BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif, kemajuan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pertumbuhan perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah, di antaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan, infrastruktur telekomunikasi, dan lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang tidak dapat diabaikan dalam perhitungan-perhitungan angka pembangunan. Di bidang sosial, pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk peningkatan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan juga membantu mengatasi sebagian masalah sosial. Di samping itu, hubungan antara pengadaan barang dan jasa pemerintah dan aspek politik pemerintah juga merupakan isu yang sangat penting. Sering kali para politisi memanfaatkan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah untuk membantu mengatasi problem yang dihadapi oleh konstituen mereka, di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Namun demikian, di sisi yang lain, pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa dinilai sebagai masalah krusial, seperti ditemukannya kasus-kasus penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Data yang dilansir oleh berbagai media dan institusi pemberantas korupsi menunjukkan bahwa sekitar 20-30 persen dana APBN yang dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek administratif maupun aspek substansinya. Demikian juga berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak terjadi pengadaan barang dan jasa yang menyimpang dari ketentuan, baik yang bersifat 1
administratif maupun pidana (KKN). Tingginya kuantitas dan kualitas penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan isu yang sangat menarik untuk dicermati. Banyaknya pejabat-pejabat public yang saat ini sedang melakukan proses peradilan korupsi mampu menyimpan memory yang tidak mudah untuk dilupakan, terutama bagi para pejabat-pejabat publik lainnya. Kekhawatiran pejabat pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut ditengarai sebagai penyebab lambatnya penyerapan APBN dan APBD pemerintah. Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dengan mendasarkan pada arus utama reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan, adalah implementasi sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat terselenggaranya aktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronis adalah diharapkan kebocoran anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan projek (PPK) dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan. Hal ini dapat dijelaskan dengan semakin berkurangnya pertemuan dan potensi deal yang dapat dilaksanakan antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan calon penyedia barang dan jasa. Di samping itu, transaksi di bawah tangan dan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan sebelum proses pengadaan dilakukan dapat dihilangkan. Ini merupakan mekanisme akuntabilitas dan transparansi yang diwujudkan oleh sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronis. Namun demikian, pemberantasan korupsi tentu saja tidak hanya dilakukan dengan menginstal sistem komputer, melainkan juga harus dipersiapkan berbagai hal yang dapat memastikan sistem tersebut berjalan dengan baik, termasuk di antaranya adalah sistem pengelolaan sumber daya manusia, rerangka regulasi, sistem cluster, dan penataan kelembagaan. Untuk mencapai perbaikan sistem secara efektif, maka diperlukan pengembangan sistem integritas yang dapat diinisiasi di seluruh daerah di Indonesia.
2
Sudah barang tentu, sistem integritas yang acceptable di semua level di Indonesia dapat diwujudkan hanya jika sistem tersebut dibuat dengan melibatkan berbagai stakeholder yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, berhubungan dengan sistem tersebut, dalam hal ini adalah sistem pengadaan barang dan jasa. Sebagai salah satu penopang sistem integritas di dalam pengadaan barang dan jasa, maka electronic procurement dapat digunakan sebagai salah satu basis perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa publik, dengan melibatkan LPSE, ULP, Inspektorat, LSM, dan Penyedia Barang.
1.2 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan masukan mengenai kebutuhan-kebutuhan setiap stakeholder pengadaan barang dan jasa publik, di antaranya adalah Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE), Unit Layanan Pengadaan (ULP), Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga Swadaya
Masyarakat
(LSM).
Alasan
mengapa
penelitian
ini
memilih
menggunakan pendekatan stakeholder adalah karena selama ini penguatan kapasitas terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada LPSE dan ULP. Di pihak lain, LPSE melakukan penguatan kapasitas kepada calon penyedia barang dan jasa, namun terbatas pada upaya untuk memampukan calon penyedia barang dan jasa tersebut untuk menggunakan sistem pengadaan secara elektronis (SPSE LPSE). Untuk mengimplementasikan pengadaan barang dan jasa publik, baik secara manual maupun elektronis, perlu dipastikan bahwa telah terdapat mekanisme check and balances. Selama ini, mekanisme ini menjadi salah satu aspek penting di dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), sebagaimana disajikan di dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, di dalam salah satu komponen pengendalian internal, yaitu aktivitas pengendalian. Mekanisme ini dapat dilakukan secara internal dan eksternal, baik melalui kelembagaan formal maupun nonformal yang dilakukan secara langsung
3
oleh masyarakat. Di antara lembaga-lembaga tersebut, Inspektorat dan LSM merupakan dua institusi yang dapat berperan penting dalam menjalankan fungsi pengawasan. Melalui penelitian ini, diharapkan kebutuhan-kebutuhan dari para stakeholder dapat terpetakan secara lebih komprehensif, bukan hanya kebutuhan untuk bisa, tetapi termasuk juga kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya dasar, di antaranya adalah kebutuhan terhadap pemahaman sistem dan aturan pengadaan. Di samping itu, selain mengidentifikasi kebutuhan stakeholder, penelitian ini juga akan memetakan prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder pada setiap wilayah. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder di wilayah Jogjakarta, Surabaya, Makassar, Bandung, dan Medan mengenai kondisi yang ada pada saat ini (existing condition). 2. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder mengenai kebutuhan di setiap wilayah. 3. Menyusun prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder di setiap wilayah, sehingga dapat disusun rencana-rencana strategis untuk meningkatkan kapasitas stakeholder secara lebih tepat. 4. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder sebagai bahan penyusunan kurikulum pelatihan dan penyusunan modul pelatihan.
1.3 Output yang diharapkan Hasil dari penelitian ini adalah teridentifikasinya kebutuhan stakeholder yang perlu difasilitasi dalam bentuk pelatihan dan penyediaan bahan ajar untuk mendukung terimplementasikannya sistem pengadaan barang dan jasa secara akuntabel. Penelitian ini juga akan memberikan output dalam bentuk prioritas kebutuhan untuk setiap wilayah. 4
1.4 Pendekatan yang Digunakan Untuk melakukan analisis terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam suatu organisasi, terdapat dua pendekatan penting yang selama ini menjadi acuan, yaitu pendekatan shareholders dan pendekatan stakeholders, di mana pendekatan ini sebenarnya merupakan penyempurnaan dari pendekatan shareholders, yang sering pula disebut agency approach/pendekatan agensi. Di dalam pendekatan agensi tersebut, suatu analisis akan memfokuskan pembahasan pada pola relasi antara pihak pemberi kuasa dengan pihak yang mendapatkan amanah (Eisenhardt, 1989). Oleh karena itu, kontrak yang dibuat antara pemberi kuasa dengan yang menerima amanah merupakan aspek penting. Menurut pendekatan tersebut, supplier dan customer adalah hanya pihak yang berada di luar organisasi yang mendapatkan tempat sebagai pihak yang ikut menentukan kehidupan organisasi. Secara umum, hanya ada empat pihak yang terlibat di dalam analisis ini, yaitu pemberi kuasa, penerima amanah, pelanggan, dan penyedia. Oleh karena itu, analisis menggunakan pendekatan ini dinilai kurang memberikan hasil yang komprehensif, karena seolah-olah dalam hubungan pemberian amanah tersebut hanya ada dua pihak yang terlibat, dan permasalahanpermasalahan yang muncul hanya akan melibatkan kedua belah pihak. Alih-alih menggunakan pendekatan agensi, untuk mendapatkan hasil secara lebih baik, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan stakeholder, yaitu pendekatan yang secara relatif berusaha menggambarkan pola hubungan antara pihak-pihak yang teridentifikasi memberikan kontribusi terhadap suatu organisasi/aktivitas (Freeman, 1984; Phillips dan Freeman, 2003). Menurut Donaldson (1995), pendekatan stakeholder merupakan gabungan antara resource-based dan market-based view, sekaligus menambahkan aspek sosial-politik ke dalam suatu organisasi. Sebagai alat yang cukup komprehensif untuk menilai pola hubungan antarpemangku kepentingan, maka dua hal penting perlu diperhatikan, yaitu identifikasi pihak-pihak yang dianggap memangku
5
kepentingan terhadap suatu organisasi (the normative theory of stakeholder identification) dan menguji hal-hal yang mengisyaratkan pihak-pihak tersebut benar-benar merupakan pemangku kepentingan (the descriptive theory of stakeholder salience). Untuk mendapatkan hasil analisis secara lebih detail, Mitchel dkk (1997) menjelaskan bahwa pemangku kepentingan dapat diderivasi menjadi tiga atribut penting, yaitu power, legitimasi, dan urgensi. Dalam hal ini, pemangku kepentingan dapat dipetakan menurut kemampuan mereka untuk mendorongkan kepentingannya, perilaku pemangku kepentingan yang dapat diterima secara sosial, dan sensitivitas waktu yang dimiliki oleh pemangku kepentingan tersebut.
1.4 Stakeholder yang Terlibat Pada umumnya, analisis yang dilakukan pada aktivitas pengadaan barang/jasa hanya melibatkan dua pihak, yaitu pemerintah sebagai pengguna barang dan penyedia barang/jasa. Sementara itu, analisis yang dilakukan di dalam penelitian ini berusaha melibatkan berbagai pihak yang dianggap mampu untuk meninggikan tingkat keberhasilan pengadaan barang dan jasa pemerintah/publik. Berikut adalah pihak-pihak yang terlibat, di antaranya adalah: 1.4.1 Panitia Pengadaan Panitia pengadaan, di dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, disebut sebagai Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP adalah unit yang bertugas untuk membantu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk menjalankan proses pengadaan barang secara lebih teknis. 1.4.2 Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE) LPSE merupakan lembaga di dalam organisasi pemerintahan yang bertugas menyediakan fasilitas dan infrastruktur pengadaan yang memungkinkan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara elektronis, termasuk menjalankan 6
fungsi verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftar untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa secara elektronis. LPSE terpisah dari ULP dengan pembagian kewenangan tertentu. Meskipun demikian, di beberapa daerah dilakukan penggabungan antara LPSE dan ULP.
PA/KPA/PPK
Monitoring Inspektorat
Vendor LPSE
ULP
LSM
Masyarakat
1.4.3 Penyedia Barang/Jasa (Vendor) Penyedia barang/jasa adalah lembaga atau perorangan yang mendapatkan kontrak dari pejabat pembuat komitmen untuk mensuplai barang/jasa kepada pemerintah. Sebagai pihak penerima kontrak, maka peran penyedia barang/jasa menjadi sangat penting untuk menunjang keberhasilan implementasi sistem pengadaan barang/jasa yang transparan dan akuntabel. Untuk kepentingan riset ini, maka penyedia yang dilibatkan adalah perusahaan atau asosiasi perusahaan yang pernah terlibat dalam pengadaan barang/jasa. 1.4.4 Inspektorat Inspektorat dilibatkan dalam fungsi monitoring terhadap pengadaan barang dan jasa, baik secara administratif maupun secara substansi. Keberhasilan fungsi ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan auditor, bukan hanya 7
kemampuan untuk mengaudit kelengkapan bukti-bukti dan dokumen pengadaan, melainkan juga kemampuan untuk mengaudit efisiensi dan keefektifan sistem pengadaan yang dijalankan. Di samping itu, auditor juga perlu memiliki kemampuan untuk melakukan investigasi terhadap proses pengadaan yang terindikasi terjadi kecurangan. Kemampuan ini sangat penting mengingat pengadaan barang/jasa merupakan aktivitas yang sangat kritis, melibatkan nilai anggaran yang besar, dan melibatkan berbagai pihak termasuk di luar organisasi pemerintah. 1.4.5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sebenarnya LSM, secara langsung, tidak memiliki keterlibatan dalam pengadaan barang dan jasa publik. Di dalam penelitian ini, LSM dilibatkan untuk kemudian diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh LSM untuk melakukan monitoring secara independen terhadap proses pengadaan barang/jasa. Meskipun fungsi monitoring yang dilakukan oleh LSM bersifat melengkapi fungsi monitoring yang telah dilakukan oleh inspektorat, namun bisa memberikan dampak yang lebih besar, mengingat kemampuan monitoring yang dilakukan oleh LSM seringkali tidak terbatasi oleh rezim anggaran sebagaimana menjadi kendala besar bagi inspektorat. Di samping itu, LSM mampu berkomunikasi secara informal dan efektif dengan masyarakat sebagai pengguna akhir barang/jasa publik.
8
BAB II KAJIAN DAERAH
2.1 MEDAN
Transparansi dalam pengadaan barang dan/jasa publik merupakan kebutuhan guna memperoleh barang dan/jasa publik yang berkualitas. Pemerintah sebagai penyedia barang publik mempunyai peranan penting untuk menyediakan barang dan/ jasa publik untuk masyarakat. Penyediaan barang dan/jasa publik yang sebelumnya mengunakan sistem manual dengan mekanisme tender. Namun, sistem manual memiliki beberapa kelemahan dalam proses pelaksanaan tender. Kelemahan-kelemahan pengadaan barang dan/jasa secara manual mendorong untuk melakukan perbaikan dengan penerapan e-procurement. Penerapan e-procurement telah dilakukan oleh sebagian instansi, lembaga, dan/pemerintah daerah di Indonesia dansalah satunya adalah Pemerintah Kota Medan. Namun, sistem e-procurement yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota Medan berbeda dengan LPSE. Perbedaantersebut karena sistem e-procurement Pemerintah Kota Medan berediri sendiri dan tidak terkoneksi dengan LPSE. Informasi pengadaan barang dan/jasa di lingkungan Pemkot Medan belum banyak diketahui publik. Pemerintah kota Medan masih belum terbuka dalam pengadaan barang dan jasa publik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi eprocurement oleh Pemkot Medan belum optimal. Publik yang salah satunya vendor
cenderung banyak mengikuti pengadaan barang dan/jasa di LPSE
ProvinsiSumatera Utara. Peraturan yang berkaitan dengan prucurement antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah masih ada yang bertentangan dengan penafsiran yang berbeda-beda. Selain itu, pemahaman mengenai e-procurement oleh publik masih rendah. Rendahnya pemahaman tersebut antara lain dikarenakan sosialisasi belum optimal dan partisipasi masyarakat dalam fungsi pengawasan masih rendah. Infrastruktur dalam sistem e-procurement di Medan masih perlu adanya perbaikan dan penambahan guna meningkatkan kualitas e-procurement. Selain
9
infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam mendukung pelaksanan e-procurement. Peningkatan kapasitas ini antara lain, pengelola sistem e-procurement, panitia pengadaan barang dan/jasa, dan penyedia barang dan/jasa. Di sisi lain, masyarakat sebagai pengguna barang dan/jasa ikut serta dalam proses pengawasan. Beberapa kasus yang sering terjadi ketika masih menggunakan sistem manual dengan tender adalah masih sering ditemukan pengaturan selama proses pengadaan barang dan jasa antara panitia dan vendor. Masyarakat masih belum banyak memperoleh akses informasi sistem E procurement dan kecenderungan beberapa vendor tertentu yang memiliki akses pada procurement.Permasalahan tersebut berdampak pada kualitas barang dan/jasa kurang baik sehingga masyarakat sebagai pengguna merasa dirugikan. Ketidakterbukaan Pemerintah Kota Medan dalam pengadaan barang dan jasa publik akan menghambat pembangunan dan merugikan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan e-procurement akan tercapai apabila itikad baik dari masing-masing satakeholders. Independensi antar stakeholders menmpunyai peranan penting guna menghilangkan KKN dalam pengadaan baang dan/jasa. Selanjutnya, penguatan fungsi pengawasan dalam implementasi pelaksanaan pengadaan barang.
2.2 BANDUNG Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang maju dalam implementasi e-procurement. Balai Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Jawa Barat bahkan memperoleh penghargaan LPSE terbaik se-Indonesia yang diberikan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada tahun 2010. LPSE Jawa Barat memperoleh penghargaan berkat kinerjanya yang mampu memfasilitasi proses lelang dengan jumlah paket terbanyak, vendor terbanyak, dam instansi pengguna terbanyak. Saat ini di provinsi Bandung sudah terdapat LPSE Provinsi Jawa Barat ditambah terdapat 4 LPSE di level kabupaten kota yang terdiri atas LPSE Kota Bandung, LPSE Kota Depok, LPSE Kota Bogor, dan LPSE Kabupaten
10
Majalengka. Dari keempat LPSE yang belum menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tinggal Kabupaten Majalengka. Secara kelembagaan Jawa Barat lebih maju dibandingkan daerah lain dalam penerapan e-procurement. Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Jawa Barat memiliki komitmen yang sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya beberapa kendala atau hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya. Berikut ini secara rinsi akan dipaparkan hasil temuan tersebut.
2.3 YOGYAKARTA Nilai tertinggi dalam Penilaian Anti Korupsi (PIAK) untuk tahun 2010 yang diperoleh kota Jogjakarta merupakan bukti keseriusan Pemerintah Daerah (Pemda) dan semua stakeholder yang terlibat dalam pengawasan pengadaan barang dan jasa publik. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan KPK bahwa pengadaan barang dan jasa masih berpotensi di atas 50% dalam tindak korupsi di Indonesia. Komitmen Pemerintah Daerah serta semua stakeholder yang terlibat ini telah diwujudkan dengan adanya sistem yang bagus dalam prose pengadaan barang dan jasa publik. Website mandiri yang telah dibangun oleh LPSE Kota Jogjakarta serta pemahaman yang mendalam semua stakeholder menjadi jaminan atas prestasi di atas. Di balik itu semua, masih terdapat perbedaan antara bentuk ideal pengadaan barang dan jasa publik dengan praktik yang ada di lapangan dalam beberapa aspek. Hal ini tampak dari hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR UGM bekerja sama dengan Kemitraan Jakarta yang berusaha mengukur pemahaman semua stakeholder yang terlibat dalam proses ini serta kemungkinan pengembangan ke arah e-procurement yang menurut sebagian penelitian yang ada lebih mampu memberikan prosess yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
11
2.4 SURABAYA Unit Pelayanan Lelang Kota Surabaya berdiri mulai tahun 2003, dalam tiap proses pengadaan barang dan atau jasa saat itu masih menggunakan Keppres 80 tahun 2003. Pada pengadaan barang dan atau jasa secara manual terjadi permasalahan yakni adanya arisan. Namun, sedikit demi sedikit dan bertahap kota Surabaya mencoba beralih menggunakan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik. Pada awalnya, tahun 2003 dan 2004 sesuai dengan Keppres 80 pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya dibuat sendiri tanpa konsultan. Kota Surabaya bekerjasama dengan teman – teman ITS (Institut Teknologi Surabaya) untuk pembuatan program pengadaan barang dan atau jasa elektronik. Maka, program yang dibuatpun sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengadaan barang dan atau jasa yang dilakukan secara elektronik di kota Surabaya dimulai pada bulan Februari tahun 2008. Pada pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik awal ini, dilakukan dalam 1 (satu) tempat unit pengadaan. Hingga pada tahun 2007 muncul edaran dari Bappenas bahwa panitia lelang harus memiliki sertifikat keahlian lelang. Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik telah memiliki sistem yang baik namun personilnya tidak mendukung. Keberhasilan suatu sistem juga tergantung oleh SDM pelaksananya. Lambat laun dengan adanya ULP maka telah distandarkan proses – prose lelang dari dokumen lelang hingga evaluasinya. Untuk kota Surabaya, keberadaan ULP berfungsi sebagai alat untuk melancarkan dan memudahkan pengadaan barang dan atau jasa karena dapat memotong birokrasi – birokrasi pengadaan yang rumit. Dalam pengadaan barang dan atau jasa elektronik ini kontrol masyarakat berperan penting. Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya saat spesifikasi tidak boleh mengarah pada merk tertentu. Permasalahan yang sering dijumpai adalah barang di pasaran dengan spek yang ditentukan panitia tidak ada atau bisa jadi barang yang diadakan sudah tidak ditemui di pasaran. Dalam pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik ini penyedia diharuskan untuk jeli melihat peluang dalam setiap lelang. Penyedia juga harus
12
mampu menguasai internet ataupun pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik. Hasil dari FGD yang telah kami lakukan, kami mencoba menarik kesimpulan bahwa perlu ada perbaikan SDM dalam panitia ULP maupun penyedia. Dalam meningkatkan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya, pemerintah kota Surabaya mengadakan pelatihan yang terkait dengan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dengan melibatkan penuh asosiasi (Bina Program) di mana LPSE sebgai pengelola program untuk pelatihan sistem pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik. Pada tahun 2008, pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik mengalami kenaikan efisiensi.
2.5 MAKASSAR Kota Makassar merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki komitmen yang tinggi dalam penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat, karena dengan penyelenggaraan tata pemerintahan yang transparan dan akuntabel dalam proses pengadaan barang dan atau jasa, produk pengadaan yang diperoleh akan lebih berkualitas. Bentuk komitmen lainnya adalah memperbaiki sarana dan prasarana yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik ini. Selain itu untuk meningkatkan pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa telah dibentuk Tim Pemantau Independen yang bertujuan untuk mengawasi seluruh rangkain proses pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan di Kota Makassar.
Diharapkan dengan sistem berbasis elektronik ini segala bentuk
kecurangan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa seperti korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dikurangi atau diminimalisir. Secara bertahap sarana dan prasarana yang berkaitan mulai dibangun dan diadakan untuk menunjang pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik ini. Selain Pemerintah Kota Makassar, dua lembagaPerguruan Tinggi seperti Universitas Hassanudian dan Universitas Negeri Makassar UNEM) juga telah menerapkan elektronik dalam proses pengadaan dan atau jasa.
