BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk disuatu tempat berdampak pada semakin meningkatnya penggunaan lahan. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh malingreau (Febrianto, 2007 : 24) bahwa penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara menetap ataupun berpindah – pindah terhadap suatu sumber daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual ataupun keduanya.Demi mencukupi kebutuhannya tersebut masyarakat senantiasa bergerak secara dinamis sehingga membutuhkan prasarana yang memadai. Prasarana dapat dibedakan atas prasarana berbentuk ruang yang terdiri atas prasarana berbentuk ruang tertutup dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk jaringan. Dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan penggunaan lahan yang selalu berubah, menyebabkan ketersediaan peta – peta aktual sebagai basis informasi bagi perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu hal yang sangat penting. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu jenis peta yang sangat penting untuk keperluan informasi bagi pemerintah dan juga penduduk setempat.Peta penggunaan lahan merupakan jenis peta tematik yaitu peta yang menggambarkan suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa objek pada peta tersebut mempunyai simbol unik yang dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. Citra Aster adalah citra resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi permukaan lahan, air, dan awan dari panjang gelombang tampak hingga inframerah thermal untuk studi iklim, air, biologi, dan geologi. Astermerupakan 1
peningkatan dari sensor yang dipasang pada satelit generasi sebelumnya, JERS – 1.Sensor ini terdiri dari Sensor ini terdiri dari Visible and Near-Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master Power Unit. Dari ketiga sensor yang ada pada citra Aster yang dapat dimanfaatkan untuk analisis penggunaan lahan adalah VNIR memiliki tampilan yang bagus dan resolusi tinggi yang digunakan mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands. Resolusi spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor VNIR baik untuk analisis penutup dan penggunaan lahan. Klasifikasi citra digital merupakan suatu penyusunan, pengurutan, atau kategori objek yang bertujuan untuk menghasilkan peta tematik (Prahasta, 2008) klasifikasi ada dua jenis yaitu klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised) dan klasifikasi multispektral citra tak terawasi (Unsupervised) Yang digunakan oleh peneliti adalah klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised). Bahwa setiap piksel yang terdapat di dalam setiap kelas hasil klasifikasi diasumsikan memiliki karakteristik yang homogen. Tujuan proses ini adalah untuk mengekstrak pola – pola respon spektral terutama yang dominan yang terdapat didalam citra itu sendiri, pada umumnya berupa kelas – kelas penggunaan lahan. Dalam melakukan proses klasifikasi citra digital untuk menghasilkan peta penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografi (SIG) yaitu perangkat lunak SAGA GIS (Sytem For Automated Geosentific Analysed ). SAGA GIS adalah salah satu perangkat lunak SIG open source dan merupakan perangkat lunak gratis, perangkat lunak ini dibuat dan dikembangkan oleh peneliti dari Departemen Geografi di Universitas Gottingen, Jerman tahun 2007 . Diperangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan data raster maupun data vektor. Klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised) dapat berjalan dengan baik dan dapat diolah lebih cepat, efisien dan dapat ditayangkan
2
kembali karena data tersimpan dalam bentuk digital. Hasilnya berupa peta penggunaan lahan Kecamatan Sleman. Kecamatan Sleman merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman . Kecamatan Slemanadalah salah satu kecamatan strategis,dilihat dari aktivitas penduduk yang sangat dinamis ini membutuhkan informasi mengenai penggunaan lahan di daerah kecamatan Sleman. Kecamatan Sleman berdasarkan letak kota dan mobilitas kegiatan masyarakat, merupakan wilayah sub urban (wilayah perbatasan antar desa dan kota) terletak agak jauh dari Kota Yogyakarta dan berkembang menjadi tujuan/arah kegiatan masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya dan menjadi pusat pertumbuhan 1.2 Batasan Masalah Semakin berkembangnya ilmu penginderaan jauh dan sisteminformasi geografi (SIG), tentu saja terjadi perkembangan pula dalam pemanfaatan citra dan foto udara sesuai kebutuhan yang semakin variatif. Citra dan foto udara tersebut diolah secara digital dengan tujuan agar hasil didapatkan akan lebih baik dan akurat,serta menghemat biaya dan waktu dalam melakukan suatu pemetaan daerah. Salah satu kegunaannya adalah untuk melakukan suatu penelitian mengenai pemanfaatan lahan pada suatu daerah. Pemanfaatan lahan suatu daerah sekarang ini sangat berkembang pesat dan dinamis yang menyebabkan penggunaan lahan semakin beragam dan bergerak maju mengikuti alur kehidupan masyarakat, ini menimbulkan berbagai masalah.Dengan demikian timbul pertanyaan : 1. Sejauh mana kemampuan citra Aster sebagai penyedia datauntuk mendapatkan informasi penggunaan lahan. 2. Berapa tingkat akurasi metode klasifikasi multispektral citra terawasi (supervised) dalam pemetaan penggunaan lahan. 3. Bagaimanakah
citraAster
dan
Sistem
Informasi
Geografi
(SIG)
mempresentasikan hasil dari analisisnya untuk pemetaan penggunaan lahan sehingga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja .
3
1.3
Tujuan
1.
Menghasilkan peta tematik penggunaan lahan.
2.
Mengetahui keakuratan metode klasifikasi multispektral citra terawasi (supervised) pada citra Aster dalam pemetaan penggunaan lahan.
3.
