BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah secara efektif dan efisien diperlukan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Sesuai Amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun, dan RPJMD merupakan bagian yang terintegrasi dengan RPJPD, yang mengindikasikan bahwa penyusunan RPJMD hendaknya selaras dan berkelanjutan untuk mencapai visi dan misi RPJPD. Mempedomani Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025, visi RPJPD Provinsi Sumatera Barat adalah: “Menjadi Provinsi Terkemuka Berbasis Sumberdaya Manusia Yang Agamais Pada Tahun 2025”. Untuk dapat mewujudkan visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 secara bertahap, jelas dan kongkrit diperlukan pentahapan pembangunan daerah dan skala prioritas untuk masingmasing periode 5 (lima) tahunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2020 ( Tahap III dari RPJPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025) merupakan kesinambungan dari pembangunan lima tahun sebelumnya dengan arah pembangunan dan skala prioritas pembangunan ditujukan pada pemantapan landasan pembangunan secara menyeluruh dengan penekanan kepada peningkatan daya saing produk dan hubungan
1
regional terutama dengan provinsi tetangga, dengan meningkatkan produktivitas, kualitas produk dan efisiensi usaha dengan menggunakan teknologi maju sehingga kesejahteraan masyarakat semakin membaik, mengembangkan sektor pariwisata dan industri kecil lainnya. Untuk mewujudkan harapan tersebut maka dalam penyusunan RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2020 berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan teknokratis, politis, partisipatif serta top down dan bottom up. Pendekatan teknokratis dalam perencanaan pembangunan daerah menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah. Metoda dan kerangka berpikir ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis terkait perencanaan pembangunan berdasarkan bukti fisis, data dan informasi yang akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam upaya untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dengan pendekatan teknokratik, maka pada Tahun 2014 dilaksanakan kegiatan Studi Pendahuluan (Background Study) RPJMD 2015-2020. Pendekatan teknokratik dengan menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah antara lain digunakan untuk: a.
b. c. d. e. f.
1.2.
Mengumpulkan data dan informasi kondisi saat ini, yang merupakan review terhadap hasil evaluasi, meliputi aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah; Merumuskan peluang dan tantangan yang mempengaruhi capaian sasaran pembangunan daerah; Merumuskan permasalahan dan isu-isu strategis pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat; Merumuskan tujuan, sasaran, strategi, dan implikasi kebijakan pembangunan daerah; Merumuskan kriteria untuk dapat memunculkan program-program yang diprioritaskan, menyusun prioritas program dan indikator; Memproyeksikan kemampuan keuangan daerah dan sumber daya lainnya berdasarkan perkembangan kondisi makro ekonomi. Maksud Dan Tujuan
1.2.1. Maksud Maksud dari pelaksanaan penyusunan Background Study RPJMD Tahun 2015-2020 adalah menyiapkan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik sebagai langkah awal dalam tahapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahap III 2015-2020 dari RPJPD Tahun 2005-2025.
2
1.2.2. Tujuan 1.
Mengumpulkan data dan informasi kondisi saat ini, yang merupakan review terhadap hasil evaluasi, meliputi aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah;
2.
Merumuskan permasalahan dan isu-isu strategis pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat.
3.
Merumuskan tujuan, sasaran, strategi pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat;
4.
Memproyeksikan kemampuan keuangan daerah dan sumber daya lainnya berdasarkan perkembangan kondisi makro ekonomi;
5.
Merumuskan kriteria untuk dapat memunculkan program-program yang diprioritaskan, menyusun prioritas program dan indikator.
1.3.
Keluaran
dan
kebijakan
Keluaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan penyusunan Background Study RPJMD Tahun 2015-2020 adalah potret kekinian Provinsi Sumatera Barat dan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahap III dari RPJPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025 atau RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2020 meliputi: 1. Tersedianya data dan informasi kondisi saat ini yang merupakan review terhadap hasil evaluasi; 2. Tersedianya rumusan permasalahan dan isu-isu strategis; 3. Tersedianya rumusan tujuan, sasaran, strategi dan implikasi kebijakan pembangunan daerah; 4. Tersedianya kriteria untuk dapat memunculkan program-program yang diprioritaskan, menyusun prioritas program dan indikator; 5. Tersedianya proyeksi kemampuan keuangan daerah dan sumber daya lainnya berdasarkan perkembangan kondisi makro ekonomi. 1.4. Manfaat Manfaat utama yang diharapkan dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan penyusunan Background Study RPJMD Tahun 2015-2020 adalah sebagai bahan acuan secara teknokratik dari rencana pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat lima tahun ke depan (RPJMD Tahun 2015-2020). 1.5.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan Backgroun Study RPJMD Tahun 2015-2020 meliputi:
3
1.
Review terhadap hasil evaluasi RPJMD Tahap II (kondisi saat ini);
2.
Merumuskan permasalahan dan isu-isu strategis;
3.
Merumuskan tujuan, pembangunan daerah;
4.
Mereview dan memproyeksikan kemampuan keuangan daerah dan sumber daya lainnya;
6.
Merumuskan kriteria untuk dapat memunculkan program-program yang diprioritaskan;
7.
Merumuskan prioritas program dan indikator.
sasaran,
strategi
dan
kebijakan
1.6. Metodologi 1.6.1. Jenis Studi Background studi RPJMD ini merupakan sebuah studi deskriptif yang menggambarkan profil pembangunan Provinsi Sumatera Barat saat ini. Selain itu, sampai batas tertentu, studi ini juga termasuk studi eksploratif karena menggali potensi sumberdaya dan mengidentifikasi peluang pembangunan yang dapat diraih dalam lima tahun kedepan, dengan mengurangi kelemahan dan mengatasi tantangan yang dihadapi Sumbar selama ini. Sesuai tujuannya, hasil studi ini akan menjadi landasan pertimbangan atau basis pemikiran bagi semua stakeholders terutama pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan Sumatera Barat dalam lima tahun mendatang melalui RPJMD tahap III, sebagai rangkaian RPJP Daerah periode 2005-2025. Studi deskriptif yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sehingga diperoleh informasi yang lebih baik tentang pokok permasalahan guna menemukan pemecahan masalah pembangunan yang dialami Sumatera Barat, sehingga dapat mengantarkan Sumatera Barat ke era peningkatan daya saing daerah selama lima tahun mendatang 1.6.2. Data dan Sumber Data Sesuai dengan jenis studi yang dipilih, maka data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama, yakni dari informan kunci yang berasal dari SKPD lingkup Provinsi, Kab/Kota dan pelaku pembangunan (stakeholder) terkait lainnya, yaitu Ninik Mamak, Bundo Kanduang, Cerdik Pandai, Perguruan Tinggi, Pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Media Massa, yang ada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Data sekunder dalam studi ini berupa data yang terdokumentasi baik berupa laporan, hasil studi, maupun dokumen rencana. Sumber data sekunder diperoleh dari dokumen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD), Midterm Review RPJMD 2010-2015, Rencana Aksi Daerah (RAD)-
4
Gas dan Rumah Kaca (GRK), RAD-Lingkungan Hidup (LH), RAD-Millenium Development Goals (MDGs), RAD-Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABSSBK), Masterplan Infrastruktur, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Sumatera Barat (MP3ESB), Roadmap Penguatan SIDa, dan dokumen lainnya dari SKPD terkait. 1.6.3. Teknik Pengumpulan Data dan Informasi Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan 5 cara, yaitu: 1) Review dokumen, 2) Focus Group Discussion (FGD), 3) Indepth interview, 4) Studi kasus, 5) Konsinyering, 6) Lokakarya. 1.6.4. Metroda Analisis Data Dua kombinasi analisis data yang digunakan, yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis content. Analisis statistic deskriptif berupa crosstabulation (tabulasi silang) dilakukan terhadap data kuantitatif. Analisis content dilakukan mengacu pada hasil review dokumen sehubungan dengan arah kebijakan pembangunan daerah.
5
Pengumpulan Data Data Sekunder5 Tahun Terakhir
Data Primer
1. Dokumen Perencanaan (,RPJPD, RPJMN,RPJMD RTRW dan RTRW Provinsi lainnya , Dok. Teknis)
Teknik Pengumpulan Data 1. Indepth Interview 2. FGD/Lokakarya (Terkait permasalahan, program,kebijakan, pendanaan, peluang dan hambatan, Isu-isu Strategis)
2. Dukungan data dari SKPD/ Instansi/Lembaga terkait
Analisis Data
Deskriptis Analitis (Kuantitatif dan Kulitatif)
Review Hasil Evaluasi Kinerja
Review Hasil Evaluasi Kinerja RPJMD 2010- 2015Program dan Kegiatan>< Fakta Lapangan Review HasilEvaluasi Kinerja Bidang Teknis (diluar RPJMD tetapi menjadi penentu program prioritas pembangunan kedepan
Telaah Dokumen Perencanaan
Isu-isi Strategis
1. RPJPD Prov. Sumbar 2. Dokumen RTRW Provinsi & RPJMD Provinsi Tetangga 3. Dokumen RPJMN 2015 – 2019
- Bidang Teknis Lingkup Bidang Ekonomi - Bidang Teknis Lingkup Bidang PWLH - Bidang Teknis Lingkup Bidang Sosbud
Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah
Keuangan daerah
Rumusan Prioritas Program Pembangunan dan Indikator
Gambar 1.1 Bagan Alir Metoda dan Kerangka Pikir Penyusunan Background Study RPJMD Tahun 2015 – 2020 1.7.
Dasar Hukum
1.
Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan UndangUndang Darurat No. 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan DaerahDaerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi Undang-Undang Jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979;
2.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ;
3.
Undang-undang Nomor : 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
4.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
5.
Undang-Undang No. 10 Tahun Peraturan Perundang-Undangan;
6
2004
tentang
Pembentukan
6.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
7.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ;
8.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah;
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
11.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
12.
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang RPJPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025;
13.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 79)
14.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2015;
15.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014.
1.8.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Bab II KONDISI SAAT INI DAN ISU STRATEGIS 2.1. Kondisi Saat Ini 2.1.1. Sosial Budaya 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Kemiskinan 4. Agama 5. Pemuda dan Olah Raga 6. Kebudayaan
7
7. 8. 9.
Perpustakaan Pemberdayaan perempuan dan anak Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)
2.1.2. Ekonomi 1. Ekonomi Makro 2. Penanaman Modal 3. KUKM 4. Ketenagakerjaan 5. Pertanian 6. Kehutanan 7. Pariwisata 8. Kelautan dan Perikanan 9. Perindustrian dan Perdagangan 2.1.3. Infrastruktur 1. Sarana dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum) 2. Perumahan 3. Penataan Ruang 4. Transportasi 5. Kebencanaan 6. Komunikasi dan Informatika 2.1.4. Sumberdaya Alam 1. Lingkungan hidup 2. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kehutanan 2.1.5. Pemerintahan 1. Perencanaan Pembangunan 2. Kependudukan dan catatan sipil 3. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 4. Pemberdayaan masyarakat dan desa 5. Pertanahan 2.2. Isu-Isu Strategis 2.2.1. Sosial Budaya 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Kemiskinan 4. Agama 5. Pemuda dan Olah Raga 6. Kebudayaan 7. Perpustakaan 8. Pemberdayaan perempuan dan anak 9. Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)
8
2.2.2. Ekonomi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ekonomi Makro Penanaman Modal KUKM Ketenagakerjaan Pertanian Pariwisata Kelautan dan Perikanan Perdagangan Perindustrian dan Perdagangan
2.2.3. Infrastruktur 1. Sarana dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum) 2. Perumahan 3. Penataan Ruang 4. Transportasi 5. Kebencanaan 6. Komunikasi dan Informatika 2.2.4. Sumberdaya Alam 1. Lingkungan hidup 2. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kehutanan 2.2.5. Pemerintahan 1. Perencanaan Pembangunan 2. Kependudukan dan catatan sipil 3. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 4. Pemberdayaan masyarakat dan desa 5. Pertanahan BAB III TAHAPAN, TUJUAN DAN SASARAN 3.1. 3.2. 3.2.1
Tahapan Tujuan dan Sasaran Sosial Budaya 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Kemiskinan 4. Agama 5. Pemuda dan Olah Raga 6. Kebudayaan 7. Perpustakaan 8. Pemberdayaan perempuan dan anak 9. Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)
9
3.2.2. Ekonomi 1. Ekonomi Makro 2. Penanaman Modal 3. KUKM 4. Ketenagakerjaan 5. Pertanian 6. Pariwisata 7. Kelautan dan Perikanan 8. Perdagangan 9. Perindustrian 3.2.3. Infrastruktur 1. Sarana dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum) 2. Perumahan 3. Penataan Ruang 4. Transportasi 5. Kebencanaan 6. Komunikasi dan Informatika 3.2.4. Sumberdaya Alam 1. Lingkungan hidup 2. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kehutanan 3.2.5. Pemerintahan 1. Perencanaan Pembangunan 2. Kependudukan dan catatan sipil 3. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 4. Pemberdayaan masyarakat dan desa 5. Pertanahan BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1.
4.2.
10
Sosial Budaya 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Kemiskinan 4. Agama 5. Pemuda dan Olah Raga 6. Kebudayaan 7. Perpustakaan 8. Pemberdayaan perempuan dan anak, Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Ekonomi 1. Ekonomi Makro 2. Penanaman Modal
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KUKM Ketenagakerjaan Pertanian Pariwisata Kelautan dan Perikanan Perdagangan Perindustrian
4.3.
Infrastruktur 1. Sarana dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum) 2. Perumahan 3. Penataan Ruang 4. Transportasi 5. Kebencanaan 6. Komunikasi dan Informatika
4.4.
Sumberdaya Alam 1. Lingkungan hidup 2. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kehutanan
4.5.
Pemerintahan 1. Perencanaan Pembangunan 2. Kependudukan dan catatan sipil 3. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 4. Pemberdayaan masyarakat dan desa 5. Pertanahan
BAB V PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN 5.1 Kriteria Program Prioritas 5.2 Prioritas Program dan Indikator 5.2.1 Sosial Budaya 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Kemiskinan 4. Agama 5. Pemuda dan Olah Raga 6. Kebudayaan 7. Perpustakaan 8. Pemberdayaan perempuan dan anak, Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 5.2.2. Ekonomi 1. Ekonomi Makro 2. Penanaman Modal
11
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KUKM Ketenagakerjaan Pertanian Pariwisata Kelautan dan Perikanan Perdagangan Perindustrian
5.2.3. Infrastruktur 1. Sarana dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum) 2. Perumahan 3. Penataan Ruang 4. Transportasi 5. Kebencanaan 6. Komunikasi dan Informatika 6.2.4. Sumberdaya Alam 1. Lingkungan hidup 2. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kehutanan 6.2.5. Pemerintahan 1. Perencanaan Pembangunan 2. Kependudukan dan catatan sipil 3. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 4. Pemberdayaan masyarakat dan desa 5. Pertanahan BAB VI Analisis Keuangan Daerah dan Kebutuhan Investasi Di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2020. Lampiran Matrik Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan, Program, Indikator Indikator Kinerja Daerah 2015-2020
12
BAB II KONDISI SAAT INI DAN ISU STRATEGIS 2.1.
KONDISI SAAT INI
2.1.1. SOSIAL BUDAYA 1.
PENDIDIKAN
a. Angka Melek Huruf Upaya pemerintah Sumatera Barat untuk meningkatkan angka melek huruf terus dilakukan.Tahun 2013 telah mampu mencapai hasil yang cukup menggembirakan, dibuktikan dengan rendahnya angka buta aksara dari jumlah penduduk di Sumatera Barat sebesar 4,486,909 orang (Sumatera Barat dalam Angka tahun 2013). Keberhasilan tersebut antara lain didukung terlaksananya program pendidikan non formal seperti adanya paket belajar A,B, dan C, dan kesadaran masyarakat yang cukup tinggi untuk meningkatkan pendidikannya. Hingga tahun 2013 angka jumlah penduduk yang buta aksara dari usia 10 tahun hingga 44 tahun di bawah 6%.Jumlah buta aksara yang cukup tinggi adalah masyarakat yang usianya 45 tahun ke atas (masih 15,24%). Pada usia ini minat untuk mengikuti pendidikan khusunya untuk belajar Paket A relatif rendah dengan berbagai alasan. Mengingat lajunya pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat, maka upaya peningkatan jumlah penduduk melek huruf masih perlu diupayakan untuk masa yang akan datang. Berikut ini disajikan kondisi masyarakat yang masih mengalami buta aksara atau buta huruf. Tabel 2.11 Penduduk yang belum melek huruf ( buta aksara) No 1 2 3 4
Indikator Angka Angka Angka Angka
Buta Buta Buta Buta
Huruf10 th + Huruf15 th + Huruf15-44 th Huruf45 th +
Angka 2010 6.34 7.09 1.71 18.25
Buta Huruf Tahun 2011 2012 6.44 6.02 7.19 6.75 2.3 2 17.89 17.2
(%) 2013 5.25 5.86 1.61 15.24
Sumber: BPS, Susenas 1994-2013.
Angka buta huruf terbanyak di Provinsi Sumatera Barat adalah di Kep. Mentawai sebanyak 5,43 diikuti Sijunjung 4,88 pada tahun 2013. Untuk angka penduduk buta huruf per kab/kota lihat tabel 2.
13
Tabel 2.2 Persentase Penduduk Berumur 15 - 64 Tahun ke Atas yang Buta Huruf Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota Tahun 2013 Kabupaten/Kota
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Kabupaten 01. Kepulauan Mentawai 02. Pesisir Selatan 03. S o l o k 04. Sijunjung 05. Tanah Datar 06. Padang Pariaman 07. A g a m 08. Lima Puluh Kota 09. P a s a m a n 10. Solok Selatan 11. Dharmasraya 12. Pasaman Barat
2,54 1,24 1,93 2,90 1,38 1,52 0,50 0,28 0,77 1,24 2,20 1,89
8,66 1,56 2,65 6,82 2,12 3,66 1,27 0,71 1,10 2,41 3,55 3,00
5,43 1,40 2,29 4,88 1,76 2,61 0,89 0,49 0,93 1,83 2,85 2,44
Kota 71. P a d a n g 72. S o l o k 73. Sawahlunto 74. Padang Panjang 75. Bukittinggi 76. Payakumbuh 77. Pariaman Jumlah
0,50 0,00 0,20 1,11 0,56 0,56 0,08 1,12
0,72 1,16 0,16 0,23 0,19 0,48 0,68 1,98
0,61 0,59 0,18 0,67 0,37 0,52 0,39 1,56
b. Rata-Rata lama sekolah Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah penduduk di Sumatera Barat baru mencapai 10,05 tahun, artinya setara dengan tingkat SLTP. Kenaikan rata-rata lama sekolah pertahun baru mencapai 0,9 s/d 0, 11 persen. Capaian ini lebih tinggi dari capaian rata-rata Lama sekolah untuk tingkat nasional (tahun 2008 baru mencapai 7.5) sedangkan tahun 2010 Sumatera Barat sudah mencapai 8,79. Faktor yang mendukung meningkatnya lama sekolah antara lain dapat ditekannya angka putus sekolah melalui bantuan dari berbagai lembaga seperti bantuan biaya sekolah dari BOS, dan lembaga Beasiswa lainnya. Berikut ini disajikan perkembangan capain lama sekolah dari tahun 2009 hingga tahun 2013.
14
Tabel 2.3 Kenaikan Rata-rata Lama Sekolah No
Indikator
1
Angka rata-rata lama sekolah
2009 8,45
Capaian Tahun 2010 2011 2012 8,79 8,57 8,60
2013 8,63
Sumber: Bappeda Prop. Sumbar,2014.
c. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)
Masalah pemerataan pendidikan ditinjau dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk kondisi Sumatera Barat cukup bervariasi. Untuk APK SD/MI/SDLB/PAKET A hingga tahun 2013 sudah cukup tinggi yaitu 111,94 % kondisi ini lebih tinggi dari capaian tingkat nasional yaitu 107,62%. Untuk tingkat APK SMP/M/SDLB/PAKET B Kondisi Pendidikan di Sumatera Barat sudah mencapai 92,96 ini juga lebih tinggi dari capaian nasional yaitu 89,71. Demikian pula halnya dengan APK tingkat APK SMA/SMK/MA/SMALB/PAKET C telah mencapai 86,75, sedangkan tingkat nasional adalah 68,01. Dalam hal ini menunjukkan bahwacapaian APK di Sumatera Barat untuk semua jenjang pendidikan telah melampaui target nasional. Untuk APM umumnya juga lebih tinggi capaiannya dibandingkan dengan capaian tingkat nasional, kecuali untuk jenjang SD/MI/SDLB/PAKET A 94,46% sedangkan capaian tingkat nasional 95,47%. Capaian APM untuk APM SMP/M/SDLB/PAKET B 80,90 ini lebih tinggi dari target capaian nasional yaitu 73,56. Demikian pula halnya dengan APM SMA/SMK/MA/SMALB/ PAKET C yaitu 69,67, ini juga lebih tinggi daripada capaian tingkat nasional sebesar 53,74. Pencapaian pada Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di jenjang pendidikan SMP di tahun 2013 mencapai 110,16%, dan juga berada diatas rata-rata nasional yang sebesar 105.69%. Pencapaian pada indikator ini telah melebihi dari target yang ditetapkan di tahun 2015 sebesar 100%. Untuk pencapaian Rasio APM perempuan terhadap lakilaki di jenjang pendidikan SMA di tahun 2013 di Sumatera Barat sebesar 126,63, dan lebih tinggi daripada rata-rata nasional yang sebesar 100.66 ditahun yang sama, dan untuk pencapaian pada indikator Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di Perguruan Tinggi di Sumatera Barat pada tahun 2013 sebesar 161,79, dan capaian ini lebih tinggi daripada rata-rata capaian nasional yang sebesar 109,73. Pendidikan anak usia dini (PAUD) berkembang dengan cepat, hal ini berdampak pada meningkatnya APK SD/MI/SDLB, pada tahun 2013telah mencapai 111,94 %. Tingginya angka APK ini ada beberapa kemungkinan faktor penyebabnya, seperti adanya sebagian anak (dilihat dari segi usia) mestinya belum waktunya masuk SD, tetapi kenyataannya
15
mereka sudah duduk di bangku sekolah SD. Hal ini terjadi karena anak sudah merasa bosan mengikuti pendidikan di PAUD dan kemampuannyasudah mendukung untuk masuk SD. Secara riil APM yang dicapai SD/MI/SDLB/PAKET A 94,46%. Angka APM lebih rendah karena APM ini adalah anak-anak yang berada di sekolah itu sesuai dengan usianya pada jenjang pendidikan tertentu. Untuk APK dan APM capaiannya memang sudah di atas capaian nasional, tetapi untuk Sumatera Barat masih sangat diperlukan upaya untuk meningkatkannya sampai batas optimal. Berikut ini disajikan data tentang APK dan APM secara lebih rinci. Tabel 2.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) No
2010
Indikator
Capaian Tahun 2012
2011
Capaian
2013 Target
Capaian
Pertum buhan Realisasi
Target Capaian
Target Capaian
1
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/Paket A
112,54
118,48
111,91
119,98
111,94
120,44
115,80
0,97
2
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Paket B
98,31
98,92
92,96
100,42
93,51
101,92
103,52
1,95
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/Paket C
83,92
84,33
67,42
84,75
86,75
85,16
95,30
6,29
3 1
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A
99,67
99,67
94,46
99,75
94,49
100
99,54
0,05
2
Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B
77,25
78,80
75,43
80,35
80,90
82,90
80,75
1,57
Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK/MA/Paket C
55,50
62,50
50,34
67,5
69,67
72,5
71,96
10,80
3
Angka partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) selama 4 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata 0,33% untuk semua jenjang pendidikan (SD; SLP; SLA). Kenaikan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (a) makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anaknya; (b) upaya pemberian bantuan pemerintah (Propinsi, Kabupaten, Kota), memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu untuk biaya sekolah; (c) adanya bantuan dana BOS yang telah dikelola dengan baik oleh Pemerintah daerah (Pemda Propinsi Sumatera Barat pernah mendapatkan penghargaan atas suksesnya mengelola dana BOS tersebut); (d) terselenggaranya pelaksanaan pendidikan paket A, B dan C dengan baik oleh semua pihak yang terkait di Propinsi Sumatera Barat. Tabel 2.5 APK APM kab/kota se Sumatera Barat No. 1 2 3 4 5
16
Agam Pasaman Lima Puluh
SD 103,96 108,47 121,38
APK SMP 95,15 75,22 126,73
SMA/SMK 84,07 51,52 50,33
SD 96,62 93,60 108,16
APM SMP SMA/ SMK 81,46 70,70 59,09 39,08 77,11 37,74
Solok Padang
114,13 103,33
90,26 82,54
58,01 55,24
96,72 88,42
90,26 61,52
Kabupaten/ kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kota Kabupaten Kabupaten
52,00 39,41
No.
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kabupaten/ kota Pariaman Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Sijunjung Kabupaten Kep. Mentawai Kabupaten Solok Selatan Kabupaten Dharmasraya Kabupaten Pasaman Barat Kota Bukittinggi Kota Padang Kota Padang Panjang Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Payakumbuh Kota Pariaman Sumatera Barat
APK SMP
SD
SMA/SMK
SD
APM SMP SMA/ SMK
123,48
99,60
75,02
98,94
99,60
70,11
104,00
91,28
74,62
94,71
72,52
61,92
112,65 92,91
85,25 71,33
51,29 96,81
99,06 80,25
85,25 59,28
41,03 75,72
131,05
128,50
100,37
105,95
96,80
86,01
101,69
73,93
99,52
92,07
54,76
63,02
108,41
100,77
73,78
99,99
94,46
69,68
134,20 120,00 103,45 115,98 117,30 134,85 124,39
126,92 103,43 160,43 101,99 124,98 123,32 96,88
138,49 83,25 189,17 78,57 168,62 134,60 147,03
115,99 100,00 97,51 101,08 97,88 119,28 102,03
92,00 65,99 115,16 71,66 94,19 104,46 59,60
126,43 75,00 134,45 74,41 89,35 102,62 58,98
108,64
96,65
86,49
94,15
75,58
67,33
d. Angka Partisipasi Sekolah, Rasio Ketersediaan Sekolah dan Rasio Guru
Angka partisipasi sekolah menunjukkan perbandingan jumlah anak yang sekolah dengan jumlah anak usia sekolah, yang dihitung untuk pendidikan dasar, menengah selain itu juga perlu diketahui rasio ketersediaan sekolah/jumlah penduduk usia sekolah dan rasio guru/murid. Upaya penguatan sumberdaya manusia terus dilakukan oleh pemerintah, salah satu cara yang ditempuh yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memberikan pendidikan anak sejak usia dini. Tabel berikut ini menggambarkan jumlah anak usia dini yang mengikuti pendidikan PAUD selama 5 tahun terakhir. Tabel 2.6 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) No 1
Indikator Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2010 63,26
Capaian Tahun 2011 2012 63,15 na
2013 na
Berdasarkan data pada tabel 7 diatas menunjukkan adanya penurunan jumlah anak usia dini yang mengikuti pendidikan non formal tersebut. Pada tahun 2009 berjumlah 61,91% anak yang mengikuti PAUD, namun pada tahun 2011 menurun menjadi 63,15%, meskipun penurunan tersebut tidak terlalu besar jumlahnya. Penurunan ini disebabkan populasi anak usia dini juga menurun berkat keberhasilan program Keluarga Berencana (KB).
17
Perkembangan aspek pendidikan dasar selama lima tahun menunjukkan adanya kecenderungan mengalami kenaikan, meskipun tidak terlalu drastis. Aspek pendidikan dasar ini meliputi angka partisipasi sekolah, rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah, rasio guru/muridratarataperkelas. Gambaran secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tebel 2.7 Angka partisipasi sekolah, Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah, Rasio guru/murid rata-rata perkelas. No
Indikator
2010 98,24
1
Angka partisipasi sekolah (BPS)
2
Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah (D. Pendidikan)
0,36
Capaian Tahun 2011 2012 98,10 98,38 0,49
0,50
2013 99,45 0,53
Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (BPS) selama lima tahun mengalami kenaikaan rata-rata 0,09 %. Sesuai dengan data tersebut menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah capaiannya fluktuatif dan relatif kecil. Hal ini diperlukan strategi yang lebih efektif untuk meningkatkan BPS tersebut. Untuk rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah hingga tahun 2013 mencapai 0,53 rasio ini lebih besar dibanding rasio tahun 2009 yang hanya 0,41. Keberhasilan peningkatan ini didukung oleh perhatian pemerintah yang cukup besar untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan sesudah pasca gempa bumi tahun 2009. Dengan demikian perlu upaya untuk membangun sekolah-sekolah khususnya untuk pendidikan dasar. Angka partisipasi sekolah (pendidikan menengah); Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah; Rasio guru terhadap murid; dan Rasio guru terhadap murid rata-rata perkelas juga mengalami perubahan yang lebih baik. Data secara rinci disajikan pada tabel 8 berikut ini. Tabel 2.8 Angka partisipasi sekolah (pendidikan menengah) Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah, Rasio guru terhadap murid, Rasio guru terhadap murid per kelas rata- rata No 1 2 3 4 5
18
Indikator Angka partisipasi sekolah (APS) SMP Angka partisipasi sekolah (APS) SMA Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah (APS) Rasio guru Bidang study terhadap murid Rasio guru terhadap murid per kelas ratarata
2010 89,51 65,65
Capaian Tahun 2011 2012 89,64 90,79 68,12 71,38
2013 99,11 -
0,28
0,20
0,25
0,27
55
30
30
30
25
25
25
25
Angka partisipasi sekolah (APS) untuk tingkat SMP sesuai dengan data pada tabel 5 di atas cenderung mengalami perubahan kearah yang lebih baik lagi, untuk setiap tahunnya selama empat tahun (tahun 20092012). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aspirasi pendidikan bagi masyarakat. Untuk tingkat SMA APS-nya lebih rendah dibanding tingkat SMP yaitu71,38 pada tahun 2012. Pada masa yang akan datang perlu ditingkatkan lagi hingga batas capaian maksimal, baik tingkat SMP maupun SMA. Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata juga sesuai dengan target yang direncanakan dalam MDGs. Yaitu 1:25. Pertanyaan kembali muncul apakah rasio tersebut merata untuk setiap daerah?. Apabila sudah berarti cukup ideal untuk saat ini, dalam MDGs ditargetkan 1:20 untuk tahun 2015 dan selanjutnya.
e. Sarana Pendidikan Setiap tahun pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan fasilitas dan kondisi bangunan sekolah agar tetap layak untuk dipakai. Berikut ini data tentang kondisi bangunan untuk jenjang pendidikan SD/MI. Tabel 2.9 Ruang kelas layak pakai jenjang pendidikan SD/MI No
Indikator
1
Sekolah pendidikan SD/MI kondisi bangunan baik Sekolah pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA kondisi bangunan baik
2
Capaian Tahun 2010
2011
2012
2013
55,70
66,77
68,1
69,78
90,58
70,00
75,42
85,38
Berdasarkan data pada tabel 9diatas menunjukkan adanya peningkatan setiap tahun tentang kondisi bangunan yang layak pakai untuk tingkat SD/MI. Lain halnya kondisi bangunan untuk tingkat Sekolah pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA justru terjadi perubahan yang fluktuatif, pada tahun 2009 hingga 2010 bangunan yang layak diatas 90 %, namun tahun 2011 dan 2012 memprihatinkan hanya sekitar 70-75% dengan asumsi dana lebihdikonsentrasikan untuk membangun ruang kelas yang terkena gempa tahun 2009 sehingga rehabilitasi ruang kelas yang tidak gena gempa belum mendapatkan alokasi anggaran untuk direalisasikan.Untuk tahun 2013 ada peningkatan menjadi 85,38% jumlah bangunan yang layak pakai untuk pendidikan. Untuk masa yang akan datang perlu diupayakan agar jumlah bangunan sekolah yang layak pakai mencapai 100%. Peningkatan fasilitas pendidikan yang cukup baik ini didukung oleh perhatian/kebijakan pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana pembangunan yang mencukupi untuk perbaikan/pembangunan gedung sekolah.
19
f. Angka Putus Sekolah dan Kelulusan Jumlah anak yang mengalami putus sekolah ternyata tidak banyak, umumnya di bawah 1% untuk semua jenjang pendidikan. Jumlah yang cukup tinggi adalah siswa pada jenjang SMA/SMK/MA dibanding dengan tingkat SD dan SMP. Namun demikian sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 dapat ditekan hingga 0,89%. Upaya ini perlu dilanjutkan agar tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi anak putus sekolah untuk semua jenjang pendidikan. Tabel 2.10 Angka Putus Sekolah (APS) untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA No
Indikator
1 2 3
Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI (%) Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs (%) Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA (%)
2010 0,18 0,79 1,97
Capaian 2011 0,17 0,49 0,87
Tahun 2012 0,15 0,45 0,88
2013 0,21 0,37 0,89
Sumber : BPS Tahun 2014
Penurunan angka putus sekolah kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti keberhasilan Pemda menyalurkan/memanfaatkan dana BOS (dalam hal ini Pemda Propinsi Sumatera Barat pernah menerima penghargaan dari pemerintah Pusat); keberhasilan melaksanakan wajib belajar 9 tahun, meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, meningkatnya pembangunan infrastruktur sehingga mempermudah anak-anak untuk ke sekolah. Telah terjadi penurunan jumlah angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan SD dan SLTP rata-rata kurang dari 0,4%. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (a) pemerintah telah berhasil melaksanakan wajib belajar 9 tahun, sebagai konsekuensinya siswa tidak dibebani biaya sekolah (gratis); (b) meningkatnya pembangunan infrastruktur yang berdampak pada kemudahankemudahan bagi siswa untuk akses kesekolah. Untuk jenjang pendidikan SLTA justru bertambah jumlah angka putus sekolah (meskipun kecil jumlahnya), kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti belum terlaksananya secara menyeluruh wajib belajar 12 tahun (karena masih dalam taraf rintisan untuk sekolah negeri) akibatnya orangtua siswa masih harus mananggung biaya pendidikan untuk sekolah anaknya, dan tidak semua orangtua mampu untuk itu. Angka kelulusan untuk semua jenjang pendidikan selama lima tahun (tahun 2009-2013), cukup menggembirakan yaitu hampir semuanya di atas 95 %. Ini berkat upaya SKPD terkait yang serius meningkatkan jumlah siswa yang lulus Ujian Nasional. Peningkatan kelulusan tersebut seharusnya tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi mestinya juga meningkat kualitasnya. Data selengkapnya disajikan dalam tabel 9 berikut ini.
20
Tabel 2.11 Angka Kelulusan (AL) SD/MI, Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs, Angka Kelulusan (AL) SMA/SMK/MA No
Indikator
1 2 3
Angka Kelulusan (AL) SD/MI (%) Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs (%) Angka Kelulusan (AL) SMA/SMK/MA (%)
2010 99,80 94,20 98,77
Capaian Tahun 2011 2012 99,53 96,72 95,15 97,56 95,25 90,60
2013 97,99 99,06 85,39
Angka kelulusan untuk tingkat SD/MI selama lima tahun mendekati 100%, hal ini merupakan suatu prestasi yang sangat bagus. Upaya ini perlu ditingkatkan agar mencapai angka 100% untuk semua jenjang pendidikan. Demikian pula untuk tingkat SMP/MTs tidak jauh berbeda prestasinya dengan tingkat SD/MI, bahkan pada tahun 2013 hampir 100% angka kelulusannya. Untuk jenjang SMA/SMK/MA angka kelulusannya fluktuatif. Pada tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009 yaitu mencapai 98,77%, namun tiga tahun berikutnya mengalami penurunan jumlah kelulusan dan tahun 2013 hanya 85,39%, ini mengalami penurunan yang cukup drastis,disebabkan antara lain oleh adanya perubahan sistem pelaksanaan ujian (soal dibuat bervariasi); meningkatnya standar kelulusan menjadi 5,5 namun tidak disertai dengan kesiapan siswa yang memadai untuk itu.
g. Angka Melanjutkan Pendidikan Melihat data yang ada selama lima tahun (tahun 2009-2013) secara umum dapat dikemukanan bahwa angka melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi cukup baik, rata-rata di atas 90% bagi anakanak usia sekolah melanjutkan pendidikannya. Berikut ini disajikan data tetang jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi Tabel 2.12 Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs, Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA No 1 2
Indikator Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA
2010 99,79
Capaian Tahun 2011 2012 97,30 95,28
2013 94,53
94,99
88,90
99,13
90,81
21
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa angka melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs untuk tiga tahun terakhir (tahun 20112013) mengalami penurunan, meskipun relatif kecil dan masih diatas 90an persen. Artinya masih cukup banyak siswa yang berusaha melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Hal ini akan berkontribusi pada peningkatan lama sekolah bagi penduduk di Indonesia. Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA juga mengalami perubahan untuk setiap tahunnya. Pada tahun 2009 mencapai 95,30% lalu mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2011 yaitu 88,90%, namun naik lagi jumlahnya hingga tahun 2013 mencapai 99,13%, ini merupakan jumlah yang cukup besar. Meningkatnya angka melanjutkan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kebijakan Pemda. Propinsi Sumatera Barat memberikan bantuan beasiswa, meningkatnya ekonomi masyarakat sehingga mampu membiayai pendidikan anakanaknya; meningkatnya daya tampung sekolah (sekolah Negeri dan swasta) karena keberhasilan pembangunan fisik sekolah. Untuk masa yang akan datang perlu ditingkatkan hingga 100% sehingga lama sekolah bagi penduduk Indonesia lebih tinggi lagi. Hingga tahun 2013 sudah mencapai 10,05.
h. Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV Upaya peningkatan jumlah guru yang berkualifikasi S1/D-IV terus diupayakan dengan memberikan bantuan biaya untuk melanjutkan studi bagi guru-guru yang belum S1/D-IV, bahkan hingga jenjang pendidikan S2 dan S3. Upaya tersebut cukup berhasil dengan ditandai naiknya jumlah guru yang berkualifikasi S1/D-IV terutama untuk guru SD. Percepatan peningkatan kualifikasi guru ini di samping adanya kebijakan secara nasional untuk standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, juga di dukung adanya pemberian bantuan biaya oleh Pemda Kabupaten/Kota serta adanya kemudahan untuk izin belajar dari pihak terkait. Data secara rinci disajikan pada tabel 13 berikut ini. Tabel 2.13 Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV No 1 2 3 4
22
Guru Guru Guru Guru Guru
SD SMP SMA SMK
Persentase Guru dengan Tingkat Pendidikan S1/D-IV 2010 2011 2012 20,00 31,59 31,80 86,63 90,50 90,50 91,01 92,61 92,61 91,01 91,95 92,95
i.
Indek Pembangunan Manusia Propinsi Sumatera Barat
Selama 4 tahun terakhir indek pembangunan manusia (IPM) di Propinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan yang cukup berarti,disebabkan oleh beberapa faktor seperti (a) meningkatnya lama sekolah, (b) meningkatnya jumlah masyarakat yang melek huruf, dan (3) meningkatnya angka harapan hidup. Upaya pemerintah daerah memberikan bantuan kepada keluarga miskin untuk sekolah anaknya berkontribusi meningkatnya lama sekolah, upaya mengintensifkan paket belajar A, B, dan C berkontribusi pada menurunnya jumlah masyarakat yang buta aksara, dan pelayanan kesehatan yang makin baik, sosialisasi hidup sehat juga memberikan dampak pada meningkatnya angka harapan hidup masyarakat. Kriteria IPM diukur atas dasar 3 aspek yaitu (1) hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran; (2) pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa dan kombinasi pendidikan dasar , menengah ; (3) standard kehidupan yang layak. Data lebih rinci dapat disampaikan pada tabel berikut ini. Tabel 2.14 Indek Pembangunan Manusia Propinsi Sumatera Barat No 1
Indikator
2010 73,78
Indek pembangunan Manusia (IPM)
Capaian Tahun 2011 2012 74,24 74,70
2013 75,01
Posisi IPM Propinsi Sumatera Barat yaitu 75,01, ternyata masih rendah dibanding dengan Propinsi Riau yaitu 77,25 dan Propinsi Sumatera Utara 75,55, namun lebih tinggi dibanding dengan Propinsi Bengkulu yaitu 74,41 dan Propinsi Jambi sebesar 74,35. Untuk melihat Tabel berikut :
sebaran
IPM
kab/kota
se
Sumatera
Barat
lihat
Tabel 2.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)menurut Kabupaten/Kota Tahun 1910-2013 Kabupaten / Kota
Kabupaten 01. Kep. Mentawai 02. Pesisir Selatan 03. S o l o k 04. Sijunjung 05.Tanah Datar 06. Padang Pariaman 07. A g a m 08. Lima Puluh Kota 09. P a s a m a n
2010
2011
2012
2013
68.75 71.15 70.93 70.92 74.00 71.45 73.28 71.22 72.71
69.06 71.77 71.73 71.40 74.58 71.98 73.74 71.78 73.19
69.26 72.43 72.15 71.80 75.00 72.53 74.11 72.24 73.78
69.72 72.98 72.46 72.15 75.29 72.93 74.50 72.54 74.10
23
Kabupaten / Kota 10. Solok Selatan 11. Dharmasraya 12. Pasaman Barat Kota 1. P a d a n g 2. S o l o k 3. Sawahlunto 4. Padang Panjang 5. Bukittinggi 6. Payakumbuh 7. Pariaman Sumatera Barat
2010
2011
2012
2013
68.98 69.13 70.18
69.34 69.89 70.62
69.69 70.25 71.07
70.23 70.52 71.39
77.81 75.65 74.96 77.45 78.26 75.81 74.46 73.78
78.15 76.04 75.41 78.12 78.73 76.29 74.89 74.28
78.55 76.54 75.87 78.51 79.07 76.76 75.23 74.70
78.82 76.85 76.11 78.81 79.29 76.99 75.46 75.01
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja bidang pendidikan selama 4 tahun terakhir (2010-2013) dapat disimpulkan capauan kinerja berikut ini. a. Angka partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) selama 4 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata 0,33% untuk semua jenjang pendidikan (SD; SLP; SLA). Kenaikan tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (a) makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anaknya; (b) upaya pemeberian bantuan pemerintah (Propinsi, Kabupaten, Kota) memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu untuk biaya sekolah; (c) adanya bantuan dana BOS yang telah dikelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah (Pemda Provinsi Sumatera Barat pernah mendapatkan penghargaan atas suksesnya mengelola dana BOS tersebut).(d) terselenggaranya pelaksanaan pendidikan paket A, B,dan C oleh semua pihak yang terkait di Propinsi Sumatera Barat. b. Telah terjadi penurunan jumlah angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan SD dan SLTP rata-rata kurang dari 0,4%. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (a) pemerintah telah berhasil melaksanakan wajib belajar 9 tahun, sebagai konsekuensinya siswa tidak dibebani biaya sekolah (gratis); (b) meningkatnya pembangunan infrastruktur yang berdampak pada kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk akses kesekolah. Untuk jenjang pendidikan SLTA justru bertambah jumlah angka putus sekolah (meskipun kecil jumlahnya), kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti belum terlaksananya secara menyeluruh wajib belajar 12 tahun (karena masih dalam taraf rintisan untuk sekolah negeri) akibatnya orangtua siswa masih harus mananggung biaya pendidikan untuk sekolah anaknya, dan tidak semua orangtua mampun untuk itu.
24
c. Angka kelulusan untuk siswa jenjang pendidikan SD dan jenjang pendidikan SLTP mengalami kenaikan hingga mencapai di atas 97%, namun untuk jenjang pendidikan SLTA justru mengalami penurunan dan kenaikan fluktuatif dan tahun 2013 hanya mencapai 85,39% tingkat kelulusannya. Penurunan jumlah kelulusan ini kemungkinan disebabkan oleh makin meningkatnya tuntutan angka kelulusan menjadi 5,5 namun tidak disertai kesiapan siswa menghadapi hal itu d. Jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP mengalami penurunan/makin rendah, sedangkan untuk melanjutkan kejenjang SLTA jumlahnya makin meningkat (tahun 2013 hingga 99,13%). e. Terjadi peningkatan jumlah guru untuk semua jenjang pendidikan yang telah memenuhi kualifikasi S1/DIV mengalami peningkatan. Hal ini didukung oleh perhatian pemerintah daerah yang banysk memberikan berbagai kemudahan bagi guru yang akan melanjutkan studinya. f.
Indek Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan selama 4 tahun terakhir (2010-2013), kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti (a) meningkatnya lama sekolah, (b) meningkatnya jumlah masyarakat yang melek huruf, dan (3) meningkatnya angka harapan hidup. Upaya pemerintah daerah memberikan bantuan kepada keluarga miskin untuk sekolah anaknya berkontribusi meningkatnya lama sekolah, upaya mengintensifkan paket belajar A, B, dan C berkontribusi pada menurunnya jumlah masyarakat yang buta aksara, dan pelayanan kesehatan yang makin baik, sosialisasi hidup sehat juga memberikan dampak pada meningkatnya angka harapan hidup masyarakat.
Dari hasil evaluasi, studi literatur, studi lapangan, dan studi banding ke Provinsi tetangga (Propinsi: Riau, Jambi, Bengkulu, dan Medan), dapat diketahui peluang dan tantangan yang ada dalam bidang pendidikan sebagai berikut. 1.
Peluang a.
Hingga saat ini Sumatera Barat masih dikenal oleh masyarakat di luar Sumatera Barat sebagai propinsi yang banyak menghasilkan cendekiawan berkaliber nasional bahkan internasional. Banyak negarawan yang berasal dari sumatera barat, kondisi ini menimbulkan kepercayaan bahwa Sumatera Barat dapat melahirkan SDM yang berkualitas dan mampu mengelola pendidikan dengan baik. Hal ini dibuktikan banyaknya orangtua dari luar Propinsi Sumatera Barat yang berkeinginan untuk menyekolahkan anaknya di Kota Padang khususnya dan Sumatera Barat pada umumnya. Untuk tingkat perguruan tinggi
25
bahkan ada calon mahasiswa yang berasal dari nagara lain seperti Malaysia, Singapura, dll.
2.
b.
Banyak peminat yang ingin masuk pesantren tetapi di Sumatera Barat belum ada sekolah/pesantren yang dikelola secara modern, bahkan daerah Jambi, Bengkulu, Riau, dan Sumatera Utara Bagian Selatan juga belum ada sekolah pesantren yang terkenal, sehingga para peminat yang ingin masuk pesantren modern tersebut umumnya pergi ke daerah lain seperti ke Pulau Jawa. Ini merupakan peluang yang sangat besar bagi Pemerintah Sumatera Barat untuk menampung peminat tersebut.
c.
Filosofis masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” diyakini oleh masyarakat luar Sumatera Barat bahwa nuansa ke-Islaman dalam kehidupan masyarakat Minangkabau sangat tinggi, dengan demikian berdampak pada kepercayaan mereka akan rasa aman dan damai bilamana anaknya melanjutkan pendidikan di Sumatera Barat. Ditambah lagi masyarakat Minangkabau memiliki kekhususan budaya “Matrilinial” menjadi kajian khusus bagi yang ingin mendalami aspek budaya tersebut.
d.
Pada tingkat perguruan tinggi Sumatera Barat memiliki program unggulan khususnya bidang kedokteran (UNAND), pada bidang tersebut kita ketahui bahwa calon mahasiswa/mahasiswi dari Malaysia jumlahnya cukup banyak. Bagaimana Pemerintah daerah Sumatera Barat berkontribusi dalam mengembangkan program-program unggulan itu sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
Tantangan a.
26
Belum semua sekolah/pesantren, dan perguruan tinggi, termasuk masyarakat umum, menyediakan fasilitas tempat tinggal yang memadai (representatif) bagi siswa/mahasiswa yang memerlukannya. Sekolah Boarding School (sekolah berasrama) di Sumatera Barat jumlahnya masih sangat terbatas, padahal sekolah ini dapat menyediakan fasilitas yang cukup memadai dan dikelola dengan sistem yang tentunya lebih baik dibanding sekolah yang bukanboarding school. Akibatnya masyarakat dari daerah/Propinsi di luar Sumatera Barat berkurang minatnya untuk menyekolahkan anaknya di daerah kita ini.
b.
Lembaga pendidikan khususnya pesantren yang ada di Sumatera Barat ini, pada umumnya masih dikelola secara tradisional (belum semuanya dikelola secara modern), akibatnya cukup banyak masyarakat di Sumatera Barat dan propinsi lainnya di wilayah Sumatera menyekolahkan anaknya ke pesantren yang sudah maju dan dikalola dengan baik terutama di Pulau Jawa yang pendidikan/Pesantrennya dikelola secara lebih baik dan modern.
c.
Kemajuan teknologi-informatika yang begitu cepat dan mudah diakses oleh masyarakat pada umumnya berdampak pada perilaku sebagian generasi muda, terjadi pergeseran nilai-nilai yang adakalanya bertentangan dengan norma dan adat-istiadat Minangkabau. Bilamana hal ini tidak diantisipasi secara bijaksana oleh pemerintah daerah Sumatera Barat, maka karakter generasi muda akan mengalami perubahan yang mengarah pada sifat-sifat yang melanggar norma dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau. Pendidikan kembali kesurau dan filosofis “adat basandi syarak, syarak basandi kitabulloh” hanyalah akan menjadi kata-kata indah belaka. Pendidikan karakter tidak bisa diserahkan kepada fihak sekolah saja, melainkan fihak keluarga memegang peranan yang amat penting, pendidikan usia dini merupakan salah satu alternatif yang tepat melalui jalur pendidikan non formal.
d.
Sumber daya alam (SDA) yang ada di Sumatera Barat belum dikelola secara optimal, berdampak pada status ekonomi masyarakat tidak berkembang dan tidak merata seperti yang diharapkan, akibatnya masih cukup banyak anak-anak putus sekolah karena kekurangan biaya (meskipun biaya sekolah gratis), dan harus bekerja membantu orangtuanya. Peta geografis daerah Sumatera Barat cukup luas dan infrastruktur belum dapat diwujudkan dengan baik dan merata, akibatnya masih terdapat sekolah-sekolah yang berada didaerah terpencil dan/atau terbelakang. Hal ini berdampak pada permasalahan pemerataan dan mutu pendidikan di Sumatera Barat
2.
KESEHATAN Berikut disampaikan kajian pencapaian target kinerja program bidang Kesehatan Provinsi Sumatera Barat sebagai unit pelaksana program pemerintah daerah untuk sektor kesehatan merujuk RPJMD dalam menyusun kebijakan dan program, serta kegiatan tahunan tahun 2010- 2014. Penilaian dilakukan dengan index antara target dan realisasi sebagai berikut.
27
= Klasifikasi A, Target RPJMD tahun 20102013 terlampaui. Sangat memuaskan, target perlu tetap ditingkatkan. = Klasifikasi B, Target RPJMD tahun 20102013 belum tercapai (Perlu perhatian dan langkah peningkatan) = Klasifikasi C, Target RPJMD tahun 20102013 belum terpenuhi dan perlu perbaikan terhadap kinerja pencapaian target. = Klasifikasi D, Target RPJMD tahun 20102013 masih jauh dari harapan, perlu penanganan dan tindakan khusus terhadap kinerja pencapaian target.
Indek ≥ 1,00
0,75≤Indek < 1,00
0,55< Indeks < 0,75
Indeks ≤ 0,55
Untuk lebih jelasnya mengenai indikator pencapaian derajat Kesehatan selama tahun 2010-2013 dapat dilihat pada Tabel berikut, Pencapaian Target Derajat Kesehatan Propinsi Sumatera Barat 2010-2013 Terhadap target Indikator Kinerja Target RPJMD tahun 2010- 2013. Tabel 2.16 Target dan Realisasi capaian Indikator Utama Kesehatan tahun 2010 sampai 2013 INDIKATOR UTAMA
TAHUN 2010
TAR GET
REA LI SASI
INDEX
TAR GET
2011 UmurHarapan Hidup (UHH)
REALI SASI
INDE X
TAR GET
2012
REALI SASI
INDEX
2013
69.5
71.12
69.76
0.98
71.48
70.02
0.98
71.84
70.02
0.97
207
190
212
0.88
166
212
0.72
142
212
0.51
28
22
28
0.73
27
27
1.00
18
27
0.50
8.2
8.2
8.2
1.00
7.8
7.2
1.08
7.4
6.5
1.12
Akses Air Minum yang berkualitas (%)
46.68
64
65.02
1.02
65
72.81
1.12
66
78.7
1.19
Kasus baru Tuberculosis (%)
57.05
55
57.77
1.05
60
61
1.02
70
139.05
1.99
Kasus Malaria (Annual Paracite Index-API)/1000pd
0.24
2
3
0.50
2
0.27
1.87
1
0.25
1.75
ODHA yang diobati (%)
100
90
100
1.11
93
100
1.08
95
100
1.05
Cakupan immunisasi bayi usia 0-11 bulan (%)
95.6
80
89
1.11
85
89
1.05
90
91
1.01
61.49
67
68.35
1.02
70
70.05
1.00
73
73.56
1.01
Angka Kematian Ibu Melahirkan (PER 100.000 KH) Angka Kematian Bayi (PER 1000 KH) Angka Gizi Kurang (BB/TB) (padaBalita) %
Penduduk menggunakan Jamban Sehat (%)
28
INDIKATOR UTAMA
TAHUN 2010
TAR GET
REA LI SASI
INDEX
TAR GET
2011
REALI SASI
INDE X
TAR GET
2012
REALI SASI
INDEX
2013
Jaminan pemeliharaan kesehatan (%)
50.08
63.8
61.6
0.97
78.6
72.64
0.92
91.3
73.3
0.80
Bed Occupation Rate (BOR)
65.1
71
74.2
1.05
73
75.9
1.04
75
75.86
1.01
Total INDEXRERATA/TAHUN INDEX RERATA
Sumber :
11.41
12.87
12.92
0.95
1.07
1.08 1.03
Evaluasi Makro Bidang Kesehatan 2014, Matrix Indikator pencapaian, dan Hasil analisa
Dari hasil Kompilasi data diperoleh indek rata-rata derajat Kesehatan Sumatera Barat secara keseluruhan sebesar 1.03 yang dikelompokkan terhadap Klasifikasi A, sangat memuaskan, dimana target rata-rata dapat dicapai. Walaupun secara keseluruhan indek rata-rata dikelompokkan dalam klafisikasi sangat memuaskan, namun ada beberapa indikator ysang belum mencapai target dan masih perlu adanya upaya keras. Hal ini seperti terlihat pada tabel diatas, bahwa indikator angka kematian ibu (AKI) belum menunjukkan seperti yang diharapkan, yang mana AKI yang kondisinya pada tahun 2010 adalah 207/100.000 KH tetapi menunjukkan kenaikan yaitu 212/100.000 KH tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Walaupun capaian ini menurut SDKI tahun 2012 lebih baik dari rata-rata nasional (359/100.000 KH), namun jika dilihat dari target yang harus dicapai tahun 2015 (MDGs) adalah sebesar 102/100.000 KH tampaknya akan sulit tercapai. Permasalahan masih tingginya AKI tidak hanya disebabkan dari faktor medis seperti karena perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi pada masa nifas, tetapi juga disebabkan oleh faktor sosial budaya, kondisi pelayanan kesehatan dan akses pelayanan kesehatan, dan khususnyan didaerah pedesaan. Dari faktor sosial budaya dapat dikemukakan bahwa kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan tenaga dan fasilitas kesehatan khususnya didaerah pedesaan belum optimal. Sebagian masyarakat khususnya didaerah pedesaan masih mempunyai perilaku, kebiasaan, tradisi dan kepercayaan masyarakat yang cenderung untuk memanfaatkan tenaga dukun beranak dalam pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. Kondisi ini terkait dengan masih kurang optimalnya upaya prefentif, promotif, dan pemberdayaan masyarakat, terutama didaerah terpencil. Permasalahan lainnya terkait dengan adanya disparitas akses pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak yang mencakup fasilitas, tenaga dan jaminan pelayanan kesehatan. Dari kondisi pelayanan kesehatan tampaknya kualitas pelayanan kesehatan dan kompetensi tenaga kesehatan belum sepenuhnya sesuai dengan standar pelayanan.
29
Jika dilihat dari indikator ODHA yang diobati memang sudah tercapai, namun jika dilihat dari target MDGs (6a) yaitu mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru masih perlu menjadi perhatian yang serius mengingat penyebaran kasus HIV/AIDS semakin meluas dan sangat mengkhawatirkan. Perkembangan kasus HIV/AIDS semakin meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan HIV/AIDS terkait dengan masih rendahnya pengetahuan atau informasi masyarakat tentang HIV/AIDS. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 bahwa proporsi penduduk usia 15 sampai dengan 24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 9%, sedangkan target tahun 2015 sebesar 100%. Faktor resiko penularan HIV/AIDS saat ini telah bergeser dari penggunaan jarum suntik ke perilaku seksual (sek bebas), baik dari hetero seksual maupun homo seksual). Disamping itu, permasalahan HIV/AIDS juga terkait dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan HIV/AIDS, dan hal ini terkait dengan adanya stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS. Indikator angka kematian bayi masih memiliki klasifikasi D, yaitu target RPJMD tahun 2010- 2013 masih jauh dari harapan, perlu penanganan dan tindakan khusus terhadap kinerja pencapaian target. Permasalahan agka kematian Bayi tidak hanya di Provinsi Sumbar saja, permasalahan ini merupakan permasalahan nasional.Dimana Indonesia sulit mencapai angka target indikator yang telah ditetapkan dalam Millenium Development Goals. Yaitu mencapai target AKB 21 per 1000 kelahiran hidup. Sebenarnya untuk pencapaian pada indikator Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup di Sumatera Barat pada tahun 2012 sebesar 27 per 1.000 kelahiran hidup, dan capaian ini masih lebih baik dari rata-rata capaian nasional sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Namun di akhir tahun 2015, target yang ditetapkan sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup sehingga perlu upaya kerja keras dari semua pihak agar target di 2015 dapat tercapai. Penetapan target dalam indikator kinerja sebaiknya juga turut mempertimbangkan hasil kinerja RPJMD periode sebelumnya, sehingga tidak melebihi kemampuan yang ditetapkan. Dari hasil kinerja bidang kesehatan 5 tahun sebelumnya menunjukkan prediksi penurunan angka kematian ibu pada tahun 2015 hanya bisa mencapai 181.6 /100.000 kelahiran hidup.Kecepatan laju penurunan per tahun, baru mencapai 2.64%.Artinya dalam 5 tahun kedepan hanya mampu menurunkan sekitar 13.2% saja.Sehingga target MDGs di Tahun 2015 untuk Sumatera Barat sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dinilai cukup sulit untuk dicapai. Analisa Pola Pembangunan Kesehatan berbasis wilayah, yang akan dinilai sebagai pola sebaran Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat
30
menurut IPM dan AKI. AKI merupakan indikator dari pelayanan kesehatan dan IPM sebagai indikator kinerja pemerintah dalam upaya mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Penilaian pola ini akan dibagi menjadi 4 kuadran yang akan mengacu kepada Diagram Kartesius. Dimana terdiri atas 4 kuadran yang dimaknai sebagai berikut: Kuadran A (attributes to improve)
: kondisi kabupaten/kota, dimana IPM masih rendah dan AKI juga tinggi. Sehingga menjadi prioritas untuk perbaikan semua program agar IPM menjadi tinggi
Kuadran B (maintain performance) : merupakan kondisi kabupaten/kota, IPM sudah tinggi akan tetapi AKI masih tinggi, sehingga harus diperbaiki kinerja program pelayanan kesehatan Kuadran C (attributes to maintain)
: kondisi kabupaten/kota, walaupun AKI sudah rendah dan perlu dipertahankan, tapi IPM masih rendah yang menunjukkan daerah tersebut belum sejahtera. Berarti rogram diluar bidang kesehatan secara menyeluruh perlu diperbaiki
Kuadran D (main priority)
: kondisi ini merupakan kondisi yang diinginkan dimana IPM Tinggi dan AKI rendah
31
Kategori Importance merupakan angka Kematian Ibumengacu pada hasildata Survei FK Unand tahun 2008 menurut kabupaten/ Kotayang merupakan data terakhir didapatkan infonya. Performance merupakan Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan data BPS tahun 2013.
POLA HUBUNGAN ANTARA AKI DAN IPM 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
449,2
Angka…
139,5 145,7 150,3 116,6 117 119
173,8 176,1 178,6 181,2
198,3 202,3 211,9
225,1
267,5
299,3
335,6 347,7
0
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2008) Matrix Plot of AKI vs IPM 73.68
400 Kabupaten Solok Kabupaten Dharmasray a Kabupaten Pasaman Barat
300
Kabupaten Padang Pariaman
AKI
Kabupaten Pasaman Kabupaten 50 Kota Kabupaten Mentawai Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten A gam 200 Kabupaten Sijunjung
Kota Buk ittinggi
226 Kota Pay ak umbuh Kota Padang
Kota Pariaman
Kabupaten Solok Selatan
Kota Sawahlunto Kota Solok
100
Kabupaten Tanah Datar
Kota Padang Panjang
0 70
72
74 IPM
76
78
80
Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu (rasio kematian) di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat (Tahun 2008)
Kuadran A (attributes to improve) : ada 5 daerah yaitu Kabupaten Solok, Dharmasraya, Pasaman Barat, Padang Pariaman dan Pasaman
32
Kuadran B (maintain performance) : ada 1 yaitu Kota Bukit tinggi Kuadran C (attributes to maintain) : ada 5 yaitu Kabupaten Mentawai, Solok Selatan, Sijunjung, 50 Kota, Pesisir Selatan Kuadran D (main priority)
: ada 8 daerah yaitu Kota Solok, Padang, Padang Panjang, Sawahlunto, Pariaman, Payakumbuh, Kabupaten Agam dan Tanah Datar
Daerah daerah pada kuadran A perlu menjadi prioritas untuk dilakukan program akselerasi, dan perlu mendapat perhatian bagi kepala daerah terhadap kondisi IPM yang rendah dan AKI yang tinggi. Sedang kan untuk daerah Kuadran B perlu evaluasi program pelayanan kesehatannya yang belum berdampak dalam menurunkan AKI Sedangkan untuk daerah kuadran C program pelayanan kesehatan sudah baik, tinggal secara bersama seluruh bidang di pemerintahan untuk melakukan upaya meningkatkan IPM. Kuadran D sudah bagus dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lebih baik lagi. Terdapat beberapa peluang dan tantangan Bidang Kesehatan: 1.
Adanya komitmen kuat dari pemerintah terhadap pencapaian target MDGs 2015 dan keberlanjutan kerjasama dengan masyarakat internasional;
2.
Adanya jaminan kesehatan yang menjamin seluruh masyarakat Propinsi Sumatera Barat (universal coverage);
3.
Adanya komitmen pemerintah untuk menerapkan jaminan kesehatan secara nasional yang bersifat universal coverage mulai tahun 2014;
4.
Adanya kebijakan pemerintah berupa peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 48 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian tujuan MDGs Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2015.
5.
Adanya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penanggulangan HIV/AIDS.
6.
Instruksi Mendagri Nomor 444.24/2259 Tahun 2013 untuk pemberdayaan kelembagaan dan masyarakat dalam penanggulangan HIV/AIDS, memasukkan program HIV/AIDs dalam RPJMD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
33
Sedangkan tantangan yang dihadapi meliputi: 1.
Masih adanya Wilayah rawan bencana;
2.
Sumber daya alam yang semakin terdegradasi;
3.
Perubahan iklim global (climate change);
4.
Beredarnya produk luar (impor) dan persaingan sumber daya manusia global;
5.
Belum optimalnya penguatan keberlangsungan perdamaian;
6.
Meningkatnya kasus penyakit menular dan tidak menular yang menyebabkan kematian.
7.
Meningkatnya mobilitas penduduk dan kemajuan teknologi
8.
Terjadinya perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.
9.
Meningkatnya penyebaran kasus penyakit menular seperti HIV/AIDs yang ditularkan melalui perilaku seksual.
10.
Adanya kecenderungan penurunan kualitas udara sebagai akibat dari aktifitas dan perilaku masyarakat, baik dari masyarakat Provinsi Sumatera Barat maupun dari provinsi tetangga, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular seperti ISPA.
3.
KEMISKINAN
Kondisi kemiskinan di Sumatera Barat relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi rata-rata kemiskinan secara nasional. Selama periode 2010-2013 angka kemiskinan Sumatera Barat selalu lebih rendah dibandingkan nasional. Fakta ini menjelaskan bahwa kinerja pemerintah Sumatera Barat dalam menurunkan angka kemiskinan cukup baik. Selama periode tersebut angka kemiskinan di Sumatera Barat terus berkurang bahkan tahun 2012 dan 2013, penurunan angka kemiskinan melebihi target yang ditetapkan dalam RPJMD. Tabel 2.17. Kondisi Kemiskinan di Sumatra Barat dan Indonesia Tahun 2010-2013 No
Indikator
1
Kemiskinan Sumbar Indonesia Garis Kemiskinan Sumbar Indonesia
2
34
Satuan
2010
2011
2012
2013
% %
9,50 13,33
8,99 12,49
8.00 11,96
7.56 11,37
Rp Rp
254.432 211.726
276.000 233.740
292.784 259.520
336.606 292.951
Perkembangan Garis kemiskinan di Sumatera Barat menunjukkan kenaikan angka garis kemiskinan setiap tahun. Pada tabel 2.2. terlihat bahwa garis kemiskinan di Sumatera Barat relatif lebih tinggi dari nasional. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pengeluaran penduduk miskin di Sumatera Barat juga relatif lebih tinggi dari nasional. Walaupun garis kemiskinan cendrung meningkat namun tingkat kemiskinan di Sumatera Barat terjadi sebaliknya. Tentu saja kondisi ini berimplikasi yang positif bagi penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Selanjutnya untuk melihat sebaran Kemiskinan yang terjadi kabupaten/kota se Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
di
Tabel 2.18 Perkembangan Kemiskinan di Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2010-2013 KABUPATEN/KOTA KABUPATEN Mentawai Pessel Kab. Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat KOTA Padang Solok Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman Rata-rata
2010
2011
2012
2013
19,74 10,22 11,74 10,45 6,90 11,86 9,84 10,47 10,96 11,11 10,56 9,59
18,85 9,75 11,19 9,94 6,57 11,26 9,39 9,96 10,42 10,61 10,09 9,14
16,70 8,68 10,03 8,79 5,95 10,12 8,43 8,89 9,31 9,37 8,82 8,04
16,12 8,64 10,26 8,53 5,77 9,17 7,68 8,26 8,37 8,12 7,74 7,86
6,31 6,99 2,47 7,60 6,82 10,58 5,90 9,50
6,02 6,72 2,34 7,25 6,49 10,09 5,66 8,99
5,30 5,87 2,17 6,50 5,73 9,00 5,02 8.00
5,02 4,60 2,28 6,66 5,36 7,81 5,35 7.56
35
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa secara umum terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat dalam kurun waktu 2010-2013. Kabupaten yang masih tinggi tingkat kemiskinannya adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Solok, kondisi ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah provinsi untuk berkoordinasi dengan daerahdaerah tersebut sehingga tingkat kemiskinan bisa diturunkan dari dua digit menjadi lebih rendah seperti daerah lainnya di Sumatera Barat. Masih tingginya tingkat kemiskinan di kedua daerah ini tidak terlepas dari status daerah tertinggal yang masih melekat pada daerah ini. Kemudian jika dikaji lebih jauh bagaimana peran pemerintah terhadap penanggulangan kemiskinan yang terjadi di kota dan kabupaten di Sumatera Barat, maka kondisi ini bisa dilihat dari pola hubungan belanja daerah, yaitu belanja langsung dengan tingkat rata-rata kemiskinan kota dan kabupaten pada periode 2010-2013. Hubungan yang terjadi antara Belanja Langsung dan Kemiskinan di Sumatera Barat, memperlihatkan pola yang menarik, yaitu ada beberapa P o la H u b u n g a n B e la n ja L a n g s u n g d a n R a t a - R a t a K e m is k in a n K a b / K o t a 8 .4 70
R a t a - R a t a B e la n j a L a n g s u n g
M e n ta w a i
60 K o ta S o l o k S o l o k S e l a ta n P a d a n g P a n ja n g
50
D h a rm a sra y a
S a w a h l u n to P a y a ku m b u h
B u ki t t i n g g i
P a ri a m a n
S iju n ju n g
P a sa m a n B a ra t 40
4 2 .0 1
P a sa m a n Padang 5 0 K o ta P e si si r S e l a t a n
30
P a d a n g P a ri a m a n
T a n a h D a ta r
S o lo k
Agam 2
4
6
8
10
12
14
16
R a t a - R a t a K e m is k in a n
kota dan kabupaten (kuadran III) dimana porsi belanja langsung tidak begitu tinggi ( dibawah 40%) tetapi kemiskinan di daerah tersebut relatif lebih rendah seperti daerah Kabupaten tanah datar dan kota Padang, kondisi ini bisa menjelaskan dua hal, pertama peran serta masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan sudah relatif baik, walaupun dukungan dana dari pemerintah relatif terbatas. Kedua, hal ini menunjukkan kondisi perekonomian daerah yang cukup baik sehingga medorong terjadinya penurunan kemiskinan. Kondisi berlawanan terjadi di kuadran I (ada 4 kota/kabupaten), dimana alokasi belanja langsung yang cukup tinggi tetapi angka kemiskinan masih tinggi. Kota dan kabupaten tersebut adalah Kota Payakumbuh, Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya dan Sijunjung. Kondisi ini menjadi pertanyaan mengapa dana pengentasan kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah melalui program belum
36
mencapai sasaran yang tepat atau tidak terkelola dengan baik. Selanjutnya juga dapat dijelaskan bahwa Kota Sawahlunto merupakan kota yang relatif sangat baik dalam menanggulangi kemiskinan di daerahnya, dimana belanja langsung lebih dari 40% ternyata mempunyai pola hubungan yang positif dengan pengurangan kemiskinan. Berdasarkan dari uraian di atas dapat dijabarkan potensi dan peluang yang dihadapi Sumatera Barat ke depan terkait dengan kemiskinan adalah: 1. Data kemiskinan menunjukkan bahwa terjadi pengurangan penduduk miskin di Sumatera Barat, hal ini sekaligus memberikan sinyal bahwa program pengentasan kemiskinan berjalan dengan baik. Dan tentu saja hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah supaya lebih meningkatkan lagi program pengentasan kemiskinan dalam berbagai varian yang lebih baik. 2. Peningkatan garis kemiskinan menunjukkan terjadi peningkatan pengeluaran atau biaya hidup bagi masyarakat miskin. Terutama untuk bahan makanan dan perumahan. Karena kedua faktor tersebut mendominasi peningkatan angka garis kemiskinan. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah bagaimana menyediakan bahan makanan murah (terjangkau daya beli masyarakat) dan perumahan yang layak bagi masyarakat miskin. 3. Perlu sinkronisasi program pengentasan kemiskinan dari provinsi ke kota dan kabupaten yang ada di Sumatera Barat, karena masih ada daerah yang tingkat kemiskinan tinggi padahal pengeluaran pemerintah sudah cukup tinggi, karena itu perlu sinkronisasi dan koordinasi dengan provinsi supaya program pengetasan kemiskinan bisa dilakukan dengan lebih baik. 4.
AGAMA
Memperhatikan kondisi riil kehidupan agama, sosial dan budaya, bangsa dan negara Indonesia saat ini adalah sangat memprihatinkan, selain muncul isu-isu gerakan radikal dalam berbagai hal tidak terkecuali kehidupan agama. Setelah kita lakukan studi banding ke daerah tetangga ternyata hal yang sama hampir tak terelakan. Pada satu sisi pembangunan bidang fisik melaju dengan cepatnya, pada sisi lain pembangunan dalam bidang mental spritual agak terabaikan. Maka untuk mengimbangi hal tersebut,diperlukan penanaman nilai-nilai keimanan yang sesungguhnya dan menjadi prioritas bagi pembangunan Sumbar kedepan setidaknya RPJMD 2015 -2019. Kita tahu bahwa kepribadian seorang muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang muslim haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Nilai nilai ketauhidan tersebut yang akan
37
ditularkan kepada generasi bangsa secara kontinuitas dan bertahap. Karena semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar akhlak, watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pedoman dan pegangan hidunya. Sebaliknya, jika akidah tauhid seseorang telah kokoh dan mapan (established), maka terlihat jelas dalam setiap amaliahnya. Inilah sikap yang dilahirkan dari seorang muslim yang setia kepada agamanya. Islam menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau ketaatan hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa atau berharap kepada-Nya, haruslah bersifat langsung tanpa perantara seperti yang dilakukan kaum musyrikin. Allah Swt telah mengingat kita semua agar selalu memelihara dan menjaga diri, keluarga dari api neraka, bahwa menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri serta keluarga. Setiap manusia khususnya orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu setiap orang harus memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada dirinya dan kepada keluarganya. Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Penanaman tauhid dimulai kepada keluarga sebagai unit dasar serta unsur yang fundamental dalam masyarakat. Nabi Muhammad SAW memandang keluarga sebagai struktur yang tak tertandingi dalam masyarakat, beliau sendiri memberikan contoh teladan dalam masalah ini, serta menganjurkan umatnya untuk mengikuti dan melestarikan tradisi mulia dan agung ini, disamping itu termasuk sebuah perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai salah satu prinsip moral yang paling penting dalam pandangan Islam. Mulai dari memilih pasangan hidup atas dasar cinta serta keikhlasan, sehingga pernikahan dilandasi rasa kerelaan dari kedua pasangan dalam rangka mencari ridha Allah dengan mengikuti sunnah. Awal pernikahan yang demikian dapat membentuk keluarga yang sakinah, karena kedua pasangan menjadikan agama sebagai landasan untuk saling mengikat diri dalam tali pernikahan yang resmi secara agama dan undang-undang yang berlaku. Memelihara kelangsungan keturunan (hifzh an-nasl) merupakan salah satu syari‟at Islam yang hanya dapat diwujudkan melalui pernikahan yang syah menurut agama serta undang-undang, keluarga yang diliputi rasa cinta kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) kedua
38
pasangan. Keluarga dalam bentuk yang paling umum dan sederhana terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga batih). Ayah dan Ibu, keduanya merupakan komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, terutama ketika masih kecil. Secara biologis dan psikologis ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan yang utama bagi keluarga dan anak anak dalam lingkungan masyarakat. Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Orang tua memiliki peran yang tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak, memiliki fitrah yang dibawanya, tergantung bagaimana perkembangannya yang banyak tergantung kepada usaha pendidikan dan bimbingan yang dilakukan kedua orang tuanya. Oleh karena itu diharapkan orang tua menyadari kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap anak-anaknya. Peranan orang tua sebagai pendidik merupakan kemampuan penting dalam satuan pendidikan kehidupan keluarga (family life education). Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia akan menjadi sebuah kekuatan batin yang tangguh. Sehingga melahirkan sikap positif. Optimisme akan lahir menyingkirkan rasa kekhawatiran dan ketakutan kepada selain Allah. Jika tauhid gagal yang tinggal adalah syirik kefasikan, kemunafikan, kemungkaran dan kekejian. Maka penyusunan background study RPJMD hakikatnya dibidang agama, sosial dan budaya adalah usaha-usaha pemerintah, tokoh pendidikan, orang tua terhadap anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim. Ketauhidan dan keimanan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang akan melahirkan perilaku yang positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, seseorang yang memiliki ketauhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Tuhan, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar terlihat dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Berdasarkan teori yang dipakai oleh akademis melalui konsorsium ahli ilmu keislaman kajian pencapaian target kinerja program bidang agama Provinsi Sumatera Barat sebagai unit pelaksana program pemerintah daerah untuk sektor agama dinilai cukup baik walaupun belum maksimal dalam mencapai berbagai sasaran yang ditetapkan. Program-program yang dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun tersebut adalah : Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama; Program
39
Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan dan Pengembangan Nilai-Nilai Keagamaan; Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan; Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama; Program Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Adapun hasil-hasil kinerja program yang dicapai sampai dengan tahun 2014 adalah sebagai berikut : a.
Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama, hasil yang telah dicapai adalah : terpenuhinya pelayanan calon jemaah haji dan jemaah haji sebanyak + 4.292 orang tahun 2013 melalui koordinasi pelayanan embarkasi/debarkasi haji padang serta terbangunnya mesjid raya sampai pembangunan tahap III pada tahun 2014. Dari aspek sarana pelayanan sudah menunjukkan kearah yang lebih baik. Misalnya jumlah rumah ibadah di Sumatera Barat tahun 2013 sebanyak 17.378 yang terdiri dari 16.942 mesjid dan mushalla, 429 gereja dan rumah kebaktian, 5 wihara, 1 Pura serta 1 kelenteng. Artinya setiap 300 orang memiliki 1 sarana ibadah. Setiap 1 sarana ibadah untuk muslim dimiliki oleh 299 orang, termasuk bayi dan anak-anak. Secara realistis jumlah rumah ibadah sudah dapat dianggap memadai, namun yang lebih penting adalah pelayanan terutama pada aspek thaharah dan program-progran yang relevan. Dari survey yang dilakukan ternyata pengunjung mesjid hanya 6270 orang dalam satu hari dari jumlah penduduk mukim sekitar mesjid sebanyak 1.000 orang. Peningkatan fungsi sarana ibadah untuk berbagai kegiatan sudah berjalan seperti pemanfaatan untuk ibadah, pendidikan, sosial, akad nikah, dan acara seremonial. Sementara itu pemanfaatan yang bernilai ekonomi seperti: pesta perkawinan, koperasi, BMT, transportasi jenazah dan lainnya belum berkembang secara signifikan. Pelayanan ibadah haji sudah menunjukan semakin baik dari tahun ke tahun. Hal itu semakin sempurna dengan adanya embarkasi haji di BIM. Namun pengembangan sistem, manajemen dan organisasi perlu menjadi perhatian untuk ke depan. Sampai saat ini SISKOHAT belum ada pada Kantor Wilayah Kementerian Agama dan Kamenag di Kabupaten dan Kota. Sosalisasi dan gerakan pelayanan zakat melalui amil sudah mulai pada setiap kabupaten dan kota, namun tingkat capaian kinerja jauh dari yang diharapkan. Hal itu disebabkan oleh faktor antara lain : manajemen, sosialisasi, dukungan pemerintah dan pemahaman masyarakat serta pengamalan ajaran agama.