Khusus
13
untuk UNEM sebagai mitra Pemerintah Kota, LKPP telah memfasilitasi pengadaan server agar dapat dijadikan tempat pelatihan sekaligus juga menginstall sistem aplikasi e-procurement dari LPSE nasional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Kota Makassar serta dua lembaga Perguruan Tinggi (UNHAS dan UNEM) memiliki komitmen yang sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya beberapa kendala atau hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya. Berikut ini secara rinsi akan dipaparkan hasil temuan tersebut.
14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan sampel Populasi adalah sejumlah orang, peristiwa, atau sesuatu yang menarik bagi peneliti untuk diinvestigasi, sedangkan kelompok populasi adalah kumpulan semua elemen dalam populasi di mana sampel diambil. Untuk kepentingan riset kuantitatif, maka ukuran sampel yang lebih besar dari 30 dan lebih kecil dari 500 sudah mencukupi untuk suatu penelitian (Sekaran, 2006). Penelitian ini mengambil wilayah di lima kota, yaitu Yogyakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Makassar. Subjek penelitian yang terlibat adalah para pemangku kepentingan pengadaan barang dan jasa, yaitu ULP, LPSE, Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga Swadaya Masyarakat di setiap wilayah penelitian. Untuk mencapai ukuran sampel yang cukup, maka jumlah subjek penelitian yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 50 (lima puluh) orang untuk setiap pemangku kepentingan atau sebanyak 10 (sepuluh) orang setiap pemangku kepentingan-kota. Metode pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan alasan karena dapat memberikan sejumlah petunjuk penting pada informasi yang bermanfaat dan berkaitan dengan populasi. Salah satu tipe nonprobability sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang memilih orang-orang dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki sampel tersebut. 3.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat langsung oleh obyeknya, untuk tujuan spesifik studi. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para para stakeholder di lima wilayah penelitian, yang menjawab pertanyaan-
15
pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner, baik terbuka maupun tertutup. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui media selain wawancara dan penyebaran kuesioner, di antaranya melalui data yang disediakan oleh LPSE/LKPP.
3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan bagian integral dari desain penelitian.
Metode
pengumpulan
data
yang
digunakan
adalah
dengan
menyebarkan kuesioner. Terdapat dua kuesioner yang diberikan kepada setiap responden, yaitu kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup untuk diisi secara langsung oleh responden dan kuesioner yang terdiri dari pertanyaanpertanyaan terbuka yang diisi oleh enumerator dengan melalui proses wawancara.
3.4 Definisi Operasional Penelitian ini dilakukan untuk menguji tingkat kebutuhan dari setiap pemangku kepentingan terhadap pemahaman dan pengetahuan tentang prosedur dan sistem pengadaan barang dan jasa. Untuk menguji kebutuhan tersebut, maka penelitian ini menentukan jenis-jenis kebutuhan dengan mendasarkan pada empat pilar penelitian yang digunakan oleh OECD. Terdapat empat pilar yang digunakan sebagai basis penilaian di dalam model OECD tersebut, yaitu: •
Pillar I Legislative and Regulatory Framework
•
Pillar II Institutional Framework and Management Capacity
•
Pillar III Procurement Operations and Market Practices
•
Pillar IV Integrity and Transparency of Public Procurement Systems
Dari keempat pilar tersebut, maka peneliti telah melakukan identifikasi terhadap variabel, indikator, subindikator, detail, dan alat verifikasi. Tabel di bawah ini merupakan contoh dari salah satu pilar, yaitu procurement operations and market practices.
16
Variables Efficiency of Procurement
INDIKATOR
SUB INDIKATOR
Efisiensi Pelaksana Pengadaan
Kesesuaian kompetensi dengan tanggung jawab yang diemban oleh pelaksana Mekanisme pendelegasian wewenang kepada orang yang Terdapat ketentuan terkait dengan dokumentasi Peningkatan Kapasitas Pelatihan dilakukan secara dilakukan secara konsisten konsisten Perencanaan Procurement dilakukan in‐line Pengadaan dengan sistem perencanaan. Contoh: RKA SKPD, RPJM/P, dll
Efisiensi Pengadaan
Pengendalian Pengadaan
Detail Deskripsi pekerjaan Profil Petugas Pengadaan Mekanisme penunjukan pejabat pengadaan Penggabungan ULP menjadi satu entitas Mekanisme penyimpanan dokumen Efektifitas Penyimpanan Dokumen Jumlah Pelatihan yang dilakukan Jenis Pelatihan yang diadakan Heterogenitas Peserta Perencanaan telah dilakukan dengan melibatkan aspirasi masyarakat Procurement telah direncanakan oleh setiap SKPD
Procurement memiliki mata anggaran yang jelas Adanya procurement yang dianggarkan melalui ABT Jumlah pengadaan yang dilakukan secara darurat Pemecahan pengadaan Simplifikasi metoda pengadaan Waktu penyelesaian pekerjaan Proses dilakukan sesuai dengan prosedur Waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak Penghematan anggaran Selisih antara pagu dengan harga yang ditawarkan oleh penyedia Procurement dilakukan secara kelompok untuk pengadaan yang sejenis Dilakukan evaluasi terhadap harga pasar secara konsisten Keterlibatan Inspektorat dan Pengawasan inspektorat dalam setiap tahap CSO pengadaan Risk‐based Audit dengan mempertimbangkan isu‐ isu Pemahaman Inspektorat dalam Pembentukan tim khusus untuk pengadaan barang bidang pengadaan barang dan dan jasa jasa
Secara lebih detail, identifikasi terhadap variabel, indikator, subindikator, detail, dan alat verifikasi kami sampaikan di dalam lampiran laporan ini.
3.5 Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan di dalam kuesioner tertutup adalah skala Likert. Skala Likert didesain untuk menelaah seberapa kuat subjek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan dengan menggunakan skala 5. Sementara itu, untuk mengukur variabel di dalam pertanyaan terbuka, maka pertanyaan akan diawali dengan menggunakan jawaban binary ‘ya’ dan ‘tidak’dan dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka.
17
3.6 Pengujian Data 3.6.1 Pengujian Validitas Uji validitas dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa instrumen yang digunakan adalah tepat. Validitas mengukur kemampuan skala yang digunakan dalam mengukur konsep yang dimaksud. Validitas sebagai alat ukur diperoleh masing-masing butir (item) pertanyaan dengan skor total. Untuk menguji validitas pada instrumen penelitian ini, kami menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Valid tidaknya suatu instrumen dapat diketahui dengan cara membandingkan indeks korelasi Pearson Product Moment dengan taraf signifikansi 5% maka dinyatakan valid, demikian pula sebaliknya. 3.6.2 Pengujian Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan sejauh mana stabilitas atau konsistensi dari alat pengukur yang digunakan, sehingga memberikan hasil yang relatif konsisten jika pengukuran tersebut kembali diulangi. Instrumen yang reliabel berarti instrumen tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sekaran, 2006) Uji reliabilitas dapat diketahui dengan menghitung cronbach’s alfa. Keandalan atau konsistensi suatu alat ukur akan semakin baik jika semakin mendekati koefisien keandalan 1,0. Secara umum, kriteria yang digunakan sebagai cut off bahwa suatu instrumen dapat dinilai reliabel adalah apabila cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Secara lebih rinci, penilaian reliabilitas adalah sebagai berikut (Sekaran, 2006): •
Cronbach’s alpha kurang dari 0,6 : reliabilitas dianggap buruk
•
Cronbach’s alpha 0,6-0,79 : reliabilitas diterima
•
Cronbach’s alpha 0,8-1,0 : reliabilitas dianggap baik
3.6.3Pengujian Statistik Untuk mencapai tujuan analisis, maka data yang diterima dari subjek penelitian akan diuji menggunakan alat uji statistik. Alat uji statistik yang digunakan di dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dan statistik nonparametric-independent sample t-test, dalam hal ini adalah uji KruskallWallis.
18
Statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran demografi responden dan tingkat persebarannya, sekaligus untuk menilai tingkat persepsi responden terhadap kebutuhan yang dinyatakan pada setiap item pertanyaan, di antaranya adalah mean, median, dan deviasi standar. Pengujian terhadap persebaran responden perlu dilakukan untuk memberikan judgement apakah hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasi ataukah tidak, karena salah satu manfaat dari pengujian statistik melalui pendekatan kuantitatif adalah kemampuan generalisasi terhadap hasil. Namun demikian, generalisasi hasil analisis tersebut dapat terganggu apabila ternyata sampel yang dipilih tidak mencerminkan tingkat persebaran yang baik. Pada setiap item pertanyaan, persepsi kebutuhan setiap responden akan dinilai mengenai seberapa tinggi kebutuhan responden terhadap suatu item, yang dikelompokkan dalam variabel, dalam bentuk persentase. Semakin tinggi persentase suatu variabel, maka semakin tinggi kebutuhan para responden terhadap variabel tersebut. Lebih lanjut, dengan menilai tingkat persentase untuk setiap item, maka dapat disimpulkan prioritas kebutuhan dari subjek penelitian untuk setiap jenis pemangku kepentingan setiap kota. Uji
nonparametric-
independent
sample
t-test
yang
dilakukan
menggunakan uji Kruskall-Wallis bermanfaat untuk menunjukkan apakah perbedaan rata-rata respon pemangku kepentingan di setiap kota terhadap variabel-variabel yang diajukan memiliki tingkat signifikansi yang tinggi, yang akan dinilai menggunakan tingkat keyakinan 95%. Oleh karena itu, di dalam pengujian Kruskall-Wallis, apabila tingkat sig.<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan rata-rata dari setiap variabel yang dinilai oleh setiap pemangku kepentingan antar wilayah penelitian. Oleh karena itu, pengujian ini akan membantu menyimpulkan tingkat kebutuhan pemangku kepentingan terhadap variabel tertentu untuk setiap wilayah, sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan intervensi pengetahuan dan pemahaman yang benar-benar dibutuhkan di setiap wilayah.
19
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
4.1 MEDAN 4.1.1 Deskriftif Statistik 1. INSPEKTORAT NO
INSTRUMENT
1
A. Sistem Audit dan Pengendalian
MEAN
yang Efektif 2
4,17
B. Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding
3
C. Degree of Accsess to Information
4
D. Kode Etik dan Ukuran Anti
5
4,4 4,125
Korupsi
4,361905
E. Partisipasi Masyarakat
4,371429
Tabel di atas menunjukkan bahwa inspektorat yang mempunyai kewenangan terhadap pengawasan proses pengadaan barang dan/jasa mempunyai peranan yang signifikan dalam pelaksanan e-procurement. Hal ini ditunjukan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,1 hingga 4,4. Peran Inspektorat dalam menunjang sistem audit dan pengendalian yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, aksesibilitas informasi yang mencukupi, kode etik yang baik juga anti korupsi, serta partisipasi masyarakat yang tinggi.
2. ULP
NO
INSTRUMENT
MEAN
1
A. Keefektifan Pengadaan
3,833333
2
B. Eksistensi Pengembangan
4,033333
20
3
C. Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol
4
4,1125
D. Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding
5
E. Akses Informasi
6
F. Kode Etik
7
G. Partisipasi Publik
3,64 4,114286 4,15 4,3
Tabel di atas menunjukkan bahwa ULP untuk Kota Medan memiliki faktor – faktor yang dapat menunjang keefektifan pengadaan, pengembangan yang selalu ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, akses informasi yang mudah, kode etik yang baik, juga partisipasi publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,8 hingga 4,3.
3. VENDOR NO
INSTRUMENT
MEAN
1
A. Pemahaman Legal
5
2
B. Resolusi Konflik
2,9
3
C. Etika Pengadaan
3,46
4
D. Keterbukaan Informasi
5
E. Kesempatan UMKM & Koperasi
6
F. Keterbukaan Proses Pengadaan
3,633333
7
G/I. Partisipasi
4,371429
4,033333 3,375
Tabel di atas menunjukkan bahwa Vendor untuk Kota Medan memiliki faktor – faktor yang dapat menunjang pemahaman legal yang baik, resolusi konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang terbuka, kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan yang terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,3 hingga 5.
21
4. LPSE NO
INSTRUMENT
1
A. Institusi Pengadaan Barang/Jasa
2
B. Effisiensi & Effektifitas
MEAN 4,4875
Pengadaan Brg/JasaB. Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa 3
C. Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik
4
4,06
D. Peraturan Perundangan Formal
4,375 4,166667
Tabel di atas menunjukkan bahwa LPSE untuk Kota Medan memiliki faktor – faktor yang dapat menunjang pengembangan institusi pengadaan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa, Sistem audit yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta peraturan perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,06 hingga 4,48.
5. LSM NO 1
INSTRUMENT A. Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement
2
MEAN
4,28
B. Peraturan perundangan yang melindungi LSM
3,866667
3
C. Strategi Pengawasan
4,2
4
D. Koordinasi LSM
4,1
5
E. Independensi LSM
4,388889
6
F. Partisipasi Masyarakat
4,445455
Tabel di atas menunjukkan bahwa LSM untuk kota Medan memiliki faktor – faktor yang dapat menunjang pemahaman mekanisme pengawasan pengadaan
22
barang dan atau jasa elektronik, peraturan perundangan yang melindungi LSM telah memadai, strategi pengawasan yang baik, koordinasi LSM yang baik, independensi LSM yang tinggi, juga peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,39 hingga 4,33. 4.1.2 Demografi Responden NO
STAKEHOLDERS
Jenis Kelamin L
P
1
INSPEKTORAT
7
3
2
ULP
8
2
3
VENDOR
9
1
4
LPSE
8
2
5
LSM
6
4
TOTAL
38
12
Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin responden laki – laki lebih dominan dibandingkan perempuan. Dengan jumlah 38 untuk laki – laki dan 12 untuk perempuan. Secara persentase maka laki – laki memiliki persentase 76 % dan perempuan 24 %. 4.1.3 Analisis dan Pembahasan 4.1.3.1 LPSE Layanan
pengadaan
secara
elektronik
memfasilitasi
ULP
untuk
menyediakan informasi pengadaan barang dan/jasa kepada masyarakat dengan memberikan fasilitas, antara lain informasi melalui porta web dan helpdesk LPSE. Fasilitas tersebut untuk mengumumkan recana pengadaan barang dan/jasa. LPSE melakukan pengolahan data statistik tentang pengadaan barang dan/jasa dengan cara aplikasi SPSE dan dilakukan oleh server. Namun, beberapa masih dalam trnasisi dari manual ke e-procurement. LPSE melakukan perbaikan SPSE untuk meningkatkan pelayanan pengadaan barang dan/jasa dengan cara selalu melakukan pengembangan aplikasi khususnya
23
LPSE nasional/LKPP dan meningkatkan infrastruktur serta monitoring. LPSE melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi ULP dengan bentuk simulasi aplikasi secara teori dan prkatek langsung dengan peserta dan peserta 10/ kabupaten. Materi yang disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan untuk panitia/ULP,materi pemahaman mengenai cara penggunaan program LPSE,materi perkembangan fasilitas dan filtur LPSE, menyamakan persepsi mengenai kebijakan2 yang mendukung SPSE, dan proses menjalankan sistem eprocurement. Pelatihan dilakukan sesuai dengan permintaan anggota ULP. LPSE melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi penyedia barang dan/jasa dengan cara workshop dalam kelas dan sosialiasi langsung. Materi yang disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan untuk penyedia,tentang tata cara penggunaan SPSE, materi kebijakan, teori dan aplikasi LPSE. Jadwal pelatihan sesuai dengan permintaan dan bisa saja setiap datang ke LPSE. LPSE memberikan pemahaman tentang SPSE kepada masyarakat dengan bentuk website yang bisa dikunjungi masyarakat, melalui media diumumkan baik online maupun surat kabar,memberikan buku pentunjuk dan mengadakan sosialisasi. LPSE melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin keandalan sistem lelang elektronik dengan cara selalu berkoordinasi dengan LPSE pusat mengenai pembahuruan sistem dan cek layanan server dan data base. LPSE melakukan proses evaluasi kinerja staf dengan cara laporan triwulan mengenai nilai dari kinerja, mengevaluasi ketetapan waktu proses lelang dan kebenaran data yang masuk dan rapat intensif dengan staf. Reward dan punishment telah dilakukan dalam evaluasi staf dengan bentuk pemberian honor, insentif, dan kesejahteraan. Namun, jika tidak ada reward dan punishment karena LPSE masih ad hoc, tupoksi masih belum fokus dan aturan di pengelolaaan keuangan pemerintah belum sama sistemnya dengan LPSE. Dokumen lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE dengan cara server pengendali tidak boleh dibuka oleh siapapun, dokumen hanya dapat didownload oleh peserta lelang saja, yang harus terdaftar dan memiliki akses ke aplikasi. LPSE pernah mengalami kehilangan data karena masih minimnya prasarana infrastrukur. Namun, ada yang menyatakan tidak pernah kehilangan karena
24
meningkatkan pengamanan (firewall) pada sistem, membatasi user yang mengakses ke server, dan ada back up di data base. Mekanisme penghapusan dokumen lelang pengadaan barang dan/jasa yang telah selesai prosesnya tidak dilakukan dan kebijakan perlakuan dokumen lelang dengan menyimpan file dokumen karena tetap diangap administrasi yang efektif yang dijaga kerahasiaanya dan disimpan didalam databse sebagai arsip. LPSE pernah mengalami kerusakan SPSE dengan bentuk kerusakan kerusakan pada server, low memory/ HD kurang, dan kurangnya sumber daya. Proses perbaikan kerusakan dengan cara reset ulang, menambah memory/HD dan upgrade program baru dari pusat. Selain itu, LPSE memiliki tenaga ahli dalam penanganan kerusakan tetapi masih terbatas atau kurang. LPSE melakukan penanggulangan untuk menjamin keselamatan data lelang dari kerusakan sistem dengan mem-back up data dan memperbaiki sistem. LPSE diaudit untuk menjamin tranparansi dan akuntabilitas dengan adanya fitur audit di aplikasi SPSE. Selain itu, bekerjasama dengan inspektorat dalam pelaksanaan audit. Disisi lain LPSE tidak bertanggung jawab dalam proses lelang. Hasil audit perlu ditindaklanjuti dengan melapor ke pihak yang berwenang. LPSE memiliki SOP penggunaan SPSE sesuai aturan LKPP. Selain itu, LPSE memiliki kode etik dengan bentuknya antara lain tidak berkepentingan dalam kepanitian, dilarang menjadi anggota ULP, dan bertugas sesuai prosedur. Prinsip-prinsip
pengadaan
barang
dan/jasa
publik
antara
lain
efektif,
efesien,akuntabilitas, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan adil. Selain itu prinsip yang tertuang dalam perpres 54 tahun 2010. 4.1.3.2. Vendor Pemahaman perpers 54 tahun 2010 diperlukan untuk mengikuti prose pengadaan barang dan/jasa untuk memudahkan dalam mengikuti proses pengadaan barang dan/jasa. Pemahaman terhadap peratauran perpajakan
25
diperlukan, antara lain karena pajak adalah kewajiban, untuk mengetahui besaran pajak yang dibayarkan, dan bukti pajak sebagai prasyarat dalam proses tender. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibannya perlu dikenakan sanksi agar lebih profesional dan wajar dalam mengikuti penawaran dan lebih hati-hati dalam membuat harga penawan dan waktu proses penyelesaiannya. Prosedur perusahaan dikenakan sanksi mengacu pada kontrak yang telah disepakati. Bentuk sanksi yang dilakukan antara lain, tegur lisan dan tertulis, di-black list, dan tidak diperkenakan lagi mengikuti tender. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam pengadaan barang dan/jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan alasan terjadi perubahan harga yang drastis, bencana alam. Perusahaan dapat melakukan negosiasi apabila belum jatuh tempo dan itikad baik dari perusahaan dengan melakukan permohonan resmi. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibanya harus di-black list dengan alasan untuk membuat efek jera dan sebagai bentuk tanggung jawab. Bentuk black list antara lain tidak diperkenakan mengikuti tender ditempat itu selama jangka waktu tertentu atau dipertimbangkan lagi dalam tender selanjutnya. Pencabutan black list dilakukan untuk memberi perusahaan memperbaiki citrannya dan dapat bertanggung jawab dengan syarat-syarat pemutihan antara lain membuktikan perusahan tersebut sehat, memenuhi kewajiban pajaknya, dan membuat penyataan tidak mengulangi lagi. Pemutihan otomatis untuk perusahaan yang di black list akan menimbulkan banyak perusahaan tidak bertanggung jawab dan harus ada mekanisme yang ketat dengan persyaratan tertentu. E-procurement dapat mengurangi sangahan dan banding karena lebih transparan tetapi masih ada kecurigaan dari peserta pengadaan terhadap proses eprocurement. Pengumuman pengadaan barang dan/jasa dari suatu pemerintah memalui media koran dan internet. Koran mudah dan cepat diakses dari pada internet karena sudah menjadi konsumsi umum dan terjangkau. Internet sulit diakses karena tidak semua bisa memakai internet dan belum terbiasa dengan internet. Pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dlam pengadaan barang dan/jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan yang adil
26
