BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh masyarakat. Budidaya ikan mas telah berkembang di masyarakat sejak tahun 1990-an (Menegristek 2000). Ikan mas sebagai ikan konsumsi merupakan salah satu komoditas sektor perikanan air tawar yang terus berkembang pesat. Permintaan pasar terhadap ikan mas cukup tinggi dan banyak diminati konsumen karena rasa daging yang enak dan gurih serta kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini membuat banyak pembudidaya ikan yang melakukan usaha budidaya ikan mas. Namun budidaya ikan air tawar seperti ikan mas dihadapkan pada beberapa kendala. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan air tawar adalah serangan penyakit. Penyakit yang menyerang ikan air tawar umumnya adalah terinfeksi oleh bakteri. Salah satu jenis bakteri yang menyerang ikan mas adalah Aeromonas hydrophila. Pada tahun 2012, terjadi kematian massal benih ikan mas di daerah Banjar, Jawa Barat akibat wabah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Pikiran Rakyat 2012). Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan salah satu bakteri patogen yang membahayakan bagi budidaya perikanan air tawar karena dapat menginfeksi semua stadia umur. Bakteri Aeromanas hydrophila menyebabkan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah dengan gejala klinis berupa luka dibagian tubuh ikan dan bercak merah pada bagian tubuh. Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stres, perubahan temperatur, dan ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder), oleh karena itu bakteri ini disebut dengan bakteri yang bersifat patogen oportunistik (Dooley et al. 1985).
1
2
Berbagai usaha dilakukan untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila mulai dari menciptakan lingkungan yang optimal, karantina, vaksinasi, disinfeksi wabah, hingga penggunaan antibiotik. Pemberian antibiotik dengan dosis yang tidak tepat dan dilakukan terus menerus dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri dan memerlukan biaya yang cukup mahal serta dapat mencemari lingkungan. Antibiotik biasanya diberikan melalui makanan, perendaman atau penyuntikan sehingga residu antibiotik dapat terakumulasi pada ikan (Mariyono dan A. Sundana 2002). Alternatif lain yang digunakan untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila adalah dengan menggunakan bahan alami yang bersifat antibakteri. Bahan alami yang dapat digunakan berasal dari tanaman herbal yang mengandung senyawa yang bersifat antibakteri. Penggunaan bahan-bahan alami untuk mengendalikan hama dan penyakit ikan lebih disarankan karena relatif lebih aman dan tidak meninggalkan residu. Salah satu alternatif penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila adalah dengan menggunakan tanaman herbal pengganti antibiotik (Muhlisah 1999 dalam Rahman 2008). Tanaman herbal adalah salah satu jenis tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Sudah sejak lama tanaman herbal digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung senyawa yang bersifat antibakteri. Penggunaan bahan alami dari tanaman herbal seperti bawang putih, jintan hitam, daun bandotan, daun pepaya, daun kirinyuh, sambiloto, daun sirih dan daun jambu telah diujicobakan pada ikan untuk mengobati penyakit akibat serangan bakteri. Efek samping dalam penggunaan bahan alami atau obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia dalam mengobati penyakit (Sari 2006). Daun teh merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai bahan alami pengganti bahan sintetis dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Daun teh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid (katekin dan tanin), dan saponin yang memiliki sifat antibakteri (Hidayati 2009).
3
Sampai saat ini metode pengobatan herbal dengan menggunakan daun teh pada penyakit ikan seperti ikan mas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas tanaman herbal seperti daun teh terhadap pengobatan penyakit MAS pada benih ikan mas. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diteliti adalah sejauhmana efektivitas penggunaan ekstrak daun teh tua dalam mengobati penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada benih ikan mas. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan dan efektivitas ekstrak daun teh tua dalam mengobati penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila pada benih ikan mas sehingga dapat memberikan tingkat kelangsungan hidup tertinggi. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pengobatan yang lebih aman dan ekonomis dalam mengobati penyakit ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kemampuan senyawa aktif dalam daun teh sebagai antibakteri. 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan air tawar adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh serangan bakteri. Bakteri yang sering menyerang ikan mas adalah Aeromonas hydrophila. Gejala klinis yang ditunjukkan dari infeksi ini ditandai dengan luka pada tubuh dan sirip, insang pucat, exophthalmia dan pembengkakan perut (Camus et al. 1998). Pengobatan terhadap ikan mas yang terserang Aeromonas hydrophila dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui penyuntikan (injeksi), perendaman atau melalui pakan yang telah dicampur obat serta pemberian
4