Mengetahui kemampuan teknis perangkat lunak SAGA GIS dalam pemetaan penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi (supervised)
1.4 Manfaat 1 Untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan penduduk wilayah tersebut tentang penggunaan lahan yang aktual. 2. Dapat memberikan masukan kepada rekan mahasiswa geografi yang lain bahwa software SAGA GIS dapat digunakan untuk membuat peta penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi (supervised) 3. Memberikan informasi kepada rekan mahasiswa geografi bahwa citra Aster.band VNIR dapat digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan dengan resolusi spasial 15 m dan resolusi temporal 8 bit.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). Ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan didalam mengenali obyek yang tergambar pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sehubungan dengan contoh tersebut maka berdasarkan bentuk, ukuran dan letakanya. Pada
4
tahap akhir adalah analisis dikumpulkan untuk memperoleh keterangan lebih lanjut. Dalam proses interpretasi Lillesend dan Kiefer (1976) membedakan peroses dasar dalam kegiatan interpretasi berdasarkan pengumpulan data dan cara analisinya. Berdasarkan cara pengumpulan datanya, sistem penginderaan jauh dapat dibedakan atas tenaga dan wahana yang digunakan dalam penginderaan. Berdasarkan tenaga yang digunakan sistem tersebut dibedakan atas yang menggunakan tenaga pantulan dan yang menggunakan tenaga pencaran. Sedangkan berdasarkan wahananya maka sistem penginderaan jauah dibedakan atas sistem penginderaan dari dirgantara (airbone system) dan dari antariksa (spacebone system). Berdasarkan atas analisis datanya maka penginderaan jauh atas cara interpretasinya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara numerik. Interpretasi secara visual dilakukan dengan menggunakana hasil penginderaan berupa piktoral atau citra sedangkan secara numerik dilakukan dengan menggunakan hasil penginderaan yang berupa data digital yang direkam pada pita megnetik. Hasil dari interpretasi atau informasi yang berasal dari kedua cara tersebut dapat diwujudkan dengan dalam bentuk tabel, peta dan deskripsi. Ketiga informasi ini merupakan informasi yang siap dipakai oleh para penggunanya. Merujuk dari penjelasan di atas kegiatan interpretasi penggunaan lahan samping jalan dengan memanfaatkan citra Aster sebagai media penyedia data informasi sapsial. Sumber tenaga pantulan dan pacaran merupakan sumber tenaga yang digunakan dalam dalam proses pencitraan untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang kemudian di dukung dengan tingkat resolusi dari citra itu sendiri. Wahana yang digunakan dalam proses pencitraan ini adalah wahana yang berasal dari antariksa (spacebone system) karena disini menggunakan bantuan satelit yang memancarkan sensor dan proses analisis data penginderaan jauh berdasakan cara interpretasinya. Untuk mendukung kegiatan interpretasi dengan melihat tingkat kejelasan gambaran objek pada data suatu data spasial maka dapat dibedakan berdasarkan tingkat resolusinya. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik
5
untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan. Resolusi ini sangat mempengaruhi kemampuan sensor tersebut dalam melakukan perekaman suatu obyek. Resolusi dalam sistem penginderaan jauh ada empat macam yaitu : 1. Resolusi spasial Pengertian dari resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat terdeteksi, maka semakin halus atau tinggi resolusinya. Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin besar atau rendah resolusinya. 2. Resolusi Spektral Resolusi spektral diartikan sebagai kemampuan suatu sistem optikelektonik untuk membedakan informasi (obyek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran yang digunakan dalam suatu citra, maka semakin tinggi kemungkinan dalam mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya. Maka, semakin banyak jumlah salurannya, semakin tinggi pula resolusi spektralnya. 3. Resolusi Temporal Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulangan daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari. 4. Resolusi Radiometrik Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek dinyatakan sebagai resolusi radiometrik. Respon spektral yang dinyatakan dalam satuan m Watt cm-2 sr-1 m-1 datang mencapai sensor dengan intentitas yang bervariasi. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan itu dinyatakan dalam bit. Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen yang terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi :
6
1) Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi. 2) Atmosfer
sebagai
medium
yang bersikap
menyerap,
memantulkan,
menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik. 3) Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan spektrum elektromagnetik dari dalam obyek tersebut. 4) Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan. 5) Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek.
Gambar 1.1. Cara kerja penginderaan jauh Sumber : Taufik hery Purwanto dkk. 2005. Petunjuk Praktikum SistemPenginderaan Jauh Non-Fotografi. 1.5.2 Karakteristik Citra Aster ASTER
(Advanced
Spaceborne
Thermal
Emission
and
Reflection
Radiometer) adalah instrumen/sensor yang dipasang pada satelit Terra, yang diluncurkan pada Desember 1999, dimana ini merupakan bagian dari NASA's Earth Observing System (EOS) bekerja sama dengan Jepang. ASTER digunakan untuk pemetaan land surface temperature, emissivity, reflectance dan elevation. Ground resolution ASTER adalah lebih tinggi dibandingkan dengan LANDSAT- TM, demikian juga untuk spektral resolution yang tinggi dengan 5 thermal-infrared band dan 6 short wave-infrared bands, serta kualitas fungsi stereoscopic yang lebih tinggi dibandingkan dengan satelit sebelunya, JERS-1.
7
Sesuai dengan namanya, Platforms EOS adalah bagian dari NASA's Earth Science Enterprise, dimana lembaga ini merupakan lembaga yang baik untuk penelitian biosphere, hydrosphere, lithosphere and atmosphere. Aster adalah citra resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi permukaan lahan, air, dan awan dari panjang gelombang tampak hingga inframerah thermal untuk studi climatological, hydrological, biological, and geological. Sensor
Advanced
Spaceborne
Thermal
Emission
and
Reflection
Radiometer – ASTER merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang pada satelit generasi sebelumnya, JERS – 1. Sensor ini terdiri dari Visible and NearInfrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master Power Unit. VNIR merupakan high performance dan high resolution optical instrument yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands. Resolusi spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor VNIR baik untuk analisis penutup dan penggunaan lahan. Resolusi temporal 8 bit. Band nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopis. Digital Elevation Model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini, sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga digunakan sebagai citra stereo. SWIRmerupakan high resolution optical instrument dengan 6 bands yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaaan bumi dengan short wavelength infrared renge (1,6 – 2,43 µm). Resolusi spasial sensor ini adalah 30m,sedangkan resolusi
radiometrik
8 bit. Penggunaan radiometer ini
memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang masih aktif.
