BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Banyak kalangan berusaha menggambarkan kondisi tutupan dan penggunaan
lahan dengan memaparkan data, metodologi dan dasar klasifikasi yang berbedabeda dengan hasil yang berbeda pula. Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK (Kepmenhut tahun 1982) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah (RTRWP) memiliki perbedaan terhadap penunjukkan kawasan hutan, di mana RTRWP tahun 2003 telah terdapat banyak perubahan atas kawasan hutan menjadi Kawasan Penggembangan Produksi (KPP) dan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL), di mana berdasar RTRWP suatu wilayah itu sebagai KPPL/KPP sedangkan terhadap wilayah yang sama tersebut berdasar TGHK adalah sebagai kawasan hutan, salah satu penyebabnya adalah penggunaan skala peta yang tidak sesuai dan cenderung dipaksakan sehingga memberikan informasi yang tidak akurat. Hal ini diakibatkan oleh beragamnya data, metode dan dasar klasifikasi yang digunakan oleh masing-masing kalangan. Beragamnya data mengenai kondisi tutupan dan penggunaan lahan tersebut disebabkan belum adanya penerapan standar baku yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi tutupan dan penggunaan lahan, ketersediaan data yang akurat mengenai penutupan lahan dan penggunaan lahan selama kurun waktu tertentu sangat penting untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan jangka panjang. Pulau Kalimantan adalah sebuah areal yang sangat luas, sehingga inventarisasi terestrial membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang sangat besar. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menekan penggunaan biaya, waktu, dan tenaga yang besar tersebut adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunaan citra Aster dari Satelite TERRA. Data dari Aster bermanfaat untuk informasi sumber daya alam dan lingkungan untuk beragam keilmuan di antaranya : geologi, meteorologi, pertanian, kehutanan, studi lingkungan, gunungapi, dan lainnya. Sensor Aster yang dikembangkan oleh 1
Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang ini, merupakan salah satu sensor yang terpasang dalam satelit Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999. Aster memiliki 3 saluran tampak, 5 saluran inframerah termal dan 6 saluran inframerah tengah, serta kualitas fungsi stereoskopik yang lebih tinggi dibandingkan satelit sebelumnya, JERS-1. Pemanfaatan citra untuk klasifikasi penutup dan penggunaan lahan dengan metode maximum likelihood adalah metode klasifikasi teselia yang paling dikenal dan paling banyak digunakan terutama untuk klasifikasi penggunaan lahan (Hagner dan Reese, 2007; Huang et al, 2007; Shalaby dan Tateishi, 2007). Banyak hasil penelitian dengan metode maximum likelihood memberikan hasil akurasi diatas 80%. Metode klasifikasi maximum likehood berdasarkan probabilitas bahwa tiap piksel merupakan bagian dari kelas tertentu. Teori dasar itu mengasumsikan bahwa probabilitas ini tersebar merata di semua kelas dan saluran input memiliki distribusi normal. Metode lain yang bisa gunakan adalah pengolahan data digital yang memanfaatkan teknologi komputer dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST), di mana pada metode ini tidak membutuhkan daerah contoh spektral yang terdistribusi normal (Gaussian statistical distribution). Mustapha et al, 2010 menyatakan JST dapat memberikan hasil akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode maximum likelihood hingga 9%, algoritma ini juga bisa mengatasi masalah piksel campuran pada citra. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan citra Aster VNIR dan SWIR dengan memanfaatkan metode Jaringan Syaraf Tiruan Pemanfaatan data spektral dan data non-spektral kemiringan lereng diharapkan dapat memberikan informasi penggunaan lahan yang lebih akurat dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi. Data kemiringan lereng merupakan faktor penting pada wilayah penelitian. Kemiringan lereng yang cenderung datar dimanfaatkan sebagai pemukiman dan daerah komersial, sementara kemiringan lereng berombak cenderung dimanfaatkan sebagai wilayah perkebunan.
2
1.2
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Keragaman data mengenai kondisi tutupan dan penggunaan lahan
disebabkan belum adanya penerapan satu standar baku yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi tutupan dan penggunaan lahan baik itu skala peta, ketelitian dan akurasi peta. Ketersediaan data yang akurat mengenai penutupan dan penggunaan lahan yang sesuai dengan skala dan tingkat akurasi yang sesuai selama kurun waktu tertentu sangat penting untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan jangka panjang. Data penutup dan penggunaan lahan yang lebih akurat secara spasial inilah yang nanti menjadi salah satu patokan penting bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kemampuan di wilayah tersebut secara maksimal dan berkesinambungan. Pengolahan citra penginderaan jauh dengan memanfaatkan metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk klasifikasi penggunaan lahan ini merupakan salah satu metode yang dianggap efisien dan cepat baik dalam kebutuhan waktu, biaya, dan tenaga, disamping kemampuan metode JST ini sendiri yang mampu mengkombinasikan data spektral dan non-spektral sehingga dapat menghasilkan tingkat akurasi informasi penutup dan penggunaan lahan yang lebih baik dengan skala yang sesuai. Jaringan syaraf tiruan ini juga mampu menyelesaikan persoalan data yang rumit atau sulit diselesaikan dengan menggunakan logika secara komputasional (Arif, 2011). Sementara Samudera, 2007; menyatakan bahwa penggunaan jumlah saluran yang lebih banyak memberikan training RMS yang semakin rendah, namun meningkatkan nilai overall accuracy dan indeks Kappa, sedangkan penggunaan kelas yang lebih banyak menghasilkan nilai training RMS yang lebih tinggi sehingga overall accuracy dan indeks Kappa semakin rendah. Pemanfaatan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) pada penelitian ini diharapkan memberikan jawaban kebutuhan akan informasi tutupan dan penggunaan lahan berdasarkan skala peta dan akurasi yang diijinkan dalam klasifikasi penggunaan lahan yang memberikan manfaat bagi pemerintah daerah untuk perencanaan penataan ruang dengan membandingkan berbagai parameter JST seperti iterasi, waktu pembelajaran, dan jumlah layer tersembunyi. Perbedaaan 3
kombinasi parameter tersebut diharapkan bisa memberikan perbedaan tingkat akurasi, sehingga bisa diperoleh tingkat akurasi paling baik untuk klasifikasi penggunaan lahan dengan memanfaatkan data citra Aster.
Melihat rumusan masalah tersebut, timbulah pertanyaan penelitian : 1.
Seberapa akurat metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan menggunakan citra ASTER VNIR dan SWIR ditambah data non-spektral sebagai data input dalam klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan?
2.
Seberapa besar pengaruh perubahan parameter Jaringan Syaraf Tiruan terhadap
akurasi
tersembunyi,
hasil
waktu
klasifikasi
penggunaan
pembelajaran) di
lahan
(iterasi,
Kecamatan Katingan
layer
Tengah,
Kabupaten Katingan? 3.
Bagaimana sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan?
sehingga penelitian ini mengambil judul : Kajian Jaringan Syaraf Tiruan Berbasis Citra ASTER VNIR dan SWIR dan untuk Klasifikasi Penggunaan Lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah.
1.3
Tujuan Sejalan dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui seberapa akurat metode Jaringan Syaraf Tiruan berbasis citra ASTER VNIR dan SWIR ditambah data non-spektral dalam klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan
2.
Mengkaji seberapa besar pengaruh perubahan parameter Jaringan Syaraf Tiruan terhadap akurasi hasil klasifikasi penggunaan lahan (iterasi, layer tersembunyi,
waktu
pembelajaran) di
Kecamatan Katingan
Tengah,
Kabupaten Katingan
4
3.
Memudahkan Inventasisasi sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan
1.4
Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian penggunaan lahan untuk ini adalah
sebagai berikut: 1.
Tingkat akurasi tertinggi metode Jaringan Syaraf Tiruan berbasis citra ASTER VNIR dan SWIR diambah data non-spektral sebagai data input dalam klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan
2.
Hasil evaluasi kemampuan metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan perubahan parameter JST (iterasi, layer tersembunyi, waktu pembelajaran) terhadap akurasi hasil klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan
3.
Peta Tutupan dan penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.
Untuk mengetahui kinerja metode klasifikasi non parametrik Jaringan Syaraf Tiruan dalam kajian klasifikasi Tutupan dan penggunaan lahan
2.
Dapat dijadikan acuan dalam pengembangan sistem pengenalan pola dengan memanfaatkan data penginderaan jauh
3.
Memberikan gambaran tentang Tutupan dan penggunaan lahan wilayah kajian sehingga dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam tindakan perencanaan dan menetapkan kebijakan pembangunan.
5
1.6
Fokus Penelitian Penelitian difokuskan untuk mengkaji Jaringan Syaraf Tiruan sebagai salah
satu metode untuk pengambilan keputusan dalam klasifikasi Tutupan dan penggunaan lahan secara spasial dan penggunaan data non-spektral, bukan pada kajian evaluasi Tutupan dan penggunaan lahan pada wilayah yang menjadi lokasi penelitian.
1.7
Keaslian Penelitian Pemanfaatan metode JST telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya,
seperti Buono et al, 2004; Kuplich, 2006; Samudra, 2007; Mustapha, 2010 dan Arif, 2011. Meskipun obyek yang diteliti berbeda, daerah kajian berbeda dan waktu yang berbeda, ada kesamaan dari masing-masing peneliti yaitu menguji metode klasifikasi dengan JST. Beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam pemanfaatan metode JST ini adalah: (1) Eksperimen terhadap parameter JST dengan melakukan simulasi parameter input, sehingga dihasilkan metode backpropagation yang memiliki keakuratan lebih tinggi dibanding dengan alogaritma lainnya dengan tingkat pembelajaran (learning rate) lebih kecil untuk menjaga kestabilan pelatihan jaringan, sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi yang dikembangkan Danoedoro, 2009 dan (2) Mengggabungkan data spasial dan data non spasial dalam proses klasifikasi. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu yaitu penggunaan metode JST dan penggabungan data spektral dan non-spektral seperti penelitian (Arif, 2011). Namun dalam penelitian tersebut menggunakan citra ALOS AVNIR-2 sebagai sumber data, sementara penelitian tesis ini menggunakan citra Aster. Parameter yang digunakan juga berbeda. Setiap parameter berpengaruh pada pemilihan training area yang nantinya akan dilatih sebagai data input menggunakan metode JST. Persamaan dan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya terlihat seperti pada tabel 1.1. Melihat penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keaslian penelitiaan ini adalah sebagai berikut : 6
1.
Daerah kajian, yaitu Kecamatan Katingan, belum pernah dilakukan penelitian mengenai klasifikasi Tutupan dan penggunaan lahan dengan memanfatkan Penginderaan Jauh dengan penggabungan data spektral dan non-spektral sebagai input
2.
Kajian Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk Tutupan dan penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan belum pernah dilakukan
3.
Informasi berupa peta sebaran spasial Tutupan dan penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah belum tersedia
7
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Agus Buono et Klasifikasi Penutup Ͳ Mempelajari dan memahami al. (2004) dan Penggunaan JST Model Probalistic Neural Lahan pada Network (PPN) Multispectral Ͳ Mengetahui pengaruh Image dari Landsat perubahan besar smoothing TM menggunakan parameter terhadap keakuratan Probabilistic hasil klasifikasi Neural Network Ͳ Mengetahui keakuratan hasil klasifikasi PPN untuk citra multispektral Ͳ Mengklasifikasikan pengunaan lahan pada citra multispektral daerah Cengkareng menggunakan PPN Ͳ Membandingkan akurasi hasil klasifikasi PPN dengan analisa diskriminan Kuplich, TM Classifying Ͳ MengklasikasikanTingkat (2006) Regenerating Regenerasi Hutan di Amazon Forest menggunakan Citra Stage in Amazonia Penginderaan Jauh dan JST Using Remotely Sensed Images and Neural Network
Penulis
Tabel 1.1 Penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan Hasil
Citra Landsat TM (3 band) dan JERS-1 SAR (17 band). Klasifikasi metode JST dengan parameter, jumlah hidden layers, jumlah iterasi, training rate dan training momentum. dan proses penggabungan data
8
Akurasi hasil klasifikasi dari penggabungan data spektral dari Landsat TM dan JERS-1 SAR lebih tinggi dibandingkan dengan hasil klasifikasi dari JERS-1SAR, yaitu sebesar 86,75% dengan 6 (enam) klas penutup lahan.