40
Pelayanan pada peningkatan informasi keilmuan masyarakat tentang agama masih didominasi oleh da‟wah lisan. Pengadaan informasi keagamaan yang berupa cetakan masih terbatas pada pengadaan mashaf al-Quran. Hal itu akan memperlambat pemahaman yang beresiko kepada pengamalan agama masyarakat akan rendah. Pengadaan informasi cetakan seperti buku-bimbingan ibadah, sosial, prilaku, budaya, ekonomi dan lainnya dalam bahasa yang dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat awam perlu menjadi perhatian kedepan. Sarana pelayanan perkawinan sudah dimiliki pada setiap kecamatan termasuk lembaga BP4, (Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan). Namun data perceraian masih cukup tinggi sekitar 8,75% dari jumlah penduduk berusia 10 tahun ke atas. Dan hampir semua kabupaten/kota menunjukkan peran BP4 sangat rendah pasca nikah. b.
Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan dan Pengembangan Nilai-Nilai Keagamaan, hasil yang dicapai adalah : terlaksananya pengiriman kafilah Sumatera Barat ke MTQ tingkat nasional, terlatihnya qori/qoriah, hafiz/hafizah dan khat/khattah berprestasi, tersedianya forum diskusi pengajian melalui wirid di kantor maupun wirid remaja di mesjid/mushala, terlaksananya kunjungan Tim Ramadhan dan peringatan hari besar Islam. Untuk tingkat pemahaman sudah dilakukan secara lebih baik misalnya : pengadaan dan pembinaan penyuluh agama sudah dilakukan. Sampai tahun 2013 sudah dibina sebanyak 3.469 oleh pemerintah beserta bimbingan dan pelatihan SDMnya dan dibantu juga insentif bulanan untuk mereka. Untuk meningkatkan pemahaman keagamaan aparatur Negara, maka disetiap satkerpun sudah dilakukan penyuluhan rutin dan berkala. Untuk memotivasi masyarakat agar bisa memahami sumber ajaran agama, maka setiap tahun dilakukan lomba membaca, memahami, menjelaskan firman dalam acara MTQ. Pada tataran aplikasi dan pengamalan nilai-nilai religius belum lagi mencapai hasil yang memuaskan, misalnya : dari 100 orang remaja SLTA, 80 % melakukan pacaran dengan pegangan tangan sampai hubungan badan, 150 angkot yang disopiri laki-laki masih aktif mencari penumpang disaat khatib membaca khutbah sampai akhir shalat di hari jum‟at (dalam waktu 20 menit). Takaran yang tidak ditera banyak sekali dipakai pedagang dalam menjual dagangannya. Toleransi di jalan raya sangat kurang sekali, pejalan kaki yang sedang menyebrang di zebra cross sering dimaki pengemudi. Masyarakat terkosentrasi membangun kesalehan individunya dengan mengabaikan kesalehan sosial.
41
c.
Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan, hasil yang dicapai adalah : terlaksananya pemberdayaan gerakan kembali ke surau, pelatihan da‟i se Sumatera Barat, peningkatan kesejahteraan Imam mesjid se Sumatera Barat, peningkatan jaminan asuransi ulama serta terlaksananya pengadaan buku agama praktis untuk perpustakaan mesjid. Disamping itu berbagai prestasi yang diraih oleh pendidikan keagamaan rata-rata menurun dibandingkan tahun 2007/2009 yaitu 90 %. Gambaran di atas memperlihatkan prestasi yang cukup baik pada tataran kognitif yang belum tentu pada tataran psikomotor, sebagaimana digambarkan dari survey prilaku remaja sebelum ini. Oleh karenanya perhatian terhadap prilaku dan aplikasi nilai-nilai religius haruslah terus menerus ditingkatkan. Pendidikan model boarding school perlu diupayakan pada setiap kabupaten dan kota.
d.
Program Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan, hasil yang dicapai adalah : terlaksananya koordinasi pembinaan lembaga pendidikan pondok pesantren di Sumatera Barat, terlaksananya koordinasi dan fasilitasi pembinaan pondok Al Qur‟an se Sumatera Barat, terlaksananya fasilitasi pembinaan TPA/TPSA/MDA/MDW se Sumatera Barat, serta terlaksananya koordinasi, fasilitasi dan pembinaan lembaga didikan subuh di Sumatera Barat. Perhatian dalam bentuk dukungan fasilitas telah diberikan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang ada dalam berbagai bentuk. Lembaga tersebut telah memberikan kontribusi terhadap proses pemahaman dan pengamalan ajaran agama. Hal itu terlihat dari program-program yang dirancang dan dilakukan oleh lembaga tersebut seperti, MUI, DMI, Baznas, Lembaga Da‟wah, Didikan Subuh, Remaja Muslim, Majelis Ta‟lim, TPA/MDA /MDA/MDW dan lainnya. Pada aspek sarana dan manajemen lembaga diatas masih jauh dari harapan. MUI belum mempunyai kantor yang refresentatif terutama di daerah, disamping manajemennya yang belum efektif dan efisien sehingga berpengaruh kepada kinerja yang diharapkan. Sama halnya DMI, lembaga da‟wah, didikan subuh. Lebaga pendidikan TPA dan MDA MDA/MDW yang sudah tua umur lembaganya sampai sekarang belum terkelola secara profesional.
e.
Peningkatan Kerukunan Umat Beragama Upaya-upaya terhadap kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik. Walaupun ada konflik antar umat beragama namun kejadiannya tidaklah sering dan tidak sampai mengganggu keamanan dan stabilitas wilayah. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahya konflik antar umat beragama adalah
42
tingkat pemahaman ajaran agama secara umum telah lebih baik terutama pada tingkat elit. Disamping itu pertemuan rutin dan berkala tetap dilakukan antar umat beragama di dalam Forum Antar Umat Beragama, paling kurang sekali dalam sebulan. 2.
Dari kondisi di atas terdapat peluang sebagai berikut:
a.
Otonomi Daerah telah dijalankan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat semenjak tahun 2000. Pemerintah Daerah Sumatera Barat telah mencanangkan program “kembali ke nagari” (Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 dan direvisi oleh Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007) dan program “kembali ke surau”. Pelaksanaan otonomi daerah melalui kedua program tersebut secara umum telah berjalan baik, dewasa ini telah terdapat 520 nagari (data 2006) secara resmi beroperasi. Faktanya, implementasi program tersebut masih terdapat sejumlah konflik internal dalam nagari-nagari dan terjadinya proses pemekaran nagari. Kondisi ini memberikan tanda bahwa perkembangan pembangunan nagari masih memerlukan pembenahan dan pengawasan melalui sistem tata pemerintahan yang bersih dan baik.
b.
Pada hakikatnya masyarakat Sumatera Barat selalu dinamis dalam menyikapi perubahan. Perubahan yang terjadi (a) Peningkatan jumlah rumah ibadah 15.667 dengan jumlah pemeluk agama 4.906.416 pada tahun 2010 meningkat pada tahun 2013 sebanyak 17.378 dengan jumlah pemeluk agama sebanyak 5.066.501 sampai dengan tahun 2014 terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik, (b) Sumber–sumber dana syari‟ah yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif, (c) Jumlah jema‟ah haji lebih 4.000 orang setiap tahunnya terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual apalagi kesalehan kolektif, (d) Peraturan Daerah dan Peraturan Nagari tentang syar‟iah sudah banyak namun belum lagi berjalan secara efektif, (e) Pengajaran budi pekerti dan BAM belum lagi berjalan secara efektif dan aplikatif, (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong sepenuhnya anak-anak dan remaja untuk memahami pesan Al-Quran yang telah ”mampu dibacanya” itu apalagi selanjutnya untuk diamalkan, (g) Badan Penasehat Perkawinan masih banyak kendala dalam menjalankan misinya, sehingga pesan penasehatan oleh badan tesebut belum mampu melanggengkan pasangan kawin sekitar 30.000 setiap tahunnya. Angka perceraian tahun 2013 sebesar 8,75% adalah bukti menunjukkan kelembagaan keagamaan telah berjalan kalaupun masih belum maksimal, (h) Agama terkesan formalis dan simbolis. Masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang
43
dikandung oleh kegiatan itu, (i) Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung meninggalkan etika dan budaya agama, (j) Berbagai pihak belum terlalu perhatian terhadap sistem keuangan syari‟ah dan lembaga keuangan mikro yang ada di nagari-nagari, (k) Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih cenderung menunjukkan peningkatan dan lain-lainnya. c.
Sumatera Barat dewasa ini telah berkembang kepada masyarakat yang heterogen dan bahkan multikultural. Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tersebut antara lain keterbukaan wilayah dan komunikasi bagi pendatang untuk bermukim tetap dalam wilayah Sumatera Barat, perbedaan tingkat kesejahteraan berbasis ekonomi di kabupaten dan kota, perbedaan tingkat pendidikan dalam masyarakat, perbedaan orientasi dan gaya hidup anggota masyarakat, dan efek pembangunan fisik, infrastruktur yang tidak seimbang dalam masyarakat. Ditengah perbedaan yang begitu menggejala, karakteristik umum masyarakat Sumatera Barat masih dominan berbasis Adat Minangkabau dan praktek ajaran Agama Islam.
d.
Prinsip matrilineal sangat penting dan khas, karena ia sangat kuat dalam memberikan karakter budaya masyarakat Minangkabau. Figur perempuan dikenal dengan Bundo Kanduang dan dalam kekerabatan diistilahkan dengan Limpapeh Rumah Nan Gadang, Umbun Puro Pegangan Kunci. Rumah Gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Permasalahan terjadi dalam kehidupan perempuan Minangkabau yaitu peran Bundo Kanduang semakin tidak signifikan (utama). Porsi perempuan dalam keluarga digantikan oleh lembaga di luar keluarga, dalam ruang publik, peran perempuan juga semakin tidak penting.
e.
Kelembagaan adat adalah cerminan dari bagaimana aturanadat dijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, urang ampek jinih, ninik mamak, atau kelembagaan tungku tigo sajarangan. Eksistensi mereka bergantung kepada keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filosofi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Persoalannya dewasa ini adalah kelembagaan adat semakin menurun fungsinya sejalan dengan semakin memudarnya kepatuhan menjalankan norma dan
44
nilai adat dalam masyarakat. Sehingga, semakin banyak masyarakat yang tidak mengenal dengan baik tentang fungsi, peran dan tujuan dari kelembagaan adat. f.
Batas kesopan-santunan, nilai budaya dan agama untuk pergaulan menjadi dasar bagi jati diri Minangkabau, raso pareso, ereang jo gendeang. Semenjak masuknya arus globalisasi melalui aplikasi komunikasi dan informasi pola interaksi sosial semakin berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya ikatan komunitas di luar batas kesatuan identitas sosial nagari, suku atau kaum. Ikatan sosial sudah berdasarkan kepada kepentingan politik dan ekonomi. Sementara ini, sejalan dengan perkembangan teknologi, peralatan canggih untuk menopang kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat justru melahirkan perilaku sosial yang keluar dari nilai kemuliaan. Masyarakat berubah ke arah yang tidak menentu karena tidak dapat diukur menurut tuntutan nilai-nilai budaya Minangkabau.
Sedangkan untuk tantangannya meliputi: a.
Era globalisasi datang tidak mendadak, akan tetapi merupakan kelanjutan dari era sebelumnya, yang kelahirannya dapat diperkirakan. Ia lahir dari alam pikiran manusia yang telah berkembang dengan pesat dan membuahkan ciptaan yang dipandang hebat dan mendasar. Perubahan yang dihasilkannya itu menawarkan perluasan wawasan dan gagasan yang terbuka bagi perkembangan kehidupan, dan sekaligus melahirkan tantangan yang cukup berat dan mendasar, yang menyentuh sendi-sendi kehidupan insani, dan tidak mudah diatasi. Era globalisasi yang sarat akan informasi, cepat berubah dan penuh persaingan, menggiring umat manusia untuk tidak sempat beristirahat sekejap pun dari berbuat kreatif. Selaku manusia, kita dituntut untuk survive inovatif, berproduksi agar selalu terjadi perbaikan (continuous improvement)
b.
Globalisasi merujuk pada skala urgensi dan hakekat saling terkait antar masalah yang dihadapi masyarakat internasional. Globalisasi itu sendiri sulit untuk diubah, malah menuntut setiap orang untuk membangun dunia yang lebih baik. Memang benar, kemanusiaan akan melihat da‟wah dan pendidikan sebagai sesuatu yang berharga, yang sangat dibutuhkan di dalam meraih cita-cita perdamaian, kemerdekaan, keadilan sosial dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
c.
Di masa lalu pengembangan sumber daya, terfokuskan pada pembinaan peradaban industri dan intelek, berorientasi pada pengetahuan sains dan teknolgi. Yang menjadi tujuan pokok, di
45
saat itu, adalah tercapainya kekuatan nasional yang diarahkan pada pengembangan ekonomi. d.
Kecepatan pembangunan dan berbagai perubahan nampak dari data berikut ini. 80% ilmuwan di dunia, lahir di abad 20. Ini berarti bahwa 20% saja yang lahir sebelumnya, padahal usia dunia sudah ribuan tahun. 80% dari pengetahuan yang terhimpun selama ini, diperoleh di abad 20. Ini berarti bahwa kreativitas umat manusia makin berkembang dan dituntut cepat. 60% dari pengetahuan yang ada, dikembangkan setelah perang dunia II. Ini berarti bahwa setelah perang dunia II, produk pengetahuan di dunia ini berlangsung cepat, setelah terjadi kehancuran akibat perang.
e.
Masa depan memang ditandai oleh banyaknya tantangan, persaingan, peluang dan kesempatan. Kehidupan makin kompleks. Dunia kerja berubah secara radikal, bahkan berbagai pekerjaan hilang tanpa diduga sebelumnya (mesin tik manual telah hilang bersama lembaga kursus mengetik, yang diganti dengan kursus komputer dan rental komputer dan warnet). Dunia makin tidak menentu, dan masa lalu kurang berperan dibandingkan masa kini dan masa mendatang. Kemampuan melihat peluang akan menyebabkan orang menjadi sibuk dan memiliki ciri, cepat melihat, cepat mengambil keputusan dan cepat berbuat.
f.
Globalisasi dapat bahkan telah menimbulkan semacam krisis antropologis, mendasar dan cepat meluas. Manusia telah berhasil menciptakan raksasa-raksasa (ilmu, teknologi, politik, ekonomi dan kemasyarakatan) yang telah siap mencaplok, menggerogoti, menelan dan menghancurkan penciptanya sendiri, yaitu manusia. Sumber-sumber energi rohani tersumbat dan dibentengi, sehingga kehidupan menjadi miskin, kering dan gersang.
g.
Sekiranya krisis antropologis itu berjalan terus, akan sampai pada dunia khayalan, di mana manusia benar-benar dapat merupakan hasil industri yang dibuat di sebuah pabrik yang memproses bakat, kemampuan, disposisi dan memproses karakteristik manusia, selaras dengan jabatan, jenis pekerjaan dan jumlah yang diperkirakan untuk masa tertentu. Dewasa ini era globalisasi itu antara lain melahirkan ketegangan antara yang spiritual dengan yang serba material; yang global dan yang lokal; yang universal dengan yang individual; tradisional dan modernitas; jangka panjang dan jangka pendek; kebutuhan untuk bersaing dan untuk bekerja sama; egoisme kepentingan dalam berbagai aspek
5.
PEMUDA DAN OLAH RAGA
Untuk kegiatan kepemudaan dan olahraga selama 4 tahun (tahun 20102013) mengalami peningkatan yang cukup pesat terutama jumlah
46
organisasi olahraga di Sumatera Barat. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya olahraga. Data tentang kepemudaan dan olahraga secara rinci dikemukakan dalam tabel 19 berikut ini. Tabel 2.19 Kepemudaan dan Olahraga No
Indikator
1 2 3 4 5
Jumlah organisasi pemuda Jumlah organisasi olahraga Jumlah kegiatan kepemudaan Jumlah kegiatan olahraga Gelanggang/balai remaja (selain milik swasta) Lapangan olahraga
6
Capaian Tahun 2010 2011 2012 2013 80 80 80 80 1 1 48 48 17 9 17 18 15 15 20 21 3 3 8
8
8
8
Jumlah organisasi pemuda di Sumatera Barat cukup banyak yaitu ada 80 organisasi pemuda sejak tahun 2010-2013. Bila seluruh organisasi pemuda yang ada ini aktif, tentu akan mempercepat kemajuan daerah, khususnya dibidang olahraga. Disisi lain terlihat jumlah kegiatan kepemudaan justru relatif rendah. Apabila ini digunakan sebagai indikator peran-aktif generasi muda dalam pembangunan daerah, maka besarnya jumlah organisasi pemuda tidak memiliki kontribusi yang berarti untuk kemajuan derah karena aktivitasnya rendah. Oleh karena itu perlu pembinaan yang intensif agar ognasisasi pemuda tersebut lebih aktif dan terarah untuk menunjang pembangunan daerah. Pertumbuhan organisasi-organisasi dibidang olahraga mengalami pertumbuhan yang begitu pesat untuk 2 tahun terakhir ini. Perkembangan jumlah organisasi olahraga tersebut perlu diiringi dengan peningkatan jumlah dan kualitas sarana-prasarana olah raga, agar dapat beraktivitas secara optimal dan melahirkan bibit-bibit unggul dibidang olahraga. Di samping itu para generasi muda aktivitasnya tersalurkan secara positif melalui kegiatan olahraga dan seni. 6.
KEBUDAYAAN
Sumatera Barat dewasa ini telah berkembang kepada masyarakat yang heterogen dan bahkan multikultural. Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tersebut antara lain keterbukaan wilayah dan komunikasi bagi pendatang untuk bermukim tetap dalam wilayah Sumatera Barat, perbedaan tingkat kesejahteraan berbasis ekonomi di kabupaten dan kota, perbedaan tingkat pendidikan dalam masyarakat, perbedaan orientasi dan gaya hidup anggota masyarakat, dan efek
47
pembangunan fisik, infrastruktur yang tidak seimbang dalam masyarakat. Ditengah perbedaan yang begitu menggejala, karakteristik umum masyarakat Sumatera Barat masih dominan berbasis Adat Minangkabau dan praktek ajaran Agama Islam. Aspek sosial dan budaya daerah dapat menjadi basis akumulasi modal dasar dalam pembangunan. Melalui akumulasi modal sosial, seni dan budaya daerah dapat mempercepat kemajuan pembangunan. Sosial dan budaya daerah tidak hanya berperan sebagai objek yang bersifat produktif, tetapi dapat berperan menjadi subjek yang bersifat produktif dalam mendorong kemajuan kehidupan masyarakat. Sosial dan budaya mampu memberi makna dan corak kemajuan yang khas bagi daerah dengan mengangkat posisi kompetitif sebuah suku bangsa di tengah keberagaman budaya daerah secara nasional. Sumatera Barat diakui memiliki kekayaan sosial dan budaya spesifik dan distinktif (khas) di antara keragaman budaya nasional. Meningkatkan apresiasi sosial, seni dan budaya daerah adalah wujud dari sebuah pengakuan bahwa budaya lokal Sumatera Barat mampu mengangkat modal sosial yang diperlukan untuk kemajuan pembangunan masyarakat. Pembangunan kebudayaan merupakan proses pembangunan sumber daya manusia yang difokuskan pada upaya untuk menumbuhkembangkan daya akal dan gagasan inovatif; penanaman dan pelestarian dari nilai, norma dan identitas sosial serta kepribadian masyarakat yang positif; penggalian dan pemaknaan simbol-simbol budaya Minangkabau sebagai acuan perilaku masyarakat serta pengembangan pola perilaku sosial masyarakat yang lebih konstruktif, melalui peningkatan apresiasi terhadap sosial, seni dan budaya daerah. Sementara itu, pembinaan dan penampakan kehidupan beragama juga tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai budaya yang telah tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Sumatera Barat. Rumah Gadang dan Keturunanannya adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Permasalahan terjadi dalam kehidupan perempuan Minangkabau yaitu peran Bundo Kanduang semakin tidak signifikan (utama). Porsi perempuan dalam keluarga digantikan oleh lembaga di luar keluarga, dalam ruang publik, peran perempuan juga semakin tidak penting dalam masyarakatnya. Kelembagaan adat dan agama adalah cerminan dari bagaimana aturan adat dijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, urang ampek jinih, ninik mamak, atau kelembagaan tungku tigo sajarangan. Eksistensi mereka bergantung kepada keberadaan hukum
48
adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filosofi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Persoalannya dewasa ini adalah kelembagaan adat semakin menurun fungsinya sejalan dengan semakin memudarnya kepatuhan menjalankan norma dan nilai adat dalam masyarakat. Sehingga, semakin banyak masyarakat yang tidak mengenal dengan baik tentang fungsi, peran dan tujuan dari kelembagaan adat, terutama dikalangan generasi muda terdidik tentu akan parah lagi bagi mereka yang belum terpelajar. Karena agama budaya orang Minangkabau adalah Islam, maka batas kesopan-santunan, nilai budaya dan agama untuk pergaulan menjadi dasar bagi jati diri Minangkabau, raso pareso, ereang jo gendeang. Semenjak masuknya arus globalisasi melalui aplikasi komunikasi dan informasi pola interaksi sosial semakin berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya ikatan komunitas di luar batas kesatuan identitas sosial nagari, suku atau kaum. Ikatan sosial sudah berdasarkan kepada kepentingan politik dan ekonomi. Sementara ini, sejalan dengan perkembangan teknologi, peralatan canggih untuk menopang kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat justru melahirkan perilaku sosial yang keluar dari nilai kemuliaan. Masyarakat berubah ke arah yang tidak menentu karena tidak dapat diukur menurut tuntutan nilai-nilai budaya Minangkabau. Pelaksanaan RPJMD telah dilakukan untuk mencapai sasaran kinerja makro pembangunan Peningkatan Apresiasi sosial, seni dan Budaya Daerah. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai program yang dituangkan dalam kegiatan dengan capaian sebagai berikut : (1) Mengembangkan kehidupan sosial budaya menuju suatu peradaban yang bermartabat dan dilandasi akhlak yang mulia; (2) Memupuk rasa percaya diri serta mengembangkan identitas budaya di tengah keragaman masyarakat daerah, nasional dan global; (3) Memupuk rasa solidaritas sosial serta mengembangkan toleransi terhadap perbedaan budaya sehingga dapat menumbuhkan kebersamaan dan kerukunan; (4) Mengembangkan pendidikan budaya mulai sejak usia dini dengan mendorong tumbuhnya partisipasi yang luas dalam masyarakat; (5) Mengembangkan kreatifitas budaya, baik yang bersifat kelompok maupun individu; (6) Mengembangkan iklim dan suasana kehidupan seni dan budaya yang kondusif, baik secara individual maupun komunal dan institusional; dan (7) Mengembangkan kelembagaan masyarakat adat dan meningkatkan peran ulama, ninik mamak dan cendikiawan dalam penerapan nilai-nilai adat, seni dan budaya. Pengembangan nilai-nilai sosial dan budaya daerah di Sumatera Barat juga dilakukan terhadap lembaga-lembaga seni budaya yang tersebar di Daerah Kabupaten/ Kota, terutama lembaga seni budaya
49
tradisional yang masih aktif, dan secara konsisten ikut mempertahankan kelestarian nilai-nilai tradisional hampir 600 sanggar sampai tahun 2014. Pada tahun ini juga secara konsisten dilakukan pembinaan terhadap nilai-nilai seni budaya langka yang masih tersimpan dan belum terpublikasikan secara baik di tengah-tengah masyarakat, dimana pada tahun 2013 telah dilakukan inventarisasi dan dokumentasi terhadap 31 jenis seni budaya langka, dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 37 jenis budaya langka. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan dan budaya daerah, maka ada 5 (lima) prioritas utama pada program pembangunan dan budaya daerah, yaitu : a.
Mengembangkan kehidupan yang berbudaya Minang menuju peradaban yang bermartabat.
Cerminan dari prioritas ini akan terlihat maraknya pertumbuhan budaya di tengah-tengah masyarakat, baik dalam bentuk prilaku budaya, event budaya maupun khazanah budaya. Capaian pembangunan pada aspek ini belumlah maksimal seperti yang diharapkan. Budaya alternatif banyak menjadi prilaku sehari-hari oleh masyarakat. Lebih banyak masyarakat meninggalkan budaya lokal dan melaksanakan budaya luar, sehingga yang tercermin bukan budaya sendiri. b.
Tumbuhnya percaya diri dalam mengaplikasikan budaya daerah
Hasil dari prioritas pembangunan ini akan tercermin dalam diri seseorang untuk kebanggaan melaksanakan budayanya sendiri. Sehingga pertumbuhan budaya di tengah-tengah masyarakat akan terlihat semakin lebih baik. Prioritas ini belum tercapai secara maksimal, figurasi oleh pemerintah sudah dilakukan seperti ornament bangunan kebijakan tentang kostum maupun event-event seni dan budaya, namun pada masyarakat masih dominan tampilan budaya alternatif. Hal itu terlihat pada tampilan kostum, seni suara, budaya tutur, seni gerak, ukir lebih dominan budaya dari luar. c.
Pendidikan budaya semenjak dini.
Cerminan (out put) prioritas ini akan terlihat pada tampilan (action) generasi muda dalam berbagai event. Program kearah itu sudah dimunculkan dalam agenda pembangunan, seperti: pengajaran mata pelajaran BAM dan lomba-lomba dalam kontek budaya. Namun capaiannya belum sempurna. Generasi muda sangat suka menampilkan budaya luar yang akarnya dan sosoknya tidaklah berasal dari budaya lokal. Generasi muda lebih banyak menampilkan budaya populer ketimbang budaya daerahnya. d.
Pengembangan kelompok-kelompok budaya dan individu.
Cerminan dari prioritas di atas akan terlihat merebaknya figur-figur seniman, budayawan, dan kelompok-kelompok budaya seperti sanggar di tengah-tengah masyarakat. Hasilnya sudah dapat dilihat dan dinikmati
50
oleh masyarakat. Semenjak “gerakan kembali ke nagari dan kembali ke surau” dicanangkan di daerah-daerah, sudah banyak tumbuh kelompokkelompok budaya e.
Pengembangan cendekiawan)
kelembagaan
masyarakat
(adat,
ulama
dan
Capaian prioritas ini akan terlihat pada keaktifan pemangku adat di balairung, serta musyawarah “tali tigo sapilin” dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial, hukum, politik, budaya di nagari. Capaiannya dapat dilihat dengan sudah tumbuhnya aktivitas-aktivitas kelembagaan tersebut pada mayoritas nagari di Sumatera Barat. Untuk mengevaluasi kinerja program peningkatan apresiasi seni dan budaya, mengalami kesulitan karena terkesan program yang dilaksanakan SKPD tidak mengacu kepada Perda Nomor 4 Tahun 2007. Berikut ini adalah capaian indikator versi SKPD mengenai pemberdayaan lembaga-lembaga budaya dan seni adalah:
a.
Meningkatnya Tampilan Apresiasi dan Promosi Karya Seni.
Untuk itu telah dilakukan peningkatan sarana dan fasilitas Taman Budaya Sumatera Barat. Diharapkan dengan peningkatan sarana fasilitas dimaksud wajah tampilan seni akan semakin berkualitas sehingga mempengaruhi daya tarik kunjungan wisata ke daerah Sumatera Barat. Lokasi Taman Budaya semakin kondusif dengan adanya pembenahan lingkungan Taman Budaya seperti pembenahan sarana wisata pantai semakin dipercantik. Disamping hal yang diatas juga dilakukan pengkajian dan pengemasan seni budaya daerah dalam bentuk workshop tari, manajemen seni pertunjukan dan teater, dengan upaya lain yang dilakukan adalah pagelaran dan pementasan, pameran, festival, lomba karya seni budaya daerah serta dokumentasi dan publikasi produk seni budaya daerah.
b.
Meningkatnya Apresiasi Terhadap Nilai-nilai Adat dan Budaya di Daerah
Untuk mencapai indikator itu telah direalisir kegiatan peningkatan kualitas sarana Pusat Kegiatan Adat dan Budaya dengan melakukan perbaikan dan peningkatan fungsi Balairungsari di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.Hal seperti itu juga dilakukan di nagari Jawi-Jawi Kabubaten Solok dan Nagari Gunung Talang.
c.
Peningkatan Pengenalan Apresiasi Seni dan Budaya Kepada Siswa dan Masyarakat.
Dalam rangka lebih jauh memperkenalkan warisan budaya lokal kepada masyarakat terutama masyarakat pendidikan, maka dilakukan pameran keliling warisan budaya seperti tenun sogket minangkabau, mesjid dan surau tua, pameran bersama museum se Indonesia dan
51
museum masuk sekolah. Untuk meningkatkan pelayanan informasi mengenai Museum dan warisan budaya lokal dilakukan penulisan koleksi Museum dan sistem informasi kebudayaan (audio visual) dan layar sentuh bagi pengunjung. Disamping itu dalam rangka peningkatan pelayanan terhadap pengunjung, maka sarana dan fasilitas Museum ditingkatkan dengan pengadaan permainan anak dan penataan pameran tetap.
d.
Peningkatan Diplomasi Seni dan Budaya
Program yang dilakukan adalah mengikuti dan menyelenggarakan event : Seni dan Budaya, Pekan Kesenian Bali, Gita Bahana Nusantara, Pawai Budaya Nusantara, Pekan Budaya Sumbar, Matta di Malaysia, Indonesia Night di Malaysia, Indonesia Today di Singapura. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan sebaran pengenalan seni dan budaya Minangkabau di Nusantara dan pasar utama wisatawan Sumatera Barat. Disamping itu juga dilakukan dokumentasi seni budaya langka, permainan anak tradisional, dan peninggalan sejarah dalam bentuk audio visual. Bahkan awal tahun 2014 kegiatan beberapa diplomasi seni dan budaya ditampil di Festival kerajaan Maroko.
e.
Perkembangan Apresiasi Seni dan Budaya di Daerah
Dari hasil survey ke lapangan ditemukan bahwa semangat berbudaya dan mengapresiasi seni di daerah sudah tumbuh menuju kehidupan yang berbudaya dan bermartabat. Informasi berikut dapat dijadikan cerminan ke arah dimaksud seperti : 1.
Pengembangan Makam Syekh Burhanuddin pembawa Islam pertama ke Sumatera bagian Barat terus menerus dibenahi oleh Kabupaten Padang Pariaman,
2.
Penyuluhan Adat selalu dilakukan kepada generasi muda terutama, di Kabupaten dan kota di Sumatera Barat.
3.
Penampilan budaya selalu dilakukan pada event-event seremonial seperti indang, tasa, barzanji, tabuik dan lainnya.
4.
Sentra-sentra budaya juga menjadi perhatian Kab.Padang Pariaman seperti; adanya sasaran silek di nagari, kelompok indang. Adanya 35 sanggar yang memproduksi budaya suara, gerak, ukir dan instrumentalia lainnya.
5.
Di Pesisir Selatan sudah tumbuh banyak sanggar budaya dan cagar budaya sudah dipelihara.
6.
Pemda Pesisir memberikan bantuan terhadap seni rabab.
7.
Apresiasi terhadap budaya lokal juga ditumbuhkembangkan oleh Kabupaten Pesisir Selatan seperti; pemakaian kostum baju minang dari bahan lokal yaitu batik tanah liek setiap hari Kamis dan setiap hari Jumat memakai baju dengan pola Minang.
52
8.
Event-event budaya lain yang dilakukan di Pesisir Selatan adalah; lomba pidato Adat, gelar budaya lokal, membangun gelanggang Mande Rubiah dan lainya.
9.
Di Kabupaten 50 Kota juga dilakukan gerakan budaya dengan menjadikan satu nagari setiap kecamatan sebagai nagari budaya. Event pertama yang dilakukan pada masing-masing nagari model adalah menjadikan satu hari dalam seminggu yang disebut dengan Hari Adat Basandi Syara‟ (Habsyar). Pada hari itu berkumpul setiap segmen masyarakat yang menyatakan sikap, bahwa mulai pukul 18.00 WIB hari Kamis sampai pukul 18.00 WIB hari Jum‟at adalah hari Habsyar. Semua masyarakat harus membaca al-Quran di rumah masing-masing dan di Surau. Remaja SLTA ke bawah tidak boleh keluar rumah malam hari. Semua masyarakat di hari Habsyar wajib memakai pakaian minang (sesuai denga syara‟).
Berdasarkan hal tersebut di atas peluang yang ada meliputi: 1.
Kepemimpinan ideal orang Minangkabau adalah tiga jalinan elemen penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas yakni tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Konstruksi kepemimpinan dalam kaum secara ideal digambarkan sebagai hubungan antara mamak dan kemenakan. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau melalui dua model konstruksi ini.
2.
Kelembagaan nagari adalah unit sosial politik yang signifikan dalam konteks Sumatera Barat. Semenjak nagari ditetapkan sebagai unit pemerintahan dalam kerangka otonomi daerah, posisinya tidak sinkron dengan lembaga-lembaga lain dalam nagari seperti Kerapatan Adat, lembaga setingkat kaum dan suku, lembaga supra nagari seperti MUI, LKAAM dsb. Pelaksanaan pembangunan bidang pemerintahan, adat dan agama dalam nagari pun mengalami disharmoni. Permasalahan yang sedang terjadi adalah terdapatnya pola hubungan yang tidak integratif dan sinergis antara pemerintahan nagari, pemerintahan adat yang dikelola oleh lembaga KAN, lembaga MUI, LKAAM dan lembaga lainnya dalam nagari. Kesatuan dan persatuan antara lembaga nagari dan lembaga-lembaga lain dalam nagari masih belum kuat, sehingga menimbulkan potensi konflik kelembagaan, yang berimbas kepada konflik personal.
3.
Sumber modal ekonomi dan modal sosial di Minangkabau adalah tanah ulayat yang umumnya berada dalam kekuasaan persekutuan suku-suku di nagari yang disebut dengan ulayat nagari, atau yang
53
berada dalam kekuasaan keluarga raja-raja di wilayah rantau yang disebut dengan ulayat rajo, yang dikuasai oleh persekutuan ninik mamak dalam persukuan yang disebut dengan ulayat suku, atau yang dikuasai oleh ninik mamak beserta kemenakannya dalam persekutuan kaum yang disebut dengan ulayat kaum. Pihak-pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan ulayat nagari adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN), ulayat suku adalah ninik mamak dalam persukuan suku dan ulayat kaum adalah ninik mamak beserta kemenakanya dalam persekutuan kaum. Pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan masingmasing jenis tanah ulayat tersebut berada di tangan masing pihak. Persoalan pokok pemanfaatan tanah ulayat tersebut adalah tidak singkronnya landasan hukum yang digunakan oleh pemakai tanah secara umum dengan pemilik tanah ulayat dimana tanah ulayat dilandasi oleh hukum adat, sementara pemakai tanah menggunakan hukum negara (hukum positif/UUPA tahun 1961) sebagai landasan. Menurut hukum adat, pemilik tanah sebagai subyek hukumnya adalah komunal yaitu persekutuan ninik mamak dalam nagari sampai persekutuan masyarakat dalam kaum, sementara UUPA tahun 1961 pemilik tanah sebagai subyek hukumnya adalah individu baik perseorangan maupun kelembagaan. Hal ini memerlukan penyelesaian hukum dengan kebijakan tersendiri untuk merumuskannya secara komprehensif dalam peraturan daerah. Sedangkan tantangannya meliputi: Salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Sumatera Barat dewasa ini adalah kaitan dengan sosial dan budaya adalah, pada satu sisi tuntutan mengharuskan sosial dan berbudaya Minangkabau sebagai jati diri bagi kehidupan, sehingga berdiri berbagai gerakan sosial dan berbagai sanggar, jumlah mata ajar/kuliah disekolah yang semakin bertambah, alat-alat musik dengan segala modelnya semakin meningkat dari tahun ke tahun dan lain-lain sebagainya, tetapi pada sisi lain kepedulian dari pemerintah dan masyarakat semakin berkurang, sarana dan prasarana belum memadai. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dibagi pada dua faktor, pertama faktor internal dan kedua faktor ekternal sebagai berikut:
a.
Permasalahan Pelaku sosial dan budaya
Permasalahan diseputar Pelaku sosial dan budaya ini sangat banyak antara lain adalah : Pertama, Terjadinya penyempitan arti dan fungsi sosial dan budaya menjadi hanya sekedar alat hibur dan formalistik, padahal Pelaku sosial dan budaya sangat luas cakupannya yaitu sebagai identitas dan penampakan kepribadian suatu kumunitas dan sekaligus yang membedakan dengan daerah lain.
54
b.
Materi sosial, seni dan budaya
Materi sosial, seni dan budaya yang disajikan dan ditampilkan pada umumnya adalah bersifat pengulangan atau klise sehingga menimbulkan kejenuhan bagi masyarakat bahkan jarang sekali menyinggung kemajuan Iptek dalam rangka menunjang peningkatan kesadaran masyarakat akan arti penting aspek sosial, seni dan budaya.
c.
Permasalahan pendekatan dan metode sosial, seni dan budaya
Dalam melakukan pendekatan dan metode sosial, seni dan budaya banyak di antaranya yang kurang/tidak tepat sasaran sesuai dengan situasi dan kondisinya. Padahal media yang paling jituh dan berkesan dalam membentuk kepribadiannya sebuah masyarakat adalah melalui metode yang tepat.
d.
Media, Sarana dan Dana sosial, seni dan budaya
Jarang sekali di antara sosial, seni dan budaya yang memanfaatkan media canggih sebagai sarana untuk mensosialisasikan seperti OHP, TV, VCD, Film, Internet dan lain sebagainya, padahal sarana ini sangat ampuh dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Selain itu lembaga sosial, seni dan budaya dan bahkan pelaku budaya kurang dalam hal pendanaannya.
e.
Manajemen dan Sistem sosial, seni dan budaya
Kelemahan utama dalam bidang manajemen adalah kurang mampunya pengelola lembaga sosial, seni dan budaya dalam menerapkan manajemen modern dalam pengelolaan sosial, seni dan budaya. Pada umumnya mereka menerapkan manajemen tradisional dalam pengelolaannya. Selain itu manajemen lembaga sosial, seni dan budaya banyak yang bersifat tertutup, tidak melaksanakan open manajemen sehingga program-programnya tidak diketahui oleh masyarakat.
f.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang begitu pesat saat ini telah melahirkan apa yang disebut dengan era globalisasi, yaitu sebuah era yang menjadikan bumi ini ibarat sebuah nagari kecil dimana semua penduduk saling mengetahui apa yang terjadi di nagariya. Saat ini semua ummat manusia pada satu belahan bumi mengetahui secara persis apa yang terjadi pada belahan bumi yang lainnya, sebagai dampak positif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi ini selain membawa dampak positif bagi ummat manusia berupa kemudahan dalam melaksanakan semua urusan, ternyata juga menimbulkan permasalahan baru dalam kehidupan ummat manusia seperti rasa keterasingan, kecemasan, kegersangan hidup, terjadinya ketidak percayaan dengan budayanya sendiri.
55
g.
Serangan Pemikiran (Ghazwul Fikri)
Kelumpuhan masyarakat pada aspek sosial, seni dan budaya saat ini salah satunya adalah disebabkan derasnya intervensi dari luar terhadap keberadaan masyarakat. Serangan paling deras adalah dilakukan oleh oknum-oknum atau golongan yang tidak menyukai tumbuh dan berkembangnya sosial, seni dan budaya lokal sebagai salah satu kekuatan masyarakat Sumatera Barat. Intervensi itu dilakukan dalam bentuk serangan pemikiran dengan mencopot akar-akar sosial, seni dan budaya dari dalam individu dan masayarakat yang berbudaya ABS-SBK. Akibatnya sosial dan budaya lokal lumpuh, dan masyarakatpun tidak lagi menyadari kehebatan dan kedahsyatan budayanya.
h.
Imperialisme Budaya Asing
Sebagai salah satu akibat langsung dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi melalui informasi dan komunikasi yang sangat dekat dengan setiap individu Muslim Indonesia adalah masuknya budaya asing langsung ke dalam rumah tangga masyarkatat Sumbar melalui media Televisi dan lain sebagainya. Akibatnya anak-anak muda generasi masa depan bangsa larut dan mencontoh budaya-budaya asing tersebut, padahal budayabudaya asing tersebut bertentangan dengan budaya bangsa dan agama. 7.
PERPUSTAKAAN
Perpustakaan merupakan jantung-hati kegiatan ilmiah dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Sumber bacaan di perpustakaan memuat berbagai ilmu pengetahuan dan inovasi-inovasi berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, pertanian, peternakan, perikanan, teknologi dan seni, serta bidang keagamaan. Tersedianya fasilitas perpustakaan yang canggih dan mutakhir serta minat baca yang tinggi dikalangan masyakat, akan mempercepat pembangunan SDM di Sumatera Barat. Kondisi perpustakaan daerah Sumatera Barat dapat disajikan dalam tabel 20 berikut ini. Tabel 2.20 Perpustakaan No
Indikator
1 2
Jumlah perpustakaan Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah
3
2010 138 6.575 143.004
Capaian Tahun 2011 2012 145 127 31.543 63.186 168.146
181.146
2013 183 54.309 191.391
Jumlah perpustakaan selama 4 tahun terakhir (tahun 2010-2013) mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2012 justru terjadi penurunan jumlah perpustakaan yang ada. Tahun 2013 jumlah
56
perpustakaan mencapai 183 buah. Ini suatu kemajuan yang sangat baik, namun dari segi pengunjung justru menurun dibanding dengan tahun sebelumnya. Tahun 2012 jumlah pengunjung mencapai 63.186 orang, tetapi tahun 2013 hanya 54.309 orang. Hal ini perlu dievaluasi apakah masalah pengelolaan yang masih perlu ditingkatkan agar minat pengunjung meningkat seperti penggunaan teknologi modern. Hasil evaluasi terserbut dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja dibidang perpustakaan. Bilamana ditinjau dari segi jumlah koleksi buku di perpustakaan perkembangannya cukup menggembirakan, hampir setiap tahun mengalami peningkatan jumlah koleksi buku yang ada di perpustakaan. Koleksi buku yang dikelola di perpustakaan pada tahun 2013 mencapai 191.391 buku. Ini suatu upaya yang sangat bagus, apalagi buku-buku itu merupakan referensi terbaru, sehingga dapat dimanfaatkan oleh banyak kalangan, baik siswa, mahasiswa, maupun masyarakat lainnya. 8.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
Keberhasilan pembangunan pemberdayaan perempuan tercermin dari Indeks Pemberdayaan Gender dan Indeks Pembangunan Gender (IPG).Indkator ini dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan.Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik.Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi. Propinsi Sumatera Barat termasuk Provinsi dengan IPG tertinggi dibandingkan provins lainnya di Indonesia. Pencapaian IPG dapat dilihat pada tabel berikut, yang diambil dari buku “Pembangunan Manusia Berbasis Gender”, tahun 2013 dari Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tabel 2.21 IPG Tertinggi dan Terendah tahun 2011-2012 2011 DKI Jakarta DI Yogyakarta Sumatera Utara Kalimantan Tengah Sumatera Barat Kalimantan Timur
IPG 2012 TERTINGGI 74,01 DKI Jakarta 73,07 DI Yogyakarta 70,34 Kalimantan Tengah 69,80 Sumatera Utara 69,55 Sumatera Barat TERENDAH 61,07 Kalimantan Timur
IPG 74,66 74,11 70,87 70,76 70,11 61,86
57
Kep. Bangka Belitung
60,79
Papua Barat Gorontalo Nusa Tenggara Barat
59,24 57,67 56,70
Kep.Bangka Belitung Papaua Barat Gorontalo Nusa Tenggara Barat
61,38 60,02 58,32 57,58
Sumber: Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2013 Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berikut pencapaian berdasarkan ditunjukkan pada table dibawah ini :
sebaran
kabupaten/kota
yang
Tabel 2.22 IPG tahun 2010-2011 Propinsi Sumatera Barat Provinsi / Kab/Kota Sumatera Barat Kep. Mentawai Pesisir selatan Kab. Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam Limapuluh Kota Pasaman Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat Padang Solok Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman
IPG 2010 68,50 61,33 65,11 66,80 59,53 66,67 62,93 69,44 59,03 67,82 63,67 58,27 65,29 70,34 69,51 62,74 76,55 73,45 70,96 64,79
2011 69.55 62,03 65,79 68,03 60,50 67,44 63,90 70,11 60,14 68,73 64,45 59,22 66,27 71,41 70,28 63,63 77,16 74,42 71,63 65,51
Trend Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Sumber: Laporan tahunan Badan pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Propinsi Sumatera Barat, 2013
Akan tetapi pada trend Indeks Pemberdayaan Gender sejak tahun 2012, yang diambil sumbernya dari Pembangunan Berbasis Gender 2013,Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak bekerjasama BPS terlihat pencapaian ini masih dibawah angka nasional.
58
Gambar. 2.2 IDG Provinsi Menurut Peringkat 2012 Sumber: Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2013 Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Pencapaian redahnya angka indeks pemberdayaan wanita tersebut menunjukkan bahwa orientasi pembangunan Sumatera Barat belum responsif.Artinya, peran perempuan dalam kegiatan politik ekonomi dan sosial masih relatif rendah dibandingkan dengan peranan perempuan ditingkat nasional. Berikut pencapaian berdasarkan sebaran kabupaten/kota yang ditunjukkan pada tabeldibawah ini : Tabel 2.23 IDG tahun 2010-2011 Propinsi Sumatera Barat Perempuan sebagai tenaga manager, profesional, administrasi, teknisi
Sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja
Provinsi
Keterlibatan Perempuan di Parlemen %
%
%
2010
2011
Sumatera Barat Kep. Mentawai Pesisir selatan Kab. Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam Limapuluh Kota Pasaman Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat Padang Solok Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman
12,73 0,01 0,01 2,86 7,14 8,57 8,57 7,50 8,57 7,50 8,00 4,00 2,86 6,67 10,00 20,00 20,00 16,00 8,00 5,00
56,13 35,56 70,60 56,39 66,56 53,49 59,20 53,31 54,77 44,38 55,41 66,34 58,32 52,80 46,59 49,91 56,63 54,24 57,44 66,68
34,16 28,05 33,05 35,96 25,65 31,65 29,81 38,84 24,57 34.83 33,11 25,69 33,63 30,24 33,36 27,21 45,44 36,10 35,02 29,39
63,04 44,42 43,93 51.99 50,24 54,87 53,81 58,28 45,92 54,17 56,36 44,75 51,46 56,10 54,69 61,08 74,93 73,78 59,16 56,00
64,62 43,01 43,04 54,09 49,03 57,73 55,77 60,10 51,90 54,84 57,80 43,62 52,62 57,51 61,11 63,03 75,50 69,74 59,85 47,95
IDG
Trend
Meningkat Menurun Menurun Meningkat Menurun Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Menurun
59
Sumber: Laporan tahunan Badan pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Propinsi Sumatera Barat, 2013
Dengan dicapainya IPG yang tinggi akan tetapi angka IDG yang rendah, menunjukkan Sumatera Barat masih perlu mengoptimalkan dalam memberdayakan perempuan dalam kehidupan politik, social dan ekonomi. Capaian pembangunan gender telah melampaui capaian nasional, tetapi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan politik, kegiatan ekonomi dan social masih rendah. Setiap perempuan dan anak berhak untuk mendapatkan perlindungan atas hak asasinya, bebas dari penyiksaan, ancaman, tekanan, serta mendapat kemudahan, perlakuan, kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai keadilan dan kesejahteraan hidup. Sudah ada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial mengamanatkan pemerintah, pemerintah daerah untuk melakukan penyelamatan,perlindungan, rehabilitasi dan pemenuhan dasar dan spesifik terhadap perempuan dan anak dalam penanganan konflik sosial; Perlindungan terhadap perempuan dan anak juga diperkuat dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Perempuan Dan Anak Dalam Konflik Sosial Permasalahan perempuan dan anak sudah sampai titik yang mengkhawatirkan karena jumlahnya yang semakin meningkat.Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak ada puluhan ribu kasus.Dari jumlah tersebut 66 persennya terjadi pada ranah personal keluarga dimana masih ada hubungan kerabat atau sedarah. Sedangkan di ranah komunitas seperti tetangga atau rekan kerja dimana tidak ada hubungan kekerabatan, kasus kekerasan pada anak dan perempuan terjadi sekitar 30-34 persen. Kekerasan terhadap perempuan (KtP)merupakan masalah global yang terkait dengankesehatan dan hak asasi manusia. KtP jugasangat berkaitan erat dengan ketimpangangender dan memberikan dampak yang sangatmerugikan terhadap kesehatan perempuan. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terindentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan di pusat-pusat rujukan, termasuk kepolisian merupakan fenomena gunung es, karena besaran kasus tersebut belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yangsebenarnya yang terjadi di masyarakat dan hanya merupakan sebagian kecil kasus kekerasan yang dilaporkan. Hasil Susenas tahun 2006 menunjukkan terdapat sebanyak 2,3 juta (3,07%) kasus KtP, dengan perbandingan kasus antara perdesaan dan perkotaan adalah 3,08%: 3,06%. Sebagian besar korban (77%) tidak melakukan upaya apapun dan hanya 17% korban yang memperoleh layanan dari LSM dan pekerja sosial dan 6% dari tokoh masyarakat.
60
Dalam sepuluh tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung terus meningkat. Jumlah kasus kekerasan pada anak di Indonesia pun terus meningkat.Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, pada 2007 jumlah pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 40.398.625 kasus. Jumlah itu melonjak drastis jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 13.447.921 kasus.Data tersebut berdasarkan laporan yang masuk ke lembaga tersebut, yang tersebar di 30 provinsi. Di Propinsi Sumatera Barat berdasarkan data yang diperoleh dari rekapitulasi data kekerasan Polda Sumbar sebagai berikut:
160 140 120 100 80 60 40 20 0
150 119 71 49
46
41
31
24
13
8
6
3
2
Gambar. 2.3 Jumlah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Kabupaten Kota 2013 Sumber: Diolah dari Rekapitulasi Polda Sumbar 2014
Gambaran kekerasan terhadap perempuan dan anak di Propinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa tindak kekerasan terjadi pada semua daerah kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Berdasarkan analisis data kekerasan terhadap perempuan berupa kekerasan fisik, kekerasan ekonomi dan penelantaran, kekerasan seksuan dan kekerasan psikologis.Sedangkan analisis data kekerasan terhadap anak, kekerasan yang paling banyak terjadi adalah pencabulan dan perkosaan. Data yang didapatkan masih terbatas, mengingat kejahatan dirumahtangga sebagai aib, sehingga seringkali baik korban maupun saksi tidak mau melaporkannya.
61
Berdasarkan hal tersebut di atas terdapat peluang sebagai berikut: Adanya komitmen kuat dari pemerintah dengan adanya Program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan melalui penerbitan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan dan evaluasi terhadap pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sedangkan tantangan yang ada meliputi: Dalam bidang pendidikan sebagian besar dana dialokasikan untuk sekolah-sekolah formal, sedangkan perempuan dan anak masih banyak yang belum mempunyai akses pada pendidikan formal. 9.
Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Keluarga Berencana (KB) sangat berperan dalam mendukung pencapaian tujuan Nasional karena melalui program KB pertambahan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindari sehingga setiap keluar dapat merencanakan kehidupan menjadi berkualitas dan sejahtera. Tabel. 2.24 Laju Petumbuhan Penduduk 2012 Pada Kab/Kota se Sumatera Barat
Saat ini jumlah penduduk Sumbar dilihat selama 20 tahun menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data Sensus 2010 yang dikeluarkan oleh BPS yang dihitung dari jumlah penduduk yang mendiami suatu wilayah lebih dari enam bulan, total penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 sebanyak 4.241.605 jiwa dengan rincian penduduuk laki-laki 2.078.572 jiwa dan perempuan 2.163.033 jiwa, sedangkan hasil proyeksi penduduk Sumatera Barat tahun 2013 yang telah dilekuarkan secara resmi pada tanggal 9 Januari 2014 oleh BPS RI sebesar 5.066.500 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sejumlah 2.516.000 jiwa dan penduduk perempuan sejumlah 2.550.500 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat tahun 2013 sebesar 1,28%. TFR Sumatera Barat berdasarkan SDKI tahun 2010 sudah mengalami penurunan yaitu menjadi 2,8 namun masih jauh dari target 2,1.
62
Saat ini permasalahan yang dihadapi Provinsi Sumatera Barat yaitu adanya perubahan nilai jumlah anak ideal dalam keluarga (rerata jumlah anak ideal yg diinginkan meningkat). Angka DO tinggi akibat angka kegagalan dan komplikasi berat, rendahnya pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang, pelayanan KB yang belum terjangkau secara merata, dan meningkatnya kelahiran usia remaja (ASFR 15-19) Peran dari keberhasilan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera memainkan peranan penting dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia.Kedua hal ini memainkan peran dan berdampak yang cukup besar dalam menentukan angka Indikator Umur Harapan Hidup dan Angka Kematian Ibu, serta Angka Kematian Bayi. Kesehatan reproduksi yang buruk dapat mempengaruhi prospek ekonomi generasi berikutnya.Dan pada dampak yang paling ekstrim timbul ketika seorang perempuan atau bayinya meninggal saat melahirkan. Adapun peluang yang ada di bidang ini yaitu: Adanya komitmen kuat dari pemerintah terhadapProgram Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) yang merupakan rangkaian pembangunan kependudukan dan pembangunan keluarga kecil berkualitas, sebagai langkah penting pembangunan bangsa yang berkelanjutan Sedangkan tantangan yang akan dihadapi adalah: Kondisi kependudukan di Sumatera Barat saat ini baik yang menyangkut kuantitas, kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus dihadapi demi tercapainya keberhasilan pembangunan di Sumatera Barat. 2.1.2. EKONOMI 1.
EKONOMI MAKRO
a.
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan lagi menjadi indikator seutuhnya untuk menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai jika pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah juga diikuti oleh menurunnya tingkat kesenjangan, menurunnya kemiskinan, dan meningkatnya pendapatan perkapita. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005 telah memperkenalkan tiga pilar strategi pembangunan sosial-ekonomi, yaitu pro-growth, pro-poor, dan pro-job. Secara luas tiga pilar inilah yang disebut dengan pertumbuhanekonomi inklusif (inclusive economics growth). Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah baru bisa bermanfaat jika sudah dalam bentuk pertumbuhan ekonomi inklusif.
63
Tabel.2.25 Indikator Ekonomi Makro Sumatra Barat dan Indonesia Tahun 2010-2013 No
Indikator
1
Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Indonesia Inflasi Sumbar Indonesia PDRB per kapita Sumbar Indonesia Persentase penduduk miskin Sumbar Indonesia Indeks gini Sumbar Indononesia Indeks Wiliamson*
2
6
3
4
5
Satuan
2010
2011
2012
2013
% %
5,94 6,22
6,25 6,98
6,35 6,26
6,18 5,78
% %
7,84 6,96
5,37 3,79
4,16 4,30
10,87 8,38
Juta Rupiah Juta Rupiah
16,41 23, 97
18.49 27,49
20.28 30,67
22.90 32,46
% %
9,50 13,33
8,99 12,49
8.00 11,96
7.56 11,37
Indeks
0.33 0,38 0.0309
0.350 0,41 0.0297
0.360 0,41 0.0240
0.363 0,413 0.0201
Indeks
*Hanya data sumbar, nasional tidak ada
Sumber: BPS dan Bappeda Sumbar
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Sumatera Barat belum merupakan pertumbuhan ekonomi inklusif dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun sudah diikuti oleh pengurangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan per kapita, tetapi belum memberikan pemerataan pendapatan yang baik terhadap mayarakat. Dengan demikian, baru tiga poin yang berhasil dari 4 indikator yang harus dipenuhi. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2010 sebesar 5,94%, merupakan hasil kinerja yang cukup baik, karena sebelumnya pada tahun 2009 hanya mencapai 4,28%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah Sumatera Barat telah mampu memulihkan kondisi ekonomi yang terpuruk akibat bencama alam yang melanda Sumatera Barat. Kinerja pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dua tahun berikutnya (2011-2012) kembali memperlihatkan tren yang meningkat. Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga cendrung mengalami peningkatan. Jika dibandingkan antara pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dengan nasional, maka posisi Sumatera Barat pada tahun 2012 dan 2013 mampu melampaui laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2012 dan 2013 pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sebesar 6,35% dan 6,18% dan pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi nasional hanya mencapai 6,26% dan 5,78%. Selanjutnya pada tahun 2013, terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Penurunan ini sejalan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang juga cendrung menurun. Kemudian jika dilihat dari target yang ditetapkan dalam RPJMD, selama periode 2010-2013, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat hanya mampu mencapai target tahun 2011.
64
Selanjutnya untuk melihat peran pemerintah kota dan kabupaten dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijelaskan dengan mengkaji pola hubungan antara belanja langsung dan pertumbuhan ekonomi selama tahun tahun 2010-2013. Dalam pola ini juga dapat dijelaskan bagaimana sebaran pertumbuhan ekonomi di seluruh kota dan kabupaten di Sumatera Barat. Dari grafik hubungan antara belanja langsung dengan pertumbuhan ekonomi, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar kota dan kabupaten di Sumatera Barat berada di kuadran I (7 kota/kabupaten). Kuadran ini menunjukkan bahwa pemerintah kota dan kabupaten telah mengeluarkan anggaran atau biaya langsung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan pemerintah yang pro growth relatif telah berjalan dengan baik. Namun demikian, masih ada 4 Kab/Kota berada kuadran II walaupun pemerintah sudah mengalokasikan belanja langsung lebih dari 40%, tetapi belum dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Khusus untuk kabupaten kepulauan Mentawai yang berada pada kuadran 2, dimana belanja langsung yang dikeluarkan pada kabupaten ini sudah hampir mendekati 70%, tetapi pertumbuhan ekonomi daerah masih dibawah 5,2%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah yang tinggi belum mampu membuat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kondisi ini perlu menjadi perhatian baik bagi pemerintah kabupaten kenapa hal ini bisa terjadi apakah belanja langsung yang dikeluarkan tidak terkait dengan program atau kegiatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah atau pelaksanaan progam yang tidak optimal. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencari pokok
permasalahan kenapa hal ini bisa terjadi. Begitu juga dengan pemerintah provinsi dalam mensupervisi kota dan kabupaten untuk lebih baik lagi pertumbuhan daerahnya.
65
b.
Inflasi
Selanjutnya, variabel ekonomi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan perkembangan ekonomi daerah adalah tingkat inflasi. Inflasi menunjukan kenaikan harga barang-barang secara umum, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang. Walaupun pengendalian inflasi merupakan tugas pokok Bank Indonesia, namun peran pemerintah daerah dalam menjaga inflasi sangat diperlukan. Karena itu pemerintah daerah bersama Bank Indonesia baik provinsi maupun kota dan kabupaten membentuk TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah). Secara umum Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat yang tergabung dalam TPID dalam menjaga inflasi daerah terbukti berhasil pada tahun 2012 (lihat tabel 2.1).Kondisi ini ditunjukkan dengan angka inflasi yang rendah, namun pasca kenaikan harga BBM pada Juni 2013. Inflasi kembali meningkat di Sumbar, dimana angkanya mencapai 2 digit. Selain kenaikan BBM, gejolak harga bahan pangan, juga menjadi penyumbang utama inflasi daerah. Inflasi yang terjadi pada pertengahan 2013 berdampak terhadap kinerja perekonomian Sumatera Barat, yaitu melemahnya konsumsi rumah tangga, rendahnya aktivitas perdagangan dan permintaan akan barang hasil industri, serta pelemahan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Selanjutnya itu isyu kenaikan BBM atau penurunan BBM akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Sumatera Barat. Secara umum inflasi yang terjadi di Sumatera Barat lebih dipengaruhi oleh harga pangan strategis yang merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan cabe. Kedua komoditi ini sering dominan dalam pembentukan harga yang menyebabkan turun naiknya inflasi. Sehingga perhatian pemerintah kota dan kabupaten yang tergabung dalam TPID untuk menjaga ketersediaan dan flutuasi harga terhadap dua komoditi tersebut sangat mempengaruhi kondisi inflasi di Sumatera Barat, disamping komoditi lain yang juga menyumbang terhadap pergerakan inflasi daerah. c.
PDRB Per Kapita
PDRB perkapita merupakan output daerah di bagi dengan jumlah penduduk. Kenaikan jumlah PDRB perkapita sekaligus menunjukkan kinerja yang baik dari pemerintah daerah. Indikator PDRB per kapita Sumatera Barat selama tahun 2010-2013 mengalami kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya, hal ini sejalan dengan peningkatan ouput Sumatera Barat. Namun jika dibandingkan dangan target yang ditetapkan dalam RPJMD selama periode 2010-2013, maka target yang telah ditetapkan tersebut belum dapat dicapai. Kondisi ini menujukkan bahwa pemerintah daerah Sumatera Barat harus lebih bekerja keras lagi untuk mencapai target tersebut. Karena PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian jika dibandingkan dengan kondisi nasional, ternyata tingkat PDRB per kapita penduduk Sumatera Barat, rata-rata lebih rendah daripada nasional. Hal
66
ini dapat dilihat dari angka PDRB per kapita Sumatera Barat yang lebih rendah dari angka Pendapatan Perkapita Nasional. Selama kurun waktu 2010-2013, PDRB per kapita Sumatera Barat selalu di bawah angka nasional. Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pada Tahun 2013, PDRB per kapita Sumatera Barat adalah 22,90 juta rupiah, atau rata-rata 1,9 juta per bulan. Angka ini masih jauh dibawah nasional sebesar 32,46 juta atau rata-rata 2,7 juta perbulan. Dengan demikian perlu kerja keras bagi pemerintah dan stakeholder yang terlibat dalam pembangunan ekonomi Sumatera Barat untuk meningkatkan PDRB per kapita. Peningkatan output daerah tidak terlepas dari kinerja sektor-sektor pembentuk PDRB. Untuk daerah Sumatera Barat, sektor pertanian masih memegah peranan yang dominan sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB Sumatera Barat, karena itu kinerja sektor pertanian akan sangat besar sekali dampaknya terhadap peningkatan ouput daerah. d.
Ketimpangan Kemakmuran dan Ketimpangan Daerah
Indikator ekonomi makro lain yang tidak kalah penting diperhatikan oleh pemerintah adalah ketimpangan kemakmuran. Ketimpangan kemakmuran menunjukkan ketimpangan pendapatan yang terjadi di Sumatera Barat, yang diperlihatkan oleh Indeks Gini (Gini Ratio). Makin tinggi nilai Indeks Gini berarti makin tinggi ketimpangan pendapatan yang terjadi di Sumatera Barat dan sebaliknya. Kondisi ketimpangan kemakmuran di Sumatera Barat selama kurun waktu 2010 -2013 dapat dilihat pada tabel 2.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pembangunan ekonomi daerah di Sumatera Barat belum sejalan dengan pengurangan ketimpangan kemakmuran.Hal ini ditunjukkan oleh kecendrungan naiknya Indeks Gini Sumatera Barat selama periode tersebut. Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran kesejahteraan belum merata di Sumatera Barat. Namun demikian jika dibandingkan dengan kondisi nasional, ketimpangan yang terjadi di Sumatera Barat relatif lebih baik. Karena Indeks Gini Sumatera Barat selama periode 2010-2013 lebih rendah dari nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara nasional kondisi pemerataan kemakmuran di Sumatera Barat relatif lebih baik. Walaupun tren ketimpangan kemakmuran yang terjadi cendrung naik dari tahun ke tahun. Selanjutnya jika dilihat dari ketimpangan antar daerah, maka kondisi yang terjadi selama tahun 2010- 2013 adalah sebaliknya. Ketimpangan antar daerah yang terjadi di Sumatera Barat cendrung lebih baik dari tahun ke tahun, hal ini diperlihatkan dari angka Indeks Wiliamson yang cendrung berkurang. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di kota dan kabupaten di Sumatera Barat relatif lebih merata di banding dengan daerah lain. Dibanding provinsi tetangga Riau, ketimpangan pembangunan daerah Riau relatif lebih tinggi dari Sumatera Barat, walaupun output yang dihasilkan daerah Riau jauh lebih tinggi dari Sumatera Barat.
67
Berdasarkan fakta-fakta di atas maka peluang dan tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi yang akan dihadapi oleh Sumatera Barat ke depan adalah sebagai berikut: 1) Dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi Sumatera masih mengandalkan konsumsi rumah tangga dan sering bersifat temporary terutama untuk bulan puasa dan hari lebaran. Dari sisi penawaran sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan dua sektor yang memberikan peluang untuk menjadi motor penggerakan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. 2) Kenaikan harga BBM dan harga komoditi pangan strategis menjadi tantangan bagi pemerintah Sumatera Barat dalam upaya menstabilkan harga untuk mencegah tingginya inflasi. Karena diyakini kedua faktor tersebut akan menjadi pendorong terjadinya inflasi di Sumatera Barat yang akan berdampak terhadap rendahnya daya beli masyarakat. 3) Pendapatan perkapita penduduk Sumatera Barat yang relatif rendah dibanding dengan pendapatan nasional serta tidak terpenuhinya target yang telah ditetapkan dalam RPJM selama tahun 2010-2013, merupakan tantangan nyata bagi pemerintah untuk mendorong perekonomian yang lebih baik. Terutama dalam mendorong usahausaha skala kecil dan menengah yang mendominasi perekonomian Sumatera Barat. 4) Ketimpangan yang terjadi di Sumatera Barat lebih rendah dibandingkan nasional tetapi kecendrungan ketimpangan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam upaya pemerataan hasil pembangunan. Namun demikian ketimpangan pembangunan antar daerah dari tahun ke tahun justru lebih rendah. Rendahnya ketimpangan antar daerah memberikan dampak positif sekaligus peluang bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang lebih baik. 2.
PENANAMAN MODAL
Pembangunan di bidang penanaman modal akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi; penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan utama urusan penanaman modal adalah untuk meningkatkan investasi sehingga pertumbuhan ekonomi negara dan atau daerah semakin tinggi. Secara lebih rinci, Undang-Undang No. 25 tahun 2007 menjelaskan tujuan penyelenggaraan penanaman modal, yaitu: a.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b.
Menciptakan lapangan kerja;
c.
Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d.
Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
68
e.
Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f.
Rnendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g.
Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan rnenggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
h.
Meningkatkan ke sejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penanaman tersebut, maka Provinsi Sumatera Barat membutuhkan investor-investor baru, baik dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Oleh sebab itu, menjadi tanggungjawab daerah dalam hal ini diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk menyusun (1) perencanaan penanaman modal, (2) meningkatkan fasilitas untuk mendorong peningkatan penanaman modal, (3) meningkatkan kinerja perijinan dan pelayanan penanaman modal. Hal ini dipertegas lagi dalam Perpres 27 tahun 2009, tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) penanaman modal, PTSP bertujuan untuk membantu Penanaman Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan rneringankan atau rnenghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan. Sesuai dengan road map Penanaman Modal Nasional, Provinsi Sumatera Barat juga sudah menindaklanjutinya dengan Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat dengan tahapan yang sesuai dengan RUPM nasional, yaitu seperti dapat di lihat pada Gambar 1. Dalam memberikan pelayanan informasi investasi, Provinsi Sumatera Barat telah mampu menggunakan teknologi informasi yang relatif lebih baik.
Gambar 2.4
Roadmap Penanaman Modal
69
Di samping itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam 4 tahun terakhir juga berupaya untuk meningkatkan investasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan perizinan, antara lain malalui kegiatan promosi kerjasama investasi, meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang berorientasi pada kebutuhan klien/pemohon, meningkatkan kualitas sumber daya aparatur pelayanan perizinan dan mendorong minat investor menginvestasikan usahanya di Provinsi Sumatera Barat. Hasil dari program kerja yang telah dilakukan menunjukkan bahwa antara tahun 2009 sampai Tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah proyek investasi penanaman modal di Sumatera Barat, baik PMDN maupun PMA. Sekalipun jumlah proyek yang direncanakan tidak selalu sama dengan yang direalisasikan, namun secara rata-rata jumlah proyek PMA lebih banyak dibandingkan dengan PMDN. Jika pada tahun 2009 jumlah proyek PMDN yang direalisasikan berjumlah 11 proyek, dan tahun 2013 meningkat menjadi 31 proyek. Sebaliknya, jumlah proyek PMA meningkat dari 13 proyek pada tahun 2009 menjadi 42 proyek pada tahun 2013. Sekalipun demikian, dari tahun ketahun jumlah proyek PMDN dan PMA tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang stabil. Tabel berikut menyajikan perkembangan jumlah proyek PMDN dan PMA di Sumatera Barat dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Tabel. 2.26 Perkembangan Rencana dan Realisasi Jumlah Proyek Investasi (Proyek) Tahun
PMDN Rencana
PMA
Realisasi
Rencana
Realisasi
Thn 2009
10
11
25
13
Thn 2010
5
17
14
20
Thn 2011
9
23
32
21
Thn 2012
11
20
26
24
Thn 2013
39
31
12
42
40,53
29,57
(16,76)
34,07
Pertumbuhan
Sumber: BPS, SBDA, tahun 2014
Nilai rencana investasi PMDN dalam 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang berarti. Tetapi nilai realisasi investasi PMDN di Sumatera Barat tidak banyak mengalami perubahan antara tahun 2009 sampai tahun 2013. Jika pada tahun 2009 realisasi nilai investasi berjumlah Rp761.617,90 juta pada tahun 2009 dan meningkat menjadi Rp1.678.383,80 pada tahun 2011. Tetapi pada tahun 2013, turun kembali menjadi Rp873.761,90 juta. Sebaliknya, jumlah nilai investasi PMA menunjukkan peningkatan yag segnifikan, terutama pada tahun 2011 dan tahun 2012. Jika pada tahun 2009 berjumlah US$20.994,06 Ribu, maka
70
jumlah nilai investasi PMA ini meningkat menjadi US$65.456,99 Ribu pada tahun 2011, dan menjadi US$86.194,93 Ribu pada 2012, serta menjadi US$136.121,43 pada tahun 2013. Momentum peningkatan jumlah investasi PMA ini harus dipertahankan tujuan pananaman modal sebagaimana yang dijelaskan di atas dapat dicapai. Tabel berikut menyajikan perkembangan jumlah rencana dan realisasi investasi di Sumatera Barat. Tabel. 2.27 Perkembangan Rencana dan Realisasi Nilai Investasi PMDN (Rp.Juta) dan PMA (US$.Ribu) PMDN
Tahun
Rencana
PMA Realisasi
Rencana
Realisasi
Thn 2009
647.680,83
761.617,90
23.315,39
20.994,06
Thn 2010
1.015.621,00
398.269,06
27.780,07
17.807,96
Thn 2011
1.385.477,55
1.678.383,80
75.445,11
65.456,99
Thn 2012
1.909.918,52
749.934,63
281.314,57
86.194,93
Thn 2013
79.834.563,10
873.761,90
290.061,82
136.121,43
233,20
3,49
87,81
59,57
Pertumbuhan
Sumber, BPS, SBDA Tahun 2014
Sejalan dengan peningkatan realisasi nilai investasi tersebut, penyerapan jumlah tenaga kerja PMDN juga mengalami peningkatan. Bahkan, pertumbuhan penyerapan tenaga PMDN lebih besar lagi dibandingkan dengan PMA. Penyeraan tenaga kerja PMDN meningkat dari 656 orang pada tahun 2009 menjadi 1.392 orang pada tahun 2013. Sedangkan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada PMA meningkat dari 490 orang pada tahun 2009 menjadi 656 orang pada tahun 2013. Tabel berikut menyajikan perkembangan jumlah rencana dan realisasi jumlah penyerapan PMDN dan PMA. Tabel. 2.28 Perkembangan Rencana dan Realisasi Jumlah Tenaga Kerja PMDN dan PMA (Org) Tahun Thn Thn Thn Thn Thn
2009 2010 2011 2012 2013
Pertumbuhan
PMDN
PMA
Rencana 1.271 3.778 562 2.731 55.810
Realisasi 656 1.316 880 111 1.392
Rencana 1.205 373 1.678 1.442 1.119
Realisasi 490 398 383 416 656
157,42
20,69
(1,83)
7,57
Sumber, BPS, SBDA Tahun 2014
71
Berdasarkan data tahun 2009 sampai 2013dapat disimpulkan bahwa tidak semua rencana investasi yang telah disetujui dapat direalisasikan. Hal ini tidak hanya terjadi untuk rencana investasi yang dibiayai PMA tetapi juga PMDN. Pada masa datang hal seperti ini diharapkan tidak terjadi lagi. Oleh sebab itu, kebijakan peningkatan iklim dan kemudahan investasi harus dirumuskan ulang sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat 3.
KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
Pendekatan pembangunan yang ditujukan pada pelaku ekonomi, khususnya pada Koperasi dan UKM, amat penting. Upaya penguatan kelembagaan Koperasi dan UKM, selain ditujukan padapeningkatan kualitas kelembagaan, juga dilakukan untuk meningkatkan jumlahpelaku usaha. Dalam hal ini aspek pentingdalam pengembangan SDM berkaitan dengan kewirausahaan, perkoperasian,manajerial, keahlian teknis dan keterampilan. Pengembangan sumber daya manusia merupakan bagian dari upayapenumbuhan kualitas dan jumlah wirausaha. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Rekapitulasi data koperasi Sumatera Barat terlihat pada Tabel 1 berikut. Secara umum terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah koperasi dan koperasi yang aktif seiring dengan peningkatan jumlahAnggota, manager dan kariawan serta modal, volume usaha dan SHU. Tabel. 2.29. Rekapitulasi Data Koperasi Sumatera Barat 2009-2013 Koperasi (unit) No Tahun JML
Aktif
Tidak Aktif
Jumlah Anggota (orang)
RAT (Unit)
Jumlah
Jumlah
Manajer Karyawan (orang)
(orang)
Modal Sendiri (Rp. Juta)
Modal Luar
Volume Usaha
SHU
(Rp. Juta)
(Rp. Juta)
(Rp. Juta)
1
2013
3.747
2.641
1.106
545.288
1.526
849
4.702
1.468.067,84
1.448.868,03
4.000.252,10
285.573,36
2
2012
3.703
2.494
1.209
521.621
1.251
670
4.603
1.271.308,12
1.395.692,54
3.593.274,30
159.498,90
3
2011
3,619
2,366
1,253
511,022
1,059
444
3,924
988,911.82
1,154,952.41
3,064,507.14
129,544.60
4
2010
3,595
2,319
1,276
560,332
1,29
422
3,841
902,348.24
996,172.98
2,653,902.02
125,022.69
5
2009
2.414
1.061
3.475
560.521
1.333
414
4.151
1.170.296,70
811.372,64
2.178.430,57
154.484,44
6
2008
2.462
962
3.424
540.418
1.302
491
5.306
978.125,55
532.403,37
1.270.614,11
424.458,79
Koperasi dan UMKM yang merupakan usaha ekonomi kerakyatan, pemerintah tidak mungkin mengandalkan mekanisme pasar atau mengutamakan pendekatan formal sebagai landasan perumusan kebijakan. Aspek-aspek yang perlu ditangani agar iklim usaha berpihak kepada koperasi dan UMKM itu adalah: a. Pendanaan b. Sarana dan prasarana c. Informasi usaha d. Kemitraan e. Perizinan usaha f. Kesempatan berusaha
72
g. h.