8
TIRadalahhigh accuracy instrument untuk observasi thermal infrared radiation (800 – 1200 nm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 bands. Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam satelit ini adalah pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan resolusi spasial 90 m, dan resolusi radiometrik 12 bit. Tabel 1.1 Karakteristik Sensor Citra ASTER Characteristi c
VNIR
SWIR
TIR
Spectral range
Band 1: 0.52 – 0.60 µm
Band 4: 1.600 – 1.700 nm
Band 10: 8.125 – 8.475 nm
Band 2: 0.63 – 0.69 µm
Band 5: 2.145 – 2.185 nm
Band 11: 8.475 – 8.825 nm
Band 3: 0.76 – 0.86 µm
Band 6: 2.185 – 2.225 nm
Band 12: 8.925 – 9.275 nm
Nadir looking
Band 7: 2.235 – 2.285 nm
Band 13: 10.25 – 10.95 nm
Band 3: 0.76 – 0.86 µm
Band 8: 2.295 – 2.365 n
Band 14: 10.95 – 11.65 nm
Backward looking
Band 9: 2.360 – 2.430 nm
Ground
15 m
30 m
90 m
Cross-track Pointing (km)
±318
±116
±116
Swath Width (km0
60
60
60
Detector Type
Si
PtSi-Si
Hg Cd Te
Quantization
8
8
12
Orbit
Sinkron Matahari
Local time
10.30 : AM
Ketinggian
700 – 737 km (707 km di khatulistiwa)
Orbit inclination
98.2°
RC
16 hari
Cycle
98.88 menit
Sumber : Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery Purwanto dkk Tahun 2005.
9
Gambar 1.2Respon Spektral dari Citra Aster
Gambar 1.3Kurva Pantulan Aster VNIR, SWIR, dan TIR Sumber :Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery Purwanto dkk Tahun 2005. 1.5.3 Pembagian Panjang Gelombang Citra Aster VNIR Panjang gelombang adalahsebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah polagelombang.
Pembagian
gelombang
suatu
citra
digital
biru
(0.4-
10
0.5µm),hijau(0.5-0.6 µm),merah (0.6-0.7 µm),dekat inframerah 0.7-1.3 µm (near infrared), gelombang pendek inframerah (short wave-infared), panas inframerah (thermal infrared), dan microwave (1mm-1m). Citra Aster VNIR terdiri dari 3 band yaitu band 1: 0.52- 0.60 µm, band 2: 0.630.69 µm, band 3: 0.76-0.86 µm(nadir looking)
dan band 3: 0.76-0.86
µm(backward looking), yang berarti band 1 merupakan warna biru, band 2 warna hijau, band 3 NIR (dekat inframerah).
Gambar 1.4 Spektrum elektromagnetik Sumber : Lo C.P., 1976 1.5.4 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal sebagai Geographic Information Sistem(GIS).Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Arronof, 1989).
11
DeMers (1997) merupakan cara SIG beroperasi seperti rangkaian subsistem dalam sistem yang besar. SIG berhubungan dengan data tuang-waktu, dan seiring menggunakanperangkat keras dan perangkat lunakkomputer. Dengan demikian SIG merupakan subsistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : a) Subsistem masukan ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan formatformat data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG. b) Subsistem manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) ini mengorganisasikanbaik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-perbaharui, dan di-edit. Pengelolaan data memerlukan adanya data yang telah tersusun kedalam database. c) Subsistem analisis dan manipulasi data Subsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub sistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. d) Subsistem keluaran ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk data digital maupun bentuk yang telah tercetak. Data digital merupakan data yang ditayangkan berupa tampilan gambar pada layar monitor komputer dan dalam bentuk data digital berupa file yang dapat dibaca oleh komputer, sedangkan data yang telah tercetak merupakan bentuk cetakan berupa peta maupun tabel yang dicetak dengan media kertas. Kelebihan SIG dibandingkan dengan
sistem informasi lainnya yaitu,
memiliki kemampuan dalam menangani data atribut (kualitatif dan kuantitatif), sekaligus mampu menangani data spasial (keruangan) yang berwujud titik garis dan poligon. Kelebihan ini menjadikan SIG memiliki prospek pengembangan dan pemakaian yang lebih potensial sebagai sistem pengambilan keputusan untuk berbagai aplikasi.
12
Secara umum SIG berfungsi sebagai sistem yang dapat melakukan perhitungan sejumlah operasi, mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penyajian data spasialdigital. SIG bahkan mengintegrasikan data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. Seperti halnya membuat hubungan keruangan antara data tabular dengan data spasial. Dalam penelitian ini keunggulan SIG yang digunakan untuk Klasifikasi citra terawasi (supervised) dalam Salah satu perangkat lunakSIGSAGA GIS yaitu dengan menginterpretasi secara langsung kenampakan citra Aster
1.5.5 Perangkat Lunak GIS 1.5.5.1
Perangkat Lunak SAGA GIS
SAGA GIS (System For Automated Gescentific Analyses) merupakan salah satu perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografi) gratis yang open source. Di perangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan informasi spasial seperti klasifikasi
citra
digital,visualisasi
3D,memanfaatkan
data
DEM
untuk
menganalisa watak bumi dan untuk mengetahui batas DAS (Daerah Aliran Sungai). Tabel 1.2Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS No 1
Spesifikasi Nama Software
Uraian SAGA GIS
Keterangan SAGA GIS (System For Automated Geoscientific Analyses)
Merupakan
paket software yang digunakan oleh masyarakat
geographic
imaging
(pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk image processing 2
Versi/Release
2.0.8
Merupakan versi yang dikembangkan oleh departemen geografi di Jerman.
