
30
8 – Pan
0.520 – 0.900
15
Band 7 - SWIR 2 Band 8 Panchromatic Band 9 - Cirrus Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 Band 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2
0.50 - 0.68
15
1.36 - 1.38
30
10.60 - 11.19
100
11.50 - 12.51
100
6 – LWIR
10.00 – 12.50
60
Sumber: NASA “Landsat Data Continuity Mission Brochure” Keunggulan Landsat 8 Dibandingkan versi - versi sebelumnya, Landsat 8 memiliki beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi band yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya band sebagai penyusun RGB komposit, maka warna obyek menjadi lebih bervariasi. Beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band Landsat 8 khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Beberapa keunggulan Landsat 8 sebagai berikut : Band 1 (ultra blue) dapat menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah daripada band yang sama pada Landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau aerosol. Band ini unggul dalam 8
membedakan
konsentrasi
aerosol
di
atmosfer
dan
mengidentifikasi
karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda. Disebut juga Coastal Blue, dapat digunakan untuk kajian pesisir seperti penelitian terhadap kerumbu karang. Saluran ini sebelumnya muncul pada satelit Worldview-2. Deteksi terhadap awan Cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9 pada sensor OLI. Saluran ini mungkin dapat digunakan untuk kajian cuaca seperti yang terdapat juga pada Satelit MODIS. Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 meter. Pemanfaatan sensor ini dapat membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih panas dibandingkan area sekitarnya, dengan kondisi obyek yang suhunya lebih panas, pada citra Landsat 8 terlihat lebih terang dari pada area - area sekitarnya. Tingkat keabuan (DN) pada citra Landsat berkisar antara 0 - 255. Pada Landsat 8, nilai DN memiliki interval lebih panjang, yaitu 0 - 4096. Kelebihan ini merupakan akibat dari peningkatan sensitifitas Landsat dari yang semula tiap piksel memiliki kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan menjadi 12 bit sehingga lebih membedakan tampilan obyek di permukaan bumi untuk mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Tampilan citra menjadi lebih halus, baik pada band multispektral maupun pankromatik. Terkait resolusi spasial, Landsat 8 memiliki kanal - kanal dengan resolusi tingkat menengah, setara dengan kanal Landsat 5 dan 7. Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 meter, kecuali untuk pankromatik 15 meter, sehingga produk citra yang dihasilkan oleh Landsat 5 dan 7 pada beberapa dekade masih relevan bagi studi data time series terhadap Landsat 8. Kelebihan lainnya adalah akses data yang terbuka dan gratis. Produk citra ini bersifat time series tanpa stripping (kelemahan Landsat 7 setelah tahun 2003).
Peluang Pemanfaatan Bidang Kehutanan Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang meliputi seluruh wilayah Indonesia, tidak berbayar dan resolusi (spasial, temporal, radiometrik) baik (tingkat menengah) merupakan 3 keunggulan yang dimiliki sekaligus oleh citra Landsat. Keunggulan sekaligus ini tidak dimiliki oleh citra lainnya, sehingga sangat mendukung upaya pemanfaatan Landsat 8 untuk berbagai keperluan, 9
seperti monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan hutan, yang merupakan proyek konservasi dibawah program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation). Laju degradasi atau deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun - tahun sebelumnya (mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya). Untuk keperluan tersebut, citra Landsat masih menjadi andalan bagi para analis bidang kehutanan. Perubahan penutup lahan lebih mudah dianalisis. Ketersediaan informasi spasial mengenai kawasan yang rawan degradasi akan memberi peluang lebih dini bagi upaya pencegahan kerusakan lebih lanjut. Permasalahan yang muncul sebelum hadirnya Landsat 8 khususnya pasca kerusakan kanal pada landsat 7 adalah adanya stripping pada data setelah tahun 2003. Hal tersebut sangat mengganggu khususnya dalam melakukan koreksi radiometrik pada tahap pra pengolahan. Secara visual, perbedaan tampilan obyek antara hutan yang relatif belum terganggu dengan yang telah terganggu pada citra Landsat 8 dengan kombinasi band berbasis true color dapat dilihat lebih baik. Informasi tentang tingkat deforestasi dan degradasi tersebut membantu para analis dalam memprediksi perubahan potensi cadangan karbon di dalam kawasan hutan. Dengan dukungan Sistem Informasi Geografis dan Remote Sensing, perhitungan cadangan karbon dalam skala luas akan lebih efisien. Hal ini mengingat kawasan hutan di Indonesia memiliki luasan yang cukup besar dengan bentang lahan (biogeofisik) yang sangat beragam. Jenis data citra yang dapat dimanfaatkan untuk monitoring cadangan karbon tersebut diantaranya adalah Landsat dan MODIS. Gangguan pada kawasan hutan berupa kebakaran hutan dan lahan dapat pula diidentifikasi dengan memanfaatkan data Landsat 8. Citra ini dapat memberikan informasi tentang area yang diduga sedang terbakar dengan pemanfaatan kombinasi band yang ada pada 11 kanal Landsat (khususnya kanal 10 dan 11). Pemasangan 2 kanal (10 dan 11) pada Landsat 8 sebagai penyempurnaan 1 kanal LWIR pada Landsat 7 meningkatkan sensitifitas sensor untuk membedakan sifat obyek berdasarkan karakteristik suhunya. Kombinasi band Landsat 8 juga memperbaiki tampilan vegetasi yang rusak akibat kebakaran sehingga mempermudah pemetaan area bekas kebakaran. Sebagaimana instrumen remote sensing lainnya, produk satelit Landsat 8 ini juga dapat digunakan untuk
10
monitoring perkembangan bencana alam, gunung merapi dan gempa bumi (Sugiarto, 2013).