dan merata karena sudah mengikat secara hukum dan ada aturan yang sudah disepakati bersama. Namun, pakta intregitas hanya sebagai persyaratan saja atau formalitas sehingga perlu surat perjanjian yang mengikat. Setiap pelanggaran dalam pengadaan barang dan/jasa publik perlu dibuat laporan pelanggaran dengan alasan supaya lebih transparan dan dapat diketahui masyarakat sebagai pengguna. Pelaporan disampaikan secara tertulis kepada lembaga yang terkait dan hasilnya dipublikasikan. Pakta intregitas dapat mengurangi konflik kepentingan diantara penyelenggara pengadaan barang dan/jasa publik karena ada sanksi yang tegas dalam pakta intregitas bagi pelanggarnya. Pemerintah daerah perlu mengumumkan rencana pengadaan barang dan/jasa publik tahunan agar pengusaha dan masyarakat mengetahui sehingga penyedia dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengikuti pengadaan barang dan/jasa publik. Perpres 54 tahun 2010 memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan/jasa karena emergensi dan penunjukkan langsung lebih tinggi. Hal itu baik karena memungkinkan pengusahan kecil bisa bersaing tetapi menjadi tidak baik karena aka terjadi penyimpangan dan kualitas barang dan/jasa tidak baik. Perpres 54 tahun 2010 tidak memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan karena didalamnya sudah diatur dengan jelas mengenai mekanisme pengadaannya. Pagu anggaran yang disampaikan sesuai perhitungan harga pasar dan bisa diterima secara rasional. Evaluasi terhadap harga pasar perlu dilakukan untuk penyesuaian harga pasar yang berubah dan dilakukan sebelum pelaksanaan penawaran tender dan bisa setiap tahun. Panitia yang melakukan evaluasi dengan melibatkan vendor melalui asosiasinya. Perpres 54 tahun 2010 tidak memberikan akses kepada vendor kecil dalam pengadaan barang dan/jasa karena keterbatasan SDM dan persyaratannya memudahkan vendor yang besar. Informasi tentang alasan gugurnya vendor yang tidak terpilih dalam proses pengumuman penentuan pemenang pengadaan barang dan/jasa karena lebih jelas permasalahan bisa kalah, mengetahui kekalahan atau kekurangangnya dan agar tidak timbul kecurigaan. Kecakapan khusus dalam mengikuti procurement karena mengetahui sistem komputer dan internet, perlu pengetahuan IT, dan untuk memahami
27
penggunaan e-procurement. Pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan teknologi informasi. Surat dari vendor tentang kemampuan melaksanakan pekerjaan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan/jasa publik yang ditawarkan dengan alasan untuk mengetahui keseriusan dan kemampuan vendor. Contoh surat pernyataan yang diperlukan antara lain surat pernyataan kebenaran dokumen, kesanggupan menyelesaikan pekerjaan, dan minat mengikuti perlelangan. Peran asosiasi pengusaha dalam pengadaan barang dan/jasa antara lain sumber informasi dan komunikasi, membina anggotanya dan berperan juga sebagai pengawas terhadap anggotanya. Asosiasi pengusaha memberi kemudahan bagi pengusaha baru untuk masuk dunia bisnis dan masuk dalam asosiasi pengusaha agar minimbulkan persaingan yang sehat. Advokasi asosiasi untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi vendor terutama berkaitan dengan pengadaan barang dan/jasa publik perlu dilakukan untuk melindungi anggotanya. Bentuk advokasi dengan membantu anggota dalam melakukan sanggahan. 4.1.3.3 Inspektorat Peraturan-peraturan tentang sistem pengendalian internal antara lain permendagri no.13 dan PP no 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian internal pemerintah. Ada hambatan dalam iplementasinya sehingga perlu dibuat petunjuk teknis secara detail dan perlu dibuat peraturan gubernur (pergub) tentang sistem pengendalian internal pemerintah. Komitmen pemimpin diperlukan untuk auditor dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan merasa terlindungi dalam mengambil suatu keputusan. Mekanisme audit internal yang memadai tidak dapat mencegah tindakan korupsi dalam pengawasan pengadaan barang dan/jasa karena audit internal bersifat pembinaan sehingga diperlukan audit sistem dan perlu audit eksternal. Sistem reward dan punishment yang jelas dapat meningkatkan kinerja pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa, bentuk reward berupa insentif dan kenaikan pangkat yang memenuhi persyaratan. Selain itu, sanksi yang tegas sesuai PP 30. Pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi antara lain minimal 2 kali setahun selain pengawasan langsung, atau 6-8 kali agar
28
pembinaan dapat dilakukan. Setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti sesuai hasil temuan dan harus ada standar yang digunakan sehingga temuan berkualitas. Mekanisme
pengajuan dan sanggahan dan banding dalam pengadaan
barang dan/jasa telah dijelaskan dalam peraturan dan panitia pengadaan bertanggung jawab menjawab setiap sanggahan yang disampaikan. Lemabagalembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam pengadaan barang dan/jasa publik antara lain KPK, BPK, ICW, inpektorat, kejaksaan dan Polri. Mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di black list tidak perlu karena niat perusahaan sudah tidak baik tetapi jika perlu dengan persyaratan yang ketat dengan membuat surat pernyataan tidak mengulangi kesalahan dna mengganti perusahan. Kewenangan dalam proses pemutihan adalah ULP dan lama black list untuk pemutihan secara otomatis adlah 5 tahun. Lembaga-lembaga masyarakat diperlukan untuk memantau pengadaan barang dan/jasa dan bentuk lembaga yang diperlukan antara lain LSM dan DPRD. Cara yang diperlukan untuk mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat guna memantau pengadan barang dan/jasa publik yaitu merevitalisasi yang sudah ada dan mengoptimalkan fungsi pengawasan masyarakat. Pengawasan diperlukan pada saat perekrutan ULP agar tidak terjadinya keberpihakan pada kepentingan tertentu dengan penyeleksian ULP. Verifikasi perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data dengan melibatkan panitia pengadaan. Standarisasi prosedur sanggahan dan banding diperlukan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus ditanggapi dengan cara menyampaikan kepada pihak yang berkepentingan dan sesuai perpres 54 tahun 2010. Bentuk standarisasi berupa peraturan gurbenur, peraturan daerah dan/ peraturan bupati/walikota. Regulasi diperlukan untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dna transparansi dalam pengadaan barang dan/jasa karena dapat mendukung pertanggungjawaban dan menjamin kepastian hukum. E-procurement mendukung penegakan kode etik dalam pengadaan barang dan/jasa dengan bentuk dukungan mengunakan
29
teknologi dan transakasi elektronik. Peraturan yang perlu diketahui terkait dengan pengadaan barang dan/jasa publik yaitu perpres 54 tahun 2010, SK kepala LKPP no 123 tentang ULP,LPSE dan attending. Pemahaman mekanisme pengadaan barang dan/ jasa publik sesuai perpres 54 tahun 2010. 4.1.3.4 LSM Pelatihan mengenai e-procurement lembaga pengawas (LSM) adalah sistem e-procurement secara keseluruhan, tahapan e-procurement dari awal sampai akhir,
dasar payung hukum yang melindungi fungsi pengawasan,
mekanisme pengawasan yang diatur dalam undang-undang. Lembaga pengawasan yang bersedia mengikuti pelatihan pengawasan e-procurement supaya mempunyai dasar dan kemapuan/kapasitas dalam pengawasan e-procurement. Lembaga pengawas menggunakan prosedur dalam pengawasansesuai dengan perundanganperundangan. Selain itu, lembaga pengawasan melakukan fungsi pada tahapan pengumuman pemenang, sanggahan peserta lelang, penyerahan barang/atau jasa publik. Setiap
melakukan
pengawasan
e-procurement,lembaga
pengawas
mempunyai rencana yang telah direncanakan tetapi belum efektif dan rencana tersebut belum terdokumentasi dengan baik. Selain itu ada lembaga pengawas mempunyai rencana dalam melakukan pengawasan e-procurement. Komunikasi yang efektif berjalan dengan beberapa pihak berikut :Obyek yang diawasi 10% efektif dan 50% tidak efektif, Antar lembaga pengawas 10% efektif dan 50% tidak efektif, Pemerintah 30% efektif 20% tidak efektif , dan Pihak berwajib 10% efektif dan 40% tidak efektif
belum pernah melaporkanKomunikasi antara
personel yang diterjunkan di lapangan dengan personel yang ada di lembaga pengawasan belum efektif karena proses masih tertutup dan tidak tepat sasaran dan perlu komunikasi antara pengawas dengan perusahaan. Penanggulangan komunikasi yang belum efektif dengan selalu mengevaluasi kinerja personel yang diterjunkan. Dokumen yang menyajikan bahwa lembaga pengawas independen terhadap obyek yang diawasi belum terdokumentasi karena belum direncanakan dengan matang, legalitasnya lemah dan belum ada aturan yang mengikat. Pihak
30
yang mengevaluasi lembaga pengawas adalahinspektorat dan BPKP tetapi belum efektif. Selain itu adaauditor dan masyarakat cenderung hampir efektif. Cara yang perlu dialakukan untuk mengoptimalkan lembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan barang dan/jasa. Dengan revitalisasi yang sudah ada karna kalu membentuk yang baru, biaya akan banyak yang terpakai, Mengoptimalkan fungsi pengawasan dan lainnya. pemahaman oleh lembaga-lembaga masyarakat tentang proses pengadaan barang dan/ jasa melaui elektronik ini, peningkatan kapasitas kepada
lembaga-lembaga
pengawasan
terutama
lembaga-lembaga
masyarakatanya danjuga lembaga pengawas lainnya, penguatan jaringan antar lembaga yang melakukan pengawasan.mengoptimalakan kekuatan sipil melalui peningkatan kapasitas dan membentuk lembaga pengawas yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat yang ada 4.1.3.5. ULP Perpres no 54 tahun 2010 sudah memadai untuk mencakup pengadaan barang/jasa publik. Petugas ULP perlu mengetahui prinsip-prinsip pengadaan barang dan/jasa publik, perlu memahami peraturan yang terkait dengan pengadaan barang dan/jasa, dan memahami mekanisme pengadaan barang dan/jasa publik. Selain itu, perlu mengikuti aturan-aturan yang terkait pengadaan barang dan/jasa publik. ULP tidak mengetahui peraturan pengadaan barang dan/jasa publik selain no. 54 tahun 2010 karena selama ini perpres 54 tahun 2010 yang digunakan dalam pengadaan barang dan/jasa publik. Selanjutnya, ULP tidak memahami standar peraturan pengadaan barang/atau jasa publik internasional. Peraturan perundangan pengadaan barang dan/jasa publik tidak perlu mengakomodasi prinsip-prinsip standar pengadaan barang dan/jasa secara internasional. Namun, dengan alasan persaingan global dan meningkatkan kualitas hasil, panitia dapat lebih bijak dalm melakukkan
tugasnya
apabila
adanya
penadaan
berskala
internasional,
kemungkinan di indonesia tidak tersedianya penyedia barng/jasa dan di dapat hasil yang maksimal dalam lelang. ULP mengetahui pakta integritas dan pernah menandatangani pakta integritas. Adapun, Isi pakta integritas yang pernah ditandatangani responden
31
antara lain komitmen melaksanakan pengadaan secara adil baik dan benar, tidak akan melakukan KKN, akan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila mengetahui ada indikasi KKN dalam proses pengadaan. Responden mengetahui konsekuensi ketika melanggar pakta integritas adalah
dikenakan sanksi
moral,pidana, perdata,administrasi dan ganti rugi. Tidak ada evaluasi dari pemerintah dan bentuk penyipangan yang terjadi adalah masih adanya KKN. Kesesuaian kompetensi dengan tanggung jawab yang di emban ULP memperlihatkan bahwa telah sesuai dengan tanggung jawabnya karena telah memahami tupoksi dan telah bekerja sesuai TUPOKSI masing-masing. ULP telah memiliki
sertifikat
pengadaan
barang
dan/
jasa yang
berbeda-berbeda
tingkatannya, antara lain L4, L2 dan sertifikasi dasar. SDM ULP yang sudah bersertifikasi mendukung efesiensi pengadaan barang dan/jasa masih rendah. Pembinaan karir dalam rangka efesiensi dan efektifitas ULP tidak berhubungan serta tidak sesuai karena keberadan ULP terhadap perubahan STOK tidak berpengaruh. Terkait pengadaan barang dan/jasa perlu adanya program pengembangan kapasitas staf tetapi program pengembangan kapasitas staf saat ini belum memadai. Dalam menentukan sistem swakelola pengadaan barang dan/jasa, ULP tidak memiliki kewenangan. Indikator lama waktu tidak menjadi ukuran efesiensi pengadaan barang dan/jasa. E-procurement mendorong efesiensi dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan berpengaruh terhadap efesiensi pengadaan barang dan/jasa. ULP pernah mendapatkan sanggahan tetapi Sanggahan yang diterima responden rata-rata 1 kali sanggahan dan isi sanggahan berupa dituduh tidak melakukkan evaluasi dengan benar, dan tidak melakukkan klarifikasi terhadap metode pelaksanaan. Panitia menjawab sanggahan sesuai peraturan yang berlaku dan data dokumen pengadaan yang ada. selain itu, responden tidak pernah mendapatkan banding.
32
4.2 BANDUNG 4.2.1 Demografi Responden Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset. Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu: Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10 responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden dalam riset ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM Jumlah Responden Bidang Tugas - Inspektorat a. Inspektorat b. Auditor c. Evaluasi dan Pelaporan d. Pengawasan e. Pelaksana f. Administrasi g. Perencanaan h. Lain-lain Jumlah - Vendor a. CV Prima Jaya Abadi b. CV Suma Utama c. CV Surya Kencana d. PT Nusantara e. CV Kengangan f. CV Citra Agung g. CV Dewa Junti h. CV Waru Satangkal i. PT Lebak Krambi j. Pengusaha Jumlah - LPSE a. Administrator b. LPSE-Helpdesk c. Verifikator
10 10 10 10 10
20%
50
20% 20% 20% 20% 100%
1 1 1 2 2 1 1 1 10
10% 10% 10% 20% 20% 10% 10% 10% 100%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 100%
2 4 2
20% 40% 20%
33
d. Kepala Balai LPSE e. Lain-lain Jumlah - ULP a. Panitia Kota Jumlah - LSM a. Lakpesem Garut b. Anggaran c. Sekretaris Jenderal d. Divisi Advokasi e. Pelayanan Publik f. Peneliti g. Staf h. Divisi Community Development i. Lain-lain Jumlah Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Jumlah
1 1 10
10% 10% 100%
10 10
100% 100% 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
10% 10% 10% 10% 10% 20% 10% 10% 10% 100%
41 9 50
82% 18% 100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat mencirikan kondisi masing-masing stakeholder. 4.2.2 Kualitas Pengukuran Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar e-procurement dari OECD (lihat Bab III). Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu riset.
Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan
34
konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari setiap stakeholder yang diteliti: Nama Instrumen dari setiap Stakeholder
Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat Sumber: Data dianalisis
Reliabilitas Cronbach Alpha
Validitas Component Analysis
0.934 0.806 0.918 0.950 0.815
0.966 0.898 0.958 0.975 0.903
0.743 0.883 0.742 0.819 0.920 0.881 0.445
-0.701 0.873 -0.360 0.823 0.498 0.868 -0.144
0.833 0.928 0.852 0.972 0.905 0.978 0.839
0.743 0.890 0.524 0.436 0.296 0.369 0.831
0.832 0.814 0.924 0.972
-0.261 -0.415 0.961 0.983
0.990 0.950 0.976 0.978 0.967 0.983
0.995 0.974 0.988 0.989 0.983 0.991
Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60 kecuali instrumen Institusi Pengadaan Barang/Jasa dan Effisiensi &
35
Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa (LPSE) dan Pemahaman Legal, Etika Pengadaan, dan Partisipasi (Vendor) yang memiliki angka negatif, namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur need assesment LPSE dan Vendor adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam proses analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan. 4.2.3 Analisis Data dan Pembahasan Analisis data akan dilakukan untuk masing-masing stakeholder, tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan hambatan, kekuatan serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder. 4.2.3.1. Inspektorat Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumeninstrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) Degree of Accsess to Information (DAI) Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) Partisipasi Masyarakat (PM). Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. N SAPE EMSB DAI KEUAK PM Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 1.5500 4.4000 1.6700 4.5000 1.6700 4.4200 1.4300 4.4300 1.8600 4.2900
Mean 3.7600 3.5350 3.8100 3.7870 3.6000
Std. Deviation .81268 .75204 .77343 .85814 .69898
36
4.2.3.2. LPSE Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumeninstrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) Peraturan Perundangan Formal (PPF). Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
N IPBJ EEPBJ SAEPKE PPF Valid N (listwise)
10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 3.6300 5.0000 1.8000 4.6000 1.0000 5.0000 1.0000 5.0000
Mean 4.679000E0 3.740000E0 4.325000E0 4.033000E0
Std. Deviation .41664 .75454 1.20214 1.13802
4.2.3.3. ULP Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Keefektifan Pengadaan (KP) Eksistensi Pengembangan (EP) Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding (EMSB) Akses Informasi (AI) Kode Etik dan Ukuran anti korupsi (KEUAK) Partisipasi Publik (PP)
37
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
N KP EP SAKK EMSB
10 10 10 10
AI KEUAK PP Valid N (listwise)
10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 4.00 4.33 4.00 4.33 4.00 4.50 3.90 4.10 4.29 4.50 3.67
4.71 4.75 3.83
Mean 4.2640 4.2310 4.3280 4.0700
Std. Deviation 0.13914 0.15941 0.13563 0.06749
4.6400 4.7250 3.7980
0.13606 0.07906 0.06746
4.2.3.4. Vendor Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Pemahaman Legal (PL) Resolusi Konflik (RK) Etika Pengadaan (EP) Keterbukaan Informasi (KI) Kesempatan UMKM & Koperasi (KUK) Keterbukaan Proses Pengadaan (KPP) Partisipasi (P) Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi dan kesiapan vendor dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
N PL RK EP KI KUK KPP P Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 4.00 5.00 2.00 4.00 3.20 4.60 3.33 4.00 2.75 4.75 3.33 4.33 2.14 5.00
Mean 4.35 3.25 3.86 3.76 3.40 3.86 3.84
Std. Deviation 0.47434 0.85797 0.38930 0.31764 0.60323 0.32250 0.78719
38
4.2.3.5. LSM Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement (PMP) Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPML) Strategi Pengawasan (SP) Koordinasi LSM (KL) Independensi LSM (IL) Partisipasi Masyarakat (PM)
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi dan kesiapan LSM dalam proses pengawasan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
N PMP PPML SP KL IL PM Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 1.10 5.00 1.00 4.33 1.00 5.00 1.00 5.00 1.00 5.00 1.00 5.00
Mean 3.9300 3.2990 4.0140 4.1170 4.0230 4.0000
Std. Deviation 1.07295 0.90482 1.12581 1.17614 1.12962 1.14758
4.3 YOGYAKARTA 4.3.1 Demografi Responden Demografi responden merupakan hal penting dalam penelitian ini. Sebagai penelitian yang berbentuk need assessment, variabilitas responden akan berpengaruh signifikan dalam hasil yang akan muncul sebagai gambaran kondisi populasi. Untuk itu, penelitian ini membatasi responden dengan jumlah 50 responden yang terbagi ke dalam lima sektor. Sektor yang diwakili oleh 10 responden untuk masing-masingnya ini adalah Inspektorat, Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Vendor. Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
39
Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM Jumlah Responden Bidang Tugas - Inspektorat - Auditor - Keuangan dan Aset Daerah - Bidang Pembangunan Fisik - Tidak Menjawab Jumlah - Vendor - Marketing - Pimpinan - Kepala Cabang - Sales Representative Jumlah - LPSE - Tenaga Teknis - LPSE - Verikator - Admin Jumlah - ULP - ULP - Admin ULP - Sub Bag Administrsi - Staf Bagian Pengendalian Pembangunan - Tidak Menjawab Jumlah - LSM - Perencanaan dan Pengeloaan Program - Kepala Kantor - Staf Program - Advokasi Anggaran Sensifitas - Pengorganisasian - Staf Administrasi - Tidak Menjawab Jumlah Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Jumlah
Jumlah 10 10 10 10 10 50
Persentase 20% 20% 20% 20% 20% 100%
6 1 1 2 10
60% 10% 10% 20% 100%
4 1 3 2 10
40% 10% 30% 20%
1 5 1 3
10% 50% 10% 30%
10 5 1 1 1 2 10
50% 10% 10% 10% 20% 100%
1 1 1 1 1 4 1
10% 10% 10% 20% 10% 40% 10%
10
100%
25 25 50
50% 50% 100%
40
Gambaran variabilitas responden untuk masing-masing stakeholder diharapkan mampu menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Variabilitas ini terlihat dari bidang tugas dan jenis kelamin untuk masing-masing stakeholder.
4.3.2 Kualitas Pengukuran Pertanggungjawaban riset ini didasarkan kepada proses pengumpulan data dan penggunaan instrumen yang benar dalam mengukur variabel-variabel yang ada. Penelitian ini didasarkan kepada empat pilar e-procurement yang sebelumnya telah dikembangkan oleh OECD (lihat Bab III). Selanjutnya, untuk menjamin validitas dan reliabilitas pengukuran setiap variabel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis cronbach’s alpha untuk menguji stabilitas dan konsistensi pengukuran serta factor analysis untuk melihat ketepatan dan kecermatan alat ukur yang digunakan. Berikut ini dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari setiap stakeholder yang diteliti:
Nama Instrumen untuk setiap Stakeholder Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi
Reliabilitas Cronbach Alpha
Validitas ComponenT Analysis
0,726 0,695 0,848 0,831 0,917
0,818 0,928 0,816 0,811 0,639
0,975 0,720 0,625 -0,529 -0,607 0,967
0,926 0,924 0,940 0,862 0,838 0,975 0,548
0,837 0,913 0,987 0,968 0,944 0,952
0,729 0,850 0,896 0,897 0,924 0,994
41
- Partisipasi Publik LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat
Hasil
pengujian
atas
instrumen-instrumen
0,949
0,958
0,338 0,664
0,652 0,702
0,648 0,893
0,940 0,782
0,805 0,782 0,664 0,893 0,828 0,867
0,871 0,974 0,944 0,963 0,840 0,830
untuk
masing-masing
stakeholder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60 kecuali instrument kesempatan UMKM & koperasi dan keterbukaan proses pengadaan untuk instrumen vendor serta institusi pengadaan barang dan jasa dalam mengukur LPSE. Dengan hasil ini, penelitian lanjut mengenai e-procurement harus melakukan penyesuaian terhadap instrumen-instrumen ini terlebih dahulu. Namun, dengan nilai rata-rata yang bagus untuk semua instrumen, penelitian ini tetap dapat diandalkan dan digunakan hasilnya.