Promosi dagang Dukungan regulasi dan kelembagaan Selanjutnya, kebijakan pemerintah harus diarahkan untuk membantu koperasi dan UMKM secara sistematis dengan komitmen yang jelas kepada ekonomi rakyat, membangun berbagai bentuk pola kerjasama bisnis yang sinergis, serta berbagai kebijakan yang jelas dan terukur untuk menunjang setiap tahapan dalam daur bisnis, mulai dari penyusunan rencana bisnis, pengembangan produk, pembiayaan, promosi produk, hingga pengembangan kerjasama dalam bentuk riset terapan. Kebijakan yang dirumuskan tentunya tidak hanya mengandalkan rumusan-rumusan makro dengan memperbaiki iklim usaha, tetapi juga harus mengutamakan pendekatan mikro dengan mengatasi berbagai bentuk hambatan yang dialami oleh para pelaku bisnis dengan aset dan omzet yang kecil. Berdasarkan ketentuan dalam PP No.38/2007 tentang pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, telah ditegaskan bahwa koperasi dan usaha kecil-menengah merupakan salah satu dari 26 urusan wajib yang harus diselenggarakan dengan baik oleh pemerintah daerah. Selanjutnya Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai landasan berpijak bagi proses fasilitasi yang berkesinambungan. Fasilitasi atau pemberdayaan hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam pasal (4) undang-undang ini, yaitu: a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri. b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, Menengah. d. Peningkatan daya-saing usaha Mikro, Kecil dan Menengah. e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Paradigma fasilitasi dan pemberdayaan mestinya tidak justru menimbulkan ketergantungan pelaku usaha koperasi dan UMKM kepada fasilitasi dari pemerintah. Sebaliknya, fasilitasi harus bisa menciptakan para manajer koperasi dan pelaku UMKM yang tangguh, ulet dan peka terhadap peluang-peluang baru dalam bisnis sehingga mampu bersaing dengan para pengusaha besar. Sebagai contoh adalah pembangunan perkebunan rahyat di Sumatera Barat yang telah dibangun berdasarkan kemitraan antara Koperasi perkebunan rakyat (kelapa sawit) dengan perusahaan perkebunan besar. Setelah kebun di konversi, pengelolaannya diserahkan ke Koperasi yang kemampuan managerial Koperasi belum kuat. Banyak kebun rakyat (plasma) yang tidak diusahakan dengan benar atau sesuai standard. Pada periode lima tahun
73
ke depan akan banyak kebun rakyat (plasma) dibawah Koperasi akan melakukan peremajaan. Hal ini akan memerlukan failitasi dan pemberdayaan serta pendampingan dari Dinas Koperasi yang terkoordinasi dengan Dinas Perkebunan. Di daerah Sumatera Barat, Koperasi yang melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan telah dibangun kembangkan bersamaan dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan berbagai indicator kinerja. Indikator kinerja tersebut terlihat pada Tabel 2. Untuk perencanaan kegiatan Koperasi dan UMKM periode kedepan indicator ini menjadi ukuran keberhasilan pengembangan Koperasi dan UKM. a. b. c. d. e.
Persentase koperasi aktif Jumlah UKM aktif non BPR/LKM UKM Jumlah BPR/LKM aktif Usaha Mikro dan Kecil (% jml usaha MK disbanding jml seluruh UKM Jumlah Penerima Manfaat Kredit Modal Usaha
Selanjutnya, perhatian pemerintah Propinsi Sumatera Barat terhadap PKL terlihat dari registrasi yang dimulai tahun 2010 yaitu 2000 PKL yang terintegrasi dengan 39 Koperasi dan Tahun 2011 sebanyak 2000 PKL terintegrasi dengan 18 Koperasi. Kegiatan ini, disamping untuk menata dan meregistrasi PKL, juga dalam rangka meningkatkan kesadaran PKL untuk menjadi anggota koperasi, karena penyaluran bantuan perkuatan modal dilakukan melalui Koperasi. Tabe 3 memperlihatkan perkembangan penerima dana nbantuan modal di Sumatera Barat. Koordinasi Program KUR di Sumatera Barat dengan 7 Bank Penyalur dengan plafon sampai dengan Desember 2013 sebesar Rp 4,1 T dengan 107.149 debitur dan OSTD 1,617 T (Lakip Dinas KUMKM, 2013). Untuk kebermanfaatan dan keberlanjutan penguatan modal tersebut diperlukan monitoring dan evaluasinya, guna perencanaan kegiatan KUMKM ke depan. Tabel. 2.30 Perkembangan PKL Penerima Dana Bantuan Perkuatan Modal di Sumatera Barat Uraian Koperasi Penerima Jml PKL Jml Perkuatan (Rp. Juta) Kab/Kota Penerima
2010
2011
2012
2013
39 2.000 1.000
18 2.000 2.000
31 1.932 1.932
31 998 1.996
19
4
5
6
Dengan demikian, Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) merupakan bagian integral dalam pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pemberdayaan Koperasi dan UKM, berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian besar rakyat
74
(pro poor). Dalam penetapan isu dan kebijakan kedepan, pemberdayaan KUKM akan berdasarkan pada peluang dan tantangan.
Secara umum, prospek kemajuan juga terbuka lebar karena krisis ekonomi mulai pulih, relatif stabil dan aman, diharapkan akan meningkatkan daya beli. Jumlah penduduk yang besar, berarti pasar akan berkembang lebih besar sehingga memberi peluang bagi berkembangnyan KUKM. Peluang secara lebih rinci adalah sbb: 1.
Globalisasi ekonomi dan makin pesatnya kerjasama ekonomi antar negara terutama dalam konteks ASEAN dan APEC, akan menciptakan peluang baru bagi Koperasi dan UKM, sehingga dapat meningkatkan peranannya sebagai penggerak utama pertumbuhan industri manufaktur dan kerajinan, agroindustri, ekspor non migas, dan penciptaan lapangan kerja baru.
2.
Upaya pemberdayaan Koperasi dan UKM telah mendapat komitmen dan dukungan politik masyarakat, Pemerintah Daerah dan Lembaga legistatif terhadap pembangunan ekonomi rakyat sebagai pelaku utama dalam perekonomian nasional dan domestik.
3.
Di bidang permodalan, pengembangan potensi masih terbuka luas, untuk menjadikan LKM sebagai kekuatan pembiayaan bagi usaha mikro. Selain telah disalurkannya skema kredit dan juga tersedia plafon kredit yang besar di lembaga keuangan bank dan non bank.
4.
Perubahan struktur pelaku ekonomi dari pertanian ke agribisnis, akan dapat memacu dan meningkatan produktivitas usaha dan investasi bagi usaha UKM, akan memacu peluang bagi usaha Koperasi dan UKM terutama di bidang agribisnis, agroindustri, kerajinan industri, dan industri-industri lainnya sebagai pelaku sub kontraktor yang kuat dan efisien bagi usaha besar.
5.
Koperasi dan UKM umumnya bergerak di sektor padat karya menghendaki tersedianya jumlah penduduk sebagai tenaga kerja yang potensial.
6.
Pengembangan usaha Koperasi dan UKM dapat terus dilakukan karena tersedianya SDA dan tersedianya keragaman bahan baku bagi produk inovatif Koperasi dan UKM.
7.
Koperasi dan UKM dapat didorong menjadi motor penggerak perekonomian, mengingat kandungan impornya rendah, dan keterkaitan antar sektor relatif tinggi, dan keanekaragaman pola permintaan masyarakat, memberi peluang untuk menumbuhkan usaha.
8.
Perubahan orientasi kebijakan investasi, perdagangan dan industri ke arah industri pedesaan dan industri yang berbasis sumber daya alam terutama pertanian, kehutanan, ketautan, pertambangan dan
75
pariwisata serta kerajinan rakyat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan UKM. 9.
Koperasi dan UKM dapat didorong menjadi motor penggerak perekonomian, mengingat kandungan impornya rendah, dan keterkaitan antar sektor relatif tinggi, dan keanekaragaman pola permintaan masyarakat, memberi peluang untuk menumbuhkan usaha.
10.
Dukungan perubahan orientasi kebijakan investasi, perdagangan dan industri ke arah industri pedesaan dan industri yang berbasis sumber daya alam terutama pertanian, kehutanan, ketautan, pertambangan dan pariwisata serta kerajinan rakyat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan UKM.
11.
Keberadaan KUKM merupakan kekuatan utama di bidang kredit mikro, yang mengulurkan dukungan permodalan bagi usaha mikro ke berbagai pelosok yang tidak mungkin dijangkau oleh Lembaga keuangan manapun.
12.
Keberadaan Usaha Besar merupakan mitra penting dalam pengembangan ekonomi rakyat, diantaranya pengembangan kemitraan dan jaringan pasar bersama Koperasi dan UKM, tempat magang, alih teknologi, pendampingan dan advokasi serta CSR dengan menekankan pada bentuk kerjasama yang saling membutuhkan, menguntungkan dan membesarkan.
Potensi besar dan kondisi obyektif keberadaan Koperasi dan UKM tersebut, diperkirakan dalam lima tahun ke depan akan mengalami perkembangan ke arah pertumbuhan. Oleh sebab itu, berbagai upaya pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah, diharapkan akan dapat mempercepat proses kemajuan dan menghantarkan pada kondisi yang lebih baik bagi Koperasi dan UKM. Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, Koperasi dan UKM masih akan menghadapi banyak kendala. Kelembagaan usaha Koperasi dan UKM merupakan aspek penting yang perlu dicermati dalam membedah permasalahan Koperasi dan UKM. Tantangan pengembangan UKM teridentifikasi sbb: 1.
Sebagian usaha yang ada, pelaku usahanya adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan Skala usaha yang sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai.
2.
Upaya pemberdayaan UKM rumit karena jumlah dan jangkauan UKM demikian banyak dan luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan perbatasan.
76
3.
Rendahnya pemahaman perkoperasian oleh para pengelola, pengurus maupun anggota Koperasi, dan rendahnya partisipasi anggota dalam usaha Koperasi terlihat dan rendahnya pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) oleh Koperasi aktif.
4.
Kapasitas dan kualitas para pengelola Koperasi, sebagian besar masih sangat rendah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tetah terjadi pengelolaan Koperasi yang tidak sesuai dengan nilai, identitas dan jatidiri Koperasi.
5.
Peran koperasi dalam pengembangan pertanian semakin menurun, harapan untuk melakukan perubahan tidak mungkin diserahkan pada masyarakat, karena kesadaran untuk berkoperasi belum sepenuhnya tumbuh berkembang sebagai sebuah kebutuhan.
6.
Koperasi dan UKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Kebanyakan SDM Koperasi dan UKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis, kompetensi, kewirausahaan dan manajemen yang seadanya.
7.
Terbatasnya akses Koperasi dan UKM kepada sumberdaya produktif; bahan baku, permodalan, teknologi, sarana pemasaran serta informasi pasar.
8.
Kebanyakan Koperasi dan UKM mengunakan teknologi sederhana, kurang memanfaatkan teknologi yang lebih memberikan nilai tambah produk dan sulit untuk memanfaatkan informasi pengembangan produk dan usahanya.
9.
Rendahnya produktivitas dan daya saing produk Koperasi dan UKM. Terlebih Koperasi dan UKM tidak memiliki jaringan pasar dan pemasaran yang luas, kebanyakan mereka hanya memiliki akses pasar di tingkat local.
10.
Pasar bebas yang ditandai dengan berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), dapat menjadi ancaman, karena asimetris datam penguasaan pasar dan rendahnya daya saing produk Koperasi dan UKM di pasar internasional.
11.
Tekanan persaingan produk Koperasi dan UKM meningkat dengan masuk dan beredarnya produk impor ilegal, berkembangnya bisnis retail oleh usaha besar di masyarakat.
12.
Kebijakan aspek informasi, kemitraan, pemberian kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan yang kurang mendukung, serta perlunya peningkatan koordinasi antar instansi terkait.
Pemahaman terhadap permasalahan dan identifikasi tiap pelaku, diharapkan dapat mempercepat upaya pemberdayaan Koperasi dan UKM
77
secara lebih luas dengan penyebaran yang lebih merata, yang bertujuan untuk mengatasi masalah internal dan eksternal yang dihadapi Koperasi dan UKM sehingga memperoleh jaminan kepastian dan kesempatan berusaha. Atas dasar itu SKPD yang membidangi Koperasi dan UKM akan mengembangkan berbagai program dan kegiatan yang berkesesuaian, tepat sasaran, berhasil guna dan bermanfaat secara langsung bagi pemberdayaan Koperasi dan UKM. 4.
KETENAGAKERJAAN
a.
Partisipasi Angkatan Kerja
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja. TPAK menunjukkan merupakan indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu. TPAK adalah indikator yang biasa digunakan untuk menganalisa partisipasi angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. TPAK dihitung dari perbandingan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikali 100 persen. Dengan kata lain TPAK menggambarkan jumlah penduduk yang bekerja pada suatu daerah. Kondisi TPAK Sumatera Barat selama periode 2010-2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 2.31 TPAK Sumatra Barat dan Indonesia Tahun 2010-2013 Indikator TPAK Sumbar Indonesia
Satuan % %
2010 66,36 67,72
2011 66,19 88,34
2012 64,47 67,88
2013 62,90 66,90
Sumber : BPS 2014
Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Barat cendrung menurun dari tahun ke tahun. Walaupun pada tahun 2011-2012 terjadi kenaikan. Penurunan TPAK sejalan dengan tingkat pengangguran yang cendrung bertambah. Selanjutnya jika dibandingkan dengan kondisi nasional, maka TPAK Sumatera Barat relatif lebih rendah. Kondisi ini kemungkinan bisa disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada atau kualitas sumber daya yang rendah sehingga tidak terserap dalam dunia kerja. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pengangguran. Untuk melihat lebih jauh kondisi ketenagakerjaan kota dan kabupaten di Sumatera Barat, dapat dilihat pada tabel berikut:
78
Tabel. 2.32. Kondisi TPAK Kota dan Kabupaten di Sumatra Barat Tahun 2010-2013 Tahun No
Kab/Kota
2010
2011
2012
2013
Ratarata
Kabupaten 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kepulauan Mentawai Pesisir Selatan Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam Lima puluh Kota Pasaman Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat*
79.85
68.67
77.45
76.79
75.69
59.7 71.26 64.75 67.17 64.48 67.54 73.36 68.75 70.83 69.21 71.09
66.01 65.49 66.14 65.2 64.34 65.61 66.08 65.35 67.31 68.93 66.68
59.01 61.25 64.92 68.82 63,36 70,02 72.12 74,07 62.6 72.01 62,46
56.88 60,30 63.04 71,95 61.19 62,35 70.98 72,91 61.17 69,54 57.97
60.40 66.00 64.71 67.06 63.34 66.58 70.64 67.05 65.48 70.05 65.25
59.51 63.21 74.81 71.56 64.51 70.55 63.26
66.86 67.11 67.57 67.94 65.71 67.15 66.25
55.69 63,86 72.77 67.14 67.54 68.16 58,64
57,43 61.96 67,50 66.31 62,84 66.64 61,62
60.69 64.09 71.72 68.24 65.92 68.13 64.76
Kota 13 14 15 16 17 18 19
Padang Solok SawahLunto Padang Panjang BukitTinggi Payakumbuh Pariaman
Sumber: Sumatera Barat dalam angka 2014
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ada 4 (empat) daerah di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Sawahlunto, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Dharmasraya yang memiliki angka TPAK diatas 70 persen. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di daerah ini relatif lebih banyak dibanding dengan daerah lain. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa di daerah ini peluang dan kesempatan kerja relatif lebih banyak dibanding daerah lain. Walaupun tingginya TPAK belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi, karena secara umum lowongan kerja yang ada lebih banyak untuk pekerja kasar (unskill labor). Dari data tahun 2013, diketahui hampir 1 juta orang penduduk yang bekerja hanya memiliki tingkat pendidikan SD dan tidak tamat sekolah.
79
b.
Pengangguran
Kebalikan dari TPAK, pengangguran merupakan indikator negatif dalam pembangunan ekonomi daerah. Makin tinggi tingkat pengangguran menunjukkan rendahnya kinerja pemerntah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum indikator yang digunakan untuk melihat pengangguran adalah Tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dapat dipakai untuk mengukur tingkat keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka, semakin ekslusif proses pembangunan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pengangguran terbuka, semakin inklusif pembangunan yang sedang dilaksanakan. Selama periode 2010-2013 telah terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka. Pada tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,97% menjadi 6,99% di tahun 2013. Kondisi ini menandakan semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pembangunan.
Bila di bandingkan dengan rata-rata nasional, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi terhadap tingkat pengangguran terbuka nasional selama periode 2010-2013. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat lebih rendah dari nasional, yaitu sebesar 6,95% sedangkan nasional sebesar 7,14%. Namun pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat jauh lebih tinggi dari nasional, dimana Sumatera Barat yang sebesar 6,99% sedangkan nasional sebesar 6,25%. Kondisi ini menunjukkan bahwa perekonomian daerah Provinsi Sumatera Barat belum optimal dalam penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan nasional. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa tingkat standar hidup nasional lebih tinggi dari Provinsi Sumatera Barat. Untuk itu, Provinsi Sumatera Barat masih perlu bekerja keras dalam mencapai tingkat kesejahteraan rata-rata nasional dengan melibatkan lebih banyak masyarakat. Kondisi ini dapat dilakukan dengan peningkatan lapangan kerja, produktifitas dan diversfikasi usaha. Argumentasi ini dapat dipahami karena penyerapan lapangan kerja
80
Provinsi Sumatera Barat relatif lambat dibandingkan dengan rata-rata nasional. Belum banyaknya peluang berusaha dan bekerja menyebabkan pangsa pengangguran bertambah. Penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Barat cenderung pada sektor pertanian dan perdagangan. Kondisi ini mengindikasikan masih banyaknya tenaga kerja terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan. Oleh karena itu, perbaikan iklim usaha wajib dilakukan, peningkatan infrastruktur, keamanan berusaha dan kepastian hukum penting pula menjadi fokus perhatian terutama dalam rangka menarik investasi di Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, pemerintah perlu mencipatakan program-program terobosan yang dapat menumbuhkan jiwa wirausaha masyarakat untuk memunculkan usahausaha baru yang dapat meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan standar hidup masyarakat Provinsi Sumatera Barat. Disamping itu, dengan adanya keinginan pemerintah pusat untuk menjadi kawasan maritim (kelautan) sebagai sektor yang mempunyai potensi untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah, sekaligus menjadi tantang dan peluang bagi Sumatera Barat untuk menjadikan sektor ini sebagai penyerap tenaga kerja. Hal ini dimungkinkan karena Sumatera Barat yang terletak di kawasan pantai barat Sumatera yang memiliki potensi kelautan yang cukup banyak untuk dikembangkan. Selanjutnya, untuk melihat lebih jauh kondisi pengangguran di kota dan kabupaten yang dihubungkan dengan perkembangan ekonomi daerah (diwakili indikator pertumbhan ekonomi), dapat dilihat pada grafik di berikut :
Grafik Pola Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran
81
Dari grafik Pola hubungan yang terjadi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran di Sumatera Barat cukup baik., dimana secara umum kota dan kabupaten berada di kuadran 2, yang menunjukkan hasil, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi berdampak terhadap penurunan tingkat pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi yang merupakan hasil dari kinerja seluruh stakeholder dalam mendorong perkembangan ekonomi yang baik telah berdampak baik juga terhadap pengurangan pengangguran di Sumatera Barat. Sedangkan pada kuadran 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak terlalu berpengaruh terhadap pengangguran, dimana pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah ternyata tingkat pengangguran juga rendah, berarti ada faktor lain yang menyebabkan pengangguran berkurang selain pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya hanya ada 4 kota/kabupaten yang tingkat penganggurannya di atas 10%, yaitu kabupaten pasaman barat, agam, padang pariaman dan pesisir selatan. Dari uraian diatas dapat dijelaskan beberapa tantangan dan peluang yang terkait dengan ketenagakerjaan di Sumatera Barat: a.
Masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat terkait dengan relatif sedikitnya peluang kerja yang ada
b.
Masih rendahnya kualitas SDM yang ada menyebabkan nilai tambah yang dihasilkan untuk mendorong pembangunan Sumatera Barat belum optimal
c.
Sektor maritim (kelautan) merupakan sektor yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam menyerap tenaga kerja
d.
Perlu dokumen profil tenaga kerja yang baik untuk melihat potensi dan kualitas SDM yang dimiliki oleh pemerintah kota dan kabupaten.
e.
Perlu ditingkatkan program dan kebijakan dari pemerintah untuk menciptakan wirausaha baru sesuai dengan potensi SDM yang dimiliki oleh daerah
5.
PERTANIAN
Pertanian merupakan salah satu potensi ekonomi utama Sumatera Barat yang dapat menggerakkan ekonomi daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat. Peran pertanian dalam perekonomian daerah tergambar dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyediaan pangan, menghasilkan komoditi ekspor, serta penyediaan lapangan kerja. Selain itu, sektor pertanian juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan industri terutama industry pengolahan. Pembangunan pertanian memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional dan regional terhadap terhadap Produk Domestik
82
Regional Bruto (PDRB), kesempatan kerja, sumber pendapatan dan perekonomian daerah serta ketahanan pangan. Peningkatan produktivitas pertanian akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian sekaligus akan memberikan peluang terbukanya kesempatan kerja pedesaan.Pembangunan pertanian di Sumatera Barat termuat dalam agenda kegiatan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Agenda Pengembangan Kegiatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat merupakan jabaran dari misi ke-empat dari RPJMD Sumatera Barat 2010-2015, yakni ”Mewujudkan ekonomi masyarakat yang tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global”. Haltersebut yang terkait pertanian, terlihat pada Tabel berikut. Tabel. 2.33 Tujuan dan Sasaran dari Misi Pembangunan Pertanian Sumatera Barat 2010-2015 Tujuan Terwujudnya Sumatera Barat sebagai provinsi agribisnis
Sasaran 1. Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan 2. Meningkatnya jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan 3. Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian (Agro-industri) dan pengolahan hasil perikanan laut (Fishery Processing) 4. Meningkatnya kesejahteraan petani
Sumber; (RPJMD Sumatera Barat 2010-2015)
Salah satu Prioritas untuk Misi ”Mewujudkan ekonomi masyarakat yang tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global” adalah Prioritas pegembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan yang diarahkan untuk mengembangkan pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan dan kelautan) yang mempunyai nilai tambah (added value) tinggi, sehingga masyarakat dapat menikmati tingkat keuntungan yang tinggi dari gabungan hasil usaha pertaniannya melalui berbagai komoditi unggulan. Dengan prioritas tersebut diharapkan: 1) Berkembangnya kawasan sentra produksi pertanian, 2) Berkembangnya agroindustri dan agribisnis sesuai potensi daerah, 3) Terwujudnya Sumatera Barat sebagai propinsi agraris dengan petani yang yang sejahtera, 4) Berkembanganya
83
penerapan teknologi pertanian, 5) Meningkatnya pemasaran hasil produksi pertanian, 6) Terwujudnya ketahanan pangan, 7) Terwujudnya Sumatera Barat sebagai daerah penghasil pengusaha profesional, 8) Terwujudnya pola pembangunan berbasis kawasan, 9) Terwujudnya pola pembangunan berbasis komoditi unggulan dan prinsip one village one product. Capaian Kinerja Makro Prioritas Pengembangan Pertanian terlihat pada Tabel berikut. Tabel. 2.34 Capaian Kinerja Makro Prioritas Pengembangan Pertanian BerbasisKawasan dan Komoditi Unggulan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Indikator Utama Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kawasan Sentra ProduksiTanaman Pangan (unit) Kawasan Sentra Produksi Perkebunan (unit) Kawasan Sentra Produksi Peternakan(unit) Luas Tanam Kakao (Ribu Ha) Produksi Jagung (ton) Produksi daging (ton) Nilai Tukar Petani (%)
Tahun 2010
2012 Target
2013
Realisasi
%
Target
Realisasi
%
9.66
11.25
11.92
105.96
11,78
13,02
110,53
40
47
52
110.64
52
60
115,38
12
17
25
147.06
20
22
110.00
6
8
10
125.00
10
10
100.00
101 354,262 52,614 105.6
140 524,138 58,017 107
137 495,497 57,110 105.03
97.86 94.54 98,44 98.16
150 148.01 560,828* 547.437 58,017 55,969 98.17 98.18
98,67 97,61 96,47 98.19
* = Dihitung pengingkatan 7% dari tahun sebelumnya
Tabel indikator makro di atas memperlihatkan sebagian indikator belum tercapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan kegiatan program untuk Misi ”Mewujudkan ekonomi masyarakat yang tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global” yang tujuan pertamanya terwujudnya Sumatera Barat sebagai provinsi agribisnis belum sepenuhnya mencapai sasaran meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, meningkatnya jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian (Agroindustri) dan pengolahan hasil perikanan laut (Fishery Processing), serta meningkatnya kesejahteraan petani belum tercapai sepenuhnya. Peranan sector Pertanian dalam PDRB dan Pertumbuhan riil sector pertanian terlihat pada Tabel 3 berikut, juga memperlihatkan kecenderungan menurun. Dengan demikian Pengembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan masih perlu jadi prioritas pembangunan Sumatera Barat untuk menunjang pengembangan Agibisnis umumnya dan Agroindusrti khususnya dalam meningkatkan daya saing daerah.
84
Tabel.2.35 Peranan Sektor Pertanian di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009 – 2013 (Persentase) No
Tahun
Kontribusi Pertanian
Pertumbuhan riil sector pertanian
1 2 3 4 5
2009 2010 2011 2012 2013
23,95 23,94 23,67 23,12 22,74
3,47 4,09 3,84 4,58 3,58
Angkatan Kerja Yg Bekerja Pada Lapangan Pekerjaan Pertanian (%) 45,39 % 44,10 % 39,30 % 40,60 % *
* = Data Tidak tersedia
Peranan sector Pertanian dalam PDRB dan Pertumbuhan riil sector pertanian seperti terlihat pada Tabel di atas, memperlihatkan menurunnya kontribusi dan pertumbuhan sector pertanian. Distribusi Persentase Sektor Pertanian terhadap PDRBatas Dasar Harga Berlaku 2009–2013 (persen) pada Tabel 4 berikut memperlihatkan bahwa persentase terbesar bersumber dari Tanaman pangan dan hotikultura, dan akan tidak jauh berbeda kalau data kontribusi tanaman pangan dipisahkan dengan tanaman hortikultura. Penurunan kontribusi pertanian yang menurun hendaknya diikuti oleh peningkatan kontribusi hasil pengolahan pertanian. Hal ini akan mendatangkan Nilai Tambah produk pertanian. Tabel 2.36 Distribusi Persentase Sektor Pertanian terhadap PDRBatas Dasar Harga Berlaku 2009 – 2013 (persen) 20 12,52
12,47
12,41
12,09
12,01
10 5,18
5,15 2,88 1,961,49
1,981,432,84
5,09 1,971,362,83
4,92
4,76
1,981,322,8
1,931,262,79
0 2009
2010 2011 Tanaman Perkebunan
2012* 2013** Peternakan
Peranan Sektor Pertanian dalam PDRB berdasarkan wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009 – 2013 terlihat pada Tabel 5 berikut. Pada umumnya Peranan Sektor Pertanian (Kontribusi Pertanian) dalam PDRB menururt wilayah (Kabupaten dan Kota) di Sumatera Barat memperlihatkan kecenderungan menurun atau tidak berubah atau
85
meningkat hanya sekitar 0,1%. Khususnya di Kabupaten Mentawai meningkat hamper 20% dari tahun 2012 ke tahun 20013 namun tetap menurun dari tahun 2009 sampai 2011. Tabel.2.37 Peranan Sektor Pertanian (Kontribusi Pertanian) dalam PDRB menururt wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009 – 2013 (Persentase) No 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota
Kab. Agam Kepulauan Mentawai Kab. Pesisir Selatan Kab. Solok Kab. Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Padang pariaman 8 Kab. 50 Kota 9 Kab. Pasaman 10 Kab. Solok Selatan 11 Kab. Dharmasraya 12 Kota Padang 13 Kota solok 14 Kota Sawahlunto 15 Kota Padang Panjang 16 Kota Bukittinggi 17 Kota Payakumbuh 19 Kota Pariaman Propinsi Sumbar
2009 41,38 55,18 34,69 44,74 27,37 37,77 24,56
2010 40,71 54,62 34,61 45,01 27,78 37,72 23,87
Tahun 2011 40,22 54,08 34,32 45,32 28,08 37,49 23,19
2012 39,72 33,62 33,62 44,86 27,73 37,09 22,12
2013 38,71 52,81 33,71 45,30 27,60 37,26 21,34
33,59 53,67 38,81 35,26 5,73 8,80 9,73 9,62 2,27 10,07 27,61 23,95
34,30 53,79 38,30 35,37 5,82 8,79 10,22 9,20 2,49 9,96 28,13 23,94
34,54 54,14 37,80 34,89 5,87 8,73 10,10 8,87 2,39 9,96 27,97 23,67
34,52 54,10 36,89 33,75 5,74 8,63 10,54 8,65 2,30 9,96 27,97 23,12
34,61 54,21 35,98 33,48 5,70 8,31 10,69 8,41 2,21 9,99 27,29 22,74
Selanjutnya, Tabel 2.38 memperlihatkan bahwa Pertumbuhan riil sector pertanian periode 2009 sp 2013 cenderung meningkat terdapat di wilayah Kabupaten Solok, Padang Pariaman, 50 kota dan Dharmasraya, serta Kota Solok, Sawahlunto dan Payakumbuh. Pada wilayah Kabupaten kota lainnya cenderung menurun. Pembangunan pertanian umumnya perlu ditingkatkan pada wilayah yang pertumbuhan riil cenderung menurun. Untuk Percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dapat dilakukan peningkatan pertumbuhan riil sector pertanian di wilayah yang telah cenderung meningkat, dengan mengembangkan pengolahan hasil pertanian guna menunjang pembangunan Industri Agro.
86
Tabel 2.38 Pertumbuhan Riil Sektor Pertanian menururt wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009 – 2013 (Persentase) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 19
Kabupaten/Kota Kab. Agam Kepulauan Mentawai Kab. Pesisir Selatan Kab. Solok Kab. Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Padang pariaman Kab. 50 Kota Kab. Pasaman Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kota Padang Kota solok Kota Sawahlunto Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Pariaman Propinsi Sumbar
2009 12,62 3,64 7,42 10,86 3,86 9,57 9,72 8,11 2,48 4,33 9,14 7,22 6,54 0,50 0,41 0,23 0,87 2,02 3,47
2010 12,32 3,63 7,38 11,03 3,89 9,44 9,96 8,15 2,49 4,37 9,24 6,91 6,60 0,53 0,40 0,25 0,87 2,05 4,09
Tahun 2011 12,18 3,60 7,34 11,27 3,92 9,32 10,10 8,27 2,51 4,37 9,38 6,66 6,60 0,53 0,38 0,24 0,88 2,04 3,84
2012 12,22 3,61 7,20 11,24 3,90 9,24 10,13 8,47 2,53 4,27 9,65 6,44 6,56 0,55 0,37 0,23 0,89 2,09 4,58
2013 12,16 3,53 7,21 11,40 3,87 9,24 10,28 8,49 2,49 4,25 9,68 6,28 6,58 0,56 0,36 0,22 0,91 2,06 3,58
Salah satu aspek yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani adalah meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al, 1987). Berdasarkan pengertian tersebut, perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui. Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian tentunya dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Sub-sektor tahun 2009 – 2013 (persen) seperti pada Tabel dan Gambar berikut memperlihatkan cenderung menurun dan berfluktuasi. Hal ini memperlihatkan bahwa sector pertanian perlu lebih memperhatikan aspek pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.
87
Tabel.2.39 Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Sub-sektor2009 – 2013 (persen) SEKTOR
2009
2010
2011
2012
2013
PERTANIAN
3,47
4,09
3,84
4,58
3,58
1. TanamanPangan dan Hortikultura
4,08
3,12
4,18
4,15
2,67
2. 3. 4. 5.
1,58 5,17 2,11 4,54
5,77 5,42 4,75 3,50
3,15 3,91 2,33 4,59
5,11 4,01 3,92 6,08
4,64 2,29 4,42 5,76
Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
Dari data dan uraian di atas (Tabel 4) dapat disampaikan bahwa Kontribusi sector pertanian terhadap PDRB meskipun menurun, namun masih tinggi (22,71%) dibanding sector lain. Pertumbuhan tertinggi adalah pada sub Sektor perikanan (5,76%) diikuti perkebunan, kehutanan, pangan hortikultura dan peternakan. Distribusi Peran Sektor Pertanian terhadap PDRB (%) memperlihatkan peran yang lebih tinggi pada sub sector Pertanian hortikultura dan tanaman pangan diikuti perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Jika sub sektor hortikultura dan sub sektor tanaman pangan dipisahkan maka distribusi peran semua sub sektor di sektor pertanian cukup merata. Selanjutnya, Peran sector pertanian yang masih tinggi belum diikuti oleh peningkatan Nilai Tambah dan Nilai Tukar Pertanian (Tabel 3 dan Tabel 4). Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Subsektor tahun 2009–2013 (persen) berfluktuasi dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan rendahnya perkembangan usaha/kegiatan pengolahan hasil pertanian (pascapanen). Rancangan pembangunan sector pertanian jangka menengah ke depan, hendaknya menekankan bahwa pelaku usaha perkebunan rakyat tidak lagi bisa menjalankan bisnis seperti pola yang selama ini diterapkan (business as usual). Mereka harus benar-benar dibantu untuk menumbuhkan kewirausahaan, budaya kerja, dan mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi usaha yang memiliki daya saing yang tinggi. Berikut disampaikan gambaran pembangunan Perkebunan, pertanian peternakan dan ketahanan pangan.
umum pangan
realisasi rencana dan hortikultura,
Hasil Capaian Sasaran pembangunan Perkebunan a. Capaian Sasaran makro pembangunan perkebunan yang dikehendaki yaitu Meningkatnya luas tanam, produksi, nilai ekspor, serapan tenaga kerja, dan produktifitas, serta menurunnya serangan OPT pada Sub
88
Sektor perkebunan. Sasaran produksi dan luas perkebunan yaitu Meningkatnya efisiensi usaha perkebunan melalui pembinaan optimalisasi penggunaan agro input dan iptek, sejalan dengan perluasan lahan perkebunan (luas dan produksi komoditi utama perkebunan) yang umumnya belum tecapai. Capaian Sasaran produktifitas perkebunan untuk Meningkatnya efisiensi usaha perkebunan dapat dilakukan melalui pembinaan optimalisasi penggunaan agro input dan iptek, sejalan dengan perluasan lahan perkebunan. Rencana dan realisasi capaian produktivitas tanaman perkebunan di Sumatera Barat terlihat pada Tabel berikut. Tabel.2.40 Capaian Sasaran Produktivitas Tanaman Perkebunan NO 1 2 3 4 5 6
KOMODITI KARET KELAPA SAWIT KAKAO GAMBIR KELAPA KOPI
2011 0,92 20,520 1,210 0,763 1,080 0,815
RENCANA 2012 2013 0,94 0,96 21,100 21,70 0 1,320 1,430 0,763 0,763 1,085 1,090 0,820 0,825
REALISASI 2011 2012 2013 0,805 0,826 0,845 2,591 2,629 2,682
KETERANGAN Karet Kering TBS
0,498 0,655 1.044 0,758
Biji Kering Getah Kering Kopra Beras Kopi
0,493 0,664 1.049 0,758
0,522 0,604 1.049 0,757
b. Enam komoditi utama perkebunan seperti di atas umumnya diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat yang umumnya diusahakan tidak memeliki produktifitas tinggi karena bibit yang digunakan belum bibit bermutu dan perawatan intensif tidak dilakukan oleh petani. Besarnya sumbangan perkebunan terhadap perekonomian daerah bisa lebih ditingkatkan dengan melakukan pemberdayaan perkebunan rakyat. Pemberdayaan merupakan bagian penting dari upaya mewujudkan bangsa yang berdaya-saing serta menciptakan pembangunan yang merata dan adil. Dalam hal ini perkebunan rakyat hendaknya diarahkan untuk berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan kerja baru dan penumbuh daya-saing. c. Mengingat semakin kompleksnya tantangan dalam pemberdayaan perkebunan rakyat ,peran pemerintah harus benar-benar tepat dan mampu membantu usaha yang sangat penting bagi penciptaan lapangan kerja ini pada saat diperlukan. Artinya focus Dinas Perkebunan adalah memberdayakan perkebunan rakyat dan pemerintah harus menjadikan Koperasi lembaga ekonomi rakyat yang perlu diperkuat di bidang Perkebunan baik untuk petani swadaya maupun yang bermitra dengan perkebunan besar. d. Dengan demikian, Program jangka menengah seperti yang akan dijabarkan dalam RPJMD 2015-2020 terkait perkebunan, hendaknya mencerminkan strategi pemberdayaan perkebunan rakyat dalam
89
lingkup makro,meso, maupun mikro. Pada tataran makro, RPJMD 2015-2020 harus memuat kebijakan perbaikan lingkungan usaha yang diperlukan dalam rangka peningkatan dayasaing(competitiveness) perkebunan rakyat. Dalam hal ini tantangan untuk lima tahun ke depanantara lain persaingan usaha yang makin ketat, biaya transaksi yang makin tinggi, serta semakin mahalnya sumberdaya yang diperlukan oleh perkebunan rakyat . Pada tataran meso, dokumen rencana jangka menengah harus memuat upaya peningkatan akses perkebunan rakyat terhadap sumberdaya produktif guna meningkatkan kesehatan dan perluasan usaha perkebunan rakyat. Fokusnya akan terkait dengan masalah pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas untuk mendukung perluasan jaringan usaha dan pemasaran, peningkatan akses terhadap modal dan advokasi, serta peningkatan intensitas penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan perkebunan rakyat. Pada tataran mikro dokumen RPJMD harus memiliki sasaran yang jelas tentang upaya untuk mengatasi persoalan yang terkait dengan karakteristik dan perilaku pelaku usaha. Periode kedepan replanting perkebunan rakyat hendaklah menjadi focus program dan kegiatan pembangunan perkebunan di Sumatera Barat. Hasil Capaian Sasaran pembangunan Pertanian pangan dan hortikultura Hasil capaian sasaranluas dan produksi tanaman pangan sumatera barat, terlihat pada tabel 13 berikut. Terlihat bahwa sasaran produksi padi, jagung, kedelai dan kacang tanah belum tercapai, namun untuk ubikayu, ubi jalar, cabe dan tomat capaian produksi sudah melebihi rencana. Tabel.2.41 Sasaran Produksi Tanaman Pangan (Ton) No
Komoditi
1
Padi
2 3 4
Jagung Kedelai Kacang Tanah Ubi kayu Ubi Jalar Cabe Tomat
5 6 7 8
90
2011 2.292.19 5 488.978 3.297 24.250 146.193 83.153 42.500 32.730
Sasaran 2012 2.440.353
2013 2.588.511
2011 2.254.547
Realisasi 2012 2.339.682
524.138 3.362 24.500
559.298 3.427 24.750
471.849 1.925 11.908
495.497 1.106 9.579
2013 2.403.95 8 547.437 732 9.093
153.151 86.770 43.757 33.415
160.109 90.387 45.014 34.100
191.946 98.120 48.874 58.077
213.647 124.881 57.671 65.313
218.830 134.453 60.985 78.189
Sasaran pembangunan Peternakan Hasil capaian ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan daerah serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal terlihat pada Tabel berikut. Tabel 2.42 Capaian Target Populasi Ternak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Ternak 2011 Sapi 992 Perah Sapi 504.031 Potong Kerbau 238.916 Kambing 262.936 Ayam 8.134.013 Ras Petelur Ayam Ras 17.051.297 Pedaging Ayam 4.666.896 Buras Iti k 1.406.367
Rencana 2012 1.047
2013 1.110
2011 550
Realisasi 2012 646
2013 1.101
515.864
528.688
336.806
361.487
326.674
250.882 286.350 8.397.446
263.500 315.423 8.670.487
105.954 248.082 7.816.396
113.370 257.361 8.130.585
86.330 256.704 8.519.893
17.556.003
18.075.698
15.117.321
17.439.623
15.357.013
4.687.530
4.714.224
5.023.666
4.872.190
4.919.283
1.470.116
1.539.814
1.123.264
1.201.265
1.167.620
Secara umum Peningkatan populasi ternak seperti pada tabeldi atas belum memperlihatkan tercapainya sasaran target populasi Ternak. Untuk itu peningkatan capaian target populasi ternak di sumatera Barat perlu ditingkatkan khususnya di daerah sentra produksi. Data capaian Sasaran produksi daging ternak juga memperlihatkan belum tercapainya sasaran produksi daging ternak di Sumatera Barat, kecuali produksi daging sapi, kuda dan ayam buras. Namunpeningkatan produksi telur dan susu di Sumatera Barat telah melebihi rencana produksi. Hal ini dapat terus dikembangkan untuk percepatan kontribusi subsector peternakan terhadap perekonomian Sumatera Barat. Dalam mendukung pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan menengah Provinsi Sumatera Barat telah disusun Master Plan percepatan pembangunan ekonomi daerah (MP3ESB). Dalam pengembangan wilayah Sumatera Barat telah ditetapkan tiga koridor ekonomi, yakni koridor Padang- Bukittinggi- Payakumbuh. Koridor Ekonomi Padang – Solok- Sijunjung- Darmasraya, dan koridor ekonomi Pantai Barat. Pengembangan Komoditi Utama pada semua koridor ekonomi akan terkait dengan Pengembangan infrastruktur, Pengembangan SDM/IPTEKDA, Pengembangan Investasi dan Pengembangan Kelembagaan. Pengembangan komoditi utama produk pertanian Pangan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan pada tiga koridor di Sumatera Barat ini terlihat pada Tabel berikut.
91
Tabel. 2.43 Pusat Pengembangan kegiatan utama pertanian untuk percepatan ekonomi No Kegiatan Utama Pertanian 1 Koridor EkonomiGerbang Timur 1) Gambir 2) Pangan 3) Unggas (ayam petelur dan pedaging) dan daging 2 Koridor Ekonomi Lintas Sumatera 1) Produksi pangan 2) Produksi kebun karet 3) Produksi kebun Sawit 3 Koridor Ekonomi Pantai Barat, Produksi sawit Produksi kakao, Produksi jagung Produksi sapi potong Produksi Perikanan Tangkap Produksi Perikanan Darat
Pusat Pengembangan Lima Puluh Kota Bukittinggi, Batusangkar Payakumbuh , Pasaman
Solok, Sijunjung, dan Dharmasraya Sijunjung, dan Dharmasraya Painan, Simpang empat Pariaman, Lubuk Sikaping Painan, Simpang Empat Painan Painan, Pariaman Lubuk Sikaping
Sumber: BAPPEDA SUMBAR, 2012. MP3SB.
Selanjutnya, penggunaan lahan di Provinsi Sumatera Barat untuk kawasan budidaya diantaranya adalah; kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan perikanan. Kawasan Budidaya pertanian tanaman pangan di Provinsi Sumatera Barat meliputi pertanian tanaman pangan lahan kering dan basah. Kawasan Perkebunandi Provinsi Sumatera Barat untuk pengembangan budidaya perkebunan, adalah untuk tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan kakao sebagai komoditas utama, dan komoditi lain yang meliputi gambir, kasiavera, pala, cengkeh, tembakau, tebu, pinang, nilam, kelapa, kemiri dan sebagainya. Kawasan Perikanan dan Kelautan untuk pembudidayaan perikanan darat dan sumberdaya kelautan yang meliputi; terumbu karang, hutan mangrove, moluska, teripang, dan penyu laut.Sedangkan pembangunan peternakan di Provinsi Sumatera Barat merupakan usaha untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam upaya menyediakan protein hewani baik untuk konsumsi sendiri, pemasokan ke wilayah provinsi lain maupun ekspor. Peluang dan tantangan dalam pembangunan pertanian umumnya diuraikan pada sub Bab berikut. Sektor pertanian masih memiliki potensi untuk ditingkatkan apabila berhasil menangani kendala-kendala yang meliputi: produktivitas, efisiensi usaha, konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian.
92
Berdasarkan gambaran kondisi sekarang dari hasil evaluasi dan diskusi dengan berbagai instansi terkait sector pertanian dapa dikemukakan tantangan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pada Prioritas Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan yang telah terlaksana adalah sebagai berikut: a.
Luas lahan pertanian petani yang sempit dan terpencar.
b.
Tidak terpenuhinya kebutuhan akan benih dan bibit unggul bersertifikat yang meningkat.
c.
Konversi dan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian cenderung meningkat.
d.
Berkembangnya jenis hama dan penyakit tanaman, ternak dan ikan.
e.
Belum optimalnya peningkatan produktifitas Pertanian/perkebunan/ perikanan dan populasi ternak
f.
Lemahnya peran kelembagaan petani dalam penyediaan sarana produksi; bibit, pupuk dan pestisida.
g.
Kurangnya modal kerja dan SDM dalam pengembangan usaha pertanian di pedesaan,
h.
Kondisi jalan dan akses tranportasi kurang lancar baik di sentra produksi maupun ke pasar dan ke pelabuhan.
i.
Kegiatan dan program belum sepenuhnya diarahkan untuk pencapaian sasaran dari Misi Pemerintahan Daerah (khususnya Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan), dan terjadinya tumpang tindih anggaran antar instansi baik horizontal maupun vertical.
j.
Rendahnya tingkat partisipasi petani dalam melaksanakan inovasi pembangunan pertanian seiring rendahnya kuantitas dan kualitas penyuluhan.
Produk
Disamping tantangan tersebut juga ditemukan permasalahan umum dalam pembangunan pertanian di Sumatera Barat, sebagai berikut: a. Produktivitas Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan belum berkelanjutan dan masih rendah, b. Kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta penyuluhan yang belum berkembang optimal c. Kesejahteraan petani yang masih rendah seiring rendahnya efisiensi usaha, d. Ketahanan dan kedaulatan serta keamanan pangan yang masih perlu ditingkatkan e. Akses terhadap permodalan (berbagai skim kredit) dan Pengolahan serta pemasaran hasil pertanian yang masih terbatas
93
f. g.
Sarana dan prasarana pertanian pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan masih terbatas (Lahan, Irigasi, Bibit, Pupuk dan Pestisida, Alat dan Mesin, serta Pembiayaan Pertanian) Pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian untuk nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan, peternakan dan Perikanan belum berkembang
Berdasarkan gambaran kondisi sekarang dari hasil evaluasi dan diskusi dengan berbagai instansi terkait sector pertanian dikemukakan peluang dan potensi dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pada Prioritas Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan sebagai berikut: a.
b. c. d.
e. f. g. h. i. j.
Tersedianya lahan pertanian yang telah ditetapkan berbagai kawasan; kawasan Budidaya Pertanian, Perkebunan, peternakan, Perikanan dan Hutan, serta Berkurangya lahan kritis dan tersedianya potensi lahan pertanian Meningkatnya permintaan akan bibit dan benih berkualitas bersertifikat dan tumbuhnya kelompok-kelompok pembibitan Tersedianya inovasi tekologi pertanian dari berbagai Balai penelitian dan pengembangan serta Perguruan Tinggi terkait pertanian Adanya kelembagaan pertanian baik kelembagaan pemerintah seperti: BBI, Puskeswan dan RPH maupun kelambagaan usahatani yang ada di masyarakat, seperti: kelompok tani, gapoktan, LKMA, KPPS, dll. Masih banyaknya tenga kerja sector Pertanian Adanya dukungan pendanaan baik dari pemerintah seperti : APBD, APBD Propinsi, DAK, APBN dan lembaga swasta lainnya seperti : Perbankan, masyarakat dan PUAP, KUR, dll. Terbukanya pasar produk pertanian baik dalam negeri maupun luar negeri didukung oleh Tersedianya pelabuhan dan Potensi geografis yang strategis, Terbukanya Kemitraan dan kerjasama dg industry pengolahan Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Barat masif relatif besar. Adanya Penyuluh Pertanian
Berdasarkan analisis identifikasi permasalahan, tugas dan fungsi pelayanan Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Barat, maka faktor kunci keberhasilan adalah sebagai berikut: a. Peningkatan mutu sumber daya pertanian (SDA, SDM) b. Peningkatan penerapan teknologi pertanian c. Peningkatan produksi, produktivitas, populasi, mutu komoditi pertanian d. Peningkatan akses petani/kelompok tani ke sumber pembiayaan e. Peningkatan inseminasi buatan, pengawasan dan pengendalian penyakit pada ternak, pembibitan sapi dll
94
f. g. h. i. j. k. l.
Peningkatan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, Penumbuhan dan penguatan kelembagaan usaha tani (Keltan, Gapoktan dan Koperasi, dll) Peningkatan peran dan kompetensi petugas lapang (Penyuluh, pengamat hama, pengamat benih) Perbaikan infrastruktur pertanian (jalan usaha tani, jaringan irigasi, dll) Peningkatan mutu hasil pertanian yang memenuhi standar dan berdaya saing Pemanfaatan peluang pasar dan Penumbuhan kemitraan dengan stakeholder terkait Peningkatan sinergitas antar unit kerja lingkup Dinas Pertanian secara umum dan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian terkait serta Penempatan aparatur sesuai dengan kompetensinya
10. PARIWISATA Pariwisata yang mendapat perhatian dan menjadi prioritas pembangunan daerah pada RPJMD 2010-2015 adalah 10 objek destinasi wisata unggulan daerah. Kategori pariwisata yang dikembangkan selama ini adalah karena keindahan alam pegunungan dan perairan (kawasan pantai, air terjun, dan danau) serta kawasan wisata budaya dan sejarah. Objek-objek wisata tersebut berdasarkan lokasinya adalah seperti pada tabel berikut Tabel 2.44 Objek Wisata yang dikembangkan berdasarkan RPJMD Provinsi Sumbar 2010-2015 Jenis Kawasan Wisata
Nama Objek Wisata Gunung Padang - Aia Manih Panorama Baru
Keindahan Alam
Lembah Harau Kawasan Mandeh Danau Kembar Danau Maninjau Teluk Katurai Sejarah Kawasan Tambang
Sejarah dan Budaya
Istano Pagaruyuang Ulakan Tapakis
Uraian Objek Wisata - Pantai Air Manis - Batu Malin Kundang - Taman kota - Ruang bawah tanah peninggalan Jepang - Lembah - Air terjun - Hutan - Pantai - Pulau - Danau Di atas - Danau Di bawah - Danau - Pantai - Menyelam - Wisata air di lokasi bekas pertambang-an batu bara - Istana Rumah Adat Kerajaan Minangkabau - Budaya
Lokasi Kota Padang Kota Bukittinggi Kabupaten 50 Kota Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten Solok Kabupaten Agam, Kabupaten Kep. Mentawai Kota Sawahlunto Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Padang Pariaman
95
Namun demikian, ternyata pembangunan pariwisata sampai saat ini belum mencapai hasil yang menggembirakan. Kualitas cagar budaya dan kapasitas sumberdaya manusia dalam mengembangkan pariwisata daerah masih memerlukan perhatian untuk dapat meningkatkan kualitas produk wisata sehingga mampu bersaing secara nasional maupun internasional. Kawasan wisata daerah kepulauan juga belum mendapat perhatian yang cukup selama ini. Pengembangan kawasan wisata air (selancar air / surfing dan menyelam / diving) untuk kawasan wisata kepulauan (seperti Kab. Pesisir Selatan,, Kab. Kepulauan Mentawai)belum banyak dikembangkan karena belum didukung dengan kebijakan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat kepulauan. Selain itu, juga belum dipayungi dengan kebijakan penanganan daerah kepulauan yang berada di wilayah perbatasan dan pulau terluar. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pariwisata dalam periode 5 tahun lalu adalah pengembangan wisata alam, pengembangan wisata sosial budaya, dan peningkatan jumlah wisatawan, lihat tabel berikut. Tabel 2.45 Indikator dan Capaian Kinerja Pariwisata Propinsi Sumatera Barat dalam Aspek Pelayanan Umum Tahun No 1
2
Indikator
2010
Jumlah Destinasi Wisata a. Wisata Alam (kws) 2 b. Wisata Budaya (kws) 2 Kunjungan wisata a. Wisatawan Nusantara 4,575,601
Tahun 2011
Tahun 2012
Target Reali sasi Target Realisasi 3 0
2 5 4,575,601
4 5
2 5,788,135
Data di atas memperlihatkan bahwa tidak banyak kemajuan pembangunan secara ekonomi yang diperoleh dari sektor pariwisata yang selama ini dikelola sebagai objek dan tujuan wisata. Hal ini disebabkan karena daya jual objek wisata yang tidak terlalu baik dan daya saing yang juga tidak cukup tinggi. Paradigma pengembangan pariwisata yang selama ini hanya mengandalkan keindahan sumberdaya alam di daratan dan keunikan daerah karena sosial dan budayanya, perlu digeser kearah cara pandang yang menggali potensi wisata di daerah perairan dan kepulauan yang belum banyak dikembangkan selama ini. Potensi wisata bahari daerah kepulauan yang dimiliki Kabupaten Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai selama ini sudah banyak diminati turis dari mancanegara, namun belum terkelola dengan baik. Potensi ini perlu dikemas dan dipromosikan dalam program pengembangan pariwisata karena berdaya saing internasional. Kegiatan selancar (surfing) dan menyelam (diving) di perairan di daerah kepulauan selama ini belum
96
tercatat sebagai sumberdaya ekonomi yang berpeluang untuk pengembangan wilayah kepulauan dan wilayah pesisir. Sayangnya data para pelancong mancanegara dalam kegatan pariwisata ini belum tercatat dengan baik. 11.
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Sejauh ini 13.466 pulau sudah dibakukan namanya dan terdata menurut semestinya sesuai aturan hukum laut internasional. Seluas 1,91 juta km2 (150 ha) atau 23,32% merupakan daratan yang disatukan oleh lautan seluas 6,28 juta km2 atau 76,68% dari total luas wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 104.000 km (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Sebagai negara tropis, perbedaan temperatur perairan di berbagai tempat dan dalam perbedaan musim tidak berbeda signifikan dan tidak menjadi pembatas perkembangbiakan organisma. Sehingga reproduksi sumberdaya hayati berlangsung sepanjang tahun. Keadaan demikian merupakan faktor pendukung tingginya biodiversitas sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia. Dari sisi kuantitas, angka produksi perikanan laut Indonesia juga sangat tinggi. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2011 menduduki peringkat ketiga dunia setelah China dan Peru yakni sebesar 5.707.700 ton. Di samping itu perikanan budidaya menduduki posisi peringkat 4 dunia setelah China, India, dan Vietnam yakni sebesar 2.718.000 ton di luar komoditi rumput laut (FAO, 2012). Secara defenitif, ekonomi maritim atau ekonomi kelautan adalah merupakan kegiatan ekonomi yang berlangsung pada ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir, lautan, dan berbagai aktivitas ekonomi di zona daratan yang menggunakan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi (economicgoods and services). Struktur ekonomi maritim terdiri dari beberapa sektor yaitu: 1. Perikanan tangkap 2. Perikanan budidaya 3. Industri pengolahan hasil perikanan 4. Industri bioteknologi 5. Pertambangan dan energi 6. Pariwisata bahari 7. Perhubungan laut 8. Industri dan jasa maritim 9. Sumberdaya Wilayah Pulau Kecil 10. Coastal Forestry (Hutan Bakau/Mangrove) 11. Non-conventional resources
97
Sektor nomor 1-4 dan 9-10 pada umumnya merupakan bagian penting dari program Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kegiatankegiatan yang terkait dengan transportasi laut, pembangunan dan perawatan kapal, konstruksi dan operasional pelabuhan serta industri yang berhubungan dengan pemanfaatannya seperti pada sektor adalah juga tercakup ke dalam ekonomi maritim yang masuk dalam kelompok 7 dan 8. Demikian juga kegiatan pemanfaatan enerji panas dan kinetik dari sistem gelombang laut meskipun di Indonesia belum begitu berkembang. Secara nasional, total potensi ekonomi sebelas sektor ekonomi maritim Indonesia mencapai US$ 1,2triliun/tahun atau 7 kali lipat APBN 2014 (Rp 1.845 triliun = US $ 170 miliar) atau 1,2 PDB Nasional saat ini. Ekonomi maritim juga menyediakan lapangan kerja untuk 50 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia (Dahuri, 2014). Provinsi Sumatera Barat turut berkontribusi terhadap tingginya nilai potensi ekonomi maritim nasional. Provinsi Sumatera Barat memiliki wilayah daratan seluas 42.297 km dengan perairan maritim mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 186.580 km2. Jumlah pulau yang termasuk bagian Provinsi Sumatera Barat adalah sebanyak 185 pulau. Antara wilayah daratan dan lautan Sumatera Barat terdapat ekosistem sempadan pada wilayah pesisir seperti ekosistem bakau, terumbu karang, lamun, rumput laut, estuaria, dsb. Ekosistem demikian membentang pada garis pantai dengan total panjang 1.977,73 km. 2
Panjang garis pantai pada tujuh Kabupaten dan Kota yang memiliki perairan laut dari sembilan belas kabupaten dan kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada tabel berikut; Tabel 2.46 Panjang Garis Pantai Provinsi Sumatra Barat No
Dae rah/Lokasi
Panjang Garis Pantai (km)
1
Kab. Pasaman Barat
1 5 2 .0 0
2
Kab. Pesisir Selatan
2 3 4 .2 0
3
Kab. Padang Pariaman
4
Kota Pariaman
5
Kab. Kep. Mentawai
6
Kab. Agam
7
Kota Padang
60.50 17.20 1 .4 0 2 .7 0 4 3 .0 0 6 8 .1 3
Jumlah
1 ,9 7 7 .7 3
Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki garis pantai terpanjang diikuti Kabupaten Pesisir Selatan dan Pasaman Barat. Berbagai tipe
98
ekosistem pada wilayah pesisir dan bahari Sumatera Barat menjadi habitat dari berbagai populasi biota perairan dan daratan dengan biodiversitas yang tinggi. Sumberdaya hayati ini bersifat dapat pulih dan dimanfaatkan secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusi ekonomi yang besar dan secara berkelanjutan pula bagi pembangunan Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya sebagaimana kontribusi sektor sumberdaya non hayati yang membentuk struktur ekonomi maritim. Pada kondisi saat ini wilayah pesisir pada garis pantai ini belum termanfaatkan secara optimal. Tiga bentuk pemanfaatan sumberdaya hayati ekosistem pesisir yang memberikan kontribusi ekonomi pada ekonomi maritim Sumatera Barat adalah kegiatan perikananan tangkap (capture fisheries), perikanan budidaya (aquaculture), dan kegiatan wisata pantai atau wisata bahari. Secara umum, kondisi saat ini dari ekonomi maritim dan perikanan Sumatera Barat yang cukup menonjol dapat dikemukakan sebagai berikut. Perikanan Tangkap Kegiatan perikanan tangkap di Sumatera Barat memberi kontibusi sangat berarti bagi perekonomian masyarakat pesisir yang sumber mata pencaharian mereka sangat bergantung kepada sumberdaya alam pada perairan lautan terutama pada perikanan laut (marine fisheries). Hal yang sama lebih kurang juga berlaku bagi masyarakat keseluruhan atau sebagian penghasilannya bergantung kepada sumberdaya alam pada perairan daratan. Dalam terminologi ekonomi dan ekologi sumberdaya perairan, perairan darat lazim disebut perairan umum. Berbagai ekosistem perairan umum yang menjadi lahan perikanan darat (inland fisheeries) berupa sungai, rawa, telaga, waduk dan danau seperti Danau Singkarak, Maninjau, Diatas, dan Dibawah. Komodi perikanan yang bernilai ekonomi sangat penting dari hasil tangkapan adalah ikan tuna, cakalang, dan udang. Produksi komoditi ini yang diperoleh pada fishing ground utama perairan laut Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
99
Tabel 2.47 Produksi Tiga Jenis Komoditi Bernilai Ekonomis Utama Perikanan Tangkap di Perairan Laut Sumatera Barat
Cakalan g dan Kembun AGAM g
Selain tiga jenis hasil tangkapan utama yakni tuna, cakalang, dan udang yang bernilai ekspor tinggi terdapat juga jenis ikan dan komoditi perikanan lainnya yang juga bernilai ekonomis bagus untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan luar negeri. Misalnya ikan tongkol, tenggiri, cumi-cumi, sotong, gurita, rumput laut, dsb. Kondisi saat ini yang patut dicermati ialah bahwa meskipun Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah maritim terluas dengan garis pantai terpanjang dibanding enam kabupaten dan kota lain yang memiliki perairan laut, namun produksi perikanan tangkap Kabupaten Mentawai terendah dibanding daerah lainnya. Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Pesisir Selatan merupakan wilayah perikanan tangkap yang memberikan hasil tangkpan laut tertinggi di Sumatera Barat. Data pada Sumatera Barat Dalam Angka (2014) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi perikanan laut tangkapan mencapai 211.003,4 ton yang terdiri dari 185.868,7 ton hasil tangkapan dalam bentuk ikan segar dan 25.134,70 ton komoditi perikanan segar lainnya. Termasuk ke dalam kelompok yang terakhir ini adalah berbagai hewan laut berkulit keras dan lunak serta organisma lainnya (Tabel 2.48).
100
Tabel 2.48. Produksi Komoditi Perikanan Tangkap Perairan Laut Sumatera Barat Tahun 2009-2013 Komoditi Perikanan: >50 Jenis Ikan (Fin Fish)
Komoditi Perikanan Lainnya (Non Fin Fish: Crustachea, Mollusca, Others, Seaweed)
Tahun
Produksi (ton)
Nilai (000 Rp)
Produksi (ton)
2013 2012 2011 2010 2009
185 868,7 157 291,6 155 121,6 166 341,3 163 299.5
1 522 586 414 2 336 509 170 2 231 559 577 2 282 926 143 2 314 440 000
25 134.70 40 168.5 41 389.9 26 317.1 28 045.4
TOTAL
Nilai (000 Rp)
Produksi (ton)
699 128 630 824 323 800 755 407 600 659 789 290 654 436 800
211 003,4 197 460,1 196 511,5 192 658,4 166 341,3
Nilai (000 Rp) 2 221 715 044 3 160 832 970 2 986 967 177 2 942 715 433 2 968 876 800
Persentase Kenaikan (%) Ton
Rp
6,9 0,5 2 0,7
-29,1 5,8 1,5 -0,9
Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka (2014).
Berdasarkan pengelompokan komoditi hasil tangkapan (kolom 25), dinamika ekonomi kelautan dan perikanan Sumatera Barat dari sisi perikanan tangkap pada lima tahun terakhir cukup fluktuatif. Meskipun total kedua kelompok produksi ini secara keseluruhan menunjukkan peningkatan (kolom 6). Hal ini diperlihatkan oleh naik turunnya produksi dan nilai rupiah dari produksi. Baik pada produksi ikan dalam arti khusus (fin fish) maupun produksi komoditi perikanan dalam arti umum (non fin fish) seperti shell fish berupa kerang-kerangan termasuk kerang mutiara, berbagai jenis udang, kepiting, rajungan, cumi-cumi, sotong, gurita, tripang, dsb. Walaupun rumput laut adalah juga merupakan komoditi perikanan namun tidak muncul dalam data statistik. Produksi ikan tangkapan pada tahun 2011 dan 2012 masingmasing sebesar 155.121,6 dan 157.291,6 tidak mencapai angka produksi pada tahun 2010 yakni sebesar 166.341,3. Namun peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 185.868,7 ton (kolom 2). Sebaliknya, terjadi penurun hasil tangkapan komoditi perikanan non fin fish secara tajam dari 40.168,5 ton pada tahun 2012 menjadi 25.134.70 ton pada tahun 2013 (kolom 4) dengan angka penurunan sebesar 37,4%. Nilai produksi juga mengalami penurunan sebesar -15,19%. Penjelasan mengenai hal ini memerlukan telaah yang memadai menyangkut aktivitas kegiatan perikanan tangkap pada masa tersebut. Terutama terkait dengan keadaan sumberdaya, kendala operasional yang dihadapi nelayan, dan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam merespon situasi dan kondisi saat itu. Penurunan nilai rupiah total produksi perikanan tangkap di perairan laut Sumatera Barat secara tajam terjadi antara tahun 2012 dan 2013 yakni sebesar -29,1% (kolom 9). Padahal angka produksi meningkat sebesar 6,9% (kolom 8). Secara rata-rata, persentase kenaikan total produksi perikanan tangkap yang mencakup perikanan tangkap di perairan lautan dan perairan daratan atau perairan umum antara tahun 2009 hingga 2013 adalah sebesar 2,5%. Namun pada rentang tahun yang sama, rata-rata persentase kenaikan nilai produksi justru mengalami
101
angka negatif yaitu -5,8%. Hal ini perlu ditelaah pada berbagai aspek seperti aspek landing, handling, dan processing dari hasil tangkap yang dinilai mempengaruhi kualitas produk sekaligus berpengaruh pula terhadap harga jual. Di samping itu kelemahan dalam tataniaga produksi hasil laut menjadi faktor yang juga turut menentukan nilai finansial dari produksi perikanan yang masuk ke pasar. Perkembangan produksi perikanan tangkap Provinsi Sumatera Barat secara keseluruhan disajikan pada Grafik. 2.1. Grafik ,2,1. Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2012 (ton) 250000
200000
191.345 199.895
192.658
202.599
196.511 205.456
197.460
207.866
150000
100000
50000 8.550
9.941
8.945
10.406
0 2009
2010
Perikanan Laut
2011
Perairan Umum
2012*
Sub total
Sumber : BPS 2013
Produksi perikanan tangkap pada Grafik.2.1 mencakup total hasil tangkapan dalam rentang waktu 2009–2012 pada perairan laut dan perairan darat dari seluruh daerah kabupaten dan kota dalam Provinsi Sumatera Barat. Data terakhir produksi perikanan tangkap pada perairan maritim Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.49. Tabel 2.49. Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013. No 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota Pasaman Barat Pesisir Selatan Padang Pariaman Padang A g a m Pariaman Kepulauan Mentawai
Produksi (ton) 100 323,7 35 927.2 34 823.2 20 068.1 7 465.9 7 310.8 5 084.5
Sumber: Sumatera Barat dalam Angka (2014)
Sebagaimana sebaran produksi pada tahun-tahun sebelumnya, kontribusi produksi Kabupaten Pasaman Barat menempati posisi teratas. Diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman yang selalu masuk dalam tiga produsen terbesar perikanan tangkap di Sumatera Barat. Sementara itu Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki
102
produksi terendah, kontras dengan wilayah perairan lautnya yang paling luas dengan garis pantai terpanjang di Sumatera Barat. Dari keseluruhan produksi perikanan yang dihasilkan Provinsi Sumatera Barat, yakni dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya, rata-rata setiap tahun produksi perikanan tangkap memberikan kontribusi sekitar 61% terhadap total produksi. Namun demikian saat ini terdapat kecenderungan peningkatan produksi perikanan budidaya seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perikanan budidaya di berbagai kabupaten dan kota. Perikanan Budidaya Perikanan budidaya memiliki differensiasi yang luas. Bergantung kepada aspek pembeda yang digunakan. Misalnya dari aspek pengembangan lahan usaha dan aplikasi teknologi, teknik dan manajemen perkolaman, jenis komoditi budidaya, kombinasi species ikan yang dibudidayakan, dsb. Dari aspek ekologi terutama berdasarkan salinitas lingkungan perairan yang menjadi lahan budidaya, perikanan budidaya dan sebaran potensi wilayah budidaya di Sumatera Barat dalam kondisi terkini adalah sebagai berikut: Perikanan Budidaya Pada Air Tawar (Budidaya Air Tawar) Kegiatan perikanan budidaya air tawar dilakukan pada lingkungan perairan bersalinitas rendah. Daerah potensial untuk menjadi sentra produksi ikan perikanan budidaya ini tersebar di berbagai kabupaten dan kota yaitu: 1. Kabupaten Agam 2. Kabupaten Padang Pariaman 3. Kabupaten Sijunjung 4. Kabupaten Lima Puluh Kota 5. Kabupaten Dharmasraya. Bentuk kegiatan budidaya air tawar yang dilakukan umumnya adalah sistem kolam, kolam air deras, karamba, jaring apung, dan budidaya ikan pada lahan sawah yang dikenal dengan istilah minapadi. Pada tahun 2013 secara spesifik luas kolam budidaya air tawar adalah 13.510,62 ha dengan produksi 136.872,16 ton, sawah 3.481,83 ha (produksi 7.799,66 ton) karamba 46.322,00 m2 (produksi 5.602,43) kolam air deras 119.674,00 m2 (produksi 10.959,49) jaring apung 737.003,00 m2 (produksi 45.031,80) jaring tancap 26.250,00 m 2 dengan produksi 10.959,49 (Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka, 2014).
103
Perikanan Budidaya Pada Air Payau (Budidaya Air Payau) Budidaya air payau biasa dilakukan pada kolam di daerah pesisir dengan salinitas air berkategori sedang hingga mendekati salinitas air laut. Kolam air payau (brackish water pond) yang disebut tambak. Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Pariaman secara geografi menjadi wilayah untuk pengembangan budidaya air payau di Sumatera Barat. Pada tahun 2013luas tambak 21,24 ha dengan produksi 201,99 ton. Perikanan Budidaya Pada Air Laut (Budidaya Laut). Perikanan budidaya pada air laut dikenal juga dengan istilah marikultur dilakukan pada lingkungan perairan pantai yang bersalinitas tinggi. Luas areal budidaya laut Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 6,90 ha dengan produksi 311,34 ton. Daerah pengembangan budidaya laut di Sumatera Barat adalah: a. Kabupaten Pesisir Selatan b. Kota Padang c. Kota Pariaman d. Kabupaten Padang Pariaman e. Kabupaten Agam f. Kabupaten Pasaman Barat g. Kabupaten Kepulauan Mentawai Jenis ikan budidaya yang umum dilakukan masyarakat pada budidaya air tawar di Sumatera Barat adalah ikan mas, nila, nilem (paweh), mujair, gurame, dan tawes, patin, lele, bawal, belut, ikan garing, dll. Sementara itu jenis ikan atau komoditi perikanan yang dibudidayakan pada budidaya air payau dan laut diantaranya adalah ikan bandeng, baung, kerapu, udang, kepiting, dan rumput laut. Produksi perikanan budidaya pada seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Barat dapat dilihat pada Grafik 2.2 Kabupaten Pasaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Sijunjung secara berurutan menempati posisi tertinggi dalam produksi perikanan budidaya untuk kondisi tahun 2012. Dari potensi sumberdaya perairan dan lahan budidaya serta teknologi budidaya yang tersedia, produksi pada masing-masing kabupaten dan kota masih berpeluang besar untuk ditingkatkan melalui dukungan berbagai pihak termasuk dukungan kebijakan lembaga keuangan untuk memberikan dukungan finansial pada aspek permodalan.
104
Grafik 2.,2 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Kabupaten dan Kota Pada Tahun 2012
16000
14000
14997,62 13795,88
12000 10000 8000 6000 4414,93
4000 2000
2880 1461,23 524,49
864,65
432,17
0
535,05537,51 106,62 60,6 10,23 18,17 98,72 27,76 42,1
0
0,71
Meskipun jenis ikan budidaya yang dikembangkan oleh masyarakat cukup beragam namun produksi ikan yang memiliki permintaan pasar domestik dan mancanegara yang tinggi seperti ikan kerapu jenis kerapu bebek dan ikan bandeng relatif masih rendah (Tabel 2.50). Produksi budidaya air tawar ikan nila, mas, lele, dan gurame menempati posisi tertinggi secara berurutan. Secara konvensional, pembudidayaan jenis-jenis ikan ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat.
Tabel 2.50 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2012 • • • • • • • • • • • • • •
Ikan Mas Nila Nilem Mujair Gurame Tawes Patin Lele Sepat Siam Betutu Betok Bawal Tawar Gabus Belut
40.809,32 ton 52.900,42 ton 1.242,83 ton 1.068 ton 14.339,31 ton 68,82 ton 4.836,39 ton 16.073,54 ton 7,98 ton 141,78 ton 156,52 ton 361,59 ton 881,45 ton 4,92 ton
• • • • • • • • • • • • •
Baung Bandeng Kerapu Macan Kerapu Bebek Kerapu Cantang Kerapu Lainnya Kakap Garing Udang Windu Udang Vaname Udang Barong Kepiting Rumput Laut
3,39 ton 4,97 ton 4,80 ton 9,70 ton 5,56 ton 93,75 ton 0,00 ton 730,54 ton 11,28 ton 1,61 ton 0,00 ton 44,87 ton 1,30 ton
PT. CITRA WAHANA KONSULTAN 2013
Jika produksi perikanan budidaya Sumatera Barat tahun 20092012 dipetakan secara grafis menurut ekologi perairan budidaya terlihat bahwa terjadi kenaikan signifikan dari produksi kolam dan jaring apung (Grafik 2.3).
105
Grafik 2.3. Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatra Barat (ton) 116.226
120000 100000
85.934
80000 57.653
60000
52.929
46.952 36.664
35.849
40000
24.769
20000 60 10
3.200
9.269 13 12
3.267 5.823
79 12
2.371
6.494
0 2009
Budidaya Laut
2010
Tambak
Kolam
2011
Karamba
7.367 833 26 3.979
2012*
Jaring Apung
Sawah
Sumber : BPS 2013
Terlihat kecenderungan peeningkatan produksi ikan budidaya pada lahan sawah antara 2010-2012 namun tidak begitu signifikan. Bahkan tidak dapat melebihi produksi minapadi pada tahun 2009. Pada kondisi lapangan, terdapat indikasi konversi lahan sawah ke kolam ikan yang dilakukan oleh petani. Diperkirakan hal ini karena produktivitas lahan dalam siklus produksi lebih tinggi pada usaha budidaya ikan dibandingkan budidaya padi. Tenaga Kerja Perikanan Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi perikanan yakni pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya dibedakan dalam tiga kategori yaitu: a. b. c.
Nelayan perikanan tangkap di laut Nelayan perikanan tangkap di perairan umum Petani atau pembudidaya ikan.
Tenaga kerja perikanan yang bermatapencaharian sebagai nelayan pada perikanan laut dalam rentang tahun 2010-2013 cenderung mengalami peningkatan terutama antara tahun 2011-2013 (Tabel 6). Hal yang sama terjadi pada jumlah tenaga kerja yang bermatapencaharian sebagai pembudidaya. Sebaliknya, terjadi penurunan jumlah nelayan perikanan tangkap pada perairan umum.
106
Tabel. 2.51 Perkembangan Tenaga Kerja Perikanan No
Kategori Tenaga Kerja
1 2
Nelayan perikanan tangkap di laut Nelayan perikanan tangkap di perairan umum Petani atau pembudidaya ikan
3
2010 34.584 21.448
Tahun 2011 2012 34.256 35.987 21.112 21.120
2013 40.360 19.786
88.171
89.644
96.175
91.365
Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka (2014)
Kebijakan pembangunan yang semakin kuat dalam memberi dukungan pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan laut dan kegiatan perikanan budidaya diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan tenaga kerja ini. Sementara itu faktor degradasi lingkungan dan kecenderungan penurunan sumberdaya pada perairan umum diperkirakan mempengaruhi penurunan jumlah tenaga kerja yang bergerak dalam kegiatan penangkapan. Sebagai alternatif, nelayan pada perairan umum demikian dapat merubah pola usaha dari kegiatan perikanan tangkap kepada perikanan budidaya dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang sama. Industri Pengolahan Hasil Kelautan dan Perikanan Berdasarkan tingkat produksi masing-masing daerah, Kabupaten Pasaman Barat merupakan wilayah pemasok ikan terbesar dan menjadi sentra produksi perikanan laut terpenting di Sumatera Barat. Diikuti oleh enam sentra produksi perikanan laut lainnya seperti Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sebagai produsen perikanan laut terbesar, Kabupaten Pasaman Barat memasok sekitar 40 % produksi perikanan Sumatera Barat. Berbagai jenis ikan dihasilkan dari tujuh sentra produksi perikanan laut di atas. Setidaknya terdapat tujuh jenis ikan laut dengan tingkat produksi yang besar seperti tatengkek, kwee, tongkol, selar, teri dan udang. Melihat dari jenis dan jumlah ikan yang dihasilkan, sekitar 20 sampai 30 persen atau sekitar 41,1 ribu ton diantaranya merupakan jenis ikan yang memungkinkan dikalengkan. Jumlah ini relatif sangat memadai dalam sebuah industri pengalengan ikan. Namun demikian, sejauh ini industri pengolahan hasil perikanan laut di Sumatera Barat masih didominasi oleh pengolahan bercorak tradisional seperti pada tabel 2.52.
