BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembelajaran
matematika
adalah
pemecahan
masalah,
sehingga
kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa adalah standar minimal tentang pengetahuan,
keterampilan,
sikap
dan
nilai-nilai
yang
terefleksi
pada
pembelajaran matematika dengan kebiasaan berfikir dan bertindak memecahkan masalah (Titin 2011). Kecenderungan pembelajaran matematika saat ini adalah pembelajaran yang memusatkan pada keterlibatan siswa secara aktif. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah masih berjalan konvensional. Banyak guru matematika yang mendominasi pembelajaran sehingga aktivitas siswa cenderung kurang. Menurut Sanjaya (2006) Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Akibatnya anak akan cenderung tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk berfikir kritis dan sistematis. Maka dari itu perlu adanya strategi pembelajaran yang tepat digunakan oleh seorang guru, supaya proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan dengan baik dan siswa akan menjadi lebih aktif. Adapun beberapa langkah untuk pencapaian standar proses pendidikan, seorang guru harus meningkatkan kemampuan professional saat mengajar, mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran, dan paling penting seorang guru harus memiliki ketrampilan dasar untuk mengajar supaya tujuan pembelajaran bisa dicapai dengan baik. Observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada semester ganjil tahun Ajaran 2014-2015. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, ternyata. Kebanyakan siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru yang sedang menjelaskan di depan kelas. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika karena dalam proses belajar mengajar interaksi hanya berlangsung satu arah dari guru ke siswa. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 1
2
Hal ini bisa mengakibatkan siswa jadi tidak bisa memahami konsep yang sedang mereka pelajari dan akan berdampak juga terhadap hasil belajar mereka. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Sesuai dengan pernyataan (Abdurrahman, 2002) bahwa: Dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran matematika diperlukan suatu model pembelajaran yang bervariasi. Artinya dalam penggunaan model pembelajaran tidak harus sama untuk semua pokok bahasan, sebab dapat terjadi suatu model pembelajaran tertentu cocok untuk satu pokok bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain. Munculnya permasalahan yang terjadi diatas sudah sewajarnya terjadi pada proses pembelajaran, perlu adanya penanganan yang harus dilakukan oleh seorang guru supaya permasalahan yang terjadi bisa ditangani dengan baik. Karena pada dasarnya seorang guru merupakan salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan disekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila, yang cakap, aktif, dan mandiri. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di SMPN 2 Ngimbang Lamongan, informasi yang didapat dari guru matematika kelas VIII bahwa, pada materi Fungsi siswa sering mengalami kesulitan dan kesalahan dalam mengerjakan soal-soal latihan, bisa jadi itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman dari siswa saat menerima pelajaran. Proses pembelajaran disekolah ini masih teacher centered atau bisa dibilang pengajaran terpaku pada guru. Guru jarang menggunakan media atau alat pembelajaran yang juga seharusnya melibatkan siswa dalam penggunaanya. Hal ini menimbulkan siswa kurang memiliki kreatifitas dalam belajar matematika. Proses belajar yang cenderung siswa pasif hanya membuat siswa merasa tidak senang terhadap matematika dan bosan terhadap pelajaran matematika.
3
Salah satu cara model pembelajaran yang efektif untuk merubah siswa dari pasif menjadi aktif yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif siswa bisa bertukar fikiran sesuai kemampuan dengan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda (Yusuf, 2009). Menurut Slavin (2007), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif ini guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi. Sedangkan Menurut Ibrahim (2000:12) pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model tersebut sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan ke mampuan kerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Apabila model pembelajaran kooperatif diterapkan yang disertai pengajaran strategi belajar kepada siswa dalam memahami suatu materi pelajaran, maka siswa selain mampu bekerjasama dan saling membantu sesamanya, siswa juga mahir dan dapat memonitor dalam belajar secara mandiri dan dapat memonitor dalam belajar mereka melalui temannya maupun melalui guru. Berbagai paparan permasalahan yang sudah dipaparkan, guru harus lebih kreatif lagi dalam menerapkan model pembelajaran yang tidak mudah membuat siswa jenuh dalam menerima pelajaran yang nantinya akan mempengaruhi hasil belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together merupakan model yang dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang memiliki konsep memberdayakan peserta didik untuk aktif dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif dikenal berbagai tipe, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Menurut Kunandar (2007), NHT merupakan tipe pembelajaran dengan melibatkan semua siswa dalam membahas materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan menguji pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut dengan menggunakan struktur empat langkah yaitu penomoran (Numbering), pengajuan pertanyaan (Questioning), berfikir bersama (Head Together), dan pemberian jawaban (Answering)..