3
Diluncurkan
2005 – 2011
Software ini di luncurakan oleh Olaf Conrad
4
Vendor/Pembuat
Peneliti dari Departemen Geografi
Para
peneliti
mengembangkan
di Universitas Gottingen, Jerman
sofware ini di hamburg,
Jeman
tepatnya di Universitas Gottingen.
13
5
Minimum Hardware
Perangkatn lunak ini menggunakan spesifikasi
-
Processor
karena
hardware
data
yang
yang dapat
besar diolah
merupakan data yang kompleks baik Pentium X 800 MHz minimum
data raster maupun vektor. Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada
-
RAM
512 MB
-
VGA Card
800 X 600 @256 color resolution
maka akan lebih mempercepat proses pada saat analisis data.
207 MB harddisk 6
Operating System
Windows server 2003, NT 4.0,
Software ini dapat beroperasi di
2000, XP,
berbagai macam sistem windows minimal windows 2000.
7
Kategori Software
GIS
Software
GIS
ini
termasuk
profesional karena memiliki berbagai - Profesional
fasilitas input data hingga output data yang lengkap.
IP Image
processing
software
ini
termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap. 8
Struktur Data/File
Raster dan Vector
Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff . Format data vector *.shp.
9
Format Data/File
*.shp
*.shp format file yang menjelaskan feature geometri
*sprj *sprj format project yang dikerjakan di SAGA GIS. *.dbf
*.dbf format dBase yang menjelaskan tentang atribut feature *sgrd format file GRIDS
*.sgrd *.spc format file point clouds *.spc
Sumber : http://www.saga-gis.org
14
Tabel 1.2 Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS 10
Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing On screen digitizing dan register
Input (Digitasi on screen), yaitu
and transform tools
proses
pengubahan
data
grafis
menjadi data grafis digital, dalam Editing : edit theme dan atributnya.
struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk point, garis dan area dengan
mengguna
kan
mouse
langsung pada komputer. Kesalahan Klasifikasi
citra,
DEM
manipulasi analisis data lainnya.
dan
hasil input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada.
Processing
Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti overlay peta, buffering dsb.
11
Fasilitas paket program
Database Manager dan Avenue
Database manager meng gunakan
yang terintegrasi dengan
query bulder dan fasilitas table (dbf)
software inti
sedangkan
avenue
merupa
kan
fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data. 12
Fasilitas khusus/fasilitas
- Classification
lainnya
Fasilitas-fasilitas
khusus
lainnya
dapat digunakan di sofware ini. - Image analyst - Terrain analyst
Sumber : http://www.saga-gis.org
15
1.5.5.2 Perangkat Lunak Quantum GIS Quantum GIS perangkat lunak yang berbasis open source (tidak memerlukan lisensi). Pada quantum gis dapat dilakukan proses pengolahan data baik itu spasial maupun non spasial. Selain itu di dalam quantum gis juga dapat dilakukan suatu penambahan fungsi, yang tidak dapat dilakukan pada perangkat lunak pemetaan lain seperti Arc GIS. Quantum GIS memilki fitur – fitur yang pada umumnya terdapat di dalam Arc GIS,sehingga pada quantum gis juga dapat dilakukan proses georeferensing, proses pembuatan peta tematik, menghitung luasan dari suatu wilayah, dan proses pengolahan pemetaan lainnya yang berhubungan dengan data spasial maupun non spasial.Quantum GIS sendiri dapat di jalankan pada banyak Operating System, seperti Windows, Linuk, Ubuntu maupun MAX. Perangkat lunak Quantum GIS dengan versi 1.8.0 Lisboa,di kembangkan di Lyon 2012 oleh beberapa ahli dalam bidang geografi. Dalam tugas akhir ini penggunaan perangkat lunak Quantum GIS dalam tugas akhir ini adalah untuk melakukan overlay (penggabungan peta penutup lahan dan peta bentuk lahan Kecamatan Sleman) dan melakukan Layouting penyajian peta, di karenakan perangkat lunak SAGA GIS belum memiliki tools untuk melakukan overlay data vektor dan layouting peta pun di perangkat lunak SAGA GIS tidak sesuai dengan kaidah kartografi. 1.5.6 Klasifikasi Citra Digital Klasifikasi Citra DigitalTujuan dari proses klasifikasi citraadalah untuk mendapatkan gambar ataupeta tematik. Gambar tematik adalah suatugambar yang terdiri dari bagian-bagianyang menyatakan suatu obyek atau tematertentu.Proses klasifikasi citra ada dua jenis,yaitu Supervised (Klasifikasi Multispektral CitraTerawasi)
dan
Unsupervised
(Klasifikasi
MultispektralCitra
Tak
Terawasi).Tetapi yang digunakan oleh peneliti adalah Klasifikasi Supervised (Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi). 1.5.6.1 Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi (Supervised) Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan algoritma yang didasarkan pemasukan contoh obyek (berupa nilai spektral) oleh operator. Contoh tersebut 16
disebut sampel, dan lokasi geografis kelompok piksel sampel ini disebut sebagai daerah sampel (training area). Sebelum dilakukan pengambilan si pengguna harus menyiapkan dahulu klasifikasi yang akan diterapkan seperti halnya klasifikasi manual. Dua hal yang paling penting yang perlu diperhatikan adalah sistem klasifikasi dan kriteria sampel. Pengambilan sampel yang dilakukan oleh operator pada klasifikasi secara digital pada dasarnya adalah melatih komputer untuk mengenali obyek tersebut. Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel tersebut haruslah homogen. Homogenitas sampel dalam klasifikasi digital ditunjukkan oleh homogenitas tiap nilai piksel pada tiap sampel. Artinya nilai simpangan baku kelompok piksel tiap sampel haruslah rendah untuk tiap saluran. Algoritma klasifikasi terselia bisa dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu jarak minimum terhadap rerata (minimum distance to mean algorithm),algoritma kemiripan maksimum(maximum likelihood algorithm) dan algoritma tetangga terdekat (K-nearest neighbour algorithm). Klasifikasi berdasarkan jarak minimum rata-rata kelas (minimum distance) merupakan klasifikasi terselia yang menggunakan strategi paling sederhana, yaitu dengan cara menetukan nilai minimum rata-rata setiap kelas yang disebut vektor rata-rata (mean vektor). Nilai pixel dua saluran digunakan sebagai koordinat posisi sepertiyang ditunjukan pada diagram pencar dari citra saluran 1 dan citra saluran 2, yang dapat diperiksa pada Gambar 1.5. Gambar tersebut menunjukkan suatu strategi
klasifikasi terselia yang menggunkan jarak minimum rata-rata kelas.