1.6.3 Software ENVI 4.5 ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image processing system yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan spesifik yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi yang menyeluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan. ENVI digunakan untuk memproses dan menganalisis citra dalam berbagai keperluan. ENVI menggunakan format data raster dan ASCII (text) sebagai header file. Data raster disimpan sebagai 'binary stream of bytes' berupa format Band Sequential (BSQ), Band Interleaved by Pixel (BIP) dan Band Interleaved by Line (BIL). ENVI juga mendukung berbagai tipe format lainnya seperti byte, integer, long integer, floating-point, double-precision, complex dan double-precision complex. ENVI memiliki tiga jendela utama yaitu The Main Display Window yaitu untuk menampilkan semua tampilan citra dalarn full resolution yang dibatasi oleh kotak pada scroll, The Scroll Window yaitu untuk menampilkan seluruh citra pada file, dan The Zoom Window yaitu untuk menampilkan perbesaran dari main display window yang dibatasi oleh kotak pada window. ENVI memiliki beberapa menu utama diantaranya adalah : File Management, Display Management, Interactive Display Functions, Basic Tools, Classification, Transform, Filters, Spectral Tools, Map Tools, Vector Tools, Topographic Tools, Radar Tools.
Tabel 1.2 Spesifikasi Software ENVI 4.5 No
Spesifikasi
1
Nama Software
2
Versi (Release)
3
Diluncurkan tahun
Uraian
Keterangan
ENVI Merupakan salah satu (The Enviroment for software pengolahan citra Visualizing Images) digital yang dibuat oleh RSI 4.2 Versi yang terbaru adalah versi 4.2 2005 Tahun diluncurkannya software ENVI Versi 4.0.2 11
Lanjutan Tabel 1.2 No 4
5
6
7
8
9
10
Spesifikasi Vendor atau Pembuat
Uraian
Keterangan
Research System, Inc (RSI)
Perusahaan pembuat software Image Processing berasal dari Amerika Serikat. Minimum Software ini menggunakan Hardware Pentium x86 spesifikasi hardware yang - Processor 64 MB cukup besar karena data 32 bit yang dapat diolah - RAM 400 MB harddisk merupakan data yang - VGA kompleks baik data raster Card maupun vector. Semakin - Free space tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat dalam proses pada saat analisis. Operating System Windows 98, NT 4.0, Software ini dapat 2000, XP, Linux beroperasi di berbagai macam sistem windows minimal windows 98. Kategori GIS Software GIS ini termasuk Software - Viewer viewer karena kurang memiliki fasilitas lengkap dalam pengolahan data SIG. IP Image processing software - Profesional ini termasuk profesional dengan fasilitas pengolahan data digital yang lengkap. Struktur Data Raster dan vektor Mampu menampilkan data atau File baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff dll. Format data vektor yang didukung antara lain format data ArcView yaitu *.shp. Format Data/File *.evf *.evf merupakan format data vektor asli yang ada pada ENVI. *.hdr *.hdr (header) merupakan jenis format data untuk membuka data raster. Fasilitas paket IDL 6.2 Merupakan bahasa program yang pemrograman yang terintegrasi digunakan untuk membuat dengan software suatu project pada ENVI. inti 12
Lanjutan Tabel 1.2 No 11
12
13
Spesifikasi
Uraian
Keterangan
Fasilitas pada Software Inti (core) Citra dengan format Input data yang ada yaitu Input + editing data baik raster dapat menggunakan citra maupun vektor baik berupa data raster maupun data vektor.
