BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Keamanan adalah masalah penting dalam kehidupan masyarakat pada saat
ini. Terjadinya banyak tindak kejahatan dan pemalsuan identitas mengindikasikan bahwa masyarakat kurang mendapatkan jaminan keamanan yang cukup, terutama pada tempat-tempat yang memang membutuhkan jaminan keamanan yang tinggi seperti bandara, pelabuhan, instansi militer dan pemerintah, lembaga keuangan dan lain-lain. Sistem keamanan yang handal dibutuhkan untuk melindungi data penting yang sifatnya sangat rahasia agar tidak dapat diakses dan dicuri oleh orang yang tidak mempunyai hak untuk mengakses data tersebut. Pemberian hak akses data dilakukan dengan pengenalan identitas seseorang secara otomatis berdasarkan sesuatu yang dapat dikenal dan diketahui berbasis teknologi komputer. Pengenalan identitas seseorang yang diterapkan untuk aplikasi keamanan membutuhkan spesifikasi unjuk kerja yang tinggi pada sisi specificity atau tingkat kesalahan penerimaan (False Positive Rate) yang sekecil mungkin, di mana tujuan utamanya adalah menolak para pengguna yang tidak sah (palsu) meskipun dengan resiko pengguna yang sah juga ikut ditolak karena tingginya tingkat kesalahan penolakan (False Negative Rate). Dulu, pengenalan identitas dilakukan dengan menggunakan metode tradisional yang masih banyak digunakan sampai sekarang. Pada metode tradisional, pengenalan identitas
banyak menggunakan PIN, password, kartu
pengenal atau kunci. Terdapat beberapa kelemahan dari metode tradisional, diantaranya adalah dapat hilang atau dicuri, dapat digunakan bersama-sama, mudah diduplikasi, dan dapat terlupakan. Berbagai kelemahan metode tradisional tersebut menjadi salah satu pemicu perkembangan teknologi biometrika. Pengertian biometrika itu sendiri adalah mengukur karakteristik pembeda pada fisik atau perilaku seseorang yang dilakukan untuk melakukan pengenalan secara otomatis terhadap identitas orang tersebut [1]. Biometrika dapat dibedakan dalam
1
2 jenis, yaitu biometrika berdasarkan karakteristik fisik dan biometrika berdasarkan karakteristik perilaku. Biometrika berdasarkan karakteristik fisik seperti DNA, telinga, jejak panas pada wajah, geometri tangan, wajah, sidik jari, iris, gigi dan bau dari keringat tubuh. Sedangkan biometrika berdasar karakteristik perilaku seperti gaya berjalan, hentakan tombol, tanda tangan dan suara [1]. Pada Gambar 1.1 ditunjukkan beberapa contoh aplikasi biometrika berdasarkan karakteristik fisik seseorang, diantaranya adalah biometrika wajah, sidik jari, iris mata, dan telapak tangan.
a.) Biometrik wajah [2]
b.) Biometerik sidik jari [3]
c.) Biometrik iris mata [4]
d.) Biometrik telapak tangan [5]
Gambar 1.1. Beberapa aplikasi sistem biometrika Diantara aplikasi biometrika seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1, maka ciri biometrika iris mata merupakan ciri yang paling handal dilihat dari beberapa sisi, diantaranya iris mata terlindungi dari area luar dan untuk mengambil citra iris tidak membutuhkan sentuhan fisik sehingga sulit dipalsukan dan tidak dapat dicuri, iris terbentuk sejak awal kehidupan dan teksturnya tidak berubah seumur hidup serta memiliki struktur fisik yang sangat kaya akan informasi [6].