107
Tabel 2.52. Jenis Industri Pengolahan Sumatera Barat NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kabupaten / Kota Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Pesisir Selatan Kab. Solok Kab. Sawahlunto Kab. Tanah Datar Kab. Padang Pariaman Kab. Agam Kab. Lima Puluh Kota Kab. Pasaman Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kab. Pasaman Barat Kota Padang Kota Solok Kota Sawah Lunto Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Pariaman
Industri Olahan penggaraman pengeringan penggaraman pengeringan pengasapan, pengolahan lain pengasapan, segar, pengolahan lain pengolahan lain penggaraman, pemindangan, surimi, segar penggaraman pengeringan, pengasapan penggaraman pengeringan, pengasapan pengeringan, pengasapan pengeringan, pengolahan lain pengasapan, pengolahan lain penggaraman pengeringan, segar penggaraman, pemindangan, surimi, abon, segar pengasapan, pereduksian pengolahan lain pengasapan, surimi pengasapan, pengolahan lain pengasapan, pengolahan lain penggaraman pengeringan, pereduksian
Sumberdaya Ekosistem Pesisir dan Maritim: Hutan Bakau Terumbu Karang, Padang Lamun dan Rumput Laut
Ekosistem pesisir berupa hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reef), lamun dan rumput laut memiliki fungsi ekologis yang vital bagi kelestarian sumberdaya hayati di wilayah pesisir dan laut. Karena, ekosistem-ekosistem tersebut selain sebagai habitat bagi berbagai populasi organisma bahari selama hidupnya juga merupakan daerah pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground) dari populasi lain yang membentuk struktur komunitas sumberdaya perikanan laut sebelum populasi tersebut baik secara individual maupun komunal bermigrasi ke perairan samudera. Di samping fungsi bioekologi, keberadaan ekosistem bakau dan terumbu karang sangat penting pula perannya dalam melindungi pantai dari pengikisan oleh gelombang laut. Sebaran hutan bakau di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 8. Kondisi hutan mangrove Sumatera Barat 77,33% dalam keadaan baik, 7,67% dalam keadaan sedang dan 15% dalam dalam keadaan rusak (KKP Sumbar, 2011). Sumber utama kerusakan hutan bakau adalah akibat dampak pemanfaatan hutan bakau secara langsung dan secara tidak langsung. Diantaranya adalah pemanfaatan hutan bakau yang dikonversi menjadi aeral pemukiman, perkebunan, lokasi pertambakan dan lain-lain. Upaya
108
pelestarian hutan bakau dilakukan dengan cara memberi kesadaran kepada masyarakat arti penting hutan bakau secara ekologi dan dengan melakukan penanaman bakau sekaligus juga dengan memanfaatkan bakau untuk kegiatan budidaya ikan dan kepiting bakau. Tabel 2.53. Sebaran Hutan Bakau di Sumatera Barat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kab. Kab. Kab. Kab. Kab. Kota Kota
Kabupaten/Kota Pasaman Barat Pesisir Selatan Padang Pariaman Kep. Mentawai Agam Padang Pariaman Total
Luas (Ha) 6.273,50 2.549,55 190,00 32.600,00 313,50 1.250,16 10,00 43.186,71
Sumber: Bidang KP3KP Tahun 2011
Sebaran terumbu karang di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 8. Terumbu karang yang terdapat di perairan laut Sumatera Barat pada umumnya adalah jenis terumbu karang tepi (fringing reef). Terumbu karang ini menyebar sepanjang garis pantai walaupun terdapat juga beberapa koloni terumbu karang yang tersebar secara mengelompok (patch reef). Tabel 2.54. Sebaran Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kabupaten/Kota Kab. Pasaman Barat Kab. Pesisir Selatan Kab. Padang Pariaman Kab. Kep. Mentawai Kab. Agam Kota Padang Kota Pariaman Jumlah
Areal (Ha) 244,5 1.065,37 54,60 35.218 16,2 83,65 10,95 36.693,27
Sumber data: Bidang KP3KP Tahun 2011
Luas terumbu karang di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan 36.693,27 ha dengan rata-rata tingkat kerusakan mencapai 82%. Kerusakan terjadi sebagai akibat proses yang berlangsung secara alami di samping dampak aktivitas manusia seperti tergerus oleh jangkar kapal, membom ikan, pengambilan karang, dsb. Usaha-usaha untuk menanggulangi keadaan ini telah dilakukan melalui berbagai proyek pelestarian terumbu karang mencakup kegiatan pengembangan Mata Pencarian Alternatif bagi masyarakat pesisir dan kegiatan melibatkan masyarakat dalam penanaman terumbu karang (coral farming).
109
Ekosistem padang lamun dan rumput laut antara lain tersebar di Kabupaten Pasaman yakni di Pulau Panjang, Pulau Tamiang, Teluk Tapang. Spesies yang ditemui mayoritas 5 jenis antara lain: Cymodocea semulata, Enhalus acocoides, Halodule universis, Halophila ovalis, dan Thalassia hemphrichii. Di Kabupaten Pesisir Selatan banyak ditemukan di Desa Mandeh, Sungai Nyalo, Pulau Setan, Pulau Sironjong Besar dan Pulau Cubadak dengan spesies mayoritas Enhaulus acoroides dan Thalassia hemphrichii. Penyebaran di Kabupaten Kepulauan Mentawai terutama ditemukan di Pagai Utara Selatan dan Siberut dengan spesies yang dominan adalah Thalassia hemphricii di Kota Padang banyak terdapat di sungai pisang dan Pulau Pisang dengan mayoritas jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemphricii. Budidaya rumput laut di Provinsi Sumatera Barat diusahakan masih dalam taraf skala rumah tangga, sehingga besaran tingkat pemanfaatan rumput laut masih sulit terdata. Jenis rumput laut yang diambil adalah jenis Grasillaria sp dan Gellidum sp. Kawasan Konservasi Taman Laut Provinsi Sumatera Barat saat ini sudah menetapkan tujuh lokasi sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang tersebar di beberapa kabupaten. KKLD tersebut berada di Pulau Kerabak Ketek dan Pulau Penyu (Kab. Pesisir Selatan), P. Kasiak dan P. Talua (Kab. Pasaman Barat), P. Saibi dan Saliguma (Kab. Kep. Mentawai) dan daerah Gasan Kab. Padang Pariaman. Organisma laut yang menjadi salah satu tujuan utama konservasi dan sangat menjadi perhatian internasional adalah penyu. Sumatera Barat memiliki potensi penyu yang cukup besar terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Penyu biasa mendarat di pulau-pulau kecil dengan kondisi yang landai dan bersih. Eksploitasi penyu di Sumatera Barat terutama untuk diambil telurnya telah menyebabkan hewan ini berkurang populasinya. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat melalui dana APBN lima tahun terakhir telah melakukan berbagai kegiatan, terkait dengan pelestarian penyu seperti bantuan MPA (Mata Pencaharian Alternatif), memberikan sarana pendukung penangkaran seperti (Bak pemeliharaan dan rumah jaga). Telah dilaksanakan fasilitas kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah. Pada tahun 2011 dilaksanakan restocking perairan umum lubuk larangan di 11 Kab/Kota sebanyak 648.200 ekor bibit ikan yang terdiri dari 453.200 ekor bibit ikan nila berukuran 5-8 cm dan bibit ikan mas sebanyak 195.000 ekor. Disamping itu dilaksanakan pertemuan fasilitasi kelembagaan kawasan konservasi perairan daerah.
110
Pulau-pulau Kecil dan Pariwisata Bahari Pulau-pulau kecil di Sumatera Barat memiliki potensi yang bisa dikembangkan seperti, sumberdaya ikan, mangrove, terumbu karang dan wisata bahari. Perairan laut Sumatera Barat memiliki aset pulau-pulau kecil yang tersebar baik yang berada dibawah 4 mil maupun lebih dari 4 mil, pada saat ini yang telah dikelola bersifat keperluan Nagari selebihnya sebagian kecil telah dilakukan untuk keperluan wisata seperti Pulau Cubadak, P. Sikuai, sementara untuk keperluan konservasi laut seperti P. Sikuai, P. Penyu dan P. Pieh dan P. Karabak Ketek. Jumlah pulau-pulau kecil di Sumatera Barat sebanyak 185 buah pulau masing-masing; dikelola provinsi 3 buah, Kab. Pesisir Selatan 47 buah, Kota Padang 18 buah, Kab. Padang Pariaman 1 buah, Kota Pariaman 4 buah, Kab. Agam 2 buah, Kab. Pasaman Barat 12 buah serat Kab. Kep. Mentawai 98 buah. Dalam upaya meningkatakan pengelolaan pulau-pulau kecil Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan kegiatan identifikasi potensi dan pemetaan pulaupulau kecil bertujuan untuk memetakan pulau-pulau kecil yang ada di provinsi Sumatera Barat secara akurat, pulau yang dipetakan adalah Pulau Padang Kab. Pesisir Selatan dan Pulau Panjang Kab. Pasaman Barat. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki 25 pulau-pulau kecil. Di sebelah utara terdapat Pulau Semangki Besar, Pulau Semangki Kecil, Pulau Marak, Pulau Cubadak, Pulau Setan Terusan, Pulau Karao, dan beberapa pulau lainya. Pada umumnya pulau-pulau ini memiliki potensi menjadi tempat wisata bahari. Potensi wisata bahari yang sangat besar dan bersifat mendunia terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu wisata bahari untuk tujuan bersilancar. Setiap tahun Seri Kejuaraan Dunia (World Champions Surfing Series) dilaksanakan di Mentawai karena potensi surfing area dengan gulungan, ketebalan, tinggi, dan panjang gelombangnya yang terbaik di dunia. Tiap tahun 3000 wisatawan asing dating ke Mentawai. Rata-rata turis selancar menghabiskan 2.500 USD selama kunjungan. 12. PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Evaluasi kinerja prioritas Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi diawali dengan menjelaskan Sasaran umum yang ingin dicapai melalui Prioritas ini adalah: (1)Berkembangnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, (2) Meningkatnya investasi daerah, (3) Meningkatnya jumlah pasar yang layak bagi perdagangan, (4) Meningkatnya ekspor daerah, dan (5) Meningkatnya jumlah industri pengolahan unggulan daerah. Berdasarkan sasaran pembangunan tersebut diatas maka telah ditetapkan 22 program utama pembangunan untuk tahun 2011-2015.
111
Perbandingan program yang dirumuskan dalam RPJMD, RKPD dan APBD Provinsi Sumatera Barat memperlihatkan bahwa Konsistensi antar RPJMD dan RKPD Provinsi Sumatera Barat dapat dikatakan sudah baik karena sebagian besar program yang ada dalam RKPD sudah sama dengan apa yang telah dirumuskan dalam RPJMD. Pertumbuhan Industri Pengolahan di Sumatera Barat sangat diharapkan terutama untuk pengolahan hasil pertanian. Untuk ini perlu program revitalisasi dan penumbuhan industry unggulan berbasis pertanian dan manufaktur perlu mendapat perhatian lebih pada masa datang. Target dan Realisasi Prioritas 6 (Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi) Provinsi Sumatera Barat 2010-2015 terlihat pada Tabel 8.6 pada evaluasi kinerja RPJMD Tahun 2013 lalu. Prioritas pengembangan industry olahan pada tahun 2011 terdiri dari 23 program dengan 155 kegiatan. Total anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 32,5 milyar dan setelah dilaksanakan mampu menyerap anggaran sebesar Rp 28,2 milyar atau 86,77%. Tingkat capaian kinerja output rata-rata sebesar 100%. Pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik, efisien, tetapi belum efektif, dan hasil manfaat dari kegiatan yang dibuat belum terukur. Kelemahan umumnya adalah penetapan satuan dengan jumlah atau (kali ) kegiatan, sehingga ukuran hasil dari kegiatan pokoknya belum dapat diungkapkan atau dievaluasi dengan menggunakan ukuran efektif. Pada tahun 2012 terdiri dari 22 program dengan 152 kegiatan. Total anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 21,5 milyar dan setelah dilaksanakan mampu menyerap anggaran sebesar Rp 18,2 milyar atau 84,7% dengan tingkat capaian kinerja ouputnya adalah sebesar 94,2%. Dengan demikian terjadi penurunan kinerja dari tahun 2011 ke tahun 2012. Pada tahun 2011 dan 2012 capaian kinerja dari pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam prioritas Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi secara umum sudah tercapai. Hanya 1 indikator makro (% Pertumbuhan Industri Pengolahan) dari 5 indikator yang ditetapkan yang belum tercapai dan cenderung menurun. Tidak tercapainya target pada RPJMD, secara umum disebabkan oleh terlalu tingginya target yang ditetapkan. Tingginya target ini disebabkan tidak validnya data realisasi tahun 2010 pada saat penyusunan indikator untuk RPJMD. Trend capaian kinerja memperlihatkan penurunan pada tahun 2012, kecuali persentrasi Kontribusi Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun demikian capaian kinerja persentasi rasio ekspor terhadap PDRB walaupun trend menurun namun masih diatas 100%. Kontribusi Perdagangan, Hotel dan Restoran mencapai 96,96%.
112
Dalam hal peningkatan hasil investasi daerah terlihat pada Tabel 8.7. Evaluasi Kinerja RPJMD tahun 2013 lalu, Capaian kinerja program peningkatan investasi daerah belum sepenuhnya tercapai, khususnya program Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal capaian persetujuan hanya 57,63% dan Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi 46,53%. Capaian kinerja program pada peningkatan investasi daerah terdapat 3 dari 6 program yang hendaknya mendapat perhatian. Pertama, peningkatan promosi dan kerjasama investasi yang kinerjanya diukur dari jumlah calon investor bukan investor, dan jumlah MoU bukan pelaksanaan MoU yang ada. Kedua, penyiapan potensi sumberdaya daerah dengan satuan macam/tahun. Ketiga, pengelolaan pembinaan dan pengawasan investasi sumberdaya mineral dan batubara yang satuannya adalah PETI dengan kondisi awal nol (0). Dalam hal Target dan realisasi Peningkatan ekspor daerah digambarkan pada Tabel 8.10. pada Evaluasi RPJMD tahun 2013 lalu memperlihatkan peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri belum mencapai target pembangunan, meskipun terlihat kecenderungan meningkat. Untuk Peningkatan nilai ekspor daerah terdapat kecenderungan penurunan pencapaian target dari tahun 2011 ke tahun 2012. Khusus untuk capaian sasaran kinerja Peningkatan Jumlah Industri Pengolahan Unggulan Daerah terlihat pada Tabel 8.9 Evaluasi Kinerja RPJMD Tahun 2013 lalu. Kedepan program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Agro dan Manufaktur serta Program Pengembangan Klaster Industri Unggulan hendaknya lebih mendapat perhatian. Kegiatan ini menghendaki kaitan antar sektor. Rincian anggaran daerah belanja langsung urusan yang bersumber dana APBD tahun anggaran 2012 berdasarkan sasaran untuk prioritas pengembangan industri olahan, perdagangan, usaha mikro kecil menengah dan koperasi, dan iklim investasi provinsi Sumatera Barat dan SKPD pelaksana terlihat pada Tabel 8.10. Evaluasi Kinerja RPJMD Tahun 2013 Terdapat lima dari tujuh sasaran prioritas 6 yang harus dicapai oleh satu SKPD yaitu Dinas Perindustrian dan perdagangan dengan porsi anggaran sebesar 58%. Sedangakan dua sararan prioritas 6 dilaksanakan oleh dua SKPD yaitu: Dinas Koperasi & UMKM dan Penanaman Modal, dengan angaran masing-masing 21%. Meningkatnya investasi daerah dengan anggaran yang sama dengan berkembangnya usaha mikro kecil, menengah dan koperasi masih belum nyata, dan pertumbuhan industri pengolahan hasil pertanian dan manufaktur masih rendah. Prioritas Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi memiliki 22
113
program. Selanjutnya akan disampaikan Evaluasi Kinerja setiap Program tersebut. Program Terpadu Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro Kecil adalah program pokok RPJMD 2010 – 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dan 2012. Program ini dari laporan yang ada diketahui terdapat 22 kegiatan, yang terdiri dari tahun 2011 program tersebut dilaksanakan melalui 14 kegiatan, dan hanya 3 kegiatan yang berlanjut di tahun 2012. Terdapat 8 kegiatan baru di tahun 2012. Total anggaran yang dialokasikan untuk program di tahun 2011 ini adalah sebesar Rp 2,19 milyar dan berhasil diserap/realisasi dalam pelaksanaan program ini adalah sebesar Rp 1,86 milyar sehingga tingkat capaian kinerja inputnya adalah sebesar 76,99%. Sedangkan capaian kinerja outputnya sebesar 96,43%. Terdapat 5 kegiatan pokok yang tingkat daya serap anggaran yang masih rendah di bawah 90%, hal ini disebabkan oleh karena beberapa rangkaian kegiatan tidak dapat dilaksanakan seperti kunjungan ke Thailand dibatalkan karena kepala badannya pensiun.Dan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,314 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 1,17 milyar dengan capaian kinerja input sebesar 85,07% dengan capaian kinerja output 100%. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi adalah program pokok RPJMD 2010 - 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dalam 2 sub program yaitu: Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi dan Program Pengembangan Pranata Kelembagaan. Pertama, Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi berdasarkan laporan yang ada pada program ini terdapat 16 kegiatan yang terdiri dari di tahun 2011 terdiri dari 8 kegiatan. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Koperindag, dengan jumlah anggaran yang berhasil dialokasikan adalah sebesar Rp. 477 juta dan berhasil diserap dalam pelaksanaan kegiatan adalah sebesar Rp. 358 juta, tingkat capaian kinerja inputnya adalah sebesar 75,12% sedangkan capaian output di tahun 2011 87,5%.Dari 8 kegiatan yang ada pada tahun 2011 terdapat 2 kegian yang berlanjut di tahun 2012 yakni kegiatan Pelaksaanaan Rating Koperasi 1,92% dan Penilaian koperasi berprestasi/award 100%. Total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,283 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 940 juta dengan capaian kinerja input sebesar 73,30% dengan capaian kinerja output 100%. Sedangkan di tahun 2012 dari 16 kegiatan tersebut terdapat 8 kegaitan yang muncul dan tercantum di tahun 2012 dan pada tahun 2011 tidak tercantum. Kedua Program Pengembangan Pranata Kelembagaan ini juga terdiri dari 3 kegiatan pada tahun 2011 , total anggaran yang disediakan sebesar Rp. 138 juta dan terserap/teralisasi sebesar Rp. 131 juta dengan capaian kinerja inputnya mencapai 94,81% dan capaian kinerja outputnya 100%, tetapi kegiatan pada program ini tidak mengalami daya serap yang
114
tinggi pada tahun 2012, sehingga program ini di tahun tersebut tidak berlanjutan. Program Peningkatan Promosi Dan Kerjasama Investasi berdasarkan laporan yang ada diketahui bahwa terdapat 18 kegiatan yang terdiri dari 13 kegiatan yang tercantum di APBD tahun 2011, dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 966 juta dan terealisasi sebesar Rp. 920 juta dengan capaian kinerja input sebesar 95,23% dengan capaian kinerja output 100%. Dari 13 kegiatan tersebut hanya 3 kegiatan yang mengalami keberlanjutan di tahun 2012. Program Penyiapan Potensi Sumber Daya Daerah adalah program pokok RPJMD 2010 – 2015, memiliki 5 kegiatan yang terdiri dari 3 kegiatan pokok yang tercantum pada APBD tahun 2011 dengan total anggaran yang dialokasikan dalam program ini adalah sebesar Rp. 305,00 juta dan setelah dilaksanakan hanya mampu menyerap anggaran sebesar Rp. 280,66 juta dengan tingkat capaian kinerja pada indikator input adalah sebesar 92,02%, dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 806,017 juta dan terealisasi sebesar Rp. 792,826 juta dengan capaian kinerja input sebesar 98,36% dengan capaian kinerja output 75%. Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor Daerah adalah program pokok RPJMD 2010 – 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dalam 2 program yaitu : Program Peningkatan Dan Pengembangan Ekspor Daerah dan Program Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Komoditi Untuk Sektor Perdagangan. Pertama, Program Peningkatan Dan Pengembangan Ekspor Daerah merupakan program pokok dalam RPJMD 2010-2015, yang memiliki 19 kegiatan, dimana dari 19 kegiatan tersebut terdiri dari 7 kegiatan pada APBD 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 302 juta dan terealisasi sebesar Rp. 289,90 juta dengan capaian kinerja input sebesar 95,99% dengan capaian kinerja output 100% dan 12 kegiatan baru muncul pada APBD 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,243 milyar juta dan terealisasi sebesar Rp. 1,096 milyar juta dengan capaian kinerja input sebesar 87,95% dengan capaian kinerja output 100%. Kegiatan pada program ini sesuai dengan SKPD dari Dinas Perindag dari 7 kegiatan yang tercantum di APBD 2011 terdapat 1 kegiatan yang berlanjut di tahun 2012. Kedua Program Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Komoditi Untuk Sektor Perdagangan ini terdiri dari 2 kegiatan pokoknya di APBD 2011dengan total anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 115,00 juta dan berhasil diserap dalam kegiatan yang dilakukan adalah sebesar Rp 106,00 juta dengan tingkat capaian kinerja input adalah sebesar 92,18% dan capaian kinerja output 100%. Diketahui bahwa satuan kegiatan yang digunakan pada sasaran output adalah jumlah kegiatan (kali). Sehingga target yang ditetapkan
115
sekian kali, maka capaian outputnya sudah mencapai 100%, tetapi esensi dari output kegiatan pengembangan pemasaran sayuran organik terintegrasi tentunya kepada pengembangan pemasaran sayuran organik, dapat dijadikan ukuran adalah jumlah pedagang sayuran organik, jumlah volume sayuran organik yang yang ditransaksikan atau nilai perdagangannya dan lain-lain. Jika satuannya jelas mampu mengukur pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis komoditi perdagangan. Namun, kegiatan pada program ini tidak berlanjut di tahun 2012. Program Pengembangan Sentra – Sentra Industri Potensial berdasarkan laporan yang ada diketahui terdapat 4 kegiatan yang terdiri dari 1 kegiatan di APBD tahun 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 60 juta dan terealisasi sebesar Rp. 45 juta dengan capaian kinerja input sebesar 76,09% dengan capaian kinerja output 100%. Pada APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 860 juta dan terealisasi sebesar Rp. 649 juta dengan capaian kinerja input sebesar 75,44% dengan capaian kinerja output 100% dengan 3 kegiatan baru yang hanya tercantum di tahun 2012 dan tidak tercantum di tahun 2011. Program Revitalisasi dan Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah adalah program pokok RPJMD 2010-2015, tidak dilaksanakan dalam APBD 2011. Kegiatan pada Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah tercantum di APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 4,087 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 3,497 milyar dengan capaian kinerja input sebesar 85,55% dengan capaian kinerja output 100%, dengan 19 kegiatan. Dari 19 kegiatan tersebut tidak tercantum di tahun 2011. Program Pengembangan Klaster Industri Unggulan, yang direncanakan dalam RPJMD 2010-2015, tidak ada kegiatan pada APBD 2011 program ini belum/tidak dialokasikan penganggarannya. Namun pada tahun 2012 program ini telah terealisasi dengan 2 kegiatan dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 136 juta dan terealisasi sebesar Rp. 107 juta dengan capaian kinerja input sebesar 78,42% dengan capaian kinerja output 100%. Kegiatan ini pada program dari Dinas Perindag. Program Peningkatan Iklim Usaha Industri adalah program pokok RPJMD 2010-2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dalam 2 sub program. Pertama, Program Pengembangan Penataan Struktur Industri ini terdiri dari 2 kegiatan pokok yang hanya tercantum di tahun 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 70 juta dan terealisasi sebesar Rp. 63 juta dengan capaian kinerja input sebesar 89,50% dengan capaian kinerja output 100%.Kedua, Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi Usaha Kecil Dan Menengah ini terdiri dari 4 kegiatan. Dari 4 kegiatan tersebut hanya tercantum di tahun 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 155 juta dan terealisasi sebesar Rp. 144 juta dengan capaian
116
kinerja input sebesar 93,08% dengan capaian kinerja output 100%. Pada tahun 2012 kegiatan pada program ini tidak berlanjut. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Agro Dan Manufaktur adalah program pokok RPJMD 2010 – 2015, tidak dilaksanakan dalam APBD 2011. Kegiatan dilaksanakan dan tercantum di APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 901 juta dan terealisasi sebesar Rp. 849 juta dengan capaian kinerja input sebesar 94,13% dengan capaian kinerja output 100% dengan 3 kegiatan. Program Pengembangan SDM Industri Kecil Dan Menengah Dan Aparat Pembina adalah program pokok RPJMD 2010-2015, tidak dilaksanakan dalam APBD 2011. Kegiatan pada Program Pengembangan SDM Industri Kecil dan Menengah dan Aparat Pembina tercantum di APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 533 juta dan terealisasi sebesar Rp. 457 juta dengan capaian kinerja input sebesar 85,81% dengan capaian kinerja output 100 dengan 6 kegiatan baru. Permasalahan dari pelaksanaaan perencanaan pembangunan Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, adalah : a.
Kurangnya koordinasi antar instansi baik horizontal maupun vertikal agar tercapai sasaran prioritas terlihat dari belum ada kegiatan program yang terintegrasi antara SKPD terkait (Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan peternakan dengan Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi) untuk pengembangan industri olahan produk pertanian.
b.
Baik pada perencanaan maupun evaluasi pelaksanaan pembangunan masih belum mampu mengukur hasil dan manfaat dari kegiatan program yang dilaksanakan. Ukuran hasil dari program belum menggunakan ukuran efektifitas.
c.
Proporsi anggaran untuk Peningkatan investasi daerah dan berkembangnya usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi adalah sama, namun masih belum nyata dampaknya. Disamping itu, pertumbuhan industri pengolahan hasil pertanian dan manufaktur masih rendah
Berdasarkan adanya permasalahan pada permasalahan pelaksanaaan perencanaan pembangunan pada prioritas pengembangan industri pengolahan maka penyesuaian kebijakan yang dapat diajukan adalah: a.
Dalam penyusunan perencanaan pembangunan Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi perlu koordinasi antar instansi baik horizontal maupun vertikal, serta sinergi program antar berbagai sektor (pertanian umumnya, industry dan perdagangan).
117
b.
Dalam penyusunan perencanaan kegiatan dalam setiap program perlu memperhatikan hendaknya didasarkan pada evaluasi program terdahulu, sehingga jelas dasar kegiatan yang tidak berlanjut atau muncul baru.
c.
Dalam penyusunan perencanaan kegiatan kedepan pada prioritas industry pengolahan, perlu lebih memperhatikan perencanaan pembangunan Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi untuk percepatan pengembangan ekonomi rakyat.
d.
Dalam penyusunan perencanaan kegiatan kedepan perlu lebih memperhatikan keterkaitan antar sektor pertanian dan industri serta perdagangan, seperti; Pengembangan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian, pengembangan teknologi tepat guna, dll, serta dukungan Kementerian BUMN dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dapat diakses dengan penguatan dan pengembangan kelembagaan agribisnis.
Berdasarkan kepada evaluasi kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan evaluasi kinerja RPJMD terhadap prioritas pembangunan industri pengolahan di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat kesesuian antara program dan kegiatan yang dirumuskan dalam dokumen perencanaan dengan program yang diusulkan dalam penyusunan rencana dalam RKPD setiap tahunnya. Evaluasi kinerja yang dilakukan pada kinerja input sudah terlihat mencapai target yang ditetapkan, termasuk juga pada target kinerja outputnya. Namun demikian, evaluasi kinerja pada tingkat outcome atau dampak belum dilakukan. Evaluasi di tingkat outcome tentunya dapat dilihat secara makro, apakah industri pengolahan di Sumatera Barat sudah dapat dikatakan berhasil dalam artian seberapa besar porsi sumbangannya terhadap nilai PDRB Sumatera Barat pada akhir RPJMD II ini ? Apakah sudah terjadi perubahan struktur perekonomian dari dominan sektor pertanian bergerak ke sektor industri pengolahan ? Apakah saling keterkaitan antara sektor pertanian dengan kegiatan industri pengolahan ini sudah ada dalam bentuk keterkaitan input dan output atau keterkaitan ke depan dan ke belakang ? tentunya dalam evaluasi yang dilakukan pada akhir RPJMD ini dapat dilakukan untuk tingkat evaluasi outcome ini. Berikut ini dicoba dikemukakan capaian-capaian pembangunan industri pengolahan apabila dilihat dari indikator outcome yang diwakili oleh indikator makro ekonomi yang berkaitan dengan industri pengolahan ini.
118
Porsi Industri Pengolahan Terhadap PDRB Sumatera Barat 2000 2014 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
Gambar.2.5 Porsi Sumbangan Industri Pengolahan Terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2004
Gambar grafik di atas memerlihatkan bahwa porsi industry pengolahan terhadap PDRB provinsi Sumatera Barat memperlihatkan trend yang semakin menurun, hal ini tentunya memberikan indikasi bahwa industry pengolahan belum berkembang dengan baik di provinsi Sumatera Barat. Faktor utama yang menyebabkan ini adalah karena dalam pembangunan industry pengolahan belum menggunakan pendekatan kawasan industry, baru sebatas sentra industry dalam skala industry rumahtangga. Pada hal dalam pengembangan industry pengolahan diperlukan pendekatan wilayah dengan menetapkan kawasan industry pengolahan. Menurut PP No: 24 Tahun 2009 tentang kawasan industry, kawasan industry adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industry yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industry yang telah memiliki izin usaha kawasan industry. Luasan kawasan industry paling rendah 50 hektar dalam satu hamparan dan luas lahan kawasan industry untuk usaha Mikro kecil dan menengah paling rendah 5 hektar dalam satu hamparan. Dalam pengembangan industry pengolahan dengan pendekatan kawasan ini, tentunya akan memberikan keuntungan lebih jika dibandingkan dengan pendekatan klaster industry yang berskala rumah tangga, yang skala produksinya kecil-kecil. Dibutuhkan pengembangan industry oleh perusahaan industry berskala sedang dalam satu kawasan yang menciptakan terjadinya agglomerasi ekonomi oleh perusahaan industry yang berkumpul dalam satu kawasan untuk menghasilkan satu produk yang mampu bersaing di pasaran ekspor.
119
Pembangunan industry pengolahan di Sumatera Barat dapat mengambil pendekatan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang memiliki sejumlah variannya untuk dapat dipilih diterapkan mana yang sesuai dengan kondisi provinsi Sumatera Barat, varian dari kawasan pengembangan ekonomi khusus dengan focus kepada aktifitas industry pengolahan adalah zona pengolahan ekspor, industrial park, zona logistic, zona pengembangan energy, zona pengembangan pariwisata, dan zona ekonomi lainnya, yang memberikan kemudahan bagi investor untuk menginstal perusahaannya tanpa menghadapi hambatan tariff dan non tariff. Oleh karena itu dalam pengembangan industry pengolahan ke depan, Sumatera Barat perlu merencanakan pembangunan kawasan industry atau zona pengolahan ekspor yang mampu menjawab tantangan dari arus persaingan bebas dalam perdagangan bebas ASEAN melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang merupakan integrasi ekonomi menuju kepada persaingan global. 2.1.3. INFRASTRUKTUR 1.
Sarana Dan Prasarana Umum (Pekerjaan Umum)
Undang-undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan misi penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Bentuk pelayanan umum dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan yaitu: a. Pelayanan Pemerintahan, merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi. b. Pelayanan Pembangunan yaitu pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya. c. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan transportasi. d. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah. e. Pelayanan Kemasyarakatan (sosial) yaitu pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan
120
kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya. Secara umum fungsi sarana pelayanan antara lain : a. Mempercepat prtoses pelaksanaan kerja (hemat waktu); b. Meningkatkan produktifitas barang dan jasa; c. Ketepatan ukuran/kualitas produk; d. Terjamin pengerahan gerak pelaku pelayanan dengan fasilitas ruangan yang cukup; d. Menimbulkan rasa kenyamanan; e. Menimbulkan perasaan puas dan mengurangi sifat emosional penyelenggara. ` Provinsi Sumatera Barat dalam RPJP-nya menyiratkan bentuk pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk misi Pembangunan Jangka Panjang yang dijabarkan ke dalam arah dan sasaran pembangunan daerah yang lebih konkrit sebagai berikut: a. Terwujudnya tata ruang yang baik dan dilaksanakan secara konsisten b. Terpeliharanya kawasan konservasi alam, lingkungan hijau, asri dan lestari c. Terwujudnya tata kelola lingkungan yang baik d. Terbinanya perilaku masyarakat sadar lingkungan e. Terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam secara berkesinambungan Selain dengan tantangan dan hambatan yang begitu banyak dalam mengembangan infrastruktur, namun sejak tahun 2012 pemerintah menunjukkan komitmennya melalui program MP3EI. Meskipun secara lebih mendalam rencana besar tersebut harus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu dengan telah disahkannya Undang-undang Pengadaan Lahan Untuk pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Terselesaikannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat menuntaskan permasalahan lahan yang ada selama ini. Dalam Undang-undang ini diatur empat langkah pengadaan lahan, yaitu perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan penyerahan hasil. Layanan Pemerintah Daerah Sumatera Barat dalam penyediaan sarana dan prasarana dituangkan dalam Prioritas Pengembangan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas fisik dan sosial yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya. Pembangunan infrastruktur adalah upaya untuk memenuhi dalam ketersediaan fasilitas pelayanan masyarakat dalam bentuk saran
121
pendidikan, sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik, jalan, jembatan, moda transportasi, air bersih, drainase, teknologi dan komunikasi. Dalam RPJP Sumatera Barat, pembangunan pada tahap menengah ke-3 ini ditujukan untuk mamantapkan landasan pembangunan secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan daya saing produk dan juga meningkatkan koneksi regional khususnya dengan propinsi tetangga. Dalam rencana menengah tersebut juga digambarkan pemanfaatan teknologi maju (tentunya juga teknologi tepat guna) untuk meningkatkan daya saing produk baik produk pertanian secara umum (tanaman pangan dan hortikultura, pertanian, peternakan dan dan industri) maupun sektor perikanan laut, industri dan pariwisata. Konektivitas wilayah yang efektif, efisien, dan terpadu tidak dapat dipungkiri merupakan salah-satu elemen dasar dalam upaya percepatan perluasan dan pemerataan pembangunan. Tidak optimalnya konektivitas akan menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi, disparitas pembangunan, serta relatif lambatnya penanggulangan kemiskinan. Dalam pengoptimalan konektivitas ini, peranan infrastruktur transportasi yang didukung oleh prasarana dan sarana penunjang lainnya sangatlah penting. Integrasi pembangunan prasarana dan sarana konektivitas dalam mendukung pembangunan wilayah serta pengoptimalan prasarana dan sarana infrastruktur yang ada merupakan strategi kunci untuk meningkatkan tingkat konektivitas. Di samping peran infrastruktur sebagai urat nadi konektivitas, peranan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing daerah juga menjadi faktor penting. Kondisi infrastruktur juga menjadi salah-satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasi di daerah. Hal yang juga harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan di segala bidang adalah pertimbangan pemanfaatan alam sebagai media aktivitas sehingga tetap memperhatikan dukungan lingkungan dan menjaga elestarian lingkungan. Sebagai provinsi yang banyak mendapat perhatian dalam pegerakan penanggulangan bencana di Indonesia, tentunya pertimbangan untuk pengurangan risiko kebencanaan dalam pembangunan juga harus diperhatikan. Upaya optimalisasi perencanaan dan pembangunan infrastruktur dalam meningkatkan konektivitas telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Berbagai dokumen perencanaan yang dihasilkan seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-2015 memprioritaskan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. Alokasi pendanaan untuk pembangunan infrastruktur juga relatif besar, walau masih terkendala oleh terbatasnya anggaran Pemerintah Daerah dibanding kebutuhan infrastruktur. Di dalam RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032, pembangunan infrastruktur juga menjadi salah-satu program utama pendukung rencana
122
pengembangan wilayah provinsi. MP3ESB 2012-2025 yang disusun juga menetapkan infrastruktur sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi pada 3 (tiga) koridor utama yang ditetapkan di Provinsi Sumatera Barat. Di samping dokumen tersebut diatas, sektor teknis terkait juga telah menyusun perencanaan pengembangan infrastruktur melalui penyusunan berbagai kebijakan sektoral terkait infrastruktur, baik di tingkat pusat maupun daerah seperti rencana pengembangan jaringan jalan, rencana pengembangan jaringan perkeretaapian, rencana pengembangan jaringan kepelabuhanan, rencana pengembangan jaringan pengembangan air minum, dan rencana pengembangan jaringan sektor lainnya. Terkait dengan keberadaan dokumen perencanaan tersebut, yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengintegrasikan semua perencanaan pembangunan infrastruktur tersebut, sehingga diperoleh perencanaan pembangunan infrastruktur yang terarah, fokus, dan berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi wilayah. Pembangunan bidang Pekerjaan Umum salah satunya adalah dibidang Pembangunan Infrastruktur untuk menunjang pengembangan perekonomian rakyat. Indikator Kinerja pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi rakyat di sumatera Barat ditetapkan lima buah indikatornya. Pelaksanaan pembangunan Infrastruktur hingga tahun 2013, menunjukkan bahwa terdapat empat indikator dapat mencapai target dengan baik. Satu target berupa Cakupan Layanan Listrik tidak tercapai target yang ditetapkan bahkan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun hal ini hanya diakibatkan oleh adanya pemekaran jumlah nagari sebagai dasar perhitungan indikator ini, sehingga nilai pembagi dalam perhitungan target menjadi lebih besar. Sehingga secara umum Pembangunan Infrastruktur hingga tahun 2013 dapat dikatakan masih cukup baik. Tabel.2.55 Indikator pembangunan infrastruktur (2010 s/d 2013) No
Indikator Utama
1
Panjang Irigasi Terbangun (Km) Cakupan Layanan Listrik (%) Jumlah Embung terbangun (per tahun)
2 3
2.
Realis asi 2011 2,311 2,313 6,015
Tahun 2010
Tar get
Targ Real et isasi 2012 2,316 7,015
Realisa si 2013 2,319 6,015
Target
90
91
91
92
93,96
93
89,81
7
2
1
2
2
2
2
PERUMAHAN
Memiliki perumahan tangga yang baik adalah merupakan idaman semua orang, termasuk masyarakat di Sumatera Barat. Untuk itu pemerintah Daerah Sumatera Barat harus memberikan layanan kepada
123
masyarakat untuk mendapatkan rumah yang baik. Perumahan dikatakan baik memenuhi beberapa kriteria berikut: a. Akses, berupa jalan keluar-masuk, serta jalan ke tempat kegiatan sosial-ekonomi. b. Berada pada Lingkungan yang baik hingga berdampak pada kenyaman penghuni. c. Tersedianya sarana dan prasarana sosial seperti pasar, tempat ibadah dan pendidikan dan fasilitas pembuangan sampah. d. Memiliki sanitasi yang baik berupa got dan saluran pembuangan air dan tidak banjir. e. Layak huni dalam arti secar fisik kuat dan dalam kondisi bersih dan sehat. f.
Ketersediaan air dan listrik yang merupakan elemen penting dari rumah.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka kinerja pembangunan di Sumatera Barat selama ini dapat dikatakan cukup baik namun cenderung tidak meningkat. Kondisi perumahan yang baik rata-rata berada pada nilai lebih dari 50. Namun hal ini tentunya harus lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Rumah tangga pengguna air bersih Rumah tangga pengguna listrik Rumah tangga ber-Sanitasi Lingkungan pemukiman kumuh Rumah layak huni 100 80 60 40 20 0 2009
124
2010
2011
2012
2013
Persentase Rumah Tangga (RT) menggunakan air bersih Persentase Rumah Tangga (RT) menggunakan air bersih
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 2009
2010
2011
2012
2013
Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
16 14 12 10 8 6 4 2 2009
3.
2010
2011
2012
2013
PENATAAN RUANG
Kinerja tata ruang dalam studi ini ditinjau dari aspek penggunaan ruang berdasarkan alokasi peruntukannya yang disesuaikan dengan hirarki kotakota sebagai pusat kegiatan yang ada di wilayah propinsi. Untuk Propinsi Sumatera Barat pengembangan pusat kegiatan berdasarkan tingkatannya adalah sebagai berikut: a. Pusat kegiatan nasional (PKN); yaitu Kota Padang; b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); yakni Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto, Kota Solok dan Muara Siberut. c. Pusat kegiatan Wilayah di Propinsi (PKWp); yaitu Kota Payakumbuh, Pulau Punjung, Tapan dan Simpang Empat. d. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagai pengembangan seluruh ibukota kabupaten dan kota. PKN, PKW, PKWp dan PKL perlu didukung oleh ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanannya. Hasil evaluasi kinerja PKN, PKW, PKWp dan PKL sesuai ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana sesuai skala pelayanannya dapat dilihat pada Tabel berikut.
125
Tabel 2.56 Evaluasi Kinerja Tata Ruang berdasarkan Sarana dan Prasarana yang dimiliki Kota sebagai Pusat Kegiatan di Propinsi Sumatera Barat No I 1
2
3
4
Kota sebagai Fasilitas yang Pusat dibutuhkan Kegiatan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kota Padang
Pembangunan Terminal Regional Tipe A (AKAP) di ibukota Propinsi sudah wajib ada sebagai prasarana minimum PKN) Pembangunan pasar induk antar wilayah dalam sistem angkutan barang dan jasa; Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pelabuhan laut internasional Pengembangan Agroindustri dan Manufaktur di kawasan PIP
5
Peningkatan kapasitas Bandara Internasional Minangkabau
6
Peningkatan pelabuhan perikanan (pasar lelang ikan) Peningkatan dan pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu
7
8
126
Pengembangan sarana pendidikan tinggi
Target
berfungsinya Terminal Regional Bengkuang (tipe A) di kawasan Aia Pacah peningkatan dan pengembangan prasarana dan sarana terminal barang, serta prasarana dan sarana sistem angkutan umum massal pengembangan sarana perdagangan Pasar Raya Padang sebagai pasar induk antar wilayah
Hasil Evaluasi / Capaian kinerja Tidak berfungsi Belum terlaksana
Sudah terlaksana, tetapi tidak efektif Belum terlaksana
Pengembangan Agroindustri dan Manufaktur di kawasan PIP, industri Semen {Padang di Kawasan Indarung Berfungsinya bandara udara sebagai bandara internasional Peningkatan pelabuhan perikanan Samudera Bungus Peningkatan dan pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu melalui pipanisasi Peningkatan TPA Regional Aie Dingin serta prasarana dan sarana persampahan pengembangan sarana pendidikan tinggi Universitas Andalas dan Universitas Negeri Padang sebagai perguruan tinggi nasional
Belum terlaksana
Sudah terlaksana tetapi belum efisien?? Sudah terlaksana Belum terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
No
Kota sebagai Pusat Kegiatan
9
Pengembangan Rumah sakit Umum kelas A
10
11 12
II 1
2
Fasilitas yang dibutuhkan
pemenuhan kebutuhan dasar air minum (pemerataan distribusi dan kualitas terjamin) membangun lingkungan sehat
Target pengembangan sarana kesehatan RSU dr. M. Djamil sbg salah satu rumah sakit kelas A di Indonesia pembangunan prasarana dan sarana air limbah kawasan RSH peningkatan kapasitas pelayanan air minum sesuai kebutuhan masyarakat
Hasil Evaluasi / Capaian kinerja …………… ….
Belum terlaksana Sudah terlaksana
pembangunan waste water, ecodrain, dan ecosan pengembangan peningkatan dan permukiman yang pengembangan sarana sehat dan prasarana permukiman Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan PKW Propinsi (PKWp) Kota Bukittinggi Kota Pariaman Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Siberut
terminal regional tipe B dan atau pelabuhan udara pengumpan atau pelabuhan laut nasional
pasar regional
pembangunan atau peningkatan terminal regional tipe B menjadi tipe A peningkatan fasilitas terminal regional tipe A atau B peningkatan dan pengembangan prasarana dan sarana terminal barang, serta prasarana dan sarana angkutan umum missal pengembangan bandar udara pengumpan Pulau Punjung di kab. Dharmasraya, Muara Siberut / Siberut Selatan di Kab. Kep. Mentawai pengembangan pelabuhan laut nasional Simpang Empat di Air Bangis Kab. Pasaman barat, Tapan di Air Haji Kab. Pesisir Selatan, dan Muara Siberut di Kab. Kepaulauan Mentawai peningkatan pasar regional
127
No
Kota sebagai Pusat Kegiatan
Fasilitas yang dibutuhkan
3
Rumah sakit Umum kelas B
4
Perguruan Tinggi
5
III 1
128
Perumahan dan Permukiman
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Painan terminal regional tipe Padang C dan /atau Panjang pelabuhan laut Lubuk regional / lokal Sikaping Sarilamak Batusngkar Padang Aro Tua Pejat Muaro Sijunjung pasar lokal Lubuk rumah sakit umum Alung kelas C
Target Peningkatan pelayanan rumah sakit kelas A atau B Pembangunan atau peningkatan rumah sakit kelas B menjadi kelas A peningkatan kapasitas prasarana dan sarana permukiman peningkatan kapasitas pelayanan air minum di perkotaan pembangunan sistem drainase primer di Kota Solok, Kota Payakumbuh dan Kota Bukittinggi peningkatan TPA Regional serta prasarana dan sarana persampahan Peningkatan dan pengembangan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) Pembangunan instalasi Pengelolaan Limbah Terpusat (IPLT) di Kota Bukittinggi Pembangunan prasarana dan sarana air limbah kawasan RSH di Kota Pariaman, Kota Payakumbuh, dan Kota Solok
pembangunan atau peningkatan pelayanan terminal regional tipe C menjadi tipe B peningkatan dan pengembangan prasarana dan sarana terminal barang, serta prasarana dan sarana sistem angkutan missal peningkatan sarana pasar peningkatan pelayanan rumah sakit kelas B atau C
Hasil Evaluasi / Capaian kinerja
No
Kota sebagai Pusat Kegiatan Parik Malintang Aro Suka
Fasilitas yang dibutuhkan prasarana perumahan dan permukiman yang meliputi jaringan air minum, tempat pembuangan sampah, IPAL, IPLT
Target
Hasil Evaluasi / Capaian kinerja
pengembangan prasarana dan sarana permukiman peningkatan kapsitas pelayanan air minum perkotaan pengembangan prasarana dan sarana agropolitan / minapolitan
Secara umum masih banyak kebutuhan fasilitas sarana dan prasarana pusat kegiatan nasional yang belum tersedia di Kota Padang sebagai PKN di Prop. Sumatera Barat. Kinerja tata ruang Propinsi Sumbar berpedoman kepada kriteria yang tertuang dalam RTRW ternyata memperlihatkan hasil ealuasi kinerja yang belum memuaskan, terutama untuk PKN. Sehubungan dengan kinerja yang masih lemah dalam penataan ruang (lihat Tabel di atas), maka Kota Padang sebagai ibukota provinsi juga belum mampu menunjukkan eksistensinya sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Hirarki Kota Padang sebagai ibu kota provinsi masih sejajar dengan, dan kondisinya tidak jauh lebih baik dari Kota–Kota lainnya di Provinsi Sumatera Barat. Untuk lima tahun mendatang, perlu dilakukan perubahan cara pandang bahwa Kota Padang harus didorong dan mendapat perhatian dari pemerintah provinsi, agar ibu kota provinsi ini dapat memainkan perannya sebagi pusat kegiatan ditingkat nasional. Dengan terwujudnya Kota Padang sebagai PKN, akan membuka peluang Provinsi Sumatera Barat sejajar dengan kota besar lainnya di Indonesia dan menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan investasinya. Selanjutnya, peluang Kota-kota lainnya di provinsi sebagai PKW atau PKWp, serta PKL dengan demikian menjadi lebih terbuka dan lebih didorong pertumbuhannya dengan berkembangnya PKN. Peluang lainnya yang akan terbuka dengan terwujudnya Kota Padang sebagai PKN adalah meningkatnya aktivitas sektor kepariwisataan karena secara nasional Sumatera Barat berada dalam sepuluh tujuan wisata nasional. Faktor lingkungan internal yang dihadapi selama ini sebagai kendala dalam mewujudkan Pusat-pusat kegiatan melalui pengembangan hirarki perkotaan antara lain karena belum adanya komitmen bersama antara pemerintah provinsi dan kota, belum terealisasinya perencanaan wilayah yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal, belum terbukanya masyarakat, swasta maupun pemerintah untuk pembaharuan dalam proses perencanaan dan pembangunan, serta belum otimalnya penerapan reformasi birokrasi. Faktor lingkungan dari luar yang mempengaruhi tidak terwujudnya tata ruang seperti yang diharapkan adalah karena kurangnya minat investor untuk berpartisipasi dalam pembangunan selama ini
129
4.
TRANSPORTASI
A.
Subsektor Jalan
Prasarana jaringan jalan masih merupakan kebutuhan pokok bagi pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri. Di era desentralisasi, jaringan jalan juga merupakan perekat kebutuhan bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan keamanan. Sehingga keberadaan sistem jaringan jalan yang menjangkau seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi. Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen prasarana transportasi sudah saatnya diletakkan pada posisi yang setara dalam perencanaan transportasi secara global. Untuk itu diperlukan keterpaduan dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda.
Gambar 2.6 Desireline Pergerakan Orang dan Barang Berdasarkan gambar desireline pergerakan orang dan barang menujukkan bahwa Produksi perjalanan orang di Sumatera Barat mencapai 34.886.620 orang per tahun, sedangkan produksi barang 53.969.724 ton pertahun Total bangkitan dan tarikan perjalanan baik orang maupun barang di dominasi dari dan ke Kota Padang dengan jumlah produksi perjalanan orang sebesar 16,3% dari total produksi perjalanan keseluruhan, sedangkan barang sebesar 23,5%. Tingginya produksi perjalanan Kota Padang dinilai wajar karena Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi sekaligus menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), disamping itu Kota Padang merupakan pusat industri baik industri semen, elektronik, pengolahan CPO,dll sehingga interaksi di sektor industri maupun sektor lain akan menimbulkan perjalanan baik dari maupun ke Kota Padang. Jika dilihat dari sisi Produk Domestik Bruto Sumatera Barat, Kota Padang memiliki PDRB paling besar dibandingkan Kota/Kab Kota lainnya. Dari data Sumatera Barat Dalam Angka Tahun
130
2013, PDRB Kota Padang mencapai 30.696,09 milyar, sementara diurutan kedua adalah Kabupaten Agam yaitu sebesar 8.248,72 milyar. Nilai PDRB tersebut juga menggambarkan tinggi/rendahnya produksi perjalanan orang/barang pada suatu daerah, karena produksi perjalanan merupakan fungsi dari PDRB, Semakin tinggi PDRB maka produksi perjalanan juga akan semakin tinggi. Kemudian Karakteristik pergerakan orang dan barang Sumatera Barat juga dapat diklasterkan pada beberapa wilayah. Pengklasteran ini bertujuan untuk melihat kecendrungan pelaku perjalanan berdasarkan wilayah/koridor. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kecendrungan masyarakat sumatera barat melakukan perjalanan berdasarkan wilayah/koridor dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel.2.57 Karakteritik Perjalanan Berdasakan Koridor No 1 2 3
Wilayah Utara Selatan Timur Jumlah
Jumlah Perjalanan(orang) 20.497.983 2.467.787 5.900.499 28.866.269
Sumber : Hasil Analisis
Persentase (%) 71,01 8,55 20,44 100
Tabel diatas menunjukan bahwa karakteristik perjalanan orang pada bagian utara mencapai 20.497.983 orang /tahun atau 70% perjalanan dari total produksi perjalanan, sedangkan untuk arah timur, jumlah permintaan perjalanan terdistribusi sebesar 5.900.499 orang/tahun atau 20,44%. Hal ini menggambarkan bahwa pergerakan orang pada wilayah utara memiliki produksi perjalanan cukup tinggi sehingga pemerintah daerah agar memberikan perhatian khusus wilayah utara untuk memperbaiki peningkatan /pengembangan sektor transportasi agar terjadi efesiensi biaya operasinal masyarakat dalam melakukan perjalanan.
131
Gambar.2.7 Kondisi Kemantapan Jalan Sementara itu kondisi jaringan jalan provinsi berada dalam kondisi baik. Terlihat pada gambar diatas kondisi mantap atau baik diatas 80%. Kondisi terakhir kemantapan jalan pada tahun 2013 sebesar 87,87%, turun sedikit dibandingkan pada tahun 2012 dimana tahun 2012 kemantapan jalan berada pada posisi 88,09%. Penurunan ini tidak berpengaruh terhadap target realisasi malahan melebihi dari target realisasi. Kondisi ini harus dipertahankan dan terus ditingkatkan karena baiknya kondisi kemantapan jalan meningkatkan pererkonomian wilayah. Secara ekonomi makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan yang baik mempengaruhi tingkat produktivitas marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan kerja. 1)
Kecelakaan Lalu Lintas
Disamping itu kemantapan jalan juga sangat berpengaruh kepada tingkat keselamtan jalan. Kondidi jalan yang kurang baik akan sangat membahayakan keselamatan pengguna jalan. Sebenarnya ada 4 faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas antara lain : faktor manusia, faktor jalan, faktor kendaraan dan faktor lingkungan. Jika dilihat kondisi kecelakaan lintas saat ini, perkembangan kejadian kecelakaan lalu lintas menujukkan terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas setiap tahun pada periode 2010 – 2012. Jumlah
132
kejadian kecelakaan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 5.639 kejadian kecelakaan. Selama periode 3 tahun terakhir (2010 – 2012). Persentase jumlah kejadian kecelakaan sebesar 47% hampir separuh dari jumlah kejadian pada tahun 2010. Dari jumlah kejadian kecelakaan tersebut, apabila dilihat dari kategori usia yang terlibat kecelakaan lalu lintas maka usia yang banyak terjadi kecelakaan lalu lintas adalah merupakan usia-usia produktif dalam rentang 21 – 30 tahun sebesar 45 %, dilanjutkan pada rentang usia 31 – 40 tahun sebesar 21%. Apabila dikaitkan dengan isu daya saing yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Sumatera Barat pada RPJMD ke 3 maka pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi dalam mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas terutama pada usia produktif. Harus ada perubahan mindset dalam mengubah prilaku pengguna jalan untuk tertib dalam berlalu lintas. 2)
Indeks Aksesibilitas Jalan
Salah satu indikator penting dalam kaitan transportasi dan perkembangan wilayah adalah aksesibilitas. Aksesibilitas transportasi merupakan suatu ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu pusat kegiatan (PK) atau simpul-simpul kegiatan di dalam wilayah yang dilayani jalan. Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga lancarnya aliran arus barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang. Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan daerah keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai. Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda. Hasil analisis terkait dengan indeks aksesibilitas jalan pada kabupaten/kota di Sumatera Barat, dapat digambarkan sebagai berikut :
133
Sumber : Hasil Analisis
Gambar di atas menunjukkan bahwa Indeks Aksesibilitas Jalan Kabupaten Kota di Sumatera Barat diatas rata-rata standar pelayanan minimal Indeks Aksesibilitas Jalan. Kabupaten Kota yang memiliki Indeks Aksesibilitas Jalan paling tinggi adalah Kota Bukittinggi dengan nilai indeks sebesar 8,07. Rekapitulasi Kabupaten/Kota yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup lumayan tinggi adalah sebagai berikut : Tabel 2.58 Kabupaten/Kota yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup tinggi No 1 2 3 4 5 6
Kota Kota Kota Kota Kota Kota
Kab/Kota Padang Solok Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman
Nilai Indeks 3,46 3,25 3,95 8,07 3,22 5,63
Tabel diatas menujukkan bahwa pada umumnya yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup tinggi adalah daerah kota, dengan nilai indeks diatas 3, sedangkan daerah kota yang memiliki nilai indeks dibawah 3 adalah Kota Sawahlunto, yakni sebesar 1,86. Sedangkan Kabupaten Kota lain yang memiliki indeks aksesibilitas cukup kecil adalah sebagai berikut :
134
Tabel.2.59 Kabupaten Kota lain yang memiliki indeks aksesibilitas cukup kecil No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kab/Kota Kab. Kep. Mentawai Kab. Pesisir Selatan Kab. Solok Kab. Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Padang Pariaman Kab. Agam Kab. Limapuluh Kota Kab. Pasaman Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kab. Pasaman Barat Kota Sawahlunto
Nilai Indeks 0,14 0,45 0,39 0,39 1,20 1,67 0,80 0,39 0,23 0,56 0,39 0,44 1,86
Tabel diatas menujukkan bahwa walaupun indeks akseibilitas diatas rata-rata standar pelayanan minimal namun indeks aksesibilitas masih tergolong kecil dan beberapa daerah lebar jalannya juga belum memadai untuk pengangkutan barang –barang logistik dengan menggunakan kendaraan berdimensi besar. Untuk itu pemerintah daerah perlu melakukan peningkatan infrastruktur dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks Pembangunan Manusia. Kabupaten yang menjadi perhatian khusus dalam peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas adalah Kabupaten Kep. Mentawai, Pesisir Selatan, Kab. Solok, Kab. Sijunjung, Kab. Lima Puluh Kota, Kab. Pasaman, Kab. Dharmasraya dan Kab. Pasaman Barat. 3)
Indeks Mobilitas Jalan
Mobilitas adalah ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per individu masyarakat melakukan perjalanan untuk mencapai tujuannya. Jalan yang digunakan oleh sejumlah orang, akan dirasakan berbeda atau berkurang kemudahannya jika digunakan oleh jumlah orang yang lebih banyak. Ukuran mobilitas adalah panjang jalan dibagi oleh jumlah orang yang dilayaninya. Dalam konteks jaringan jalan, mobilitas jaringan jalan dievaluasi dari keterhubungan antar Pusat Kota dalam wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan sesuai statusnya dan banyaknya penduduk yang harus dilayani oleh jaringan jalan tersebut. Nilai mobilitas adalah rasio antara jumlah total panjang jalan yang menghubungkan semua pusat kegiatan terhadap jumlah total penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani jaringan jalan sesuai dengan statusnya yang dinyatakan dengan satuan Km/(1.000 jiwa). Hasil analisis indeks mobilitas Kabupaten/Kota dapat dilihat sebagai berikut :
135
Gambar di atas menujukkan bahwa sebahagian besar kabupaten/kota memiliki indeks mobilitas diatas rata-rata standar pelayaan minimal namun ada juga kota yang memiliki indeks dibawah standar pelayanan minimal seperti : Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, dan Kota Pariaman. Hal ini menggambarkan bahwa jaringan jalan yang ada pada wilayah tersebut mempunyai keterbatasan di dalam mobilisasi orang maupun barang. Keterbatasan ini disebabkan kerena jaringan jalan pada wilayah tersebut sudah mulai menujukkan kepadatan lalu lintas di beberapa ruas jalan sehingga ruas jalan tidak optimal dalam menampung mobilitas orang dan barang. Disamping itu meningkatnya kepadatan di beberapa ruas jalan berpengaruh terhadap rendahnya waktu tempuh kendaraan bermotor. Untuk perlu kebijakan dari pemerintah untuk memperbaiki penyelenggaraan pada Angkutan Umum. B.
Subsektor Transportasi Darat Angkutan Umum mempunyai peran penting dalam memobilasi masyarakat. Salah satu indikator baik kinerja Angkutan umum adalah banyaknya jumlah penumpang yang diangkut dengan menggunakan Angkutan Umum. Saai ini jumlah penumpang yang terangkut dengan menggunakan angkutan umum pada jenis pelayanan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) terjadi peningkatan pengangkutan pada tahun 2011 dan 2012. Sebelumnya pada tahun 2010, jumlah penumpang yang diangkut hanya 5.673.520 orang/tahun. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 8.035.552 orang/tahun atau naik 41,63%. Walaupun terjadi kenaikan penumpang tahun 2011 dan 2012, namun kapasitas tempat duduk yang tersedia masih banyak belum tersisi. Tahun 2011, jumlah tempat duduk yang masih tersedia adalah sebesar 6.184.848 tempat duduk/tahun atau 43,50% dari total kapasitas tempat duduk, sedangkan pada tahun 2012, kapasitas tempat duduk yang tersedia adalah sebesar 7.879.700 tempat duduk/tahun atau 48.30% dari total kapasitas tempat duduk.
136
Gambar .2.8 Jumlah Penumpang Terangkut Banyaknya jumlah tempat duduk yang belum terisi, mengindikasikan bahwa banyaknya armada yang sesuai dengan rit perjalanan yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan oleh demand perjalanan tidak begitu banyak sehingga pemilik angkutan hanya menjalankan pada saat jam-jam tertentu. Disamping itu minat masyarakat menggunakan jasa angkutan umum semakin menurun. Salah satu faktor kurangnya minat masyarakat menggunakan jasa angkutan umum adalah lamanya waktu perjalanan angkutan dan kurangnya jaminan keselamatan. Berdasarkan hasil studi Pengembangan Sistem Integrasi Angkutan Pemadu Moda (Tahun 2013), menujukkan bahwa tingkat sensifitas masyarakat di dalam menggunakan jasa angkutan adalah waktu perjalanan. Kenyataannya, kondisi angkutan umum saat ini terutama Angkuta Kota Dalam Provinsi membutuhkan waktu perjalanan yang cukup lama untuk sampai ke tujuan sehingga kurang memberikan kenyamanan dan kepastian waktu untuk sampai ke tujuan. Perlu perbaikan pengelolahan angkutan dari sisi manajemen perusahaan angkutan, disamping itu pemerintah perlu membuat kebijakan untuk memperbaiki sistem kelembagaan angkutan umum agar mendorong peningkatan jumlah penumpang angkutan umum. C.
Subsektor Transportasi Laut
Kapal laut mempunyai kapasitas yang cukup besar untuk mengangkut suatu produk dalam jumlah yang sangat besar dengan melintasi jarak yang sangat jauh dengan biaya yang sangat masuk akal (murah). Pelanggan mendapatkan manfaat dari penggunaan kapal laut untuk pengiriman barang karena harga per ton-kilometer yang sangat murah. Sumatera Barat yang terletak di Laut Samudera Hindia memiliki pelabuhan Internasional Teluk Bayur. Pelabuhan Teluk Bayur telah beroperasi semenjak zaman belanda. Saat ini pelabuhan teluk tetap eksis melayani distribusi logistik dari berbagai negara dan provinsi di seluruh
137
nusantara. Eksistensi Pelabuhan Teluk Bayur tergantung iklim investasi di Sumatera Barat dan Provinsi Tetangga. Semakin banyak pengusaha menanamkan investasi di Sumatera Barat maka berkorelasi positif terhadap lalu lintas barang di Pelabuhan Teluk Bayur. Investasi yang berkorelasi positif terhadap Pelabuhan Teluk Bayur antara lain sektorsektor yang bergerak di bidang industri, perkebunan dan pertambangan dan otomotif. Kondisi saat ini, kinerja Pelabuhan Teluk Bayur penurunan di dalam distribusi logistik ke Luar Negeri, namun regional, distribusi logistik melalui PelabuahnTeluk Bayur peningkatan. Lebih rinci kinerja Pelabuhan Teluk Bayur dapat gambar berikut : 1)
mengalami untuk skala mengalami dilihat pada
Volume Pengiriman Barang
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sumatera Barat dalam angka menujukkan bahwa distribusi logistik dalam negeri lebih besar dibandingkan disribusi logistik Internasional. Jika dilihat data asal tujuan perjalanan, 60,51% Volume barang yang bongkar dan muat di Pelabuhan Teluk berasal dari dalam negeri, sedangkan pengiriman barang ke luar negeri hanya 39,49% dari total pengiriman. Pengiriman barang antar pulau wilayah Indonesia menujukkan tren kenaikan. Pada tahun 2012, barang yang bongkar dan muat melalui Pelabuhan Teluk Bayur sebanyak 8.664.313 ton, jumlah ini meningkat pada tahun sebelumnya dimana tahun 2011 hanya sebesar 8.023.596 ton. Kenaikan ini mengindikasi bahwa terjadi peningkatan permintaan komoditas. Sebagaimana diketahui bahwa komoditas paling banyak dikirim melalui teluk bayur adalah semen. Berdasarkan data Sumatera Barat dalam angka pengiriman semen lebih banyak tujuannya dalam negeri. Permintaan dalam negeri akan komoditas semen lebih kurang 3 juta ton/tahun, sedangkan komoditasi lain seperti batubara, CPO, Karet dan batu besi, dll, volume pengiriman tidak begitu besar dibandingkan dengan komoditas semen.
Ton
10.000.000 5.000.000 -
20 08 Dalam Negeri 6.22
20 09 3.31
20 10 7.36
20 11 8.02
20 12 8.66
Luar Negeri
3.56
4.02
5.44
3.49
4.35
Gambar .2.9 Volume Pengiriman Barang di Pelabuhan Teluk Bayur
138
Sementara itu, volume barang luar negeri di Pelabuhan Teluk Bayur terjadi penurunan. Dari Data Sumatera Barat dalam Angka menunjukaan bahwa penurunan volume barang yang bongkar dan maut di Pelabuhan Teluk Bayur sebesar 55,74%. Penurunan ini terjadi pada tahun 2012. Salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan adalah turunnya permintaan barang dari luar negeri terkait permintaan akan semen industri. Kemudian, jika dilihat proporsi volume barang dalam negeri yang muat dan bongkar di Pelabuhan Teluk Bayur, menujukkan bahwa proporsi muat barang (pergi) lebih besar dari bongkar barang (datang), dimana rata-rata prosentase pengiriman barang dari tahun 2010 – 2013 sebesar 55,08%, sedangkan barang yang datang di Pelabuha Teluk Bayur sebesar 44,91%. Rinciannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
10.000.000 8.000.000
6.000.000 4.000.000 2.000.000
2.840.704
4.258.993
4.694.558
3.093.588
3.764.603
3.969.755
2010
2011
2012
4.269.112
3.384.723 2.672.469 646.610
2008
2009
Bongkar
Muat
Gambar.2.10 Lalu Lintas Barang Dalam Negeri
Selanjutnya, volume barang luar negeri menujukkan bahwa poporsi pengiriman barang ke luar negeri masih lebih besar dibandingkan yang datang dari luar negeri. Hal ini bisa dilihat pada gambar 2.11, dimana 89,15% Sumatera melakukan ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur sedangkan 10,84% barang dari luar negeri. Hal ini menujukkan bahwa Sumatera Barat mempunyai potensi pasar dari luar negeri akan permintaan-permintaan barang terkait industri perkebunan dan pertambangan, namun pemerintah daerah perlu meningkatkan investasi melalui promosi dan mempermudah iklim investasi.
139
6.000.000 5.000.000
4.000.000 3.000.000 2.000.000
5.053.824 3.945.080 3.408.249
3.734.249
2.857.507
1.000.000 -
410.031
156.368
286.826
389.608
637.551
2008
2009
2010
2011
2012
Bongkar
Muat
Gambar. 2.11 Volume Barang Luar Negeri
2)
Volume Barang Berdasarkan Bersarkan Kemasan
Volume Barang berdasarkan Kemasan di Pelabuhan Teluk Bayur dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.60 Volume Barang Berdasarkan Kemasan di Pelabuhan Teluk Bayur No
Uraian
1
General Gargo
2
2011
2012 58.352
49.026
Bag Cargo
1.288.862
1.209.809
3
Curah Cair
4.709.919
4.868.539
4
Curah Kering
6.403.934
6.751.543
5
Peti Kemas
737.791
772.463
6
Lain – Lain
268.171
310.978
13.467.029
13.962.358
Jumlah
Sumber : Dishubkominfo Provinsi Sumbar
Tabel diatas menujukkan bahwa arus volume barang di Pelabuhan Teluk Bayur di dominasi oleh barang Curah Cair dan Curah Kering. Pada tahun 2012, pengiriman barang curah cair di Pelabuhan Teluk sebesar 4.868.539 ton, sedangkan curah cair sebesar 6.751.543 ton. Proporsi pengiriman barang curah cair dan curah kering sebesar 83,22%. Hal ini menujukkan bahwa perlu perhatian khusus dalam memodernisasi peralatan terkaitan loading dan unloading barang curah cair dan curah kering. Disamping itu fasilitas pelabuhan yang perlu dilakukan peningkatan adalah pergudangan dan fasilitas transfer kargo. Fasilitas ini haruslah disediakan oleh pemerintah dalam rangka mempercepat bongkar muat di pelabuhan teluk bayur. Saat ini, Angkutan laut juga menghadapi kenaikan biaya energi yang tinggi dan peningkatan persyaratan keamanan. Kenaikan tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh
140
pelanggan. Untuk itu efesiensi biaya operasional dapat dilakukan apabila biaya langsung maupun biaya tidak langsung dapat ditekan. Salah satu komponen biaya yang menentukan daya saing ekspor nasional dan terkait dengan investasi adalah kinerja pelabuhan. Perbaikan biaya pelabuhan baik biaya langsung maupun tak langsung menjadi perhatian pemerintah dalam rangka efesiensi biaya. Biaya langsung yang menjadi fokus didalam perbaikan kinerja pelabuhan adalah biaya pengangkutan barang dari kapal ke pelabuhan serta durasi lamanya pengangkutan. Lamanya durasi pengangkatan berdampak terhadap waktu tunggu kapal sehingga generalized cost kapal menjadi lebih besar. Untuk itu perlu perbaikan-perbaikan fasilitas pelabuhan terkait penyelenggaran aktifitas pelabuhan seperti perbaikan teknologi bongkar muat, perbaikan fasilitas pelayanan administrasi dan peningkatan safety pelabuhan 3)
Volume Penumpang Kapal Laut
Pelayanan fasilitas pelabuhan bukan hanya melayani lalu lintas barang tapi juga melayani lalu lintas penumpang. Berdasarkan data penumpang di Pelabuhan Teluk Bayur menujukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penumpang dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 94,39%, dimana jumlah penumpang pada tahun 2011 sebesar 2.830 penumpang, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 5.828 penumpang. Rincian dapat dilihat pada gambar berikut ini :
6.000 2.815 4.000 2.000
1.822 1.832 2.019
3.013
1.166
-
2010
2011
2012
Penumpang Naik
Turun
Gambar. 2.12 Volume Penumpang Kapal Laut Meningkatnya jumlah penumpang kapal laut diprediksi disebabkan karena frekuensi lalu lintas kapal juga semakin meningkat. Peningkatan frekuensi lalu lintas kapal seiring dengan peningkatan Angggaran subsidi angkutan laut. Meningkatnya subsidi angkutan laut dari pemerintah dapat menstimulasi daerah terpencil/tertinggal dalam meningkatkan
141
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Harapannya kedepan agar pemerintah terus menambah waktu layanan kapal dan pengembangan jaringan trayek kapal laut untuk mengakomodasi masyarakat-masyarakat yang tinggal daerah terpencil/tertinggal maupun daerah pusat-pusat pertumbuhan. D.
Subsektor Transportasi Udara
1)
Jumlah Penumpang Angkutan Udara
Bandar Udara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun 2001, dan dioperasikan secara penuh pada 22 Juli 2005 menggantikan bandara tabing. Pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan penumpang udara dan pergerakan pesawat. Kondisi saat ini pada 5 (lima) tahun terakhir, terjadi peningkatan kunjungan penumpang udara di Bandara Internasioanal Minagkabau.
Data Sumatera Barat dalam angka menujukkan bahwa rata-rata kenaikan jumlah penumpang udara sebesar 11,90% per tahun. Kenaikan melonjak pada tahun 2012, dimana pada tahun 2012 terjadi kenaikan 16,81% pada tahun sebelumnya. Jumlah penumpang terangkut pada tahun 2012 adalah sebesar 2.586.171 penumpang baik datang maupun pergi atau rata-rata penumpang setiap hari adalah 7.183/hari. 2)
Frekunsi Pesawat Terbang di BIM
Lonjakan kenaikan penumpang udara, berimplikasi terhadap frekuesi pergerakan pesawat di Bandara Internasional Minangkabau. Berdasarkan data perkembangan jumlah pesawat terbang melalui Bandara Internasional Minangkabau, terjadi kenaikan sebesar 15% pada tahun 2012. Kenaikan tersebut disebabkan maskapai penerbangan
142
menambah frekeusi penerbangan untuk melayani peningkatan penumpang di Bandara BIM. Maskapai yang menambah frekuensi layanan antara lain lion dan garuda. Disamping penambahan frekuensi layanan oleh maskapai penerbangan, tumbuhnya penerbangan disebabkan oleh pembukaan maskapai baru seperti Citi Link. Tabel. 2.61 Jumlah Pesawat Terbang Berangkat dan Datang di BIM No 1 2 3 4 5
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah
Dalam Negeri
Luar Negeri
Jumlah
Persentase
11.404 13.078 12.576 13.531 15.125 65.714
1.350 1.620 1.115 1.120 1.661 6.866
12.754 14.698 13.691 14.651 16.786 72.580
15% -7% 7% 15%
Sumber : Statistik Perhubungan 2013
Pada dasarnya, kenaikan jumlah pesawat terbang melalui Bandara Internasional Minagkabau di tandai dengan kenaikan jumlah penumpang udara. Apabila jumlah penumpang udara mengalami kenaikan maka jumlah pesawat terbang jumlah mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah penumpang dan frekuensi pesawat terbang berdampak terhadap kapasitas bandara udara minangkabau baik dari sisi ruang tunggu penumpang maupun fasilitas landasan pacu terminal, kemudian, kenaikan jumlah penumpang berpotensi meningkatnya tingkat kriminalitas. Disamping itu, yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah aksesibilitas menuju Bandar Udara Minangkabau. Sarana angkutan umum yang di Bandara Internasional Minangkabau adalah Taxi, Angkutan Pemadu. Angkutan Pemadu Moda yang ada hanya melayani BIM – Padang, sedangkan trayek BIM – Bukittinggi, Solok dan Pariaman tidak dilayani angkutan pemadu moda. Untuk meningkatkan aksesibilitas Bandara Internasional Minangkabau perlu dilakukan pengembangan jaringan trayek angkutan pemadu moda seperti BIM – Bukittinggi – Payakumbuh, BIM - Solok dan BIM – Pariaman. Namun yang perlu diperhatikan dalam pengembangan jaringan trayek Angkutan Pemadu Moda adalah waktu perjalanan. Berdasarkan wawancara dengan penumpang udara, faktor penting bagi penumpang di dalam menggunakan Angkutan Pemad Moda adalah waktu perjalanan. Angkutan Moda yang beroperasi di Bandar Udara Minagkabau memiliki waktu perjalanan yang cukup lama, baik waktu menunggu penumpang dan waktu beroperasi sehingga membuat keengganan penumpang udara untuk naik Angkutan Pemadu Moda. Disamping itu pelayanan Kereta Api menuju BIM perlu dilakukan percepatan pembangunan track Duku – BIM karena salah satu layanan yang memiliki ketepatan waktu perjalanan adalah moda kereta api. Saat
143
ini permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan jalur kerta api menuju BIM adalah pembebasan lahan. Belum ada kata sepakat harga ganti rugi tanah merupakan salah satu penghambat di dalam pembebasan lahan. E.
Subsektor Perkeretaapian
Upaya untuk menarik sebagian beban mobilitas ekonomi dari jalan ke KA dan Short Sea Shipping memerlukan kemauan politik pemerintah yang besar, kebijakan inovatif, dan insentif-disinsentif baik fiskal maupun non-fiskal. Kebijakan ini juga memerlukan politik anggaran yang berpihak kepada moda non-jalan. Oleh karena itu BAU tidak akan dapat berhasil. Peran dan fungsi moda transportasi Indonesia sangat tidak seimbang. Pergerakan ekonomi kedepan tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada jalan raya saja. Pemerintah menargetkan pangsa pasar moda KA penumpang dan barang menjadi 13% dan 17%. Hal ini tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS). Dibutuhkan investasi yang besar untuk pembangunan infrastruktur Kereta Api. Terlepas dari ketelitian dan kemungkinan tercapainya target tersebut, semangatnya adalah segera saja pemerintah melaksanakan upaya besar “modal shifts” ini secepat dan sebesar mungkin. Penggerak utama untuk pengembangan perkeretaapian nasional adalah diterbitkannya Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1992. Perundangan ini secara mendasar melepas monopoli pemerintah dan membuka kesempatan bagi masuknya investasi sektor swasta maupun pemerintah daerah dalam perkeretaapian secara luas. UU 23/2007 tentang Perkeretaapian membuka pasar dan industri perkeretaapian nasional bagi investasi sektor swasta, baik dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum maupun perkeretaapian khusus. UU 23/2007 membuka jalan bagi pembentukan Badan Usaha Sarana dan Badan Usaha Prasarana Perkeretaapian yang menjadi prakondisi bagi terwujudnya multi-operator dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum. Peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum juga dibuka oleh UU 23/2007, dimana sesuai dengan tatanan perkeretaapian (Nasional, Provinsi, dan Kab/Kota) masing-masing level pemerintahan memiliki kewenangan untuk menyusun rencana induk, melakukan pembinaan (pengaturan, pengendalian, dan pengawasan), dan juga melakukan investasi dan menyediakan layanan prasarana dan sarana perkeretaapian. Peran swasta dibuka oleh UU 23/2007 (selain dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana) juga pada bidang: penyelenggaraan perkeretaapian khusus, kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api, pendidikan dan latihan SDM perkeretaapian, serta dalam rancang bangun dan rekayasa perkeretaapian.
144
Gambar.2.13 Volume Penumpang dan Barang Kereta Api Permintaan penumpang dan barang yang diangkut oleh moda kereta api dapat dilihat pada diatas.jumlah penumpang terendah yang pernah diangkut dengan menggunakan kereta api terjadi pada tahun 2008, yaitu sebanyak 183.212 penumpang. Sedangkan jumlah penumpang tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 625.102 penumpang. Selama 6 (lima) tahun terakhir terjadi lonjakan penumpang moda kereta api sebesar 241,19% dan dari tahun ke tahun menujukkan kenaikan. Lonjakan yang begitu signifikan menggambarkan tingginya minat masyarakat untuk naik moda kereta api, terutama pada lintasan Padang – Pariaman. Salah satu faktor meningkatnya penumpang moda kereta api disebabkan karena moda transportasi kereta api mempunyai kepastian waktu pelayanan, baik waktu keberangkatan maupun waktu kedatangan. Disamping itu simpul kereta api di daerah Kota Pariaman berdekatan dengan objek wisata sehingga demand perjalanan orang dengan menggunakan moda kereta api menjadi meningkat khususnya pada hari-hari libur.Tren Kenaikan jumlah penumpang moda kereta api direspon positif oleh pemerintah dengan menambah frekuensi perjalanan moda kereta api terutama pada hari libur. Namun demikian, jika dibandingkan pangsa pasar moda kereta api dengan moda angkutan umum lainnya seperti jalan raya maka pangsa pasarmodakereta api jauh lebih kecil yakni hanya 7% dari pangsa pasar angkutan umum. Hal ini disebabkan karena lintasan kereta api yang aktif melayani penumpang secara reguler baru hanya lintasan Padang – Pariaman sedangkan lintasan lain, beroperasi jika ada permintaan pelayanan dari pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu ekspansi mengembangkan lintasan-lintasan lain yang mempunyai potensi demand cukup tinggidi Sumatera Barat seperti lintasan Padang – Pd. Panjang – Bukittinggi- Payakumbuh Selanjutnya moda kereta api yang dikelolah oleh PT. KAI Divisi regoinoal Sumatera Barat tidak hanya melayani pengangkutan orang, namun juga melayani pelayanan pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api. Kereta Api barang yang dioperasikan saat ini tidak lebih baik dibandingkan dengan moda kereta api penumpang.