4.3.3 Analisis Data dan Pembahasan Analisis data penelitian ini dilakukan untuk masing-masing stakeholder dengan tujuan untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan hambatan, kekuatan, serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder. 4.3.3.1 Inspektorat Analisis data untuk Inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan Inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Pemahaman ini akan
42
memberikan gambaran untuk pengembangan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik ke depan. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE)
-
Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB)
-
Degree of Accsess to Information (DAI)
-
Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK)
-
Partisipasi Masyarakat (PM). Instrumen-instrumen di atas digambarkan secara lebih spesifik dalam tabel
deskriptif di bawah, instrumen ini ditujukan untuk menggambarkan kondisi dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
Descriptive Statistics N SAPE EMSB DAI KEUAK PM Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10
Minimum Maximum 3,5000 3,0000 3,3333 3,2857 2,8571
4,3500 4,3333 4,5833 4,8571 5,0000
Mean 3,894444 3,444433 3,814811 4,031733 4,000000
Std. Deviation 0,2822282 0,4409475 0,4098960 0,5139764 0,7071144
Tabel di atas menunjukkan bahwa SAPE memegang peranan penting dalam menunjang pekerjaan Inspektorat. Dengan nilai rata-rata maksimal 5, SAPE yang berusaha melihat pemahaman dan pendapat responden Inspektorat terhadap signifikansi audit dan peran e-procurement terhadap kerja mereka menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Ini berarti, e-procurement dapat menunjang pekerjaan inspketorat menjadi sangat efektif. Instrumen-instrumen lain juga menunjukkan hasil yang tidakjauh berbeda. Nilai rata-rata 4 menunjukkan bahwa Inspektorat juga setuju dengan peran e-procurement dalam efisiensi sanggahan dan banding, informasi yang lebih lengkap dan andal, dukungan terhadap penegakan kode etik, serta memungkinkan masyarkat untuk berpartisipasi lebih dalam mengawasi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
43
Pemaparan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dengan 10 responden (100%) yang menyatakan bahwa sudah terdapat aturan-aturan yang berkaitan pengendalian internal, namun masih terdapat hambatan dalam implementasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan berikut ini:
Peraturan
: Semua (100%) responden menjawab bahwa sudah terdapat
berkaitan
aturan yang berkaitan dengan pengendalian internal.
pengendalian
Peratuean-peraturan yang dikemukakan responden adalah:
internal
PP 60 tahun 2008, aturan internal, surat edaran kode etik Inspektorat, dan PerWal.
Hambatan dalam
: - Masih dalam tahap pemetaan. - Masih dipahami belum diimplementasikan. - Masih sosialisasi/tahap awal.
penerapan Jalan Keluar
- Pemberian pemahaman tentang aturan yang berlaku.
Perlu dibuat
- Juknis pelaksanaan tugas.
aturan kelengkapan Saran
- Sosialisasi yang lebih diratakan di setiap jenjang di pemkot mengenai tugas dan fungsi. - Harus ada contoh pelaksanaan. - Prosedur pemeriksaan spesifik yang lebih detail. - Segera diimplemetasikan. Sumber: Data diolah dari hasil wawancara
Pemahaman akan peraturan ini tidak menyeluruh di semua responden dengan masih terdapatnya beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab serta tingkat variablitas jawaban terutama terkait dengan ketepatan dalam menjawan nomor Peraturan Pemerintah yang berlaku. Komitmen terhadap kinerja di institusi Inspektorat sendiri juga mendukung pemahaman akan peraturan-peraturan di atas. Lebih lanjut, sebanyak 80% responden menyatakan kebutuhan terhadap sistem reward dan punishment berupa apresiasi kerja, kesempatan melanjutkan pendidikan, dan beberapa sanksi
44
yang harus diberikan diharapkan mampu mendukung komitmen di atas. Sementara, 20% sisanya menyatakan sistem reward dan punishment tidak dibutuhkan karena kinerja tergantung kepada komitmen dan integritas itu sendiri. Hal ini didukung oleh pendapat responden akan telah diterapkannya sistem pengawasan yang cukup sering dilakukan. Namun, fakta yang ditemukan menunjukkan bahwa penerapannya rata-rata hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Inspektorat Kota Jogjakarta telah memiliki pemahaman yang bagus terhadapat mekanisme pengajuan sanggahan dan banding dalam pengadaan barang dan jasa. Sebanyak 70% responden menyatakan bahwa mekanisme tersebut telah diatur dalam perpres 54 Tahun 2010 dengan penanggung jawab panitia. Keberadaan Perpres 54 tahun 2010 dalam memuat semua unsur pengawasan pada tahap pembentukan ULP disetujui oleh 60% responden, sementara sisanya menyatakan bahwa Perpres tersebut masih membutuhkan unsur-unsur lain berupa PerWal untuk mendukung penerapan Perpres yang lebih signifikan. Pemahaman pegawai Inspektorat terkait mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di blacklist diindikasikan dengan pengetahuan akan syaratsyaratnya, pihak yang berwenang dalam proses pemutihan, dan durasi waktu blacklist untuk menjadi putih secara otomatis. Sebagian besar responden menyatakan bahwa mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di blacklist diperlukan dengan kewenangan Pemda yang ditunjang dengan syarat-syarat berupa perbaikan manajemen dan komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran lagi. Ditinjau dari pendapat responden Inspektorat terkait dengan peran lembaga masyarakat dalam memantau pengadaan barang dan/atau jasa, hanya 60% responden yang menyatakan setuju dengan peran tersebut sementara sisanya tidak sepakat dengan alasan akan membuat masalah baru termasuk dengan ketidaktahuan masyarakat secara lebih luas tentang pengadaan itu sendiri. Di lain sisi, pegawai yang menyatakan persetujuan mereka bahwa bentuk lembaga masyarakat yang diinginkan adalah LSM dengan bentuk pengawasan secara aktif
45
termasuk ke media namun tetap didukung oleh sumber pendanaan mandiri. Hal ini juga mencakup harapan responden Inspektorat terhadap peran lebih lembaga masyarakat di bidang sosialisasi ke media tentang pelaksanaan pengadaan untuk memberikan informasi kepada stakeholder lainnya. Keberadaan e-procurement ditanggapi Inspektorat dengan persetujuan 100% responden akan manfaat berupa kompetisi yang lebih luas bagi calon vendor barang dan/atau jasa dengan alasan bahwa e-procurement dapat memberikan akses ke semua calon vendor dengan pelaksanaan yang lebih terbuka dan kompetisi yang lebih luas. Namun, masih terdapat 30% responden yang berpendapat bahwa belum terdapat pembagian kerja yang jelas antar lembaga pengawas di tingkat kabupaten dan propinsi guna menunjang efektifitas dan efisiensi pemeriksaan. Dari semua responden yang menyatakan ketidakberadaan pembagian kerja yang jelas ini juga dapat ditarik pendapat bahwa mereka memang tidak membutuhkan pembagian kerja yang jelas di level tersebut dan cukup dioptimalkan pada rapat koordinasi pengawas. Lebih banyak dari responden yang menyatakan ketidakberadaan ini, 70% responden menyatakan bahwa pembagian kerja sudah ada berupa pembagian lahan dan wewenang kerja. Pembagian kerja ini sudah berjalan dengan baik dengan konsistensi yang sudah cukup baku. Lebih lanjut dengan adanya Perpres Nomor 54 Tahun 2010, semua responden Inspektorat menilai bahwa dengan adanya Perpres tersebut masih memungkinkan terjadinya rekayasa pemaketan pekerjaan. Hal ini dapat berupa pemecahan paket pekerjaan dan pemisahan pekerjaan yang mengindikasikan terjadinya korupsi pada pekerjaan tersebut. Untuk meminimalisir terjadinya potensi-potensi di atas, 70% responden juga menilai bahwa pengawasan diperlukan pada saat perekrutan ULP agar tidak memicu terjadinya keberpihakan pada kepentingan tertentu dengan bentuk pengawasan internal. Namun, rata-rata responsen tidak mengetahui tentang undang-undang yang mengatur perekrutan tersebut. Bisa ditambahkan, bahwa 60% responden Inspektorat menyatakan bahwa Undang-undang No. 17/2003 tentang Bapkerjakad sudah diterapkan secaca baik, 10% menyatakan belum diterapkan dengan baik, dan sisanya menyatakan ketidaktahuan mereka akan undang-undang ini.
46
Standarisasi prosedur sanggahan dan banding dinilai perlu dibuat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus ditanggapi oleh 90% responden. Prosedur ini menurut responden dapat berupa prosedur yang telah diatur pada Perpres 54 tahun 2010 atau Perwal dan juknis yang spesifik dengan cukup melalui keputusan kepala daerah oleh sebagian besar. Poin-poin di atas mendukung, asumsi bahwa regulasi diperlukan untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan barang dan/atau jasa berdasarkan tanggapan semua responden Inspektorat dengan tujuan terciptanya pelaksanaan proses pengadaan yang sesuai dengan aturan. Lebih lanjut, e-procurement yang relatif masih baru dinilai mampu mendukung penegakan ode etik melalui pengurangan tatap muka yang dapat mengurangi konflik serta lingkungan yang lebih kompetitif. Keberadaan e-procurement ini sampai saat ini masih dinilai belum memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan pengadaan barang dan/atau jasa karena masih memberikan dampak yang sama dengan sebelumnya. 4.3.3.2 LPSE Analisis data untuk Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami Perpres Nomor 54 Tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak. Analisis data didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ)
-
Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ)
-
Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE)
-
Peraturan Perundangan Formal (PPF). Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan LPSE
dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik.
47
Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
IPBJ
10
4,50
5,00
4,7750
,17480
EEPBJ
10
3,60
5,00
4,4000
,41096
SAEPKE
10
4,00
4,75
4,6000
,31623
PPF
10
4,00
5,00
4,1333
,32203
Valid N (listwise)
10
Dari kuesioner tertutup yang digunakan dalam melihat pemahaman responden LPSE terhadap kesiapan institusi ini dalam menghubungkan antara Pemda dengan calon vendor, tabel di atas mengungkapkan bahwa responden LPSE sudah sangat paham akan peran yang diemban oleh institusinya, termasuk dukungan institusi ini terhadap efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan/atau jasa. Kuesioner tertutup ini juga didukung oleh wawancara langsung dengan responden yang bersangkutan, dari hasil wawancara tersebut dapat dipahami dalam mendukung proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik, semua responden dari LPSE sepakat bahwa pengelolaan sistem dan server merupakan bentuk usaha dalam melakukan pengelolaan data statistik tentang pengadaan barang dan/atau jasa publik yang yang juga diiringi dengan perbaikan sistem di pusat dengan merujuk kepada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 oleh LKPP dengan masukan LPSE. LPSE juga mengadakan pelatihan penggunaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) bagi ULP. Menurut sebagian besar responden LPSE, materi pelatihan yang diberikan hendaknya berupa aplikasi SPSE yang terdiri cara membuat paket pengadaan serta sinkronisasi Perpres 54 tahun 2010 dengan eprocurement dengan waktu di awal tahun lelang. Lebih lanjut responden LPSE juga menyatakan bahwa LPSE juga menyatakan pelatihan bagi vendor barang dan/atau jasa publik bagi 16 vendor sebanyak 10 kali dalam setahun dengan materi aplikasi LPSE untuk durasi waktu waktu 1-2 hari. Di samping itu, untuk pelatihan bagi masyarakat umum, sebagian besar responden LPSE berpendapat
48
bahwa LPSE tidak melakukan pelatihan dan masih terpusat kepada sosialisasi saja. Untuk menjamin keandalan sistem lelang elektronik, hampir semua responden berpendapat bahwa pengendalian kualitas sistem diserahkan kepada LKPP dan LPSE hanya melakukan pengawasan terhadap server-server yang ada. Terkait kinerja staf, hanya 50% responden yang menyatakan bahwa LPSE melakukan evaluasi triwalanan oleh sebagian, bulanan menurut yang lain, juga dwimingguan berdasarkan pendapat sisanya. Sementara 50% sisanya menyatakan tidak ada bentuk evaluasi karena evaluasi ada di level Dolbang. Dengan bentuk evaluasi tersebut, pendapat responden LPSE juga bermacam-macam mengenai sistem reward dan punishment atas evaluasi tersebut. Sebanyak 80% responden LPSE berpendapat bahwa dokumen lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE dengan server yang disimpan di tempat aman dan hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang telah diberi hak akses. Sementara sisanya berpendapat dokumen lelang bukan merupakan kewenangan LPSE. Penjagaan dokumen lelang ini merupakan bentuk tanggung jawab LPSE terhadap data yang dimiliki dengan tidak adanya kehilangan data menurut responden. Penjagaan ini dilakukan dengan melakukan back up atas data yang dimiliki. Dokumen lelang pengadaan barang dan/atau jasa publik yang telah selesai diproses menurut sebagian responden dihapus setelah 5-10 tahun menurut sebagian responden dan tidak dihapus menurut sebagian yang lain karena masih dibutuhkan untuk mekanisme audit. Di samping itu, LPSE juga pernah mengalami kerusakan SPSE berupa file yang tidak terbaca dan adanya bugs menurut +- 65% responden. Kerusakan ini diperbaiki dengan melakukan penanganan awal oleh tim teknologi informasi LPSE dan dilaporkan ke LKPP. Berbagai bentuk pengendalian ini dipandang sebagai usaha LPSE dalam penanggulangan untuk menjamin keselamatan data lelang dari kerusakan sistem oleh sebagian besar responden. Responden LPSE perlu untuk diaudit untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas menurut sebagian besar responden dengan mekanisme yang dimiliki Inspektorat dengan hasil berupa laporan yang dapat dievaluasi. Sementara sisanya menyatakan audit terhadap LPSE merupakan tanggung jawab dalbang. Hasil audit
49
ini perlu untuk ditindaklanjuti melalui mekanisme Inspektorat atau audit menurut pendapat lain. Prosedur Operasi Standar penggunaan SPSE dimiliki oleh LPSE berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) menurut semua responden. Pelaksanaan SOP ini sesuai dengan Peraturan Walikota (PerWal). SOP yang dimiliki oleh LPSE juga dilengkapi dengan adanya kode etik berupa kode etik yang ada di ULP, peraturan PNS, serta PerWal dengan pelaksanaan yang masih biasa saja menurut sebagian responden namun sudah berjalan baik menurut sebagian yang lain. Pemahaman responden LPSE terkait prinsip-prinsip pengadaan barang dan/atau jasa ditunjukkan oleh semua responden. Dengan tingkat pemahaman yang berbeda-beda yang ditunjukkan oleh jawaban atas prinsip-prinsip tersebut. Begitu pula pemahaman akan peraturan perundangan yang terkait dengan pengadaan barang dan/atau jasa. Responden menyatakan bahwa peraturan tersebut terdiri Perpres 54 tahun 2010 UU ITE, Inpres pemberantasan korupsi, dan PerWal. Pemahaman perundangan ini juga diikuti dengan pemahaman pengadaan Barang dan/atau jasa publik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4.3.3.2 ULP Analisis data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) difokuskan kepada instrumen-instrumen berikut: -
Keefektifan pengadaan (KP)
-
Eksistensi Pengembangan (EP)
-
Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK)
-
Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding (EMSB)
-
Akses Informasi (AI)
-
Kode Etik (KE)
-
Partisipasi Publik (PP) Instrumen-instrumen di atas diuji digambarkan secara lebih spesifik
melalui statistik deskriptif berikut: Descriptive Statistics N
Minimum Maximum Mean
Std.
50
KP EP SAKK EMSB AI KE PP Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10 10 10
1,67 1,67 1,00 1,90 2,14 1,63 1,83
5,00 5,00 4,50 4,20 4,57 4,13 4,50
3,4000 3,8333 3,6750 3,1800 3,6572 3,3625 3,5000
Deviation ,79814 ,83517 ,97930 ,60332 ,67409 ,71310 ,72437
ULP Kota Jogjakarta sebagai fasilitator pengadaan Pemda cenderung tidak sebagus LPSE dalam indikator-indikator yang diukur di atas. Dengan rata-rata +3,5, kesiapan ULP Kota Jogjakarta untuk keefektifan pengadaan, keberadaan pengembangan pengadaan, dan indikator-indikator lainnya di atas masih harus menjadi perhatian Pemda untuk mendukung terciptnya sistem pengadaan yang dapat memberikan nilai tambah ke semua pihak yang berhubungan. Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Jogjakarta menganggap bahwa Perpres Nomor 54 Tahun 2010 sudah memadai untuk mencakup pengadaan barang dan/atau jasa publik. Pemahaman semua responden ULP ini sejalan dengan pengetahuan mereka mengenai prinsip-prinsip pengadaan barang dan/atau jasa publik, peraturan terkait dengan pengadaan tersebut, pemahaman akan mekanisme pengadaan barang dan/atau jasa publik sesuai dengan peraturan yang berlaku serta pemahaman akan keharusan untuk mengikuti aturan-aturn pengadaan tersebut dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, hanya 40% dari responden yang mengetahui adanya peraturan-peraturan lain yang mengatur hal tersebut. Lebih spesifik, hanya 20% responden yang menyatakan bahwa peraturan perundangan harus mengakomodasi prinsip-prinsip standar pengadaan barang dan/atau jasa secara internasional. Instrumen penelitian ini juga menguji pengetahuan responden tentang pakta integritas dengan hasil yang mengarah kepada pemahaman semua responden akan pakta integritas. Namun, hanya 20% responden penelitian ini yang pernah ikut untuk menandatanganinya. Hal ini sejalan dengan pemahaman mereka akan konsekuensi yang akan didapat dengan penandatanganan pakta
51
tersebut. Selanjutnya, mayoritas responden belum mengetahui adanya evaluasi pemerintah atas pakta tersebut. Penelitian ini juga mengungkap bahwa responden ULP sudah memahami tupoksi dan bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing. Namun, hanya 40% responden yang telah memiliki sertifikat pengadaan barang dan/atau jasa seperti L2. Namun, semua responden sepakat bahwa sertifikasi dapat mendukung terciptanya proses pengadaan barang dan/atau jasa menjadi lebih efisien. Hal ini berbeda dengan apa yang mereka rasakan di lapangan bahwa semua responden sepakat bahwa tidak ada program pengembangan kapasistas staf terkait pengadaan barang dan/atau jasa publik padahal mereka memahami bahwa lama waktu menjadi ukuran efisiensi pekerjaan mereka. E-proqurement disepakati oleh semua responden dapat mendorong efisiensi pengadaan barang dan/atau jasa publik. Hal ini didukung oleh pendapat mereka yang menyatakan bahwa keterlibatan pihak-pihak lain berpengaruh terhadap efisiensi tersebut. Dan sejauh ini, hanya sebagian kecil responden yang pernah mendapatkan sanggahan dan tidak ada yang pernah mendapatkan banding. 4.3.3.4 LSM Peran LSM di Kota Jogjakarta untuk pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah dilatarbelakangi oleh kebutuhan partisipasi masyarkat yang tinggi terhadap proses yang ada. Tingginya partisipasi yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata 4,46 untuk saat ini telah didukung oleh pemahaman pengawasan eprocurement dan strateginya, koordinasi antar LSM, dan independensi LSM yang memiliki nilai-rata-rata 4 yang menunjukkan adanya kecenderungan yang bagus akan peran yang akan dilakukan oleh LSM di Jogjakarta. Di lain sisi, LSM di Jogjakarta masih merasa bahwa payung hukum yang melindungi LSM belum mampu mengakomodasi pera-peran di atas secara maksimal. Tabel berikut, merangkum analisis atas LSM yang terdiri dari instrumen-instrumen: -
Pemahaman Mekanisme Pengawasan E-procurement (PMPE)
-
Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPML)
-
Strategi Pengawasan (SP)
-
Koordinasi LSM (KL)
52
-
Independensi LSM (IL)
-
Partisipasi Masyarakat (PM)
Descriptive Statistics N PMPE PPML SP KL IL PM Valid N (listwise)
Minimum Maximum
10 10 10 10 10 10 10
3,30 2,50 3,57 3,50 3,56 3,82
4,80 4,00 4,71 5,00 4,89 5,00
Mean 3,8900 3,2834 3,9429 4,2667 4,1333 4,4636
Std. Deviation ,45814 ,45846 ,37010 ,49814 ,36212 ,39383
Pemahaman Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait Perpres Nomor 54 Tahun 2010 masih sangat terbatas kepada pemahaman secara garis besar dengan persentase hanya 50%. Jawaban responden LSM atas pertanyaan cakupan Perpres ini terbatas kepada proses pengadaan, vendor, proses tender, bidding, bersih dari KKN, dan pengadaan yang bisa dilihat dari internet. LSM sebagai lembaga pengawas secara umum menginginkan pelatihan sistem kontrol e-proqurement, SOP, aspek hukum, aplikasi, stakeholder, serta gambaran secara gamblang atas e-proqurement itu sendiri jika ditawarkan untuk mengikuti pelatihan pengawasan e-proqurement. Bahkan, semua responden LSM bersedia untuk mengikuti pelatihan ini. LSM sebagai lembaga pengawas telah menggunakan prosedur dalam melakukan pengawasan e-proqurement yang mencakup pemastian kelengkapan dokumen, verifikasi, penentuan pelaksana, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Lebih spesifik, lembaga pengawas melakukan fungsi-fungsi berikut dalam menjalankan fungsinya: 1. Perencanaan 2. Prakualifikasi anggaran 3. Penyusunan dokumen lelang 4. Pengumuman lelang 5. Penyerahan dan pembukuan penawaran
53
6. Evaluasi penawaran 7. Pengumuman pemenang 8. Sanggahan peserta lelang 9. Penandatangan kontrak 10. Penyerahan barang dan atau jasa publik 11. Evaluasi laporan. Namun, rata-rata responden hanya fokus kepada perencanaan, evaluasi penawaran, pengumuman pemenang, dan evaluasi laporan dari fungsi-fungsi di atas. Selanjutnya, sebanyak 70% LSM di Kota Jogjakarta sudah mempunyai rencana yang berjalan efektif dan terdokumentasi dalam melakukan pengawasan e-proqurement. Dokumentasi ini dapat berupa foto dan file-file yang minimal berbentuk soft copy. Komunikasi antara LSM dengan objek yang diawasi sudah berjalan efektif dalam
pandangan
responden.