Metode JST Probalistic Akurasi penggunaan lahan Neural Network dan dan penutupan lahan analisis Diskriminan menggunakan PPN adalah 64,2% pada jumlah training 84 piksel dan besar smoothing parameter (h) = 0,9 Sedangkan analisis diskriminan hanya berakurasi 54,3%
Metode Penelitian
Muhammad bahrudin (2009)
Kajian pemanfaatan Ͳ Mengkaji kemampuan citra Citra Landsat 7 landsat 7 ETM+ untuk ETM+ dan Sistem memperole parameter lahan Informasi Geografis yang digunakan untuk penyusun untuk pengembangpeta kesesuaian lahan an komoditas Ͳ Menganalisa dan menyusun peta tanaman padi dan bentuklahan, peta kemiringan kelapa sawit di lereng dan peta penggunaan Kec. Kuala Cenaku, lahan skala 1 : 100.000 Kabupaten Indragiri Ͳ Menyusun peta pengembangan Hulu, Provinsi Riau komoditi tanaman padi dan
Imanda Surya Kajian Kemampuan Ͳ Mengetahui akurasi hasil Samudra (2007) Metode Jaringan klasifikasi lahan dengan JST Syaraf Tiruan untuk Multi Layer Perceptron (MLP) klasifikasi penutup terawasi dengan algoritma lahan dengan pembelajaran rambat balik menggunakan citra Ͳ Mengetahui akurasi hasil aster klasifikasi penutup lahan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Multi Layer Perception (MLP) terawasi dengan algoritma pembelajaran Rambat Balik (backpropagation) jika di padukan dengan data spasial nonspektral.
9
spektral Landsat TM dan JERS-1 SAR Ͳ Supervised classification Ͳ Semakin banyak saluran JST dengan 15 simulasi citra digital yang digunakan parameter menggunakan maka training RMS citra Aster semakin rendah, begitu sebaliknya Ͳ Klasifikasi 9 saluran, 3 saluran, 4 saluran, 9 Ͳ Akurasi dan indeks Kappa saluran dengan data nonpada hasil klasifikasi spektral DEM+slope, 9 dengan metode JST adalah saluran + DEM, 9 saluran 39,0123% - 78,3951% dan + Slope dan jumlah kelas dari adalah 0,3714 - 0,7738. yang berbeda (27 kelas Ͳ melihat akurasi dan indeks dan 34 kelas). Kappa maka hasil Ͳ Klasifikasi dengan klasifikasi dengan metode metode Maximum Maximum Likelihood lebih Likelihood unggul dibandingkan metode JST Ͳ Metode overlay atau Ͳ Peta kesesuaian lahan tumpang sususn tanaman padi dan kelapa sawit Ͳ Metode matching untuk kesesuaian lahan Ͳ Peta pengembangan tanaman padi dan kelapa sawit
10
kelapa sawit yang ada didaerah penelitian skala 1 : 100.000 Mustapha, M.R Klasifikasi Ͳ Akurasi terbaik untuk tutupan Ͳ Metode Maximum Ͳ Metode JST memberikan (2010) penggunaan lahan lahan dengan metode Maximum Likelihood dan JST akurasi yang lebih baik, dengan Likelihood dan JST dengan citra ALOS yaitu 89,3% dibandingkan membandingkan metode Maximum metode Maximum Likelihood dengan akurasi Likelihood dan JST hanya sebesar 80,9% di Mekah, Arab Ͳ Perbedaan tingkat akurasi Saudi, dikarenakan kemampuan menggunakan citra JST dalam mengatas ALOS masalah piksel campuran Ͳ Metode JST mampu mengurasi piksel speckle yang biasa terjadi pada tutupan lahan yang terlalu beragam seperti daerah urban Nursida Arif Kajian Jaringan Ͳ Mengetahui akurasi hasil Ͳ Jaringan syaraf tiruan Ͳ Akurasi hasil klasifikasi (2011) Syaraf identifikasi lahan kritis dengan menggunakan dengan 4 saluran adalah Tiruan untuk menggunakan Jaringan Syaraf algoritma back62,50%, dengan 5 saluran Identifikasi Tiruan (JST) dengan algoritma propagation dan Citra adalah 54,17% dan dengan Lahan Kritis back-propagation jika ALOS 7 saluran adalah 83,33% Menggunakan Citra melibatkan data Penginderaan Ͳ Banyaknya saluran yang ALOS Jauh (PJ) dan non PJ dalam digunakan untuk eksekusi identifikasi lahan kritis metode JST, mempengaruhi nilai training RMS, akurasi Ͳ Mengetahui pengaruh perubahan parameter yang dan indeks Kappa berbeda pada jaringan terhadap Ͳ Penambahan saluran dan
Didit Wahyudi, 2012
Kajian Jaringan Ͳ Untuk mengetahui seberapa Ͳ Jaringan syaraf tiruan Syaraf Tiruan menggunakan algoritma akurat metode Jaringan Syaraf berbasis Citra back-propagation dan Tiruan berbasis citra ASTER ASTER VNIR, pemanfaatan data VNIR dan SWIR ditambah data SWIR untuk spektral dan nonnon-spektral dalam klasifikasi Klasifikasi Tutupan spektral sebagai input penggunaan lahan di Kec. dan penggunaan Katingan Tengah, Kab. lahan di Kecamatan Katingan Katingan Tengah, Ͳ Mengkaji seberapa besar Kabupaten pengaruh perubahan parameter Katingan, Provinsi Jaringan Syaraf Tiruan terhadap Kalimantan Tengah akurasi hasil klasifikasi penggunaan lahan (iterasi, layer tersembunyi, waktu pembelajaran) di Kec. Katingan Tengah, Kab. Katingan. Ͳ Memudahkan Inventasisasi sebaran penggunaan lahan di Kec. Katingan Tengah, Kab. Katingan menggunakan metode JST
akurasi hasil identifikasi lahan kritis
11
data pelatihan harus disertai pula dengan penambahan iterasi untuk mendapatkan akurasi lebih tinggi Ͳ Tingkat akurasi tertinggi metode JST Tiruan berbasis citra ASTER VNIR dan SWIR diambah data non-spektral sebagai data input dalam klasifikasi penggunaan lahan di Kec. Katingan Tengah, Kab. Katingan Ͳ Hasil evaluasi kemampuan metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan perubahan parameter JST (iterasi, layer tersembunyi, waktu pembelajaran) terhadap akurasi hasil klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan Ͳ Peta Tutupan dan penggunaan lahan di Kec. Katingan Tengah, Kab. Katingan menggunakan metode JST
1.8
Daerah Penelitian Pemilihan daerah kajian adalah wilayah administrasi Kecamantan Katingan
Tengah yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah serta termasuk dalam pusat wilayah pengembangan perkotaan dan kehutanan.
1.8.1. Kondisi Umum Kecamatan Katingan Tengah secara administrasi terdiri dari 15 desa, dengan batasan wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kecamatan Sanaman Mantikei dan Kecamatan Marikit
Sebelah selatan
: Kecamatan Pulau Malan
Sebelah timur
: Kotamadya Palangkaraya
Sebelah barat
: Kabupaten Kota Waringin Timur
Kabupaten Katingan terletak di Daerah Aliran Sungai Katingan dan merupakan daerah dataran banjir yang sering tergenang, berawa-rawa dengan tanahnya yang bersifat asam dan organik. Berdasarkan letak ketinggian dari permukaan laut, Kabupaten Katingan dapat dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu (1) 0-7 m dengan luas wilayah 1.200,3 Km2 atau 11,16% dari luas Kabupaten Katingan. Topografi pada ketinggian ini bentuknya datar sampai bergelombang; (2) 100-500 m dengan luas wilayah 1.052,93 Km2 atau 9,79% dari luas Kabupaten Katingan; (3) > 500 m dengan topografi berbukit sampai bergunung luasnya lebih dari 40% dari luas Kabupaten Katingan dan merupakan daerah dengan potensi erosi sangat tinggi. Kemiringan lereng Kabupaten Katingan terbagi atas : (1) 0-15%, meliputi 14.422,35 Km2 atau 71,04% dari total luas Kabupaten Katingan; (2) > 40% penyebarannya terkonsentrasi di bagian utara, dimana wilayahnya terletak pada ketinggian lebih dari 500 m dari permukaan laut. Kabupaten Katingan beriklim panas dan lembab, suhu maksimum berkisar 36° C dan suhu minimum 33° C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan 12
Agustus dan suhu minimum terjadi pada bulan September. Rata-rata kecepatan angin berkisar antara 4-6 knot. Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan September. Intensitas penyinaran matahari rata-rata pertahun cukup tinggi (53%) dan sumber daya air yang cukup banyak (8,76% dari luas Kabupaten Katingan), sehingga menyebabkan tingginya penguapan yang menimbulkan awan aktif/tebal sepanjang tahun. Curah hujan di Kabupaten Katingan mulai dari wilayah bagian selatan hingga hingga wilayah bagian utara menjadi semakin meningkat dengan jumlah curah hujan 3000 mm/tahun. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember-Maret dengan jumlah hari hujan 202 hari, Sedangkan bulan kering/kemarau jatuh pada Juli sampai dengan September. Luas Kecamatan Katingan Tengah secara keseluruhan adalah 1.089 km2 atau 6,12% dari wilayah Kabupaten Katingan (17.800 km2) dan terletak antara 112o46’01.2”-113o17’56.4” Bujur Timur di antara 1o22’08.5”-1o45’02.2’ Lintang Selatan (Sumber : Katingan dalam Angka Tahun 2011). Jenis tanah di Kecamatan Katingan Tengah didominasi oleh jenis padsolik merah kuning, namun di beberapa bagian terdapat jenis tanah alluvial, organosol, lithosol, dan sebagainya. Jenis tanah ini terbentuk dari batuan beku, sedimen atau metamof yang bersifat masam maupun basa, tanah jenis ini dianggap baik untuk sawah dan pertanian lahan kering.
1.8.2. Penggunaan Lahan Intensitas penggunaan lahan di Kecamatan Katingan tengah bila dikaitkan dengan upaya pengembangan fisik kota menunjukkan bahwa tidak semua wilayah terpakai untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat kekotaan. Pertambahan ruang kegiatan perkotaan sampai dengan 2013 adalah sebesar 4,02 km2 dari 88,5 km2 lahan terbangun yang ada sehingga masih memiliki sisa lahan cadangan yang tidak termasuk perairan (Sumber : PDRB Kabupaten Katingan, 2010) Penggunaan lahan pada tahun 2009 menurut jenisnya dibedakan menjadi sawah seluas 30,75 km2, bangunan/pekarangan seluas 25,05 km2, hutan rakyat 1.033,2 km2. (Sumber : Kecamatan Katingan Tengah dalam Angka tahun 2010) 13
Pada tahun 2011 penggunaan lahan di Kecamatan Katingan Tengah dibandingkan dengan luas wilayah Kecamatan Katingan tengah dibedakan menjadi Hutan tanaman industri 0,55%, Danau 1,03%, Hutan Dataran Tinggi 18,72%, Hutan Rawa Primer 17,25%, Ilalang dan Semak 8,75%, Pemukiman 0,32%, Perkebunan 0,34%, pertanian lahan kering campuran 3,15% Rawa 3,22% dan tanah kering tidak produktif sebesar 41,63%. Beberapa kawasan kota Tumbang Samba juga ditetapkan sebagai kawasan lindung yang dianggap sebagai kawasan terbuka hijau yang berperan sebagai paru-paru kota dan daerah pembatas pengembangan fisik kota (Sumber : Bappeda Kabupaten Katingan, 2012)
14