antibiotik. Biasanya pengobatan dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan bahan-bahan kimia, namun penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama akan berdampak negatif yaitu bakteri akan menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik yang diberikan. Alternatif lain untuk pengobatan penyakit ini adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami (Muhlisan 1999 dalam Rahman 2008). Tanaman teh (Camellia sinensis) banyak ditanam di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Teh merupakan salah satu tanaman yang banyak memiliki manfaat bagi kehidupan, diantaranya adalah sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Daun teh yang digunakan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila berasal dari daun teh yang sudah tua. Hal ini merupakan salah satu bentuk pemanfaatan limbah dari tanaman teh yang tidak digunakan. Pada umumnya daun teh yang dimanfaatkan untuk membuat minuman adalah daun yang berasal dari daun teh muda atau pucuk. Menurut Fulder (2004) dalam Hidayati (2009) semakin tua daun teh maka semakin banyak kandungan tanin yang terkandung di dalamnya. Kandungan senyawa dalam daun teh adalah alkaloid, flavonoid (katekin dan tanin), dan saponin (Hidayati 2009). Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar dikenal sebagai katekin. Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Alamsyah, 2006). Alkaloid bersifat toksik terhadap mikroba sehingga efektif membunuh bakteri. Selain itu alkanoid diketahui mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Zat ini akan dibawa ke sel-sel tubuh oleh darah sehingga sel-sel tersebut menjadi aktif dan melakukan perbaikan-perbaikan struktur maupun fungsinya (Anomim 2007 dalam Haryani 2012). Flavonoid berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri. Senyawa flavonoid mekanisme kerjanya diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelezar et al. 1986 dalam Hidayati 2009). Tanin adalah senyawa fenol yang memiliki sifat-sifat menyerupai alkohol, salah satunya adalah bersifat antiseptik (zat penghambat jasad renik) sehingga daun teh berpotensi sebagai antibakteri atau pengawet (Fardiaz 1989 dalam Hidayati 2009). Senyawa saponin dapat bekerja
5
sebagai antimikroba dan akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel bakteri (Assani 1994 dalam Hidayati 2009). Kandungan senyawa-senyawa antibakteri bahan herbal yang terlarut dalam bentuk ekstrak lebih banyak dibandingkan dengan bahan herbal dalam bentuk larutan. Dengan menggunakan metode ekstraksi, maka senyawa-senyawa antibakteri yang diinginkan akan terserap secara maksimal dengan bantuan pelarut yang sesuai. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Prinsip kerja ekstraksi adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar sel. Bahan pelarut mengalir ke dalam ruang sel sehingga menyebabkan protoplasma membengkak dan menyebabkan kandungan sel akan berdifusi ke luar sel (Achmadi 1992 dalam Yudha 2008). Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengobatan herbal penyakit ikan dengan menggunakan ekstrak daun, yaitu dengan menggunakan ekstrak daun jambu dan ekstrak daun pepaya. Berdasarkan penelitian Afizia (2010), perendaman benih ikan gurami dengan ekstrak daun jambu biji pada konsentrasi 250 ppm selama 48 jam merupakan konsentrasi yang efektif digunakan untuk pengobatan penyakit MAS pada benih ikan gurami dengan memberikan kelangsungan hidup tertinggi sebesar 63,33%. Sedangkan berdasarkan penelitian Setiaji (2009), ekstrak daun pepaya dengan dosis 20 mg/ml efektif mencegah infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo. Penelitian mengenai penggunaan ekstrak daun teh tua dalam mengobati penyakit MAS pada benih ikan mas belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun, beberapa penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai kandungan senyawa antibakteri dalam ekstrak daun teh tua yang telah diujicoba pada beberapa jenis bakteri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayati (2009) menunjukkan bahwa efektivitas senyawa antibakteri dalam ekstrak daun teh tua mampu meningkatkan diameter zona hambat terhadap bakteri Micrococcus luteus dan bakteri Pseudomonas fluorescens pada konsentrasi 30-50 mg/ml. Konsentrasi ekstrak daun teh tua dalam mengobati penyakit MAS pada benih ikan mas dapat diketahui dengan melakukan uji pendahuluan yang
6
mencakup uji in vitro dan LC50 48 jam. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, uji daya hambat ekstrak daun teh tua terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dengan metode difusi agar (in vitro) didapatkan hasil pengukuran zona bening yang semakin besar seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yaitu pada konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm serta mengalami penurunan zona bening pada konsentrasi 100.000 ppm ekstrak daun teh tua. Pada pengujian LC50 48 jam setelah dianalisis menggunakan software EPA Probit Analysis didapatkan nilai konsentrasi sebesar 334,673 ppm dapat mematikan ikan sebesar 50%. Berdasarkan uji zona daya hambat dan LC50 48 jam yang telah dilakukan, maka konsentrasi yang efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila berada di bawah nilai LC50 48 jam dan di atas nilai uji zona daya hambat terkecil. 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diambil hipotesis perendaman benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ekstrak daun teh tua selama 48 jam dengan konsentrasi 225 ppm merupakan perlakuan efektif dalam mengobati penyakit MAS dengan menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi.