BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Stroke atau cerebrovaskuler (CVA) adalah berhentinya suplai darah ke
bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak Smeltzer dan Suzane (2001). Hal ini terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau terhalanginya suplai darah ke otak oleh gumpalan. Menurut pandangan berbeda, Pudiastuti (2011) menyatakan bahwa stroke merupakan urutan kedua penyakit yang mematikan setelah penyakit jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut dengan silent killer, diabetes melitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak. Angka kejadian stroke di dunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam setahun (Pudiastuti, 2011). Pada sumber yang berbeda, data statistik yang dikeluarkan oleh asosiasi stroke UK (Stroke association, 2013) diperkirakan sebanyak 152.000 kasus terjadinya stroke setiap tahun. Dinyatakan pula bahwa kejadian stroke 25% lebih sering menyerang gender laki-laki dari pada wanita. Di indonesia sendiri, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dunia sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahakan sebagian dari penderita stroke mengalami cacat berat (Yastroki, 2012). Namun, pada kenyataannya jumlah aktual sulit diketahui karena banyak dari penderita stroke tidak dirujuk ke rumah sakit karena alasan biaya yang mahal. Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan stroke sangatlah besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 diperkirakan setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke (Rosiana, 2005). Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila ditangani dengan baik maka
1
2
dapat meringankan beban penderita, meminimalkan kecacatan, dan mengurangi ketergantungan kepada orang lain dalam beraktivitas. Smeltzer dan Suzane (2011) menyatakan bahwa kira-kira dua juta orang penderita stroke yang mampu bertahan hidup mempunyai beberapa kecacatan. Sekitar 40% dari penderita stroke memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari karena terjadinya penurunan kemampuan mobilisasi. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan bidang teknologi kesehataan saat ini, proses penyembuhan bagi pasien pascastroke menjadi perhatian penting bagi semua pihak yang peduli untuk memecahkan masalah tersebut, kerena pada dasarnya bagi penderita stroke proses penyembuahan pascastroke sangat membutuhkan bantuan dan dukungan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Saryanto (2013) yang berjudul “Desain dan Manufaktur Robot Rehabilitasi Anggota Gerak Atas untuk Pasien Pascastroke” berhasil mengembangkan robot eksoskeleton 4 (empat) Degree of freedom (derajat kebebasan), robot tersebut diciptakan untuk membantu gerakan anggota gerak atas para penyandang stroke, cacat fisik, luka maupun orang tua supaya bisa bergerak secara normal. Hal tersebut membuktikan bahwa keseriusan dalam menanggapi permasalahan stroke bisa dilaukan dengan berbagai cara, salah satu upayanya dengan mengembangkan alat bantu untuk penderita stroke. Pada dasarnya alat bantu yang telah dikembangkan tersebut sudah dapat melakukan gerak latihan pada bagian tangan sesuai dengan derajat kebebasan Range of Motion (ROM) tangan manusia. Namun, pada proses desain dan manufaktur alat bantu tersebut, belum dilakukan analisis faktor-faktor yang dapat menghasilkan produk lebih kompetitif. Seperti, faktor analisis kebutuhan pelanggan dan faktor analisis manufaktur dalam pengembangan produk. Pada proses pembuatan alat bantu tersebut ditemukan kekurangan pada aspek manufaktur yang meliputi biaya dan waktu proses, massa yang berat, penggunaan material dan proses manufaktur yang kurang tepat serta kemungkinan adanya indikasi fungsi gerak alat bantu yang tidak sesuai kebutuhan pengguna. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini melalui penelitian yang berjudul “Analisis Rancangan Perbaikan Desain Robot Rehabilitasi Pascastroke Anggota Gerak Atas
3
dengan Integrasi Metode QFD dan DFMA” diharapkan mampu memberikan hasil rancangan yang sesuai dengan kebutuhan dan bernilai ekonomis dari sisi manufaktur untuk kemudian dijadikan sebagai landasan perencanaan dan pengembangan alat bantu yang berorientasi pelanggan. Pada akhirnya, upaya untuk membantu dan meningkatkan proses penyembuhan pasien pascastroke melalui racangan desain alat bantu diharapkan tidak hanya sekedar mempertimbangkan desain (bentuk) yang menarik atau aspek-aspek ergonomika saja. Akan tetapi, hasil dari rancangan yang dilakukan harus memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat dan dari sisi manufaktur mampu dimanufaktur serta bernilai ekonomis.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu, bagaimana menciptakan rancangan perbaikan robot rehabilitasi pascastroke anggota gerak atas yang tepat guna dan ekonomis, melalui integrasi pendekatan Design for Manufacture and Assembly (DFMA) dan Quality Function Deployment (QFD).
1.3
Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Proses pengambilan data berdasarkan analisis objek kajian pada robot rehabilitasi pascastroke anggota gerak atas model awal dan analisis kebutuhan pasien stroke melalui expertise di bidang rehabilitasi medik yang ada di laboratorium Rehabilitation Robotic & Assistive Technology Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jl. Grafika No.2 Yogyakarta dan Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Sardjito Jl. Kesehatan No.1 Yogyakarta.
2.
Data primer yang diperoleh untuk identifikasi kebutuhan user dilakukan dengan studi kualitatif yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui
4
wawancara dan penyebaran kuesioner kepada expertise terkait model yang telah ada dan yang akan dikembangkan. 3.
Hasil penelitian adalah rancangan desain model baru dan hasil analisis manufaktur dari sisi biaya pengembangan, untuk proses pembuatan prototype atau produk jadi dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya.
4.
Responden dalam penelitian merupakan instasni yang berkepentingan dalam bidang robotika, kesehatan, dan expertise yang memiliki keterkaitan erat dengan permasalahan rehabilitasi stroke.
5.
Analisis biaya manufaktur yang menjadi fokus perbandingan adalah aspek biaya komponen, waktu proses pembuatan prototipe, biaya manufaktur dari desain awal dan desain perbaikan.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari identifikasi dan rancangan perbaikan desain baru robot
rehabilitasi pasien pascastroke ini adalah: 1.
Memberikan hasil identifikasi secara lengkap mengenai karakteristik model awal setelah dilakukan analisis kebutuhan, desain, dan biaya manufakturnya.
2.
Menciptakan rancangan baru sebagai perbaikan desain awal dengan menambahkan beberapa fungsi yang belum ada pada desain awal berdasarkan hasil analisis kebutuhan dengan metode Quality Function Deployment sehinga hasil rancangan sesuai keinginan pasar.
3.
Melakukan analisis perbandingan hasil evaluasi pada desain awal dan desain baru dari sisi biaya manufaktur dan waktu proses pembuatannya.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari analisis desain dan manufaktur robot rehabilitasi pascastroke
anggota gerak atas ini adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan informasi terkait kelemahan dan keunggulan desain sehingga memungkinkan untuk dilakukan penambahan fungsi yang baru atau
5
perancangan ulang (re-design) sebagai perbaikan dari model yang telah ada. 2.
Memberikan pengetahuan mengenai kegunaan robot rehabilitasi pada proses pemulihan pasien pascastroke.
3.
Diharapkan menghasilkan rancangan desain baru berdasarkan keinginan user dengan pendekatan metode Quality Function Deployment (QFD).