145
Volume barang yang diangkut dengan menggunakan kereta api mengalami penurunan. Semenjak tahun 2011 – 2013, rata-rata penurunan volume pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api barang adalah sebesar 13,45%. Saat ini, jenis barang diangkut oleh kereta api barang adalah hanya semen, dengan lintasan pendek antara Indarung ke Teluk Bayur. Kapasitas angkut moda kereta api sangat tergantung dari kapasitas gerbong dan kekuatan lokomotif kereta api. Salah satu faktor menurunnya volume pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api disebabkan karena kekuatan lokomotif yang dioperaisonalkan tidak mampu mengangkut barang dengan jumlah besar. Sebagaimana diketahui kondisi medan yang dilalui oleh moda kereta api barang dari Indarung – Teluk bayur memiliki kondisi geografi menurun dan menanjak. Gradient tanjakan lintasan Teluk Bayur – Indarung adalah sebesar 27 per mil. Dengan adanya tanjakan dan beberapa lengkungan, kereta api di tarik dan didorong 2 lokomotif BB303 dengan bantuan satu lokomotif pendorong BB204. Ke depan, sesuai permintaan dari PT Semen Padang Tbk untuk meningkatkan volume pengangkutan semen ke Teluk Bayur diharapkan PT Kereta Api Indonesia (Persero) harus menambah lokomotif yang bertenaga lebih besar lagi sekelas CC201 sebanyak 2 unit dan penambahan gerbong KKBW sebanyak 128 unit Saat ini, jumlah barang (semen) yang tidak bisa diangkut dengan menggunakan moda kereta api dialihkan pengangkutannya dengan menggunakan truk besar. Jumlah semen yang diangkut melalui kendaraan truk sebesar 814.294 ton/tahun. Sebagamana diketahui bahwa ruas jalan indarung – lubuk begalung – teluk bayur merupakan lintasan yang cukup padat dilalui kendaraan bermotor, Kepadatan lalu lintas disepanjang lintasan tersebut akan menambah waktu dan biaya perjalanan sehingga biaya operasional mobil truk juga akan semakin meningkat. Hal ini tentu berdampak terhadap biaya pengangkutan barang, karena pengusaha tidak mau menanggung beban biaya operasional jika tidak di sesuaikan dengan biaya pengangkutan. Melihat dari kondisi yang ada, maka pemerintah perlu melakukan peningkatan terhadap moda transportasi kereta api dengan memperbaiki sarana maupun prasarana kereta api, agar pengangkutan semen dari indarung ke teluk bayur bisa sepenuhnya diangkut dengan menggunakan moda kereta api, karena sebagaimana diketahui bahwa biaya pengangkutan moda kereta api jauh lebih murah dibandingkan dengan mobil truk, disamping itu kereta api tidak membebani kepadatan lalu lintas Berdasarkan evaluasi kinerja sektor Transportasi terdapat beberapa peluang dan tantangan kedepan untuk memperbaiki kinerja sektor transportasi di dalam mendukung pertumban ekonomi provinsi Sumatera Barat :
146
Peluang a.
Tingginya Produksi Perjalanan Orang dan Barang Provinsi Sumater Barat memiliki produksi perjalanan orang/barang cukup tinggi. 34 juta orang melakuka perjalanan selama 1 (satu) tahun, begitu juga dengan distribusi logitik (barang), 68 juta ton barang di distribusi ke berbagai daerah di wilayah Sumatera Barat. Data ini belum termasuk distribusi perjalanan orang dan barang di di dalam Kabupaten/Kota. Hal ini menujukkan terdapat peluang besar bagi pemerintah daerah untuk menyediakan layanan transportasi yang memiliki reliabel dan handal sehingga pangsa pasar transportasi untuk angkutan umum menjadi lebih meningkat.
b.
c.
d.
Sumatera Barat memiliki Pelabuhan Internasional Sumatera Barat mempunyai modal besar di sektor transportasi laut, hal ini di sebabkan karena Sumatera Barat memilki Pelabuhan Internasional Teluk Bayur. Pelabuhan ini adalah satu-satunya pelabuhan Internasional di pantai barat Sumatera. Dengan adanya pelabuhan Internasional, menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya baik di bidang pertanian, perkebunan maupun industri. Karena salah satu faktor pertimbangan bagi investor di dalam menanamkan investasinya adalah akses dan simpul transportasi yang berskala Internasional. Sumatera Barat Termasuk 10 Destinasi Wisata Nasional Di dalam RTRW Nasional, Sumatera Barat merupakan daerah 10 destinasi nasional. Keindahan alam menjadi salah satu faktor utama masuknya Sumatera Barat menjadi 10 destinasi nasional. Masuknya Sumatera Barat menjadi destinasi nasional merupakan peluang bagi Sumatera Barat menarik dana pemerintah pusat untuk pengembangan dan peningkatan Infrastruktur di dalam mendukung destinasi wisata nasional. Semakin banyak dana infrastruktur yang masuk ke Sumatera Barat akan meningkatkan PDRB Sumatera Barat. Disamping itu momentum ini juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan pembenahan tempat-tempat objek wisata sehingga akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun Internasional Sentra Produksi CPO Provinsi Sumatera Barat termasuk sentra produksi CPO cukup besar di bagian sumatera. Saat ini luas perkebunan sawit semakin bertambah setiap tahunnya. Semakin besarnya investasi perkebunan sawit, maka akan meningkatkan daya serap tenaga kerja sehingga angka pengangguran akan semakin berkurang. Meningkatnya investasi di bidang industri sawit haruslah diimbangi dengan pembukaan akses transportasi ke sentra produksi. Disamping itu pemerintah daerah secara berkesinambungan melakukan
147
peningkatan kapasitas dan daya dukung jalan. Apabila daya dukung jalan tidak memadai maka akan mengganggu arus kelancaran barang dari sentra produksi ke tempat tujuan akhir. Kemudian pemerintah daerah juga harus mempertimbangkan untuk pengangkutan CPO lewat laut , namun hal ini haruslah di kaji dari kelayakan finansial maupun ekonomi. e.
Memilki Jaringan Kereta Api yang terintegrasi dangan Pelabuhan Internasional Provinsi Sumatera Barat memiliki jaringan Kereta Api yang terintegrasi dari pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal ke simpul pelabuhan Internasional. Jaringan kereta api ini telah dibangun semenjak zaman Belanda. Jaringan kereta Api Sumatera Barat telah terintegrasi dengan pelabuhan Internasional Teluk Bayur. Hal ini merupakan peluang bagi pemerintah provinsi Sumatera Barat untuk mengaktifkan kembali jaringan kereta api yang tidak beroperasi. Pengembangan jaringan kereta api penting dilakukan karena dapat mengefesiensikan biaya pengguna transportasi baik biaya transportasi orang mapun biaya logistik.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas tantangannya yaitu: a.
Meningkatkan Ketersediaan Infrasutruktur Ketersedian infrastruktur trasnportasi sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Penyediaan infrastruktur haruslah mempunyai dampak ekonomi bagi masyarakat Sumatera Barat. Salah satu komponen dalam penyediaan infrastruktur jalan adalah dapat mengefesiensi waktu perjalanan masyarakat sehingga biaya transportasi masyarakat dapat lebih efesien. Konektifitas antara pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan program. Disamping itu, kersediaan infrastruktur kereta api merupakan tantangan besar bagi pemerintah Sumatera Barat. Jalur padat Padang – Bukittinggi – Payakumbuh menjadi fokus utama pemerintah dalam mengaktifkan kembali (Reaktivasi) rel kereta. Reaktivasi keret api Padang Bukittinggi – Payakumbuh mempunyai berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Barat. Disamping itu pembukaan jalur kereta api dari pusat-pusat pertumbuhan ke titik simpul trasnportasi juga menjadi fokus pemerintah Sumater Barat. Penyediaan infrastruktur ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan pemerintah daerah baik dari sisi anggaran maupun dari sisi masalah sosial.
148
b. Meningkatkan Pangsa Pasar Angkutan Umum Sebagaimana diketahui bahwa angkutan umum memiliki pangsa pasar yang sangat kecil. Tingginya dominasi kendaraan pribadi dan kendaraaan angkutan barang berdimensi kecil menjadi tidak efesien dalam penyelenggaraan trasnportasi. Tantangan kedepan pemerintah daerah adalah meningkatkan pangsa pasar angkutan umum dengan meperluas cakupan pelayanan dan perbaikan kualitas angkutan umum. Disamping itu pengembangan akses layanan angkutan umum menjadi fokus utama meningkatkan pangsa pasar angkutan umum. c.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Angkutan Umum Penyelenggaraan angkutan umum belum dilakukan secara maksimal. Masalah kelembagaan di dalam penyelenggaraan angkutan menjadi masalah utama di dalam meningkatkan kualitas pelayanan angkutan. Saat ini peran dan tanggung jawab pengusaha angkutan umum sangat besar di dalam pengoperasian angkutan umum, kebalikan dengan pemerintah, dimana peran dan tanggung jawab pemerintah sangat kecil di dalam penyelenggaraan angkutan umum. Peran pemerintah saat ini hanya sebatas pemberian izin dan pengawasan. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum seharusnya pemerintah daerah memilki perannya dan tanggung jawab besar. Untuk tantangan kedepan pemerintah adalah melakukan restrukturisasi penyelenggaraan angkutan umum dengan menguatkan peran pemerintah dalam penyelenggaraan angkutan umum berbasis kontrak kinerja.
d.
Meningkatkan Keselamatan Tranportasi Penyelenggaraan transportasi tidak terlepas dari pertimbangan keselamatan para pengguna transportasi. Keselamatan transportasi menjadi harga mati bagi pemerintah untuk menekan terjadinya kecelakaan transportasi. Dari data yang ada, kecelakaan transportasi masih cukup tinggi di Sumatera Barat. Hal ini menjadi tantangan kedepan bagi pemerintah daerah untuk mengurangi angka kecelakaan transportasi. Keterpaduan program menjadi isu utama dalam peningkatan keselamatan transportasi, karena sebagaimana diketahui, ada beberapa instansi yang mempunyai tanggung jawab dalam peningkatan keselamatan tranasportasi. Untuk itu perlu mengintensifkan koordinasi diantara instansi di dalam membahas program prioritas dan terpadu untuk peningkatan keselamatan trasnportasi.
e.
Meningkatkan Keamanan Pelabuhan Internasional Teluk Bayur Kode Keamanan Internasional terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan (The International Ship and Port Facility Security Code – ISPS Code)
149
merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan. The International Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code) merupakan salah satu ukuran baik tidaknya kinerja suatu pelabuhan. Pelabuhan Teluk Bayur belum memenuhi standar ISPS, karena sebagaimana diketahui masyarakat sangat bebas untuk memasuki area Pelabuhan Teluk Bayur. Kondisi ini mempengaruhi keinginan kapal-kapal asing untuk sandar di Pelabuhan Teluk bayur, karena kurangnya jaminan keamanan barang dan kapal. Untuk itu, tantangan kedepan pemerintah daerah adalah berkolaborasi antara Kemenhub dan Pelindo untuk bisa meningkatkan standar kemanan pelabuhan sesuai standar inernasional. f.
Meningkatkan Investasi Pendanaan Penyelenggaraan Transportasi
Infrastruktur
Dan
Pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan trasportasi memerlukan biaya yang sangat besar sekali, sedangkan pemerintah daerah mempunyai keterbatasan anggaran untuk melakukan pembangunan daerah. Untuk itu pemerintah daerah harus mempunyai inovasi dan kreatifitas di dalam meningkatkan investasi pendanaan terkait pembangunan infrastruktur jalan dan penyelenggaraan transportasi. Peningkatan investasi pendanaan di dalam meningkatkan anggaran infrastruktur jalan dan penyelenggaraan trasnportasi difokuskan kepada pendanaan APBN dan Swasta. 5.
KEBENCANAAN
Hampir semua jenis bahaya yang menimbulkan bencana terdapat di Sumatera Barat. Hal ini menyebabkan Provinsi Sumatera Barat dikenal dengan sebutan etalase atau supermarket bencana. Provinsi Sumatera Barat telah banyak melakukan usaha untuk mengurangi dampak bencana baik berupa kegiatan fisik maupun non-fisik. Sebagi contoh untuk pengurangan risiko bencana tsunami, pembangunan shelter dan pembuatan jalur evaluasi yang memadai. Meskipun kurang efektif dan tidak ada pengalaman, tetapi perluasan jalur evakuasi tetap akan dilakukan pemerintah selaras dengan pembangunan shelter untuk evakuasi vertical. Bencana lain seperti banjir bandang, abrasi pantai, angin puting beliung, galodo dan longsor dan lainnya juga harus mendapatkan porsi yang sesuai dengan resiko yang ditimbulkannya. Untuk itu Pemerintah Provinsi harus memiliki perhatian khusus terhadap kebencanaan dan memberikan porsi yang sesuai untuk masing-masing bencana. Pembangunan yang berwawasan Kebencanaan hendaknya memang sudah menjadi ciri di Sumatera Barat. Hal ini mengingat hampir semua jenis ancaman bencana ada di Suatera Barat hingga dikenal
150
dengan supermarket bencana. Untuk itu tindakan pengurangan risiko bencana sudah harus dimasukkan mulai dari tingkat pengembangan pendidikan, pertanian, infrastruktur, kesehatan dan perekenomian secara menyeluruh. Kapasitas kelembagaan Kebencanaan yang ada diSUmatera Barat juga perlu menjadi perhatian. Sumatera Barat yang terkenal dengan variasi jenis bencana yang ada, hendaknya menjadi contoh bagi daerahdaerah lain di Indonesia daam pengelolaan bencana. Namun kenyataannya hingga saat ini kelebagaan kebencanaan di Provinsi, Kota dan Kabupaten masih belum memenuhi standar minimal yan ditetapkan Undang-undang. Selain itu rotasi „pegawai daerah‟ yang sering terjadi seiring dengan pertukaran kepala daerah dan suhu politik daerah, membuat Sumber Daya Manusia di bidang kebencanaan tidak mantap. Untuk mengimbangi hal tersebut perlu dilakukan „up-grading‟ kapasitas kebencanaan yang dilaksanakan secara teratur bagi „personal‟ yang bertugas dan terkait dengan kebencanaan. Paradigma kebencanaan yang preventif menggantikan sifat lama yang responsif juga merupakan isu strategis yang harus diperhatikan. Denagn demikian maka pengelolaan kebencanaan harus dilaksanakan secara terencana dan terarah. Pemerintah daerah harus mengalokasikan dana yang cukup untuk melakukan tindakan preventif agar suatu kejadian alam yang membahayakan tidak menjadi bencana yang besar. Tindakan preventif kebencanaan ini bukan hanya perlu dilakukan secara formal, tetapi juga dalam bentuk informal yang melibatkan masyarakat secara umum. Kegiatan-kegiatan kebencanaan ang melibatkan masyarakat secara langsung harus direncanakan dengan baik. Dengan perencanaan yang matang dan kegiatan yang terarah, maka kehidupan masyarakat yang bersahabat dengan bencana dapat terwujud. Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam mengelola bencana termasuk dalam menanggulangi bencana yang menimpanya. Hal ini harusnya dapat dilihat dengan terbentuknya kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang bergerak fokus dibidang kebencanaan. Prasarana dan sarana Penanggulangan Bencana yang ada sangat perlu untuk ditingkatkan. Ketersediaan tempat-tempat yang aman untuk berlindung pada saat terjadi bencana harus dalam katagori cukup. Selain tempat yang cukup, akses menuju tempat-tempat tersebut juga yang tersedia dan terpelihara dengan baik. Pemanfaatan tempat-tempat tersebut juga harus diperhatikan sedemikian rupa pada saat tidak terjadi bencana, kegiatan masyarakat umum dapat dilaksanakan pada tempat tersebut. Untuk itu setiap pembangunan baik gedung-gedung maupun infrastruktur lainnya seperti jalan, harus direncanakan dengan berwawaskan kepada kebencanaan. Pemerintah perlu membuat regulasi
151
yang tegas agar kegiatan pembangunan mulai dari perencanaan harus sudah mempertimbangkan terhadap wawasan kebencanaan. 6.
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Penggunaan teknologi elektronika dan komunikasi tentunya menjadi sesuatu yang wajib dalam era globalisasi yang sarat akan persaingan. Agar menjadi yang terbaiklah dan menang maka penguasaan teknologi terbaru merupakan keharusan. Beruntung secara harfiah pengguna teknologi informasi di Sumatera Barat cenderung meningkat. Rasio ketersediaan daya listrik Persentase penduduk yang menggunakan HP/telepon 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 2009
2010
2011
2012
2013
2.1.4. SUMBERDAYA ALAM 1.
LINGKUNGAN HIDUP
Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja lingkungan hidup berdasarkan PP No. 6 tahun 2008 adalah terkait dengan lingkungan perumahan dan permukiman, antara lain luas permukiman, pengelolaan sampah, ketersediaan prasarana dan sarana air bersih dan air minum, penghijauan, analisa dampak lingkungan, dan penegakan hukum lingkungan. Tabel 2.61 memperlihatkan perkembangan lingkungan hidup sebagai gambaran evaluasi kinerja selama periode RPJMD 2010-2015. Tabel 2.62 Indikator dan Capaian Propinsi Sumatera Barat dalam Aspek Pelayanan Umum Berdasarkan Fokus Lingkungan Hidup Fokus Lingkungan Hidup Persentase penanganan sampah Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih
152
2010 50,53
2011 Reali Target sasi 51,65
2012 Target -
2013 Reali Reali Target sasi sasi -
52,32
54,40
Persentase Luas pemukiman yang tertata Penetapan status mutu air
-
2011 Reali Target sasi -
1
1
1
1
Cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal. Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk Penegakan hukum lingkungan
-
-
-
-
2
4
4
3
16
16
16
16
2
-
9
4
Fokus Lingkungan Hidup
2010
2012 Target -
2013 Reali Reali Target sasi sasi -
Sumber : Bappeda Prop. Sumbar (2012), RAD Lingkungan Hidup tahun 2012
Secara kuantitatif, data evaluasi kinerja lingkungan hidup di atas, secara umum tidak memperlihatkan gambaran perubahan yang siginifikan dalam pembangunan lingkungan hidup lima tahun yang lalu. Hal ini merupakan tantangan dalam membangun Sumbar lima tahun mendatang. Kondisi yang selama ini belum sepenuhnya menunjukkan kinerja lingkungan hidup yang baik, disebabkan antara lain karena ketidakjelasan penanggung jawab kegiatan pembangunan lintas sektor, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Dari sisi teknis pelaksana, lingkungan hidup bukanlah urusan sektoral yang menjadi urusan satu dinas (SKPD) saja, tetapi membutuhkan perhatian dan kerjasama lintas sektor. Secara pengetahuan, aspek lingkungan hidup juga tidak merupakan monodisiplin ilmu, tetapi interdisiplin atau multi disiplin ilmu, sehingga membutuhkan banyak keahlian untuk menyelesaikan masalahnya. Dari sisi pelaku pembangunan, lingkungan hidup juga tidak menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat dan swasta. Selain persoalan di atas, kinerja yang kurang baik dalam lingkungan hidup selama ini juga disebabkan karena ketidakjelasan indikator yang ditetapkan, Indikator yang tidak dipahami stakeholders dengan baik berakibat pada interpretasi dan pemahaman yang tidak sama dan tidak ada kejelasan institusi penanggung jawab monitoring dan evaluasi program dan kegiatan. Peluang yang dapat diraih dengan baiknya kondisi lingkungan hidup adalah berkurangnya polusi dan bencana, terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatnya indeks pembangunan manusia, terbangunnya budaya hidup sehat dan bersih. Semuanya itu tentu saja akan membawa perubahan kepada kondisi lingkungan hidup yang baik menuju pembangunan yang berkelanjutan.
153
2.
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Urusan pilihan pertambangan dan energi juga menjadi bagian yang dievaluasi dalam aspek lingkungan hidup. Tabel berikut memperlihatkan kinerja bahwa secara jumlah, izin pertambangan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sementara kontribusi terhadap PDRB cenderung semakin menurun. Artinya, ada korelasi terbalik antara jumlah izin yang dikeluarkan untuk energi dan pertambangan mineral dengan sumbangannya terhadap PDRB. Penyebab kondisi ini antara lain adalah skala ekonomi usaha yang diduga belum mencapai skala ekonomis kelayakan usaha, sehingga belum menguntungkan. Tabel 2.63 Evaluasi Kinerja Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Sumatera Barat 2010-2014 Indikator kinerja 1 2
3.
Pertambangan tanpa izin (unit) Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB (%)
Tahun 2010 7,146 3.16
2011
2012
7,151 2.97
7,093 2.90
2013 7,150 2.69
KEHUTANAN
Sebagian besar wilayah Sumatera Barat merupakan kawasan hutan yang berpeluang sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi, sosial dan lingkungan secara adil dan berkelanjutan. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No.304/Menhut-II/2011 tanggal 9 Juni 2011, luas kawasan hutan adalah 2.343.300,79 Ha (55,40 %) dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat ±4.229.730 Ha. Luas Areal Penggunaan Lain (APL) berdasarkan SK tersebut adalah seluas ±1,886,429.21 Ha (44, 60%). Selanjutnya berdasarkan SK.141/MenhutII/2012, terjadi perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan bukan kawasan hutan seluas + 96.904 Ha, perubahan antar fungsi kawasan hutan 147.213 Ha, dan penunjukan bukan kawasan hutan (APL) menjadi kawasan hutan seluas 9.906 Ha. Disamping itu juga terdapat + 29.382 Ha Kawasan hutan berdampak penting cakupan luas dan bernilai strategis (DPCLS). Kawasan hutan terluas adalah di Kab. Kep. Mentawai seluas 453.317,47 Ha (19,34%). Areal hutan memiliki kekayaan hutan berupa kayu dan keanekaragaman hayati seperti di Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Sawahlunto Sijunjung. Berdasarkan fungsinya kawasan hutan tersebut terdiri dari: Hutan Suaka Alam dan Wisata(HSAW) seluas 769,471.74 Ha (18,19%), Hutan Lindung (HL) seluas 792,048.80 Ha (18,73%), Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 233,155.62 Ha (5,51%), Hutan Produksi (HP) seluas 360,367.71 Ha (8,52%) dan Hutan Produksi yang dapat di
154
Konversi (HPK) seluas 188,256.92 Ha (4,45%) (Statistik Dinas Kehutanan Sumatera Barat 2011, dalam RAD Pengelolaan Lingkungan Hidup, Prop. Sumbar th 2012). Lahan hutan berpeluang sebagai kawasan penyangga penyediaan air, sumber kehidupan masyarakat di sekitar hutan tetapi dengan tetap menjaga fungsi hutan, memanfaatkan jasa lingkungan sebagai penyedia udara bersih (oksigen). Menurut RTRW Sumbar (Perda Prop. No 13 Tahun 2012 bab 7 halaman 3; bahwa dalam kawasan hutan lindung masih diperkenankan dilakukan kegiatan lain sepanjang fungsi hutan lindung tetap dpaat dijaga sesuai KepmenHut No.50 tahun 2006. Kekayaan keragaman hayati (flora dan fauba) berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam pembangunan karena luasnya (55,40%) tutupan hutan yang potensial menjadi pusat konservasi keragaman hayati, agrowisata, pendidikan, dan wisata alam. Telah dilakukan inventarisasi, namun masih perlu perhatian agar dapat menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan flora fauna serta tanaman obat yang bernilai ekonomi tinggi. Saat ini ada 26 kawasan konservasi di Sumatera Barat dengan empat kawasan lain yang masih dalam tahap pengusulan. Kawasan konservasi tersebut berupa Taman Nasional, Suaka Margasatwa, cagar alam, taman hutan raya, taman wisata alam, taman wisata laut dan buru. Tabel 2.64 Kawasan Konservasi berdasarkan Jenis dan Luas Kawasan di Provinsi Sumatera Barat No 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Kawasan Taman Nasional Taman Nasional Siberut Taman Nasional Kerinci Seblat (wilayah Sumatera Barat) Taman Hutan Raya Tahura Dr. M. Hatta Cagar Alam Rimbo Panti Lembah Harau Batang Palupuh Lembah Anai Beringin Sakti Batang Pangian II Taman Wisata Alam Mega Mendung Lembah Harau Rimbo Panti Bukit Batu Patah (usulan) Taman Wisata Laut Pulau Pieh Teluk Saibi Sarabua (usulan) Pulau Pagai Selatan
Kabupaten / Kota Kep. Mentawai Pesisir Selatan, Solok, Solok Selatan Padang
Luas (Ha) 190.500,00 353.980,00
240,00
Pasaman Limapuluh Kota Agam Tanah Datar Tanah Datar Sijunjung
2.550,00 270,50 3,40 221,00 0,03 33.580
Tanah Datar Limapuluh Kota Pasaman Tanah Datar
12,50 27,50 570,00 500,00
Pdg. Pariaman Kep. Mentawai Kep. Mentawai
39.900,00 21.200,00 24.592,00
155
No
Jenis Kawasan Kabupaten / Kota Taman Wisata Buru 17 Bukut Sidoali (usulan) Tanah Datar 18 Pulau Sipora (usulan) Kep. Mentawai Suaka Alam 19 Malampah Pasaman 20 Alahan Panjang Pasaman 21 Maninjau Agam 22 Air Putih Limapuluh Kota 23 Sago Malintang Tanah Datar 24 Singgalang Tandikat Tanah Datar 25 Merapi Tanah Datar 26 Barisan I Tanah Datar 27 Batang Pangian I Sijunjung 28 Selasih Talang Solok 29 Air Terusan Pesisir Selatan 30 Arau Hilir Padang Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, tahun ………
Luas (Ha) 2.354,00 84.500,00 14.555,00 17.664,00 17.304,00 23.467,00 2.203,00 4.180,00 6.574,00 10.310,00 37.295,00 6.150,00 25.177,00 5.377,00
Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa kawasan hutan yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Barat berada dalam kondisi yang cukup baik, berpotensi sebagai kekayaan alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Hutan yang ada sekarang memiliki fungsi sekaligus juga berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai penangkaran penunjang budidaya tanaman obat, flora dan fauna yang bernilai ekonomi tinggi dan berdaya saing karena memiliki karakteristik spesifik hutan tropis. Selain itu juga sebagai sumber plasma nutfah, menjadi objek dan tujuan wisata alam, penyimpanan atau penyerapan karbon, penyimpanan energi air, panas, dan angin, serta menjadi pusat penelitian dan pengembangan ilmu/ pengetahuan konservasi alam. Hutan yang berada di dearah kepulauan, juga memiliki potensi ekonomi untuk pembangunan melalui jasa lingkungannya, yaitu sebagai objek wisata bahari yang menjadi tujuan utama dari turis manca negara. Tantangan selama ini adalah terjadinya pemanfaatan sumberdaya hutan dengan mengambil hasil hutan yang kurang memperhatikan kaidah pembangunan berkelanjutan, karena lebih didominasi oleh cara pandang dari aspek ekonomi dan kurang memperhatikan aspek lingkungan dan sosialnya. Kegiatan pemanfaatan hutan lebih banyak pada kegiatan mengeksploitasi hutan dan kurang memperhatikan fungsi hutan dalam menjaga keseimbangan alam dan konservasi. Akibat dari kurangnya pengetahuan stakeholders tentang hal ini, seringkali terjadi penggundulan hutan yang berdampak pada meningkatnya lahan kritis, dan meningkatnya potensi banjir bandang yang memperburuk kondisi Sumbar sebagai daerah rawan bencana.
156
2.1.5. PEMERINTAHAN 1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Ukuran capaian kinerja perencanaan pembangunan adalah tersedianya dokumen perencanaan, berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Propinsi Sumatera Barat Tahun 20052025 (Perda No. 7 tahun 2008); Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Daerah Propinsi Sumatera Barat tahun 2010-2015 (Perda No. 5 tahun 2011). Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah (RKPD) disusun setiap tahun sebagai penjabaran Program RPJMD kedalam rencana pembangunan tahunan, dan juga menjadi sebagai sebuah kebijakan berupa Peraturan daerah setiap tahunnya. Namun demikian, belum semua target capaian disetiap RKPD yang mengacu kepada RPJMD tahap II tercapai sesuai yang diharapkan. Permasalahannya antara lain adalah karena indikator tidak dipahami dengan baik oleh pelaksana, indikator tidak cocok atau tidak tepat, belum cukup upaya/kegiatan yang dilakukan yang mendukung tercapainya indikator. Tabel... memperlihatkan kinerja perencanaan pembangunan menggunakan indikator sesuai PP No.6 tahun 2008. Hasil evaluasi kinerja pembangunan RPJMD periode 2010-2015 telah dilakukan pada tahun 2013. Tabel 2.65 capaian dan Evaluasi Kinerja Perencanaan Pembangunan di Propinsi Sumatera Barat No Indikator 1 Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA 2 Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA 3 Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA 4 Penjabaran Program RPJMD kedalam RKPD
Ada
Evaluasi kinerja Ada Ada Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebagaimana indikator yang ditetapkan dokumen RPJPD, RPJMD, dan RKPD semuanya sudah menjadi kebijakan dan sudah diterbitkan Peraturan Daerah Proinsi Sumatera Barat. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2008, saat ini dokumen rencana adalah bukti indikator kinerja tercapai perencanaan pembangunan. Tantangan dan kendala dalam kegiatan perencanaan pembangunan selama ini yang sangat penting diperbaiki adalah cara pandang penyusunan perencanaan yang masih berada dalam perencanaan sektoral. Sementara, persoalan pembangunan itu jelas
157
membutuhkan jalan keluar yang tidak dapat dilaksanakan secara sektoral. Cara pandang yang demikian membuat proses perencanaan tidak berjalan secara terbuka, tidak terjadi diskusi lintas sektor, sulit menyusun perencanaan yang terintegrasi, indikator rencana diinterpretasikan secara sektoral, sehingga akhirnya sulit untuk mencapai target dan mengevaluasinya secara kualitatif maupun kuantitatif. Sehubungan dengan itu, sumberdaya manusia yang terlibat secara substansial maupun secara prosedural dalam setiap kegiatan perencanaan pembangunan, perlu ditingkatkan dari sisi jumlah maupun kompetensinya. Sumberdaya perencana yang dibutuhkan dan perlu ditingkatkan adalah perencana sebagai tenaga fungsional perencana maupun staf pendukung dalam kelembagaan struktural perencanaan. Peluang yang akan diraih dengan baiknya proses perencanaan pembangunan adalah efisiensi dan efektifitas yang lebih baik. Perencanaan pembangunan yang terpadu dengan proses dan pemahaman yang lebih baik, akan membuat biaya perencanaan dan biaya pembangunan lebih efisien dan tujuan akan lebih efektif tercapai. 2.
KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
Masalah kependudukan dan catatan sipil di Sumatera Barat mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah daerah mengingat daerah ini terus mengalami perkembangan sehingga berdampak pada bertambahnya penduduk Sumatera Barat secara signifikan. Dari laporan BPS Sumatera Barat hingga tahun 2012 jumlah penduduk Sumatera Barat mencapai 4,95 juta orang. Dengan semakin bertambahnya penduduk Sumatera Barat ini, maka dibutuhkan suatu kebijakan yang bermanfaat bagi pembangunan daerah. Mengacu pada kebijakan nasional, salah satu skenario yang dipersiapkan sejak tahun 1970an adalah pemanfaatan bonus demografi, yaitu tahun 2020-2045 Indonesia dapat mencapainya sehingga membawa dampak positif bagi pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mengarah pada pemanfaatan pertambahan penduduk ini sehingga bermanfaat bagi pembangunan Sumatera Barat. Dengan adanya kecenderungan pertambahan penduduk ini, maka perlu ada pembenahan administrasi kependudukan dengan baik sehingga jumlah yang terus bertambah ini dapat dimanfaatkan menjadi potensi dalam melaksanakan pembangunan. Keseriusan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat melakukan pembenahan administrasi ini sebenarnya dapat dilihat dari Program Prioritas yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 20102015, yaitu Program Pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.
158
Tabel 2.66 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kab/Kota
Laki-laki
Perempuan
Kabupaten Kepulauan Mentawai 40.684 PesisirSelatan 216.394 Solok 174.964 Sijunjung 103.589 TanahDatar 166.986 PadangPariaman 194.787 Agam 227.404 Lima PuluhKota 176.134 Pasaman 127.982 SolokSelatan 74.662 Dharmasraya 102.738 PasamanBarat* 189.750 Kota Padang 421.656 Solok 30.211 Sawahlunto 28.856 PadangPanjang 23.284 Bukittinggi 56.643 Payakumbuh 58.945 Pariaman 40.133 Jumlah keseluruhan
Total
37.827 221.244 180.113 103.885 176.005 202.096 236.315 179.794 130.947 73.775 95.876 186.798
78.511 437.638 355.077 207.474 342.991 396.883 463.719 355.928 258.929 148.437 198.614 376.548
432.680 30.941 29.212 24.903 57.772 60.997 40.757
854.336 61.152 58.068 48.187 114.415 119.942 80.870 4.957.719
(Sumber:Sumatera Barat dalam angka 2013)
Secara umum pelaksanaan bidang kependudukan dan administrasi kependudukan ini sudah berjalan dengan baik. Ini terbukti dengan kinerja instansi terkait dalam menertibkan administrasi kependudukan dan membenahi sistem administrasi kependudukan yang akuntabel sudah dapat dilaksanakan di 19 kabupaten/kota. Dari aspek realisasi program dan kegiatan sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Realisasi output kegiatan pengelolaan administrasi kependudukan dan bimbingan teknis pencatatan sipil sudah sesuai dengan target yang ditetapkan dalam RPJMD. Apalagi dengan adanya Program e-KTP yang dilaksanakan pemerintah pusat, juga berdampak positif bagi pemerintah daerah melaksanakan tertib administrasi kependudukan ini. Berikut dapat dilihat kondisi capaian pelaksanaan bidang kependudukan dan catatan sipil ini. Peluang di bidang Kependudukan dan Catatan Sipil Ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah terkait dengan kependudukan di Sumatera Barat ini adalah:
159
a. Laju pertumbuhan penduduk masyarakat Sumatera Barat yang relatif sedang dapat dimanfaatkan untuk penyiapan angkatan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja; b. Tersedianya teknologi komunikasi dan informasi yang dimanfaatkan untuk pendataan penduduk sehingga dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah;
dapat dapat
Tantangan di Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil Tantangan yang juga merupakan masalah dari aspek kependudukan dan catatan sipil ini adalah: a. Pemanfaatan sumber daya manusia yang melimpah yang belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan sebagai angkatan kerja yang produktif; b. Masih ada masyarakat yang belum terdata oleh pemerintah daerah baik dalam bentuk pengakuan ke dalam akta kelahiran, KTP dan KK sebagai penduduk di kabupaten dan kota; c. Masih rendahnya kemampuan pemerintah daerah memobilisasi partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Padahal jumlahnya yang banyak dapat menjadi modal dasar dalam meringankan pekerjaan pemerintah daerah di kabupaten dan kota. 3.
PENYELENGGARAAN MASYARAKAT
KEAMANAN
DAN
KETERTIBAN
Menurut Data BPS bahwa kejahatan di Indonesia selama periode tahun 2010–2012 cenderung berfluktuasi. Misalnya, kejadian kejahatan cenderung meningkat dari tahun 2010 dari 332.000 meningkat menjadi sekitar 347.000 kasus pada tahun 2011. Akan tetapi, pada tahun 2012 terjadi penurunan kejadian kejahatan menjadi sekitar 341.000 kasus. Begitu juga dengan dengan resiko penduduk terkena kejahatan (crime rate) selama periode tahun 2010-2012 cederung fluktuatif. Ini dapat dilihat, misalnya, tahun 2010 jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan dari setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 142 orang. Sementara tahun 2011 meningkat menjadi 149 orang dan turun pada tahun 2012 menajdi 134 orang.Jika dirujuk data Susenas terlihat bahwa jumlah dan persentase rumah tangga korban kejahatan di Indonesia cendetung menurun selama periode tahun 2010–2012. Pada tahun tahun 2010, jumlah rumah tangga korban kejahatan dari sekitar 1.830.000 rumah tangga menurun menjadi sekitar 1.720.000 rumah tangga di tahun 2011. Begitu juga dengan tahun 2012 yang kembali turun menjadi 1.380.000 rumah tangga. Dalam konsepnya, pembangunan baru dapat dilaksanakan jika kondisi aman dan tertib dapat diciptakan dalam masyarakat. Begitu juga,
160
dengan adanya lingkungan yang aman dan tertib, maka investasi akan mudah masuk ke suatu daerah. Karenanya, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat memberi perhatian khusus kepada program keamanan dan ketertiban dalam masyarakat ini. Bentuk perhatian ini dapat dilihat dari program dan kegiatan yang dilaksanakan agar keamanan dan ketertiban ini dapat diwujudkan. Sumatera Barat termasuk daerah yang cukup aman di Indonesia. Angka kriminalitas di Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan daerah lain, termasuk kategori sedang. Ini sesuai dengan statistik kriminalitas dari laporan BPS Indonesia yang melihat adanya kecenderungan Peningkatan. Misalnya, tahun 2012 tercatat angka kriminalitas di Sumatera Barat berjumlah 13.468 kasus dan jumlah ini berada pada peringkat ke-7 dari seluruh daerah di Indonesia. Angka di atas mengalami peningkatan dari 11.695 kasus tahun 2011. Namun, jika ditinjau dari aspek indikator impak, khususnya indek kriminalitas justru mengalami penurunan dari 1,97 tahun 2010, turun menjadi 1,21 tahun 2011 dan 0,99 tahun 2012. Sementara, upaya aparat keamanan menyelesaikan kasus kriminalitas mencapai angka 98 persen tahun 2012. Walaupun begitu, untuk menciptakan keamanan lingkungan, pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat Tingginya angka kriminalitas di Sumatera Barat tentu dapat menjadi hambatan bagi daerah ini untuk mengundang investasi masuk menanamkan modalnya. Belum lagi pengaruhnya kepada sektor pariwisata yang dapat mengganggu capaian daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia. Jika ini dibiarkan terus, tentu menambah kekhawatiran masyarakat untuk berkatifitas di luar rumah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Di bandingkan dengan beberapa daerah lain, tentu kondisi tidak aman Provinsi Sumatera Barat ini harus diperbaiki sehingga hambatan ini dapat dijadikan perbaikan sehingga pelaksanaan pembangunan dapat mencapai target yang ditetapkan. Persoalannya sekarang adalah terletak pada kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menciptakan kondisi aman kepada masyarakat sehingga dapat membantu daerah ini meningkatan kualitas kehidupan masyarakatnya. Terkait dengan masalah ini perlu ada upaya khusus dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di Sumatera Barat, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan pekerjaan, terutama di nagari/desa melalui program padat karya atau bantuan permodalan bagi UMKM. Pembukaan lapangan kerja dan bantuan permodalan ini berdampak jangka panjang, terutama menekan angka urbanisasi serta mengurangi angka kemiskinan di daerah. Secara tidak langsung ini jelas membawa dampak yang positif untuk mengurangi angka kejahatan konvensional dan terorisme di daerah ini. Ada beberapa masalah strategis ke depan yang menjadi perhatian, pertama, semakin melemahnya pemahaman nilai-nilai agama, adat dan budaya pada generasi muda sehingga perlu menjadi perhatian
161
pemerintah daerah. Kedua, lemahnya pengawasan terhadap keluarmasuknya orang asing dalam melakukan aktivitas di daerah Sumatera Barat yang sedikit banyak dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat karena budaya mereka yang berbeda sehingga dapat menjadi ancaman potensial di Sumatera Barat. Ketiga, maraknya tindakan kriminalitas di lingkungan masyarakat ini adalah implikasi dari semakin permisifnya masyarakat di perkotaan sehingga berdampak pada lemahnya kontrol sosial dari masyarakat terkait dengan aktivitas di sekitar mereka. Tabel 2.67 Kondisi tingkat kriminalitas di Provinsi Sumatera Barat Uraian Tar Angka kriminalitas yang dilaporkan masyarakat (kasus) Kemampuan penyelesaian kasus (%) Indeks kriminalitas
2011 Rea Cap 558
Keadaan tahun 2012 Tar Rea Cap 302
98
99
1.21
0.99
Tar
2013 Rea Cap 410
Cukup tingginya angka kriminalitas di Sumatera Barat menjadi kendala sendiri bagi masyarakat Sumatera Barat dalam melaksanakan pembangunan. Walaupun upaya penyelesaian kasus kejahatan konvensional cukup baik yang mencapai 98 persen, namun masalah kejahatan tetap menjadi hambatan bagi masyarakat. Tentu ini menjadi perhatian pemerintah daerah untuk terus menekan angka kriminalitas tersebut. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, peningkatan dan penurunan angka kriminalitas ini sangat bergantung pada kesejahteraan masyarakat. Ada korelasi tingginya angka kriminalitas ini dengan angka kemiskinan yang terdapat dalam masyarakat. Rata-rata kasus kejahatan konvensional yang dilaporkan tahun 2011 dan 2012 cenderung mengalami penurunan. Jika rata-rata kasus kejahatan konvensional tahun 2011 adalah 47 kasus setiap bulannya, maka tahun 2012 menjadi 43 kasus tiap bulannya. Namun, jika dibandingkan data secara nasional, indeks kriminalitas Sumatera Barat dan kasus kejahatan konvensional yang diselesaikan relatif lebih baik. Begitu juga dengan tingkat regional, jika dibandingkan dengan provinsi tetangga, indeks kriminalitas daerah ini cenderung lebih baik. Selain itu, Daerah Sumatera Barat termasuk rendah dalam aspek tindak pidana terorisme dan kejahatan human traficking. Karenanya pemerintah daerah harus dapat mempertahankan kondisi aman dan tertib ini dengan terus meningkatkan kewaspadaan munculnya pencetus tingginya angka kriminalitas konvensional dan terorisme.
162
Peluang di Bidang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Jika suatu daerah ingin menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dengan mengundang investasi masuk, maka pemerintah daerah menjamin terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat. Berikut ada beberapa peluang dalam bidang ini: a.
Sistem sosio budaya masyarakat Sumatera Barat yang menjadi norma sosial dan budaya dapat menjadi acuan masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku;
b.
Masih kuatnya sendi adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang berfalsafahkan “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” untuk mencegah tindakan kriminal di lingkungan masyarakat;
c.
Masih banyaknya daerah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat yang masih menerapkan adat dan budaya dalam berinteraksi sehingga dapat mencegah tindakan kriminalitas berkembang.
Tantangan di Bidang Penyelenggaraan keamanan dan Ketertiban Masyarakat, berikut tantangan yang dihadapi di bidang ini adalah: a.
Posisi daerah Sumatera Barat yang berbatasan dengan beberapa provinsi yang sedang berkembang pesat secara ekonomi seperti Sumatera Utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau sehingga memberi imbas pada mobilitas orang dan barang yang menjurus pada tindakan kriminal;
b.
Semakin gencarnya masuk budaya dari luar sehingga mengubah pola hidup masyarakat di Sumatera Barat yang berorientasi pada materialisme yang menjadi pemicu meningkatnya angka kriminalitas;
c.
Semakin sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mendorong mereka untuk mencari cara ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidup.
4.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
Sejak terbitnya UU No.6 tahun 2014 tentang desa membawa keuntungan bagi nagari di Sumatera Barat. Hal ini terkait dengan adanya jaminan UU agar kesejahteraan masyarakat di desa atau nagari dapat diwujudkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan kesejahteraan ini adalah melalui pemberdayaan masyarakat desa atau nagari. Realita kemajuan nagari/desa ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya nagari/desa karena pemekaran yang dilakukannya pemekaran. Saat ini saja terdapat 755 nagari dan 125 desa berdasarkan data BPS tahun 2012. Tabel berikut dapat dilihat perkembangan pertambahan jumlah nagari/desa di Sumatera Barat.
163
Tabel 2.68 Jumlah wilayah administratif di Sumatera Barat Tahun Wilayah Administratif 2010 2011 2012 Kabupaten 12 12 12 Kota 7 7 7 Kecamatan 176 176 176 Desa 126 125 125 Kelurahan 260 260 260 Nagari 628 648 755 Jorong 3.545 3.640 3.640 (Sumber: Sumbar Dalam Angka, 2013)
Keadaan ini mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk terus mengupayakan pemberdayaan bagi masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat berbasiskan desa atau nagari ini tidak lain bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Ada berapa program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di desa atau nagari ini di antaranya melaksanakan kegiatan penyaluran kredit mikro di nagari, revitalisasi pasar nagari, membuka keterisoliran nagari/desa dengan meningkatkan sarana transportasi, komunikasi, telekomunikasi, membangun kelembagaan jaminan sosial bagi masyarakat miskin serta pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan. Program ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah dengan realisasi yang optimal. Selain itu, program pemberdayaan masyarakat yang memang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa dan nagari juga mendapat perhatian pemerintah dengan memfokuskan ke beberapa kegiatan utama seperti kegiatan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga, kegiatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat, kegiatan penyelenggaraan desiminasi informasi bagi masyarakat desa, penilaian nagari kelurahan berprestasi melalui melalui perlombaan nagari/kelurahan, kegiatan koordinasi pemberdayaan masyarakat dalam menunjang TMMD/N, kegiatan pembinaan anak sekolah SD/MI melalui program PMT-AS pasca gempa, kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, dan kegiatan pemberdayaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya. Dari semua kegiatan yang dilaksanakan tersebut, umumnya sudah dapat dilaksanakan dengan baik dengan peningkatan realisasi input dan output dari tahun ke tahun. Besarnya perhatian Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat ini mengindikasikan bahwa membangun Sumatera Barat memang idealnya dimulai dari desa atau nagari. Bahkan potensi keberhasilan melaksanakan pemberdayaan masyarakat ini sangat besar karena juga
164
didukung oleh sistem sosial budaya masyarakat Sumatera Barat yang hidup berbasiskan pada suku memiliki sumber ekonomi bersama seperti pemanfaatan tanah ulayat. Persoalannya sekarang bergantung pada pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah dalam hal pemanfaatan sumber ekonomi dengan basis sosial dan budaya tersebut. Peluang di Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Nagari Dengan kekayaan adat dan budaya Sumatera Barat menjadi potensi yang dapat dikembangkan dalam upaya memberdayakan masyarakat di desa dan nagari. Realita ini dapat dilihat dari peluang yang ada sebagai berikut: a.
Sistem kekerabatan berdasarkan sistem sosio budaya di ranah Minang menjadi potensi yang dapat mendukung pemberdayaan masyarakat di desa dan nagari;
b.
Ketersediaan sumber-sumber ekonomi yang mendukung di desa dan nagari berbasiskan sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai aset bagi masyarakat untuk membentuk kelompok usaha bersama.
c.
Adanya dukungan kebijakan pemerintah pusat tentang tata kelola desa yang mandiri sehingga memudahkan pelaksanaan pengembangan nagari/desa di Sumatera Barat.
Tantangan di Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Nagari: a.
Terbitnya UU No.6 tahun 2014 tentang desa yang mewajibkan pemerintah memberikan bantuan keuangan untuk membangun desa berdampak pada keinginan masyarakat untuk memekarkan jorongjorong di nagari menjadi nagari baru. Jelas ini berdampak kepada keutuhan nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat;
b.
Belum adanya sinergi program dan kegiatan yang berasal dari inisiatif masyarakat di desa dan nagari dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dan berasal dari pemerintah daerah. Akibatnya capaian dalam bidang pemberdayaan masyarakat di desa dan nagari tidak terwujud.
c.
Belum meratanya ketersediaan sarana transportasi, komunikasi dan telekomunikasi yang dapat membuka keterisoliran nagari/desa di Sumatarea Barat
5.
PERTANAHAN
Kinerja pemerintah di bidang pertanahan dapat dikatakan masih belum maksimal. Banyak permasalahan di bidang pertanahan yang dihadapi masyarakat menjadi indikator dalam menilai keberhasilan ini. Masalah yang sering menjadi sorotan adalah pada aspek kepemilikan tanah yang melibatkan masyarakat, swasta dan pemerintah daerah. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai sosial dan budaya yang
165
menempatkan tanah sebagai sumber daya yang dimiliki bersama oleh suku atau kaum. Tidak jarang masalah pertanahan ini seringkali menjadi sumber konflik di antara suku dan kaum di Sumatera Barat maupun konflik masyarakat dengan pihak swasta dan lembaga pemerintahan. Dari hasil identifikasi dari yayasan Qbar sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Sumatera Barat mencatat hingga tahun 2013 terdapat 105.702 hektar luas tanah yang mengalami konflik yang meliputi 44 nagari, 9 kabupaten/kota, 11 kaum, 4 suku dan 25 perusahaan. Walaupun begitu, sebenarnya potensi pemanfaatan tanah yang belum tergarap atau tanah kosong di Sumatera Barat berjumlah hanya 16,93 Km2. Pemanfaatan tanah akan bermasalah ketika ada kelompok dalam suku atau kaum yang merasa tidak mendapatkan bagian dari pemanfaatan itu sehingga penggunaannya untuk investasi maupun pengelolaan oleh suku atau kaum jadi bermasalah. Inilah tantangan yang dihadapi pemerintah daerah ke depan dalam memanfaatkan tanah ini bagi pembangunan di Sumatera Barat. Sampai tahun 2012, Badan Pertanahan Nasional sudah membuat sertifikat Hak Atas Tanah sebanyak 10.084 buah. Padahal jika potensi tanah ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat, peluang pemerintah daerah dan pihak swasta akan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan tanah ini. Seperti yang diketahui, tanah juga dapat menjadi aset yang berharga bagi pengembangan investasi di daerah. Tentunya, perlu ada kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka mendukung pemerintah daerah memanfaatkan potensi untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Sementara pada Maret 2014, pemerintah pusat telah menerbitkan kebijakan sertifikat tanah hak milik untuk kawasan transmigrasi sebanyak 670 persil di Sumatera Barat. Tentunya, kepemilikan lahan untuk masyarakat ini masih jauh dari harapan masyarakat karena masih banyak masyarakat, terutama petani yang belum memiliki lahan. Melihat kecenderungan ini, ada dua masalah krusial yang menjadi tantangan dalam pengelolaan aspek pertanahan ini, yaitu (1) peningkatan kemampuan aparatur daerah dalam menyelesaikan masalah konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, masyarakat dan swasta, dan (2) peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan pengelolaan hak atas tanah ulayat kaum dan suku nagari yang bisa berdampak pada hambatan dalam pelaksanaan pembangunan. Dari sisi lain, tanah bagi masyarakat suku Minang, etnis yang mayoritas di Sumatera Barat selain menjadi sumber ekonomi, juga menjadi status sosial dan budaya bagi suku atau kaum. Karena adanya status ekonomi dan sosial dan budaya, tidak jarang masalah pertanahan ini menjadi masalah yang krusial untuk dicermati. Selain masalah konflik antar warga berkaitan dengan tanah, tidak jarang konflik tanah terkait dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah juga muncul. Konflik biasanya terkait dengan ganti rugi tanah untuk
166
pembangunan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Dari luas tanah yang tersedia di Sumatera Barat lebih didominasi oleh hutan lebat dan hutan belukar yang cakupannya mencapai 60,49 persen. Sementara, luas tanah yang dimanfaatkan untuk persawahan hanya mencakup 6,63 persen atau 2.802,33 hektare dan perkebunan 17,80 persen atau 7.527,85 hektare. Saat ini penduduk yang memiliki tanah sesuai dengan haknya mencapai 1.967.876 bidang dengan luas 2.381.828,85 hektare (BPS, 2013). Kepemilikan lahan ini bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat idealnya dapat menyediakan lahan untuk masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Apalagi dengan terbatasnya luas tanah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah daerah juga harus mencarikan solusi terkait dengan pemanfaatan lahan hutan yang juga menjadi tanah ulayat suku atau kaum di nagari. Sebab, umumnya tanah ulayat nagari banyak yang berada di kawasan hutan lindung. Yang menjadi masalah terkait dengan pertanahan di Sumatera barat ini adalah pemanfaatan tanah ulayat yang berada di kawasan hutan lindung yang berhadapan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, maka pemerintah daerah juga harus memikirkan tentang pentingnya kebijakan yang bisa dirembukkan dengan pemerintah pusat terkait dengan aturan yang melarang hingga kepada pembayaran kompensasi bagi masyarakat di nagari karena tidak dapat memanfaatkan tanah ulayat mereka untuk membangun nagari. Berdasarkan hal di atas beberapa peluang di Bidang Pertanahan; a.
Adapun yang menjadi peluang dalam penyelenggaraan urusan pertanahan ini adalah:
b.
Adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat untuk pemanfaatan tanah, khususnya tanah ulayat yang menjadi identitas suku dan kaum di Sumatera Barat;
c.
Adanya keinginan baik penghulu suku dan kaum untuk membantu pemerintah daerah menyediakan lahan yang berasal dari ulayat suku dan kaum untuk pembangunan melalui kebijakan konsolidasi dan ganti rugi;
d.
Masih tersedianya lahan pertanahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan penyediaan pemukiman;
e.
Adanya keinginan masyarakat adat sebagai pemilih tanah ulayat yang bersedia bekerjasama membantu pemerintah menyediakan lahan untuk pembangunan dan penyediaan pemukiman;
f.
Adanya kemauan pihak swasta untuk membantu pemerintah memanfaatkan tanah yang ada untuk pelaksanaan pembangunan penyediaan pemukiman masyarakat.
167
Beberapa tantangan dalam penyelenggaraan urusan pertanahan ini adalah: a.
Masih belum tuntasnya penyelesaiaan konflik tanah yang melibatkan masyarakat dan pihak swasta, terutama untuk perluasan lahan perkebunan sawit;
b.
Belum semua masyarakat, terutama suku dan kaum yang memiliki status kepemilikan tanah yang jelas sehingga menimbulkan sengketa kepemilikan;
c.
Masih rendahnya kemampuan pemerintah daerah melakukan mediasi terhadap konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan swasta atau masyarakat dengan pemerintah;
d.
Masih belum optimalnya pemanfaatan tanah ulayat oleh masyarakat adat untuk kesejahteraan suku dan kaum, terutama yang bermukim di nagari.
2.2.
ISU-ISU STRATEGIS
2.2.1. SOSIAL BUDAYA 1.
PENDIDIKAN
Setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan tahun tahun 2009-2013, serta memeperhatikan adanya peluang dan tantangan akhirnya dapat dirumuskan beberapa isu strategis yang perlu diperhatikan untuk pembangunan sumber daya manusia pada penyusunan RPJMD 2015-2020 yang akan datang. Beberapa isu strategis dimaksud dapat dirumuskan berikut ini. a.
Rendahnya rata-rata Lama sekolah yang saat ini masih setara SLTP (kelas III SLTP).
Hal ini disebabkan oleh masih adanya daerah-daerah terpencil, terbelakang yang belum terjangkau oleh akses pendidikan (kab/kota) hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi, di samping kendala fakor ekonomi keluarga yang kurang mencukupi untuk itu. Rendahnya angka lama sekolah juga disebabkan para lululusan perguruan tinggi banyak yang mencari pekerjaan di luar Propinsi Sumatera Barat, akibatnya lama sekolah didaerah lain (seperti Riau, dsb.) menjadi lebih tinggi karena penduduknya bertambah dan mereka yang datang itu kualifikasi pendidikanya sarjana keatas. b.
Pelayanan pendidikan anak usia dini.
Pendidikan karakter menjadi isu secara nasional, bahkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan perlunya revolusi mental untuk bangsa kita. Ini mengisyaratkan bahwa karakter bangsa kita perlu dikembangkan kearah yang lebih baik/positif sesuai dengan norma-norma
168
dan nilai-nilai bangsa yang bermartabat. Kita menyadari bahwa pendidikan karakter mesti dimulai sejak usia dini, kerjasama antara fihak keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ki Hadjardewantoro, menyebutnya “Tri Pusat Pendidikan”) perlu dijalin dengan baik. Sejalan dengan pemikiran itu maka pendidikan usia dini sangat diperlukan, apalagi usia tersebut berada pada masa ”golden age” yang butuh perhatian serius bagi semua pihak terkait. Keberhasilan pendidikan usia dini akan berpengaruh pada perkembangan anak pada periode usia berikutnya. Perkembangan kepribadian pada masa ini akan menjadi dasar untuk perkembangan usia berikutnya. Dengan demikian pendidikan usia dini sangat penting dan perlu dilaksanakan dengan baik. c.
Akses pendidikan dasardan menengah
Pasca bencana alam gempa bumi 2009 masih berdampak pada kondisi bagungan sekolah yang mengalami kerusakan, akibatnya masih ada ruang kelas yang belum layak pakai. Di samping itu jumlah dana untuk perbaikan fasilitas anggarannya bertahap, sementara perawatan untuk gedung sekolah perlu dilakukan. Kebutuhan akan fasilitas pendidikan yang layak tidak mugkin ditunda-tunda secara bertahap perlu diupayakan, agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Dukungan fasilitas pendidikan yang memadai akan berdampak pada meningkatnya mutu pendidikan dan menarik calon peserta didik dari daerah lain untuk melanjutkan pendidikan di Sumatera Barat. Di samping itu boarding school menjadi salah satu kebutuhan yang cukup penting agar pendidikan dapat dikelola dengan baik, sehingga terwujudlah Sumatera Barat menjadi pusat pendidikan yang bernuansa Islami. d.
Pendidikan non formal dan informal.
Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa angka putus sekolah masih belum bisa dihindarkan tahun 2013 tingkat SD ada 0,21%; SLTP sebanyak 0,37%, dan tingkat SLTA berjumlah 0,89%. Persoalan ini perlu dicari alternatif pemecahannya. Di samping itu masih ada masyarakat usia 15- 24 tahun mengalami buta aksara. Pendidikan formal tidak mungkin mampu mengatasi persoalan anak putus sekolah maupun masyarakat yang buta aksara. Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan pendidikan informal dan non formal untuk menangani masalah pendidikan bagi anak-anak putus sekolah, dan menangani masyarakat yang buta aksara menjadi melek huruf. e.
Pendidikan luar biasa
Pengertian pendidikan luar biasa atau sering juga disebut pendidikan anak berkebutuhan khusus, mempunyai dua makna. Makna pertama anak luar biasa adalah anak yang mengalami “ketunaan” seperti tuna netra, tuna daksa, tuna grahita, dll. yang mana anak-anak seperti itu tidak bisa mengikuti secara penuh pembelajaran yang
169
diterapkan untuk anak-anak normal. Mereka memerlukan metode dan teknik pembelajaran yang khusus. Kedua anak luar plus yaitu anak-anak yang memiliki kemampuan khusus/lebih tinggi disbanding dengan ana-anak normal biasa, seperti anak yang sangat cerdas, geneus, indigo, dll. Potensi yang hebat tersebut tidak bisa berkembang secara optimal bilamana mereka diberi fasilitas pembelajaran yang kapasitasnya hanya untuk anak-anak normal dan cerdas saja. Akibatnya di Sumatera Barat khusunya dan Indonesia pada umumnya sulit menemukan orang-orang yang luar biasa hebatnya, pada hal ada 0,5% anak yang memiliki potensi yang begitu hebat. Dalam media masa pernah kita mendengar dan/atau melihat anak yang remaja yang menguasai banyak bahasa asing dan menguncapkannya secara lancar, hafiz Al‟Quran pada hal usianya masih sangat muda/kecil, hebat dalam matematika, dsb. Namun anak-anak seperti itu belum/tidak mendapatkan pembinaan/pendidikan secara khusus, akibatnya kita tidak dapat memberdayakan anak-anak/orang-orang yang hebat tersebut untuk kemajuan bangsa. Berkaitan dengan perosalan tersebut kita perlu memikirkan dan mengembangkan pendidikan untuk anak-anak luar biasa tersebut. f.
Pendidikan berkarakter.
Dibagian terdahulu telah disinggung tentang pentingnya pendidikan karakter, namun secara khusus perlu dikaji lebih dalam lagi persoalan ini. Secara nasional masalah pendidikan karakter telah menjadi perhatian yang serius hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya pendidikan karakter dalam kurikulum 2013. Persoalannya adalah belum semua pihak yang terkait memahami dengan baik bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran. Bagaimana mengukur dan mengevaluasi bahwa pendidikan karakter yang dilakukan itu telah berhasil; bagaimana perubahan karakter yang sudah baik itu dapat dipertahankan dan diamalkan dalam kehidupanya sehari-hari. Di bagian awal telah dikemukakan bahwa pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja, tetapi peran pihak keluarga, dan masyarakat tidak bisa diabaikan, karena seorang anak selalu berada/hidup dalam tiga lingkungan tersebut. Pendidikan karakter juga perlu dilakukan dalam seting pendidikan informal, non formal, dan formal. Format pendidikan karakter untuk pemuda dan anggota masyarakat yang tidak terjangkau dalam pendidikan formal dan non formal juga belum ada model yang jelas. g.
Pengembangan perpustakaan.
budaya
baca
dan
pembinaan
Upaya mencerdaskan masyarakat tidak akan terlepas dari membiasakannya untuk gemar membaca, dan membaca menjadikan kebutuhan dalam hidupnya. Banyak hal yang diperoleh melalui membaca,
170
dari hasil bacaannya itu orang akan berinovasi, mengembangkan kreativitasnya, dan banyak bisa dilakukan untuk kemajuan hidupnya. Minat alami masyarakat gemar membaca seharusnya mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah daerah tingkat propinsi, kabupaten, dan kota, dengan menyediakan fasilitas yang mudah di akses oleh masyarakat. Perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah daerah perlu bersinergi dengan perpustakaan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan. Perpustakaan daerah mestinya menjadi sumber pusat kajian berbagai bidang ilmu, kajian budaya, oleh karena itu perlu menyediakan informasi yang cukup lengkap khususnya tentang budaya daerahdan dikelola secara modern dengan teknologi yang canggih. 2.
KESEHATAN
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2010–2014 telah membuahkan hasil yang diharapkan, tetapi untuk pembangunan kedepan masih terdapat persoalan dan tantangan dari berbagai aspek yang dihadapi.Permasalahan pembangunan merupakan suatu kondisi yang masih perlu ditingkatkan atau dikembangkan karena hasilnya belum optimal. Pada bagian atau tahap perumusan isu-isu strategis, permasalahan-permasalahan pembangunan prioritas saja yang menjadi agenda utama rencana pembangunan daerah dalam 5 (lima) tahun kedepan. Permasalahan utama dalam bidang kesehatan adalah: 1.
Intensitas beberapa penyakit menular dan tidak menular serta Gizi lebih yang semakin meningkat dan terjadi Penyebaran beberapa penyakit menular (multiple burden of desease) diluar sasaran MDGs 2015, ada ancaman meningkatnya atau munculnya penyakit lain (new emerging dan re-emerging) serta kejadian luar biasa yang diakibatkan adanya perubahan perilaku manusia dan lingkungan,
2.
Sistem Kesehatan belum responsif terhadap kebutuhan masyarakat, berdasarkan jumlah sarana pelayanan kesehatan belum sesuai dengan kebutuhan penduduk di kabupaten/kota. Disamping itu kualitas SDM yang juga dirasakan masih belum optimal
3.
Sistem pelayanan kesehatan belum efektif dan efisien, masih berorientasi kepada kuratif daripada promotif dan preventif, hal ini terlihat dari proporsi anggaran lebih tinggi untuk kuratif,
4.
Belum optimalnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Masyarakat,
5.
Belum terpenuhinya Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan standard dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang prima;
171
6.
Belum optimalnya aspek Regulasi dan Sistem Informasi Kesehatan dalam mendukung manajemen kesehatan;
7.
Pembiayaan Kesehatan seluruh Kabupaten/Kota yang masih dibawah amanat Undang-Undang Kesehatan belum mencapai 10 %.
3.
KEMISKINAN
Isu-isu strategis yang terkait dengan kemiskinan di Sumatera Barat adalah a. Belum sinerginya pemerintah provinsi, kota dan kabupaten dalam pengentasan kemiskinan sehingga program yang dilaksanakan oleh kota dan kabupaten sering tidak saling memperkuat dengan program provinsi. Terutama untuk program lintas kota dan kabupaten. Karena itu perlu memperkuat kebijakan dan sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pengentasan kemiskinan dan pengembangan insfrastruktur ekonomi dan pelayanan publik, terutama untuk mengentaskan kabupaten tertinggal yang masih ada di Sumatera Barat. b. Isu kemiskinan tidak terlepas dari masalah ketenagakerjaan. Penduduk miskin pada umumnya merupakan mereka yang tersingkir dari persaingan dunia kerja, karena tidak memiliki kemampuan dan skill yang mampu untuk berkompetisi. Karena itu pembukaan lapangan pekerjaan dan pelatihakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh penduduk miskin perlu ditingkatkan untuk mendorong TPAK serta mempersiapkan SDM yang berkualitas untuk berkompetisi dalam dunia kerja. c. Selanjutnya isu yang terkait dengan kemiskinan adalah Penyediaan perumahan dan bantuan bahan makan untuk masyarakat miskin. Hal ini sangat penting diperhatikan terutama bagi penduduk yang benarbenar miskin yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi dan bekerja. Karena jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan munculnya masalah sosial seperti gepeng dan pengemis. d. Masih banyak penduduk miskin yang belum terdata dengan baik, sehingga program pengentasan kemiskinan tidak mencapai sasaran. e. Perlu didorong peranan UMKM dalam pengentasan kemiskinan, karena UMKM pada umumnya UMKM berada dan berinteraksi dengan penduduk miskin. Sehingga peningkatan kegiatan dan usaha UMKM secara otomatis akan berdampak positif terhadap masyarakat miskin disekitarnya. 4.
AGAMA
Isu-isu trategis adalah : a. Mewujudkan kehidupan agama dan budaya berdasarkan filosofi ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”
172
b. Dijadikan sebagai persyaratan utama untuk dapat mewujudkan masyarakat yang agamais dan berbudaya. Landasan filosofis ini sudah dimiliki sejak lama, sehingga kedepan perlu terus dipelihara dan diterapkan dalam tata kehidupan masyarakat. c. Penampakan nilai-nilai agama dan budaya bagi masyarakat melalui simbul-simbul agama dan budaya berdasar filosofis abs sbk. Untuk merealisasikan isu tersebut maka isu-isu strategis adalah sebagai berikut : a. Peningkatan kualitas Pemahaman dan Pengamalan Ajaran Agama Dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 telah dirumuskan 4 (empat) program dan tetap dilanjutkan tahun 2011-2014 untuk prioritas pembangunan peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama. Ke empat program tersebut diimplementasikan di dalam program-program RKPD tahun 2011-2014, yaitu ; 1. Program peningkatan pelayanan kehidupan beragama. 2. Program peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan. 3. Program peningkatan pendidikan agama dan keagamaan. 4. Program peningkatan kerukunan umat beragama. Maka tahun 2014 -2019 upaya ini harus dilanjutkan.Khusus pada poin 2 seharusnya diutamakan kepada anggota DPRD tingkat I dan II dalam bentuk workshop dan FGD. Dalam melaksanakan empat program di atas maka upaya dimplementasi dalam kegiatan sebagai berikut : (1) Memberikan ruang gerak yang luas terhadap hasrat umat beragama untuk mengamalkan ajaran agama dengan mempertimbangkan lingkungan sosial budaya masyarakat, (2) Meningkatnya dukungan bagi peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan agama, (3) Meningkatnya pengembangan upaya-upaya persuasif dan dialogis dalam menjembatani perbedaan baik dalam satu agama maupun antar agama, (4) Meningkatnya toleransi antar paham keagamaan yang dapat menciptakan kebersatuan dan kebersamaan umat yang harmonis, dan dapat mengembalikannya kepada pemahaman agama yang standar dan universal yaitu Al Qur‟an dan Hadist; (5) Mulai terarahnya pembangunan keagamaan secara berimbang antara orientasi pembangunan fisik dengan orientasi pencerdasan dan perbaikan kualitas dan kapasitas manusia melalui penguatan fungsi pusat ibadah yang komprehensif; dan (6) Meningkatnya pengkajian dan mengembangkan produk hukum daerah untuk peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama. (7) Penampakan nilai-nilai agama dan budaya melalui simbul-simbul kedua hal tersebut dalam bentuk papanisasi arab melayu di setiap lambang kantor instansi pemeintah dan non pemerintah.
173
b. Peningkatan Apresiasi Seni dan Budaya Daerah Dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 dan dilanjutkan tahun 2011 – 2015 telah dirumuskan 8 (delapan) dan tetap rumusan ini menjadi kebijakan tahun 2015-2019 untuk prioritas pembangunan peningkatan apresiasi seni dan budaya daerah, yaitu ;1. Pengembangan Kerjasama Pengelolaan Kekayaan Budaya, 2 Pengembangan Nilai Budaya, 3 Pengelolaan Keragaman Budaya, 4 Pengelolaan Keragaman Budaya Lokal, 5 Pengembangan Produk Wisata Budaya, 6 Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat Adat, 7. Pengelolaan Kekayaan Budaya dan 8 Pengelolaan Keragaman Budaya. Isu-isu strategis dalam hal pencapaiannya Sejak awal pelaksanaan RPJMD, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan Peningkatan Apresiasi Seni dan Budaya Daerah. Upayaupaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dengan capaian sebagai berikut : (1) Mengembangkan kehidupan budaya menuju suatu peradaban yang bermartabat dan dilandasi moralitas yang tinggi; (2) Memupuk rasa percaya diri serta mengembangkan identitas budaya di tengah keragaman masyarakat daerah, nasional dan global; (3) Memupuk rasa solidaritas sosial serta mengembangkan toleransi terhadap perbedaan budaya sehingga dapat menumbuhkan kebersamaan dan kerukunan; (4) Mengembangkan pendidikan budaya mulai sejak usia dini dengan mendorong tumbuhnya partisipasi yang luas dalam masyarakat; (5) Mengembangkan kreatifitas budaya, baik yang bersifat kelompok maupun individu; (6) Mengembangkan iklim dan suasana kehidupan seni dan budaya yang kondusif, baik secara individual maupun komunal dan institusional; dan (7) Mengembangkan kelembagaan masyarakat adat dan meningkatkan peran ulama, ninik mamak dan cendikiawan dalam penerapan nilai-nilai adat, seni dan budaya. c. Pencegahan dan Pemberantasan Perbuatan maksiat Dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 yang juga rumusan 2011 – 2014 dan dilanjutkan tahun 2015-2019 telah dirumuskan 4 (empat) program untuk prioritas pembangunan pencegahan dan pemberantasan maksiat sebagaimana sebagai berikut; 1 Peningkatan Koordiasi Penanganan Perbuatan Maksiat, 2 Penyediaan Sistem Pendukung Pemberantasan Perbuatan Maksiat, 3 Penataan Peraturan dan Kebijakan Pemberantasan Perbuatan Maksiat, 4 Peningkatan Penghayatan dan Kesadaran Masyarakat Terhadap Perbuatan Maksiat. Sejak awal pelaksanaan RPJMD, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran kinerja pencegahan dan pemberantasan perbuatan maksiat. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dengan capaian sebagai berikut : (1) Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap akibat perbuatan maksiat sehingga pada akhirnya
174
dapat menolak sendiri dan menghindari perbuatan maksiat secara mandiri; (2) Membangun “immunitas budaya” masyarakat, yang merupakan suatu mekanisme internal masyarakat dalam menyaring dan menyeleksi serbuan budaya asing ke tengah masyarakat Sumatera Barat; (3) Memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat terhadap jati diri sebagai masyarakat Minangkabau yang berbudaya, bersih dari pengaruh negatif globalisasi dan perubahan zaman; dan (4) Meningkatkan koordinasi antara berbagai lembaga yang terkait dengan pemberantasan perbuatan maksiat, sehingga tercipta keterpaduan program yang lebih terarah, berdaya guna dan berhasil guna. 5.
KEBUDAYAAN
a. Peningkatan Apresiasi Seni dan Budaya Daerah Dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 dan dilanjutkan tahun 2011 – 2015 telah dirumuskan 8 (delapan) dan tetap rumusan ini menjadi kebijakan tahun 2015-2019 untuk prioritas pembangunan peningkatan apresiasi seni dan budaya daerah, yaitu ;1. Pengembangan Kerjasama Pengelolaan Kekayaan Budaya, 2 Pengembangan Nilai Budaya, 3 Pengelolaan Keragaman Budaya, 4 Pengelolaan Keragaman Budaya Lokal, 5 Pengembangan Produk Wisata Budaya, 6 Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat Adat, 7. Pengelolaan Kekayaan Budaya dan 8 Pengelolaan Keragaman Budaya. Isu-isu strategis dalam hal pencapaiannya Sejak awal pelaksanaan RPJMD, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan Peningkatan Apresiasi Seni dan Budaya Daerah. Upayaupaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dengan capaian sebagai berikut : (1) Mengembangkan kehidupan budaya menuju suatu peradaban yang bermartabat dan dilandasi moralitas yang tinggi; (2) Memupuk rasa percaya diri serta mengembangkan identitas budaya di tengah keragaman masyarakat daerah, nasional dan global; (3) Memupuk rasa solidaritas sosial serta mengembangkan toleransi terhadap perbedaan budaya sehingga dapat menumbuhkan kebersamaan dan kerukunan; (4) Mengembangkan pendidikan budaya mulai sejak usia dini dengan mendorong tumbuhnya partisipasi yang luas dalam masyarakat; (5) Mengembangkan kreatifitas budaya, baik yang bersifat kelompok maupun individu; (6) Mengembangkan iklim dan suasana kehidupan seni dan budaya yang kondusif, baik secara individual maupun komunal dan institusional; dan (7) Mengembangkan kelembagaan masyarakat adat dan meningkatkan peran ulama, ninik mamak dan cendikiawan dalam penerapan nilai-nilai adat, seni dan budaya. Selain aspek di atas isu-isu menghadapi RPJMD 2015-2019 adalah mengoptimalnya peran serta tokoh masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan Sumbar sebagai pusat ABS SBK terutama dalam bidang seni budayanya, menyiapkan sarana dan prasarana pendukung untuk tranformasi nilai-nilai budaya dalam
175
kehidupan keseharian dan menampakan nilai-nilai budaya dalam masyarakat melalui papanisasi yang bernuansa nilai-nilai agama dan budaya Minangkabau. b. Pencegahan dan Pemberantasan Perbuatan maksiat Dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 yang juga rumusan 2011 – 2014 dan dilanjutkan tahun 2015-2019 telah dirumuskan 4 (empat) program untuk prioritas pembangunan pencegahan dan pemberantasan maksiat sebagaimana sebagai berikut; 1 Peningkatan Koordiasi Penanganan Perbuatan Maksiat, 2 Penyediaan Sistem Pendukung Pemberantasan Perbuatan Maksiat, 3 Penataan Peraturan dan Kebijakan Pemberantasan Perbuatan Maksiat, 4 Peningkatan Penghayatan dan Kesadaran Masyarakat Terhadap Perbuatan Maksiat dan 6 pada RPJMD 2014-2019 adalah melibatkan berbagai komponen dalam pendidikan masyarakat secara formal, informal dan non formal. Sejak awal pelaksanaan RPJMD, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran kinerja pencegahan dan pemberantasan perbuatan maksiat. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dengan capaian sebagai berikut : (1) Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap akibat perbuatan maksiat sehingga pada akhirnya dapat menolak sendiri dan menghindari perbuatan maksiat secara mandiri; (2) Membangun “immunitas budaya” masyarakat, yang merupakan suatu mekanisme internal masyarakat dalam menyaring dan menyeleksi serbuan budaya asing ke tengah masyarakat Sumatera Barat; (3) Memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat terhadap jati diri sebagai masyarakat Minangkabau yang berbudaya, bersih dari pengaruh negatif globalisasi dan perubahan zaman; dan (4) Meningkatkan koordinasi antara berbagai lembaga yang terkait dengan pemberantasan perbuatan maksiat, sehingga tercipta keterpaduan program yang lebih terarah, berdaya guna dan berhasil guna dan 5 membekali tokoh agama, adat, bundo kandung dan pemuda dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap pekat tersebut.
176
6.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
Perencanaan dan penganggaran di Propinsi Sumatera Barat masih belum responsive gender dan belum berbasis pada pemenuhan hak anak. Hal ini terlihat dari minimnya keterlibatan perempuan dan anak dalam proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat nagari sampai dengan tingkat provinsi, sehingga kebutuhan-kebutuhan spesifik perempuan dan anak belum semuanya terakomodir dalam programprogram pembangunan. Disamping itu pemenuhan hak dan perlindungan perempuan dan anak masih rendah.Penanganan korban kekerasan yang dilakukan ditingkat masyarakat dan di pelayanan lainnya masih tidak terekam dengan baik, sehingga diyakini masih lebih banyak lagi anak dan perempuan korban kekerasan yang tidak terdeteksi. 7.