Processing
Output (layout)
Format I/O data
Fasilitas khusus atau fasilitas lainnya
Koreksi geometrik dan radiometrik, transformasi, pemfilteran, perhitungan statistik, klasifikasi supervised dan unsupervised Print, export file, layout Input : Data raster (format data asli dari satelit), software IP, GIS. Data vektor dapat berupa *.evf, *.shp, *.mif, *.dgn, *.dxf, *e00, *.ddf dan *dlg. Output: *.ENVI standar *.ENVI meta *.ERDAS IMAGINE *.PCI *.ArcView raster *.ASCII *.ER Mapper *.JPEG2000 *.NITF *.TIFF/GeoTIFF *.ESRI GRID Radar tools
Proses dalam ENVI menggunakan formulaformula tertentu sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.
Output dapat berupa print citra, layout dan eksport file. Format input data yang mendukung software ENVI sangat banyak berupa format raster dan format vektor.
Format output data didukung beberapa software IP maupun GIS lainnya seperti ERDAS, PCI, ArcView, dan ER Mapper.
Tools standard dan advanced untuk analisa deteksi citra radar Analisis hiperspektral Analisis dengan meng gunakan beberapa bahkan puluhan saluran. Sumber : Modul Praktikum Pemanfaatan Perangkat Lunak Komputer
13
1.6.4 Pola Spektral Pengenalan pola spektral obyek dapat menjadi pemandu yang bermanfaat dalam upaya mengenali obyek pada citra. Kurva pantulan spektral menunjukkan pantulan obyek yang dominan di muka bumi yaitu air, tanah dan vegetasi dan rentang panjang gelombang 0,4 – 2,6 µm. Vegetasi memberikan pantulan yang sangat rendah pada spektrum biru, meningkat agak tinggi pada spektrum hijau (oleh karena itu vegetasi tampak hijau dimata manusia), menurun lagi di spektrum merah (karena serapan kuat oleh spektrum daun), dan meningkat sangat tajam di spektrum inframerah dekat, sebagai akibat dari pantulan oleh ruang antar sel oleh ruang antar sel pada jaringan spongi daun. Tanah bertekstur relatif kasar ataupun relatif lembab memberikan pantulan yang semakin meningkat dari spektrum biru ke inframerah dekat, kemudian semakin turun ke spektrum inframerah tengah karena pengaruh serapan oleh lengas tanah. Tanah yang bertekstur relatif halus atau memiliki rona cerah dilapangan dan sangat tipis cenderung memberikan pantulan tinggi pada spektral.
Gambar 1.3 Kurva Pantulan Spektral Obyek Sumber : http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/penginderaan-jauh/78-polaspektral
Dedaunan kering akan memberikan pantulan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya panjang gelombang. Pantulan spektral vegetasi pada saluran merah akan cenderung semakin rendah dengan semakin rapatnya vegetasi karena konsentrasi klorofil yang semakin banyak akan meningkatkan daya serap terhadap pantulan saluran merah tersebut. Sebaliknya pada saluran hijau, nilai spektral vegetasi yang semakin tinggi menunjukkan kerapatan vegetasi tinggi 14
pula. Klorofil menyerap radiasi pada panjang gelombang merah dan biru, sehingga daun terlihat hijau dengan 10% dipantulkan. Pantulan sinar yang mengenai bagian penyusun tanaman seperti daun dan batang serta obyek yang ada di permukaan tanah seperti batuan, tanah dan mineral tanaman merupakan interaksi pantulan kanopi. Kanopi merupakan lapisan atau strata cabang pohon serta daun yang terbentuk oleh rapatnya pohon – pohon hutan hujan (Wibowo, 2008). Howard (1991) dalam Hartono (1996) menjelaskan keadaan struktur tegakan dengan kanopi yang memiliki tinggi relatif sama akan mencerminkan luas daun atau leaf area index yang tinggi dibandingkan dengan keadaan tegakan yang mempunyai variasi tinggi kanopi. Kerapatan kanopi vegetasi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kerapatan horizontal dan kerapatan vertikal. Kerapatan horizontal berkaitan dengan tingkat penutupan permukaan tanah oleh vegetasi, sedangkan kerapatan vertikal berkaitan dengan ketebalan kanopi secara vertikal yang pada umumnya berhubungan dengan jumlah strata (layer).