2
Adanya noise pada citra iris mata dapat mempengaruhi akurasi deteksi lokasi iris. Deteksi lokasi iris yang tidak akurat akan menurunkan unjuk kerja pengenalan identitas berbasis biometrika iris mata. Citra iris mata yang memiliki banyak noise seperti kelopak mata, bulu mata, specular reflection, dan kekontrasan citra yang tidak seragam ditunjukkan pada Gambar 1.2. Kelopak mata atas Bulu mata
Bulu mata
Specular reflection
Specular reflection Kelopak mata bawah
Gambar 1.2. Noise pada dua citra mata yang berbeda kekontrasannya Secara umum, pengenalan identitas berbasis biometrika iris mata dapat dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu tahap akuisisi data, tahap pra pengolahan citra iris (deteksi lokasi iris), tahap ekstraksi ciri iris dan tahap pengenalan pola ciri iris [7]. Metode yang pernah dikembangkan untuk tahap pra pengolahan citra iris seperti metode yang diusulkan oleh Daugman [8], [9] dan Wildes [10]. Daugman [9] mengusulkan operator integral deferensial untuk mendeteksi lokasi iris dan noise pada citra iris mata. Operator bekerja dengan mencari batas lingkaran iris dimana terjadi perubahan maksimum nilai piksel pada kontur lingkaran dengan mengubah-ubah nilai jari-jari dan titik pusat kontur lingkaran. Wang et al. [11] menggunakan operator Daugman untuk mencari lokasi lingkaran luar iris dengan membatasi daerah pencarian iris pada jangkauan sudut (- p/12, p/12) dan (11p/12, 13p/12) dan menghitung panjang langkah terbaiknya sehingga waktu pencarian dapat dipercepat. Tingkat akurasi deteksi lokasi iris yang dihasilkan sebesar 97,6 %. Shamsi et al. [12] mengusulkan pendekatan Average Square Shrinking untuk mencari titik pusat dan jari-jari potensial pada
3
kontur lingkaran sebelum operator integral diferensial dikerjakan. Akurasi deteksi lokasi iris terbaik yang diperoleh sebesar 100 %. Radman et al. [13] mencari titik pusat kasar pupil terlebih dulu dengan menggunakan tapis Gabor lingkaran, lalu operator integral diferensial diterapkan dengan anggapan bahwa titik pusat iris dan pupil yang sebenarnya terletak disekitar titik pusat kasar pupil. Akurasi deteksi lokasi iris yang diperoleh sebesar 97,36 %. Wildes [10] mengusulkan metode Circular Hough Transform (CHT) untuk mendeteksi lokasi iris. Kelopak mata dideteksi menggunakan informasi nilai derivatif dari intensitas piksel citra iris. Sebelum menerapkan metode CHT, peta tepi citra iris perlu dicari terlebih dulu dengan menggunakan operator deteksi tepi. Huan et al. [14], Li et al. [15], Mahadeo et al. [16], dan Sundaram et al. [17] membatasi daerah citra mata yang akan dicari peta tepinya hanya pada daerah tertentu saja yang berisi iris atau pupil. Transformasi Hough dikerjakan pada titiktitik tepi yang dihasilkan dari daerah tersebut untuk menentukan batas luar atau dalam lingkaran iris. Masing-masing akurasi yang dihasilkan sebesar 99,34 %, 98,13 %, 88,49 % dan 98,43 %. Beberapa metode ekstraksi ciri dan pengenalan pola ciri iris yang pernah diusulkan seperti kombinasi filter gabor khusus dan komponen wavelet maxima oleh Nabti et al. [7]. Pengenalan pola ciri iris dilakukan dengan menggunakan jarak Hamming dengan tingkat akurasi pengenalan pola sebesar 99,60 %. Kraitong et al. [18] mengusulkan metode ekstraksi ciri dengan menggunakan kombinasi 2 metode, yaitu metode box counting untuk mencari dimensi fraktal citra iris dan tapis lolos rendah-tinggi. Pengenalan antara 2 ciri iris dilakukan dengan menggunakan sum absolute difference (SAD). Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi yang diperoleh sebesar 91,22 %. Peningkatan akurasi pengenalan pola iris dengan menggunakan aproksimasi Wavelet untuk ekstraksi ciri iris diperkenalkan oleh Patil et al. [19]. Pola ciri iris yang dihasilkan dari ekstraksi transformasi Wavelet kemudian dicocokkan kemiripannya menggunakan jarak Euclidean. Tingkat akurasi yang dihasilkan mencapai nilai 98,91 %
4
Pada penelitian ini diusulkan suatu metode pengenalan identitas berbasis biometrika iris mata menggunakan informasi aras keabuan (metode black hole) dan peta piksel tepi arah vertikal (metode deteksi tepi Canny) pada citra mata untuk menentukan lokasi iris mata. Batas-batas lingkaran iris ditentukan menggunakan teknik circle curve fitting. Area iris mata pada sisi kiri dan kanan lokasi iris lalu diekstraksi
berdasarkan distribusi tepi spasial (metode Edge
Histogram Descriptor) yang menghasilkan pola ciri iris berupa deskriptor tepi atau histogram tepi. Pengenalan pola ciri iris dilakukan dengan mengukur jarak euclidean antara 2 pola ciri iris. Unjuk kerja pengenalan identitas diukur dengan menggunakan nilai sensitivity, specificity dan accuracy. 1.2
Perumusan Masalah Citra iris yang digunakan pada penelitian ini merupakan citra iris yang
banyak mengandung noise (CASIA ver.04 Interval), seperti bulu mata, kelopak mata, specular reflection dan tingkat kekontrasan citra yang berbeda-beda. Adanya noise-noise tersebut dapat mengganggu proses deteksi lokasi iris. Jika deteksi lokasi iris tidak dilakukan dengan tepat, serta adanya noise-noise tersebut tidak diminimalisir maka proses ekstraksi ciri akan menghasilkan ciri iris yang kurang dapat merepresentasikan pola tekstur iris, hal ini menyebabkan unjuk kerja menjadi rendah. Penerapan biometrika iris mata untuk pengenalan identitas pada beberapa aplikasi, mengharuskan adanya spesifikasi unjuk kerja yang berbedabeda. Aplikasi biometrika iris mata untuk pengenalan identitas pada bidang keamanan, membutuhkan spesifikasi unjuk kerja dengan nilai specificity yang lebih tinggi daripada nilai sensitivity. 1.3
Keaslian Penelitian Penelitian dalam bidang biometrika iris mata untuk pengenalan identitas
telah berkembang pesat. Masing-masing peneliti mengusulkan metode-metode yang dikembangkan untuk meningkatkan unjuk kerja. Berikut ini adalah beberapa penelitian dalam bidang biometrika iris mata untuk pengenalan identitas.
5
1.3.1
Deteksi Lokasi Iris Daugman [8] melakukan penelitian dengan mengusulkan sebuah metode
untuk mendeteksi lokasi iris menggunakan sebuah operator diferensial integral untuk mencari batas-batas lingkaran iris, batas kelopak mata bagian atas dan bawah. Operator bekerja dengan mencari perubahan maksimum nilai intensitas piksel pada batas kontur lingkaran dengan mengubah-ubah nilai jari-jari kontur dan titik pusat kontur lingkaran. Kelopak mata dideteksi dengan menggunakan operator yang sama dengan mengubah integrasi kontur lingkaran menjadi integrasi elips. Operator dapat gagal dalam mendeteksi lokasi iris pada citra iris yang mengandung noise seperti specular reflection. Wildes [10] melakukan penelitian dengan menggunakan Circular Hough Transform (CHT) untuk mendeteksi batas lingkaran iris pada citra mata. Pertama, peta tepi citra iris diperoleh dengan menghitung nilai derivatif pertama dari nilai intensitas piksel pada citra iris mata (menggunakan operator deteksi tepi) dan kemudian melakukan pengambangan terhadap hasil deteksi peta tepi. Dari peta tepi, dilakukan voting parameter lingkaran pada ruang Hough yang melewati setiap titik tepi. Parameter lingkaran yang memiliki jumlah voting paling banyak pada ruang Hough digunakan untuk menentukan batas lingkaran iris. Kelemahan metode CHT adalah komputasi menjadi berat dan waktu pemrosesan menjadi lama sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan pada aplikasi real time. Huan et al. [14] , Peihua Li et al. [15], Mahadeo et al.[16], Sundaram et al.[17], dan Masek[20] melakukan penelitian untuk meningkatkan metode yang diusulkan oleh Wildes, yaitu dengan membatasi daerah pencarian titik-titik tepi untuk transformasi hough. Metode lain yang banyak digunakan untuk deteksi lokasi iris adalah model active contour [21][22][23][24]. Kontur didefinisikan sebagai himpunan n buah simpul yang saling terhubung sebagai suatu kurva tertutup. Pergerakan kontur diakibatkan oleh daya luar dan dalam yang bekerja pada simpul. Daya dalam akan mendorong kontur mengembang ke arah luar (menuju sklera) sedang daya luar mendorong kontur ke arah dalam (pupil). Pergerakan kontur akan terus terjadi
6
sampai mencapai kondisi equilibrium. Nilai rata-rata dari jari-jari dan titik pusat kontur adalah batas lingkaran iris. Pergerakan kontur dapat diganggu dengan adaya noise specular reflection pada citra iris. Gook et al. [25] menggunakan metode pencocokan template untuk mendapatkan batas lingkaran iris. Untuk mencari batas dalam lingkaran iris, digunakan 8 mask sedangkan untuk mencarai batas luar lingkaran iris digunakan 6 mask. Setiap mask tersebut dikalikan dengan setiap daerah lingkaran pencarian dengan mengatur titik pusat dan radiusnya. Lingkaran yang mempunyai nilai terbesar ditetapkan sebagai batas lingkaran iris. Zuo et al. [26] menggunakan metode ellip curve fitting untuk menentukan batas lingkaran iris. Parameter ellip yang dicari seperti titik pusat, panjang axis mayor dan axis minor serta sudut rotasi. Zhaofeng
et al. [27] menggunakan detektor adabost-cascade untuk
mencari lokasi kasar pusat iris, lalu titik-titik tepi batas iris ditentukan. Sebuah model elastis dengan nama pulling dan pushing dibangun, dengan model elastis ini, titik pusat dan jari-jari batas lingkaran iris secara iteratif disempurnakan dengan hukum Hooke. Metode lain yang dapat dipertimbangkan untuk deteksi iris seperti metode berdasarkan nilai statistika [28] dan pertumbuhan lingkaran pupil [29]. 1.3.2
Ekstraksi Ciri dan Pengenalan Pola Beban komputasi yang berat dan waktu pencarian yang lama akibat dari
besarnya basis data citra iris menjadi objek penelitian Shirazi et al. [6], Li Yu et al. [30], dan Murty et al. [31]. Shirazi melakukan klasifikasi citra iris pada basis data menjadi 5 kelas untuk mengurangi beban komputasi saat pengenalan pola iris. Klasifikasi citra iris basis data dilakukan berdasarkan diferensial dimensi fraktal (DFD) citra iris dengan menggunakan metode box-counting. Vektor ciri citra iris yang diperoleh dari ektraksi ciri menggunakan DFD kemudian diklasifikasi dengan menggunakan neural network yang menghasilkan tingkat akurasi sebesar 95,67%. Li Yu et al. [30] mengklasifikasikan citra iris ke dalam 4
7
kelas berdasarkan dimensi fraktal citra iris. Klasifikasi citra iris dilakukan menggunakan dua metode yaitu double threshold dan backpropagation. Tingkat akurasi yang lebih tinggi dihasilkan dengan mempertimbangkan efek batas tepi ke dalam perhitungan menggunakan metode double threshold yaitu sebesar 98,28 %. Murty et al. [31] melakukan klasifikasi citra iris berdasarkan dimensi fraktal dari ciri multi skala (pola Haar) yang dihasilkan dari transformasi Wavelet haar. Klasifkasi citra iris menggunakan tiga classifier yaitu Bayes, Euclidean dan KNearest Neighbor. Jika dibandingkan dengan penggunaan dimensi fraktal dari citra asli, maka penggunaan dimensi fraktal dari pola Haar akan menghasilkan tingkat akurasi klasifikasi yang lebih baik yaitu K-NN : 100% , Euclidean : 100%, dan Bayes : 90%. Pola iris yang sangat acak menjadi salah satu ciri biometrika iris yang paling handal. Tapi di sisi lain, struktur iris yang komplek dan adanya variasi intra kelas menyebabkan ciri iris sulit untuk direpresentasikan dengan baik. Nabti et al. [7] melakukan penelitian untuk mendapatkan representasi ciri iris yang efisien dan kompak. Metode ekstraksi ciri yang diusulkan merupakan kombinasi dari beberapa teknik multiresolusi. Kombinasi ini menggunakan filter gabor khusus dan komponen Wavelet maxima. Representasi vektor ciri iris dihasilkan dengan menggunakan ukuran nilai statistik (mean dan varian) dan momen invarian. Jarak Hamming digunakan untuk melakukan pengenalan pola ciri iris dengan tingkat akurasi yang paling baik sebesar 99,60%
diperoleh saat menggunakan nilai
momen invarian untuk representasi ciri iris. Peningkatan kecepatan waktu pemrosesan dengan mempertimbangkan tingkat akurasi pengenalan pola menjadi masalah yang diteliti oleh Kraitong et al. [18] dan Sulochana et al. [32]. Kraitong mengusulkan metode ekstraksi ciri dengan menggunakan kombinasi 2 metode, yaitu metode box counting untuk mencari dimensi fraktal citra iris dan tapis lolos rendah-tinggi. Pengenalan antara 2 ciri iris dilakukan dengan menggunakan sum absolute difference (SAD). Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode yang diusulkan Kraitong dapat meningkatkan kecepatan waktu pengenalan pola dengan nilai sebesar 2,7 detik
8
dan akurasi sebesar 91,22 %. Sulochana et al. [32] mengusulkan metode bank filter arah untuk ekstraksi ciri iris dengan cara mencari komponen energi terarah yang dominan untuk digunakan sebagai elemen dari vektor ciri iris. Pengenalan ciri iris menggunakan jarak hamming dan jarak euclidian, pengenalan dengan menggunakan jarak hamming sedikit lebih baik daripada jarak euclidian yaitu dengan equal error rate (EER) = 3,36 %. Dibandingkan dengan metode bank filter gabor 2-D, maka metode bank filter arah memberikan hasil yang lebih baik dari segi waktu pemrosesan dengan waktu sebesar 2,9 detik dan Equal Error Rate (EER) sebesar 3,36 %. Peningkatan
akurasi
pengenalan
pola
iris
dengan
menggunakan
aproksimasi Wavelet pada tingkat yang lebih tinggi untuk ekstraksi ciri iris diperkenalkan oleh Patil et al. [19]. Pola ciri iris yang dihasilkan dari ekstraksi transformasi Wavelet kemudian dicocokkan kemiripannya menggunakan jarak Euclidean. Tingkat akurasi yang dihasilkan dengan menggunakan aproksimasi Wavelet tingkat 4 mencapai nilai 98,91 %. Nilai akurasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan aproksimasi Wavelet tingkat 1 yang hanya mencapai 92,66 %. Chen et al. [33] juga melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis akurasi pengenalan pola iris dengan mengusulkan metode Wavelet-eigeniris dan momen statistik untuk mengekstraksi ciri iris mata. Pengenalan pola antara 2 ciri iris dilakukan dengan menggunakan metode jarak euclidian dan SVM. Tingkat akurasi yang lebih baik dihasilkan dengan menggunakan metode Wavelet-eigeniris dan SVM sebesar 97,14% . Pengaruh noise pada citra mata terhadap unjuk kerja pengenalan identitas berbasis biometrika iris mata untuk aplikasi keamanan menjadi topik pada penelitian ini. Untuk mengatasi kelemahan metode Daugman dan Wildes, maka deteksi lokasi iris dilakukan berdasarkan distribusi aras keabuan pada daerah pupil dan peta tepi arah vertikal menggunakan metode Black Hole serta deteksi tepi Canny. Penentuan batas lingkaran iris dilakukan dengan menggunakan teknik circle curve fitting. Pola ciri iris diekstraksi berdasarkan distribusi tepi spasial menggunakan metode Edge Histogram Descriptor pada sisi kiri dan kanan lokasi
9
iris sepanjang sudut 64o. Lokasi iris target yang dipilih dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh noise yang cenderung berada pada sisi atas dan bawah lokasi iris. Pengenalan pola antara 2 ciri iris diukur menggunakan jarak euclidean ternormalisasi. Unjuk kerja pengenalan identitas untuk aplikasi keamanan diukur dengan menggunakan nilai sensitivity dan specificity. 1.4
Batasan Masalah Batasan pada penelitian ini adalah pengujian dilakukan hanya pada citra
iris mata yang diunduh pada basis data CASIA versi 4.0 interval dan tidak membahas akuisisi data citra iris menggunakan sensor kamera. Penerapan pengenalan identitas berbasis biometrika iris mata ditujukan untuk aplikasi di bidang keamanan. 1.5
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah pertama, mengukur tingkat akurasi deteksi
lokasi iris menggunakan metode Black Hole dan deteksi tepi Canny pada kondisi citra mata yang banyak mengandung noise seperti pada citra iris mata CASIA ver.04 interval. Kedua, mengukur unjuk kerja pengenalan identitas saat ekstraksi ciri iris berdasarkan distribusi tepi spasial diterapkan hanya pada sisi kiri dan kanan lokasi iris sepanjang sudut 64o yang sesuai untuk aplikasi keamanan. 1.6
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan dan penerapan biometrika iris mata untuk pengenalan identitas seseorang pada bidang keamanan. Terutama pada instansi-instansi yang membutuhkan keamanan yang tinggi seperti pengaturan login komputer untuk mengakses data, pengaturan akses data pada sistem perbankan, pengenalan identitas pada kantor imigrasi dan sebagainya. 1.7
Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah metode yang diusulkan, baik itu
metode Black Hole dan deteksi tepi Canny dapat digunakan untuk mendeteksi
10
lokasi iris dengan baik pada citra iris yang mengandung noise, penerapan metode edge histogram descriptor pada area iris target dapat meminimalisir adanya noise sehingga dihasilkan pola ciri iris yang representatif untuk pengenalan pola ciri iris. Dari keseluruhan metode yang diusulkan, diharapkan mampu menghasilkan unjuk kerja yang tinggi dan cocok untuk aplikasi di bidang keamanan.
11