Keefektifan
komunikasi
ini
juga
terjadi
antarlembaga pengawas, namun komunikasi ini tidak terjadi antara LSM yang memiliki fokus yang berbeda. Komunikasi yang kurang berjalan tidak efektif terjadi antara LSM dengan pemerintah bahkan sangat jarang terjadi dengan pihak berwajib. Berhubungan dengan internal LSM sendiri, semua responden berpendapat bahwa personel yang diterjunkan ke lapangan telah menjalin komunikasi yang efektif dengan lembaga pengawasan. Di balik fungsi-fungsi yang harus dijalankan, kebutuhan untuk tetap independen terhadap objek pengawasan sudah dipenuhi oleh LSM dalam pandangan hampir semua responden. Namun, beberapa responden masih berpendapat bahwa independensi ini belum diwujudkan pada perjanjian antara kedua belah pihak dalam bentuk komitmen bersama. Dalam
mengoptimalkan
perannya,
lembaga
masyarakat
diharapkan
menggunakan cara-cara berikut guna memantau proses pengadaan barang dan/atau jasa: 1. Diberi akses utama, masalah transparansi dan akuntabilitas. 2. Mengoptimalkan fungsi pengawsan masyawarakat.
54
3. Masyaraat harus paham pengadaan barang dari awal sampai akhir. 4. Ikut terlibat langsung dan paham. 5. Penguatan jaringan antara NGO, koordinasi rutin, dan perlu pelembagaan. 6. Peningkatan SDM.
4.3.3.5 Vendor Pemahaman Vendor di Kota Jogjakarta terkait e-procurement cukup baik yang ditunjukkan oleh komentar yang diberikan terhadap berbagai instrumen di atas dengan nilai rata-rata +- 4. Pemahaman yang didukung oleh nilai maksimal untuk pemahaman hukum tentang e-procurement yang diikuti oleh pendapat bahwa e-procurement dapat menunjang etika pengadaan, keterbukaan informasi, dan paningkatan partisipasi publik menunjukkan persetujuan terhadap penerapan e-procurement di kota ini. Namun, sebagian besar vendor masih merasa bahwa eprocurement belum mampu menjadi resolusi atas berbagai konflik pengadaan barang dan/atau jasa yang selama ini terjadi dengan nilai sebesar 3,15. Pengukuran yang merujuk kepada instrumen-instrumen di bawah menggambarkan pendapat responden terhadap e-procurement. -
Pemahaman Legal (PL)
-
Resolusi Konflik (RK)
-
Etika Pengadaan (EP)
-
Keterbukaan Informasi (KI)
-
Kesempatan UMKM & Koperasi (KUK)
-
Keterbukaan Proses Pengadaan (KPP)
-
Partisipasi (P)
Descriptive Statistics N PL RK EP KI KUK
10 10 10 10 10
Minimum Maximum 5,00 1,00 3,20 3,67 2,75
5,00 5,00 5,00 5,00 4,00
Mean 5,0000 3,1500 4,1200 4,2667 3,4500
Std. Deviation ,00000 1,00139 ,55136 ,34425 ,30732
55
KPP P Valid N (listwise)
10 10 10
3,00 3,00
4,33 5,00
3,6333 4,0429
,33147 ,64960
Sebagai penyedia barang dan/atau jasa, vendor di Kota Jogjakarta setuju dengan kebutuhan pemahaman akan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 untuk menunjang proses yang akan dilakukan dalam proses pengadaan. Pemahaman ini juga didukung oleh pemahaman akan peraturan perpajakan. Bagi perusahaan yang gagal memenuhi kewajibannya dalam proses pegadaan barang dan/atau jasa, semua responden vendor juga sepakat atas pemberian sanksi berupa teguran, tidak diizinkan untuk mengikuti lelang, bahsan sampai kepada menjadikan hal ini sebagai kasus perdata/perdana agar tidak terjadi lagi dan tidak berampak sistemik kepada proses yang lain. Menurut 40% responden menyatakan bahwa perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam pengadaan barang dan/atau jasa publik perlu mengadakan negosiasi baru dengan panitia pengadaan karena menghindari blacklist dan pergantian. Bentuk negosiasi yang ditawarkan berupa negosiasi kekeluargaan dulu yang diikuti dengan perjanjian bermaterai. Menanggapi hal ini, sisa responden tidak sepakat dengan negosiasi baru karena dinilai tidak fair dan mekanismenya telah diatur dalam kontrak. Sementara, mengenai keperluan blacklist bagi perusahaan yang gagal semua responden vendor menyatakan setuju karena dapat merugikan negara dan memberikan efek jera. Blacklist ini dapat diterapkan dengan melarang vendor melakukan pendaftaran selama satu sampai dua tahun. Lebih lanjut, sebanyak 80% vendor sepakat dengan tidak adanya mekanisme pencabutan blacklist untuk memperbaiki citra perusahaan dengan alasan panitia harus fair dalam melakukan proses pengadaan barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan tidak diperlukannya dilakukan pemutihan secara otomatis untuk perusahaan-perusahaan yang di blacklist dengan tujuan untuk menimbulkan efek jera dan rasa tanggung jawab oleh perusahaan. Dari survey yang dilakukan terhadap vendor ini juga teridentifikasi bahwa pengumuman barang dan/atau jasa dari suatu instansi pemerintah diketahui dari koran, internet, dan LPSE. Di antara berbagai media ini, koran dan intenet dinilai
56
sebagai media yang paling mudah diakses dan internet sebagai media yang paling cepat untuk diakses. Pakta integritas sudah dipahami oleh semua responden dengan pernyataan bahwa pakta ini dapat menjamin terlaksananya pengadaan barang dan/atau jasa yang adil dan beretika dan dapat mengurangi konflik kepentingan di antara penyelenggara pengadaan barang dan/atau jasa publik. Hal ini juga dilanjutkan dengan pendapat responden bahwa setiap pelanggaran dalam pengadaan barang dan/atau jasa publik perlu dibuat laporan pelanggarannya dengan tujuan untuk evaluasi dan pencegahan. Laporan yang telah dibuat, menurut responden diserahkan kepada panitia, pengawas pengadaan, dan BPKP menurut sebagian yang lain. Responden juga berpendapat bahwa Pemda telah mengumumkan rencana pengadaan barang dan/atau jasa publik setiap tahunnya. Pengumuman ini dinilai sejalan dengan Perpres 54 tahun 2010 yang juga memberi akses kepada vendor kecil untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan/atau jasa publik dengan indikator peningkatan jumlah vendor yang mengikutinya. Perpres 54 Tahun 2010 dirasa sudah tidak menimbulkan potensi pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan/atau jasa lagi oleh sebagian besar responden karena sudah ada Daftar Usulan Proyek (DUP) yang tidak boleh dipecah. Selanjutnya, proses pengumuman penentuan pemenang pengadaan barang dan/atau jasa publik dirasa memerlukan informasi tentang alasan gugurnya vendor yang tidak terpilih. Alasan responden menyatakan hal ini dengan tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dan terciptanya keterbukaan informasi. Hal ini akan menunjang pendapat vendor bahwa diperlukan kecakapan khusus dalam mengikuti yang hendakanya juga diiringi dengan pelatihan khusus. Kecapakan ini oleh semua responden vendor juga harux dibuktikan dengan surat pernyataan tentang kemampuan melaksanakan pekerjaan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan/atau jasa publik yang ditawarkan. Untuk peran asosiasi pengusaha dalam pengadaan barang dan jasa, responden menyatakan bahwa peran yang harus ditonjolkan adalah peran pembinaan dan pemberian informasi kepada vendor serta berbagai pelatihan untuk
57
mendukung kecakapan vendor yang juga terdiri dari vendor baru yang siap berkompetisi dengan vendor lama. Advokasi vendor oleh asosiasi dinilai tidak perlu oleh sebagian besar responden karena masing-masing vendor telah memiliki kuasa hukum sendiri.
4.4 SURABAYA 4.4.1 Demografi Responden Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset. Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu: Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10 responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden dalam riset ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM Jumlah Responden Bidang Tugas INSPEKTORAT - Inspektorat - Auditor Jumlah
10 10 10 10 10 50
20% 20% 20% 20% 20% 100%
3 7
30% 70%
10
100%
10
100%
VENDOR - Pengusaha Jumlah LPSE - LPSE - Helpdesk - Verifikator - Developer Jumlah ULP -
Panitia lelang
10 4 1 3 2
40% 10% 30% 20%
10 2
20%
58
- Administrator - ULP Jumlah LSM - Lapesdam - LSM Jumlah Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Jumlah
3 5 10
30% 50% 100%
6 4
60% 40%
10
100%
32 18 50
64% 36% 100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat mencirikan kondisi masing-masing stakeholder. 4.4.2. Kualitas Pengukuran Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar e-procurement dari OECD (lihat Bab III). Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu riset.
Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari setiap stakeholder yang diteliti: Nama Instrumen dari setiap Stakeholder
Reliabilitas
Validitas
59
Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat
Cronbach Alpha
Component Analysis
0,999 0,998 0,654 0,320 0,717
0,796 0,637 0,714 0,757 0,994
0,000 0,898 0,779 0,659 0,667 0,761 0,754
0,567 0,794 0,950 0,802 0,644 0,897 0,410
0,270 0,912 0,939 0,825 0,711 0,829 0,794
0,797 0,780 0,780 0,792 0,815 0,881 0,833
0,736 0,229 0,852 0,893
0,914 0,806 0,697 0,920
0,940 0,901 0,705 0,852 0,648 0,799
0,875 0,711 0,608 0,632 0,845 0,761
Sumber: Data dianalisis
Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60 kecuali instrumen partisipasi dan pemahaman legal (Vendor) yang memiliki angka di bawah 0,60, namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur need assesment Vendor adalah akurat sehingga tetap
60
dapat digunakan dalam proses analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan. 4.4.3 Analisis Data dan Pembahasan Analisis data akan dilakukan untuk masing-masing stakeholder, tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan hambatan, kekuatan serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder. 4.4.3.1 Inspektorat Tabel 4.4.1 Rata – rata Data Inspektorat Per Variabel No
Variabel
1
Sistem Audit Dan Pengendalian Yang Efektif 2 Effisiensi Mekanisme Sanggahan Dan Banding 3 Degree Of Accsess To Information 4 Kode Etik Dan Ukuran Anti Korupsi 5 Partisipasi Masyarakat Sumber : kuisioner diolah
Rata – rata 3,89 3,75 3,88 3,87 4,21
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden inspektorat kota Surabaya setuju faktor – faktor yang ada telah menunjang sistem audit dan pengendalian yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, aksesibilitas informasi yang mencukupi, kode etik yang baik juga anti korupsi, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang berkisar antara 3,75 hingga 4,21. Berikut pembahasan untuk maisng - masing variabel Inspektorat. a. Sistem audit dan pengendalian yang efektif Peraturan – peraturan tentang sistem pengendalian internal sudah ada di Inspektorat. Peraturan yang ada antara lain Mendiknas RI No 16 tahun 2009 tentang satuan intern di lingkungan Depdiknas, Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan Peraturan pemerintah RI nomer 6 tahun 2006. Hambatannya antara lain belum ada
61
dukungan dari institusi internal, implementasinya peraturan yang dibuat sifatnya masih umum sedangkan keputusan Mentri Pendidikan tidak semua dapat diimplementasikan. Solusi untuk adanya hambatan dengan jalan memperbaiki kondisi internal karena tidak dipungkiri harus ada dukungan peraturan/ petunjuk internal institusi. Masih perlu dibuatkan kelengkapan aturan – aturan pengendalian internal untuk mengatasi hambatan tersebut. Saran yang diberikan responden adalah perlu adanya SOP untuk pengendalian internal. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam mengatasi masalah korupsi, komitmen dibutuhkan karena agar tercipta good governance salah satunya dengan transparansi dan akuntabilitas. Mekanisme audit internal yang memadai dapt mencegah korupsi dalam pengawasan pengadaan barang dan atau jasa dengan jalan melakukan audit internal secara berkala dan efektif. Sistem penghargaan dan sanksi yang jelas dapat meningkatkan kinerja pengawasan
dalam pengadaan barang dan atau jasa. Bentuk
sistemnya adanya insentif dalam bentuk tambahan honor untuk penghargaan sedangkan untuk sanksi dalam bentuk teguran, surat peringatan, denda,dll. Pengawasan internal perlu dilakukan sesering mungkin untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Pengawasan internal sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun. Segala bentuk temuan audit perlu ditindaklanjuti. Bentuk tindak lanjutnya dengan melakukan pemeriksaan lebih mendalam bisa berupa audit investigasi, forensic, dan lain sebagainya. Penanganan setiap temuan berbeda – beda antara lain dapat melibatkan pemeriksa eksternal dengan pembentukan SOP terlebih dahulu. Hingga saat ini, belum ada standar yang dapat digunakan. b. Efisiensi mekanisme sanggahan dan banding Keseluruhan responden menjawab ada mekanisme pengajuan sanggahan dan banding. Caranya dengan melakukan pelaporan kepada pejabat yang berwenang. Panitia pengadaan yang bertanggungjawab dalam
62
menjawab setiap sanggahan yang disampaikan. Keseluruhan responden mengatakan bahwa diperlukan suatu mekanisme yang baku berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diajukan. Mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang pernah di blacklist diperlukan salah satunya digunakan memperbaiki citra perusahaan yang di blacklist. Syarat yang ditentukan agar perusahaan yang di blacklist dapat diputihkan adalah sudah melewati masa sanksi, membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, atau bisa membuktikan bahwa perusahaan tersebut tidak salah. Proses pemutihan dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen, pimpinan, organisasi yang menaungi, dan sebagainya. Minimal 1 (satu) tahun lama durasi waktu yang dibutuhkan untuk perusahaan yang di blacklist menjadi putih. Menurut responden standar prosedur sanggahan dan banding diperlukan untuk meningkatkan efiesnsi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus ditanggapi. Prosedur sanggahan dibuat sederhana. Penerapan e – procurement dapat mengurangi jumlah sanggahan dan banding berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa karena dalam prosesnya dapat dilihat secara transparan. c. Akses informasi yang mencukupi Akses informasi telah mencukupi dari isnpektorat. d. Kode etik dan ukuran anti korupsi Perpres No 54 tahun 2010 menurut responden belum memuat semua unsur pengawasan pada tahap pembentukan ULP karena masih perlu
menambahkan
pakta
integritas
untuk
independensi
panitia
pengadaan. Pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia barang dan atau jasa. Bentuk kompetisinya adalah adanya klasifikasi calon pemenang dan jasa, paling tidak semua bisa memungkinkan untuk diseleksi. Sudah ada pembagian kerja yang jelas antarlembaga pengawas dalam pengawasan pengadaan barang dan atau jasa yang dapt menunjang efektifitas dan
63
efisiensi pemeriksaan. Bentuk pembagian kerjanya masing – masing lembaga memiliki bentuk yang berbeda dan selama ini telah berjalan dengan baik juga terdapat konsistensi aturan di tingkat kabupaten dan propinsi. Sistem penghargaan dan sanksi diperlukan untuk meningkatkan kinerja audit pengadaan barang dan atau jasa. Sistem penghargaan yang diinginkan adalah sistem ini berlaku untuk semua yang berminat meningkatjkan kualitas diri, tidak harus yang berprestasi. Bentuk penghargaan yang diinginkan mendapatkan sertifikat pegawai teladan, mendapatkan fasilitas kerja yang lebih baik, pelatihan yang lebih tinggi, dan mendapatkan insentif yang cukup. Sedangkan untuk sanksi, sistem sanksi yang diinginkan yaitu sanksi diberikan berdasarkan tingkat kesalahannya. Bentuk sanksi tersebut antara lain teguran, mutasi, pemotongan honor, penundaan kenaikan pangkat, dll. Setelah berlakunya Perpres No 54 tahun 2010 , PP No 29/2000, PP no 8/2006, dll masih dimungkinkan rekayasa pemaketan pekerjaan. Menurut responden regulasi dibutuhkan untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan barang dan atau jasa. Regulasi dibutuhkan untuk persaingan yang sehat dalam proses pengadaan dan tidak ada KKN. E – procurement mendukung penegakan kode etik dalam pengadaan. Bentuj dukungannya dengan mengarahkan semua proses lelang dengan E – procurement. Kode etik dibutuhkan dalam pengadaan barang dan atau jasa. Bentuknya sepeti pembentukan dewan pengawas independen, SOP yang lebih ideal, dan kegiatan yang lebih transparan. e. Partisipasi masyarakat Sudah tersedia lembaga – lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam pengadaan barang dan atau jasa. Lembaga tersebut antara lain kepolisian, inspektorat, Bawasda, dll. Mekanisme pelaporannya sesuai dengan prosedur pelaporan yang berlaku di masing – masing lembaga. Ada jaminan hukum bagi
64
anggota masyarakat yang melaporkan indikasi korupsi dalam pengadaan barang dan atau jasa. Pentingnya lembaga – lembaga masyarakat untuk memantau pengadaan barang dan atau jasa. Bentuk lembaga yang dibutuhkan adalah lemmbaga independen yang tidak melibatkan komponen – komponen pemilik pekerjaan dan instansi pemerintah. Bentuk pengawasannya dengan membuka proses seleksi agar lebih transparan. Sumber pendanaannya dambil dari nilai tertentu dari komponen biaya lelang tanpa melalui panitia dari pemilik pekerjaan. Bentuk pertanggungjawababbya harus ada lapoan yang menyatakan bahwa lembaga tersebut mengawasi pengorbanan. Cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan lembaga – lembaga masayarakat guna memantau pengadaan barang dan atau jasa yakni revitalisasi yang sudah ada, menjahit partisipasi, mengoptimalkan fungsi penawaran, panitia lelalng dan PU tidak perlu terlibat dalam proses administratif. 4.4.3.2. LPSE Tabel 4.4.2 Rata – rata Data LPSE Per Variabel No
Variabel
1 2
Institusi Pengadaan Barang/Jasa Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang/Jasa Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik Peraturan Perundangan Formal Sumber : kuisioner diolah
3 4
Rata – rata 4,42 4,4 4,47 4,87
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden LPSE untuk kota Surabaya setuju faktor – faktor yang ada dapat menunjang pengembangan institusi pengadaan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa,
65
Sistem audit yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta peraturan perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang berkisar antara 4,42 hingga 4,87. Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut. a. Institusi pengadaan barang dan atau jasa Responden yang setuju bahwa pelayanan pengadaan secara elektronik memfasilitasi ULP untuk menyediakan informasi pengadaan sebesar 100%.
Bentuk fasilitasnya antara lain sistem aplikasi kepada
LPSE, berita dan artikel di website, prosedur LPSE, daftar pengadaan, atribut pekerjaan, dll. Menurut data yang ada 100% responden setuju bahwa LPSE melakukan pengelolaan data statistic tentang pengadaan barang dan atau jasa publik. Selama ini sudah ada sistem pengelolaan data, data yang ada direkap dan diolah dalam bentuk tabel atupun grafik serta base disimpan di LPSE. Menurut responden yang diwawancarai 100% mengatakan iya bahwa LPSE telah melakukan perbaikan sistem pengadaan secara elektronik untuk meningkatkan pelayanan pengadaan barang dan atau jasa. Proses perbaikannya antara lain adalah melaporkan kerusakan sistem ke LKPP dan LKPP yang memperbaiki sistem tersebut. LPSE melakukan pelatihan penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi ULP, yang dibuktikan dengan 90% responden mengatakan iya. Bentuk pelatihan yang pernah dilakukan adalah penerapan LPSE praktek maupun teori, workshop yang dilakukan tim trainer LPSE, dan sosialiasi. Materi yang diberikan antaralain cara mengakses LPSE dan sistem LPSE. Waktu pelatihan biasanya saat per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan maupun sistem. Responden menyatakan iya 100%, LPSE melakukan pelatihan penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi penyedia barang dan atau jasa. Bentuk pelatihan yang pernah dilakukan adalah sosialisasi, workshop, pelatihan resmi, dan tutorial. Materi pelatihan yang pernah diberikan adalah fungsi aplikasi LPSE dan bagaimana penggunaannya.
66
Waktunya biasanya per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan maupun sistem. b. Efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa LPSE kurang memberikan pemahaman tentang sistem pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik kepada masyarakat umum dengan 40 % responden menjawab iya. Menurut responden menyatakan 100% iya bahwa LPSE telah melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin keandalan sistem lelang. c. Sistem audit, efektifitas pengendalian, dan Kode Etik Menurut responden 60% menyatakan LPSE melakukan proses evaluasi kinerja stafnya. Dengan adanya rapat tinjauan manajemen, pimoinan selalu mengevaluasi kinerja secara informal, staf selalu membuat laporan, juga rapat kordinasi. Sedangkan 40% menyatakan LPSE tidak melakukan proses kinerja staf karena ada LPSE yang masih berjalan 1 tahun di kota Surabaya. Sistem reward dan punishment belum dilakukan dalam evaluasi staf LPSE karena belum ada kebijakan pimpinan LPSE. Dokumrn lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE yang didukung dengan 70% responden menjawab ya. Hal ini dikarenakan dokumen lelang hanya bisa dilihat oleh admin, LPSE, ULP, dan vendor. Menurut responden 60% mengatakan LPSE pernah mengalami kerusakan sistem namun LPSE telah memiliki tim teknis untuk perbaikan. LPSE juga melakukan penanggulangan untuk menjamin keselamatan data lelang dan tranaparansi juga akuntabilitas. Sebanyak 100 % responden mengatakan bahwa hasil audit perlu ditindklanjuti. Hal ini untuk meningkatkan perbaikan sistem, penanganan, dan prosedur. LPSE memiliki SOP sistem pengadaan secara elektronik. Bentuk SOP sesuai Perpres 54 tahun 2011 dan pelaksanaannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Menurut 90% responden LPSE juga memiliki kode etik. Bentuk kode etiknya antara lain menjaga keahasian selama proses lelang. Pelaksanaan kode etik dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. d. Peraturan perundangan formal
67
Sebanyak 100% responden menyatakan memahami prinsip – prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik. Sedangkan yang memahami peraturan perundangan yang terkait dengan pengadaan barang dan atau jasa public hanya 90% responden. Responden yang memahami pengadaan barang dan jasa publik sebesar 100%. Tingginya tingkat pemahaman ini dikarenakan pegawai LPSE berusaha untuk mengup date informasi dari pemerintah terkait pengadaan juga adanya kesadaran untuk meningkatkan transparansi juga akuntabilitas dalam pengadaan.
4.4.3.3. ULP Tabel 4.4.3 Rata – rata Data ULP Per Variabel No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Keefektifan Pengadaan Eksistensi Pengembangan Sistem Audit Dan Keefektifan Kontrol Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding Akses Informasi Kode Etik Partisipasi Publik Sumber : kuisioner diolah
Rata - rata 4,33 4,13 3,57 3,98 4,59 4,54 4,28
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden ULP untuk kota Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang keefektifan pengadaan, pengembangan yang selalu ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, akses informasi yang mudah, ode etik yang baik, juga partisipasi publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang berkisar antara 3,57 hingga 4,59.
Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut. a. Keefektifan pengadaan
68
Seluruh responden ULP atau sebesar 100% di kota Surabaya menyatakan ada kesesuaian kompetensi dengan tanggungjawab yang diemban, ULP memahami TUPOKSI, serta ULP telah bekerja dengan TUPOKSI masing – masing. Ada 60% responden ULP menyatakan telah memiliki sertifikasi pengadaan barang dan atau jasa publik sedangkan 40% responden menyatakan belum memiliki sertifikat. Sertifikat yang dimiliki adalah sertifikat L4. Responden ULP 90% mengatakan bahwa SDM ULP yang sudah bersertifikasi pengadaan barang dan atau jasa mendukung efisiensi pengadaan sedangkan 10% berkata tidak. b. Eksistensi pengembangan kapasitas institusi Pembinaan karier yang ada di ULP selama ini adalah diadakannya pelatihan terutama jika ada program baru, ada rapat rutin pegawai ULP, serta ada penyesuaian tenaga ahli dengan pekerjaan lelang. Perubahan SOTK berpengaruh terhadap keberadaan ULP, hal ini didukung dengan 90% responden yang mengatakan berpengaruh. Program pengembangan kapasitas staf terkait barang dan atau jasa telah dilakukan di ULP kota Surabaya. c. Sistem audit dan keefektifan Kontrol Kewenangan swakelola dilakukan oleh pegawai ULP kota Surabaya. Lama waktu menjadi salah satu ukuran efisiensi dalam pengadaan barang dan atau jasa di ULP kota Surabaya dan pengadaan barang jasa secara elektronik dan keterlibatan pihak – pihak yang berkepentingan juga berpengaruh. Selama ini, 60% mengatakan ada evaluasi dari pemerintah terhadap pakta integritas yang telah ada. Responden mengatakan bahwa ada laporan dari ULP untuk pemerintah apabila ada indikasi penyalahgunaan pakta integritas. Durasi evaluasi dilakukan tiap bulan dan evaluasi ini dilakukan oleh wakil ketua ULP ataupun ketua ULP sendiri. d. Efisiensi dari mekanismen sanggahan dan banding
69
Sebanyak 70% responden menyatakan pernah mendapatkan sanggahan dan 20% responden menyatakan pernah mendapatkan sanggahan banding. Sanggahan yang didapat dalam sekali pengadaan barang dan jasa rata – rata sebanyak 1 – 3 kali. Sanggahan yang sering terjadi antara lain pemenang yang kalah tidak terima dengan keputusan pemenang yang telah ditetapkan. Banding yang didapatkan dalam setahun rata – rata 3 kali banding dengan isi banding rata – rata tidak terima dengan jawaban dari sanggahan. e. Akses informasi Dari hasil kuesioner didapatkan 80% responden menyatakan Perpres Nomor 54 tahun 2010 telah memadai untuk mencakup pengadaan barang dan atau jasa publik, 100% mengetahui prinsip – prinsip, memahami peraturan, memahami mekanisme dan mengikuti aturan – aturan yang terkait pengadaan barang dan atau jasa publik. Responden pun 100% menyatakan bahwa mereka mengetahui peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik selain Perpres Nomor 54 tahun 2010. Peraturan pengadaan nasional yang mereka ketahui antara lain UU ITE No 11 tahun 2008, Perwali 63 tahun 2010, Peraturan LKPP, Peraturan Disperindag, Perpenpu untuk pengadaan barang konstruksi dan UU pidana terkait rekonsiliasi namun mereka tidak mengetahui peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik Internasional dengan kata lain hasil yang didapat 100% responden menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui pengadaan barang dan atau jasa publik internasional. Menurut perundangan
responden pengadaan
60% barang
menyatakan dan
atau
bahwa jasa
peraturan
publik
perlu
mengakomodasi prinsip – prinsip standar pengadaan barang dan atau jasa publik internasional karena ke depan akan diperlukan bila pengadaan barang dan atau jasa berasal dari luar negri atau kita ingin mengikuti pengadaan barang dan atau jasa di lingkup internasional , dan hanya 40% responden yang menyatakan tidak perlu karena
70
menganggap bahwa aturan yang telah berlaku secara nasional telah mencukupi. f. Kode Etik dan ukuran anti korupsi Hampir seluruh pegawai ULP di kota Surabaya mengetahui pakta integritas, sebanyak 100% mengatakan mengetahui namun hanya 50% yang pernah menandatangani pakta integritas selama pengadaan barang dan atau jasa yang telah dilakukan. Isi pakta integritas yang mereka tandatangi sebagian besar berisi tentang komitmen bersama untuk tidak melakukan KKN dan apabila terbukti melakukan KKN maka pihak yang bersangkutan siap menerima sanksi. Dari keseluruhan responden, 90% mengatakan mengetahui konsekuensi yang akan diterima dengan menandatangani pakta integritas tersebut. Sanksi tersebut antara lain sanksi pidana, administrasi, penurunan pangkat, dan lain – lain. g. Partisipasi public Partisipasi publik mengalami peningkata dari waktu ke waktu ini didukung dengan adanya lembaga – lembaga pengawasaan, keterbukaan ruang daerah untuk pemantauan publik, keterbukan akses informasi daerah, lbih tersinkronya pola pikir antar lembaga – lembaga pengawasan. 4.4.3.4. Vendor Tabel 4.4.4 Rata – rata Data Vendor Per Variabel No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Pemahaman Legal Resolusi Konflik Etika Pengadaan Keterbukaan Informasi Kesempatan UMKM dan Koperasi Keterbukaan Proses Pengadaan Partisipasi
Rata – rata 4,85 4,25 4,08 4,6 4 4,5 4,34
71
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden Vendor untuk kota Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang pemhaman legal yang baik, resolusi konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang terbuka, kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan yang terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang berkisar antara 4,00 hingga 4,85. Penjelasa untuk masing – maisng variabel sebagai berikut. a. Pemahaman Legal Hasil wawancara menunjukkan 100% responden setuju bahwa pemahaman terhadap Perpres No 54 tahun 2010 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa karena Perpres 54 tahun 2010 merupakan pedoman pengadaan barang dan atau jasa di Indonesia. Menurut data yang ada, 100% responden setuju bahwa pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memiliki kewajiban pajaknya karena pajak merupakan kewajiban WNI. Sebanyak 50% responden setuju Perpres No 54 tahun 2010 memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan atau jasa. Pemaketan biasanya terjadi karena agar semakin efisien. Sedangkan 50% responden mengatakan tidak setuju karena sudah diatur melalui Perpres 54 tahun 2010 yang telah diatur jelas paket dan nilainya. b. Resolusi Konflik Sebanyak 100% responden mengatakan bahwa perusahaan gagal memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu dikenakan sanksi. Keberadaan sanksi digunakan agar vendor tidak semena – mena dan mengikuti aturan yang berlaku. Bentuk sanksi yang dikenakan adalah blacklist dan denda. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam pengadaan barang dan atau jasa menurut 50% perlu melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan karena negosiai dibutuhkan penyedia untuk mencari kejelasan spesifikasi yang diminta dan
72
kenapa penyedia digugurkan dalam pengadaan. Sedangkan 50% responden lainnya berpendapat negosiasi tidak perlu karena akan menimbulkan KKN. Perusahaan yang gagal memnuhi kewajibannya harus di blacklist berdasarkan 70% responden dikarenakan karena tidak memenuhi kewajibannya
dan
disinyalir
ada
kesengajaan
dalam
kesalahan.
Mekanisme pencabutan blacklist untuk memperbaiki citra perusahaan disetujuian 80% responden agar image perusahaan menjadi baik dan dapat bekerja kembali. Syarat – syarat pencabutan blacklist antaralain perusahaan harus dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah atau habis masa blacklistnya. c. Etika Pengadaan Menurut data 50% mengatakan iya untuk pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengadaan barang dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan barang dan atau jasa yang adil dan beretika. Hal ini dikarenakan dalam pakta integritas tercantum perjanjian untuk tidak KKN. Sebanyak 80% responden mengatakan setiap pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa public perlu dibuat laporan pelanggarannya karena agar masyarakat juga mengetahui dan memenuhi asas transparansi. Bentuk pelaporannya antaralain pelaporan dibuat tergantung pelanggarannya. Yang harus melaporkan adalah semua yang mengetahui pelanggaran dan dilaporkan kepada inspektorat. Menurut data, 60% responden mengatakan bahwa pakta integritas dapat membantu mengurangi konflik kepentingan di antara para penyelenggaraan pengadaan karena terikat dengan perjanjian yang tertera pada pakta integritas. Menurut data, 50% responden setuju bahwa pagu anggaran yang disampaikan sesuai dengan perhitungan harga pasar karena masih harga tersebut masih bisa diterima dan masih rasional. Sedangkan 50% responden tidak setuju karena tidak ada patokan pagu anggaran biasanya harga tahun sebelumnya akan dinaikkan berdasarkan laju inflasi yang
73
diproyeksikan. Evaluasi tergadap harga pasar perlu dilakukan agar harga yang ditetapkan sesuai. Evaluasi dilakukan setiap terjadi perubahan harga. Yang berhak mengevaluasi adalah panitia dan penyedia juga bisa pihak – pihak lain yang terkait dalam pengadaan. Evaluasi perlu melibatkan penyedia. Penyedia biasanya diwakili oleh asosiasi. d. Keterbukaan Informasi Pengadaan barang dan atau jasa publik secara elektronik dapat mengurangi sanggahan dan banding menurut keseluruhan responden. Hal ini dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan. Pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dapat mengurangi sanggahan dan banding yang mengindikasikan bahwa tender telah diatur diindikasikan dengan 70% responden menjawab tidak. Hal ini dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan. Vendor di kota Surabaya mengetahui ada pengumuman pengadaan barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah antara lain dengan koran dan internet. Media yang paling mudah diakses menurut responden adalah internet karena dapat diakses dengan mudah, kapanpun, dan di manapun. e. Kesempatan UMKM dan koperasi Perpres 54 tahun 2010 menurut 100% responden telah memberikan akses kepada penyedia kecil untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan atau jasa publik. f. Keterbukaan proses pengadaan Sebanyak
80%
responden
setuju
bahwa
Pemda
perlu
mengumumkan rencana pengadaan barang dan atau jasa publik tahunan untuk mewujudkan transparansi. Sebanyak 100% responden setuju bahwa proses pengumuman penentuan pemenang pengadaan barang dan atau jasa diperlukan informasi
74
juga tentang alasan gugurnya vendor yang terpilih agar vendor tahu kesalahannya dan dapat memperbaikinya. Untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa berbasis teknologi diperlukan pelatihan khusus karena agar memiliki kecakapan dalam melakukan pengadaan. g. Partisipasi masyarakat Semua pihak dapat melaporkan kepada inspektorat atas pelanggaran yang diketahuinya. 4.4.3.5. LSM Tabel 4.4.5 Rata – rata Data LSM Per Variabel No 1 2 3 4 5 6
Variabel Pemahaman Mekanisme Pengawasan E-Procurement Peraturan Perundangan Yang Melindungi LSM Strategi Pengawasan Koordinasi LSM Indepedensi LSM Partisipasi Masyarakat Sumber : kuisioner diolah
Rata – rata 3,39 3,6 4,07 4,02 4,24 4,33
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa LSM untuk kota Surabaya setuju faktor – faktor yang ada dapat menunjang pemahaman mekanisme pengawasan pengadaan barang dan atau jasa elektronik, peraturan perundangan yang melindungi LSM telah memadai, strategi pengawasan yang baik, koordinasi LSM yang baik, independensi LSM yang tinggi, juga peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang berkisar antara 3,39 hingga 4,33. Penjelasan masing – masing variabel sebagai berikut. a. Pemahaman mekanisme pengawasan E – Procurement
75
Materi yang diharapkan apabila ada pelatihan mengenai pengawasan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik mekanisme e procurement dengan detail – detailnya. Lembaga pengawas
akan
bersedia
mengikuti
pelatihan
pengawasan
e
procurement apabila ada. Lembaga pengawas 50% menggunakan prosedur dalam melakukan pengawas e procurement sedangkan 50% tidak menggunakan prosedur karena sifatnya pengawasan adalah suka rela. b. Peraturan perundangan yang melindungi LSM Menurut 30% responden, Perpres No 54 tahun 2010 telah menjelaskan unsur – unsur yang diawasi lembaga pengawas dalam pengadaan barang dan atau jasa publik dan 70% mengatakan tidak. Lembaga pengawas mengetahui unsur – unsur yang diawasi bersumber dari teman praktisi, internet, mitra, organisasi, buku, dll. c. Strategi pengawasan Dari tahap pengawasan secara keseluruhan dilakukan oleh LSM di kota Surabaya. Lembaga pengawas 70% respondennya mengatakan mempunyai rencana setiap melakukan pengawasan e procurement. Rencana pengawasan cukup efektif dan telah terdokumentasi dengan baik. d. Koordinasi LSM Komunikasi LSM dengan obyek yang diawasi telah berjalan efektif dengan 60% responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 40% mengatakan tidak, karena menurut mereka terlalu banyak yang diawasi sehingga kurang efektif. Komunikasi LSM dengan antar lembaga pengawas telah berjalan efektif dengan 80% responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 20% mengatakan tidak, karena pemerintah cenderung tertutup dan belum ada lembaga di tingkat nasional yang benar – benar menampung wadah e procurement. Komunikasi LSM dengan pemerintah telah berjalan efektif dengan 70% responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 30% mengatakan tidak,
76
karena menurut mereka sulit mengakses informasi. Komunikasi LSM dengan pihak yang berwajib telah berjalan efektif dengan 70% responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 30% mengatakan tidak, karena menurut mereka masih banyak temuan yang belum dilaporkan ke pihak berwajib. e. Independensi LSM Sebanyak 60% responden menyatakan bahwa komunikasi telah efektif antara personel di lapangan dengan personel di lembaga pengawas. Sedangkan 40% mengatakan tidak karena masih banyak kendala teknis. Sebanyak 60% responden menyatakan lembaga pengawas telah independen. Sedangkan 40% mengatakan tidak karena lembaga memiliki kepentingannya masing – masing. Ada 80% responden yang menyatakan adanya pihak yang mengevaluasi kinerja lembaga pengawas. Pihak – pihak tersebut antara lain pihak internal lembaga, Pembina LSM, LSM LAKPESDAM, masyarakat, dll. f. Partisipasi masyarakat Cara efektif yang sebaiknya dilakukan untuk mengoptimalkan lembaga – lembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan barang dan atau jasa menurut responden adalah revitalisasi yang sudah ada, menjahit partisipasi kontrol, mengoptimalkan fungsi pengawasan masyarakat, ruang partisipasi masyarakat sudah cukup dalam melakukan evaluasi, adanya sistem yang terintegrasi, peningkatan transparansi, dll.
4.5
MAKASSAR
4.5.1 Demografi Responden Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset. Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam
77
need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu: Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10 responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden dalam riset ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM Jumlah Responden Bidang Tugas - Inspektorat i. Inspektorat j. Auditor k. Perencanaan Audit l. Pengawasan Jumlah - Vendor k. Ardin l. Inkindo m. Akaindo n. Gapensi o. Pengusaha Jumlah - LPSE f. Staf sekertariat LPSE g. LPSE UNEM h. LPSE-Helpdesk i. Verifikator j. Verifikator (UNEM) k. LPSE UNHAS Jumlah - ULP b. Panitia Kota c. Panitia UNHAS d. ULP UNEM Jumlah - LSM j. Yapedra k. LSM Adovakasi l. Perak Institute m. Implementasi Hasil Program n. Staf Administrasi o. Fasilitator Jumlah Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
10 10 10 10 10
20%
50
20% 20% 20% 20% 100%
3 5 1 1 10
30% 50% 10% 10% 100%
2 1 2 1 4 10
20% 10% 20% 10% 40%
3 2 2 1 1 1 10
30% 20% 20% 10% 10% 10%
2 7 1 10
20% 70% 10% 100% 4 1 1 2 1 1 10
30% 10% 10% 20% 10% 10% 100%
38 12
76% 24%
78
Jumlah
50
100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.
4.5.2 Kualitas Pengukuran Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar e-procurement dari OECD (lihat Bab III). Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu riset.
Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari setiap stakeholder yang diteliti: Nama Instrumen dari setiap Stakeholder
Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat Vendor: - Pemahaman Legal
Reliabilitas Cronbach Alpha
Validitas Component Analysis
0.890 0.855 0.926 0.808 0.913
0.764 0.663 0.898 0.718 0.720
0.828
0.942
79
- Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat Sumber: Data dianalisis
0.834 0.895 0.609 0.923 0.692 0.915
0.910 0.866 0.868 0.919 0.969 0.837
-2.049 0.873 0.627 0.849 0.845 0.779 0.600
0.847 0.680 0.934 0.892 0.720 0.896 0.755
0.760 0.656 0.808 0.958
0.643 0.727 0.738 0.834
0.898 0.910 0.806 0.747 0.854 0.839
0.772 0.895 0.677 0.628 0.815 0.697
Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60 kecuali instrumen Keefektifan pengadaan (ULP) yang memiliki angka negatif, namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur need assesment ULP adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam proses analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan.