Tabel 1.3 Klasifikasi Kerapatan Kanopi No
Kerapatan Kanopi
Kelas Klasifikasi
1
≤ 20%
Sangat Buruk
2
21% - 40%
Buruk
3
41% - 60%
Sedang
4
61% - 80%
Baik
5
> 80%
Sangat Baik
Sumber : Departemen Kehutanan (1998) dalam Ismanto (2005)
1.6.5 Indeks Vegetasi Indeks vegetasi menggambarkan tingkat kehijauan (greenness) tanaman, yang merupakan kombinasi matematis antara saluran merah dan saluran inframerah dekat yang digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Pada ENVI terdapat 27 indeks vegetasi yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan pigmen air dan karbon yang dapat diidentifikasi dengan spektrum pantulan cahaya tampak (400 mm – 2500 mm). Setiap indeks tergantung pada respon sensor dua atau lebih spektral band, dimana indeks dapat dikombinasikan untuk membentuk sebuah nilai single indeks
15
yang sesuai pada intensitas atau parameter biofisik yang signifikan pada vegetasi (ENVI Tutorial Vegetation Analysis, 2005). Terdapat tools pada ENVI sebagai bentuk pengaplikasian dari indeks vegetasi yang ada, yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan hutan sehat dan
hutan
tidak
sehat,
yaitu
Forest
Health
Tools.
Fungsi
tersebut
mengkombinasikan beberapa indeks vegetasi dalam pengolahannya untuk dapat memperoleh peta yang menunjukkan kesehatan hutan pada suatu wilayah. Pemetaan kesehatan hutan memiliki manfaat untuk mendeteksi kondisi vegetasi sehata dan tidak sehat. Vegetasi dengan tingkat stress rendah menunjukkan vegetasi yang sehat, sedangkan kondisi stress yang tinggi dapat mengindikasikan kerapatan kanopi jarang atau tanaman dalam kondisi kering. Pemilihan kategori indeks vegetasi yang paling penting dan indeks perwakilan terbaik dalam setiap kategori dilakukan oleh Dr. Gregory P. Asner (2008) dari Carnegie Institution of Washington, Departemen Ekologi Global. Pilihan didasarkan pada ketahanan, dasar ilmiah, dan diterapkan secara umum. Beberapa kategori indeks vegetasinya yang ada pada Forest Health Tools antara lain sebagai berikut : a. Broadband Greenness Menunjukkan distribusi vegetasi hijau, beberapa indeksnya adalah : Normalized Difference Vegetation Index Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan. Kombinasi dari formula perbedaan normalisasi dan penggunaan penyerapan dan reflektansi tertinggi klorofil membuat indeks ini baik pada berbagai kondisi. Tanaman hidup menyerap gelombang tampak (visible) biru dan merah serta memantulkan gelombang hijau, oleh karenanya mata manusia melihat daun tanaman hidup berwarna hijau.
=
(1)
Nilai indeks ini berkisar antara -1 hingga 1. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah 0,2 hingga 0,8. (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005) b. Light Use Efficiency Memperlihatkan kemampuan tumbuh vegetasi, contoh indeksnya yaitu : Structure Insensitive Pigment Index (SIPI) 16
Structure Insensitive Pigment Index merupakan pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan sensitivitas indeks untuk rasio karotenoid massal, untuk klorofil sekaligus mengurangi sentivitas terhadap variasi dalam struktur kanopi. Peningkatan SIPI diperkirakan menunjukkan peningkatan stres kanopi (pigmen karotenoid). Aplikasi SIPI termasuk aplikasi yang dimanfaatkan untuk pemantauan kesehatan vegetasi, deteksi stress fisiologis tanaman dan produksi tanaman dan analisis hasil. = ¥ ¥
(2)
Nilai indeks ini berkisar dari 0 hingga 2. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah 0,8 hingga 1,8. (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005) c. Canopy Water Content Menunjukkan konsentrasi air, salah satu indeksnya adalah : Normalized Difference Water Index (NDWI) Indeks vegetasi yang mendeteksi konsentrasi air pada kanopi. Daun pada tumbuhan sehat memiliki kandungan air yang tidak berlebihan maupun tidak kurang sehingga menyebabkan daun menjadi kering. Tanaman yang sehat memiliki proses metabolisme air yang baik dari tanah ke tumbuhan terutama daun sebagai alat untuk fotosintesis. NDWI sensitif terhadap perubahan kandungan air pada kanopi vegetasi karena pantulan pada 857 nm dan 1241 nm memiliki sifat penyerapan zat cair yang mirip, tapi sedikit berbeda dengan penyerapan air. Hamburan cahaya oleh kanopi vegetasi meningkatkan penyerapan zat cair pada 1.241 nm. Aplikasi yang termasuk pemanfaatan indeks ini antara lain analisis stress kanopi hutan, pemodelan produktivitas tanaman dan studi kerentanan kebakaran.
=
(3)
Nilai indeks ini berkisar antara -1 hingga 1. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah -0,1 hingga 0,4. (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005) Masing – masing kategori indeks memiliki beberapa kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengestimasi keberadaan suatu sifat tanaman. Beberapa indeks dapat dikombinasikan dengan pertimbangan hubungan antar 17
indeks sehingga mampu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil maksimal (Vegetation Indices, ENVI User’s Guide, 2005).
Tabel 1.4 Klasifikasi Tingkat Kesehatan Hutan No
Klasifikasi
Range
1
Sangat Buruk
0–1
2
Buruk
2–3
3
Sedang
4–5
4
Baik
6–7
5
Sangat Baik
8–9
Sumber : ENVI Tutorial, 2005 dalam Utomo, 2011
1.6.6 Hutan Menurut Undang – Undang RI No. 41 Tahun 1999, terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan kehutanan, diantaranya hutan dan kawasan hutan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara merupakan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan yang berada pada tanah yang dibebani atas hak disebut hutan hak. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Hutan mempunyai 3 fungsi yaitu konservasi, lindung dan produksi. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang emmpunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Salah satu cara pengelolaan hutan adalah pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat 18
secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan negara dapat dilakukan dengan pemberian izin usaha baik kepada perorangan maupun kelompok melalui koperasi. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat ikut mengelola hutan negara. Sedangkan pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Keputusan Menteri Nomor 101/KPR-V/1996 menyebutkan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu – kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap hektar. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) di lahan hak milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Potret Hutan Provinsi Jawa Tengah, 2008). Pengertian hutan rakyat secara sederhana adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik perorangan, kelompok ataupun lembaga. Menurut Raharjo (2007) dalam Kurniawan (2011), hutan rakyat diartikan sebagai kelompok pohon pohonan yang didominasi oleh tumbuhan berkayu, luas dan kerapatannya cukup sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan di luarnya,
dikelola
dan
dikuasai
oleh
rakyat.
Kementerian
Kehutanan
mendefinisikan hutan rakyat sebagai suatu lapangan di luar hutan negara yang didominasi oleh sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya. Proses terjadinya hutan rakyat dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, tetapi proses terjadinya hutan rakyat adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah - tanah kritis. Beberapa manfaat hutan rakyat diantaranya adalah : Meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Memanfaatkan lahan yang tidak produktif secara maksimal dan lestari agar menjadi lahan yang subur sehingga akan lebih baik untuk usaha tani tanaman pangan. Meningkatkan produksi kayu dalam mengatasi kekurangan kayu bakar, kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga.
19
Menyediakan bahan baku industri yang memerlukan bahan baku kayu, seperti pabrik kertas, pabrik korek api. Menambah lapangan kerja bagi penduduk pedesaan. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan dan mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian sumber daya alam. Pola hutan rakyat yang berkembang berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya berdasarkan Departemen Kehutanan (1990) digolongkan dalam bentuk : Hutan rakyat murni yaitu hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur, misalnya Jati, Akasia, Mahoni. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon - pohon yang ditanam secara campuran, misalnya Jati dan Mahoni atau Jati dan Sengon. Hutan rakyat agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian, peternakan secara terpadu pada satu lokasi. Hutan rakyat ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi maupun ekologi (Potret Hutan Provinsi Jawa Tengah, 2008).
1.6.7 Kriteria Hutan Sehat Hutan yang sehat merupakan sumber air minum, sumber makanan dan obat - obatan, pencegah banjir dan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal. Kimmins (1997) dalam Irwanto (2010) berpendapat, hutan sehat terbentuk apabila faktor - faktor biotik dan abiotik dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon - pohon yang tumbuh subur dan produktif, siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas. Kesehatan hutan menekankan pada kondisi suatu tegakan dalam hubungannya dengan manfaat yang diperoleh. Kelompok yang mendalami ekologi (ecosystem centered) mengemukakan bahwa ekosistem hutan yang sehat tercapai bila tempat tumbuhnya dapat mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya sendiri secara alami, mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas 20
habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan (Irwanto, 2010). Kriteria hutan sehat dapat dinilai dari kemampuan hutan sebagai rumah ekologi bagi kehidupan hayati. Banyaknya jenis tumbuhan, hewan dan mikroorganisme dalam sebuah ekosistem hutan, maka hutan tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat. Hutan tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya tanpa pengelolaan yang mendukung tumbuhan untuk tumbuh, reproduksi dan daur ulang nutrisi tanah. Vegetasi yang sehat merupakan vegetasi yang berwarna hijau yang diakibatkan oleh adanya zat hijau daun. Pengelolaan kesehatan hutan merupakan upaya dalam memadukan pengetahuan tentang ekosistem, dinamika populasi dan genetika organisme pengganggu tumbuhan dengan pertimbangan ekonomi untuk menjaga agar resiko kerusakan berada di bawah ambang kerugian (Irwanto, 2010). Dengan kata lain, pengelolaan kesehatan hutan secara modern berusaha untuk mengendalikan kerusakan tetap di bawah ambang ekonomi yang masih dapat diterima. Konsep penilaian kesehatan hutan menurut kerusakannya (Mangold, 1997 dalam Irwanto, 2010) menilai kesehatan hutan berdasarkan kesehatan pohon penyusunnya, sedangkan kesehatan pohon dipengaruhi oleh kerusakan yang terjadi pada pohon tersebut. Kerusakan atau cacat yang dimaksud adalah segala macam kerusakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman selanjutnya. Kerusakan pohon dalam hutan dapat terjadi karena aktivitas patogen, serangga atau faktor alami, termasuk aktivitas manusia. Kerusakan ini pada batas tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon dalam hutan dan secara keseluruhan dapat mempengaruhi kesehatan hutan. Apabila kerusakan itu terjadi pada areal yang luas dan mematikan seluruh pohon - pohon di dalam tegakan, maka akan menimbulkan kerusakan yang disebut katastropi. Apabila kerusakan terjadi pada individu pohon namun berlangsung dalam jangka panjang, dimungkinkan dapat menyebabkan kerusakan yang fatal dari segi ekonomi. Dalam pengelolaan hutan masa kini dan masa depan, informasi tentang kerusakan hutan sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kondisi hutan.
1.6.8 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, 21
yaitu pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis keluaran (Aronoff, 1989). Informasi Geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Jadi informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut dan waktu. SIG dapat mempresentasikan dunia nyata diatas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata diatas kertas, tetapi SIG memliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada lembaran pada kertas. Model data spasial SIG adalah raster dan vektor, tetapi dengan prioritas tinggi kepada model data vektor. Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan stuktur matriks atau piksel piksel yang membentuk grid, sedangkan data vektor menggunakan titik, garis atau poligon disertai atribut. SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur - unsurnya sebagai atribut - atribut didalam basis data. Kemudian SIG membentuk dan menyimpannya didalam tabel - tabel (relational) dan menghubungkan unsur - unsur diatas dengan tabel - tabel yang bersangkutan sehingga atribut dapat diakses melalui lokasi lokasi unsur - unsur peta, dan sebaliknya unsur - unsur peta juga dapat diakses melalui atribut - atributnya.
1.6.9 Software ArcGIS 9.3 ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Desktop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox dan model builder. Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta dan mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur management file – file, seperti fungsi Explorer dalam Windows. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D dan menampilkan Google Earth. Model Builder digunakan untuk membuat diagram alur. 22
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools tambahan. ArcGIS memiliki kemampuan analisis yang baik dalam bidang spasial yaitu overlay. Overlay merupakan proses tumpangsusun atau penggabungan dua atau lebih data grafis sehingga diperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan gabungan dari beberapa data grafis tersebut. Beberapa proses overlay yang dapat dilakukan yaitu : a. Identity, tumpang susun antara dua data grafis dengan batas terluar yang digunakan sebagai acuan adalah data grafis pertama. b. Intersect, proses tumpang susun antara dua data grafis, dimana data hasil overlay berasal dari dua atau lebih data grafis yang bertampalan. c. Union, tumpang susun antara dua data grafis, dimana batas luar yang dihasilkan adalah data grafis masukan yang mempunyai batas terluar. d. Dissolve, tumpang susun antara dua data grafis dengan penggabungan dua data berdasarkan pada nilai yang berbeda pada atribut tertentu. Tampilan peta dalam ArcGIS dibuat di ArcMap dan ditampilkan dalam sebuah layout. Dalam tampilan layout terdapat tools yang berfungsi mengatur tampilan peta pada sebidang media cetak ukuran tertentu.
Tabel 1.5 Spesifikasi Software ArcGIS 9.3 No
Spesifikasi
1
Nama Software
2
Versi/Release
3
Diluncurkan tahun
4
Vendor atau Pembuat
5
Operating System
Uraian
Keterangan
ArcGIS
Merupakan paket software yang digunakan oleh masyarakat geographic imaging (pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk image processing dan GIS. 9.2 Merupakan versi yang terbaru dari seri ArcGIS 9.X 2006 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai oleh banyak pengguna mulai tahun 2006 Environment Perusahaan pembuat software System Research Sistem Informasi Geografi yang Institute (ESRI) berasal dari USA. Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan ArcView GIS Windows server Software ini dapat beroperasi di 2003, NT 4.0, 2000, berbagai macam sistem XP, Linux windows minimal windows 2000. 23
Lanjutan Tabel 1.5 No 6
7
Spesifikasi Minimum Hardware - Processor -
RAM VGA Card
-
Free space
Kategori Software
Uraian
Pentium X 800 MHz minimum 512 MB 800 X 600 @256 color resolution 207 MB harddisk GIS - Profesional
IP - Viewer
8
Struktur Data (File)
Raster dan vektor
9
Format Data (File)
*.shp *.shx *.dbf *.sbn *.sbx *.prj
10
Fasilitas paket program yang terintegrasi dengan software inti
Database Manager dan Avenue
Keterangan Software ini menggunakan spesifikasi hardware yang besar karena data yang dapat diolah merupakan data yang kompleks baik data raster maupun vektor. Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat proses pada saat analisis data. Software GIS ini termasuk profesional karena memiliki berbagai fasilitas input data hingga output data yang lengkap. Image processing software ini termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap. Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff dll. Format data vektor yang didukung antara lain format data ErMapper yaitu *.ers. *.shp format file yang menjelaskan feature geometri *.shx format file yang menjelaskan index pada feature geometri *.dbf format dBase yang menjelaskan tentang atribut feature *.prj format file hasil output Database manager meng gunakan query bulder dan fasilitas table (dbf) sedangkan avenue merupa kan fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data.
24
Lanjutan Tabel 1.5 No
Spesifikasi
11
Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing
12
Process ing
Output (layout)
Uraian
Keterangan
On screen digitizing dan register and transform tools Editing : edit theme dan atributnya.
Input (Digitasi on screen), yaitu proses pengubahan data grafis menjadi data grafis digital, dalam struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk point, garis dan area dengan mengguna kan mouse langsung pada komputer. Kesalahan hasil input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada. Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti overlay peta, buffering dsb. Fasilitas layout merupakan fungsi untuk membuat komposisi peta untuk dicetak dalam bentuk hardcopy.
Overlay, buffering, 3D scene dan manipulasi analisis data lainnya. Peta data grafis dan atribut
Format I/O data
Data Raster : *.tiff Format input data yang *.prj mendukung software ArcGIS *.bmp sangat banyak berupa format *.hdr raster dan format vektor. Data Vektor : *.arc *.pnt *.shp *.mif *.dxf *.sdl *.xyz 13 Fasilitas - 3D analyst Fasilitas - fasilitas khusus khusus atau - Image analyst lainnya dapat digunakan dengan fasilitas - Spasial analyst terlebih dahulu membuka lainnya - Edit tools ekstension yang ada. - X-tools - dsb Sumber: Modul Praktikum Pemanfaatan Perangkat Lunak Komputer
1.6.10 Batasan Istilah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 25
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang – Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Negara merupakan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (Undang – Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Rakyat merupakan hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik (Undang – Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Sehat merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri – ciri adanya pohon – pohon yang tumbuh subur dan produktif, siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan
signifikan
oleh
organisme
pengganggu
tumbuhan,
serta
membentuk ekosistem yang khas (Irwanto, 2010). Indeks Vegetasi merupakan indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan (greenness) tanaman, yang merupakan kombinasi matematis antara saluran merah dan saluran inframerah dekat yang digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan. Kombinasi dari formula perbedaan normalisasi dan penggunaan penyerapan dan reflektansi tertinggi klorofil membuat indeks ini baik pada berbagai kondisi. (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005). Structure Insensitive Pigmen Index (SIPI) adalah pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan merupakan pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan sensitivitas indeks untuk rasio karotenoid massal, untuk klorofil sekaligus mengurangi sentivitas terhadap variasi dalam struktur kanopi (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005). Normalized Difference Water Index (NDWI) merupakan indeks vegetasi yang mendeteksi konsentrasi air pada kanopi dimana tumbuhan yang sehat memiliki air pada daun yang tidak berlebihan dan tidak kurang atau daun kering (Vegetation Indices ENVI User’s Guide, 2005).
26
Tabel 1.6 Penelitian Sebelumnya No
Peneliti
Tahun
1
Ersila Agung Wibowo
2008
2
3
Praditya Arif Kusuma
Enggar Putri Rintoarjani
2009
2009
Judul Identifikasi Kerapatan Vegetasi Hutan Pada Citra Landsat 7 ETM+ di Sebagian Kabupaten Merauke Propinsi Papua
Tujuan Penelitian - Mengklasifikasikan tingkat kerapatan vegetasi hutan di Kab. Merauke - Menyajikan informasi dalam bentuk peta hasil identifikasi kerapatan vegetasi hutan di Kab. Merauke
Metode Klasifikasi citra digital, interpretasi citra, digitasi.
Teknologi Transformasi NDVI untuk Pemetaan Kerapatan Vegetasi Pada Kawasan Hutan di Kabupaten dan Kota Magelang, Jawa Tengah
- Melakukan pemetaan kawasan
Pemrosesan citra NDVI, klasifikasi Supervised, penentuan sampel, overlay, perhitungan luas
Teknologi Transformasi NDVI untuk Pemetaan Hutan di Kabupaten Madiun, Jawa Timur
- Aplikasi Landsat 7 ETM+ untuk pemetaan kawasan hutan dengan teknologi transformasi NDVI di Kab. Madiun - Pembuatan informasi spasial yang menggambarkan kawasan hutan di Kab. Madiun
hutan dengan teknologi transformasi NDVI di Kab. Magelang menggunakan data Penginderaan Jauh (Citra Landsat 7 ETM+)
Pemrosesan citra NDVI, klasifikasi Supervised, survei lapangan, overlay
Hasil Penelitian - Peta kerapatan vegetasi hutan sebagian Merauke, wilayah hutan paling luas merupakan kelas hutan kerapatan sedang (56,04%), tinggi (36,89%) dan rendah (7,07%) - Peta penggunaan dan penutup lahan - Luas kerapatan hutan dan luas penutup lahan Peta Kerapatan Vegetasi Pada Kawasan Hutan Kab. Magelang Skala 1:250.000; Sangat Jarang 1,80%; Rapat 77,67%; Sangat Rapat 15,65% dengan daerah terluas berada di Kec. Kajoran 14.596,5 Ha - Peta Penutup Lahan Kab. Madiun Skala 1:250.000 - Peta hutan hasil NDVI dan klasifikasi vegetasi berdasar tingkat kerapatannya, kelas Sangat Rapat terluas 4004,186 Ha, kelas Sedikit Vegetasi terluas 1988,003 Ha
27
Lanjutan Tabel 1.6 No
4
5
Peneliti
Yogi Utomo
Rizka Luthfia
Tahun
2011
2013
Judul Pemetaan Tingkat Kesehatan Hutan Menggunakan Transformasi NDVI, SIPI, CRI 2 dan NDWI Sebagian Kabupaten Purworejo
Tujuan Penelitian - Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk pemetaan kesehatan hutan rakyat - Pemantauan tingkat kesehatan hutan rakyat di Kab. Purworejo
Metode Pemrosesan citra – NDVI, SIPI, CRI 2 dan NDWI, survei lapangan, perhitungan luas hutan sehat dan tidak sehat
Pemanfaatan Citra Landsat – 8 untuk Pemetaan Tingkat Kesehatan Hutan di Sebagian kabupaten Purworejo Menggunakan Transformasi indeks Vegetasi Pada ENVI 4.5
- Mengetahui ketelitian citra Landsat 8 untuk pemetaan kesehatan hutan - Pemantauan persebaran hutan sehat di kawasan hutan rakyat Kabupaten Purworejo
Pemrosesan citra – NDVI, SIPI dan NDWI, survei lapangan untuk mengetahui kerapatan kanopi, perhitungan luas hutan sehat dan tidak sehat
-
-
Hasil Penelitian Peta NDVI, SIPI, CRI 2 dan NDWI sebagian Purworejo Peta tingkat kesehatan hutan sebagian Purworejo Luas hutan sehat dan tidak sehat, jumlah luas hutan sehat tahun 2011 meningkat dibandingkan tahun 2001, dengan kelas sangat sehat 15,61 km2 (2001) menjadi 28,31 km2 (2011) Peta NDVI, SIPI dan NDWI sebagian Purworejo Peta tingkat kesehatan hutan sebagian Purworejo Luas hutan sehat dan tidak sehat
28