Suatu pixel tak dikenal identitasnya dapat dikelaskan dengan cara menghitung jarak terpendek dari nilai pixsel rata-rata yang digunakan sebagai kategori kelas. Piksel tak dikenal pada Gambar 1.5 diberi tanda titik 1 dan 2. Pada titik 1 mempunyai jarak terhadap rata-rata nilai piksel penutup lahan (digambarkan garis putus-putus), jarak terpendek (minimum) titik 1 tersebut ternyata terhadap nilai rata-rata nilai piksel penutuplahan yang dikelompokan pada rumput kering , maka titik 1 dapat dikelompokan pada kelas
rumput kering. Namun apabila jarak
terpendek tersebut melebihi dari jarak yang telah ditetapkan maka akan dikelompokan pada kelas pixel tidak dikenal.
17
Gambar 1.5Strategi klasifikasi terselia menggunakan jarak minimum rata-rata kelas. Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro. Klasifikasi
berdasarkan
kemiripan
maksimum
(maximum
likelihood)
merupakan strategi klasifikasi terselia dengan cara mengevaluasi kuantitatif varian maupun korelasi pola tanggapan spektral pada saat mengklasifikasikan pixel yang tidak dikenal. Pengkelasan ini menggunakan bentuk training sampel yang bersifat sebaran normal (distribusi normal), yaitu semua sebaran (distribusi) pola tanggapan spektral penutup lahan dianggap atau diasumsikan sebagai vektor ratarata dan kovarian matrix, sehingga probabilitas statistiknya berupa kurva norma (Gaussian). Gambar 1.6 menunjukan nilai probabilitas dalam grafik tiga dimensi terhadap diagram pencar. Sumbu tegak berkaitan dengan probabilitas suatu nilai piksel dalam suatu kelompok kelas. Permukaan berbentuk gunung-gunung yang dihasilkan dari fungsi probabilitas nilai densitas (probability density function value).
18
Gambar 1.6Fungsi probabilitas nilai densitasberdasarkan kemiripan maksimum Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro. Pola dasar klasifikasi kemiripan maksimum terutama pada pembuatan batas garis tinggi probabilitas nilai densitas piksel sama yang digambarkan dalam bentuk ellipsoidal
pada diagram pencarnya yang menunjukan daerah atau
wilayah ketetapan kepekaan spektral piksel seperti Gambar 1.4 dimana bentuk kontur garis tnggi probabilitas nilai densitas pixel merupakan kepekaan kelas spektral terhadap korelasi. Contoh kepekaan dapat dilihat pada pixel (titik) 1 secara tepat dapat ditetapkan pada kategori jagung karena masuk dalam gris kontur yang menunjukan probabilitas kesamaan kepekaan untuk nilai digital penutup lahan jagung. Klasifikasi menggunakan kemiripan maksimum menyangkut beberapa dimensi, maka didapat pengelompokan obyek yang mempunyai nilai pixel sama dan identik pada citra. Pengelompokan setiap kategori kelas harus memenuhi distribusi normal Gauss di mana setiap kelas mempunyai satu kateristik, yaitu harga rata-rata (mean) intensitas pixel diketahui. Distribusi normal digunakan untuk mengukur dimensi setiap pixel (Sri Hardiyanti Purwadhi, 2001).
19
Gambar 1.7Kontur probabilitas nilai densitas pixel sama pada klasifikasi kemiripan maksimum. Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro. 1.5.7Penggunaan Lahan 1.5.7.1 Pengertian Penggunaan Lahan Lahan adalah sebuah unsur penting kehidupan di bumi, bersama dengan air, oksigen, nitrogen dan cahaya matahari (Platt, 2004 : 3). Menurut pandangan kivell (2003 : 40), lahan (land) tidak seperti kebanyakan unsur penting dalam sebuah proses, karena memiliki karakteristik yang kompleks yaitu tersedia dalam jumlah tertentu, tidak berpindah, permanen atau tetap, unik dan tidak bisa tergantikan. Selanjutnya Jayadinata (1999 : 10) menyatakan bahwa lahan berarti tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya baik perorangan maupun lembaga. Penggunaan lahan adalah lahan yang sudah ada dimanfaatkan oleh masyarakat sebagaimana yang dikemukakan oleh malingreau (Febrianto,2007 : 24) bahwa : Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual ataupun kebutuhan keduanya.
20
Adanya campur tangan manusia dalam pemanfaatan lahan bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan sebagaimana yang dikemukakan Jayadinata (1999 : 34) bahwa penggunaan tanah adalah prasarana dalam meningkatkan perkembangan kegiatan penduduk. Prasarana dapat dibedakan atas prasarana berbentuk ruang (bangunan) yang terdiri atas prasarana berbentuk ruang tertutup dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk jaringan. Perbedaan mengenai pengertian penggunaan lahan dikemukakan oleh Dian Puspitosari (2007 : 19) bahwa : Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan tidak memilki satu definisi yang benar – benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda. Pemetaan penggunaan lahan sangat penting untuk sebuah perencanaan karena lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan, yang berkaitan dengan sejumlah karakteristik berupa iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981 : 32) Faktor penting dalam menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi lahannya, yang tepat di rancang untuk suatu tujuan pemetaan. Sebuah sistem klasifikasi memiliki tingkat kedetailan tersendiri,
sehingga
dapat
menyesuaikan
dengan
kebutuhan.
Hal
ini
memungkinkan citra beresolusi spasial tinggi memetakan penggunaan lahan dengan tingkat kedetailan tinggi. 1.5.7.2 Klasifikasi Penggunaan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat Penggunaan lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun berpindah – pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan
baik
material
maupun
spiritual,
ataupun
kedua-duanya
21
(Malingreau,1978). Pengelompokan obyek-obyek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan dalam sifatnya, atau kaitan antara obyek-obyek tersebut disebut dengan klasifikasi. Menurut Malingreau (1978), klasifikasi adalah penetapan obyekobyek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi penggunaan lahan menurut Malingreau dan Christiani, 1981. Contoh klasifikasi adalah sebagai berikut Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau Jenjang I 2
Daerah Bervegetasi
Jenjang II A. Daerah
Jenjang III
Jenjang IV
Simbol
1. Sawah Irigasi
Si
2. Sawah Tadah Hujan
St
3. Sawah Lebak
Sl
4. Sawah Pasang surut
Sp
5. Ladang/Tegal
L
Pertanian
6. Perkebunan
- Cengkeh
C
- Coklat
Co
- Karet
K
- Kelapa
Ke
- Kelapa Sawit
Ks
- Kopi
Ko
- Panili
P
- Tebu
T
- Teh
Te
- Tembakau
Tm
7.
Perkebunan Campuran
Kc
8.
Tanaman Campuran
Te
22
Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau
B.
Bukan
1.
Hutan lahan Kering
-
Hutan
Daerah
Hb
Bambu
Pertanian -
Hutan
Hc
Campuran -
Hutan Jati
Hj
-
Hutan
Hp
Pinus -
Hutan
Hl
lainnya 2.
Hutan Lahan Basah
-
Hutan
Hm
Bakau -
Hutan
Hc
Campuran -
Hutan
Hn
Nipah -
Hutan
Hs
Sagu
II. Daerah Tak Bervegetasi
c.
Bukan Daerah
3.
Belukar
B
4.
Semak
S
5.
Padang Rumput
Pr
6.
Savana
Sa
7.
Padang alang – alang
Pa
8.
Rumput rawa
Rr
1.Lahan Terbuka
Lb
1. Lahar dan Lava
LI
2. Beting Pantai
BP
3. Gosong Pantai
Gs
Pertanian
4. Gumuk Pasir Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)
23
Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau III.
D.
Daerah
Permukiman
Tanpa
dan Lahan
Liputan
Bukan
Vegetasi
1.
Permukiman
Kp
2.
Industri
ln
3.
Jaringan jalan
4.
Jaringan jalan KA
5.
Jaringan listrik tegangan
Pertanian
tinggi
IV. Perairan
E.
Tubuh
6.
Pelabuhan udara
7.
Pelabuhan laut
1.
Danau
D
2.
Waduk
W
3.
Tambak Ikan
Ti
4.
Tambak garam
Tg
5.
Rawa
R
6.
Sungai
7.
Anjir Pelayaran
8.
Saluran Irigasi
9.
Terumbu karang
Perairan
10. Gosong Pantai Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)
1.5.7.3 Klasifikasi Penutup Lahan Land Cover berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (bangunan, pohon, danau), jika kita menggunakan data penginderaan jauh mudah atau dapat dikenali secara langsung. (Rika Harini, 2005). Penutup lahan berkaitan dengan jenis penutup yang terdapat pada suatu lahan, sedang penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan. Evaluasi lahan memiliki pengertian tentang penilaian potensi lahan, yang cocok untuk berbagai jenis pengelolaan dan jenis tanaman. Apa yang terlihat pada citra adalah berbagai jenis penutup lahan dan dari kondisi penutup tersebut, dapat dinilai potensi dan penggunaan lahannya (Howard, 1996).
24
Sistem klasifikasi yang digunakan dalam klasifikasi digital yakni berupa sistem klasifikasi penutup lahan berdasarkan realita bahwa obyek yang terekam pada citra digital berupa nilai-nilai spektral merupakan penutup lahan bukan merupakan suatu penggunaan lahan. Kelas-kelas penggunaan lahan dapat diperoleh dengan mengintregasikan informasi penutup lahan yang diperoleh dari klasifikasi digital dan memperhatikan aspek fungsi dari informasi penutup lahan tersebut sebab aspek fungsi tersebut tidak dapat direpresentasikan melalui nilai piksel. Klasifikasi penutup lahan daerah penelitian juga sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang daerah dari interpreter terhadap pemilihan daerah sampel. (Danoedoro, 1996). Standar Nasional Indonesia (SNI) memberikan alternatif dalam hal mengenai klasifikasi penutup lahan pada tabel 1.4. Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No 1
Kelas Penutup Lahan Daerah Bervegetasi
1.1
Daerah Pertanian
1.1.1
Sawah
1.1.2
Ladang, tegal, atau huma Perkebunan
1.1.3 1.2
Deskripsi Daerah yang liputan vegetasi minim 4 % sedikitnya selama 2 bulan dalam 1 tahun dengan liputan Linchens/mosses lebih dari 25 % ( jika tidak terdapat vegetasi lain ) Areal yang diusahakan untuk budidya tanaman pangan, perkebunan dan holtikultura. Vegetasi alami telah dimodifikasi atau di hilangkan dan diganti dengan tanaman antropogenik dan mmerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Antarmasa tanaman, area ini sering kali tanpa tutupan vegetasi.Seluruh vegetasi yang tanam dengan tujuan untuk dipanen, termasuk dalam kelas ini. Areal pertanian yang digenangi air atau diberi air baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, lebak atau pasang surut yang dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek ( padi ) Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan kering. Areal yang tidak di usahakan untuk budidaya tanaman pangan atau holtikultura. Areal yang tidak diusahakan untuk budidaya tanaman pangan dan holtikultura.
1.2.1
Daerah bukan pertanian Hutan Lahan Kering
1.2.2
Hutan Lahan Basah
Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan bash berupa rawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut. Wilayah lahan basah berkarakteristik unik, yaitu , ( 1 ) dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, ( 2 ) wilayah berelevasi rendah, ( 3 ) tempat yang di pengaruhi oleh pasang surut untuk wilayah dekat pantai, ( 4 ) wilayah dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh dari pantai, ( 5 ) sebagian besar wilayah tertutup gambut.
Hutan yang tumbuh dan berkembang di habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan, pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi.
25
Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No 1.2.3
Kelas Penutup Lahan Semak dan Belukar
1.2.5 2
Padang rumput, alang –alang dan sabana. Rumput rawa Daerah tak bervegetasi
2.1
Lahan Terbuka
2.2
Permukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan.
2.2.1
Lahan terbangun
2.2.1.1
Permukiman
2.2.1.2
Jaringan Jalan
2.2.1.2.1
- Jalan arteri
2.2.1.2.2
- Jalan Kolektor
1.2.4
Deskripsi Kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya jarang hingga rapat. Kawasan tersebut dinominasi vegetasi rendah ( alami ). Semak belukar di Indonesia biasanya kawasan bekas hutan dan biasanya tidak menampakan lagi bekas atau bercak tebangan. Areal terbuka yang didominasi oleh jenis rumput tidak seragam. Rumput yang berhabitat di daerah rawa. Daerah dengan total liputan vegetasi kurang dari 4 % selama lebih dari 10 bulan, atau daerah dengan liputan lichens/mosses kurang dari 25% ( jika tidak terdapat vegetasi berkayu atau herba ). Lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami maupun artidisial, menurut karakteristik permukaannya, lahan terbuka dapat dibedakan menjadi conscidated dan unconsolidated surface. Lahan terbangun dicirikan oleh adanya subsitusi penutup lahan yang bersifat alami dan semialami oleh penutup lhan yang bersifat artifisial dan sering kedap air. Area yang telah mengalami subsitusi penutup lahan alami ataupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen. Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempt kegiatan yang mendukung kehidupan. Jaringan prasarana transportasi yang di peruntukan bagi lalu lintas kendaran. Jalan yang melayani ngkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh dan kecapatan rata – rata tinggi. Jalan yang melayani angkutan dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang dan kecepatan rata – rata sedang.
Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No 2.2.1.3 2.2.1.4 2.2.1.5
Kelas Penutup Lahan Jaringan jalan kereta api Bandar udara domestik/internasional Pelabuhan laut
2.2.2
Lahan tidak terbangun
2.3
Perairan
Deskripsi Rel kereta api Bandar udara yang mempunyai fasilitas lengkap untuk penerbangan dalam dan luar negeri. Tempat yang digunakan sebagai tempat sandar dan belabuhnya kapal laut beserta aktivitas penumpangnya dan bongkarmuat kargo. Lahan ini telah mengalami intervensi manusia sehingga penutup lahan ( semi alami ) tidak dapat dijumpai lagi. Meskipun demikian, lahan ini tidak menglami pembangunan sebagaimana terjadi pada lahan terbangun.
Semua kenmpakan perairan, termasuk laut, waduk, terumbu karang, dan padang lamun. 2.3.1 Danau atau waduk Areal perairan dengn penggenangan air yang dalam dan permenen serta penggenangan dangkal termasuk fungsinya. 2.3.2 Rawa Genangan air tawar atau air payau yang luas dn permanen didaratan 2.3.3 Sungai Tempat mengalirnya air yang bersifat alamiah. 2.3.4 Anjir pelayaran Tempat mengalirnya air, bersifat artifisiak dn berasosiasi dengan laut atau pantai dan kegiatan pelayaran. 2.3.5 Terumbu karang Kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu dan membentuk terumbu. Sumber : Badan Standarisasi Nasionaal (BSN)
26
1.5.8
Bentuk Lahan
Istilah bentuklahan memiliki berbagai arti tergantung dari sudut pandangdisiplin ilmu tertentu. Ahli geologi mendefinisikan bentuklahan dalam arti sifat-sifat permukaan yang memberikan fakta mengenai struktur geologi dan corak-corak kerak bumi. Ahli kehutanan mengartikan bentuklahan sebagai petunjuk penting baik mengenai sifat-sifat fisik dan kimia tanah maupun arti yang dapat tampak dari suatu corak permukaan bumi atau kombinasinya. Ahli tanah menekankan bentuklahan untuk pengenalan
bahan induk tanah,tekstur tanah,potensi
kesuburan,kelembaban tanah,drainase tanah, dan tingkat kepekaan terhadap erosi. Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya), bentuk lahan dapat dibedakan menjadi : Bentuk asal struktural Bentuk asal vulkanik Bentuk asal fluvial Bentuk asal marine Bentuk asal pelarutan karst Bentuk asal Aeolen/glasial Bentuk asal denudasional 1. Bentuk Lahan Asal Struktural Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan,perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural. Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan struktural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk struktural masih dapat dikenali, jika penyebaran struktural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya. 2. Bentuk Lahan Asal Vulkanik Vulkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan vulkanik. Umumnya suatu
27
bentuk lahan vulkanik pada suatu wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktivitas kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahan dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa bentukan yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya dikes,slock, dan sebagainya. 3. Bentuk Lahan Asal Fluvial Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa pengikisan,pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran rendah seperti lembah,ledok, dan dataran alluvial. Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar. Material penyusun satuan bentuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim disebut sebagai alluvial. Karena umumnya reliefnya datar dan litologinya alluvial, maka kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi,pengangkutan,dan penimbunan. 4. Bentuk Lahan Asal Marine Aktivitas marine yang utama adalah abrasi,sedimentasi,pasang-surut, dan pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh
mana
efektifitas
proses
abrasi,sedimentasi,pasang
surut,
dan
pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu,berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun. 5. Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karts) Bentuk lahan karst dihasilkan olehh proses pelarutan pada batuan yang mudah larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai
28
karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian karst tidak selalu batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusun oleh batu gamping. 6. Bentuk Lahan Asal Glasial Bentuk lahan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini, kecuali sedikit di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glasial dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam. 7. Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin) Gerakan udara atau angin dapat membentuk medang yang khas dan berbeda dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapandebu (LOESS) Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat : Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah banyak. Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut. Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya. 8. Bentuk Lahan Asal Denudasional Proses denudasional merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian di akhiri.