KEPENDUDUKAN, KB DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) Issu-issu strategis dalam KB dan KS yaitu Jumlah Penduduk yang masih diatas proyeksi. Dimana penduduk Sumbar bertambah 1,34 % pertahun dengan laju pertumbuhan penduduk yang sama, dalam 30 tahun kedepan penduduk Sumbar akan bertambah DUA KALI LIPAT. Selanjutnya TFR yang masih tinggi. Dimana TFR Sumatera Barat berdasarkan SDKI tahun 2010 sudah mengalami penurunan yaitu menjadi 2,8 namun masih jauh dari target 2,1. Kecenderungan menurunnya usia kawin pertama wanita dan meningkatnya AngkaKelahiran Menurut Umur (Age Specific Fertility Rate/ASFR) 15-19 tahun. Dibdang pembangunan keluarga masih rendahnya partisipasi orang tua dalam program pengasuhan anak balita, remaja dan lansia. 2.2.2. Ekonomi Isu-isu yang terkait dengan Ekonomi Makro daerah Sumatera Barat adalah: a.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dilihat dari sisi pengeluaran masih didominasi oleh pertumbuhan pengeluaran masyarakat. Kemudian dilihat dari sisi penawaran pertumbuhan ekonomi didominasi oleh dua sektor yaitu sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komuikasi. Dengan demikian kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tidak bisa dilepas dari faktor-faktor tersebut.
b. Harga BBM dan harga komoditi pangan strategis menjadi isu strategis bagi pemerintah Sumatera Barat dalam upaya menstabilkan harga untuk mencegah tingginya inflasi. Karena diyakini kedua faktor tersebut akan menjadi sangat dominan dalam mendorong dan
177
berkurangnya inflasi yang terjadi di Sumatera Barat, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap rendahnya daya beli masyarakat. c. Masih rendahnya Pendapatan perkapita penduduk Sumatera Barat dibanding dengan pendapatan nasional serta tidak terpenuhinya target yang telah ditetapkan dalam RPJM selama tahun 2010-2013, manjadi isu strategisbagi pemerintah dalam upaya untuk mendorong perekonomian yang lebih baik. Terutama dalam mendorong usahausaha skala kecil dan menengah (UMKM) yang mendominasi perekonomian Sumatera Barat. d. Trend ketimpangan pendapatan yang terus meningkat setiap tahun menjadi isu strategis bagi pemerintah daerah Sumatera Barat, perlu kebijakan dan program yang jelas untuk mengatasi masalah tersebut. 1.
PENANAMAN MODAL
Banyak potensi investasi yang belum mampu dimanfaatkan secara optimal di Sumatera Barat. Bukan hanya potensi sumberdaya alamnya, seperti energi panas bumi, pertambangan, dan pariwisata, tetapi juga potensi SDM dan kuliner. Sangat menyedihkan jika kerupuk Sanjai (Singkong) dalam bentuk potongan kecil di ekspor oleh Pengusaha Bandung Jawa Barat. Sehari-hari banyak makanan kecil didatangkan dari Medan. Walaupun produk sejenis sudah dihasilkan di Sumatera Barat sejak dahulu kala. Sampai-sampai Rendang pun di Patenkan oleh Malaysia. Semuanya itu harus diupayakan, bagaimana makanan kuliner asli Minangkabau menjadi makanan khas dan bisa dipasarkan dibanyak Negara di Dunia. Meskipun perekonomian daerah menampakkan berbagai kemajuan, namun masih diperlukan berbagai upaya untuk mendorong kegiatan ekonomi lima tahun mendatang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja perekonomian daerah, strategi dalam urusan penanaman modal ditempuh melalui peningkatan investasi serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan investasi dan dunia usaha. Disamping itu, bagaimana mendorong peningkatan masuknya arus investasi yang mengarah kepada upaya kegiatan di bidang pengembangan industri pengolahan yang berbasiskan sumberdaya alam. Beberapa isu-isu strategis penanaman modal Provinsi Sumatera Barat, antara lain masalah perijinan karena masih ditemui kesulitan untuk menggalang upaya koordinasi yang sinergis dengan para stakeholder investasi, mengingat banyaknya kepentingan dan belum dilandasi semangat kebersamaan untuk pengembangan investasi sehingga Kepastian hukum dan usaha belum optimalyang berdampak terhadap minat investor untuk menanamkan investasi di Provinsi Sumatera Barat.
178
Kordinasi antar instansi penanaman modal provinsi dan kota/kabupaten di Sumatera Barat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Masih banyak Kota/kabupaten yang belum mempunyai RUPM. Bahkan, kalau sudah membuatnya, RUPM tersebut juga tidak sejalan dengan RUPM Provinsi. Di samping itu, belum optimalnya promosi terhadap potensi dan peluang investasi daerah, baik dalam penyediaan media promosi, kerjasama promosi, maupun strategi pemasaran investasi, serta belum terpadunya sistem informasi penanaman modal Provinsi Sumatera Barat dengan Kota/Kabupaten di Sumatera Barat. Tidak kalah pentingnya masalah birokrasi perijinan, di mana belum semua perizinan ditangani oleh KPPT, karena sebagian perijinan masih ditangani oleh dinas/instansi terkait. Provinsi Sumatera Barat sampai saat ini masih menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana investasi masih menjadi kendala yang cukup serius sebagai upaya menarik minat investor untuk mau menanamkan modalnya di Provinsi Sumatera Barat. Dmikian juga keterbatasan jumlah dan kemampuan personel yang menangani bidang penanaman modal. 2.
KUKM
Berdasarkan tantangan dan Hambatan yang diuraikan di atas, maka isu-isu dalam pengembangan Koperasi dan UKM adalah: a. Peningkatan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM b. Peningkatan Akses kepada Sumberdaya Produktif c. Pengembangan Produk dan Pemasaran KUKM d. Peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM e. Penguatan peranan Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan. 3.
KETENAGAKERJAAN
Isu –isu strategis yang terkait dengan masalah Ketenagakerjaan di Sumatera Barat yaitu: 1. Partisipasi angkatan kerja yang masih rendah di Sumatera Barat. Kondisi ini menunjukkanmasih rendahnya kualitas SDM yang miliki Sumatera Barat dan sedikitnya lowongan kerja yang ada. Karena itu perlu ditingkatkan program dan kebijakan dari pemerintah untuk menciptakan wirausaha baru sesuai dengan potensi SDM yang dimiliki oleh daerah 2. Sektor maritim (kelautan) merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai motor penggerak ekonomi sekaligus dalam
179
menyerap tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan kondisi Sumatera Barat yang memiliki jumlah nelayan yang banyak tetapi belum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap daerah dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menjadi sektor maritim sebagai sektor andalan dalam menggerakan perekonomian daerah dan nasional. 3. Perlu dokumen profil tenaga kerja yang baik untuk melihat potensi dan kualitas SDM yang dimiliki oleh pemerintah kota dan kabupaten. 4. Pemerintah perlu berkoordinasi dan bersinergi dengan pihak perantau dalam penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kualitas SDM Sumatera Barat. 4.
PERTANIAN
Kegiatan pertanian masih merupakan usaha penting yang menguasai sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat Sumatera Barat, terutama di daerah pedesaan. Pengembangan kegiatan pertanian ini tentunya sangat tergantung pada ketersediaan lahan sebagai faktor produksi utama. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa jumlah lahan yang tersedia di Sumatera Barat ternyata sangat terbatas karena banyaknya lahan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan sebagian daerah berbukit-bukit serta pemilikan lahan rata-rata untuk setiap keluarga yang relatif terbata atau kurang layak untuk dikelola secara bisnis individual. Dengan kondisi tersebut, arah pengembangan pertanian yang diinginkan adalah dalam bentuk kawasan-kawasan sentra pertanian modern dan agribisnis maju yang meliputi juga kegiatan pengolahan hasil (agro-industri) dan pemasaran, baik dalam maupun luar negeri. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025 yang diarahkan kepada mewujudkan perekonomian yang produktif dan mampu bersaing di dunia global, maka strategi pembangunan pertanian adalah meningkatkan usaha pertanian moderen dan agribisnis yang maju. Hal ini terkait dengan Pengembangan industri pengolahan Produk unggulan pertanian yang mendatangkan aliran keuntungan kepada masyarakat petani. Untuk itu prinsip dasar dalam mengembangkan pertanian adalah prinsip keberlanjutan. Keberlanjutan social ekonomi (social economic sustainability), keberlanjutan kelembagaan, keberlanjutan lingkungan dan fiscal. strategi ini harus menemukan cara yang paling tepat untuk mengirimkan aliran benefit kepada masyarakat pedesaan sebagai produsen produk pertanian (unggulan), sehingga mampu memperbaiki kesejahteraan ekonomi pada kelompok masyarakat petani pedesaan. Untuk itu prioritas pembangunan daerah dalam menuju terwujudnya pertanian modern adalah pada peningkatan kualitas sumberdaya teknis yang terlibat dalam pengembangan pertanian dan
180
agribisinis melalui pelaksanaan latihan teknis dan pendidikan lebih lanjut, peningkatan pemanfaatan teknologi pertanian yang lebih tinggi melalui pengembangan balai-balai penelitian pertanian dan Holtikultura. Untuk medorong pertumbuhan kegiatan pertanian, keberlanjutan pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pertanian, Perkebunan dan Peternakan serta pengembangan berbagai Agrocity/Agropolitan secara tersebar di pelosok daerah yang sejalan dengan upaya sistematis dalam membuka permintaan (peluang pasar) terhadap produk yang dihasilkan. Berdasarkan analisis terhadap kondisi pertanian sekarang, identifikasi permasalahan, tugas dan fungsi pelayanan berbagai SKPD terkait Pertanian Propinsi Sumatera Barat, dikemukakan factor kunci keberhasilan pembangunan pertanian seperti pada BAB II. Dari hasil identifikasi tersebut, maka isu umum pembangunan pertanian adalah: Penguatan Pembangunan Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan secara berkelanjutan dengan pendekatan agribisnis yang berbasis kawasan dan komoditi unggulan. Isu umum pembangunan pertanian tersebut adalah Peningkatan kesejahteraan petani dan secara rinci adalah sebagai berikut: a. Peningkatan produksi, populasi dan produktivitas pertanian umumnya b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta penyuluhan c. Peningkatan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, d. Peningkatan akses pemasaran hasil pertanian dan akses permodalan petani e. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (Membangun jaringan irigasi dan jalan produksi, Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan). f.
Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana produksi perikanan dan kemaritiman, Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan.
g. Meningkatkan Peran Swasta dalam Pembangunan Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan. h. Peningkatan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan i.
Optimalisasi pengembangan komoditas unggulan berbasis kawasan
j.
Peningkatan akses akses permodalan petani dan inovasi teknik budidaya, panen dan pasca panen serta pemasaran hasil pertanian
181
5.
PARIWISATA
Evaluasi kinerja yang tidak cukup menggembirakan dari sektor pariwisata memunculkan isu bahwa pariwisata yang akan dibangun dan dikembangkan lima tahun kedepan adalah pariwisata di daerah perairan dan kepulauan, melalui kekayaan dan keindahan pantai dan lautnya. Membangun sektor pariwisata dengan target jumlah wisatawan saja tentu tidak cukup mampu menyelesaikan persoalannya sendiri. Isu penting lainnya adalah menarik investor untuk membangun dan mengembangkan kepariwasataan. Oleh karena itu pembangunan pusat – pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal juga perlu sejalan dilakukan. Ada hubungan kedepan dan kebelakang yang akan mendorong pembangunan wilayah melalui pembangunan pariwisata, antara lain berkembangnya sektor jasa dan perdagangan, serta terbukanya informasi dan pengetahuan masyarakat melalui interaksi dengan orang luar. 6.
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Untuk akselarasi penguatan ekonomi maritim dan perikanan Sumatera Barat khususnya dan Indonesia umumnya, diperlukan pembangunan wilayah yang dinilai strategis untuk pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan laut Sumatera Barat. Wilayah demikian antara lain adalah Kota Painan di Kabupaten Pesisir Selatan, Kecamatan Bungus di Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kecamatan Sasak di Kabupaten Pasaman Barat. Kecamatan Bungus Teluk Kabung sudah sejak awal tahun 1980-an dirancang sebagai pusat pembangunan perikanan Sumatera yang berada di wilayah Pantai Barat Pulau Sumatera. Upaya itu telah dilakukan melalui studi dan implementasi proyek yang secara intensif dilakukan pada pertengahan tahun 1980-an yang dikenal sebagai Proyek Pengembangan Perikanan Sumatera (Sumatra Fisheries Development Project) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian pada masa itu. Dewasa ini pengembangan peran dari pelabuhan perikanan Bungus kembali menjadi perhatian kalangan pengambilan kebijakan di sektor publik. Hal ini juga terkait dengan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan nasional yang dibagi atas beberapa wilayah pengelolaan. Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan, Kementerian Perikanan dan Kelautan mengimplementasikan kebijakan pendekatan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan laut secara nasional. Perairan laut nusantara dibagi atas 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Posisi perairan laut Sumatera Barat berada dalam WPP 572 seperti terlihat pada Gambar 1.
182
Gambar 1. Posisi Sumbar Dalam Zonasi Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia
Source: KKP, 2012
Semua provinsi di Pulau Sumatera yang berhadapan dengan Samudera Hindia termasuk ke dalam WPP 572. Pada tahun 2015 kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan laut berdasar WPP diperkirakan akan intensif diimplementasikan. Oleh karena itu masingmasing provnsi memerlukan konsolidasi potensi-potensi yang ada berdasarakan kelembagaan dan ketersediaan sumber daya manusia. Dalam konteks ini, Sumatera Barat perlu melakukan konsolidiasi dan potitioning agar bisa menempati posisi dan memberikan kontribusi serta memperoleh manfaat yang lebih besar dari kebijakan tersebut secara provinsial, regional, dan nasional. Perwilayahan sentra produksi bukan hanya menjadi isu strategis bagi pengembangan perikanan tangkap di perairan laut tetapi juga untuk perikanan budidaya baik di perairan tawar, payau, maupun perairan laut atau pantai. Hal yang sama juga berlaku untuk pengembangan industri pengolahan yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota. Terkait dengan isu-isu strategis di atas, dalam perspektif pengembangan ekonomi maritim di Sumatera Barat juga terdapat isu-isu strategis lainnya yaitu: a.
Kapasitas SDM kelautan dan perikanan perlu ditingkatkan dalam rangka optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
b.
Peningkatan pengawasan dan pengelolaan sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara terintegrasi dan berkesinambungan.
c.
Tingginya tingkat kemiskinan masyarakat khususnya nelayan perikanan tangkap.
d.
Peningkatan sarana dan prasarana perikanan tangkap dalam rangka peningkatan produksi perikanan tangkap.
di
wilayah
pesisir
183
e.
Preferensi konsumen terhadap produk perikanan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan bernilai tinggi.
f.
Peningkatan produksi perikanan benih dan bibit unggul yang dapat mendukung ketahanan pangan dan gizi.
g.
Kebijakan Industrialisasi Perikanan untuk meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan skala produksi yang berdaya saing tinggi menuju blue ekonomi.
h.
Peningkatan ekspor produk hasil perikanan melalui peningkatan mutu produk hasil perikanan yang mempunyai nilai tambah dan berdaya saing.
2.2.3. INFRASTRUKTUR 1.
SARANA DAN PRASARANA UMUM (PEKERJAAN UMUM)
Khusus untuk pengembangan infrastruktur di Sumatera Barat, isu strategis yang perlu dihadapi secara spesifik adalah sebagai berikut: a.
tingkat pelayanan jaringan jalan yang mulai menurun dalam beberapa tahun ke depan, terutama pada jaringan jalan dengan produksi komoditas sumber daya alam yang tinggi;
b.
pengangkutan barang dengan kapasitas besar masih menggunakan jaringan jalan, sehingga memperpendek umur jalan;
c.
belum optimalnya fungsi terminal berkembangnya terminal barang;
d.
belum optimalnya pelayanan jaringan jalur kereta api, terutama dalam melayani angkutan barang;
e.
outlet ekspor impor komoditas dengan kapasitas besar masih bertumpu di Pelabuhan Teluk Bayur, tidak tersebar merata di seluruh wilayah, sehingga mengakibatkan biaya ekonomi tinggi;
f.
kerentanan Bandara Internasional Minangkabau terhadap bencana alam, terutama tsunami;
g.
penurunan kapasitas listrik pada saat musim kemarau, disebabkan penurunan debit air di PLTA yang ada;
h.
sulitnya pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur
i.
belum terkoordinasinya rencana / proyeksi kebutuhan infrastruktur yang dibutuhkan oleh bidang-bidang pembangunan
j.
data kebutuhan pengembangan infrastruktur perlu dikaji lebih mendalam sehingga pengembangannya lebih terarah
184
penumpang
dan
belum
k.
pengembangan sumber daya manusia terkait dengan pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur yang telah tersedia
l.
pengembangan infrastruktur memerlukan anggaran yang besar, sehingga perlu pengertian dan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat umumnya.
2.
PERUMAHAN
Kinerja sektor perumahan yang diperlihatkan di bab sebelumnya memperlihatkan bahwa isu strategis yang penting dalam hal perumahan adalah belum optimalnya monitoring dan evaluasi dalam sektor perumahan dan permukiman. Belum dapat dijawab apakah perumahan dan permukiman yang ada di provinsi saat ini (berdasarkan kabupaten / kota) sudah layak, apakah perumahan sudah mendapat fasilitas air bersih dan listrik sesuai standar pelayanan yang ditetapkan, berapa banyak perumahan yang tidak sesuai dengan pengalokasian ruangnya, dan lainnya. Isu ini menjadi penting karena baik langsung maupun tidak langsung akan menyumbang pada kualitas hidup dan terkait dengan indeks pembangunan manusia. 3.
PENATAAN RUANG
Isu penting dalam hal penataan ruang selama ini adalah belum maksimalnya upaya untuk mewujudkan kota–kota sebagai pusat kegiatan baik nasional, wilayah/wilayah propinsi maupun lokal. Kota-kota yang direncanakan sebagai pusat kegiatan tersebut tidak /belum dapat menjalankan fungsinya sebagai pusat kegiatan secara optimal sesuai dengan hirarkinya. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena belum terealisasinya perencanaan bersama antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota atau kabupaten dimana kota – kota tersebut berada. Dengan demikian, hal utama dalam menangani isu ini adalah perlunya upaya konkrit untuk mengintegrasikan rencana pembangunan provinsi ke dalam rencana pembangunan kabupaten/kota dimana kota – kota yang akan dikembangkan sebagai pusat kegiatan dapat terkawal dengan baik. 4.
PERHUBUNGAN/TRANSPORTASI Berdasarkan hasil analisis dari sektor trasnportasi , maka dapat dimbil beberapa isu yang dijadikan dasar di dalam menetukan arah kebijakan dan program pembagunan sumatera barat. Isu-isu tersebut antara lain : a.
Terbatasnya Konektfitas wilayah
Pembangunan Prasaran dan Sarana transportasi merupakan prasayarat untuk terwujudnya kenektivitas antar wilayah yang menjadi kunci dari keberhasilan sebuah pembangunan ekonomi Di Sumatera Barat, konektiftasi intra/antar wilayah masih sangat terbatas terutama
185
konektifitas wilayah pada daerah-daerah terpencil dan/atau terbelakang. Terbatasnya pembangunan infrastruktur dan sarana trasnportasi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi di Sumtera Barat. Keterbatasan konektiftias ini juga terjadi daerah-daerah yang mempunyai sentra-sentra produksi, pusat-pusat pertumbuhan serta objek wisata. Untuk itu perlu ada peningkatakan konektivitas intra/antar wilayah dengan penekanan pada aksesibilitas antar daerah baik melalui sarana dan prasarana transportasi. b.
Belum optimalnya pelayanan trasnportasi publik
Kondisi pelayanan yang belum mampu memberikan rasa aman, nyaman dan handal/reliable dari segi jadwal dan waktu tunggu terhadap pengguna angkutan umum. Pengusaha angkutan umum belum profesional didalam penyelenggaraan angkutan umum. Keselamatan penumpang belum menjadi faktor penting di dalam penyelenggaran pelayanan trasnportasi publik. Disamping itu longarnya penerapan standarisasi pelayanan minimal menambah buruknya pelayanan angkutan umum. Kondisi seperti ini mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk menaiki angkutan umum sehingga pangsa angkutan umum menjadi berkurang. c.
Penurunaan Kinerja Jaringan Jalan dan Kemacetan Lalu Lintas
Salah satu penyebab utama turunnya kinerja jaringan jalan adalah pertumbuhan kendaraan bermotor tidak sebanding dengan pertumbuhan prasarana jalan. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan meningkatkan kepadatan dan kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas mempunyai dampak terhadap penambahan waktu tempuh perjalanan pengguna jalan, sehingga biaya operasional kendaraan menjadi tidak efesien. d.
Kecelakaan Lalu Lintas
Keselamatan lalu lintas menjadi tema sentral yang makin penting di tengah masih banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas di Sumatera Barat. Sebagian besar kejadian kecelakaan disebabkan oleh kelalaian manusia antara lain tingginya kecepatan kendaraan, labilnya emosional pengendara. Disamping itu buruknya kondisi sarana dan prasaran jalan juga berperan dalam menyumbang angka kecelakaan lalu lintas. e.
Kurangnya Daya Saing Angkutan Penumpang dan Barang
Kecilnya prosentase penggunaan angkutan umum disebabkan oleh waktu perjalanan angkutan umum yang cukup lama serta kenyamanan yang kurang memadai dari penyelenggaraan angkutan umum, 2 (dua) faktor ini yang menyebakan masyarakat lebih cendrung menggunakan kendaraan pribadi dari pada menggunakan angkutan umum. Kemudian untuk pengangkuran logistik, persentase penggunaan jenis kendaraan barang adalah sebesar 19%, dimana kendaraan barang yang paling besar
186
perannya adalah mobil pickup (berdimensi kecil) yaitu sebesar 8%, sedangkan truk sedang, truk besar penggunaannya hanya dibawah 5%. Tingginya penggunan mobil barang berdimensi kecil akan berdampak terhadap tingginya biaya operasional kendaraan sehingga daya saing daerah akan sulit tercapai jika belum adanya moda massal yang dikembangkan f.
Minimnya Anggaran Subsidi Pelayanan Transportasi Publik
Pemerintah mempunyai kewajiban di dalam menyelenggarakan pengangkutan/memobilisasi masyarakat. Mobilisasi masyarakat dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Untuk itu dituntut peran pemerintah menciptakan keseimbangan ekonomi melalui program peningkatajn pelayanan trasnportasi. Namun dalam satu sisi pemerintah memilki anggaran subsidi pelayanan trasnportasi yang sagat kecil. Kecilnya anggaran subsidi mempengaruhi jangkauan dan frekuensi layanan, sehingga peyelnggaraan trasnportasi publik tidak maksimal. g.
Muatan Lebih
Pada saat ini kondisi muatan lebih hanya terjadi pada prasarana jalan. Akibat yang ditimbulkan oleh kondisi muatan lebih (overloading) adalah kerusakan jalan sebelum periode/umur teknis rencana tercapai. Secara langsung kondisi yang terjadi adalah kerusakan jalan secara langsung yang dapat mengakibatkan kemacetan yang pada akhirnya akan merugikan pemerintah (pengelola jalan), masyarakat (pengguna jalan) dan masyarakat umum. Dengan keterbatasan dana pemeliharaan, kondisi ini akan menyebabkan dana tersedot pada satu lokasi yang akan mengurangi alokasi untuk jaringan yang lain, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada seluruh jaringan h.
Peningkatan Konsumsi Energi dan Gas Karbon
Sistranas telah menggariskan pentingnya pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup serta penghematan penggunaan energi dalam transportasi dan oleh karenanya harus dilakukan upaya besar yang konsiten dalam konservasi dan diversifikasi pemakaian energi bahan bakar minyak transportasi (fuel-efficient transport). Belum adanya kebijakan pemerintah di dalam pembatasan kendaraan bermotor dan modemix policy menyebabkan kendaraan bermotor tumbuh setiap tahun. Pertumbuhan kendaraan bermotor berdampak terhadap peningkatan konsumsi bahan bakar sehingga emisi karbon yang disebabkan oleh sektor transportasi mengalami peningkatan. Oleh karena itu transportasi adalah salah satu penyumbang terbesar emisi gas buang CO2 yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim global, karena ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bahan bakar. Ironisnya, konsumsi energi berbasis fosil dari transportasi yang boros ini terjadi ditengah-tengah produksi minyak menurun.
187
i.
Kurangnya Peran Serta Swasta Dalam Pembiayaan Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur yang memadai memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian suatu negara. Penyediaan infrastruktur yang memadai dan berkelanjutan membutuhkan dana yang sangat besar. Kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk pemerintah menyediakan dana untuk pengembangan infrastruktur, oleh karena itu partisipasi swasta dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur menjadi komponen yang penting untuk keberlanjutan Infrastruktur. Partisipasi swasta dalam proyek infrastruktur dapat berbentuk privatisasi atau kerjasama (partnerships) 5.
Kebencanaan
Secara ringkas, untuk bidang kebencanaan di Sumatera Barat isu strategis yang dihadapi secara spesifik adalah sebagai berikut: a.
Provinsi Sumatera Barat dikenal dengan sebutan supermarket bencana sehingga pembangunan harus mempertimbangkan terhadap kemungkinan bencana banjir bandang, abrasi pantai, angin puting beliung, galodo dan longsor dan lainnya sesuai dengan porsi yang dan resiko yang akan dihadapi
b.
Pembangunan yang dilakukan harus berwawasan Kebencanaan hendaknya menjadi ciri di Sumatera Barat.
c.
Kapasitas kelembagaan Kebencanaan yang ada di Sumatera Barat ditingkatkan
d.
Paradigma kebencanaan yang preventif menggantikan responsif yang harus diperhatikan.
e.
Pengelolaan kebencanaan perlu dilakukan secara formal dan informaldengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
f.
Prasarana dan sarana Penanggulangan Bencana perlu untuk ditingkatkan.
g.
Perlu membuat regulasi yang tegas agar kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan terhadap wawasan kebencanaan.
menggantikan
2.2.4. SUMBERDAYA ALAM 1.
LINGKUNGAN HIDUP
Berdasarkan penjelasan kondisi di atas, maka isu–isu srategis terkait bidang Pengembangan Wilayah dan Lingkungan Hidup dapat dikelompokkan berdasarkan keterkaitannya dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan. a. Isu strategis terkait Sumberdaya Alam
188
1) Eksploitasi hutan lindung menjadi hutan produksi dan lahan budidaya pertanian dan permukiman 2) Kemiskinan di wilayah Pesisir dan Kepulauan 3) Pengelolaan limbah industry dan rumah tangga belum optimal 4) Sulitnya penyediaan (pembebasan) lahan untuk pembangunan 5) Belum optimalnya penegloaan sumberdaya air (embung, danau, sungai) 6) Belum terbangunnya sinergi perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan daerah 7) Belum kuatnya penggunaan kelembagaan lokal nagari sebagai basis perencanaan pembangunan daerah di tingkat Kabupaten maupun Propinsi. b.
Isu Strategis terkait Sumberdaya Manusia 1) Kurangnya pemahaman masyarakat akan hidup dan lingkungan hidup sehat 2) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan berwawasan lingkungan dalam berusaha ekonomi berbasis sumberdaya alam 3) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan apartur sipil dalam pengawasan pengelolaan sumberdaya alam 4) kurangnya kapabilitas dalam mensinergikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan 5) kurangnya sumberdaya manusia yang berpikiran maju dan terbuka, profesional dan bertanggugjawab
c.
Isu Strategis terkait Kelembagaan 1)
Belum optimalnya kerjasama dengan propinsi tetangga dalam pengelolaan daerah perbatasan
2)
belum optimalnya sinergi perencanaan pembangunan daerah propinsi dengan kabupaten / kota daerah kepulauan dan pulau terluar
3)
belum optimalnya SOP perizinan usaha ekonomi pengelolaan sumberdaya alam
4)
lemahnya sistem pengintegrasian implementasi rencana tata ruang propinsi dengan kabupaten / kota
5)
Lemahnya koordinasi antar instsitusi sektoral karena belum berkembangnya sistem informasi data dan pelayanan terpadu
6)
belum termanfaatkannya hasil penelitian sumberdaya alam dalam pembangunan
7)
belum terkelolanya wisata alam dan budaya yang berbasis nagari
189
2.
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Isu penting yang selama ini semakin marak dalam urusan energi dan sumberdaya mineral adalah pertambangan energi tanpa izin (PETI). Hal ini disebabkan antara lain oleh kurang efektifnya pengawasan dalam hal perizinan pertambangan berbasis pemanfaatan sumberdaya alam. Selain itu, belum optimalnya pengelolaan sumberdaya air (embung, danau, sungai) sebagai sumber energi listrik (mikro hidro) juga perlu mendapat perhatian untuk lima tahun mendatang. Izin pemanfaatan kekayaan alam (pertambangan) yang diusahakan masyarakat sebagai sumber pendapatan di daerah kabupaten / kota, perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem dan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, dibutuhkan kerjasama antara provinsi dan kabupaten/kota yang terjalin harmonis dan baik. Walaupun dalam satu hal, urusan perizinan mungkin menjadi urusan rumah tangga kabupaten/kota dimana sumberadaya alam itu berada, namun penting untuk melakukan monitoring dan evaluasi bersama antara provinsi dan kabupaten/ kota, karena eksploitasi / pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak sesuai aturan akan berdampak kepada bencana yang tentu saja tidak akan diselesaikan sendiri oleh pemerintah kabupaten / kota saja. 3.
KEHUTANAN
Berdasarkan evaluasi kinerja kehutanan di atas, maka isu strategisnya adalah maraknya eksploitasi hutan (pemanfatatan hasil hutan) yang dilakukan pihak – pihak kepentingan tanpa memperhatikan kaidah–kaidah pelestarian. Hal ini selanjutnya akan mengganggu optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan yang seharusnya dapat diperoleh menjadi berkurang. Isu pembangunan yang akan ditimbulkan berikutnya adalah bencana alam. Bencana alam yang seringkali terjadi atau terus menerus akan memperbesar peluang terjadinya pemiskinan, kualitas hidup yang semakin menurun dan seterusnya. Sehubungan dengan itu, isu lainnya yang harus juga menjadi perhatian untuk diselesaikan dalam pembangunan lima tahun kedepan adalah pentingnya sosialisasi untuk peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat/semua pihak yang berusaha ekonomi berbasis sumberdaya hutan, bahwa fungsi hutan harus tetap dipelihara walaupun pemanfaatan hasil dan jasa lingkungannya dilakukan.
190
2.2.5. PEMERINTAHAN 1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Dalam hal perencanaan pembangunan, isu strategis yang utama adalah kurangnya sumberdaya manusia perencana pembangunan. Kekurangan ini tidak saja dalam jumlah, baik jumlah perencana sebagai fungsional perencana maupun staf pendukung yang berada dalam kelembagaan struktural perencana. Kekurangan ini ditambah dengan lemahnya kompetensi perencana. Kelemahan dari sisi jumlah dan kualitas perencana ini berdampak kepada kurangnya kualitas hasil rencana, karena secara prosedural dan substansial tidak didukung oleh kapasitas perencana yang diharapkan. Selain itu, cara pandang perencanaan yang masih didominasi oleh perencanaan sektoral juga sulit dirubah agar beralih kepada perencanaan yang terintegrasi dengan mensinergikan beberapa (banyak) sektor guna efisiensi dan efektifitas. Perencana yang dibutuhkan kedepan adalah perencana yang terbuka dan mampu mengkomunikasikan isu dengan stakeholders, sehingga perumusan masalah pembangunan menjadi tepat karena dipahami secara bersama. Komunikasi, koordinasi dan kerjasama yang baik antar sektor / bidang perlu dibangun dan dikembangkan di dalam atau antar institusi yang terlibat dalam perencanaan pembangunan. Kelemahan dalam hal koordinasi dan pengelolaan data yang selama ini juga merupakan masalah, perlu diselesaikan dengan sistem pengelolaan data terintegrasi. 2.
KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
Peningkatan pemanfaatan jumlah penduduk sebagai bonus demografi dalam melaksanakan pembangunan daerah Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat yang cukup baik sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi modal dasar pembangunan. Implikasi dari pertumbuhan penduduk ini adalah bertambahnya angkatan kerja produktif yang menjadi bonus demografi yang bermanfaat bagi daerah Sumatera Barat. Pemerintah daerah di Sumatera Barat idealnya dapat memanfaatkan bonus demografi ini dengan menyusun program dan kegiatan pembangunan yang relevan, terutama dalam memanfaatkan jumlah penduduk yang terus bertambah. Selain itu, agar bonus demografi yang dalam jangka waktu 10 tahun hingga 20 tahun ke depan membawa manfaat yang benar-benar dapat dimanfaatkan bersama, pemerintah daerah juga harus dapat mengendalikan jumlah penduduk dengan baik agar kualitas hidup masyarakat semakin membaik. Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian ke depan adalah: 1) Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan usia angkatan kerja melalui pembuatan program dan kegiatan yang relevan sehingga memiliki keahlian sesuai dengan minat dan bakatnya dalam menciptakan lapangan pekerjaan
191
2)
Meningkatkan kualitas hidup keluarga agar generasi yang dihasilkan mampu bersaing dalam menghadapi integrasi ekonomi global ke depan.
3.
PENYELENGGARAAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
a.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai upaya menekankan tingginya angka kriminalitas dan gangguan keamanan dalam masyarakat
Provinsi Sumatera Barat memiliki angka kriminalitas yang cukup tinggi di Indonesia. Banyak ahli mengaitkan bahwa tingginya angka kriminalitas ini berhubungan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Sumatera Barat. Biasanya tingginya angka kriminalitas ini berbanding lurus dengan masalah kemiskinan dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Oleh karenanya, salah satu upaya yang harus dilakukan terus menerus adalah menekankan angka kemiskinan ini dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan serta memberikan tambahan modal bagi masyarakat yang memang berminat dengan usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka. Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian ke depan adalah: -
Penciptaan lapangan kerja baru dengan mempermudah investasi masuk ke daerah provinsi Sumatera Barat.
-
Memperkuat modal UMKM untuk mengembangkan usahanya sehingga mampu menyerap tenaga kerja baru.
-
Menurunkan angka kriminalitas melalui sinergi program dan kegiatan antar SKPD dengan institusi kepolisian dengan melibatkan institusi RT/RW, sekolah dan organisasi masyarakat sipil.
b.
Peningkatan kemampuan aparat keamanan dan koordinasi dalam menyelesaikan kasus kriminalitas sehingga membawa dampak pada penurunan angka kriminalitas dalam masyarakat
Dibandingkan dengan daerah lain, maka Sumatera Barat termasuk daerah yang angka kriminalitasnya cukup tinggi. Oleh karena itu, upaya menyelesaikan angka kriminalitas yang masih tinggi ini menjadi pekerjaan besar bagi aparat keamanan agar kehidupan masyarakat Sumatera Barat menjadi aman dan tertib. Selain itu, yang jauh lebih penting adalah memperluas kesempatan bekerja bagi generasi muda, memperbaiki ekonomi keluarga dan memberikan pendidikan akhlak bagi siswa/mahasiswa juga harus menjadi perhatian untuk menurunkan meningkatnya angka kriminalitas ini. Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian ke depan adalah: 1) Meningkatkan kemampuan aparatur seperti Kesbangpol bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya dalam menyusun program dan
192
kegiatan yang berhubungan dengan upaya menciptakan keamanan lingkungan. 2) Meningkatkan sinergi antar lembaga dalam melakukan pengamanan lingkungan. 3) Membangun sentra ekonomi baru berbasiskan nagari/desa berbasiskan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. 4.
Pemberdayaan masyarakat dan desa Pemberdayaan masyarakat nagari dan desa memperkuat sistem nilai sosial dan budaya masyarakat
dengan
cara
Sejak diterbitkannya UU No.6/2014 tentang desa membawa kemanfaatan bagi masyarakat di nagari untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Persoalannya sekarang upaya menggali potensi masyarakat ini harus didukung secara aktif oleh pemerintah daerah. Misalnya, dengan cara menerbitkan peraturan daerah yang mendukung masyarakat menggali potensi mereka beradasarkan kearifan lokal. Dengan cara ini, maka kualitas hidup masyarakat di nagari/desa terasa mudah untuk diwujudkan. Dengan demikian, kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan sendirinya akan dapat dilaksanakan. Apalagi dengan menjadikan nagari sebagai basis penyelenggaraan pemerintahan terdepan dan basis pembangunan di Sumatera Barat, maka pemerintah daerah harus mengarahkan program dan kegiatan kepada aspek ini. Selain itu, UU desa juga menegaskan adanya pilihan dalam melaksanakan nagari, apakah dalam bentuk nagari atau nagari adat. Oleh karenanya, pemerintah daerah seyogyanya melakukan kajian yang komprehensif sehingga pilihan kepada penyelenggaraan nagari atau nagari adat dapat meminimalkan kerugian yang ditimbulkannya. Selain itu, adanya bantuan dari pemerintah pusat untuk memberi bantuan nagari telah mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan status jorong menjadi nagari/desa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bantuan keuangan yang besarnya antara 1 milyar sampai 1,4 milyar bergantung pada kondisi nagari/desa tersebut. Dari satu sisi, seperti dari aspek ekonomi ini memang menguntungkan masyarakat, terutama dalam melaksanakan pembangunan. Namun, dari segi lain, bantuan ini berakibat pada lunturnya semangat bernagari yang ikatan sosial dan budayanya akan semakin turun. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memikirkan program dan kegiatan yang memperkuat peningkatan status nagari/desa ini, dan dari segi lain juga memperkuat ikatan nilai masyarakat terkait dengan pelaksanaan bernagari ini. Perhatian pada upaya meningkatkan pendapatan masyarakat di desa/nagari juga menjadi isu yang strategis beberapa tahun ke depan. Hal ini merupakan implikasi semakin terintegrasinya Sumatera Barat dengan pasar bebas Asean. Begitu juga, dampak dari integrasi sistem ekonomi dunia menyebabkan kemampuan masyarakat mengakses pasar
193
dan meningkatkan konsumsinya menjadi terbatas. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di desa/nagari. Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian ke depan adalah: -
Pengembangkan sistem sosial budaya masyarakat Nagari/desa;
-
Membentuk nagari adat sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah;
-
Peningkatan kemampuan aparatur pemerintahan nagari dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan tata kelola nagari/desa;
-
Peningkatan kualitas hidup masyarakat nagari dengan cara mensinergikan sumber daya yang ada di nagari berdasarkan prinsip kemandirian;
-
Peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaan/nagari dengan cara mendorong daya kreasi dan daya inovasi masyarakat di sektor ekonomi kreatif;
5.
PERTANAHAN
Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dalam penyelesaian bidang pertanahan dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan melalui pemanfaatan tanah ulayat bagi pembangunan Banyaknya konflik tanah di Sumatera Barat menjadi isu yang seharusnya menjadi perhatian Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. Bahkan konflik yang terjadi menjurus pada gangguan keamanan pada masyarakat. Tidak hanya menyangkut konflik tanah yang melibatkan antar kaum atau suku dalam masyarakat, tapi juga konflik tanah antara pemerintah daerah dengan masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Ke depan dengan semakin langkanya lahan untuk masyarakat, ditambah dengan pesatnya pembangunan, tentu konflik akan terus terjadi dengan kedalaman dan keluasan konflik yang dapat mengancam stabilitas dalam masyarakat. Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian ke depan adalah: 1) Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dalam menyelesaikan masalah tanah yang berkonflik dengan masyarakat, terutama dari aspek mediasi dan negosiasi. 2) Diseminasi perundang-undangan terkait dengan peruntukan tanah untuk pembangunan dan fasilitas umum kepada masyarakat. 3) Penyediaan lahan untuk kebijakan konsolidasi tanah/lahan bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah 4) Penyediaan biaya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
194
BAB III TAHAPAN, TUJUAN DAN SASARAN 3.1.
TAHAPAN
Tahapan pembangunan yang direncanakan akan dijalankan dalam periode RPJMD 2016-2020 disusun berdasarkan tema RPJMD yang ditetapkan oleh RPJPD Propinsi Sumatera Barat yakni “Pemantapan landasan pembangunan secara menyeluruh dengan penekanan kepada peningkatan daya saing produk dan hubungan regional terutama dengan provinsi tetangga“. Sehubungan dengan itu maka tahapan pembangunan selama RPJMD periode 2016-2020 (Tahapan III) dirancang sebagaimana tertera pada Tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Tahapan Pembangunan dalam RPJMD 2016-2020 Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
Tahun 2020
Pemantapan landasan pembangunan secara menyeluruh untuk menciptakan daya saing produk dan kerjasama regional dengan provinsi tetangga
Pemantapan landasan pembangunan berbasis daya saing produk dan kerjasama regional di wilayah Sumatera
Peningkatan daya saing produk dan pemantapan hubungan regional, nasional dan internasional
Peningkatan daya saing daerah dan pemantapan hubungan regional, nasional, dan internasional
Peningkatan daya saing daerah dan pemantapan hubungan kerjasama regional, nasional, dan internasional
3.2.
TUJUAN DAN SASARAN
Berdasarkan semua potensi dan permasalahan, mempelajari semua isu– isu strategis, maka tujuan umum pembangunan melalui RPJMD Propinsi Sumatera Barat untuk periode 2016-2020 adalah: “Terwujudnya pembangunan daerah yang mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan daya saing daerah dan pemantapan hubungan kerjasama regional, nasional dan internasional pada tahun 2020. Sasaran pembangunan yang ingin diwujudkan adalah terwujudnya masyarakat yang berkualitas yang mampu bersaing secara sosial dan ekonomi di tingkat nasional dan internasional
195
3.2.1. SOSIAL BUDAYA 1.
PENDIDIKAN
a.
Tujuan
Tujuan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan adalah terselengaranya layanan pendidikan yang bermutu untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan luar biasa, pendidikan non formal, pendidikan karakter, dan budaya baca b.
Sasaran
Berdasarkan hasil evalusaikinerja pada periode yang lalu, maka sasaran pembangunan manusia berkaitan dengan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan untuk masa berikutnya mencakup beberapa hal berikut ini. a.
Terlaksananya pendidikan anak usia dini (PAUD) yang terkelola dengan baik
b.
Terlaksananya penuntasan wajib belajar 12 tahun
c.
Terlaksananya pendidikan formal dan non formal secara intensif dan inovatif.
d.
Terlaksananya pendidikan anak luar biasa (berkebutuhan khusus) secara merata untuk setiap daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.
e.
Terlaksananya kesempatan kejenjang yang lebih tinggi
f.
Terlaksananya pendidikan
g.
Terlaksananya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, dan sarana penunjang lainnya yang memadai
2.
KESEHATAN
pendidikan
mengikuti karakter
pendidikan
untuk
semua
hingga jenjang
1. Selanjutnya berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Barat 2005-2025disebutkan bahwa Sasaran pembangunan Sumbar tentunya harus mengacu dan sesuai dengan misi pembangunan jangka panjang daerah, sasaran pembangunan adalah propinsi Sumatera Barat adalah untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas, amanah dan berdaya saing untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. 2. Sebaiknya indicator untuk bidang kesehatan, yang sederhana tapi bisa menjadi indikator secara keseluruhan dan komprehensif. Adapun indicator yang diusulkan hanya 4 saja yaitu: Umur Harapan Hidup
196
yang merupakan komponen dari Index Pembangunan Manusia (IPM)untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Angka Gizi kurang merupakan indikator terhadap kualitas SDM, yang diharapkan dapat mewujudkan sumber daya manusia berkualitas, amanah dan berdaya saing.Selanjutnya Jaminan Pelayanan kesehatan merupakan indikator ketersediaan pelayanan kesehatan.Dan kepuasan pasien merupakan indikator mutu pelayanan di bidang kesehatan. Isu-Isu Strategis Intensitas beberapa penyakit menular dan tidak menular serta Gizi lebih yang semakin meningkat dan terjadi Penyebaran beberapa penyakit menular (multiple burden of desease) diluar sasaran MDGs 2015, ada ancaman meningkatnya atau munculnya penyakit lain (new emerging dan re-emerging) serta kejadian luar biasa yang diakibatkan adanya perubahan perilaku manusia dan lingkungan Sistem Kesehatan belum responsif terhadap kebutuhan masyarakat, berdasarkan jumlah sarana pelayanan kesehatan belum sesuai dengan kebutuhan penduduk di kabupaten/kota. Disamping itu kualitas SDM yang juga dirasakan masih belum optimal Sistem pelayanan kesehatan belum efektif dan efisien, masih berorientasi kepada kuratif daripada promotif dan preventif, hal ini terlihat dari proporsi anggaran lebih tinggi untuk kuratif Belum optimalnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Masyarakat Belum terpenuhinya Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan standard dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang prima
Tujuan Mewujudkan sumber daya manusia berkualitas, amanah dan berdaya saing untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera.
Sasaran Adapun sasaran yang diusulkan hanya 4 yaitu: meningkatnya Umur Harapan Hidup yang merupakan komponen dari Index Pembangunan Manusia (IPM) untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Menurunnya Angka Gizi kurang merupakan indikator terhadap kualitas SDM, yang diharapkan dapat mewujudkan sumber daya manusia berkualitas, amanah dan berdaya saing. Selanjutnya meningkatnya cakupan Jaminan Pelayanan kesehatan merupakan indikator ketersediaan pelayanan kesehatan. Dan meningkatnya kepuasan pasien merupakan indikator mutu pelayanan di bidang kesehatan.
Strategi Strategi pertama, Menguatkan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dan kemitraan serta penyehatan lingkungan dengan arah kebijakan Penguatan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dan kemitraan serta penyehatan lingkungan.
Strategi kedua Menguatkan pelayanan kesehatan, Pencegahan, pengendalian penyakit menular dan tidak menular, gangguan mental serta gangguan gizi dengan arah kebijakan penguatan pelayanan kesehatan, pencegahan, pengendalian penyakit menular dan tidak menular gangguan mental serta gizi masyarakat. Strategi ketiga, Menguatkan pembiayaan, Sumber daya kesehatan dengan arah kebijakan Penguatan Pembiayaan dan sumber daya kesehatan. Strategi keempat, Menguatkan manajemen, regulasi, teknologi
197
Isu-Isu Strategis Belum optimalnya aspek Regulasi dan Sistem Informasi Kesehatan dalam mendukung manajemen kesehatan
Tujuan
Sasaran
Strategi informasi kesehatan dan penelitian pengembangan kesehatan dengan arah kebijakan Penguatan Managemen, regulasi, system infomasi bidang kesehatan dan penelitian pengembangan kesehatan.
Pembiayaan Kesehatan seluruh Kabupaten/Kota yang masih dibawah amanat Undang-Undang Kesehatan belum mencapai 10%
Tabel 3.2. Indikator Makro Bidang Kesehatan Propinsi Sumatera Barat No
INDIKATOR
Sat
1.
Meningkatnya Umur Harapan Hidup; Angka Gizi Kurang (BB/TB); Jaminan pemeliharaan kesehatan (%) Index Kepuasan Pasien Rumah Sakit
%
2. 3. 4.
3.
% %
2015
TARGET SUMBAR 2016 2017 2018
2019
70.19 5.37 81.10
70.28 4.80 85.00
70.37 4.23 88.90
70.45 3.67 92.80
70.54 3.10 96.70
32
42
52
62
72
%
KEMISKINAN Tujuan dan sasaran yang terkait dengan kemiskinan dapat dijelaskan pada tabel berikut:
No
Isu-Isu Strategis
Tujuan
1.
Sinergi kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan
Mengurangi tingkat kemiskinan yang terutama di daerah tertinggal
2
Penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan penduduk miskin Pendataan penduduk miskin yang komprehensif
Memberikan pekerjaan untuk penduduk miskin supaya keluar dari kemiskinan
3
4
198
Peningkatan peran UMKM dalam pengetasan kemiskinan
Mempersiapkan data potensi penduduk miskin supaya mudah diintervensi oleh kebijakan pemerintah Meningkatkan peran UMKM dalam pengentasan kemiskinan
Sasaran
Strategi
Berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota dan kabupaten terutama daerah tertinggal Meningkatnya partisipasi angkatan kerja terutama penduduk miskin
Sinkronisasi dan koordinasi pemerintah kota dan kabupaten dengan provinsi dalam pengentasan kemiskinan Melatih dan memperkuat kemampuan penduduk miskin yang potensial untuk masuk ke dunia kerja
Terdatanya jumlah dan potensi penduduk miskin yang akurat
Pendataan penduduk miskin yang berkelanjutan
Meningkatnya jumlah penduduk miskin yang terserap pada usaha UMKM
SKPD terkait berkoordinasi dengan UMKM dalam membuat kegiatan yang terkait dengan pengentasan kemiskinan
4.
AGAMA
a.
Terwujudnya ketaatan beragama, berakhlak mulia, jujur, peduli sesama manusia, menerapkan tata kehidupan beragama dan berbudaya yang baik, rukun dengan agama lain, serta peduli terhadap masa depan dan keselamatan masyarakat dan bumi ciptaan Tuhan.
b.
Terwujudnya tata-kehidupan beragama yang baik, tetapi juga pada terbentuknya hubungan sosial yang harmonis antar berbagai golongan masyarakat. Disamping itu, tata-kehidupan beragama yang baik juga dimaksudkan untuk mengembangkan kegiatan ibadah individual mkenuju seterusnya pada ibadah sosial dan spiritual serta berlaku saleh antar sesama individu dan antar kelompok masyarakat.
c.
Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan Bernuansa Islam dengan melanjutkan pemikiran keilmuan yang digali dari sumber Al-quran dan hadis, dan menjadikan sumber keilmuan tersebut sebagai dasar pijak memasuki era globalisasi. dan memerlukan generasi akan datang yang memiliki karakter, kekuatan keilmuan, keterampilan, dan terarahnya kesalehan emosional, spiritual dan kesalehan sosial.
d.
Terwujudnya kesalehan dan kepedulian sosial merupakan salah satu petanda penting bagi terwujudnya perilaku agama dan budaya sebagai energi pembangunan. Terwujudnya kesalehan dan kepedulian sosial ini ditandai oleh meningkatnya jumlah kaum muslimin yang membayar zakat sesuai dengan ketentuan dalam Agama Islam.
e.
Adanya Madrasah Moderen yang terkategori boarding school bertaraf Internasional
f.
Berdirinya pendidikan agama yang berstandar internasional yang disain otaknya mengedepankan nilai-nilai spritual dan sosial.
6. KEBUDAYAAN Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam pembangunan peningkatan apresiasi seni dan budaya daerah adalah sebagai berikut : a.
Meningkatnya pemahaman dan apresiasi social budaya sesuai dengan keragaman kekayaan social budaya lokal.
b.
Meningkatnya aktualisasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
c.
Berkembangnya social budaya demokratis sehingga keberagaman memiliki peluang yang relatif sama untuk menuju suatu kehidupan social budaya yang dialogis dan harmonis serta berkembangnya
199
konsep-konsep adat dalam mengantisipasi peningkatan kinerja pembangunan.
globalisasi
dan
d.
Terbangunnya iklim, suasana, sarana dan prasarana yang memadai bagi pengembangan potensi social budaya guna memupuk kreatifitas masyarakat, baik secara kelompok maupun individual.
e.
Terbangunnya wadah kerjasama dan sinergi antara lembaga adat antar nagari untuk peningkatan kapasitas pemangku adat, penguatan kelembagaan, menangani permasalahan adat dan social budaya yang bersifat lintas nagari.
f.
Berkembangnya nilai social budaya yang mendorong semangat nasionalisme seperti rasa kebanggaan terhadap bangsa, pahlawan, lambang-lambang dan simbol negara, produk sendiri dan identitas bangsa.
7.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
Sasaran pembangunan yang akan dicapai pada tahun 2019 dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dan kesejahteraan keluarga adalah sebagai berikut : 1.
Meningkatnya kualitas SDM perempuan, kedudukan dan peranan perempuan termasuk dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan secara adil dan profesional di berbagai bidang kehidupan.
2.
Terlaksananya berbagai upaya perlindungan perempuan.
3.
Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak
4.
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak
5.
Terwujudnya pembangunan sektor yang responsif gender melalui upaya pengarus-utamaan gender yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota.
6.
Tersedianya data dan statistik gender dan anak yang lengkap.
7.
Mantapnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak di tingkat kabupaten / kota.
8.
Tersusunnya kebijakan dan program pembangunan daerah yang responsif gender dan peduli anak di tingkat propinsi dan kabupaten / kota.
9.
Meningkatnya peran serta masyarakat dalam melakukan Keluarga Berencana
200
No 1. 2. 3
SASARAN/INDIKATOR Angka Pembangunan Gender Angka Pemberdayaan gender Angka kekerasan terhada perempuan & Anak
TARGET SUMBAR
Satu an
2015
2016
2017
2018
2019
% % %
71.72 67.78 3
73.33 69.36 2.5
74.94 70.94 2
76.55 72.52 1.5
78.16 74.1 1
3.2.2. Ekonomi Penjelasan isu-isu strategis, tujuan, sasaran dan strategi Ekonomi makro Sumatera Barat Isu Strategis 1) Ketimpangan pendapatan yang masih tinggi.
Tujuan 4. Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat dan Pemerataan Hasil Pembangunan
Sasaran 1. Meningkatnya Pendapatan Masyarakat 2. Berkurangnya Indek Gini dan Indek Wiliamson
1. Terwujudnya stabilitas harga komoditas pangan strategis 2. Meningkatkan daya beli masyarakat
1. Meningkatnya koordinasi dan kinerja TIPD provinsi dan kota/kabupaten 2. Meningkatnya kualitas infrastruktur untuk ketahanan pangan
3. Kemudahan dan insentif investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
4. Terwujudnya insentif dan kemudahan investasi
1. Meningkatnya investor dalam berinvestasi 2. Meningkatnya ekspor daerah
5. Peningkatan peranan sektor bangunan dan pengangkutan & komunikasi dalam pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat
6. Meningkatnya kontribusi sektor bangunan dan pengankutan dan komunikasi sebagai leading sektor pertumbuhan ekonomi daerah
3. Terwujudnya sektor bangunan dan pengangkutan dan komunikasi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang dapat menggantikan sektor pertanian
2.
Tingkat Inflasi yang tinggi dan fluktuasi harga pangan yang tidak stabil
Strategi Meningkatkan kegiatan bursa kerja (job fair) 2. Meningkatkan kerjasama SKPD terkait dengan dunia usaha 3. Meningkatkan pelatihan, keterampilan dan bantuan pada masyarakat produktif 1. Meningkatkan pertemuan dan koordinasi dan TIPD provinsi dan kota/kabupaten 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan dan irigasi 3. Meningkatkan bantuan saprodi dan alat pertanian tanaman pangan 1. Membuat aturan daerah tentang insentif dan kemudahan investasi 2. Mempermudah administrasi dan perijinan ekspor dan impor komoditi strategis 3. Mendorong pihak swasta dan dunia bisnis dalam meningkatkan usaha bidang bangunan dan pengangkutan dan komunikasi 4. Memfasilitasi dan meningkatkan koordinasi dengan 1.
201
pihak swasta dan masyrakat yang terlibat dalam sektorsektor tersebut
1.
PENANAMAN MODAL
Keberhasilan pengembangan bidang investasi atau penanaman modalakan memberikan kontribusi pada kegiatan ekonomi riil dan pertumbuhanekonomi.Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan nilai investasi sehingga mampu mengerakkan perekonomian dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat. Untuk itu, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kemudahan berinvestasi 2. KUKM Tujuan dan sasaran dari pengembangan KUKM di Sumatera Barat adalah: . a. Meningkatnya Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM b. Meningkatnya Akses KUKM kepada Sumberdaya Produktif c.
Berkembangnya Produk dan Pemasaran KUKM
d. e.
Meningkatnya Daya Saing SDM Koperasi dan UKM Meningkatnya peran Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/ perkebunan/peternakan/perikanan.
3.
KETENAGAKERJAAN
Secara umum kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat lebih difokuskan pada rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia dan Sedikitnya Lowongan pekerjaan yang sesuai potensi pencari kerja (masyarakat). Karena itu tujuan dan sasaran kebijakan yang akan dilakukan pemerintah harus mampu mengatasi masalah tersebut. Lebih lanjut tujuan dan sasar serta strategi pemerintah di bidang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut Isu Strategis 1.
Partisipasi angkatan kerja yang masih rendah.
202
Tujuan
Sasaran
Strategi
1.
1.
1. Mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas 2. Meningkatkan peran perantau dalam penyediaan lapangan kerja
2.
Meningkatnya angka partisipasi angkatan kerja Meningkatnya partisipasi perantau dalam penyediaan lapangan kerja dan peningkatan SDM
2.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terserap dalam dunia kerja Berkurangnya angka pengangguran
2.
Penyediaan profil tenaga kerja yang baik dan lengkap
Memetakan potensi tenaga kerja yang ada di Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat
3.
Sektor kelautan (maritim) sebagai sektor potensial dalam penyerapan tenaga kerja
Menjadikan sektor maritim sebagai alternatif untuk penyerapan tenaga kerja
4.
Tersedianya profil tenaga kerja yang baik dan lengkap sehingga dapat memberikan informasi yang akurat terhadap penyedia lapangan kerja (dunia usaha) Terserapnya para pencari kerja yang mau bekerja di sektor kelautan
3. Mempersiapkan instrumen dan data ketenagakerjaan dan baik melalui survei maupun data sekunder
4. Mempersiapkan sarana dan infrastruktur sektor kelautan oleh SKPD terkait 5. Meningkatkan kegiatan usaha dan bisnis dalam kelautan baik yang dilakukan swasta maupun pemerintah
PERTANIAN
Berdasarkan Isu-isu strategis pembangunan pertanian di daerah Propinsi Sumatera Barat, maka Tujuan pembangunan pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan/kehutanan adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan Produktivitas Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan secara berkelanjutan
b.
Meningkatkan Kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta penyuluhan danIPTEK/Inovasi Daerah untuk pertanian yang belum berkembang optimal
c.
Meningkatkan Kesejahteraan petani dan efisiensi usaha pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan,
d.
Meningkatkan Ketahanan dan kedaulatan serta keamanan pangan secara berkelanjutan
e.
Mengembangkan Akses terhadap permodalan (berbagai skim kredit) dan pemasaran hasil pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan
f.
Mengembangkan Sarana dan prasarana pertanian pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan (Lahan, Irigasi, Bibit, Pupuk dan Pestisida, Alat dan Mesin, serta Pembiayaan)
g.
Mengembangkan Pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian untuk nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan, peternakan dan Perikanan belum berkembang
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut di atas, perlu melakukan hal-hal sebagai berikut : a.
Memfasilitasi peningkatan ketersedian dan penerapan teknologi pascapanenbudidaya tanaman/peternakan/perikanan/perkebunan;
b.
Memfasilitasi peningkatan, mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan/pertanian/peternakan/perikanan;
203
c.
Memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan pertanian/peternakan/perikanan;
d.
Memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutanserta mendorong pengembangan wilayah berwawasan lingkungan;
e.
Memfasilitasi peningkatan peran sektor pertanian/peternakan/perikanan/ perkebunan sebagai penyedia lapangankerja;
f.
Memfasilitasi peningkatan kemampuan, kemandirian dan profesinaliisme pelakuusaha perkebunan/ pertanian/peternakan/perikanan;
g.
Memfasilitasi peningkatan dan penumbuhan kemitraan dan hubungan sinergiantar pelaku usaha perkebunan/ pertanian/peternakan/perikanan;
h.
Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternakan/perikanan
Berdasarkan tujuan yang tersebut di atas maka sasaran utama pembangunan pertanian umumnya adalah : a.
Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku untuk pembangunan agroindustri.
b.
Terwujudnya peningkatan kualitas SDM dan Penyuluhan serta IPTEK dan Inovasi Daerah untuk Pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan
c.
Terwujudnya peningkatan pendapatan dan efisiensi usaha kesejahteraan masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan;
d.
Peningkatan dukungan terhadap system ketahanan dan kedaulatan pangan;
e.
Meningkatnya akses petani terhadap permodalan petani danPengolahan serta pemasaran hasil pertanian
f.
Terbangun dan tersedianya sarana dan prasarana pertanian
g.
Terbangunnya kelembagaan Pengolahan dan Pemasaran, mutu dan daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan
6.
PARIWISATA
Tujuan pengelolaan pariwisata secara ekonomi dalam hal ini adalah sebagai sumber pendapatan yang akan menyumbang kepada PAD. Diharapkan, selain memperoleh pendapatan langsung dari pengunjung
204
melalui objek wisata yang dibangun dan dikembangkan, membangun pariwisata juga akan menumbuhkan aktivitas ekonomi lain secara berganda (multiplier effect), baik berskala rumah tangga, usaha kecil atau menengah, dan berskala besar. Pengembangan pariwista akan menubuhkan permintaan terhadap penginapan, transportasi, kuliner, cindera mata, dan jasa lainnya. 7.
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Tujuan Membangun dan meningkatkan daya saing ekonomi maritim Sumatera Barat melalui peningkatan pemanfaatan berkelanjutan sistem sumberdaya kelautan dan perikanan pada perairan maritim dan perairan daratan serta industrialisasi produk dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya maritim dan perikanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran a. Terkonsolidasinya potensi dan kompetensi SDM dan institusi terkait untuk perumusan dan implementasi kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan Sumatera Barat. b. Terintegrasi dan meningkatnya effektivitas dan effisiensi peran SDM dan institusi Sumatera Barat dalam sistem kebijakan Wilayah Pengelolaan Perikanan 572 secara regional dan nasional sehingga memberi dampak signifikan bagi pembangunan ekonomi maritim Sumatera Barat. c. Meningkatnya produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya Sumatera Barat disertai peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya. d. Berkembangnya industri pengolahan hasil kelautan dan perikanan Sumatera Barat. e. Terkonsolidasinya sistem pemasaran domestik dan ekspor produk maritim dan perikanan sehingga terjadi peningkatan pemasaran dan konsumsi ikan per kapita dalam masyarakat Sumatera Barat. f.
Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya maritim dan perikanan serta dukungan terhadap pengembangan pariwisata bahari
205
3.2.4. INFRASTRUKTUR 1.
SARANA DAN PRASARANA UMUM (PEKERJAAN UMUM)
Pengembangan infrastruktur di Sumatera Barat bertujuan untuk: a.
pembuatan dan peningkatan jaringan jalan didaerah dengan produksi komoditas sumber daya alam yang tinggi;
b.
pengoptimalan fungsi terminal penumpang dan barang;
c.
pemanfaatan jaringan jalur kereta api untuk melayani angkutan barang;
d.
peningkatan kapasitas listrik
e.
peningkatan terintegrasi;
f.
pengembangan sumber daya manusia terkait dengan pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur ;
pengembangan
infrastruktur
yang
terarah
dan
Sasaran pengembangan infrastruktur di Sumatera Barat : a.
meningkatnya jumlah dan kwalitas jaringan jalan didaerah dengan produksi komoditas sumber daya alam yang tinggi;
b.
optimalnya fungsi terminal penumpang dan barang;
c.
termanfaatkan jaringan jalur kereta api untuk melayani angkutan barang;
d.
adanya peningkatan kapasitas listrik dan pemerataan layanan listrik bagi masyarakat;
e.
terbentuknya pengembangan infrastruktur yang terarah terintegrasi dengan bidang-bidang lain termasuk kebencanaan;
f.
terciptanya sumber daya manusia yang berkwalitas memanfaatkan dan pemeliharaan infrastruktur ;
2.
dan dalam
PERUMAHAN
Tujuan pembangunan perumahan yang diinginkan adalah agar kawasan perumahan dan permukiman memenuhi kelayakan rumah hunian dan permukiman, memiliki fasilitas pelayanan air minum dan listik sesuai kebutuhan, dan terkelolanya sampah dan limbah secara baik. Selain itu, tujuan yang juga ingin dicapai adalah sesuainya kawasan perumahan dan permukiman dengan peruntukan ruangnya, sehingga izin mendirikan bangunan tidak hanya sebagai syarat formal saja, tetapi juga berfungsi sebagai pengawasan (pengendalian ruang) agar pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya. Hal ini akan menciptakan lingkungan perumahan yang sehat, bersih dan berkelanjutan.
206
3.
PENATAAN RUANG
Dalam hal penataan ruang, tujuan yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang adalah terwujudnya kota – kota sebagai pusat kegiatan; baik nasional, wilayah / wilayah propinsi, maupun lokal. Strategi yang diperlukan adalah koordinasi dan menyusun perencanaan bersama (sesuai kewenangannya) antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten / kota dimana kota pusat kegiatan berada. 4.
PERHUBUNGAN/TRANSPORTASI
Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi yang akan mengarahkan pada perumusan sasaran, kebijakan dan program. Kemudian tujuan harus dapat menyediakan dasar kuat untuk menetapkan indikator. Oleh karenanya tujuan harus benar-benar kompatible dengan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan sektor transportasi dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan. Sebagaiman yang telah disampaikan pada bab II dan bab III, bahwa untuk menjawab tantangan 5 (lima) tahun ke depan maka tujuan pembangunan di dalam sektor transportasi dapat dirumuskan sebagai berikut : a.
Terwujudnya konektifitas sistem jaringan transportasi yang berdaya saing
b.
Terwujudnya Lingkungan
transportasi yang berkeselamatan
dan Ramah
Sasaran Tujuan 1 : a. Meningkatnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Pelayanan Sarana dan Prasarana Transportasi b. Meningkatnya Tingkat Pelayanan c. Meningkatnya Kapasitas sarana dan Prasarana Tansportasi d. Meningkatnya Kualitas Pelayanan Transportasi Publik Sasaran Tujuan 2 : a. Meningkatnya Keselamatan Transportasi b. Menurunnya Dampak Sub Sektor Transportasi Terhadap Lingkungan 5.
KEBENCANAAN
Tujuan pembangunan untuk mitigasi kebencanaan adalah: a. mengintegrasikan pembangunan yang mempertimbangkan terhadap kemungkinan bencana sesuai dengan porsi yang dan resiko yang akan dihadapi
207
b. meningkatkan Kapasitas kelembagaan Kebencanaan yang ada di Sumatera Barat c. menciptakan Pengelolaan kebencanaan secara formal dan informal dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat menggunakan paradigma kebencanaan yang preventif d. peningkatan jumlah dan Penanggulangan Bencana.
kwalitas
Prasarana
dan
sarana
Sasaran dalam pengembangan pembangunan untuk engurangan risiko bencana adalah: a.
terintegrasinya rencana pembangunan yang berwawasan bencana sesuai dengan porsi yang dan resiko yang akan dihadapi
b.
meningkatnya Kapasitas kelembagaan Kebencanaan yang ada di Sumatera Barat
c.
terciptenya tatakelola kebencanaan secara berjalan secara formal dan informal dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dengan paradigma kebencanaan yang preventif
d.
Meningkatnya jumlah Prasarana Bencana yang berkwalitas.
dan
sarana
Penanggulangan
4.2.4. SUMBERDAYA ALAM 1.
LINGKUNGAN HIDUP
Berdasarkan isu strategisnya, maka tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang ditargetkan untuk lima tahun mendatang adalah agar terwujudnya kondisi lingkungan hidup yang sehat dan berkualitas. Tujuan akhir dari kondisi lingkungan hidup yang sehat dan berkualitas adalah terwujudnya manusia yang sehat. 2.
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Tujuan pengelolaan / pembangunan energi dan sumber daya mineral, berdasarkan isu strategisnya, adalah mengurangi memburuknya kondisi sumberdaya alam yang ditambang atau diambil manfaatnya tanpa izin (penambangan liar). Tujuan lainnya adalah meningkatkan pelayanan listrik dengan membangun dan mengembangkan pembangkit listrik berskala mikro dengan menggunakan sumberdaya air dan/atau panas bumi.
208
3.
KEHUTANAN
Tujuan dari pembangunan kehutanan secara ekonomi adalah agar hutan yang dimanfaatkan sebagai sumberdaya ekonomi baik hasil hutannya ataupun jasa lingkungannya, tetap dapat dijaga fungsinya sesuai peruntukannya. Selain diambil hasilnya, saat ini pengelolaan hutan juga semakin banyak diarahkan untuk menyumbang pada pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan. Secara spesifik tujuan pengelolaan hutan adalah sesuai dengan fungsi hutan yang ditetapkan. Sasaran yang diharapkan adalah temanfaatkannya hutan sebagai sumberdaya ekonomi, namum tetap menjaga terpeliharanya fungsi hutan dan ekosistemnya. 4.2.5. PEMERINTAHAN 1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN.
Tujuan perencanaan pembangunan dalam lima tahun mendatang adalah agar hasil rencana pembangunan yang didokumentasikan dan disahkan secara formal dalam bentuk RPJP, RRPJM, dan RKPD, atau dokumen rencana pembangunan lainnya, dapat dipedomani dengan baik dan jelas oleh semua pihak (stakeholders) pelaku pembangunan. Dengan demikian, tujuan pembangunan dapat lebih efektif dicapai. 2.
KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
Tujuan di bidang ini: a) Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan usia angkatan kerja untuk dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dengan bekal keterampilan yang dimiliki; b) Meningkatkan kualitas hidup keluarga untuk menghadapi persaingan dalam menghadapi persaingan global, khususnya integrasi ekonomi di Asia Tenggara. Sasaran di bidang ini adalah: a) Bertambahnya usia angkatan kerja yang berketrampilan sesuai dengan dunia kerja;
berkeahlian
dan
b) Meningkatnya kualitas hidup keluarga di Sumatera Barat 3.
PENYELENGGARAAN MASYARAKAT
KEAMANAN
DAN
KETERTIBAN
Keamanan dan ketertiban yang terjaga dapat mendorong masuknya investasi ke daerah. Tujuan yang diharapkan dari aspek ini adalah:
209
a) Menciptakan kondisi aman dan tertib sebagai modal dasar dalam membangun Sumatera Barat dan menciptakan iklim investasi yang kondusif; b) Meningkat sinergi dan kerjasama dengan institusi penegak hukum untuk menurunkan angka kriminalitas; Sasaran dari aspek ini adalah: a) Terciptanya kondisi aman dan tertib dalam masyarakat sebagai modal dasar pembanguan yang dilaksanakan; b) Bertambah kuatnya sinergi dengan pemangku kepentingan untuk menurunkan angka kriminalitas; 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Untuk aspek pemberdayaan masyarakat nagari dan desa ada beberapa tujuan yang ingin dicapai: a) Mengembangkan sistem sosial budaya sebagai bagian dari kearifan lokal untuk landasan pembangunan masyarakat di nagari dan desa; b) Berkembangnya nilai adat dan budaya masyarakat di nagari sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah; c) Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintahan nagari/desa dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, terutama dari segi pengelolaan keuangan dan pembangunan di nagari; d) Meningkatnya kualitas hidup masyarakat di nagari/desa melalui sinergi sumber daya yang ada untuk mewujudkan nagari/desa mandiri; e) Meningkatkan pendapatan masyarakat pengembangan ekonomi kreatif.
di
nagari/desa
melalui
Sasaran di bidang ini adalah: a) Berkembangnya sistem sosial budaya masyarakat di nagari dan desa sebagai dasar pelaksanaan pembangunan; b) Terbentuknya nagari adat dan desa adat yang menjadi karakter kearifan lokal di Sumatera Barat; c) Bertambahnya pengetahuan dan kemampuan aparatur pemerintah nagari/desa dalam melaksanakan fungsi pemerintahan; d) Bertambahnya kualitas hidup masyarakat di nagari/desa yang didasarkan pada kemandirian; e) Peningkatan nagari/desa.
210
pendapatan
masyarakat
berdasarkan
keunggulan
5.
PERTANAHAN
Tujuan dalam bidang pertanahan ini adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah di kabupaten dan kota; b) Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait dengan peruntukan tanah untuk pembangunan dan fasilitas umum;
perUU
c) Menyediakan dan menambah lahan untuk mendukung kebijakan konsolidasi tanah/lahan; d) Meningkatkan pembiayaan untuk ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan Sasaran dalam upaya meningkatkan kepemilikan tanah ini adalah: a) Bertambahnya kemampuan aparatur pemerintah dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah. b) Bertambahnya kesadaran masyarakat dalam tanah/lahan untuk pembangunan dan fasilitas umum;
menyediakan
c) Bertambahnya lahan yang disediakan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kebijakan konsolidasi tanah; d) Bertambahnya pembiayaan agar ganti rugi yang dilakukan dapat diterima masyarakat
211
BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1.
SOSIAL BUDAYA
1.
PENDIDIKAN
Strategi yang perlu dilakukan untuk peningkatan sumberdaya manusia khususnya untuk bidang pendidik berkaitan dengan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan melalui beberapa upaya berikut ini. a.
Penguatan lembaga-lembaga satuan program pendidikan
b.
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan
c.
Meningkatkan partisipasi masyarakat
d.
Penguatan layanan pendidikan formal dan non formal
e.
Penyediaan dana, sarana dan sarana pendidikan yang memadai
Sesuai dengan sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan manusia, berkaitan dengan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, maka arah kebijakan yang perlu ditempuh antara lain: a.
Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan yang bermutu untuk semua jenjang pendidikan
b.
Meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat
c.
Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan
d.
Meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan
e.
Meningkatkan pendidikan
2.
kepastian/keterjaminan
memperoleh
layanan
KESEHATAN
Strategi pertama, Menguatkan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dan kemitraan serta penyehatan lingkungan dengan arah kebijakan Penguatan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dan kemitraan serta penyehatan lingkungan. Strategi kedua Menguatkan pelayanan kesehatan, Pencegahan, pengendalian penyakit menular dan tidak menular, gangguan mental serta gangguan gizi dengan arah kebijakan penguatan pelayanan kesehatan, pencegahan, pengendalian penyakit menular dan tidak menular gangguan mental serta gizi masyarakat.
212
Strategi ketiga, Menguatkan pembiayaan, Sumber daya kesehatan dengan arah kebijakan Penguatan Pembiayaan dan sumber daya kesehatan. Strategi keempat, Menguatkan manajemen, regulasi, teknologi informasi kesehatan dan penelitian pengembangan kesehatan dengan arah kebijakan Penguatan Managemen, regulasi, system infomasi bidang kesehatan dan penelitian pengembangan kesehatan. Selanjutnya berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Barat 2015-2019 dijabarkan bahwa arahan kebijakan dan pentahapan pembangunan daerah dalam bidang kesehatan adalah untuk mewujudkan Sumber daya Insani yang Berkualitas, Amanah dan Berdaya Saing Tinggi serta terwujudnya ketahanan pangan dan gizi. Generasi yang akan datang mesti dihasilkan dari generasi yang kuat. Dari hasil analisis diketahui bahwa ketiga komponen yang dapat meningkatkan derajat kesehatan diarahkan kepada perbaikan tingkah laku kesehatan, peningkatan input kesehatan yang seimbang dan peningkatan teknologi kesehatan. Dengan demikian ketiga komponen ini dijadikan sebagai dasar untuk mengatasi persoalan di bidang kesehatan. Untuk mewujudkan hal ini, sistem pelayanan dasar kesehatan mesti mampu memberikan pelayanan preventif dan kuratif yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat.Sehingga arah pengembangan pelayanan kesehatan dasar adalah menjamin ketersediaan pelayanan dasar kesehatan. Saat bersamaan perlu pula didorong pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar.Pelayanan kesehatan dasar juga dibarengi dengan semakin lengkapnya pelayanan dan infrastruktur pendukung seperti sanitasi dan air minum untuk seluruh masyarakat.Sehingga dengan sistem kesehatan yang ada hendaknya pembangunan kesehatan untuk memperkecil dan menekan serandah mungkin jenis penyakit utama. Kebijakan pembangunan kesehatan guna mewujudkan sasaran di atas diarahkan pada : a. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-preventif. b. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, tranparan, berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab. c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama antar kelompok dan antar lembaga. d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.
213
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. f.
3.
Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan Provinsi. AGAMA Strategi
a.
Melakukan pencerahanpemahaman terhadap Agama Islam melalui figur dan tokohpenggerak umat untuk mempengaruhi dan memberikan bimbingan kepada masyarakat. Tokoh dimaksud adalah sudah diakui keberadaannya pada setiap segmen masyarakat seperti; tokoh agama, adat, tokoh perempuan dan budaya,tokoh ormas dan tenaga professional dan aparatur pemerintah dan lainnya.
b.
Melakukan revitalisasi terhadap lembaga pendidikan terutama pesantren sebagai sentra pembangunan masyarakat agamais yang moralis. Disamping itu lembaga pendidikan non pesantren perlu pula dikembangkan dengan sistem boarding school untuk meningkatkan kualitas peserta didik sekaligus membina akhlaq yang mulia.
c.
Mengoptimalkan pengumpulan dan pemanfaatan infak, sedekah, zakat, wakaf dan sumbangan lainnya untuk meningkatkan kemakmuran sosial dan mengurangi tingkat kemiskinan. Pemanfaatan dana ini perlu diupayakan untuk pengembangan sektor yang bersifat produktif, dan bukan konsumptif. Langkah-langkah yang dilakukan adalah memproritaskan membangun perekonomian orang miskin melalui dana dana zakat. Disamping itu, untuk memperbaiki sistem manejemen pengelolaan dana tersebut perlu pula dilahirkan wadah tunggal yang disepakati secara bersama. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan sistem perekonomian syari‟ah yang pertumbuhannya akhir-akhir ini cukup pesat perlu pula didukung.
d.
Menampakan dan menampilkan simbul-simbul agama Islam agar nilai-nilai keagamaan dapat terealisir dalam kehidupan keseharian yang nantinya akan manjadi tauladan dan lambang masyarakat Minang sebagai masyarakat religius seperti papanisasi, gapura islami, slogan-slogan dalam bentuk baleho dan lainnya. Disamping itu nagari, kabupaten dan kota percontohan yang bernuansa agamais perlu diciptakan baik secara fisik maupun non fisik.
e.
Malahirkan lembaga-lembaga kedermawanan sosial daerah dan kota untuk mendorong pelaksanaan pemahaman tersebut.
214
diberbagai pemberian
f.
Mengefektifkan Pencapaian target pendidikan agama dengan kurikulum dan sylabus yang relevan dengan kemajuan baik pada sekolah negeri maupun swasta.
Kebijakan a.