4.5.3 Analisis dan Pembahasan 4.5.3.1. Inspektorat Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau
80
jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumeninstrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) Degree of Accsess to Information (DAI) Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) Partisipasi Masyarakat (PM). Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Tabel 4.5.1 Deskriftif Statistik Inspektorat N SAPE EMSB DAI KEUAK PM Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 3.6000 4.8000 3.5000 5.0000 3.3333 5.0000 3.4286 5.0000 3.5714 5.0000
Mean 4.330000E0 4.233333E0 4.383333E0 4.300000E0 4.457143E0
Std. Deviation .3987480 .4172218 .4862302 .4877175 .5504072
Hasil di atas menunjukkan bahwa Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) merupakan faktor penting dalam menunjang pekerjaan inspektorat dalam proses pemeriksaan. Responden setuju bahwa sistem audit yang tepat dapat berdampak pada efektifitas pemeriksaan, hal ini ditunjukkan melalui nilai ratarata 4,33 (setuju). Angka 4,33 di atas mengindikasikan semua responden setuju bahwa kerangka hukum yang dapat menjadi acuan dalam proses audit pengadaan atau jasa dapat membantu proses audit yang lebih efektif begitu juga dengan ketersediaan
regulasi yang berkaitan proses pengawasan internal dapat
meningkatkan kualitas pengawasan dalam proses pengadaan barang atau jasa. Selain itu komitmen pimpinan dalam mengupayakan transparansi dalam proses pemeriksaan audit untuk menghilangkan korupsi dalam proses pengadaan barang
81
atau jasa juga sangat diperlukan terutama untuk menindaklanjuti temuan dalam pemeriksaan serta ketersediaan pembagian kerja yang jelas antar lembaga pengawas dalam proses pengawasan pengadaan barang dan atau jasa . Pemaparan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dari 10 responden (100%) menyatakan bahwa sudah terdapat aturan-aturan yang berkaitan pengendalian internal, namun masih terdapat hambatan dalam implementasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan berikut ini: Peraturan berkaitan pengendalian internal
:
Hambatan dalam penerapan
:
Jalan Keluar
Perlu dibuat aturan kelengkapan Saran
Semua (100%) responden menjawab bahwa sudah terdapat aturan yang berkaitan dengan pengendalian internal, seperti: PP 60 tahun 2008, Perwali mengenai SPI, Peraturan tentang Pemisahan Fungsi dan Pembagian Kerja, . Peraturan tentang Inspektorat dan audit, Kerpres 80 2003 dan Permendagri 17 2006 serta Perpres 54. - Tahap sosialisasi blm bisa dipastikan waktunya - Bimbingan teknis masih diperlukan --> tahap sosialisasi - Kebijakan dalam pelaksanaan - kurangnya SDM yang menguasai pekerjaan - Masalah indepedensi dan Komitmen Pimpinan - Ketidaktahuan pelaksana pengadaan barang dan jasa dengan peraturan baru. - Masih kurang sosialisasi tentang peraturan yang baru (perpers 54 2010) - penjabaran PP masih dalam penggodokan, penerapan uraian tugas yg rinci masih dalam penggodokan - Aturan hrs ditegakkan - Bimbingan teknis kerjasama dgn BPK - Memaksimalkan pegawai yang ada dengan pengetahuan yang dimiliki - Sosialisasi segera dilaksnakan - Harus segera terbit aturannya/penjabaran dari peraturan terkait (Perpers 54) - Pengawasan eksternal --> independen - Penjabaran PP 60 thn 2008 melalui Instruksi Presiden dan MOU BPKP sebagai Pembina - Standar operasional prosedur - Tidak perlu buat aturan yang baru tapi tingkatkan sosialisasi undang-undang yg sudah ada. - SPI dilakukan dengan konsisten - harus ada pemisahan fungsi yang jelas diantara lembaga pengawas sehingga tidak ada tumpang tindih fungsi
Sumber: Data diolah dari hasil wawancara
Temuan lain mengungkapkan bahwa proses pengawasan internal sudah sering dilakukan dan setiap temuan yang ditemukan pada saat pemeriksaan perlu
82
untuk ditindak-lanjuti sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa. No
Pertanyaan
1.
Seberapa seringkah pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa
2.
Berapa kali pengawasan internal harus dilakukan dalam setahun? apakah setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti?
3.
Jawaban
Jumlah
%
sering
10 org
100%
4 x setahun 3 x setahun Perlu
9 org 1 org 10 org
90% 10% 100%
Hasil temuan mengenai Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) menunjukkan bahwa sanggah dan banding merupakan salah satu cara untuk memberi ruang bagi para vendor untuk mendapatkan transparansi dalam proses penunjukkan pemenang lelang. Hal ini dapat dilihat dari pendapat responden terhadappertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) mengindikasikan bahwa para responden setuju (nilai rata-rata 4,23) bahwa regulasi dan standarisasi tentang sanggahan
dan
banding
diperlukan
untuk
mengatur
pihak-pihak
yang
bertanggungjawab atas sanggahan yang diajukan, hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus ditanggapi , selain itu pengawasan juga perlu dilakukan terhadap perusahaan perusahaan yang lolos seleksi pengadaan barang dan atau jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (100%) menjawab sudah ada aturan berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diatur dalam Kerpres 80 dan Kemendagri 17 yaitu satu minggu setelah penetapan pemenang, rekanan yang kalah berhak mengajukan banding. Hal di atas menunjukkan bahwa responden telah memahami aturan-aturan yang ada berkaitan dengan sanggahan dan banding, yang lebih penting adalah pengawasan perlu dilakukan dalam proses sanggahan dan banding untuk memberi jaminan bahwa proses penunjukkan pemenang maupun proses pengajuan dan pemberian jawaban
83
atas sanggah dan banding benar-benar telah dilakukan dengan transparan dan akuntabel. No
Pertanyaan
1.
Sudah adakah mekanisme pengajuan sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa Siapakah yang seharusnya bertanggungjawab dalam menjawab setiap sanggahan yang disampaikan? Apakah diperlukan suatu mekanisme yang baku berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diajukan?
2.
3.
Jawaban
Jumlah
%
Ada
10 org
100%
Panitia/ULP
10 org
100%
Perlu
10 org
100%
Dari temuan diatas menunjukkan bahwa masih diperlukan aturan yang baku dalam proses pemeriksaan yang berkaitan dengan sanggahan dan banding, karena belum ada aturan yang jelas berkenaan dengan hal tersebut. Kemampuan akses informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa atau Degree of Accsess to Information (DAI) menunjukkan bahwa e-procurement membuat pengawasan menjadi lebih mudah untuk mendeteksi penentuan jadwal waktu yang tidak realistis pada saat rencana pengadaan barang atau jasa disusun. Hasil temuan menunjukkan bahwa semua responden setuju (nilai rata-rata 4,38) bahwa penerapan e-procurement selain mempercepat akses informasi juga mempermudah proses pemeriksaan dan pengawasan. Pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa sebaiknya tidak saja dilakukan oleh pemerintah (Inspektorat, BPK, KPK) tetapi juga oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga independen (seperti LSM). Masyarakat harus diberi partisipasi yang cukup untuk melakukan pengawasan mengingat sumber daya pemerintah yang ada terbatas. Ruang partisipasi dapat diberikan dalam bentuk kotak pengaduan atau layanan pengaduan, agar tidak timbul pengaduan yang fiktif dari masyakarat maka setiap aduan harus disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan agar dapat ditindaklanjuti oleh lembaga pengawas pemerintah. Masyarakat atau lembaga independen yang memberi laporan seharusnya mendapat jaminan keamanan sehingga mereka tidak ragu memberi laporan yang sebenarnya.
84
No 1.
2 3.
4.
5.
Pertanyaan Apakah sudah tersedia lembaga-lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa? Lembaga apa saja yang telah ada? Bagaimana prosedur dan mekanisme pelaporannya?
Apakah perlu ada jaminan hukum bagi anggota masyarakat yang melaporkan indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa? Bagaimana cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan lembagalembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan barang dan atau jasa ?
Jawaban
Jumlah
%
Ada
10 org
100%
10 org
100%
10 org
100%
10 org
100%
2 3
20% 30%
3
30%
LSM & Lembaga Independen lainnya - Website - Surat - SMS - Telpon - Layanan pengaduan Perlu
- Menjahit partisipasi - Mengoptimalkan fungsi pengawasan masyarakat - Ruang partisipasi masyarakat sudah cukup dalam melakukan kontrol/ monitoring evaluasi. - Pengawalan proses pengadaan
2
20%
Temuan yang berkaitan dengan perlu atau tidaknya Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) juga menunjukkan bahwa semua responden (nilai ratarata 4,30) setuju bahwa perlu ada Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi yang mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa. Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi diperlukan terutama untuk memverifikasi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP agar terhindar dari proses rekayasa data perusahaan. Selain itu diperlukan juga sanksi yang jelas dan terstruktur bagi individu atau perusahaan yang melakukan kejahatan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa terutama perusahaan yang melakukan rekayasa evaluasi dokumen yang dilakukan pada dokumen lelang sehingga diperlukan regulasi yang
85
mengatur etika dan ukuran anti korupsi untuk menjamin terciptanya akuntantabilitas dan transparansi dalam proses pengadaan barang atau jasa. No
Pertanyaan
Jawaban
1.
Apakah kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa diperlukan? Apakah Peraturan perundangan pengadaan tentang barang dan atau jasa (Perpres 54/ 2010, PP 29/2000, PP No 8/2006, dll.) masih memungkinkan terjadinya rekayasa pemaketan pekerjaan
Perlu
1.
2
Bentuk rekayasa pemaketan yang bagaimana yang dapat terjadi?
Ya
-
-
3.
Apakah bentuk rekayasa tersebut dapat mengindikasikan terjadinya korupsi?
Negosiasi dengan vendor Komunikasi antara panitia & vendor Sifat pekerjaan yg sama tapi dipecah untuk menghindari lelang Memenangkan pihak tertentu Memperpendek masa penawaran & kurang publikasikan Ya
Jumlah 10 org
% 100%
10 org
100%
2 org 2 org
20% 20%
2 org
20%
2 org 2 org
20% 20%
10 org
100%
Partisipasi Masyarakat (PM) merupakan komponen pentingnya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa, hal ini dapat dilihat beberapa pendapat masyarakat yang setuju (nilai rata-rata 4,46) bahwa kontrol masyarakat terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan dan Pengawasan masyarakat diperlukan untuk melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Namun disisi lain tersedianya lembaga-lembaga pengawasan independen harus disertai dengan kerjasama yang baik diantara lembaga-lembaga
86
tersebut agar tujuan pengawasan yaitu adanya tindak lanjuti dari setiap laporan yang disampaikan dapat tercapai. 4.5.3.2. LPSE Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumeninstrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) Peraturan Perundangan Formal (PPF). Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan LPSE
dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik. Tabel 4.5.2 Deskriftif Statistik LPSE
N IPBJ EEPBJ SAEPKE PPF Valid N (listwise)
10 10 10 10 10
Descriptive Statistics Minimum Maximum 3.5000 4.8750 2.0000 3.8000 3.5000 5.0000 4.0000 5.0000
Mean 4.375000E0 2.980000E0 4.250000E0 4.300000E0
Std. Deviation .4409586 .5996295 .4714045 .4830459
4.3.3. ULP Analisis data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) lebih dititkberatkan pada
kesiapan
lembaga
ini
siap
ataukah
tidak
mempersiapkan
diri
mengimplementasikan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah ULP telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
87
elektronik atau tidak. Selain itu analisis data juga diarahkan pada keefektifan pengadaan dan kerjasama yang harmonis dengan Lembaga Pengadaan secara elekstronik (LPSE) dalam menunjang terwujudnya proses pengadaan yang transparansi dan akuntabel. Analisis data akan didasarkan pada instrumeninstrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Keefektifan Pengadaan (KP) Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI) Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) Akses Informasi (AI) Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) Partisipasi Publik (PP) Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan
kondisi dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
Descriptive Statistics
KP EPKI SAKK EMSB AI KEUAK PP Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
10 10 10 10 10 10 10 10
4.0000 3.6667 3.7500 3.6000 4.0000 3.7500 3.6667
4.6667 5.0000 4.7500 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000
4.233333E0 4.400000E0 4.350000E0 4.270000E0 4.385714E0 4.350000E0 4.383333E0
.2249826 .3784308 .3270236 .4831609 .3986938 .4031129 .4306901
Hasil di atas menunjukkan bahwa Keefektifan Pengadaan (KP) merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran pekerjaan di ULP sebagai bagian yang bertanggung-jawab dalam membuat penawaran pengadaan barang dan atau jasa. Responden setuju bahwa keberadaan LPSE mendorong keefektifan
88
pengadaan barang dan atau jasa publik, begitu pula adanya pengumuman pengadaan barang dan jasa berbasis teknologi informasi mendorong akses publik yang lebih luas dan mendorong tingkat persaingan sehat diantara para vendor, hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata 4,23 (setuju). Angka 4,23 di atas mengindikasikan semua responden setuju bahwa pengadaan barang dan atau jasa publik berbasis teknologi internet berdampak pada efektifitas dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik karena bisa mendapatkan barang yang berkualitas dengan harga yang kompetititf, transparansi dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepitisme. Akses yang lebih luas memberi peluang yang sama untuk semua vendor yang ada di seluruh Indonesia untuk ikut serta berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Keberadaan LPSE mendorong keefektifan pengadaan barang dan atau jasa publik. Keefektifan pengadaan barang dan atau jasa dipengaruhi oleh Tingkat Persaingan Vendor. Pengumuman pengadaan barang dan jasa yang terkait teknologi informasi mendorong akses publik yang lebih luas.
Setuju Sangat setuju Setuju Sangat setuju Cukup setuju Setuju Sangat setuju
6 org 4 org 8 org 1 org 1 org 6 org 4 org
60% 40% 80% 10% 10% 60% 40%
2.
3.
Pelaksanaan proses pengadaan barang dan atau jasa publik harus sesuai dengan standar kualitas control. Untuk menunjang tercapainya kualitas kontrol diperlukan evaluasi kinerja staf pada saat proses pengadaan barang dan atau jasa publik, dengan demikian pengembangan kapasitas staf menjadi prioritas pada saat proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa seluruh responden setuju (nilai rata-rata 4,40) bahwa Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI) merupakan hal penting dalam menunjang proses pengadaan barang dan atau jasa, hal ini dapat dilihat dari semua staf ULP sudah memiliki sertifikat (L2). Namun sayangnya semua responden tidak memahami standar peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik internasional, tetapi semua responden setuju bahwa mereka perlu memahami/mengetahui peraturan-peraturan internasional jika suatu saat
89
pengadaan dan atau jasa publik melibatkan vendor dari luar negeri atau juga perlu mendatangkan produk-produk dari luar negeri. No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Apakah SDM yang sudah bersertifikasi pengadaan di ULP mendukung efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa publik? Apakah Bapak/ Ibu perlu mengetahui prinsip – prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik? Apakah Bapak/ Ibu perlu mengikuti aturan – aturan yang terkait pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan Barang dan atau Jasa publik? Apakah Bapak/ Ibu memahami standar peraturan pengadaan Barang dan atau Jasa publik internasional? Apakah e-procurement mendorong efisiensi dalam pengadaan barang dan atau jasa publik?
ya
10
100%
Ya
10
100%
Ya
10
100%
Tidak
10
100%
Ya - Menghemat angaran - Efisien & efektif
10
100%
2.
3.
4.
5.
Selain memahami aturan-aturan yang terkait dengan proses pengadaan barang dan atau jasa seharusnya staf ULP juga diharapkan memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi, mengingat proses pengadaan barang dan atau jasa sesuai Perpres 54 tahun 2010 mengharuskan seluruh proses pengadaan barang dan atau jasa menggunakan teknologi informasi.
Hal ini
disebakan karena proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik dapat menghemat anggaran, selain itu juga lebih efektif karena proses lelang yang dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Di sisi lain untuk menunjang kinerja staf ULP seharusnya sistem reward dan sanksi perlu diperhatikan, karena dengan pemberian reward yang memadai akan mengungkit kinerja staf ULP dan sebaliknya jika melakukan kesalahan harus diberi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Aturan mengenai sistem reward maupun sanksi belum diatur secara jelas, walaupun dalam pakta integritas diatur mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan misalnya tidak boleh KKN, tidak boleh menjanjikan pekerjaan pada siapapun dan harus
90
bekerja sesuai aturan yang berlaku. Namun hal-hal yang mengatur tentang reward tidak diatur secara jelas dan sebaliknya hal-hal yang berkaitan dengan sanksi telah diatur termasuk konsekuensi jika terbukti melakukan kesalahan, misalnya dipenjara jika terbukti bersalah. No
Pertanyaan
1.
Apakah Bapak/Ibu mengetahui ya pakta integritas? Apakah Bapak/Ibu pernah Ya menandatangani pakta integritas? Apa isi pakta integritas yang - Tidak boleh melakukan pernah Bapak/Ibu KKN dan ada sanksi jika tandatangani? melanggar Antara lain: - Tidak menjanjikan pekerjaan kepada siapapun - Bekerja sesuai aturan dan ketetapan yg berlaku Apakah Bapak/ Ibu Ya mengetahui konsekuensi dari Konsekuensinya adalah menandatangani pakta penjara jika terbukti integritas? melakukan kesalahan
2.
3.
4.
Jawaban
Jumlah
%
10
100%
10
100%
10
100%
10
100%
Untuk menunjang Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK), semua responden setuju (nilai rata-rata 4,35) bahwa harus ada regulasi yang jelas berkaitan dengan sistem pemeriksaan yang berkeadilan, juga sangat diperlukan ketepatan waktu informasi dalam proses pemeriksaan (audit) selain sistem pengendalian internal yang akurat, teruji dan dapat dipercaya sehingga dapat mengukur kinerja audit yang sebenarnya. No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Regulasi internal audit ULP sesuai dengan peraturan – peraturan pemerintah yang terkait dengan audit. Sistem pengendalian internal dapat mengukur kinerja audit.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
Setuju Sangat setuju cukup setuju Kecukupan dan ketepatan informasi yang Setuju tersedia diperlukan untuk mendukung Sangat setuju
4 org 5 org 1 org 5 org 5 org
40% 50% 10% 50% 50%
2.
3.
kualitas audit.
91
Sebagai lembaga yang menyiapkan dan menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa, tentunya ULP juga ikut bertanggungjawab pada saat ada vendor yang tidak puas dengan pengumuman pemilihan vendor yang memenangkan suatu produk tender tertentu. Hal ini dapat dilihat bahwa semua responden setuju (nilai rata-rata 4,27) bahwa Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) hanya dapat tercapai jika informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem pengendalian tersedia untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa publik, begitu pula diperlukan ketepatan waktu informasi untuk mendukung sistem review sanggahan dan banding. No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Perlunya informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem pengendalian untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa publik. Ketepatan waktu informasi diperlukan untuk mendukung system review sanggahan dan banding. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan sanggahan atau banding? Yang pernah mendapat sanggahan? Yang pernah mendapatkan banding?
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 6org 1 org
40% 50% 10%
Setuju Sangat setuju
4 org 6 org
40% 60%
Tidak Ya Sanggahan Banding
8 org 2 org 2 org 1 org
80% 20%
2.
3.
Akses Informasi (AI) sangat diperlukan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik berbasis publik karena kelengkapan dan kecukupan informasi membantu penyedia (vendor) dalam mengikuti proses lelang. Publikasi informasi tentang tata cara mengikuti proses tender berbasis elektronik baik melalui media cetak maupun media elektronik bertujuan untuk memudahkan akses pengadaan barang dan atau jasa publik dengan lebih mudah dan murah. Temuan riset mengungkapkan bahwa semua responden setuju (nilai ratarata 4,39) bahwa diperlukan standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa serta perlu disediakan payung hukum yang terkait dengan publikasi informasi pengadaan publik tersebut karena ketersediaan payung hukum dapat menjamin terlaksananya e-procurement yang transparan dan dapat mempermudah vendor untuk mengakses informasi dan memasukkan dokumen
92
penawaran sesuai waktu yang telah ditentukan, selain itu e-procurement juga memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia (vendor) barang dan atau jasa publik. Beberapa pendapat terkait dengan hal tersebut dapat dilihat berikut ini:
No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Perlunya publikasi informasi dengan media TI untuk memudahkan akses informasi pengadaan lebih mudah dan murah. Perlunya standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa. Dukungan E – Procurement untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan. E - Procurement memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia barang dan atau jasa.
Setuju Sangat setuju
5 org 5org
50% 50%
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
7 org 2 org 1 org
70% 20% 10%
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50 % 10%
2. 3.
4.
Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) mengindikasikan bahwa harus ada kode etik yang mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa untuk mengatur lalu lintas pengadaan barang dan atau jasa. Semua responden setuju ( nilai rata-rata 4,35) bahwa kode etik dan ukuran anti korupsi diperlukan untuk menjamin terciptanya akuntantabilitas, responsibilitas, sanksi bagi individu atau perusahaan yang melakukan kejahatan atau ketidakpatuhan untuk menjamin tidak terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan barang dan atau jasa. E-procurement merupakan salah satu cara untuk mengurangi korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa karena adanya transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas dalam pengadaan barang dan jasa.
93
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya korupsi dapat dilakukan melalui Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data perusahaan sehingga perusahaan yang dipilih dalam proses lelang adalah yang benar-benar memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain itu pemeriksaan secara random perlu juga dilakukan untuk memastikan kualitas barang dan atau jasa secara keseluruhan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil temuan berikut ini memberi informasi bahwa responden setuju bahwa perlu dibuatkan kode etik dan ukuran anti korupsi agar proses pengadaan barang dan atau jasa betul-betul bebas KKN.
No
Pertanyaan
1.
Perlunya kerangka hukum procurement dalam Setuju kode etik. Sangat setuju Cukup setuju Perlunya regulasi hukum Procurement dalam Setuju kode etik. Sangat setuju Cukup setuju Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak Setuju memenuhi syarat yang diajukan ULP perlu Sangat setuju dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data perusahaan. E – Procurement mendukung penegakan kode Setuju etik dalam proses pengadaan barang dan atau Sangat setuju jasa publik. Mekanisme pelaporan kejahatan, korupsi atau Setuju perilaku tidak etis mendukung antikorupsi Sangat setuju dalam pengadaan Barang dan atau Jasa publik.
2.
3.
4.
5.