4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhlisah 06320066 (2011) dengan judul Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pelajaran matematika di kelas VIII SMP Muhammadiyah 06 Dau malang tahun pelajaran 2010/2011. Guru dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi kubus dan balok dengan baik. Dengan rata-rata presentase keterlaksanaan pembelajaran selama tiga kali pertemuan adalah 77,778. Aktivitas siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikategorikan baik, dengan rata-rata presentase aktivitas siswa selama tiga kali pertemuan adalah 74,99%. Siswa mempunyai tanggapan positif terhadap pembelajaran kooperatif tipe NHT, ini ditunjukkan dengan respon siswa sebesar 74,730%. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilakukan termasuk ke dalam kategori tuntas, karena nilai ketuntasan hasil belajar siswa 77,41%. Sedangkan pendekatan Saintifik yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan
mengomunikasikan
(Triana
2014).
Model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik mengarahkan siswa belajar dengan cara mengkontruksi pengetahuan yang diperoleh dari belajar sendiri dan bertukar pikiran dengan teman kelompoknya. Siswa akan memperoleh pengetahuan dari bertanya dan berbagai sumber informasi yang lain. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran termasuk pelajaran matematika. Berdasarkan uraian diatas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Pendekatan Saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan”.
1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan?
5
b. Bagaimana aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan? c. Bagaimana ketuntasan hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan?
1.3 Tujuan . a. Untuk mendiskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan. b. Untuk mendiskripsikan aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan. c. Untuk mendiskripsikan prestasi belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilaksanakan penelitian ini diharapkan hasilnya bermanfaat, antara lain sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis: 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai metode pembelajaran dalam pengajaran matematika. 2. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik pada pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan tahun ajaran 2014/2015.
6
b. Manfaat Praktis: 1. Bagi Peneliti, Menambah wawasan, pengetahuan dan ketrampilan peneliti khususnya yang terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik. 2. Bagi Guru, Penelitian ini digunakan sebagai salah satu masukan bagi guru matematika
dalam
memperluas
wawasan
pengetahuan
mengenai
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik serta sebagai alternatif strategi belajar mengajar dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Bagi Siswa, Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan semangat kerjasama antar siswa, meningkatkan aktivitas belajar kooperatif dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika.
1.5 Pembatasan Masalah a. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Ngimbang Lamongan Semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. b. Materi yang dibahas adalah adalah sub materi tentang Fungsi.
1.6 Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini dikemukakan beberapa batasan istilah sebagai berikut. a. Pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik adalah suatu tekhnik atau cara yang digunakan oleh guru yang memberikan fasilitasfasilitas bagi siswa dalam memahami isi suatu materi dalam pembelajarannya mencakup komponen mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. b. Aktivitas guru adalah sejumlah keterlibatan tingkah laku guru yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran, baik itu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik maupun keterampilan kooperatif oleh siswa.
7
c. Aktivitas siswa diartikan sebagai sejumlah keterlibatan serta kegiatan siswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik. d. Ketuntasan belajar siswa adalah pencapaian minimal yang ditetapkan bagi setiap unit bahan ajar baik secara individual maupun klasikal berdasarkan skor hasil tes. Kriteria ketuntasan belajar siswa yaitu: 1. Ketuntasan individu, apabila siswa telah mencapai skor = 73 dari skor 100. 2. Ketuntasan klasikal (kelas), apabila terdapat lebih dari 75 % jumlah siswa dikelas yang telah mencapai keefektifan belajar (Depdiknas, 2002:128)