Terciptanya Tata Kehidupan Masyarakat yang Agamais,beradat dan Berbudaya Pesan agama dan adat meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Bila pesan tersebut direalisasikan atau diamalkan secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta tata kehidupan masyarakat yang agamais, beradat dan dapat menjadi sinergi dalam mewujudkan daerah yang aman, adil dan makmur. Dengan demikian arah pembangunan tidak hanya perlu ditujukan pada terwujudnya tata-kehidupan beragama dan adat yang baik, tetapi juga pada terbentuknya hubungan sosial yang harmonis antar berbagai golongan masyarakat. Disamping itu, tata-kehidupan beragama dan adat yang baik juga dimaksudkan untuk mengembangkan kegiatan ibadah individual mekenuju seterusnya pada ibadah sosial dan spiritual serta berlaku saleh antar sesama individu dan antar kelompok masyarakat. Masyarakat Sumatera Barat secara umum mengakui dan menganggap penting peran kebudayaan dan agama sebagai penunjang tata kehidupan secara menyeluruh. Agama dan budaya merupakan satu kesatuan dalam tata kehidupan masyarakat. Karena itu arah yang ingin diwujudkan dalam keterkaitan dua bidang ini adalah tata kehidupan yang agamais, beradat dan berbudaya. Tata-kehidupan yang demikian sesuai dengan filosofi masyarakat Minangkabau yaitu ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang merupakan suatu cita-cita dan harapan masyarakat untuk dapat mewujudkan kesejahteraan dan keamanan baik di dunia dan di akhirat.
b.
Terciptanya Masyarakat Berbudi Luhur dan Berakhlak Mulia Menyadari akan semakin pentingnya peranan akhlak yang ditopang emosional dan spiritual cerdas dan saleh, arah pembangunan manusia Sumatera Barat adalah menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan intelijensia, dengan pendidikan yang mampu memenuhi emosional dan spiritual yang etis. Intelijensia generasi mendatang akan handal pada bidang-bidang yang mampu digunakan untuk menghadapi tantangan global, dan sekaligus memiliki daya saing tinggi. Sementara unsur emosional masyarakat terasah dan berkembang baik dari norma dan adat yang berkembang, maupun melalui pendidikan formal, informal dan nonformal, maupun lingkungan keluarga. Keseimbangan pembangunan manusia yang berakhlak mulia pada akhirnya akan dapat menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu „ranah‟ yang dapat mempersiapkan generasi
215
yang mampu bersaing pada tatanan Internasional. Secara umum, landasan moral dan etika sosial dalam masyarakat Sumatera Barat tidak lagi berlandaskan kepada satu ideologi yakni ideologi adat. Ideologi kehidupan masyarakat telah bergeser kepada prinsip ekonomi, politik, dan birokratis. Konsekuensi logis dari hal ini adalah terbentuknya sikap toleransi yang semakin memudar, kalaupun masih ada, toleransi tersebut agaknya bersifat semu. Untuk masa mendatang, pelaksanaan ajaran budaya ditengah masyarakat harus berlandaskan kepada perilaku yang berakhlak, menjauhi konflik terbuka yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban sosial, harga menghargai sesama umat beragama dan tingkat toleransi yang semakin tinggi. Pembentukan perilaku keagamaan dan kebudayaan terutama diarahkan untuk menciptakan suasana kehidupan yang aman dan sejahtera baik lahir maupun batin dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat. c.
Terciptanya Sumatera Berwawasan islami
Barat
Sebagai
Pusat
Pendidikan
otak
Secara historis, kekuatan sebuah generasi adalah mampu melanjutkan pemikiran keilmuan Islam yang digali dari sumber Alquran dan hadis, dan menjadikan sumber keilmuan tersebut sebagai dasar pijak memasuki era globalisasi. Sementara itu, era globalisasi yang penuh tantangan memerlukan generasi akan datang yang memiliki karakter, kekuatan keilmuan, keterampilan, dan terarahnya kesalehan emosional, spiritual dan kesalehan sosial. Potensi untuk mempertajam sasaran kualitas pendidikan Islam tidak saja pada jenjang pendidikan tinggi saja, namun tidak kalah pentingnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan „kepesantrenan‟ yang berkembang di Sumatera Barat mesti ditingkatkan kualitasnya. Baik dari sisi tenaga, metoda pengajaran, maupun desain pelaksanaannya. Untuk itu pemodelan pendidikan „boarding‟, atau sekolah berasrama perlu dilanjutkan. Diharapkan akan muncul setidaknya satu boarding school per kabupaten dan kota yang dikelola pada standar yang dapat diterima secara nasional dan internasional. Kesemuanya diharapkan akan menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu daerah tujuan pendidikan bagi kawasan sekelilingnya. Selain dari itu akan dihasilkan berbagai pemikiran dari Keislaman yang mampu dijadikan sebagai pedoman untuk generasi mendatang. Dampak ikutannya adalah semakin banyaknya ketersediaan tenaga kerja yang memiliki kecerdasan berpikir, pengendalian emosional dan kecerdasan spiritual yang nantinya akan dapat merlahirkan manusia yang terampil dan agamais.
216
d.
Terciptanyanya Kesalehan sosial dan Kepedulian kultural Salah satu potensi agama yang terabaikan selama ini adalah pada aspek ekonomi. Agama sering dipahami secara parsial sehingga terkesan agama hanya menyangkut persoalan ibadah khusus saja. Pada hal sesungguhnya sumberdana yang diinformasikan agama sangatlah potensil dan strategis bila dikelola dengan manejerial yang benar. Tidak sedikit banyaknya sumberdana yang mesti diinfaqkan (dikeluarkan) oleh umat Islam dalam berbagai jenis, seperti; zakat, infaq, sedeqah, waqaf, hibah dan warisan. Jika semua dana itu dapat dikumpulkan dalam satu badan atau lembaga yang akuntabel dan lembaga tersebut dikelola dengan benar dan baik maka dana ini cukup berarti sebagai dana umat disamping APBD dan APBN. Dana tersebut sangat memungkinkan dimanfaatkan untuk pengembangan sektor riil, disamping juga digunakan sebagai bentuk kepedulian antar manusia. Terwujudnya kesalehan sosial dan kepedulian kultural merupakan salah satu petanda penting bagi terwujudnya perilaku agama dan budaya sebagai energi pembangunan. Terwujudnya kesalehan sosial dan kepedulian kultural ini ditandai oleh meningkatnya jumlah kaum muslimin yang membayar zakat dan berdirinya masjid dan mushalla yang refsentatif sesuai dengan ketentuan dalam Agama Islam.
e.
Tersedianya Sistem dan regulasi Pengelolaan Tanah Ulayat Dengan Kepastian Hukum Pemanfaatan tanah tanah ulayat menurut hukum adat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik yang berada dalam persekutuan nagari, dalam persekutuan suku, maupun yang berada dalam persekutuan kaum. Disamping itu keberadaan tanah ulayat menurut hukum adat adalah sebagai asset yang menjamin keberlangsungan silsilah dalam kekerabatan matrilineal secara turun temurun, oleh sebab itu keberadaan tanah ulayat tidak boleh diperjual belikan sebab ia akan mengalami penciutan luas dari waktu ke waktu, inilah pangkal asal dari kemiskinan. Berlandaskan kepada kenyataan atas kaedah-kaedah tentang ekonomi dan sosial dari tanah ulayat tersebut, maka ke depan haruslah dilahirkan suatu kebijakan yuridis tentang pemanfaatan tanah ulayat tersebut dengan melahirkan Peraturan Daerah (PERDA) tanah ulayat yang diformulasikan dari kaedah-kaedah hukum adat menjadi hukum positif. Didalam PERDA tersebut haruslah diatur tentang sistem pemanfaatan tanah ulayat untuk tujuan ekonomi, sosial, dan pembangunan, dimana hukum adat telah mengatur bahwa tanah ulayat dapat dimanfaatkan oleh; masyarakat adat itu sendiri dengan kekuatan permodalannya (self financing), atau dikerjasamakan (joint venture) dengan sistem bagi hasil ataupun sebagai penyertaan modal, atau disewa pakaikan dalam rentang waktu yang tertentu.
217
f.
Terciptanya Kehidupan Sosial Yang Harmonis Dalam Suasana Multikultural Memperhatikan perkembangan beberapa tahun terakhir, pada tahuntahun mendatang, masyarakat Sumatera Barat berpotensi menjadi multikultur, sepanjang keterbukaan wilayah menjadi prioritas utama. Kehadiran masyarakat dari wilayah lain di Indonesia akan mewarnai mozaik sosial daerah. Dewasa ini sejumlah suku bangsa lain yang tinggal di Sumatera Barat telah lama memberikan corak sosial dan ekonomi. Dalam mozaik sosial yang beranekaragam, sikap toleran antar masyarakat yang multikultur sangat diperlukan. Perbedaan latar belakang agama, kebudayaan, asal usul dan kewarganegaraan yang dilandaskan harus dapat disatukan dengan menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Budaya kebersamaan dalam perbedaan merupakan strategi dasar yang diperlukan untuk mewujudkan keharmonisan, toleransi, etika sosial keagamaan diantara anggota masyarakat yang tidak hanya beridentitas Minangkabau dan Islam, tetapi juga beridentitas suku bangsa lainnya yang telah sama-sama berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan daerah. Masyarakat Sumatera Barat 20 tahun mendatang yang diperkirakan akan semakin heterogen dan majemuk dalam hal keanekaragaman golongan masyarakatnya, akibat perbedaan adausul, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan gaya hidup. g. Terciptanya simbul kehidupan agama dan budaya secara konrkit dalam masyarakat Memperhatikan realitas kehidupan masyarakat Minangkabau yang berdasarkankan ABS SBKbelum tergambar dalam kehidupan pamerintah, adat dan budaya yang menjadi ikonnya Sumbar sebagai propinsi yang religius dan beradat jika dibandingkan dengan propinsi tetangga seperti Riau yang telah terlebih dahulu memperagakan simbul keagamaan dan budaya melayunya dengan tulisan Arab Melayu.
6.
KEBUDAYAAN
Arah kebijakan pembangunan yang akan dicapai dalam pembangunan peningkatan apresiasi sosial budaya daerah adalah sebagai berikut: a.
Mengembangkan kehidupan social budaya menuju suatu peradaban yang bermartabat dan dilandasi moralitas yang tinggi.
b.
Memupuk rasa percaya diri serta mengembangkan identitas sisoal budaya di tengah keragaman masyarakat daerah, nasional dan global.
218
c.
Memupuk rasa solidaritas sosial serta mengembangkan toleransi terhadap perbedaan social budaya sehingga dapat menumbuhkan kebersamaan dan kerukunan.
d.
Mengembangkan pendidikan social budaya mulai sejak usia dini dengan mendorong tumbuhnya partisipasi yang luas dalam masyarakat.
e.
Mengembangkan kreatifitas sosial budaya, baik yang bersifat kelompok maupun individu.
f.
Mengembangkan iklim dan suasana kehidupan sosial budaya yang kondusif, baik secara individual maupun komunal dan institusional.
g.
Mengembangkan kelembagaan masyarakat adat dan meningkatkan peran ulama, ninik mamak dan cendikiawan dalam penerapan nilainilai adat, seni dan social budaya.
8.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Strategi pertama, meningkatkan keterampilan dalam berwirausaha bagi perempuan dengan arah kebijakan peningkatan upaya pemberdayaan, pengetahuan, keterampilan dan kemandirian perempuan. Strategi kedua, mewujudkan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan dengan arah kebijakan pemberdayaan gender/pemberdayaan perempuan. Strategi ketiga, mencegah dan menangani perdagangan perempuan dan anak (trafficking) dengan arah kebijakan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan dalam rumah tangga serta perdagangan perempuan dan anak (trafficking). Strategi keempat, mewujudkan Pengarusutamaan Hak-hak Anak (PUHA) dan mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan mandiri dengan arah kebijakan (1) terwujudnya kota dan kabupaten di Sumatera Barat sebagai kota layak anak; (2) pengokohan ketahanan keluarga,(3) Pengendalian dan menata kependudukan Adanya kondisi yang bersifat kultural (terkait dengan nilai-nilai budaya matrilinial) dan sekaligus bersifat struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada), maka diperlukan tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan.Untuk itu, diperlukan kemauan politik yang kuat agar semua kebijakan dan program pembangunan yang memperhitungkan kesetaraan gender, serta peduli anak. Prioritas dan arah kebijakan pembangunan yang akan dilakukan adalah : a.
Meningkatkan kualitas hidup perempuan pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
terutama
di
bidang
219
b.
Meningkatkan peran perempuan di bidang politik.
c.
Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan.
d.
Meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.
e.
Menyempurnakan perangkat hukum yang lebih lengkap dalam melindungi perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk kekerasan dalam keluarga.
f.
Meningkatkan peran kelembagaan, koordinasi dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan pembangunan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
g.
Meningkatkan kapasitas dan peran pengelola dan mitra strategis dalam menggerakkan lini lapangan untuk menjamin akses, kualitas dan keberlangsungan dalam pelayanan Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga.
4.2.
EKONOMI
1.
PENANAMAN MODAL
Meningkatkan koordinasi dan sinergitas antar stakeholder penanaman modal termasuk dengan kota dan kabupaten, dengan arah kebijakan peningkatan RUPM yang terpadu antar provinsi, kota, dan kabupaten, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kepastian hukum, peningkatan pengembangan potensi investasi daerah dengan melakukan identifikasi peluang usaha sesuai dengan potensi sumberdaya alam daerah, dan peningkatan promosi investasi yang efektif dengan menyajikan profil-profil investasi. Optimalisasi kinerja pelayanan perijinan investasi dengan arah prosedur perijinan serta optimalisasi pemanfaatan teklogi informasi dalam pelayanan perijinan, memfasilitasi kepastian hukum dalam berinvestasi.
kebijakanpenyederhanaan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka matrik isu strategis, tujuan, sasaran, strategi dan kibijakan urusan penanaman modal, dapat dirumuskan sebagai berikut:
220
Matrik Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi Dan Kibijakan Urusan Penanaman Modal No Isu Strategis 1 Kepastian hukum dan kordinasi antar instansi penanaman modal provinsi dan kota/kabupaten masih lemah
Tujuan Peningkatan kepastian hukum dan usaha
Sasaran Peraturan yang mendukung iklim investasi
Peningkatan koordinasi antar Meningkatnya investasi instansi penanaman modal melalui penyusunan provinsi dan kota/kabupaten RUPM yang terpadu Meningkatnya investasi melalui pengembangan promosi potensi investasi 2
2.
Meningkatkan daya tarik dan daya saing investasi daerah
Meningkatnya kualitas Meningkatnya kualitas pelayanan perizinan terpadu pelayanan perizinan terpadu
Strategi Arah dan Kebijakan Mengoptimalkan Memfasilitasi kepastian investasi yang dilindungi hukum dan keamanan payung hukum Mendorong kegiatan pengendalian penanaman modal untuk meningkatkan dan Meningkatkan iklim kualitas RUPM Meningkatkan kualitas penyelenggaraan promosi penanaman modal melalui penyelenggaraan Revitalisasi pelayanan perizinan yang terpadu
Peningkatan pengendalian penanaman modal Peningkatan pengendalian penanaman modal Peningkatan pengendalian penanaman modal
Peningkatan pelayanan perizinan
KUKM
Berdasarkan tujuan dan sasaran pembangunan KUKM maka Strategi pengembangan KUKM di Sumatera Barat adalah: a.
Menciptakan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM
b.
Menciptakan Akses KUKM kepada Sumberdaya Produktif
c.
Memfasilitasi peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM
d.
Mendorong dan memfasilitasi penguatan Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan.
Arah umum kebijakan pembangunan koperasi dan UKM adalah; Perbaikan iklim usaha yang lebih berpihak pada Koperasi dan UKM, peningkatan peran Koperasi dan UKM dalam perekonomian daerah serta pengembangan wirausaha Koperasi dan UKM. Secara umum tujuan dan sasaran serta arah kebijakan pembangunan Koperasi dan usaha kecil menengah tersimpul pada Tabel berikut: No
Isu - Isu
Tujuan
Sasaran
1
Iklim Usaha yang belum Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM
Meningkatkan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM Menyediakan Akses KUKM Kepada Sumberdaya Produktif
Terwujudnya Peningkatan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM Tersedianya Akses KUKM kepada Sumberdaya Produktif
2 Akses Koperasi dan UKM kepada Sumberdaya Produktif masih rendah
Strategi Menciptakan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM Menciptakan Akses KUKM kepada Sumberdaya Produktif
221
3 Pengembangan Produk dan Pemasaran KUKM
Mendorong pengembangan Produk dan Pemasaran KUKM
Berkembangnya Produk dan Pasar produk KUKM
4 Daya Saing SDM Koperasi dan UKM masih belum kuat
Mendorong Peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM
Meningkatnya Daya Saing SDM Koperasi dan UKM
5 Peran Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebu nan/eternakan/peri kanan masih lemah
Peningkatan peran Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebu nan/peternakan/pe rikanan.
Penguatan Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebuna n/peternakan/perika nan.
3.
Mendorong dan memfasilitasi pengembangan Produk dan Pemasaran KUKM Memfasilitasi peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM Peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM Mendorong dan memfasilitasi penguatan Kelembagaan Koperasi khususnya dalam pembangunan pertanian/perkebunan /peternakan/perikana n.
KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel tersebut memperlihatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sumatera Barat selama periode 2010-2013: Tabel. 4.1 TPAK Sumatra Barat dan Indonesia Tahun 2010-2013 No 1
Indikator TPAK Sumbar Indonesia
Satuan
2010
% %
66,36 67,72
2011
2012
2013
66,19 88,34
64,47 67,88
62,90 66,90
Data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Barat cendrung menurun dari tahun ke tahun. Kondisi ini sejalan dengan tingkat pengangguran yang cendrung bertambah, yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Jika dibandingkan dengan kondisi nasional, maka TPAK Sumatera Barat lebih rendah. Kondisi ini kemungkinan bisa disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada atau kualitas sumber daya yang rendah sehingga tidak terserap dalam dunia kerja. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka dapat dipakai untuk mengukur tingkat keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka, semakin ekslusif proses pembangunan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pengangguran terbuka, semakin inklusif pembangunan yang sedang dilaksanakan. Selama periode 2009-
222
2013 telah terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka. Pada tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,97% menjadi 6,99% di tahun 2013. Kondisi ini menandakan semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pembangunan.
Bila di bandingkan dengan nasional, tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi terhadap tingkat pengangguran terbuka nasional selama periode 2010-2013. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat sebesar 6,95% dan nasional sebesar 7,14%. Sementara itu, ditahun 2014 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat lebih besar dari nasional yang sebesar 6,25%.Kondisi ini menandakan perekonomian Provinsi Sumatera Barat belum optimal dalam penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan rata-rata nasional. Fakta ini juga menjustifikasi bahwa tingkat standar hidup nasional lebih tinggi dari Provinsi Sumatera Barat. Untuk itu, Provinsi Sumatera Barat masih perlu bekerja keras dalam mencapai tingkat kesejahteraan rata-rata nasional dengan melibatkan lebih banyak masyarakat. Kondisi ini dapat dilakukan dengan peningkatan lapangan kerja, produktifitas dan diversfikasi usaha. Argumentasi ini dapat dipahami karena penyerapan lapangan kerja Provinsi Sumatera Barat relatif lambat dibandingkan dengan rata-rata nasional. Belum banyaknya peluang berusaha dan bekerja menyebabkan pangsa pengangguran bertambah. Penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Barat cenderung pada sektor pertanian dan perdagangan. Kondisi ini mengindikasikan masih banyaknya tenaga kerja terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan. Oleh karena itu, perbaikan iklim usaha wajib dilakukan, peningkatan infrastruktur, keamanan berusaha dan kepastian hukum penting pula menjadi fokus perhatian terutama dalam rangka menarik investasi di Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, pemerintah perlu mencipatakan program-program terobosan yang dapat menumbuhkan jiwa wirausaha masyarakat untuk memunculkan usaha-usaha baru yang dapat meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan standar hidup masyarakat Provinsi Sumatera Barat
223
4.
PERTANIAN
Strategi umum pembangunan pertanian/ perkebunan/peternakan/perikanan meliputi :Strategi peningkatan produktivitas dan kualitas produk, strategi penanganan pascapanen danStrategi pembinaan usaha. Secara lebih spesifik adalah: a. Mendorong Peningkatan luas produksi, produktivitas dan mutu tanaman pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan secara berkelanjutan; b. Mendorong peningkatan kualitas SDM dan Penyuluhan serta IPTEK dan Inovasi Daerah untuk pertanian, Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha; c. Mendorong peningkatan pendapatan dan efisiensi usaha masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan; d. Mendorong peningkatan dukungan terhadap system ketahanan dan kedaulatan pangan; e. Pengembanganakses petani terhadap permodalan dan Pengolahan serta pemasaran hasil pertanian dan mendorong peningkatan Investasi usaha perkebunan/pertanian Berkelanjutan, peternakan dan perikanan, f.
Mendorong peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternakan/perikanan, Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup.
g. Mendorong Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran, nilai tambah dan daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan yang masih belum berkembang Secara umum tujuan dan sasaran serta arah kebijakan pembangunan Koperasi dan usaha kecil menengah tersimpul pada Tabel berikut: No
Isu - Isu
Tujuan
Sasaran
Strategi
1
Peningkatan produktivitas, pertanian, perkebunan dan populasi peternakan dan perikanan belum berkelanjutan, dan masih rendah
Meningkatkanp roduktivitas, produk pertanian secara berkelanjutan
2
Kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta penyuluhan dan IPTEK/ Inovasi
Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku untuk pembangunan agroindustri. Terwujudnya peningkatan kualitas SDM dan Penyuluhan serta IPTEK dan
Mendorong Peningkatan luas produksi, produktivitas dan mutu tanaman pertanian/perkebunan , peternakan dan perikanan secara berkelanjutan; Mendorong peningkatan kualitas SDM dan Penyuluhan serta IPTEK dan Inovasi Daerah untuk
224
Pengembanga n Sumber Daya Manusia (SDM) dan
No
Isu - Isu
Tujuan
Sasaran
Daerah untuk pertanian yang belum berkembang optimal
penyuluhan serta IPTEK dan Inovasi Daerah untuk pertanian Meningkatkan pendapatan dan efisiensi usaha masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan; Peningkatan Ketahanan, kedaulatan dan keamanan pangan;
Inovasi Daerah untuk Pertanian
pertanian
Terwujudnya peningkatan pendapatan dan efisiensi usaha masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan;
Mendorong peningkatan pendapatan dan efisiensi usaha masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan;
Peningkatan dukungan terhadap system ketahanan dan kedaulatan pangan; Meningkatnya akses petani terhadap permodalan petani dan Pengolahan serta pemasaran hasil pertanian Terbangunnya dan tersedianya sarana dan prasarana pertanian
Mendorong peningkatan dukungan terhadap system ketahanan dan kedaulatan pangan; Pengembangan akses petani terhadap permodalandan Pengolahan serta pemasaran hasil pertanian
Terbangunnya kelembagaan Pengolahan dan Pemasaran, serta daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan
Mendorong Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran, nilai tambah dan daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan masih belum berkembang
3
Kesejahteraan petani yang masih rendah seiring rendahnya efisiensi usaha,
4
Ketahanan dan kedaulatan serta keamanan pangan yang masih perlu ditingkatkan
5
Akses terhadap permodalan (berbagai skim kredit) dan pemasaran hasil pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan, Peternakan serta Perikanan Sarana dan prasarana pertanian pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan masih terbatas (Lahan, Irigasi, Bibit, Pupuk dan Pestisida, Alat dan Mesin, serta Pembiayaan Pertanian) Pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian untuk nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan, peternakan dan Perikanan belum berkembang
6
7
Peningkatan akses permodalan petani danPengolaha n serta pemasaran hasil pertanian Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/p eternakan/peri kanan
Mengembangk an Pengolahan dan Pemasaran, mutu dan daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan
Strategi
Mendorong peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternak an/perikanan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian tersebut makan arah kebijakan yang ditempuh adalah:membangun dan mengembangkan organisasi, sistem administrasi danmanajemen pembangunan Pertanian yangmendukungsubsektor tanaman pangan,
225
hortikultura, perkebunan danpeternakan, perikanan dan kehutanan dalam mencapai sasaran produksi komoditasunggulan daerah dan nasional. Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan pertanian/peternakan/perikanan yang merupakanpenjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu : meningkatkanproduksi, produktifitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melaluipengembangan komoditas, SDM, kelembagaan, dan kemitraan usaha, investasiusaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumber daya alam dan lingkunganhidup dengan dukunganpengembangan sistem informasi manajemen. Berdasarkan tujuan dan sasaran utama pembangunan pertanian umumnya maka arah kebijakannya secara khusus adalah : Arah kebijakan budidaya adalah optimalisasi pengembangan komoditas unggulan berbasis kawasan, meningkatkan ketersediaan input produksi (lahan, bibit, pupuk, irigasi dan sarana lainnya), dan bimbingan usaha secara berkelanjutan, serta inovasi teknologi, meningkatkan pencegahan dan penanganan Gangguan Usaha Perkebunan/ pertanian/peternakan/perikanan. Arah Kebijakan Penanganan Pascapanen adalah; Meningkatkan mutu berbasis kegiatan pascapanen melalui perbaikansistem penanganan pascapanen dengan penerapan teknologi tepat guna danfasilitasi alat pascapanen di pedesaan, kemampuan, kemandirian dan profesinaliisme pelakuusaha serta meningkatkan mutu, nilai tambah dan daya saing hasilperkebunan/pertanian/ peternakan/ perikanan. Arah Kebijakan Pembinaan Usahaadalah; Meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif denganpengembangan kelembagaan dan kemitraan di bidang usahaperkebunan/pertanian/peternakan dan perikanan yang, penilaian usaha, sosialisasi, penerapan, pembinaan pembangunan pertanian berkelanjutan, pengelolaan SDA dan lingkungan hidup serta penanganangangguan usaha dan konflik. Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta penyuluhan dan IPTEK/ Inovasi Daerah untuk pertanian perkebunan/peternakan dan perikananyang belum berkembang optimal Arah kebijakan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternakan/perikanan sesuai dengan kebutuhan dari; 1. Aspek Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2. Aspek Pengelolaan Air Irigasi, 3. Aspek Bibit, Pupuk dan Pestisida, 4. Aspek Alat dan Mesin Pertanian, PerikananTangkap dan Perikanan Budidaya, dan 5. Aspek Pembiayaan Pertanian, dan kelembagaan penunjang lainnya.
226
5.
KEHUTANAN
Strategi yang diperlukan agar hutan dapat mencapai tujuannya sesuai dengan fungsinya dalam konsep pembangunan berkelanjutan, maka strategi yang perlu dilakukan adalah mensosialisasikan fungsi hutan kepada komunitas yang tinggal di sekitar hutan, meningkatkan pengetahuan dan penyadaran masyarakat sejak dini tentang pentingnya pembangunan berkelanjutan terkait pengelolaan hutan, melakukan pengawasan yang efektif agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau pengrusakan dalam hal dalam pemanfaatan hutan. 6.
PARIWISATA
Strategi yang diperlukan untuk mencapat tujuan pembangunan pariwisata adalah meningkatkan arah pengembangan wisata dari wisata berbasis keindahan daratan dan keunikan sosial budaya, juga kepada pengembangan wisata berbasis perairan dan kepulauan. Dengan demikian, target wisatawan juga ditingkatkan tidak hanya wisatawan domestik, tetapi juga wisatawan internasional. Pengelolaan pariwisata dilakukan secara profesional, termasuk promosinya agar memiliki nilai jual secara internasional. Selain itu, juga perlu sosialisasi secara internal (kepada masyarakat) secara tepat, agar walaupun Sumbar kedepan lebih terbuka untuk menerima orang luar, namun tetap dapat mempertahankan karakteristik melalui sosial budayanya yang khas yang berdaya saing. 7.
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Strategi a. Menyiapkan dan mendayagunakan small expert team melalui perumusan kriteria dan identifikasi SDM sebagai mitra dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan pembangunan ekonomi maritim melalui satu koordinasi pada institusi perencana pembangunan daerah. b. Menerapkan Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain Approach) untuk pengembangan sektor terpilih dalam prioritas pembangunan ekonomi maritim. c. Mengembangkan penyuluhan untuk membangun pengelolaan sumberdaya maritim dan perikanan berbasis masyarakat (comanagement) dalam rangka membangun tanggung jawab masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Kebijakan a. Meningkatkan fasilitasi dalam bentuk prasarana, sarana, advokasi, dan konsultasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.
227
b. Memperluas penyediaan informasi dan akses pelaku usaha ekonomi maritim terhadap informasi dalam sistem produksi, pengolahan produk dan jasa ekonomi (economic goods and services) kelautan, serta saluran tata niaga. c. Membangun keberlanjutan usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil laut dan perikanan, dan pariwisata bahari dengan menerapkan pendekatan market-based solution untuk memperkuat kemitraan diantara penerima manfaat (beneficeries) dalam sistem rantai nilai. Sehingga keberlanjutan usaha tidak tergantung kepada program atau proyek bantuan dari pemerintah. 4.3.
INFRASTRUKTUR
1.
SARANA DAN PRASARANA UMUM (PEKERJAAN UMUM)
Pengembangan infrastruktur di Sumatera Barat dapat strategi yang perlu dihadapi secara spesifik adalah sebagai berikut: a. peningkatan pelayanan jaringan jalan yang mulai menurun terutama pada jaringan jalan dengan produksi komoditas sumber daya alam yang tinggi; b. pengalihan pengangkutan barang dengan menggunakan jaringan jalan kereta api;
kapasitas
besar
c. pengoptimalkan fungsi terminal penumpang; d. mengembangkan terminal angkutan barang; e. penyebaran outlet ekspor impor komoditas dengan kapasitas besar masih bertumpu di seluruh wilayah untuk menghindari biaya ekonomi tinggi; f.
meningkatkan jumlah ketersediaan listrik;
pembangkit
untuk
menaikan
kapasitas
g. meningkatkan sumberdaya manusia dan pendapatan daerah untuk pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur h. meningkatkan terkoordinasinya rencana infrastruktur yang dibutuhkan oleh pembangunan
/ proyeksi kebutuhan bidang-bidang dalam
i.
membentuk badan pengkaji dan penanganan data kebutuhan pengembangan infrastruktur;
j.
pengembangan sumber daya manusia dalam perencanaan dan pemeliharaan infrastruktur ;
228
k. penigkatan kesadaran dan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat umumnya untuk mengembangkan infrastruktur yang berwawasan kebencanaan. l.
mengelaborasi rencana pembangunan infrastuktur daerah dengan yang menunjang pembangunan nasional,
Sedangkan kebijakan yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan diatas adalah sebagai berikut: a. Percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat.
infrastruktur
untuk
peningkatan
b. Pembangunan pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur dan sosial-ekonomi. c. Peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan. 2.
PERUMAHAN
Strategi yang diperlukan adalah mengintegrasikan perencanaan perumahan dan permukiman dengan mensinergikan aspek teknis membangun kawasan perumahan dan permukiman, mendirikan bangunan, menyediakan fasilitas air minum, menyediakan pelayanan listrik, pencatatan kepemilikan tanah, proses perizinan bangunan, serta pengelolaan sampah dan limbah. Semua aspek tersebut dalam prakteknya dilakukan oleh dinas / institusi teknis yang berbeda. Oleh karena itu, strategi yang diperlukan adalah integrasi perencanaan perumahan dan permukiman. Kebijakan a. Regulasi dan reformasi badan pengelola perumahan dan lembaga keuangan untuk perumahan rakyat b. Regulasi penyediaan lahan perumahan yang berkwalitas 4.
PERHUBUNGAN/TRANSPORTASI
Strategi pembangunan Sumatera Barat merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu terhadap upaya-upaya pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Sumatera barat bersama seluruh komponen masyarakat untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan Provinsi Sumatera Barat. Untuk menjabarkan strategi pembangunan yang telah ditetapkan, maka diperlukan arah kebijakan agar dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat maupun stakeholder dalam melaksanakan pembangunan. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan pada Bidang Trasnportasi dapat dilihat sebagai berikut : Strategi dan Arah Kebijakan Bidang Infrastruktur dan Perhubungan
229
Penetapan arah kebijakan dan strategi sangat penting dilakukan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan transportasi . Untuk itu ditetapkan arah kebijakan serta strategi sebagai berikut : a.
Membangun Konektivitas Intra/Antar Wilayah, melalui strategi: - Pengembangan Dan Peningkatan Aksesibilitas Jalan Yang Menghubungkan Dari Dan Ke Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi, Sentra Produki, Objek Wisata Dan Simpul Transportasi - Pengembangan Aksesbilitas Layanan Angkutan Umum Perintis - Penyediaan Layanan Angkutan Sekolah Untuk Mendukung Kebutuhan Dasar Masyarakat Di Bidang Pendidikan - Peningkatkan Akses Jalan Dalam Rangka Mengurangi Bottleneck Kapasitas Prasarana Jalan
b.
Mempercepat pembangunan transportasi massal dalam rangka peningkatan daya saing daerah, melalui strategi : - Pengembangan Angkutan Umum Massal Pada Kawasan Perkotaan dan Kawasan Aglomerasi Perkotaan berbasis BRT - Pengembangan Trasnportasi Massal Berbasis Rel - Pengembangan Short Sea Shipping Untuk Menguragi Biaya Logistik Pada Daerah Pusat Pertumbuhan - Pembangunan Infrastruktur Dan Fasilitas Simpul Transportasi Darat
c.
Restrukturisasi Kelembagaan Angkutan Umum, melalui strategi : - Perbaikan Kelembagaan Dan Standar Pelayanan Angkutan Umum - Pengendalian Keseimbangan Supply Dan Demand Angkutan Umum - Pemberian Insentif Pelayanan Transportasi Publik
d.
Menciptakan Transportasi Yang Berkeselamatan dalam mendukung program pemerintah menuju Zero Accident, melalui strategi: - Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan Jalan - Pemenuhan persyaratan Standar Pelayanan Minimal Kemantapan Jalan Angkutan Umum - Melakukan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Pada Daerah Black Area Dan Dan Black Spot - Penyediaan Fasilitas Teknologi Deteksi Tinggi Untuk Kemanan Bandar - Pemaduserasian Program Peningkatan Keselamatan Jalan dengan Instansi Terkait - Sosilisai/Advokasi Keselamatan Jalan - Peremajaan Angkutan Umum yang melewati batas umur laik jalan - Pengawasan Terhadap Pelanggaran Perizinan Dan Standar Pelayanan - Peningkatan Pengawasan Kelebihan Angkutan Barang
230
e.
5.
Menciptakan transportasi ramah lingkungan dalam mendukung RAN dan RAD Penurunan Gas Rumah Kaca, melalui strategi: - Pengembangan/Peningkatan Area Traffic Control System (ATCS) - Pembangunan Gedung Parkir Pada Pusat Kegiatan Nasional Dan Pusat Kegiatan Wilayah Nasional - Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Emisi Gas Buang - Mendorong Pemerintah Daerah Provinsi dan Kab/Kota Untuk Mengeluarkan Kebijakan Tentang Pelaksanaan Analisa Dampak Lalu Lintas (Andallalin) KEBENCANAAN
Untuk itu strategi yang perlu dikembangkan pemerintah daerah dalam mengelola kebencana adalah: a. peningkatan jumlah dan kwalitas pendidikan formal dan infiormal untuk mitigasi bencan yang terintegrasi dengan bidang pendidikan umum, kesehatan, pertanian, infrastruktur dan sosial-ekonomi dan lainnya. b. meningkatkan koordinasi dan integrasi perencanaan pembangunan berwawasan kebencanaan disemua bidang c. meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang mempunyai tugas dan fungsi untuk mengeola bencana d. memanfaatkan teknologi maju dalam tindakan mitigasi bencana. Kebijakan a. Memprioritaskan penggunaan teknologi maju dalam tindakan mitigasi bencana. b. Peningkatan kesiapan dalam menghadapi ancaman bencana melalui pendidikan formal dan infiormal baik di bidang pendidikan sokolah, kesehatan, pertanian, infrastruktur dan sosial-ekonomi. c. Peningkatan koordinasi dan integrasi pembangunan yang berwawasan kebencanaan disemua bidang dengan membentuk aturan formal. d. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia yang mempunyai tugas dan fungsi untuk mengeola bencana. 6.
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
4.4.
SUMBERDAYA ALAM
1.
LINGKUNGAN HIDUP
Strategi umum untuk mencapai tujuan lingkungan hidup yang sehat dan berkualitas adalah dengan membuat pemahaman yang sama antar stakeholders tentang lingkungan hidup, menetapkan indikator yang dipahami bersama, menyusun rencana penyelesaian masalah secara terpadu, dan menjelaskan tugas sektor dalam kerjasama lintas sektor.
231
Strategi ini dipilih karena lemahnya koordinasi antar sektor, sementara sangat dipahami bahwa lingkungan hidup tidak dapat diselesaikan dan tidak hanya melibatkan satu sektor. Strategi pengembangan wilayah dan lingkungan hidup secara detail berdasarkan tujuan dan sasarannya adalah seperti pada tabel dibawah ini. Matriks Tujuan, Sasaran dan Strategi pembangunan aspek Pengembangan Wilayah dan Lingkungan Hidup yang direncanakan utk meningkatkan daya saing daerah 2015-2020
No I
Isu Strategis Terkait Sumberdaya Alam 1 Eksploitasi hutan lindung menjadi hutan produktif dan lahan budidaya (pertanian dan permukiman) 2 Kemiskinan di wilayah pesisir dan kepulauan 3 Pengelolaan limbah industri dan rumah tangga belum terlaksana secara optimal 4 Sulitnya penyediaan (pembebasan) lahan untuk pembangunan
5 Belum optimalnya pengelolaan sumberdaya air (embung, danau, sungai)
6 Belum terbangunnya sinergi perencanaan Tata Ruang dengan pembangunan daerah
232
Tujuan
Sasaran
Strategi
Terkendalinya fungsi hutan lindung sebagai kawasan penyangga dan pelestari lingkungan meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan kepulauan Terwujudnya lingkungan hidup sehat yang berkelanjutan
Terpeliharanya keseimbangan eksoistem (alam)
Pengelolaan hutan berbasis ekosistem
Pengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir dan kepaulauan Terlaksananya pengelolaan limbah terpadu
pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah Pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu
Melancarkanimple mentasi pembangunan
meningkatkan daya saing pembangunan Sumbar di tingkat regional Sumatra dan nasional
peningkatan pemanfaatan sumberdaya air sbg penyedia listrik, pengairan dan air bersih utk rumah tangga dan usaha kecil Terbangunnya kawasan strategis dan jenjang pusat kegiatan yang sinergis antara rencana tata ruang dg rencana pembangunan
pemerataan pelayanan listrik, irigasi pertanian, dan rumah tangga, termasuk UMKM
peningkatan daya saing Sumbar diantara propinsi di pulau Sumatera dan antar propinsi di tk. Nasional. pemerataan pembangunan antar wilayah
Peningkatan pelayanan PKN, PKW dan PKWp, serta PKL
Optimalisasi pembangunan kawasan dan hirarki kota2 pusat kegiatan utk meningkatkan daya saingdaerah
II 1
2
3
4
III
Terkait Sumberdaya Manusia Kurangnya pemahaman masyarakat akan hidup sehat dan lingkungan hidup sehat Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan berwawasan lingkungan dalam berusaha ekonomi berbasis sumberdaya alam Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan aparat sipil negara dalam pengawasan pengelolaan sumberdaya alam kurangnya kapabilitas dalam mensinergikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
Lingkungan hidup yang sehat
masyarakat sehat karena lingkungan sehat
pembangunan manusia dan lingkungan sehat
terwujudnya masyarakat yang cerdas dalam berusaha dg memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan Pelayanan publik yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan sumberdaya alam terwujudnya sinergi rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
meningkatkan perekonomian masyarakat berbasis sumberdaya alam dengan tetap mejaga kelestarian lingkungan terpenuhinya standar pelayanan minimum
Pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung wilayah dan prinsip keberlanjutan Peningkatan kapasitas aparat sipil negara
terlaksananya pemanfaatan dan pengendalian ruang melalui program-program pembangunan sesuai peruntukan ruangnya terwujudnya kepuasan masyarakat terhadap pemerintah
pengembangan sumberdaya manusia sebagai aparatur sipil negara yang profesional
berkembangnya pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan di wilayah perbatasan kebanggaan sebangsa dan setanah air melalui persatuan dan kesatuan pembangunan wilayah darat dan laut
Pembangunan daerah perbatasan sesuai daya dukung wilayah perbatasan Penetapan pusat-pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah Membangun lingkungan kondusif bagi penanaman modal pembangunan
5 kurangnya sumberdaya manusia yang berpikiran maju dan terbuka, profesional dan bertanggugjawab Terkait Kelembagaan 1 belum optimalnya kerjasama dengan propinsi tetangga dalam pengelolaan daerah perbatasan
terwujudnya pelayanan publik yang memuaskan
2 belum optimalnya sinergi perencanaan pembangunan daerah propinsi dengan kabupaten / kota daerah kepulauan dan pulau terluar
meningkatkan rasa nasionalisme, menjaga kesatuan dan persatuan bangsa
3 belum optimalnya SOP perizinan usaha ekonomi pengelolaan sumberdaya alam
Tersedianya SOP perizinan usaha ekonomi yang berkesesuaian dengan rencana tata ruang
Optimalisasi pemanfaatan ruang wilayah perbatasan propinsi tetangga
terbangunnya lingkungan kondusif bagi investor menggiatkan pembangunan
233
4 lemahnya sistem pengintegrasian implementasi rencana tata ruang propinsi dengan kabupaten / kota 5 Lemahnya koordinasi antar instsitusi sektoral karena belum berkembangnya sistem informasi data dan pelayanan terpadu 6 belum termanfaatkannya hasil penelitian sumberdaya alam dalam pembangunan
7 belum terkelolanya wisata alam dan budaya yang berbasiis nagari
3.
Tersedianya sistem pengintegrasian rencana berbasis informasi teknologi antara propinsi dan kab/kota Tersedianya sistem informasi data dan pelayanaan terpadu yang terbuka untuk publik termanfaatkannya hasil penelitian sumberdaya alam dalam pembangunan
Terintegrasinya implementasi rencana tata ruang dalam rencana pembangunan Propinsi di daerah kab/kota Meningkatnya koordinasi antar instsitusi sektoral melalui sistem informasi datadan pelayanan terpadu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat
berkembangnya ekonomi kreatif berbasis masyarakat di kawasan wisata berbasis nagari
meningkatnya kemandirian masyarakat di kawasan wisata
Pengembangan sistem integrasi tata ruang dengan rencana pembangunan propinsi di kab/kota pengembangan sistem informasi untuk publik
berkembangnya perkonomian dan kesehatan masyarakat berbasis penelitian sumberdaya alam pengembangan kawasan wisata untuk pemerataan pembangunan antar daerah
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan dalam sektor energi dan sumberdaya mineral adalah mensosialisasikan kepada masyarakat agar memahami pentingnya memanfaatkan sumberdaya alam sesuai aturan (dengan mengurus izin), melakukan pengawasan secara efektif agar penambangan energi tanpa izin (PETI) bisa berkurang atau bahkan tidak terjadi, memberikan pendampingan agar pembangkit listrik berskala mikro dapat dikembangkan. 4.5.
PEMERINTAHAN
1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perencanaan pembangunan adalah meningkatkan jumlah dan kapasitas perencana agar memenuhi kebutuhan dan kapasitas perencana yang diinginkan, sehingga secara prosedural maupun substansial rencana pembangunan yang dihasilkan akan lebih berkualitas. Membangun dan mengembangkan sistem pengelolaan data secara terintegrasi juga merupakan strategi penting dalam hal ini.
234
2.
KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
Strategi di bidang ini adalah: a) Memperbanyak program pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda angkatan kerja sehingga ketrampilannya meningkat. b) Membuat kebijakan tentang pentingnya kualitas hidup keluarga c) Menata administrasi kependudukan sesuai dengan dinamika dan perkembangan masyarakat di Sumatera Barat, khususnya program eKTP dari kementerian dalam negeri Matrik berikut dapat dijelaskan Srategi dan Kebijakan pada bidang Kependudukan dan Catatan Sipil Matrik Tujuan, Sasaran dan Strategi Pembangunan Pada Aspek kependudukan dan Catatan Sipil Untuk Meningkatkan daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020. No 1
2
3
Isu-Isu Strategis Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan usia angkatan kerja melalui pembuatan program dan kegiatan yang relevan sehingga memiliki keahlian sesuai dengan minat dan bakatnya dalam menciptakan lapangan pekerjaan Meningkatkan kualitas hidup keluarga agar generasi yang dihasilkan mampu bersaing dalam menghadapi integrasi ekonomi global ke depan Penataan adminsitrasi kependudukan sesuai dengan dinamika dan perkembangan masyarakat Sumatera Barat
Tujuan Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan usia angkatan kerja untuk dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dengan bekal keterampilan yang dimiliki
Sasaran Bertambahnya usia angkatan kerja yang berkeahlian dan berketrampilan sesuai dengan dunia kerja
Strategi Program pendidikan dan pelatihan bagi usia angkatan kerja
Meningkatkan kualitas hidup keluarga untuk menghadapi persaingan dalam menghadapi persaingan global, khususnya integrasi ekonomi di Asia Tenggara Tertatanya administrasi kependudukan sehingga dapat menjadi data base bagi pembangunan di Sumatera Barat
Meningkatnya kualitas hidup keluarga di Sumatera Barat
Membuat kebijakan tentang pentingnya kualitas hidup keluarga
Terselenggaranya adminsitrasi kependudukan sesuai dengan penyelenggaraan pemerintahan modern
Menata administrasi kependudukan sesuai dengan dinamika dan perkembangan masyarakat di Sumatera Barat, khususnya program e-KTP dari kementerian dalam negeri.
235
3.
PENYELENGGARAAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
Strategi yang dapat diterapkan: a. Menyusun kegiatan kemasyarakatan dalam sosial, ekonomi dan keagamaan; b. Menyusun kegiatan lingkungan bersama.
lintas
lembaga
untuk menjaga
keamanan
Dari aspek Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat dapat dilihat dari matrik berikut ini. Matrik Tujuan, Sasaran dan Strategi Pembangunan Pada Aspek Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Untuk Meningkatkan daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 No 1
2
4.
Isu-Isu Strategis Peningkatan kemampuan aparatur Kesbangpol bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya dalam menyusun program dan kegiatan yang berhubungan dengan upaya menciptakan keamanan lingkungan Meningkatkan sinergi antar lembaga dalam melakukan pengamanan lingkungan.
Tujuan Menciptakan kondisi aman dan tertib sebagai modal dasar dalam membangun Sumatera Barat dan menciptakan iklim pembangunan yang kondusif
Sasaran Terciptanya kondisi aman dan tertib dalam masyarakat sebagai modal dasar pembanguan yang dilaksanakan
Strategi Menyusun kegiatan kemasyarakatan dalam sosial, ekonomi dan keagamaan
Meningkat sinergi dan kerjasama dengan institusi penegak hukum untuk menurunkan angka kriminalitas
Bertambah kuatnya sinergi dengan pemangku kepentingan untuk menurunkan angka kriminalitas
Menyusun kegiatan lintas lembaga untuk menjaga keamanan lingkungan bersama
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
Strategi di bidang dapat dilihat sebagai berikut: a.
Menjadikan sistem sosial budaya masyarakat nagari dan desa dasar dalam pembuatan keputusan di nagari dan desa;
b.
Menyusun peraturan daerah untuk membentuk nagari adat dan desa adat;
c.
Menambah kegiatan bimbingan pemerintahan nagari/desa;
d.
Pengembangan program nagari/desa mandiri untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
236
teknis
bagi
pengelola
e.
Meningkatkan program pelatihan ekonomi kreatif bagi masyarakat nagari/desa.
f.
Meningkatnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana di desa dan nagari.
Terkait dengan pelaksanaan pembangunan masyarakat dan desa/nagari ini ada beberapa strategi dan kebijakan yang dapat dilaksanakan berdasarkan identifikasi terhadap isu-isu strategis di atas. Matrik Tujuan, Sasaran dan Strategi Pembangunan Pada Aspek Pembangunan Masyarakat dan Desa Untuk Meningkatkan daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 No 1
Isu-Isu Strategis Pengembangkan sistem sosial budaya masyarakat Nagari/desa
2
Membentuk nagari adat sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah
3
Peningkatan kemampuan aparatur pemerintahan nagari/desa dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan tata kelola nagari/desa
4
Peningkatan kualitas hidup masyarakat nagari dengan cara
Tujuan Mengembangkan sistem sosial budaya sebagai bagian dari kearifan lokal untuk landasan pembangunan masyarakat di nagari dan desa Berkembangnya nilai adat dan budaya masyarakat di nagari sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintahan nagari/desa dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, terutama dari segi pengelolaan keuangan dan pembangunan di nagari Meningkatannya kualitas hidup masyarakat di nagari/desa melalui sinergi
Sasaran Berkembangnya sistem sosial budaya masyarakat di nagari dan desa sebagai dasar pelaksanaan pembangunan Terbentuknya nagari adat dan desa adat yang menjadi karakter kearifan lokal di Sumatera Barat
Strategi Menjadikan sistem sosial budaya masyarakat nagari dan desa dasar dalam pembuatan keputusan di nagari dan desa Menyusun peraturan daerah untuk membentuk nagari adat dan desa adat
Bertambahnya pengetahuan dan kemampuan aparatur pemerintah nagari/desa dalam melaksanakan fungsi pemerintahan
Menambah kegiatan bimbingan teknis bagi pengelola pemerintahan nagari/desa
Bertambahnya kualitas hidup masyarakat di nagari/desa yang didasarkan pada
Pengembangan program nagari/desa mandiri untuk meningkatkan
237
No
5
6
5.
Isu-Isu Strategis mensinergikan sumber daya alam dan potensi yang ada di nagari berdasarkan prinsip kemandirian Peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaan/nagari
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana di desa dan nagari
Tujuan
Sasaran
Strategi
sumber daya yang ada untuk mewujudkan nagari/desa mandiri
kemandirian
kualitas hidup masyarakat
Meningkatkan pendapatan masyarakat di nagari/desa melalui pengembangan ekonomi kreatif.
Peningkatan pendapatan masyarakat berdasarkan keunggulan nagari/desa
Meningkatkan program pelatihan ekonomi kreatif bagi masyarakat nagari/desa
Bertambahnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana di desa dan nagari
Bertambahnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana di desa dan nagari
Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana di desa dan nagari
PERTANAHAN
Strategi yang dapat dilakukan: a) Mengikutsertakan aparatur pemerintah daerah dalam kegiatan bimbingan teknis dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah; b) Memperbanyak kegiatan diseminasi terkait dengan per-UU tentang agraria dan pemanfaatan tanah untuk pembangunan; c) Menyediakan dan menambah lahan konsolidasi bagi masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan; d) Menyediakan biaya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan. e) Menyelesaikan tapal batas wilayah di daerah perbatasan dengan provinsi tetangga seperti Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu Matrik Tujuan, Sasaran dan Strategi Pembangunan Pada Aspek Pertanahan Untuk Meningkatkan daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020. No 1
238
Isu-Isu Strategis Peningkatan kemampuan aparatur
Tujuan
Sasaran
Meningkatkan kemampuan aparatur
Bertambahnya kemampuan aparatur
Strategi Bimbingan teknis dalam memediasi dan
No
2
3
4
5
Isu-Isu Strategis pemerintah dalam menyelesaikan masalah tanah yang berkonflik dengan masyarakat, terutama dari aspek mediasi dan negosiasi.
Tujuan
Sasaran
Strategi
pemerintah dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah di kabupaten dan kota
pemerintah dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah.
menyelesaikan konflik tanah.
Diseminasi perundangundangan terkait dengan peruntukan tanah untuk pembangunan dan fasilitas umum kepada masyarakat Penyediaan lahan untuk kebijakan konsolidasi tanah/lahan bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah
Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait dengan perUU peruntukan tanah untuk pembangunan dan fasilitas umum
Bertambahnya kesadaran masyarakat dalam menyediakan tanah/lahan untuk pembangunan dan fasilitas umum
Kegiatan diseminasi terkait dengan per-UU tentang agraria dan pemanfaatan tanah untuk pembangunan.
Menyediakan dan menambah lahan untuk mendukung kebijakan konsolidasi tanah/lahan
Bertambahnya lahan yang disediakan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kebijakan konsolidasi tanah
Menyediakan dan menambah lahan konsolidasi bagi masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan
Penyediaan biaya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Penyelesaian tapal batas daerah di daerah perbatasan dengan provinsi tetangga
Meningkatkan pembiayaan untuk ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan
Bertambahnya pembiayaan agar ganti rugi yang dilakukan dapat diterima masyarakat
Menyediakan biaya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangun
Terselesaikannya sengketa tapal batas daerah
Adanya kepastian hukum dan administratif terkait dengan wilayah pemerintahan Sumatera Barat.
Menyelesaikan tapal batas daerah di daerah perbatasan dengan provinsi tetangga seperti
239
No
Isu-Isu Strategis
Tujuan
Sasaran
Strategi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu
240
BAB V PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN 5.1. KRITERIA PROGRAM PRIORITAS Kriteria program prioritas ditetapkan berdasarkan: 1.
Sinergi Dengan Program Nasional Dalam RPJMN 2015 - 2019
2.
Sinergi Dengan Program Dalam RTRW Provinsi
3.
Sinergi Program Lintas Sektor
4.
Penguatan Kebijakan
5.
Penguatan Kelembagaan
6.
Penguatan Sistem Sosial Budaya Berbasis Nagari
7.
Pengelolaan Pembangunan Berbasis Nagari
8.
Penguatan Kualitas SDM Aparatur
5.2
PRIORITAS PROGRAM DAN INDIKATOR
5.2.1. BIDANG SOSIAL BUDAYA 1.
PENDIDIKAN
Ada beberapa prioritas program dan kegiatan (indikator) yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya tapi masih relevan dan perlu dilaksanakan untuk beberapa tahun selanjutnya (RPJM 2015-2010). Pada umumnya program dan kegiatan bidang pendidikan ini bersifat berkelanjutan dan tidak mungkin berhenti pada satu terminal pada periode tertentu. Oleh karena itu program prioritas dan indikator kinerja untuk masa yang akan datang disesuaikan dengan isu-isu strategis dan masih difokuskan pada beberapa hal berikut ini Tabel 5.1 Program Prioritas, Indikator , dan outcame No. 1
Prioritas Program Program terpadu peningkatan SDM
Indikator 1. 2. 3. 4.
Meningkatnya IPM Meningkatnya lama sekolah Meningkatnya APK dan APM Meningkatnya kualitas kualifikasi pendidikan guru
Outcame Kualitas sumberdaya manusia meningkat, sehingga tidak ketinggalan jauh dengan IPM negaranegara lain khususnya di kawasan Asia
241
No. 2
Prioritas Program Program peningkatan palayanan pendidikan anak usia dini
Indikator
Outcame
1. Tersedianya jumlah dan kualitas alat permainan dan media pembelajaran PAUD 2. Meningkatnya wawasan dan keterampilan guru PAUD dalam melaksanakan pembelajaran. 1. Meningkatnya perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar 2. Meningkatnya kualifikasi guru pendidikan dasar
Tercapainya generasi Emas (golden age) yang cerdas dan berkarakter, sebagai generasi penerus bangsa Indonesia Kualitas pemikiran masyarakat lebih baik dan berwawasan luas dalam menghadapi persoalan, karena telah memperoleh pendidikan dasar Kualitas pemikiran masyarakat lebih baik dan berwawasan luas dalam menghadapi persoalan, karena telah memperoleh pendidikan menengah Anggota Masyarakat yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal dapat terlayani sesuai dengan kebutuhan melalui jalur Non formal, informal, dan sekolah luar biasa, sehingga semua msyarakat mendapatkan layanan pendidikan. Semua kebijakan (dalam dunia pendidikan) didukung dengan data yang akurat, sehingga kebijakan tersebut labih tepat sasaran
3
Program peningkatan akses pendidikan dasar
4
Program peningkatan akses perluasan dan pemerataan pendidikan menengah - Program peningkatan pelayanan pendidikan non formal dan informal - Program akses pendidikan luar biasa
1. Meningkatnya perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah 2. Meningkatnya kualifikasi guru pendidikan menengah
6
Program manajemen pelayanan pendidikan dan tugas teknis lainnya
7
Program pelayanan pendidikan berkarakter
1. Tersdianya data base pendidikan yang lengkap dan akurat 2. Tersedianya dokumen data pokok pendidikan 3. Terlaksanakannya rapat koordinasi kebijakan operasional program dan kegiatan. 1. Terlaksananya pendidikan berbasis pendidikan karakter 2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam menerapkan pendidikan karakter 3. Tersedianya al Qur‟an dan referensi yang terkait dengan pendidikan karakter
5
242
1. Meningkatnya perluasan dan pemerataan akses pendidikan non formal, informal, dan pendidikan luar biasa 2. Meningkatnya kualifikasi guru pendidikan luar biasa
Terciptanya masyarakat Sumatera Barat cerdas dan berbudi luhur berdasarkan filosofis ABS-SBK
No. 8
9
Prioritas Program Program peningkatan koordinasi dan fasilitas pendidikan Program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan
2.
Indikator
Outcame
1. Terlaksananya kordinasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan. 2. Meningkatnya jumlah dan mutu lulusan 3. terbinanya disiplin siswa dan personil sekolah lainnya 1. Meningkatnya budaya baca masyarakat 2. Meningkatnya jumlah dan jenis koleksi perpustakaan berbasis ICT.
Terciptanya proses pendidikan yang terstandar dan bermutu di Sumatera barat
Terciptanya masyarakat yang cerdas, berkarakter, berwawasan luas, dan dapat menangkal pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma dan nilainilai bangsa kita.
KESEHATAN
No
Program
1
Program Obat Dan Pembekalan Kesehatan
2
Program Upaya Kesehatan Masyarakat
3
Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Perbaikan Gizi Masyarakat Program Pengembangan Lingkungan Sehat Program Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit (Menular/Tidak Menular Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin Program Pengadaan, Peningkatan Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit / Rumah Sakit Jiwa / Rs. Paru / Rs.Mata
4 5 6 7 8
Indikator Meningkatnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan (%). Meningkatnya pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan (%) Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan pengutamaan pada upaya promotif-preventif (kegiatan) Menurunnya angka gizi Buruk pada Balita (%) Meningkatnya kualitas air minum yang memenuhi syarat di Masyarakat (%) Menurunnya angka prevalensi kejadian Menular/Tidak Menular (%) Meningkatnya cakupan pelayanan Kesehatan penduduk miskin (%) Meningkatnya kualitas Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit / Rumah Sakit Jiwa / Rs. Paru / Rs.Mata (%)
243
9
10 11
Program Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rs. Paru/Rs.Mata Program Sumber Daya Kesehatan Program Kebijakan Dan Manajemen Pembangunan Kesehatan (34)
12
Program Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
13
Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan Program Pelayanan & Pendidikan Kesehatan Program Peningkatan Pelayanan Blud
14 15
3.
Tersedianya anggaran Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rs. Paru/Rs.Mata (%) Terpenuhinya ratio Sumber Daya Kesehatan Terwujudnya good governance manajemen kesehatan yang akuntabel, tranparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab (WTP) Meningkatnya pemanfaatan asil penelitian dan pengembangan untuk penyusunan kebijakan kesehatan (%) Pelayanan Kesehatan yang terakreditasi (%) Peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu (%) Meningkatnya angka kepuasan pasien (%)
KEBUDAYAAN
Program pembangunan yang akan dilaksanakan dalam peningkatan apresiasi social budaya daerah adalah sebagai berikut : a.
Program Pengembangan Kekayaan Sosial Budaya
Kerjasama
Pengelolaan
Tujuan program ini adalah mendorong pengembangan kreativitas sosial budaya dan kreasi seni. Kegiatan pokok meliputi : 1) Pengembangan kelembagaan sosial budaya dan seni melalui restrukturisasi dan reformasi; 2) Penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang dapat memotivasi pengembangan social budaya dan seni; 3) Fasilitasi dan peningkatan koordinasi pemberdayaan lembaga social budaya dan seni; 4) Peningkatan koordinasi pemberdayaan lembaga social budaya dan seni; 5) Membangun kemitraan pengelolaan social kebudayaan antar daerah; 6) Fasilitasi pengembangan kemitraan dengan LSM dan perusahaan swasta; 7) Fasilitasi pembentukan kemitraan usaha profesi antar daerah. b.
Program Pengembangan Nilai Sosial Budaya Tujuan program ini adalah agar materi pendidikan budaya lebih bersifat dialogis dan mendorong munculnya kreatifitas dalam pengembangan seni dan budaya. Meningkatkan rasa kepedulian terhadap
244
benda-benda purbakala, nilai sejarah dan penghargaan kepada para pahlawan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi : 1) Pengembangan kurikulum seni yang berbasis budaya lokal; 2) Pengembangan kerjasama pendidikan, budaya dan seni; 3) Peningkatan pendidikan kesusastraan dan kesenian tradisional di sekolah-sekolah; 4) Pengembangan sistem insentif pendidikan budaya dan seni; 5) Fasilitasi forum komunikasi dan publikasi budaya dan seni; 6) Pengembangan budaya yang mendorong peningkatan semangat kepahlawanan pada generasi muda. 7) Pengkajian ulang kembali buku-buku sejarah yang tidak sesuai dengan fakta kebenaran sejarah, khususnya tentang peristiwa PDRI; 8) Fasilitasi pejuang asal Sumatera Barat menjadi Pahlawan Nasional; 9) Pemantapan fungsi museum, dan lembaga pengkajian sejarah, dan memelihara situs-situs purbakala daerah; 10) Pelestarian dan Aktualisasi Adat Budaya Daerah; 11) Penatagunaan Naskah Kuno Nusantara; 12) Pusat Kajian Kebudayaan Minangkabau. c.
Program Pengelolaan Keragaman Budaya
Program ini bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian, memahami dan saling menikmati antar budaya yang berbeda antara berbagai daerah. Kegiatan pokok antara lain : 1) Pengembangan kerjasama kesenian dan duta budaya antar negara; 2) Peningkatan partisipasi dalam kegiatan kesenian lokal, daerah, nasional, dan internasional; 3) Peningkatan kegiatan promosi produk budaya dan kesenian lokal dan daerah. d.
Program Pengelolaan Keragaman Budaya Lokal
Program ini dilakukan untuk menggali dan mengembangkan kebanggaan budaya Minangkabau yang telah diakui dan telah berkembang secara internasional. Silat Minangkabau merupakan salah satu induk utama dari aliran-aliran silat nasional yang berkembang hingga saat ini.
245
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain : 1) Pemberdayaan dan pemberian bantuan terhadap lembaga seni tradisional; 2) Peningkatan frekuensi festival seni tradisional; 3) Pengembangan kelembagaan silat Minangkabau; 4) Pengembangan forum dan ajang persilatan Minangkabau mulai dari tingkat lokal hingga tingkat nasional dan internasional; 5) Pembangunan sasana persilatan asli pada level Sumatera Barat. e.
Program Pengembangan Produk Wisata Budaya
Program ini ditujukan untuk memantapkan posisi Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata yang memiliki potensi budaya. Kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah 1) Peningkatan koordinasi dengan lembaga yang berkaitan dengan pelaku kegiatan pariwisata untuk menyatukan kepentingan seni dan budaya dengan kepentingan pariwisata; 2) Peningkatan SDM pelaku seni budaya dalam hal manajemen sehingga mampu masuk ke wilayah bisnis. f.
Program Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat Adat
Program ini ditujukan untuk memperkuat kelembagaan masyarakat adat. Kegiatan pokok antara lain: 1) Pengembangan kapasitas SDM kelembagaan masyarakat adat dalam menjabarkan substansi dan esensi ABS-SBK sehingga mudah dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan nyata; 2) Penyusunan pedoman kehidupan beradat Minangkabau, reaktualisasi sistem kekerabatan, pepatah-petitih yang relevan dengan konteks masa kini; 3) Peningkatan integrasi kelembagaan masyarakat adat dengan penguatan basis adat salingka nagari; 4) Pemberian dukungan terhadap peningkatan fungsi kelembagaan masyarakat adat seperti Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau sebagai organisasi profesional masyarakat adat; 5) Peningkatan koordinasi pemberdayaan kelembagaan masyarakat adat. g.
Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
Program ini ditujukan untuk pengembangan kekayaan budaya daerah. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain : 1) Penyusunan Kebijakan pengelolaan Kekayaan Budaya Lokal Daerah; 2) Pelestarian Fisik dan Kandungan Bahan Pustaka termasuk Naskah Kuno;
246
3) Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata; 4) Perekaman dan Digitalisasi Bahan Pustaka. h.
Program Pengelolaan Keragaman Budaya
Program ini ditujukan untuk pengembangan keragaman budaya daerah, Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain : 1) Pengembangan social kesenian dan kebudayaan daerah; 2) Penyusunan sistim informasi data base bidang kebudayaan; 3) Fasilitasi pengembangan keragaman social budaya daerah. 8.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
NO
PROGRAM
1.
INDIKATOR
Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan Program Penguatan Kelembagaan PUG Dan Anak
Peningkatan peran perempuan di bidang politik (%)
Terlaksananya berbagai upaya perlindungan perempuan (kegiatan)
6.
Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Program Keluarga Berencana
7.
Kesehatan Reproduksi Remaja
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak (kasus) Meningkatnya keluarga kecil bhagia dan sejahtera (%) Menurunnya kasus pekawinan dini (kasus)
8.
Program Pelayanan Kontrasepsi
Peningkatan cakupan KB (%)
9.
Program Promosi Kesehatan Ibu bayi dan Anak Program Penyiapan Tenaga Pendamping kelompok BKB
Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Kesehatan Ibu bayi dan anak (%) Peningkatan jumlah tenaga pendamping kelompok BKB disetiap desa/kelurahan (orang)
2 3. 4. 5.
10.
Peningkatan peran perempuan dalam pengambilan keputusan (%)
Peningkatan angka pemberdayaan gender (%)
5.2.2.BIDANG EKONOMI 1.
PENANAMAN MODAL Beberapa program prioritas yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan adalah: 1. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi. Perlu penyederhanaan prosedur dan peningkatan kualitas pelayanan perijinan investasi, peningkatan promosi dan kerjasama investasi terutama untuk memfasilitasi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan pelaku usaha skala besar dalam upaya pemasaran hasil produksi UMKM.
247
2. Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi. Perlu dilakukan peningkatan koordinasi antar instansi terkait dengan penanaman modal, antara RUPM Provisi dengan RUPM Kota/Kabupaten di lingkungan pemda Sumatera Barat, serta penggunaan Teknologi informasi penanaman modal yang telah diimplementasikan Provinsi Sumatera Barat bagi Kota/Kabupaten di Sumatera Barat. 3. Program penyiapan potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah sehingga mampu meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di Provinsi Sumatera Barat. 4. Program pengembangan SDM Penanaman Modal sehingga mampu memberikan informasi penanaman modal yang tepat dan berkualitas serta peyanan perijinan lainnya. 5. Pogram penyederhanaan prosedur perijinan pemanfaatan TIK dalam pelayanan perijinan.
serta
optimalisasi
Matrik hubungan antara strategi, kebijakan, program, dan indikator kinerja dapat disajikan sebagai berikut: Strategi Mengoptimalkan investasi yang dilindungi payung hukum Mendorong kegiatan pengendalian penanaman modal untuk meningkatkan iklim dan realisasi investasi Meningkatkan kualitas RUPM Meningkatkan kualitas penyelenggaraan promosi penanaman modal melalui penyelenggaraan terpadu dan terintegrasi di dalam dan luar negeri Revitalisasi pelayanan perizinan yang terpadu
Arah dan Kebijakan Memfasilitasi kepastian hukum dan keamanan Peningkatan pengendalian penanaman modal
Usulan Program Program Penataan Kebijakan Penanaman Modal Program Peningkatan Iklim dan Realisasi Investasi
Jumlah kebijakan penanaman modal
Peningkatan pengendalian penanaman modal Peningkatan pengendalian penanaman modal
Program Peningkatan Promosi Investasi Program Peningkatan Promosi Investasi
Jumlah RUPM yang sinkron
Peningkatan pelayanan perizinan
Program penyiapan potensi sumberdaya sarana, dan prasarana daerah Program Revitalisasi Pelayanan Penanaman Modal
Tersedianya data/informasi/kajian potensi investasi daerah 1. Jumlah perizinan dan non perizinan serta (2) Jumlah serapan tenaga kerja Rata-rata Hari Proses Perijinan Investasi
Program Kemudahan pelayanan dan percepatan proses perijinan
248
Indikator Kinerja
Jumlah Nilai Investasi PMDN dan PMA
Jumlah Nilai Investasi PMDN dan PMA
2.
KUKM
NO
STRATEGI
1
2
3
4
5
4.
Menciptakan Iklim Usaha yang Kondusif Bagi Usaha Koperasi dan UKM
Menciptakan Akses KUKM kepada Sumberdaya Produktif
Mendorong dan memfasilitasi pengembangan Produk dan Pemasaran KUKM
Memfasilitasi peningkatan Daya Saing SDM Koperasi dan UKM
Mendorong dan memfasilitasi penguatan Kelembagaan Koperasi dalam pengembangan sector riil
PRIORITAS PROGRAM Fasilitasi kesempatan usaha Koperasi dan UKM; Bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya; Peningkatan kualitas koperasi Peningkatan peran UMKM dalam penciptaan lapangan kerja. Peningkatan modal usaha koperasi dan UKM Peningkatan peran koperasi dalam pengembangan sector riil Peningkatan peran koperasi dalam menghimpun dan menyediakan dana bagi UMKM Pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi; Fasilitasi kemitraan Koperasi dengan Badan usaha lainnya; Pengembangan dan bantuan pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian; Pengembangan wirausaha Koperasi dan UKM; Peningkatan peran koperasi pertanian/perkebunan/ peternakan/perikanan. Bantuan konsultasi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM
INDIKATOR Peningkatan jumlah dan skala usaha Koperasi dan UKM (%)
Peningkatan jumlah koperasi aktif Peningkatan pendapatan pelaku UMKM Peningkatan peran Koperasi dan UKM dalam perekonomian daerah (%) Peningkatan jumlah koperasi yang berusaha di sector riil Peningkatan jumlah simpanan, jumlah pemberian pinjaman koperasi Peningkatan produksi dan pemasaran produk Koperasi dan UKM (%) Jumlah pelaksanaan kemitraan usaha dari yang difasilitasi (%) Peningkatan jumlah bantuan, pelatihan dan kualitas serta penelitian Koperasi dan UKM (%) Peningkatan jumlah wirausaha Koperasi dan UKM (%) Peningkatan jumlah koperasi yang berusaha di sector riil (pertanian/ perkebunan/ peternakan/ perikanan jasa dan perdagangan) Peningkatan jumlah koperasi yang berusaha di sector riil yang sehat, tangguh dan mandiri (%).
PERTANIAN
Pemantapan landasan pembangunan secara menyeluruh dengan penekanan kepada peningkatan daya saing produk dan hubungan regional terutama dengan provinsi tetangga maka prioritas program pembangunan pertanian di daerah Sumatera Barat adalah: a. b.
PeningkatanKetahanan, kedaulatan dan keamananan Pangan Optimalisasi pengembangan komoditas unggulan berbasis kawasan
249
c. d. e. f. g. h.
Pengembangan Agribisnis yang maju dan modern Pengembangan PerikananTangkap dan PerikananBudidaya Pengembangan SDM danPenyuluhanPertanian/perkebunan/peternakan/perikanan Pengembangan Pengolahandan PemasaranProduksiPertanian/perkebunan/peternakan/Perikanan Pengembangan IPTEKdan InovasiDaerah terkait Pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternakan/perikanan
Indikator Kinerja (Outcome): Pengembangan IPTEKdan InovasiDaerah terkait Pertanian/perkebunan/peternakan/perikanan dengan indicator: a. Produktivitas pangan dan hortikultura - Produktivitas pangan utama padi - Produktivitas pangan utama non Beras - Terlindunginya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan b. Produktivitas Produktivitas hortikultura c. Produktivitas komoditi perkebunan unggulan d. Jumlah produksidaging (Juta Kg) e. Jumlah Produksiperikanantangkap (Ton) f. Jumlah Produksiperikananbudidaya (Ton) g. Persentasepenyuluh yangmemilikikompetensisesuai denganbidang keahlian h. Peningkatan kesejahteraan petani - Peningkatan pendapatan RTP - Berkurangnya jumlah RTM di Pertanian - Nilai tambah berbagai sub sector pertanian - NTP (Nilai Tukar Petani) i. PengembanganPenanganan PascapanenKomoditas Perkebunan - Fasilitasi PenangananPascapanenTanaman Semusim - Fasilitasi PenangananPasscapanenTanaman Rempahdan Penyegar - Fasilitasi PenangananPasscapanenTanaman Tahunan j. Terlaksananya penguatan kelembagaan petani - Peningkatan kelas Keltan dan Gapoktan , Koperasi pertanian - Peningkatan kemitraan kelembagaan petani dengan kelembagaan lainnya. k. Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peternakan/perikanan - Peningkatan dan perluasan Jaringan irigasi - Ketersediaan Bibit unggul dan pupuk serta pestisida - Tersedianya Jalan produksi yang memadai - Pelaksanaan tenik panen dan pasca panen yang lebih baik
250
Secara umum tujuan dan sasaran serta arah kebijakan pembangunan Koperasi dan usaha kecil menengah tersimpul pada Tabel berikut: No Strategi 1 Mendorong Optimalisasi pengembangan komoditas unggulan berbasis kawasan, Peningkatan luas, produktivitas pertanian/perkebun an, peternakan dan perikanan secara berkelanjutan;
2
3
4
Mendorong peningkatan kualitas SDM pertanian dan kelembagaan petani
Mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan, dan nelayan; Mendorong peningkatan dukungan terhadap system ketahanan pangan;
PRIORITAS Program Memperluas lahan pertanian pada kawasan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan skala/jumlah peternakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peningkatkan ketersediaan input produksi (lahan, bibit, pupuk, irigasi dan sarana lainnya), Peningkatan pencegahan dan penanganan Gangguan Usaha Perkebunan/ pertanian/peternakan/pe rikanan . Bimbingan usaha secara berkelanjutan,
Penguatan kelembagaan petani Pengembangan inovasi teknologi, Pengembangan sistem informasi manajemen pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan Berkelanjutan; Fasilitasi penguatan kelembagaan Koperasi komoditi pertanian Peningkatan dukungan terhadap system ketahanan pangan; divesifikasi pangan dan kedaulatan pangan
Indikator Meningkatnya luas, produktivitas pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan secara berkelanjutan pada komoditas unggulan yang berbasis kawasan (%) Ditetapkannya lahan pertanian pangan berkelanjutan dan menurunnya laju alih fungsi lahan (%) Meningkatnya ketersediaan input produksi (bibit, pupuk, irigasi dan sarana lainnya), Terfasilitasinya pencegahan dan penanganan Gangguan Usaha Perkebunan/pertanian/peter nakan/perikanan Terfasilitasinya Bimbingan Usaha Perkebunan/pertanian/peter nakan/perikanan Berkalanjutan (%) Meningkatnya kualitas kelembagaan petani (%) Jumlah inovasi atau kelembagaan petani yang menerima inovasi (%) Berkurangnya petani miskin dan Meningkatnya pendapatan petani Peningkatan jumlah koperasi pertanian yang berkualitas (%) Tercapainya peningkatan ketahanan pangan berkelanjutan
251
No
5
6
Strategi
Pengembangan akses petani terhadap permodalan petani dan pemasaran hasil pertanian
Mendorong peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian /perkebunan/peter nakan/perikanan
PRIORITAS Program Pendayagunakan lahan pertanian terlantar untuk lahan pangan Melakukan pembangunan jalan pertanian kawasan tanaman pangan Melakukan fasilitasi pembiayaan pertanian dengan kredit program Pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) ; Menumbuh kembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) dari Gapoktan penerima dana BLM-PUAP Mengembangkan infrastruktur pertanian, mendukung kawasan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan, perikanan Perluasan lahan pada kawasan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan Mendayagunakan lahan pertanian terlantar, optimasi, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan pertanian Pembangunan jalanpertanian kawasan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan Pembangunan dan perbaikan Irigasi, Fasilitasi ketersediaan Bibit, Pupuk dan Pestisida, serta Alat dan Mesin (pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan) yang tepat guna dan kualitas
252
Indikator
Terbangunnya jalan produksi pada kawasan pangan (km) Berkembangya agribisnis pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan secara berkelanjutan Peningkatan Jumlah PUAP yang terlaksana dengan baik dan berkelanjutan (%) Bertambahnya LKMA yang berkualitas (%)
Jumlah kawasan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan, perikanan yang dibangun infrastruktur Peningkatan luas lahan pada kawasantanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan (Ha) Peningkatan Luas lahan pertanian terlantar, optimasi, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi Meningkatnya nilai tambah hasil pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan secara berkelanjutan Pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi (M atau Ha sawah yang dialiri) Terjaminnya ketersediaan Bibit, Pupuk dan Pestisida, Alat dan Mesin dalam jumlah, kualitas, waktu untuk setiap kelompok tani (%)
No 7
Strategi Mendorong Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran untuk nilai tambah dan daya saing hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan Perikanan masih belum berkembang
PRIORITAS Program Penanganan Pascapanen dengan penerapan teknologi tepat guna Peningkatan mutu berbasis kegiatan pascapanen
Indikator Peningkatan nilai tambah hasil perkebunan/pertanian/ peternakan/ perikanan (%) Peningkatan daya saing hasil perkebunan/pertanian/ peternakan/ perikanan
Fasilitasi alat pascapanen di pedesaan yang tepat guna,
Peningkatan jumlah alat pascapanen yang dimanfaatkan petani, pekebun, peternak dan nelayan (jumlah)
Peningkatan kemampuan, kemandirian dan profesinaliisme pelaku usaha Mendorong Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha penyediaan bahan baku untuk pembangunan agroindustri. Perbaikan sistem penanganan pascapanen
Peningkatan jumlah pelaku usaha professional (%)
Peningkatan jumlah pelaksanaan mitra usaha berkelanjutan (%) Jumlah kelembagaan petani yang mengelola pascapanen
5.2.3. BIDANG INFRASTRUKTUR 1.
SARANA DAN PRASARANA UMUM (PEKERJAAN UMUM)
Pengembangan Kerjasama Pembangunan Infrastruktur dengan berbagai pihak untuk mengurangi beban pembiayaan dan sekaligus membuka peluang investasi dalam pembangunan infrastruktur, dengan tujuan: a. b. c. d.