Jawaban
Jumlah
%
4 org 4 org 2 org 6 org 3 org 1 org 7 org 3 org
40% 40% 20% 60% 30% 10% 70% 30%
7 org 3 org
70% 30%
7 org 3 org
70% 30%
Responden juga sependapat bahwa Partisipasi Publik (PP) merupakan salah satu wadah untuk melakukan pemantauan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Pemantauan atau pengawasan yang dilakukan terhadap ULP memungkinkan ULP menawarkan pengadaan yang betul-betuk dibutuhkan oleh masyarakat. Pengadaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Semua responden cukup setuju
94
bahwa ( nilai rata-rata 3,38) pemerintah daerah perlu memberikan ruang bagi pemantauan publik, sehingga kualitas pengadaan benar-benar dapat tercapai. Sinergi di antara para lembaga pengawas independen ini sangat diperlukan sehingga hasil pemantauan betul-betul merupakan temuan (disertai bukti-bukti yang valid) bukan sekedar mengada-ada untuk memenuhi kehendak donatur (penyandang dana) dari lembaga pemantau. Agar tercipta koordinasi yang baik di antara para lembaga pengawas dengan pemerintah maka pemerintah perlu memberikan kemudahan akses informasi berkaitan dengan pengadaan barang dan atau jasa kepada pihak pemantau. Ruang publik yang tersedia serta komunikasi yang baik diantara lembaga pemantau dengan pemerintah akan menciptakan suasana harmonis yang saling menunjang kerjasama diantara lembaga pemantau dengan pemerintah. Lembaga pemantau tidak hanya melakukan pengawasan tetapi juga dapat memberikan masukan tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat terkait dengan pengadaan barang dan atau jasa sehingga pengadaan yang dilakukan benar-benar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
4.3.4. Vendor Analisis data untuk penyedia (vendor) lebih dititkberatkan pada kesiapan vendor untuk melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Vendor telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak.
Selain itu analisis data juga diarahkan pada
kebutuhan vendor menghadapi proses pengadaan
barang dan atau jasa serta
kesempatan dan kelebihan dari sistem elektronik yang digunakan. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Pemahaman Legal (PL) Resolusi Konflik (RK) Etika Pengadaan (EP) Keterbukaan informasi (KI) Kesempatan untuk UMKM dan koperasi (KUMKMK) 95
-
Keterbukaan proses pengadaan (KPP) Partisipasi Masyarakat (PM) Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan
kondisi dan kesiapan LPSE
dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik. Descriptive Statistics PL RK EP KI KUMKMK KPP PM Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
10 10 10 10 10 10 10 10
3.5000 1.0000 2.4000 2.3333 2.0000 2.6667 2.0000
5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000
4.400000E0 3.400000E0 3.580000E0 3.933333E0 3.625000E0 3.900000E0 3.842857E0
.5676462 1.2427568 .9307106 .8577893 1.1071109 .8613801 .8970852
Hasil di atas menunjukkan bahwa pemahaman legal merupakan salah syarat mutlak seorang vendor dapat berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Seorang vendor hanya dapat mengikuti tender berbasis elektronik jika paham dengan benar aturan-aturan yang berlaku dalam proses pengadaan seperti Perpres 54 tahun 2010 dan aturan-aturan perpajakan, karena dengan memahami aturan-aturan terkait seorang vendor dapat mengikuti prosedur pengadaan dan keluar sebagai pemenang. Semua responden setuju bahwa Pemahaman terhadap perpres 54 dan perpajakan diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa (nilai rata-rata 4,40) karena dengan memahami Perpres 54 tahun 2010 vendor dapat mengikuti segala prosedur yang wajib dipatuhi oleh vendor dalam pengadaan barang dan jasa, selain itu vendor juga dapat mengetahui sanksi yang akan diterima jika kewajibannya tidak dipenuhi. Vendor juga harus mengetahui aturan-aturan perpajakan berkaitan dengan kewajibannya sebagai wajib pajak karena perusahaan yang bisa mengikuti lelang adalah perusahaan yang memiliki NPWP dan tidak memiliki catatan buruk dalam perpajakan (penggelapan pajak, dll), selain itu mengetahui aturan perpajakan akan
96
berdampak pada perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan benar. Berikut ini adalah jawaban responden terkait perlunya pemahaman legal dalam proses pengadaan barang dan atau jasa No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Perlu Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya. Mengapa Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
2.
3.
4.
Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya.
Karena jika tdk paham, 10 org kita tdk dpt ikut serta dalam pelelangan, krn dlm perpres 54 sdh di atur semua proses tender dengan pahamnya 10 org peraturan perpajakan, perusahaan akan lbh mudah memenuhi kewajiban, jika perlu adakan sosialisasi kerjasama dgn asosiasi2
70% 30%
70% 30%
Penyelesaian konflik diantara para vendor maupun antara vendor dengan pihak penyelenggara pengadaan barang dan atau jasa dapat diatasi melalui pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Sistem pengadaan yang membuka kompetisi yang sehat diantara para vendor karena memungkinkan setiap vendor dapat menyediakan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif. Selain itu e-procurement (pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik) juga dapat mengurangi sanggahan dan atau banding karena vendor mendapatkan informasi yang memadai tentang mengapa perusahaannya tidak dapat memenangkan pengadaan tertentu. Vendor memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pengadaan yang barang dan atau jasa ketika ditunjuk sebagai penyedia karena kegagalan atau ketidakmampuan vendor pada saat tidak dapat memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi yang berat (seperti blacklist atau
97
membayar ganti kerugian). Beberapa hal di atas merupakan respon dari para responden yang terangkum seperti sebagai berikut: No
Pertanyaan
1.
Perlu Pemahaman terhadap Perlu perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa Menurut Bpk/Ibu apakah Ya perusahaan gagal memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu dikenakan sanksi Supaya tdk melakukan Mengapa harus dikenakan sanksi kesalahan lagi dan ada efek jera (blacklist) Apakah perusahaan yang gagal - Ya memenuhi kewajiban dalam - Tidak proses pengadaan barang dan atau jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan Dalam kondisi bagaimanakah - Jika secara penuh tidak perusahaan dapat melakukan dapat melakukan negosiasi? kewajibannya maka tdk perlu dilakukan negosiasi. - Jika kegagalan sbg akibat adanya post major maka dpt dilakukan negosiasi ulang
2.
3.
4.
5.
Jawaban
Jumlah
%
10 org
100%
10 org
100%
10 org
100%
5 org 5 org
50% 50%
10 org
100%
Etika Pengadaan (EP) merupakan hal yang juga diperhatikan oleh para vendor, dengan e-procurement perusahaan dapat terhindari dari terjadinya penunjukan langsung pemenang dan adanya kemungkinan perusahaan fiktif dengan demikian e-procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Responden setuju (nilai-rata-rata 3,6) bahwa penegakan kode etik dalam pengadaan sangat penting dan perlu diperhatikan untuk terciptanya pengadaan yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme karena eprocurement membuka peluang yang sama kepada semua vendor untuk berkompetisi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa, dan sebaliknya setiap kesalahan yang dilakukan oleh vendor akan dikenakan sanksi yang berat.
98
No
Pertanyaan
1.
Pemahaman pakta integritas merupakan upaya Setuju untuk menerapkan etika dalam proses Sangat pengadaan barang dan atau jasa setuju Cukup setuju e-procurement memberi kemudahan setiap Setuju vendor untuk mengikuti tender Sangat setuju Cukup setuju e-procurement mendukung penegakan kode etik Setuju dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Sangat setuju Cukup setuju e-procurement dapat menghindari terjadinya Setuju penunjukan langsung pemenang dan adanya Sangat kemungkinan perusahaan fiktif setuju Cukup setuju Menurut Bpk/Ibu apakah pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan Ya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya proses pengadaan barang dan atau jasa yang fair dan beretika?
2.
3.
4.
5
Jawaban
Jumlah
%
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
3 org 5 org 2 org
30% 50% 20%
3 org 2 org 5 org
30% 20% 50%
3 org 3 org 4 org
30% 30% 40%
10 org
100%
Peran informasi menjadi sangat penting dalam proses pengadaan barang berbasis elektronik, kemudahan mengakses informasi mutlak diperlukan, namun tidak semua responden setuju bahwa internet merupakan media yang paling mudah untuk diakses. semua responden (100%) menjawab media informasi yang paling mudah diakses adalah koran yaitu koran tempo dan sindu. Walaupun terdapat 4 orang yang menjawab internet juga sebagai salah media informasi yang mudah diakses tapi pilihan internet bukan pada pilihan pertama melainkan pilihan kedua setelah koran sebagai media yang mudah diakses dan selebihnya menyatakan bahwa internet merupakan media informasi yang sulit untuk diakses dengan alasan karena pemahaman dan pengetahuan teknologi informasi mereka yang sangat terbatas. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa implementasi e-procurement tidak hanya dipersiapkan oleh penyelenggara (LPSE dan ULP) tetapi juga harus melibatkan lembaga penyedia atau vendor. Vendor harus diminta untuk mempersiapkan diri terutama kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi
99
informasi serta kemampuan mereka untuk menggunakan website LPSE untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Vendor seharusnya diberikan pelatihan maupun sosialisasi tentang proses pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik, sehingga mereka tdk terkendala dengan pengetahuan yang terbatas mengenai teknologi informasi. Berikut ini merupakan paparan responden tentang pendapat mereka mengenai kemudahan dan keterbukaan informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
Bagaimana Bpk/Ibu mengetahui bahwa ada pengumuman pengadaan barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah (pilihan bisa lebih dari 1) Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling mudah untuk diakses Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling sulit untuk diakses Dukungan teknologi informasi untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan. Menurut Bpk/Ibu untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa berbasis teknologi informasi diperlukan pelatihan khusus?
Koran Internat
10 org 4 org
100% 40%
Koran (tempo dan 10 org sindu), karena mudah di dapat
100%
Internet, karena 8 org tidak tahu menggunakannya
80%
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 3 org 4 org
30% 30% 40%
Ya
10 org
100%
2.
3.
4.
5.
Perpres 54 tahun 2010 juga mengatur tentang pengadaan barang dan atau jasa bagi perusahaan kecil dan menengah, hal ini dimaksudkan untuk memberi ruang yang sama bagi para vendor UKM untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Dengan keikutsertaan vendor UKM diharapkan peluang usaha mereka tetap terjaga kelangsungannya dan mereka telah diberi ruang yang sama dengan perusahaan besar dalam proses pengadaan barang dan
100
atau jasa. Responden setuju (nilai rata-rata 3,63) bahwa e-procurement memberi kesempatan untuk UMKM dan koperasi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa serta Perpres 54 tahun 2010 memberi kejelasan tentang kesesuaian kualifikasi dengan pekerjaan yang ditawarkan. No
Pertanyaan
1.
Setuju e-procurement memberi kesempatan untuk Sangat UMKM dan koperasi mengikuti proses setuju pengadaan barang dan atau jasa Cukup setuju Setuju Perpres 54/2010 memberi kejelasan tentang Sangat kesesuaian kualifikasi dengan pekerjaan yang setuju Cukup setuju ditawarkan Setuju Perpres 54/2010 memungkinkan semua Sangat perusahaan bersaing untuk mengikuti proses setuju pengadaan barang dan atau jasa Cukup setuju Menurut Bpk/ibu apakah Perpres 54/2011 Ya memberi akses kepada vendor kecil untuk berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa?
2.
3.
4.
Jawaban
Jumlah
%
4 org 2 org 4 org
40% 20% 40%
4 org 3 org 3 org
40% 30% 30%
4 org 1 org 5 org
40% 10% 50%
10 org
100%
e-procurement menjamin adanya keterbukan proses pengadaan barang dan atau jasa karena dengan e-procurement semua informasi berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa harus disampaikan secara transparan dan dapat diakses oleh siapa saja yang berkepentingan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Dengan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa dengan sendirinya mengurangi adanya sanggahan maupun banding karena adanya ketidakpuasan vendor atau penyedia pada saat proses lelang berlangsung. Responden cukup setuju (nilai rata-rata 3,40) bahwa keterbukaan informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan terjadinya transparansi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa selama masing-masing pihak (penyelenggara dan penyedia sama-sama memegang kode etik dan aturanaturan yang berlaku) .
101
No
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
%
1.
e-procurement memungkinkan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa Pengumuman e-procurement dapat mengurangi sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa Menurut Bpk/Ibu perlukan Pemda mengumumkan rencana pengadaan tahunan ? Menurut Bpk/Ibu apakah pagu anggaran yang disampaikan sesuai dengan perhitungan pasar?
Setuju Sangat setuju Cukup setuju Setuju Sangat setuju Cukup setuju Ya (transparansi)
3 org 5 org 2 org 1 org 5 org 4 org 10 org
50% 30% 20% 10% 50% 40% 100%
2.
3.
4.
5.
Ya 6 org Tidak (sebaiknya juga 4 org mempertimbangkan tingkat inflasi) Menurut Bpk/Ibu apakah evaluasi Ya 10 org terhadap harga pasar perlu dilakukan? Agar bidding rate lbh rasional
50% 50%
100%
Partisipasi masyakarat sebagai pemantau atau pengawas dalam proses pengadaan barang dan atau jasa memberi dampak positif terhadap penyedia, karena
penyedia
atau
vendor
akan
bersungguh-sungguh
menjalankan
kewajibannya dan memberikan produk yang telah disepakati dalam proses pelelangan. Responden setuju (nilai rata-rata 3,8) bahwa kontrol masyarakat atau lembaga-lembaga indenden terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan terhadap pihak-pihak tertentu. Pengawasan masyarakat atau lembaga independen diperlukan untuk melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa sehingga mempermudah pihak pemeriksa (inspektorat) proses tersebut. laporan masyarakat yang disertai bukti yang valid harus ditindaklanjuti agar transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan atau jasa tetap bisa dicapai. No 1.
2.
Pertanyaan Perlu dibuat Lembaga-lembaga masyarakat untuk memantau proses pengadaan barang dan atau jasa Kontrol masyarakat terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya
Jawaban
Jumlah
%
Sangat setuju Setuju Cukup setuju Sangat setuju Setuju
1 org 4 org 5 org 3 org 5 org
10% 40% 50% 30% 50%
102
3.
4.
perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan pada pihak tertentu Koordinasi antar lembaga pemantauan diperlukan agar tercipta suatu mekanisme pemantauan yang efektif dan handal Pengaduan masyarakat berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa perlu untuk ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan
Cukup setuju
2 org
20%
Sangat setuju Setuju Cukup setuju Sangat setuju Setuju Cukup setuju
3 org 6 org 1 org 5 org 3 org 2 org
30% 50% 20% 50% 30% 20%
4.3.5. LSM Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) atau lembaga independen lainnya merupakan wadah yang penting dalam proses pengawasan pengadaan dan atau jasa. Analisis data untuk LSM lebih dititkberatkan pada kesiapan LSM untuk melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LSM telah memahami Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak. Selain itu analisis data ini juga diarahkan pada indepedensi LSM pada saat melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan atau jasa publik. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu: -
Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement (PMPE) Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPLSM) Strategi Pengawasan (SP) Koordinasi LSM (KLSM) Independensi LSM (ILSM) Partisipasi Masyarakat (PM) Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan
kondisi dan kesiapan LSM sebagai lembaga yang diharapkan dapat melakukan pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik.
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
103
PMPE PPLSM SP KLSM ILSM PM Valid N (listwise)
10 10 10 10 10 10 10
3.2000 2.6667 3.5714 3.5000 3.7778 3.7273
5.0000 5.0000 4.8571 5.0000 5.0000 5.0000
4.260000E0 3.650000E0 4.300000E0 4.340000E0 4.566667E0 4.509091E0
.6095536 .8219595 .4439056 .4742245 .4237464 .3641411
Hasil riset di atas memberi gambaran bahwa Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement sangat penting dalam pengawasan, LSM seharusnya memahami aturan-aturan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan atau jasa sebelum melakukan pemantauan, namun sebagian besar responden (80%) menjawab belum mengetahui dengan rinci Perpres 54 tahun 2010 berkenaan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hal ini tentunya memberi ruang kebutuhan sosialisasi Perpres 54 tahu 2010 kepada LSM, karena dengan memahami aturan-aturan tersebut, LSM dapat melakukan pengawasan dengan benar. No
Pertanyaan
1.
LSM seharusnya paham mengenai Perpres 54 Sangat setuju Tahun 2010 tentang e-procurement Setuju Cukup setuju Pelatihan mengenai pengawasan e-procurement Sangat setuju diperlukan untuk menambah wawasan seputar Setuju pengawasan e-procurement LSM seharusnya mengetahui mekanisme Sangat setuju pengawasan e-procurement Setuju Pengaduan masyarakat berkaitan dengan Sangat setuju pengadaan barang dan jasa perlu untuk Setuju ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan Cukup setuju
2.
3. 4.
Jawaban
Jumlah
%
5 org 3 org 2 org 4 org 6 org
50% 30% 20% 40% 60%
6 org 4 org 5 org 3 org 2 org
60% 40% 50% 30% 20%
Sebagai lembaga pengawas independen seharusnya LSM memiliki aturan atau peraturan perundangan yang melindungi LSM pada saat melakukan aktivitas pengawasan. Adanya perlindungan dan jaminan hukum membuat LSM dapat melakukan pengawasan atau pemantauan tanpa rasa takut, begitu pula setiap dengan temuan yang diperoleh pada saat temuan dapat ditindaklanjuti sehingga manfaat dari LSM sebagai pengawas benar dapat dicapai.
104
LSM harus memiliki Strategi Pengawasan, karena dengan memiliki strategi pengawasan yang tepat maka data atau bukti-bukti temuan dapat diklarifikasi dengan pihak penyelenggara maupun pihak penyedia sehingga dapat ditemukan bukti apakah proses pengadaan barang dan atau jasa publik telah sesuai denganprosedur yang berlaku atau kah tidak. Banyaknya lembaga pemantau seharusnya membuat ada koordinasi antar lembaga independen tersebut. Koordinasi diantara LSM akan meningkatkan sinergi dari lembaga indepedenden itu sendiri. LSM atau lembaga independen juga harus menjaga ndependensi LSM sehingga temuan yang dilaporkan murni adalah temuan lapangan bukan karena pesanan pihak donatur atau pihak tertentu. No
Pertanyaan
1.
Komunikasi yang baik dibutuhkan antara LSM dan pihak-pihak yang terlibat dalam eprocurement Komunikasi yang baik dibutuhkan antar LSM satu dan yang lain Komunikasi yang baik dibutuhkan antara LSM antara Lembaga Pengawasan dengan pemerintah
2. 3.
4.
Jawaban
Sangat setuju Setuju Cukup setuju Sangat setuju Setuju Sangat setuju Setuju Cukup setuju LSM bersedia menjelaskan mengenai proses Sangat setuju pengawasan yang dijalankannya disertai laporan Setuju pengawsannya
Jumlah
%
5 org 4 org 1 org 5 org 5 org 3 org 5 org 2 org 6 org 4 org
50% 40% 10% 50% 60% 30% 50% 20% 60% 40%
LSM sebagai lembaga yang mewakili masyarakat dalam proses pengawasan pengadaan dan atau jasa seharusnya melibatkan masyarakat luas dalam proses pengawasan mengingat sumbser daya LSM yang terbatas. Partisipasi Masyarakat dapat berupa masukan atas kebutuhan pengadaan publik atau sebaliknya melaporkan pengadaan-pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan publik, sehingga pengadaan barang dan atau jasa yang diadakan benar-benar merupakan kebutuhan masyarakat bukan hanya sekedar pengadaan yang tidak mendatangkan manfaat bagi rakyat. Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat seharusnya Lembaga Pengawas perlu mengedukasi masyarakat untuk memahami peraturan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa sehingga pengawasan yang dilakukan masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku.
105
106
BAB V PENUTUP
Proses pengadaan barang dan atau jasa yang diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 memungkinkan pengadaan dilakukan secara transparan, akuntabel dan responsibilitas. Kemudahan akses informasi yang diberikan melalui aturan tersebut ternyata dalam implementasinya menemui beberapa kendala seperti sosialisasi Perpres 54 tahun 2010 yang masih belum maksimal, kemampuan akses informasi melalui internet masih terkendala jaringan yang kadang agak lambat, selain itu pengetahuan vendor maupun penyelengara pengadaan barang dan atau jasa tentang teknologi informasi yang masih kurang, sehingga diperlukan pelatihan sesuai yang dibutuhkan dari masing-masing stakeholder agar implementasi Perpers 54 tahun 2010 bisa lebih maksimal. Pada dasarnya semua stakeholder tidak berkeberatan dengan implementasi Perpres 54 tahun 2010 karena dengan aturan-aturan terkait berbasis elektronik, para penyelenggara dapat terhindar dari tuntutan hukum selama aturan-aturan tersebut diterapkan dengan benar. Selain itu dengan penerapan eprocurement sistem pengadaan lebih efektif dan efisien karena dapat menghemat waktu tender dan mengurangi tatap muka sehingga unsur korupsi, kolusi dan nepotisme dapat diminimalkan. Manfaat yang lain adalah pengadaan barang dan atau jasa akan mendapatkan produk atau jasa yang berkualitas karena kompetisi yang sehat diantara para vendor akan menghasilkan penghematan anggaran. Transparansi dalam proses pengadaan juga membuat para vendor mempersiapkan diri sebaik-baiknya karena semua vendor atau penyedia memiliki kapasitas yang sama untuk megikuti proses pengadaan barang dan atau jasa. Transparansi juga akan mengurangi sanggahan dan atau banding karena ketidakpuasan vendor yang tidak menang pada saat mengikuti proses tender/lelang. Proses pengawasan baik dari lembaga formal seperti Inspektorat maupun yang independen deperti LSM juga sangat proses pengadaan barang dan atau jasa dapat bersih dari KKN. Dengan demikian keterlibatan lembaga-lembaga independen seharusnya dijadikan wadah untuk mendapatkan temuan-temuan yang
107
terkait pengadaan yang jika disertai bukti-bukti yang akurat perlu ditindaklanjuti sehingga proses pengadaan barang dan atau jasa betul-betul bisa mendapatkan hasil yang berkualitas dan dengan harga yang bersaing.
108