Mengembangkan kerja Mengembangkan kerja Mengembangkan kerja Mengembangkan kerja pengadaan lahan.
2. No I
sama sama sama sama
antar daerah lintas kabupaten/kota; dengan provinsi tetangga; dengan swasta; dengan masyarakat, terutama dalam
PENATAAN RUANG
Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Nasional di Ibu Kota Provinsi
Program Pembangunan Terminal Regional Tipe A (AKAP) di ibukota Propinsi
Indikator Program berfungsinya Terminal Regional Tipe A peningkatan dan pengembangan prasarana dan sarana terminal barang, serta prasarana dan sarana sistem angkutan umum massal
253
No
Strategi
Program
1
Pengembangan sarana Perdagangan Pasar Induk
2
Pengembangan Pelabuhan Internasional Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusu Peningkatan kapasitas Bandara Internasional Minangkabau
3 4 5
Indikator Program Meningkatnya jumlah sarana perdagangan pasar induk antar wilayah Meingkatnya sarana Prasarana Pelabuhan Terbangun Kawasan Ekonomi Khusus Berfungsinya bandara udara sebagai bandara internasional
Peningkatan pelabuhan perikanan (pasar lelang ikan) Pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu
Meningkatnya pelayanan sarana prasrana pelabuhan perikanan Meningkatnya cakupan pelayanan pengelolaan limbah terpadu
7
Pengembangan sarana pendidikan tinggi
Meningkatnya sarana prasarana pendidikan tinggi sebagai Perguruan Tinggi Nasional
8
Pemenuhan kebutuhan dasar air minum (pemerataan distribusi dan kualitas terjamin) Pengurangan Kawasan Kumuh
Meningkatnya cakupan pelayanan Air Minum
6
9 II 1
Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) (Kota Bukittinggi ; Kota Pariaman; Kota Sawahlunto; Kota Solok; Kota Siberut) Pembangunan Terminal Tipe B berfungsinya Terminal Regional Tipe B
2 3
Pengembangan pelabuhan laut di Kepulauan Mentawai Pasar regional
4
Rumah sakit Umum kelas B
5
III
Menurunnya Prosentase Kawasan Kumuh
Meningkatnya sarana prasarana Pelabuhan Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan pasar regional Meningkatnya pelayanan rumah sakit kelas B
Pengembangan Kawasan pulau terluar
Terbangun dan terjaganya kawasan pulau terluar
Perumahan dan Permukiman
Meningkatnya kapasitas prasarana dan sarana permukiman Meningkatnya kapasitas pelayanan air minum di perkotaan Meningkatnya cakupan pelayanan limbah dengan pengelolaan terpusat
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) (Painan; Padang Panjang ;Lubuk Sikaping; Sarilamak; Batusangkar; Padang Aro; Tua Pejat; Lubuk Basung; Muarasinjunjung; Lubuk Alung; Aro Suka;P arik Malintang)
1
Pembanguan terminal tipe C dan /atau pelabuhan laut lokal
Meningkatnya jumlah dan pelayanan terminal
2
Pembangunan pasar lokal
3
Peningkatan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman yang meliputi jaringan air minum, tempat pembuangan sampah, IPAL, IPLT
Meningkatnya prasarana dan sarana pasar Meningkatnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman
254
3.
PERHUBUNGAN/TRANSPORTASI
Prioritas Program dan Indikator Bidang Transportasi dapat diuraika sebagai berikut : No 1
2
3
4
6
Strategi Pengembangan Dan Peningkatan Aksesibilitas Jalan Yang Menghubungkan Dari Dan Ke Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi, Sentra Produki, Objek Wisata Dan Simpul Transportasi Pengembangan Aksesbilitas Layanan Angkutan Umum Perintis Penyediaan Layanan Angkutan Sekolah Untuk Mendukung Kebutuhan Dasar Masyarakat Di Bidang Pendidikan Peningkatkan Akses Jalan Dalam Rangka Mengurangi Bottleneck Kapasitas Prasarana Jalan Pengembangan Angkutan Umum Massal Pada Kawasan Perkotaan dan Kawasan Aglomerasi Perkotaan berbasis BRT Pengembangan Trasnportasi Massal Berbasis Rel Pengembangan Short Sea Shipping Untuk Menguragi Biaya Logistik Pada Daerah Pusat Pertumbuhan (Pasaman Barat Dan Pesisir Selatan) Pembangunan Infrastruktur Dan Fasilitas Simpul Transportasi Darat Perbaikan Kelembagaan Dan Standar Pelayanan Angkutan Umum Pengendalian Keseimbangan Supply Dan Demand Angkutan Umum Pemberian Insentif Pelayanan Transportasi Publik Pengadaan dan Pemasanagan Fasilitas Keselamatan Jalan Pemenuhan Persyaratan Standar Pelayanan Minimal Kemantapan Jalan Angkutan Umum Melakukan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Pada Daerah Black Area Dan Dan Black Spot Penyediaan Fasilitas Teknologi Deteksi Tinggi Untuk Kemanan Bandar
Program Program Pengembangan/ Peningkatan Aksesibilitas dan kapasitas Prasarana Jalan
Indikator Program Meningkatnya Waktu Tempuh /Panjang Jalan
Program Peningkatan Aksesibilitas Angkutan Perintis Program Peningkatan Aksesibilitas Angkutan Perintis
Meningkatnya Cakupan Panjang Trayek
Program Pengembangan/ Peningkatan kapasitas Prasarana Jaringan Jalan
Meningkatnya Waktu Tempuh
Program Pengembangan/Peningkatan Kapasitas Sarana dan Prasarana Layanan Trasanportasi Publik
Meningkatnya Jumlah Penumpang/Ba rang Meningkatnya Panjang Rel/Lintasan
Meningkatnya Simpul Program Peningkatan Kualitas Layanan Transportasi Publik
Meningkatnya Jumlah Penumpang
Program Peningkatan Keselamatan Jalan
Menurunnya Kecelalakaan Lalu Lintas
255
No
7 8
4.
Strategi Pemaduserasian Program Peningkatan Keselamatan Jalan dengan Instansi Terkait Sosilisai/Advokasi Keselamatan Jalan Peremajaan Angkutan Umum Yang Melewati Batas Umur Laik Jalan Pengawasan Terhadap Pelangaran Perizinan Dan Standar Pelayanan Peningkatan Pengawasan Kelebihan Angkutan Barang Pengembangan/Peningkatan Area Traffic Control System (Atcs) Pembangunan Gedung Parkir Pada Pusat Kegiatan Nasional Dan Pusat Kegiatan Wilayah Nasional Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Emisi Gas Buang Mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Dan Kab/Kota Untuk Mengeluarkan Kebijakan Tentang Pelaksanaan Analisa Dampak Lalu Lintas (Andallalin)
Program
Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Sub Sektor Transportasi
Indikator Program
Menurunnya Emisi Gas Rumah Kaca
KEBENCANAAN
Peningkatan aktivitas kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dengan memanfatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mitigasi bencana, dengan tujuan: a. mengembangkan kerja sama kebencanaan dengan provinsi tetangga dan nasional; b. mengembangkan kerja sama antar kelompok masyarakat dan lembaga pemerintahan dalam kebencanaan di daerah dan lintas kabupaten/kota; c. mengembangkan kerja sama bidang mitigasi antar lembaga dan juga dengan swasta; d. peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia di badan pemerintahan terkait dengan kebencanaan; e. peningkatan kwantitas dan kualitas teknologi untuk mengurangi risiko bencana;
256
5.
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Pengembangan Jaringan Telekomunikasi untuk mendukung teknologi informasi dan komunikasi, dengan tujuan: a. Peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan telekomunikasi; b. Pembangunan jaringan telekomunikasi terestial; c. Pembangunan jaringan telekomunikasi satelit.
5.2.4. BIDANG SUMBER DAYA ALAM 1.
LINGKUNGAN HIDUP Strategi
Pengelolaan hutan berbasis ekosistem
Usulan Program Pengawasan terpadu dalam perizinan dan pelaksanaan pengusahaan hutan berbasis nagari Pemberdayaan masyarakat / penduduk sekitar kawasan hutan berbasis nagari Pemeliharaan kualitas lingkungan hidup
pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah
Pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir dan kepulauan berbasis pemberdayaan Peningkatan kapasitas produksi hasil tangkap laut Berkembangnya usaha pengolahan hasil laut di wilayah pesisir dan kepulauan
Indikator berkurangnya eksploitasi hutan lindung (pengelolaan hutan sudah sesuai peruntukannya)
kualitas udara dan air berada dalam standar baku lingkungan hidup sehat Mningkatnya IPM masyarakat di wilayah pesisir dan kepulauan meningkatnya pendapatan rumah tangga
257
Strategi Pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu peningkatan daya saing Sumbar diantara propinsi di pulau Sumatera dan antar propinsi di tk. Nasional. pemerataan pembangunan antar wilayah
Optimalisasi pembangunan kawasan dan hirarki kota2 pusat kegiatan utk meningkatkan daya saingdaerah
Usulan Program Peningkatan sistem pengelolaan limbah terpadu
Kesepakatan pemerintah dan masyarakat untuk pembebasan lahan berbasis nagari
Indikator tidak terjadinya penumpukan sampah di TPS dan TPA terpenuhinya indikator lingkungan sehat berkurangnya pembangunan yang terhambat karena pembebasan lahan
revitalisasi irigasi kecil di nagari
meningkatnya intensitas tanam
pemerataan peyanan air bersih utk rumah tangga
meningkatnya persentasi rumah tangga yang mendapat pelayanan air bersih
Pembangunan Terminal AKAP di ibukota Propinsi (Kota Padang)
Pembangunan pasar induk dalam sistem angkutan barang dan jasa
Revitalisasi pelabuhan Teluk Bayur sebagai pelabuhan laut internasional
meningkatnya jumlah kawasan permukiman yang sehat tercatatnya mobilitas penduduk dari dan keluar propinsi meningkatnya kepercayaan penumpang akan keamanan dan kenyamanan transportasi tercatatnya jumlah produk yang masuk dan keluar propinsi meningkatnya produk sehat yang dipasarkan Tercacatnya produk ekspor dan impor Meningkatnya jumlah produk yang keluar propinsi (ekspor) yang menyumbang pendapatan daerah dan devisa meningkatnya angka harapan hidup
pembangunan manusia dan lingkungan sehat
Pemberdayaan melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman akan lingkungan hidup sehat.
Pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung wilayah dan prinsip keberlanjutan Peningkatan kapasitas aparat sipil negara
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam berusaha ekonomi berbasis sumberdaya alam dengan prinsip berkelanjutan
Berkurangnya lahan kritis Berkurangnya pertambangan tanpa izin
pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi aparat sipil negara terkait tugas dan fungsi
pengembangan sumberdaya manusia sebagai aparatur sipil negara yang profesional
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat sipil negara untuk menyusun rencana pembangunan sesuai rencana tata ruang wilayah Pembangunan sumberdaya manusia yang berpikiran maju dan terbuka, professional dan bertanggung jawab
meningkatnya usaha pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan kesesuaian pemanfaatan ruang dengan peruntukannya meningkatnya kinerja aparatur sipil negara
Pembangunan daerah perbatasan sesuai daya dukung wilayah perbatasan
Pengembangan kemitraan pengelolaan sumberdaya alam di DAS dan TNKS dengan propinsi tetangga
berkurangnya pencemaran air dan udara berkurangnya lahan kritis akibat pertambangan dan pemanfaatan hutan secara liar
Penetapan pusat-pusat kegiatan untuk mendukung pelayanan sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah meningkatnya pengelolaan daerah
Integrasi pembangunan di kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan sebagai pulau terluar di kepulauan mentawai
tersedianya program pembangunan untuk pertahanan keamanan pulau terluar di Kab. Kepulauan Mentawai
peningkatan pengelolaan hasil laut perbatasan pulau terluar di Mentawai
meningkatnya hasil tangkapan laut yang tercatat sebagai
258
Strategi kepulauan dan pulau terluar
Usulan Program
Indikator pendapatan daerah
pengembangan pariwisata bahari dan budaya di daerah kepualauan dan pulau terluar Penyusunan SOP perizinan usaha dan penggunaan lahan agar sesuai pemanfaatan dengan peruntukannya.
meningkatnya pendapatan daerah dari wisata bahari dan wisata budaya meningkatnya investasi (penanaman modal) di daerah
Pengembangan sistem integrasi tata ruang dengan rencana pembangunan propinsi di kabupaten / kota
Pengembangan sistem integrasi rencana tata ruang dalam rencana pembangunan Provinsi di Kab/ Kota
sinergi rencana tata ruang propinsi dengan rencana tata ruang kab / kota Sinergi rencana pembangunan propinsi dengan rencana pembangunan kabupaten / kota
pengembangan sistem informasi untuk publik
pengembangan sistem informasi data terpadu
tersedianya data melalui sistem informasi yang terbuka untuk publik terlaksananya pelayanan publik melalui sisten informasi pelayanan terpadu
Membangun lingkungan kondusif bagi penanaman modal pembangunan
pengembangan sistem informasi pelayanan terpadu
berkembangnya perkonomian dan kesehatan masyarakat berbasis penelitian sumberdaya alam
pengembangan kawasan wisata untuk pemerataan pembangunan antar daerah
2.
peningkatan pengetahuan lingkungan sehat melalui sosialisasi kualitas air dan udara yang sehat
meningkatnya IPM
penanganan dampak lingkungan akibat pemanfaatan hasil hutan yang mengganggu fungsi hutan
berkurangnya kerusakan hutan
Pengelolaan kawasan wisata berbasis komunitas / nagari
meningkatnya pendapatan masyarakat di nagari kawasan wisata
PERTANAHAN
Untuk program prioritas pembangunan dari aspek pertanahan dapat dilihat dari matrik berikut: Strategi, Usulan Program dan Indikator Pada Aspek Pertanahan Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 Strategi Bimbingan teknis dalam memediasi dan menyelesaikan konflik tanah.
Kegiatan diseminasi terkait dengan per-UU tentang agraria dan pemanfaatan tanah untuk pembangunan.
Usulan Program Bimbingan teknis dalam aspek mediasi dan penyelesaian konflik pertanahan di tingkat kabupaten/kota
Sosialisasi dan diseminasi Perpres No. 99/2014 tentang perubahan kedua atas Perpres No.71/2014 terkait pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
Indikator Berkurangnya kasus konflik tanah di kabupaten/kota
Bertambahnya kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/koat menyelesaikan konflik tanah Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pengadaan tanah untuk pembangunan
259
Strategi Menyediakan dan menambah lahan konsolidasi bagi masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan Menyediakan biaya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangun
3.
Usulan Program Penyediaan tanah dan penambahan lahan untuk konsolidasi masalah pertanahan di masyarakat
Indikator Tersedianya lahan konsolidasi bagi masyarakat yang bermasalah dengan tanah konsolidasinya
Penambahan biaya ganti rugi dan mencari skema baru ganti rugi sehingga pembangunan dapat dilaksanakan
Tersedianya biaya ganti rugi dan tersedianya skema ganti rugi dengan masyarakat
ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Usulan Program
Indikator
Pemerataan pembangunan antar wilayah
Strategi
pengembangan energi listrik mikro hidro (PLTMH)
berkembangnya perekonomian rakyat berbasis usaha mikro, kecil, menengah (UMKM)
Pengembangan Standarisasi Pertambangan
Pembuatan SPM Bidang Pertambangan 1. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro yang potensinya cukup besar di Propinsi Sumatara Barat (1.100 MW) 2. Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi dengan Potensi 1.656 MWe
Meningkatnya Jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro
3. Meningkatkan pemanfaatan Energi baru-terbarukan seperti tenaga surya, mikro hidro, angin dan bio gas 4. Sosialisasi program hemat energy disegala sector
Meningkatnya penggunaan Energi Baru dan Terbarukan
Meningkatnya Jumlah Pembangkit Listrik Panas Bumi
Meningkatnya pemahaman hemat energi
5.2.5. BIDANG PEMERINTAHAN 1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Strategi Sinergitas Perencanaan Pembangunan
Peningkatan Kapasitas Perencana Pengelolaan data perencanaan terpadu
260
Usulan Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Pembangunan Peningkatan Koordinasi Peerencanan Pembangunan Pengelolaan data Pembangunan Secara Terpadu Pengembangan Kapasitas Perencana Pengembangan sistem pengelolaan data perencanaan terpadu
Indikator Meningkatnya Kesesuaian Program Perecanaan Pembangunan
Meningkatnya jumlah fungsional Perencana Dipublikasinya data perencanaaan terpadu secara regular
2.
Kependudukan dan catatan sipil
Untuk program prioritas pembangunan dari aspek kependudukan dan catatan sipil ini dapat dilihat dari matrik berikut: Strategi, Usulan Program dan Indikator Pada Aspek Kependudukan dan Catatan Sipil Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 Strategi Program pendidikan dan pelatihan bagi usia angkatan kerja
Membuat kebijakan tentang pentingnya kualitas hidup keluarga
3.
Usulan Program Pelaksanaan Diklat keterampilan bagi usia angkatan kerja, terutama dalam menumbuhkan minat enterpreneurship
Pendidikan/Kursus singkat bagi ibu RT tentang kualitas hidup keluarga
PENYELENGGARAAN MASYARAKAT
KEAMANAN
Indikator Tumbuhnya wirausaha muda sesuai dengan keterampilan terutama di sektor industri RT Bertambahnya jumlah diklat yang menjangkau banyak segmen angkatan kerja di kabupaten/kota Bertambahnya pengetahuan ibu RT dalam meningkatkan kualitas hidup keluarga
DAN
KETERTIBAN
Untuk program prioritas pembangunan dari aspek penyelengaraan keamanan dan ketertiban masyarakat ini dapat dilihat dari matrik berikut: Strategi, Usulan Program dan Indikator Pada Aspek Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 Strategi Menyusun kegiatan kemasyarakatan dalam sosial, ekonomi dan keagamaan
Menyusun kegiatan lintas lembaga untuk menjaga keamanan lingkungan bersama
Usulan Program Bimtek bagi generasi muda/karang taruna yang berbasis di nagari/kelurahan di bidang sosial, ekonomi dan keagamaan Fasilitasi kegiatan untuk aktivitas generasi muda di kelurahan/nagari Diklat pembangunan mental dan kemampuan berwirausaha generasi muda di kelurahan/nagari Kegiatan bersama kelembagaan dalam Membina generasi muda di kelurahan/nagari untuk menjaga keamanan lingkungan
Indikator Tumbuhnya kesadaran tentang hidup berkualitas dan jauh dari tindak kriminal Meningkatnya kreativitas dan inovasi genarasi muda di kelurahan/nagari Berubahnya sikap mental dan meningkatnya kemampuan berwirausaha generasi muda Menurunnya angka kriminalitas di lingkungan kelurahan/nagari Berjalannya sinergi dalam meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat
261
4.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
Untuk program prioritas pembangunan dari aspek pembangunan masyarakat dan desa ini dapat dilihat dari matrik berikut: Strategi, Usulan Program dan Indikator Pada Aspek Pembangunan Masyarakat dan Desa Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah Sumatera Barat 2015-2020 Strategi Menjadikan sistem sosial budaya masyarakat nagari dan desa dasar dalam pembuatan keputusan di nagari dan desa
Menyusun peraturan daerah untuk membentuk nagari adat dan desa adat Menambah kegiatan bimbingan teknis bagi pengelola pemerintahan nagari/desa
Pengembangan program nagari/desa mandiri untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Meningkatkan program pelatihan ekonomi kreatif bagi masyarakat nagari/desa
262
Usulan Program Penyusunan ranperda yang menempatkan Adat dan budaya sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah Memperkuat kewenangan lembaga adat sebagai bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan terendah Penyusunan Ranperda tentang nagari adat dan desa adat Mengadakan Diklat, Bimtek dan Kursus Singkat bagi aparatur dalam manajemen nagari/desa
Pemetaan dan pengembangan potensi nagari/desa untuk meningkatkan kemandirian nagari/desa yang didampingi oleh tim ahli Membangun dan mengembangkan sarana transportasi, komunikasi dan telekomunikasi membuka keterisoliran nagari/desa Meningkatkan KUBE di nagari/desa dan memfasilitasi dengan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan agari/desa
Indikator Terbitnya Ranperda yang menempatkan adat dan budaya sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan terendah Bertambahnya kewenangan lembaga adat dalam penyelenggaraan pemerintahan terendah Terbentuknya nagari adat dan desa adat di Sumatera Barat Bertambahnya pengetahuan aparatur dalam mengelola nagari dan desa Meningkatnya kualitas pelayanan publik di nagari dan desa Tersedianya peta potensi nagari/desa yang siap untuk dikembangkan dan adanya pendampingan dari tim ahli Tersedianya sarana trasportasi, komunikasi dan telekomunukasi di nagari/desa Meningkatnya kreatifitas masyarakat dalam mengembangkan ekonomi yang berbasis potensi nagari/desa
BAB VI ANALISIS KEUANGAN DAERAH DAN KEBUTUHAN INVESTASI DI PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015-2020 6.1. Analisis Keuangan Provinsi Sumatera Barat Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi titik sentral otonomi daerah. Ini berarti bahwa keuangan daerah merupakansub sistem yang sangat krusial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengingat kemampuannya akan mencerminkan daya dukung manajemen pemerintahan daerah terhadap kualitas penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tanggungjawabnya. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara efektif, efesien, transparan dan akuntabel mempunyai dampak secara langsung terhadap keberhasilan penyelengaraan otonomi daerah dan sumbangan yang besar dalam upaya mewujudkan good governance dan
clean governance
Kondisi keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk memahami kondisi keuangan daerah, maka perlu dicermati data-data keuangan daerah yang meliputi kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya. Peranan data keuangan daerah ini sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumbersumber pembiayaan daerah dan analisanya merupakan informasi yang penting untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah Provinsi Sumatera Barat dilakukan dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Sebagai implementasi dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas, untuk pengelolaan keuangan di daerah, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan peraturan teknis operasional pelaksanaan peraturan tersebut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah beberapa kali dirubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
263
6.1.1. Kinerja Keuangan Daerah Peranan dan kontribusi kinerja keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan kewenangannya akan tercermin dalam APBD. Untuk dapat mengetahui potensi sumber daya keuangan daerah, maka perlu dilakukan analisis terhadap kinerja keuangan daerah selama lima tahun terakhir beserta kebijakan yang berkaitan. Analisis kinerja keuangan daerah dimulai dengan analisis kinerja pendapatan daerah, kinerja belanja daerah, kinerja pembiayaan daerah, serta neraca daerah. A.
Kinerja Pelaksanaan APBD
Gambaran umum terhadap kinerja keuangan daerah yang tergambar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 1)
Kinerja Pendapatan Daerah
Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa komponen pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lainlain Pendapatan Daerah yang Sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan meliputi bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Pendapatan daerah yang berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terdiri dari pendapatan hibah, dana darurat, dan pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan implementasikan oleh Provinsi Sumatera Barat dengan menyusun Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka diharapkan mampu meningkatkan penerimaan daerah. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat yang telah ditetapkan tersebut, adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
264
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun Tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun Tentang Retribusi Jasa Umum Peraturan Daerah Provinsi Sumatera BaratNomor 2 Tahun Tentang Retribusi Jasa Usaha Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun Tentang Retribusi PerizinanTertentu
2012 Barat 2012 2011 2011 2011
Analisis perkembangan pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang cukup signifikan. Pertumbuhan rata-rata per tahun pendapatan daerah dari tahun 2009 hingga tahun 2013 mencapai 11,64%, atau meningkat dari Rp2.026.241,17 juta pada tahun 2009 menjadi Rp3.147.840,36 juta pada tahun 2013. Walaupun pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar ini tidak dapat dikatakan sangat baik karena sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun untuk sumber pendapatan perimbangan yang mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,96%. Apabila dilihat dari pertumbuhan rata-rata per tahun dari setiap kelompok pendapatan daerah, maka terlihat bahwa pendapatan asli daerah memberikan kontribusi pertumbuhan rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan kelompok pendapatan daerah lainnya, kecuali sumber dana penyesuaian. Selama kurun waktu tahun 2009-2013, pendapatan asli daerah mengalami pertumbuhan sebesar 16,58% per tahun, sedangkan dana perimbangan hanya mengalami pertumbuhan sebesar 11,96% per tahun, dan lain-lain pendapatan yang sah mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 2,14%, sehingga pendapatan daerah selama kurun waktu tersebut mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 11,64% per tahun. Tabel 6.1 PERKEMBANGAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
URAIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah DANA PRIMBANGAN Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus
Tahun 2009
Tahun 2010
Pendapatan (Rp Juta) Tahun Tahun 2011 2012
739.747,09 1.006.820,95 1.224.414,66 1.225.466,02
Tahun 2013
Pertum buhan (%)
1.366.178,10
16,58
619.270,40
768.724,37
983.602,41
994.570,03
1.085.164,29
15,05
51.931,64
28.264,85
41.698,48
38.054,67
34.595,71
-9,66
39.582,35
46.814,07
80.453,32
80.348,99
93.871,53
24,1
28.962,70
163.017,65
118.660,44
112.492,33
152.546,57
51,49
789.839,83
785.574,96
931.882,62 1.143.895,85
1.241.050,18
11,96
86.636,42
106.165,73
117.528,03
183.066,23
131.428,01
10,98
7.081,40
2.590,47
8.940,40
9.768,54
5.757,68
-5,04
648.943,01
662.403,39
764.680,90
918.560,37
1.039.922,51
12,51
47.179,00
14.415,38
40.733,30
32.500,72
63.941,97
7,9
265
LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian Pendapatan Lainnya JUMLAH
496.654,24
128.575,48
27.661,61
553.220,27
540.612,08
2,14
495.774,79
80.463,88
9.011,96
552.485,27
8.757,46
-63,54
879,45
48.111,60
18.649,65
735
531.854,62
395,9
-
-
-
-
-
2.026.241,17 1.920.971,38 2.183.958,89 2.922.582,14
3.147.840,36
11,64
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Analisis berdasarkan proporsi terhadap total pendapatan menunjukkan bahwa perkembangan pendapatan daerah dalam 5 tahun terakhir merupakan capaian yang relatif baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pertumbuhan proporsi masing-masing sumber pendapatan daerah. Secara total proporsi PAD terhadap pendapatan daerah tumbuh sebesar 4,42% per tahun. Sedangkan proporsi semua jenis pendapatan dari dana perimbangan mengalami pertumbuhan sangat kecil, yaitu 0,28%. Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi khusus mengalami pertumbuhan rata-rata minus. Hanya dana alokasi umum yang mengalami peningkatan proporsi terhadap total pendapatan, yaitu 0,78%. Penurunan proporsi dana perimbangan tersebut, diimbangi dengan sumber pendapatan lain dari pemerintah pusat lainnya yaitu melalui peningkatan dana penyesuaian. Dalam 5 tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata per tahun proporsi dana penyesuaian sangat tinggi yaitu sebesar 344,19% sehingga proporsinya pun meningkat tajam. Proporsi PAD terhadap APBD baik secara total maupun berdasarkan jenis PAD mengalami peningkatan yang cukup baik. Proporsi pendapatan PAD meningkat dari 36,51% pada tahun 2009 meningkat menjadi 43,40 pada tahun 2013. Sebaliknya, pada kurun waktu yang sama proporsi dana perimbangan naik dari 38,94% pada tahun 2009 menjadi 39,43% pada tahun 2013. Rendahnya peningkatan proporsi dana perimbangan ini terutama disebabkan turunnya proporsi bagi hasil pajak dan bukan pajak, serta dana alokasi khusus. Disisi lain, penurunan proporsi dana perimbangan, telah diimbangi dengan peningkatan yang sangat signifikan dari sumber dana penyesuaian. Proporsi dana penyesuaian meningkat dari 0,04% pada tahun 2009 menjadi 16,90% pada tahun 2013. Berdasarkan peraturan terkait bahwa dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan oleh pusat untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu. Sekalipun demikian, karena jumlah yang diperoleh sangat signifikan, maka upaya peningkatan dana penyesuaian pada masa datang perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Tabel 6.2 berikut menunjukkan perkembangan proporsi setiap komponen pendapatan terhadap total pendapatan daerah Provinsi Sumatera Barat.
266
Tabel 6.2 Perkembangan Proporsi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Pendapatan (%) URAIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah DANA PRIMBANGAN Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian Pendapatan Lainnya JUMLAH
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Pertumbuhan (%)
36,51
52,41
56,06
41,93
43,4
4,42
30,56
40,02
45,04
34,03
34,47
3,06
2,56
1,47
1,91
1,3
1,1
-19,08
1,95
2,44
3,68
2,75
2,98
11,15
1,43
8,49
5,43
3,85
4,85
35,69
38,98
40,89
42,67
39,14
39,43
0,28
4,28
5,53
5,38
6,26
4,18
-0,59
0,35
0,13
0,41
0,33
0,18
-14,94
32,03 2,33
34,48 0,75
35,01 1,87
31,43 1,11
33,04 2,03
0,78 -3,36
24,51
6,69
1,27
18,93
17,17
-8,51
24,47 0,04 -
4,19 2,5 -
0,41 0,85 -
18,9 0,03 -
0,28 16,9 -
-67,35 344,19 -
100
100
100
100
100
-
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah).
2)
Kinerja Belanja Daerah
Belanja daerah dapat diklasifikasikan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Oleh sebab itu, pelaksanaan belanja langsung bertujuan untuk meningkatkan kinerja. Komponen belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja subsidi, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja daerah diklasifikasikan atas belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga, dan transfer bagi hasil pajak dan retribusi ke kabupaten/kota. Dalam belanja operasi mencakup belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja bantuan keuangan. Sedangkan belanja modal akan diklasifikasikan sesuai dengan bidang aset, yaitu
267
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta aset lainnya. Pembahasan dalam bab ini akan dilakukan pengklasifikasian belanja daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan PP Nomor 71 Tahun 2010. Belanja Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 18,31%, yaitu dari Rp1.332.520,09 juta pada tahun 2009 menjadi Rp2.610.660,90 juta pada tahun 2013.Jika diranking berdasarkan jumlahnya, tiga kelompok belanja daerah yang terbesar adalah belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang dan jasa. Belanja pegawai, baik langsung maupun tidak langsung, mengalami peningkatan dari Rp462.345,41 juta pada tahun 2009 menjadi Rp680.816,71 juta pada tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan ratarata sebesar 10,`16% per tahun. Belanja modal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10,61% per tahun, yaitu dari Rp462.031,80 juta pada tahun 2009 menjadi Rp691.489,60 juta pada tahun 2013. Sedangkan belanja barang dan jasa mengalami peningkatan dari Rp359.444,05 Juta pada tahun 2009 menjadi Rp635.840,01 juta pada tahun 2013, atau secara rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 15,33% per tahun. Tabel 6.3 Perkembangan Belanja Provinsi Sumatera Barat URAIAN BELANJA DAERAH BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Bunga Subsidi Hibah Bantuan Sosial BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan & Mesin Bangunan Jaringan Belanja Aset tetap lainnya Belanja Tak Terduga TRANSFER Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota DBH Pajak ke Kab/ Kota Lainnya ke Kab/Kota TRANSFER SURPLUS/(DEFISIT)
Tahun2009 1.332.520,09 868.063,73 462.345,41 359.444,05 16.760,00 29.514,27 462.031,80 9.230,79
Tahun 2010 1.776.162,38 1.190.048,75 531.933,62 545.847,30 56.700,22 55.567,60 583.067,56 7.934,13
Belanja (Rp Juta) Tahun2011 1.665.195,34 1.137.505,78 570.200,52 440.338,59 40.562,90 86.403,77 525.003,08 5.195,33
Tahun 2012 2.558.199,72 1.910.295,24 641.907,01 606.885,15 647.568,59 13.934,49 645.613,54 57.599,28
Tahun2013 2.610.660,90 1.918.271,30 680.816,71 635.840,01 572.705,11 28.909,46 691.489,60 41.913,88
Pertumbuh an (%) 18,31 21,92 10,16 15,33 141,78 -0,52 10,61 45,98
36.998,87
60.444,25
64.233,58
86.081,74
77.465,98
20,29
159.434,93 252.008,53
147.650,10 363.020,68
154.991,12 298.400,02
125.380,10 375.050,36
120.885,34 449.938,53
-6,69 15,59
4.358,68
4.018,40
2.183,03
1.502,05
1.285,87
-26,3
2.424,56
3.046,07
2.686,48
2.290,94
900
-21,94
324.883,83
463.591,11
467.761,18
406.382,44
502.652,77
11,53
266.352,36
290.666,13
402.995,19
390.898,54
416.913,49
11,85
58.531,47 1.657.403,92 368.837,25
172.924,98 2.239.753,49 -318.782,11
64.766,00 2.132.956,52 51.002,37
15.483,90 2.964.582,16 -42.000,02
85.739,27 3.113.313,67 34.526,69
10,01 17,07 -44,69
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Analisis belanja berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2006 menunjukkan bahwa kinerja belanja daerah cendrung lebih baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan perbandingan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun masing-masing kelompok belanja daerah. Jika dalam periode
268
tahun 2009 – 2013, belanja tidak langsung pegawai hanya mengalami peningkatan sebesar 9,18% per tahun, sedangkan belanja langsung mengalami peningkatan sebesar 12,96% per tahun. Belanja tidak langsung pegawai meningkat dari Rp396.822,72 juta pada tahun 2009 menjadi Rp562.989,64 juta pada tahun 2013. Kinerja belanja yang lebih baik juga ditunjukkan berdasarkan analisis pertumbuhan rata-rata per tahun untuk setiap elemen belanja langsung. Pertumbuhan rata-rata per tahun dari belanja langsung pegawai tidak jauh berbeda dibandingkan dengan belanja barang dan jasa serta dengan belanja modal. Belanja langsung pegawai mengalami peningkatan dari Rp66.105,35 juta pada tahun 2009, menjadi Rp117.827,07 juta pada tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan ratarata per tahun sebesar 15,55%. Di lain pihak, belanja barang dan jasa mengalami peningkatan dari Rp359.444,05 juta pada tahun 2009 menjadi Rp635.840,01 juta pada tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan ratarata per tahun sebesar 15,33% per tahun. Sedangkan belanja modal meningkat dari Rp462.031,80 juta pada tahun 2009 menjadi Rp691.489,60 juta pada tahun 2013, atau dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10,61% per tahun. Secara tidak langsung, hal ini mengambarkan kebijakan Provinsi Sumatera Barat pasca gempa 29 September 2009, yang tidak berpengaruh banyak terhadap alokasi belanja pembangunan fisik atau belanja modal. Tabel 6.4 Perkembangan Belanja Provinsi Sumatera Barat Pendapatan (Rp Juta) URAIAN BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal SURPLUS/(DEFISI T)
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Pertumb uhan (%)
Tahun 2013
1.657.403,92
2.239.753,49
2.132.956,52
2.964.582,16
3.113.313,67
17,07
769.822,72
1.031.743,73
1.087.714,69
1.594.693,77
1.668.156,98
21,33
396.240,06 16.760,00
452.838,73 56.700,22
490.300,35 40.562,90
524.517,31 647.568,59
562.989,64 572.705,11
9,18 141,78
29.514,27
55.567,60
86.403,77
13.934,49
28.909,46
(0.52)
266.352,36
290.666,13
402.995,19
390.898,54
416.913,49
11,85
58.531,46
172.924,98
64.766,00
15.483,90
85.739,27
10,01
2.424,57
3.046,07
2.686,48
2.290,94
900
-21,94
887.571,20
1.208.009,76
1.045.241,84
1.369.888,39
1.445.156,68
12,96
66.105,35 359.444,05 462.031,80
79.094,90 545.847,30 583.067,56
79.900,17 440.338,59 525.003,08
117.389,70 606.885,15 645.613,54
117.827,07 635.840,01 691.489,60
15,55 15,33 10,61
368.837,25
-318.782,11
51.002,37
-42.000,02
34.526,69
-44,69
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
269
Analisis lain yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kinerja belanja Provinsi Sumatera Barat 5 tahun terakhir adalah berdasarkan proporsi setiap kelompok belanja dengan total belanja daerah. Rata-rata proporsi jumlah belanja pegawai, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung dalam periode 2009 – 2013 adalah 26,23% dari total belanja daerah. Tetapi untuk proporsi belanja pegawai terjadi penurunan, yaitu dari 34,70% pada tahun 2009 menjadi 26,08% pada tahun 2013, dan proporsi belanja modal juga mengalami penurunan dari 34,67% pada tahun 2009 menjadi 26,49% pada tahun 2013. Penurunan pertumbuhan proporsi belanja modal yang sedikit lebih rendah dibandingkan proporsi belanja pegawai menunjukkan kebijakan belanja yang lebih baik dan perlu dipertahankan, malah kalau bisa lebih ditingkatkan lagi pada masa datang. Proporsi belanja barang dan jasa pada tahun 2009 – 2013 juga menunjukkan penurunan, yaitu dari 26,97% pada tahun 2009 menjadi 24,36% pada tahun 2013. Dari seluruh elemen belanja daerah, hanya belanja hibah yang menunjukkan proporsi yang meningkat, yaitu dari 1,26% pada tahun 2009 menjadi 21,94% pada tahun 2013. Peningkatan ini terutama terjadi pada 2 tahun terakhir. Kemungkinan hal ini disebabkan karena kewenangan provinsi yang terbatas untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu sehingga terpaksa pemerintah Provinsi Sumatera Barat memberikan alokasi belanja hibah yang lebih besar kepada daerah. Misalnya, memberikan hibah untuk pembangunan jalan yang tidak sanggup dibiayai oleh pemerintah kota/kabupaten. Tabel berikut memperlihatkan perkembangan proporsi belanja pegawai,belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja lainnya. Tabel 6.5 Perkembangan Proporsi Balanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal Tahun 2009-2013 (%) Pendapatan (Rp Juta) URAIAN BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal SURPLUS/ (DEFISIT)
Pertu mbuha n (%)
Tahun 2009 81,8 37,99 19,56 0,83 1,46
Tahun 2010 116,59 53,71 23,57 2,95 2,89
Tahun 2011 97,66 49,8 22,45 1,86 3,96
Tahun 2012 101,44 54,56 17,95 22,16 0,48
Tahun 2013 98,9 52,99 17,88 18,19 0,92
13,15
15,13
18,45
13,38
13,24
2,89
9
2,97
0,53
2,72
-1,46
0,12 43,8 3,26 17,74 22,8
0,16 62,89 4,12 28,42 30,35
0,12 47,86 3,66 20,16 24,04
0,08 46,87 4,02 20,77 22,09
0,03 45,91 3,74 20,2 21,97
-30,08 1,18 3,5 3,3 -0,93
18,2
-16,59
2,34
-1,44
1,1
-50,46
4,86 8,68 -2,21 116,56 -10,89 0,19
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
270
3)
Kinerja Pembiayaan
Pembiayaan merupakan transaksi keuangan daerah untuk menutupi defisit atau memanfaatkan surplus. Pembiayaan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu Kelompok Penerimaan Pembiayaan yang terdiri dari beberapa jenis penerimaan antara lain Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA); Pencairan Dana Cadangan; Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan; Penerimaan Pinjaman Daerah; Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman; dan Penerimaan Piutang Daerah. Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan terdiri dari beberapa jenis pengeluaran yaitu Pembentukan Dana Cadangan; Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah; Pembayaran Pokok Utang; dan Pemberian Pinjaman Daerah. Secara umum, tidak banyak daerah yang telah membuat kebijakan pembiayaan yang berpengaruh signifikan terhadap proses pembangunan, kecuali memanfaatkan SiLPA yang tersedia. Pada kebanyakan daerah, kebijakan yang dibuat dalam penganggaran adalah kebijakan anggaran berimbang. Hal ini berarti semua SiLPA tahun sebelumnya direncanakan untuk digunakan untuk menggerakkan pembangunan pada tahun berikutnya. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam periode Tahun 2009 – 2013. Setiap tahun, SiLPA tahun sebelumnya akan dijadikan sebagai penerimaan pembiayaan dan dianggarkan sebagai penerimaan daerah dan dapat dibelanjakan pada tahun berikutnya. SiLPA bukan merupakan target pendapatan, akan tetapi karena adanya keterbatasan dalam pelaksanaan anggaran, maka setiap tahun masih sering terjadi SiLPA. Untuk meningkatkan effisiensi dan effektifitas anggaran belanja daerah, kebijakan umum pembiayaan ini diarahkan untuk melakukan pengendalian dan pengawasan anggaran belanja, sehingga SiLPA Provinsi Sumatera Barat setiap tahun menunjukkan penurunan dan secara otomasi pembiayaan terima pada tahun berikutnya juga lebih rendah dari tahuntahun sebelumnya. Kebijakan pembiayaan seperti ini adalah baik, karena semua dana yang tersedia diusahakan untuk menggerakkan pembangunan di daerah.
271
Tabel 6.6 Perkembangan Pembiayaan Provinsi Sumatera Barat Pendapatan (Rp Juta) Tahun
Tahun
Tahun
Pertumbuhan (%)
URAIAN
Tahun
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN Penggunaan SILPA Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PENGELUARAN PEMBIAYAAN Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang SISA LEBIH PEMBIAYAAN
305.781,73
654.003,32
310.247,91
318.750,28
205.750,27
-9,43
314.029,28
673.887,32
335.247,91
361.250,28
276.750,27
-3,11
314.029,28
673.887,32
335.221,21
361.250,28
276.750,27
-3,11
-
-
26,7
-
-
-
8.247,55
19.884,00
25.000,00
42.500,00
71.000,00
71,29
-
-
-
-
-
-
7.000,00
19.884,00
25.000,00
42.500,00
71.000,00
78,46
1.247,55
-
-
-
-
-100
674.618,98
335.221,21
361.250,28
276.750,27
240.276,96
-22,75
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
B.
Neraca Daerah
Neraca mengambarkan tentang aset, kewajiban, dan ekuitas dana yang dimiliki oleh suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintah daerah. Secara umum, transaksi yang akan mempengaruhi neraca daerah adalah transaksi yang berasal dari belanja modal dan pembiayaan. Jika ada belanja modal maka akan terjadi peningkatan aset tetap. Sedangkan jika ada pengeluaran pembiayaan maka akan terjadi peningkatan investasi jangka panjang, pembentukan dana cadangan dan atau penurunan kewajiban. Jika ada penerimaan pembiayaan maka akan terjadi penurunan investasi jangka panjang, pencairan dana cadangan, sisa lebih perhitungan anggaran dan atau kenaikan kewajiban. Analisis kinerja Neraca Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 – tahun 2013 terlihat bahwa rata-rata proporsi aset tetap jauh lebih besar dibandingkan aset lancar dan investasi jangka panjang, yaitu dengan perbandingan 76,16%, 4,32%, dan 9,58%, sedangkan sisanya adalah aset lainnya. Perbandingan atau perkembangan proporsi kelompok aset tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan antara tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2013. Analisis berdasarkan pos-pos aset menunjukkan bahwa jumlah nilai aset yang dimiliki Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp6.270.283,19juta pada tahun 2009 menjadi Rp8.793.478,41 juta pada tahun 2013, yang berarti dalam kurun tahun 2009 – 2013 terjadi pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 8,82%. Peningkatan seperti ini dihasilkan antara lain melalui peningkatan aset tetap, investasi jangka panjang, dan aset lancar. Dari 3 sumber
272
peningkatan aset daerah tersebut, peningkatan jumlah aset tetap jauh lebih tinggi dibandingkan 2 kelompok aset lainnya. Peningkatan jumlah aset tetap meningkat dari Rp2.650.814,80 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 4.530.029,11 juta pada tahun 2013 atau mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 14,34%. Sedangkan pertumbuhan investasi jangka panjang relatif kecil yaitu sebesar 9,56%, dan pertumbuhan aset lancar sebesar 17,79%. Sesuai dengan konsep keseimbangan, pertumbuhan aset tersebut juga akan sama dengan jumlah pertumbuhan kewajiban dan ekuitas dana. Pertumbuhan ekuitas dana per tahun adalah 14,13% dan pertumbuhan kewajiban adalah 13,21%. Namun karena komposisi ekuitas dana jauh lebih besar (lebih kurang 99%) dibandingkan kewajiban, maka pertumbuhan kewajiban tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap komposisi kewajiban dan ekuitas dana. Tabel 6.7 berikut menyajikan perkembangan pos-pos neraca dan tingkat pertumbuhan ratarata per tahun. Tabel 6.7 Perkembangan Posisi Keuangan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat URAIAN ASET ASET LANCAR Kas Kas di Kas Daerah Kas di Bendahara Pengeluaran Kas di Bendahara Penerima Kas di BLUD Investasi Jangka Pendek Piutang Pajak Piutang Retribusi Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan Piutang Lainnya Penyisihan Piutang TT Persediaan Jumlah Aktiva Lancar INVESTASI JANGKA PANJANG INVESTASI NON PERMANEN Investasi Non Permanen Lainnya Jumlah Investasi Non Permanen INVESTASI PERMANEN Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Jumlah Investasi Permanen Jumlah Investasi Jangka Panjang
Tahun 2009
Tahun 2010
687.666,93 1.623,64
274.186,61 9.902,28
10.620,13 16.076,29 1.731,68 150,52
(Rp Juta) Tahun 2011
Pertumbu han (%)
Tahun 2012
Tahun 2013
305.744,18 2.592,80
216.138,21 753,28
169.249,91 1.188,49
-29,57 -7,5
11.134,73 47.757,22 18.138,46 6.966,04 62,7
2.212,63 5.160,70 47.757,22 18.452,28 6.938,58 27,15
67,68 8.051,06 51.877,24 20.675,08 16.608,73 16,17
360,54 18.696,06 51.877,24 27.470,03 28.737,76 9,64
-57,08 14,33 101,83 -49,69
355,2
355,2
352,85
-
-
-100
193,27 70.112,94 788.530,60
98.016,24 466.519,47
112.973,88 502.212,25
-9,87 54.062,16 368.239,74
605,17 -375,91 82.265,95 380.084,88
4,08 -16,68
10.488,59
10.488,59
-
2.666,02
2.767,12
-28,33
10.488,59
10.488,59
-
2.666,02
2.767,12
-28,33
358.302,66
390.813,47
593.460,82
776.466,15
839.528,55
23,72
358.302,66 368.791,25
390.813,47 401.302,06
593.460,82 603.922,71
776.466,15 779.132,17
839.528,55 842.295,67
23,72 22,93
273
URAIAN ASET TETAP Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan Aset Tetap Lainnya Kontruksi Dalam Pengerjaan Jumlah Aset Tetap DANA CADANGAN Dana Cadangan Jumlah Dana Cadangan ASET LAINNYA Tagihan Penjualan Angsuran Aset Tidak Bermanfaat Aset Dalam Penelusuran Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Kemitraan Dengan Pihak Ketiga Tanah Klaim Pihak Ketiga Aset Milik SKPD Lain Aset Tidak Berwujud Aset Pihak Lain Aset Dimanfaatkan Pihak Lain Jumlah Aset Lainnya JUMLAH ASET
KEWAJIBAN Kewajiban Jangka Pendek Utang Perhitungan Pihak Ketiga Utang Transfer/Bagi Hasil ke Kab/ Kota Bagian Lancar Utang DNPemerintah Pusat Utang Jangka Pendek Lainnya Utang Kepada Pihak Ketiga Dana Titipan Pihak Ketiga Jumlah Kewajiban Jangka Pendek KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Jumlah Kewajiban Jangka Panjang JUMLAH KEWAJIBAN EKUITAS DANA EKUITAS DANA LANCAR SILPA Pendapatan yang ditangguhkan Cadangan piutang Cadangan Persediaan Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek Jumlah Ekuitas Dana lancar
274
Tahun 2009
(Rp Juta) Tahun 2011
Tahun 2010
Tahun 2012
Pertumbu han (%)
Tahun 2013
1.269.207,67 172.338,54 328.691,69 2.728.181,07 7.737,69 532.042,15 5.038.198,81
1.273.792,59 221.038,14 422.164,12 3.136.479,52 8.874,34 489.698,82 5.552.047,54
1.434.069,60 1.465.751,15 1.495.698,13 300.450,19 343.638,80 401.809,98 525.097,88 495.559,65 634.468,56 3.289.259,21 3.048.442,06 3.383.153,86 10.027,07 11.194,54 12.485,60 635.200,03 507.022,34 769.356,94 6.194.103,98 5.871.608,54 6.696.973,07
4,19 23,57 17,87 5,53 12,71 9,66 7,37
-
-
-
-
-
-
26,01 48.565,94 2.552,80 -
34,7 42.316,81 -
26,95 -
22,47 15.608,65 22.771,46 351,8
6,1 13.266,35 5.187,25 351,8
-30,41 -
1.518,15
1.518,15
-
1.518,15
1.518,15
0
21.820,86 278,77 -
-
1.518,15 24.044,70
13.829,17 1.003.884,71
17.167,24 273,36 836.354,54
-
74.762,53 6.270.283,19
43.869,66 6.463.738,73
25.589,80 1.057.986,41 874.124,79 7.325.828,74 8.076.966,86 8.793.478,41
-30,41 -16,78
76,69
103,77
4,61
56,75
50,95
-9,72
43.390,32
51.213,65
-
-
-
-100
-
-
-
-
-
-
1.594,32
741,45
4.664,12
9.913,40
12.296,87
66,65
14.994,90 60.056,23
400 8.279,01 60.737,89
400 5.068,73
9.970,15
12.347,82
-32,66
-
-
-
-
-
-
60.056,23
60.737,89
5.068,73
9.970,15
12.347,82
-32,66
674.618,98 10.620,13
331.742,33 2.855,72
361.250,28 2.212,63
276.750,27 80,44
241.959,14 360,57
-22,61 -57,07
18.506,96 70.112,94 -45.384,64
25.522,40 98.016,24 -52.355,10
25.770,85 112.973,88 -5.064,12
25.770,85 54.062,16 -9.913,40
37.290,11 82.265,95 -12.296,87
56.446,70 4,08 -27,85
728.474,37
405.781,58
497.143,52
358.269,58
368.735,49
-15,65
URAIAN EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan dalam investasi jangka panjang Diinvestasikan dalam aset tetap Diinvestasikan dalam aset lainnya Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka panjang Jml Ekuitas Dana Investasi EKUITAS DANA CADANGAN Diinvestasikan dalam dana cadangan Jumlah ekuitas dana cadangan JUMLAH EKUITAS DANA JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
(Rp Juta) Tahun 2011
Tahun 2009
Tahun 2010
368.791,25
401.302,06
5.038.198,81
Pertumbu han (%)
Tahun 2012
Tahun 2013
603.922,71
779.132,16
842.295,67
22,93
5.552.047,54
6.194.103,98
5.871.608,53
6.695.974,64
7,37
74.762,53
43.869,66
25.589,80
1.057.986,41
874.124,79
84,92
-
-
-
-
-
-
5.481.752,59
5.997.219,26
6.823.616,48 7.708.727,10 8.412.395,10
11,3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6.210.226,95 6.270.283,19
6.403.000,85 6.463.738,73
7.320.760,01 8.066.996,68 8.781.130,59 7.325.828,74 8.076.966,83 8.793.478,41
9,05 8,82
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Untuk memahami kemampuan keuangan Provinsi Sumatera Barat dapat dilakukan berdasarkan analisis rasio keuangan. Secara konsepsual ada 4 macam analisis rasio keuangan yang dapat digunakan, meliputi rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio leverage, dan rasio profitabilitas. Baik rasio lancer maupun rasio kas menunjukkan kemampuan yang sangat luarbiasa. Rasio lancar mengalami peningkatan dari 1.312,99% pada tahun 2009 menjadi 3.078,15% pada tahun 2013. Sedangkan rasio quick meningkat dari 1.198,24% pada tahun 2009 menjadi 2.411,92% pada tahun 2013. Hal yang sama ditunjukankan oleh rasio kas; meningkat dari 1.165,43% pada tahun 2009 menjadi 1.954,78% pada tahun 2013. Ketiga rasio ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk melunasi hutang lancer puluhan kali lipat, dan jumlah hutang yang sangat kecil sekali. Namun dari sisi lain, jumlah kas yang sangat besar ini kurang baik dari fungsi pemerintah sebagai pengerak pembangunan. Pada masa datang, saldo kas pada akhir tahun hanya sebatas kebutuhan minimal bulanan pelaksanaan kegiatan administrasi rutin tahun berikut. Kondisi jumlah hutang yang sangat kecil itu juga dapat dilihat berdasarkan rasio total hutang terhadap ekuitas dana atau total aset, yaitu berkisar di bawah 1% saja. Artinya, hutang yang dimiliki daerah hanya kurang dari 1% dari jumlah asset atau ekuitas dananya. Dengan demikian, ke 4 (empat) rasio keuangan ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah yang sangat baik dalam melunasi seluruh hutangnya.Tabel 6.8 berikut menyajikan rasio keuangan Provinsi Sumatera Barat.
275
Tabel 6.8 Perkembangan Rasio Keuangan Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun Tahun (%) No 1 2 3 4 5
URAIAN
2009
Rasio lancar (current ratio) Rasio Quick (quick ratio) Kas Rasio Rasio tatal hutang terhadap total aset Rasio hutang terhadap modal
2010
2011
2012
2013
Pertumbuh an (%)
1.312,99
768,09
9.908,05
3.693,42
3.078,15
23,74
1.196,24 1.165,43 0,96
606,71 564,69 0,94
7.679,21 7.170,78 0,07
3.151,18 2.777,16 0,12
2.411,92 1.954,78 0,14
19,16 13,8 -38,12
0,97
0,95
0,07
0,12
0,14
-38,25
Sumber : DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
6.1.2. Kerangka Pendanaan Kebijakan pengelolaan keuangan di masa lalu diarahkan pada upaya meningkatkan PAD guna mengurangi ketergantungan Keuangan Daerah pada bantuan Pemerintah Pusat. Hal ini dapat terlihat dari data yang ditampilkan pada bagian kinerja keuangan masa lalu di atas, dimana dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terjadi peningkatan proporsi PAD terhadap Total Pendapatan daerah, sedangkan di sisi lain terjadi penurunan proporsi pendapatan yang berasal dari dana perimbangan. Dari sisi belanja aparatur, selama kurun waktu tahun 2009 hingga tahun 2013, telah terjadi penurunan proporsi belanja aparatur. Pada tahun 2010 belanja aparatur memimiliki proporsi sebesar 66,24% dari total pengeluaran pemerintah daerah, sedangkan pada tahun 2013 proporsi belanja ini menurun menjadi 47,81% dari total pengeluaran daerah. Walaupun dari sisi jumlah belanja aparatur terjadi peningkatan, namun penurunan proporsi tersebut menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pada kebutuhan non-aparatur di dalam APBD semakin lama semakin naik. Tabel 6.9 Belanja Untuk Kebutuhan Aparatur Total belanja untuk pemenuhan kebutuhan Total pengeluaran Prosentase aparatur 1 2009 1.097.888 1.657.404 66,24 2 2010 1.312.699 2.241.045 58,58 3 2011 1.365.035 2.964.607 46,04 4 2012 1.417.372 2.964.607 47,81 Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah) No.
Tahun
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa kebijakan daerah dalam penyusunan anggaran menggunakan prinsip “anggaran berimbang”. Berdasarkan prinsip ini, maka SiLPA yang terjadi
276
pada tahun-tahun sebelumnya diupayakan untuk dapat dibelanjakan pada tahun berikutnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan, dan meningkatkan daya saing daerah. Pada tahun 2009; saat terjadinya Gempa Besar, Provinsi Sumatera Barat tidak dapat realisasikan anggaran yang telah ditetapkan dan mengakibatkan terjadi surplus. Penyebab terjadinya surplus ini terutama karena terlambatnya petunjuk teknis belanja Bantuan Gempa dari Pemerintah Pusat sehingga Provinsi Sumatera Barat tidak cukup waktu untuk merealisasikannya pada tahun anggaran 2009. Pada tahun berikutnya, semua anggaran bantuan gempa dan juga pendapatan yang dihasilkan dapat direalisasikan dengan cukup baik. Demikian juga, pada tahun-tahun berikutnya Provinsi Sumatera Barat mampu menggunakan seluruh pendapatan yang dihasilkannya sehingga terjadi defisit riil anggaran yang relatif kecil. Tabel 6.10 Defisit Riil Anggaran No
Tahun (Rp. juta)
2009 1 2 3
Pertum buhan (%)
URAIAN 2010 1.920.971,38 2.239.753,49
2011
PENDAPATAN BELANJA PENGELUARAN PEMBIAYAAN
2.026.241,17 1.657.403,92
2.183.958,89 2.132.956,52
8.247,55
19.884,00
25.000,00
DEFISIT RIIL
360.589,70
-338.666,11
26.002,37
2012 2.922.582,14 2.964.582,16
2013 3.147.840,36 3.113.313,67
11,64 17,07
42.500,00
71.000,00
71,29
-84.500,02
-36.473,31
Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Secara umum pelampauan pendapatan realisasi anggaran dihasilkan untuk sumber pendapatan dana perimbangan. Sedangkan PAD dan Lain-lain Pendapatan yang Sah, realisasinya lebih rendah dari yang dianggarkan kecuali pada 1 tahun terakhir. Oleh sebab itu, pada masa datang dibutuhkan kebijakan yang lebih baik agar pendapatanpendapatan yang dianggarkan khususnya dari sumber PAD melebihi dari anggaran yang telah ditetapkan, antara lain melalui analisis potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Gempa yang terjadi pada tanggal 29 September 2009 telah merusak bahkan sampai meruntuhkan beberapa bangunan milik pemerintah daerah. Akibatnya sejak tahun 2010 sampai 2012 beberapa SKPD terpaksa menyewa bangunan agar pelayanan kepada masayarakat tetap dapat diberikan. Kontrak sewa menyewa baik untuk bangunan maupun untuk beberapa jenis peralatan lain yang dibutuhkan dilakukan dengan perjanjian tahunan “bukan perjanjian sewa menyewa jangka panjang”.
277
Sejak akhir tahun 2013 beberapa bangunan kantor dan pelayanan pemerintah daerah telah menggunakan Gedung Baru, seperti Gedung Bappeda. Namun beberapa SKPD lainnya masih menggunakan bangunan lama yang masih dalam kondisi layak huni.. Oleh sebab itu, pemerintah daerah saat ini tidak memiliki kontrak sewa menyewa jangka pajang baik untuk bangunan maupun peralatan lainnya. Dalam rangka pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, pemerintah daerah selalu memberikan beasiswa kepada PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Namun pada tahun 2012 jumlah beasiswa yang diberikan berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan kebijakan pengembangan kapasitas SDM daerah lebih banyak memamfaatkan beasiswa dari sumber-sumber lain yang saat ini memamng banyak ditawarkan. Pada saat ini tidak ada lagi kewajiban beasiswa yang harus dibayarkan pemerintah daerah. Demikian juga terhadap pembayaran bunga, bagi hasil pajak dan retribusi daerah, serta belum merencanakan pembentukan dana cadangan atau penerimaan pembiayaan lainnya. Oleh sebab itu, pengeluaran periodik, wajib, dan mengikat serta perioritas utama pemerintah daerah hanya terbatas untuk belanja Gaji dan Tunjangan, Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH, Belanja honorarium PNS khusus untuk guru dan tenaga medis, dan Belanja Jasa Kantor. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, jumlah belanja dan pengeluaran pembiayaan wajib dan mengikat serta perioritas utama mengalami peningkatan dari Rp689.076,30 juta pada tahun 2009 dan meningkat menjadi Rp893.404,88 juta pada tahun 2012. Berikut ini disajikan perkembangan jumlah belanja dan pengeluaran pembiayaan wajib dan mengikat serta perioritas utama Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 – tahun 2012. Tabel 6.11 Perkembangan Jumlah Belanja Dan Pengeluaran Pembiayaan Wajib Dan Mengikat Serta Perioritas Utama Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 – tahun 2012 No A 1 2 3 4 B 1 2
278
Uraian Belanja Tidak Langsung Belanja Gaji dan Tunjangan Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH Belanja Bunga Belanja Bagi Hasil Belanja Langsung Belanja Honorarium PNS Khusus Guru dan Tenaga Medis Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
TA 2009 586.981 307.148
(Rp.juta) TA 2010 630.310 327.188
TA 2012 786.873 387.656
Pertumbuhan (%) 10,26 8,07
13,48
12.455
8.319
-14,86
266.352
290.666
390.899
13,64
102.095
120.659
106.532
1,43
20.938
28.774
31.386
14,45
9.494
6.626
759
-56,92
6
Belanja Jasa Kantor (Khusus Tagihan Bulanan Kantor seperti : Listrik, Air, Telepon dan sejenisnya) Belanja Sewa gedung kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya) Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya) Sewa sarana mobilitas
1 2
Pembiayaan Pengeluaran Pembentukan dana cadangan Pembayaran pokok utang
3
4
5
C
Total (A+B+C)
68.362
81,369
67,277
-0,53
1.774
2.241
3.288
22,84
1.527
1.648
3.821
35,77
1.473
2.425
2.181
13,98
-
-
-
-
689.076
750.969
893.405
9,04
Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan ini dapat pula dihitung kapasitas riil kamampuan keuangan daerah, yaitu dari selisih total penerimaan dengan belanja dan pengeluaran pembiayaan wajib dan mengikat serta perioritas utama. Hasil perhitungan menujukkan bahwa pada tahun 2009 jumlah kapasitas riil kamampuan keuangan daerah berjumlah Rp2.011.783,85 juta dan meningkat menjadi Rp2.305.927,53 juta pada tahun 2013. Tabel 7.12 berikut menujukkan hasil perhitungan kapasitas riil keuangan daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 – tahun 2013. Tabel 6.12 Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan DaerahUntuk Mendanai Pembangunan Daerah No 1 2 3
4
URAIAN Pendapatan Pencairan dana cadangan (sesuai Perda) Sisa lebih riil perhitungan anggaran Total Penerimaan Dikurangi : Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan yang wajib dan mengikat serta prioritas utama Kapasitas Riil Kemampuaan Keuangan Daerah
2009 2.026.241,17
2010 1.920.971,38
314.029,28
673.887,32
Tahun (Rp. juta) 2011 2.183.958,89 335.221,21
2012 2.922.582,14
2013 3.147.840,36
361.250,28
276.750,27
360.589,70
-338.666,11
26.002,37
-84.500,02
-36.473,31
2.700.860,15
2.256.192,60
2.545.182,47
3.199.332,41
3.388.117,32
689.076,30
720.022,43
750.968,55
893.404,88
974.186,24
2.011.783,85
1.536.170,17
1.794.312,92
2.305.927,53
2.413.931,08
Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat, beberapa tahun (diolah)
Untuk menganalisis kemampuan keuangan masa datang dilakukan proyeksi atas pendapatan daerah dan belanja wajib dan mengikat. Dalam menghitung proyeksi pendapatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 sampai tahun 2019 digunakan beberapa asumsi. Asumsi pertama adalah penetapan anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 telah melalui analisis oleh eksekutif dan legislatif sehingga anggaran pendapatan tahun 2014 dapat dijadikan tolok ukur atau standar dalam
279
menentukan metode statistik yang sebaiknya dipakai dan atau tahun dasar yang digunakan dalam menghitung proyeksi pendapatan. Secara umum, berbagai metode statistik dapat digunakan dalam memproyeksikan pendapatan. Metode mana yang lebih tepat dan akan dipilih, tergantung kepada trend dan atau konjungtur data-data keuangan masa lalu yang akan digunakan sebagai dasar proyeksi. Setelah dilakukan proses trial and error maka alternatif yang paling baik adalah berdasarkan tingkat pertumbuhan rata-rata. Pertimbangan lain yang digunakan dalam memproyeksikan pendapatan tersebut adalah perubahan peraturan yang berlaku dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan rata-rata sebagaimana dijelaskan di atas dapat dihasilkan proyeksi pendapatan Provinsi Sumatera Barat seperti terlihat pada Tabel 6.13 berikut: Tabel 6.13 Proyeksi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015-2020
NO
1 A. 1 2 3 4 B 1 2 3 4
C
1 2
URAIAN
PENDAPATAN DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah DANA PERIMBANGAN Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YG SAH Hibah Pemerintah / Dana Penyesuaian Hibah Swasta
PERUBAHAN RATA-RATA (%) BERDA SARKAN PENYE KONDISI SUAIAN 2010-2014 16.65 45.00
PROYEKSI 2015 - 2020
2015
2016
2017
2018
2019
2020
3.945.428
4.167.587
4.407.569
4.666.998
4.947.661
5.251.529
1.783.001
1.89.151
2.005.291
2.129.153
2.262.545
2.406.366
15.71 (6.89)
5.00 6.50
1.399.405 14.683
1.469.375 15.637
1.542.844 16.654
1.619.986 17.736
1.700.986 18.889
1.786.035 20.117
22.21
1.00
85.989
86.848
87.717
88.594
89.480
90.375
13.77
12.50
282.924
318.289
358.075
402.835
453.189
509.838
1.399.038
1.512.881
1.636.413
1.770.506
1.916.117
2.074.299
193.00 5.06
5.00
105.000
110.250
115.762
121.550
127.628
134.009
112.58
3.00
10.291
10.600
10.918
11.246
11.583
11.930
14.36
8.10
1.221.407
1.320.341
1.427.288
1.542.899
1.667.873
1.802.971
60.97
15.00
62.339
71.690
82.443
94.810
109.032
125.386
16.41
763.388
764.553
765.864
767.338
768.997
770.864
(20.78)
754.068
754.068
754.068
754.068
754.068
754.068
9.320
10.485
11.796
13.270
14.929
16.796
16.432.78
12.50
Untuk menentukan kemampuan keuangan daerah masa datang, maka juga perlu diproyeksikan pengeluaran pembiayaan wajib dan mengikat serta perioritas utama. Proyeksi ini dilakukan berdasarkan tingkat pertumbuhan data realisasi 4 tahun terakhir, yaitu tahun 2009 – 2013. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.14 berikut:
280
Tabel 6.14 Proyeksi Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah No 1. 2. 3.
4.
Uraian Pendapatan Pencairan dana cadangan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Total penerimaan Dikurangi: Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan yang Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah
2015 3.945.428
2016 4.167.587
Tahun (Rp, Juta) 2017 2018 4.407.569 4.666.998
3.945.428 4.167.587 4.407.569 4.666.998 1.158.322
1.263.057
1.377.262
2019 4.947.661
4.947.661 5.251.529
1.501.794
2.787.106 2.904.530 3.030.307 3.165.204
2020 5.251.529
1.637.586
1.785.655
3.310.075 3.465.874
6.2. Kebutuhan Investasi Di Provinsi Sumatera Barat Di sampingmempertimbangkan kondisi masa lalu dan pendanaan pembangunan diperkirakan akan terus meningkat untuk mendorong penambahan dan pemupukan modal melalui investasi. Kebutuhan investasi di Provinsi Sumatera Barat memperhitungkan perubahan lingkungan strategis dalam lima tahun mendatang. Perkiraan kebutuhan investasi di Provinsi Sumatera Barattahun 2015-2020 disusun berdasarkan asumsi sebagai berikut: 1.
Target pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan realisasi tingkat pertumbuhan 5 tahun terakhir, yang hasilnya menunjukkan peningkatan dari 6,34 persen pada tahun 2015 menjadi 6,60 persen pada tahun 2018 dan 6,78 persen apda tahun 2020;
2.
Perubahan Nilai ICOR (incremental capital to output ratio atau rasio penambahan modal terhadap produksi) dihitung berdasarkan penurunan ICOR tahun 2000-2011 dengan tahun 2009-2013 oleh BPS Sumatera Barat, yaitu dari 5,58 menjadi 5,52. Oleh sebab itu, dalam proyeksi tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan nilai ICOR 0,03 point per tahun.
3.
Tingkat inflasi diperkirakan berdasarkan analisis pertumbuhan berdasarkan metode moving average data inflasi di Sumatera Barat dalam 5 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2015 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 6,87%dan pada tahun 2020 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 7,47%
4.
Kapasitas fiskal di Provinsi Sumatera Barat dihitung berdasarkan jumlah belanja modal Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat ditambah belanja modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan memperhitungkan kenaikan belanja modal berdasarkan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun dalam 5 tahun terakhir.
5.
Investasi Pemerintah Pusat dihitung dari nilai investasi tahun 2015 dengan memperhitungkan pertumbuhan per tahun berdasarkan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 5 persen per tahun.
281
6.
Perkiraan pertumbuhan nilai investasi swasta (Penanaman Modal Dalam negeri dan Penanaman Modal Asing) sebesar 5 persen per tahun.
Dengan memperhitungkan berbagai asumsi tersebut, sampai dengan tahun 2020 diperkirakan akan terjadi kesenjangan investasi. Kebutuhan investasi tersebut hanya akan dapat dipenuhi oleh di Provinsi Sumatera Barat dengan mempertimbangkan potensi dan kemajuan yang telah dicapai selama ini, kondisi sosial yang kondusif, dan kondisi ketertiban dan keamanan yang terjaga dengan baik sehingga menarik investor untuk menanamkan modal di Sumatera Barat. Tabel 6.1 Perkiraan Kebutuhan Investasi Di Provinsi Sumatera BaratTahun 2015-2020 NO 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
SEKTOR Pertumbuhan Ekonomi (%) ICOR PDRB Konstan Tahun 2000 (Rp. Milyar) Tingkat Inflasi (%) Kebutuhan Investasi (Rp. Milyar) Kapasitas Fiskal (Rp. Milyar) a. Belanja Modal Pemerintah Provinsi (Rp. Milyar) b. Belanja Modal Pemerintah Kab/Kota (Rp. Milyar) Kesenjangan Investasi (Rp. Milyar) Perkiraan Investasi Pemerintah (Rp. Milyar) Perkiraan Investasi Sawsta (Rp. Milyar) Perkiraan Investasi Sawsta PMDN (Rp. Milyar) Perkiraan Investasi Sawsta PMA (Rp. Milyar) Kebutuhan Investasi Sawsta (PMDN + PMA) (Rp. Milyar)
2015 6,34 3,46 52.705 6,87 31.685 4.299 845,95
2016 6,43 3,43 56.094 7,24 33.965 4.858 935,67
3.453,25 3.922,24
2017 6,51 3,40 59.748 8,01 36.568 5.490 1.034,90
TAHUN 2018 6,60 3,37 63.692 7,29 38.860 6.205 1.144,66
2019 6,69 3,34 67.952 7,35 41.624 7.013 1.266,07
2020 6,78 3,34 72.557 7,47 45.049 7.928 1.400,34
4.454,93
5.059,97
5.747,17
6.527,71
27.385 10.196 17.189 963
29.107 11.390 17.717 1.011
31.078 12.723 18.355 1.062
32.656 14.213 18.442 1.115
34.611 15.878 18.734 1.171
37.121 17.737 19.384 1.229
1.426
1.497
1.572
1.650
1.733
1.820
14.800
15.208
15.721
15.677
15.830
16.335
Sumber: Hasil Analisis 2014
6.3.Kebijakan Keuangan Daerah Analisis kebijakan keuangan daerah dalam bagian ini tidak hanya ditujukan bagi pemerintahan daerah provinsi, tetapi secara umum juga dibutuhkan oleh pemerintahan daerah kota/kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. 6.3.1 Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah Sekalipun penerimaan pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun peluang untuk meningkatkan penerimaan tersebut masih terbuka lebar. Seperti dijelaskan dalam rencana kerja Tim Korsupgah 2014,bahwa terjadi berbagai kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Sumatera Barat, termasuk pengelolaan pendapatan asli daerah dan khususnya lagi adalah tentang pajak daerah. Berdasarkan pertimbangan perkembangan pengelolaan keuangan daerah tersebut, maka kebijakan
282
pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Sumatera Barat selama periode tahun 2015-2020 diarahkan pada hal-hal berikut.
1 . Menyusun data base potensi riil pajak daerah dan retribusi daerah melalui analisis perhitungan, analisis statistik, dan survey sehingga perhitungan target penerimaan dapat dan harus berdasarkan data base potensi riil tersebut. Hal ini, diharapkan mampu menghasilkan target penerimaan pendapatan asli daerah lebih realistis. 2 . Mengoptimalkan penerimaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik pajak, retribusi dan pendapatan lain yang sah tanpa memberatkan dunia usaha dan masyarakat melalui:
a. Evaluasi dan memantapkan sistem dan prosedur administrasi dalam pemungutan, pencatatan dan pengelolaan pajak dan retribusi daerah, serta diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan; b. Evaluasi dan revisi secara berkala terhadap berbagai peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi daerah, serta sosialisasi dan pelayanan perpajakan untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah; c. Intensifikasi pemungutan pajak daerah melalui pengawasan di lapangan secara terus-menerus, menggali dan penagihan tunggakan dengan cara persuasif yang ditindaklanjuti dengan penagihan secara paksa sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku; d. Peningkatan hasil pengelolaan kekayaan daerah melalui pengelolaansumber daya daerah secara lebih profesional dan marketable. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan asset daerah seperti gedung, asrama, aula dan asset produktif lainnya yang dimiliki oleh pemerintahan daerah sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik dan meningkatkan retribusi sewa dari pengelolaan asset tersebut; e. Mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam memberikan pelayanan publik dan meningkatkan pendapatan daerah termasuk meningkatkan bagian laba BUMD; f. Khusus untuk pemerintahan kota dan kabupaten, intensifikasi pemungutan PBB dan BPHTB perlu dilakukan. Utama sekali melakukan penilaian ulang terhadap nilai NJOP sehingga mencerminkan nilai riil dari objek PBB tersebut;
283
3.
Mengupayakan peningkatan penerimaaan dari dana perimbangan melalui: a. Meningkatkan akurasi data kependudukan dan data lain yang dibutuhkan dalam perhitungan dana alokasi umum sehingga penerimaan dana alokasi umum dapat ditingkatkan. b. Mengembangkan datadasar dan sistem informasi yang akurat dalam pendataan sumber daya alam sebagai dasar perhitungan pembagian dana perimbangan;
6.3.2. Kebijakan Belanja Daerah Peningkatan kualitas belanja pada masa datang dengan menyusun Analisis Standar Belanja dan penetapan target kinerja yang lebih akurat sehingga setiap kepala SKPD yang telah mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkan kinerjanya berdasarkan minimal indikator outcome, bukan hanya sekedar indikator output. Secara lebih rinci, kebijakan belanja daerah yang diperlukan pada masa datang adalah: 1.
Meningkatkan kualitas penyusunan anggaran berbasis kinerja melalui proses penetapan indikator kinerja program dan kegiatan yang tepat, serta menyusun dan menggunakan analisis standar belanja dalam proses penetapan dan penilaian usulan anggaran.
2.
Meningkatkan koordinasi alokasi belanja setiap unit satuan kerja sehingga dapat menjamin keselarasan dan kesesuaian dengan RPJPD dan RPJMD.
3.
Alokasi anggaran SKPD harus secara jelas menunjukkan keselarasan dan kesesuaian dengan tugas pokok dan fungsi setiap unit satuan kerja, mencegah inefisiensi alokasi yang disebabkan oleh proses kerja yang tumpang tindih, serta secara substansial memberikan kontribusi kepada pencapaian sasaran kebijakan daerah.
Kebijakan belanja daerah di Provinsi Sumatera Barat selama tahun 20152020 mengutamakan pada pencapaian hasil program dan kegiatan melalui belanja langsung dengan arah sebagai berikut. 1.
Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta pelayanan dasar lainnya dengan mengalokasi anggaran sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2.
Mengoptimalkan belanja langsung untuk membiayai belanja modal yang dapat memberikan dampak berganda bagi pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan.
3.
Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi anggaran bantuan keuangan, bantuan sosial dan belanja hibah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta mempertimbangkan aspek keadilan dan kemampuan keuangan daerah.
284
6.3.3. Pembiayaan Daerah Secara umum kebijakan penganggaran di Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Hal ini berati pendapatan yang diperoleh dalam tahun berjalan diupayakan dapat dibelanjakan pada tahun yang sama, dan jika terjadi SiLPA maka akan segera digunakan pada tahun berikutnya. Dengan demikian, kebijakan penerimaan pembiayaan pemerintahan daerah di Provinsi Sumatera Barat adalah berusaha menggunakan SiLPA pada tahun berikutnya dengan tetap berpedoman serta menerapkan perencanaan dan penganggaran secara terpadu, konsisten, dan berbasis kinerja. Sedangkan dalam kebijakan pembiayaan pengeluaran digunakan untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah melalui penyertaan modal pada BUMD yang mampu memberikan imbalan (laba) bukan hanya terhadap pemerintah daerah secara langsung tetapi juga berdampak terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan.
285
286