29
Bentukan Denudasional (D)
Bentukan struktural (S) S1
Blok sesar
D1
Perbukitan terkikis
S2
Gawir sesar
D2
Pegunungan terkikis
S3
Pegunungan antiklinal
D3
Bukit sisa
S4
Perbukitan antiklinal
D4
Bukit terisolasi
S5
Perbukitan sinklinal
D5
Dataran nyaris
S6
Pegunungan sinklinal
D6
Dataran nyaris yang terangkat
S7
Perbukitan sinklinal
D7
Lereng kaki
S8
Pegunungan monoklinal
D8
Pedimen (Permukaan
S9
Perbukitan monoklinal
transportasi)
S10
Pegunungan dome
D9
Pidmony (Disected D7)
S11
Perbukitan Dome
D10
Gawir (Lereng terjal)
S12
Dataran tinggi
D11
Kipas rombakan lereng
S13
Cuesta
D12
Daerah dengan gmb lebih kuat
S14
Hogback
D13
Lahan rusak
S15
Flat iron
S16
Lembah antiklinal
S17
Lembah sinklinal
S18
Lembah subsekwen
S19
Sembul (Horst)
S20
Graben
S21
Perbukitan lipatan kompleks
Bentuk Karst (K) K1 Dataran tinggi karst K2 Lereng dan perbukitan karst terkikis K3 Kubah karst K4 Bukit sisa batu gamping terisolasi
30
K5 Dataran allivial karst K6 Uvala, dolin K7 Polje K8 Lembah Kering K9 Ngarai Karst
1.5.9 Overlay Tenik overlay merupakan pendekatan yang sering di gunakan dalam perencanaan tata guna lahan/landscape. Teknik overlay ini di bentuk melalui penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing – masing mewakili faktor penting lingkungan/lahan. Overlay merupakan suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu (memilki informasi/database yang spesifik). Melalui penggunaan teknik overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat ditentukan secara visual.
1.5.10 Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai penggunaan lahan telah banyak dilakukan, masing – masing penelitian memiliki karakteristik tersendiri. Pada umumnya, karakteristik masing – masing penelitian tersebut dapat dilihat dari jenis data yang digunakan adapun selengkapnya sebagai berikut : 1.
Ipin saripin (2003) melakukan penelitian berjudul “Indentifikasi Penggunaan lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper”, yaitu menganalisa data citra landsat thematic mapper(TM) dan mengetahui manfaat citra dalam mengidentifikasi penggunaan lahan dengan metode interpretasi visual. Hasil dari penelitian ini adalah Citra Landsat thematic mapperdapat mengidentifikasi penggunaan lahan dan Citra Landsat tidak mampu membedakan obyek yang tidak spesifik dengan penggunaan lahan lainnya, menggunakan perangkat lunak ER MAPPER.
2.
Dian Puspitosari (2007) melakukan penelitian berjudul “Pemanfaatan Citra Satelit SPOT 5 dalam pemetaan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan
31
Kota Semarang“, yaitu memetakan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan Kota Semarang dengan metode teknik penginderaan jauh , penelitian ini menghasilkan Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pedurungan Kota Semarang, menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.2 3.
Azfia
Agustina
(2011)
melakukan
penelitian
berjudul
“Pemetaan
Penggunaan lahan dengan Analisis Citra Quickbird diwilayah Cibeunying Kota Bandung”, Yaitu menganalisa citra quckbird untuk memetakan penggunaan lahan diwilayah Cibeuying dan menganalisis pola lahan diwilayah Cibeunying. Dengan metode teknik penginderaan jauh, penelitian ini menghasilkan penggunaan lahan diwilayah Cibeunying diklasifikasikan menjadi 34 kelompok dan pola persebarab keruangan penggunaan lahan, menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.3. Penelitian selengkapnya dapat di lihat pada table di bawah ini :
32
Tabel 1.5 Perbandingan penelitian – penelitian yang berkaitan dengan masalah penggunaan lahan No
Nama
Tahun
Judul
Tujuan
Metode
Hasil Penelitian
Analisis 1
Adi Febrianto
2007
Interpretasi Citra Satelit
Menyajikan peta penggunaan
Metode
SPOT untuk Pemetaan
a.
lahan daerah kecamatan
Analisi
Penggunaan Lahan
Semarang Barat berdasarkan
Spasial
Kecamatan Semarang
hasilinterpretasi citra SPOT 5
mengintegrasikan teknologi
tahun 2005.
penginderaan jauh dan
Mengetahui seberapa besar
system informasi geografis
efektifitas pemanfaatan citra
ternyata mampu
satelit sebagai media
mempercepat proses
pembuatan peta tematik
pemetaan penggunaan lahan
Barat b.
a.
Peta Penggunaan lahan
Perangkat lunak yang digunakan
Arc GIS 9.2
Kecamatan Semarang Barat. b.
Pemetaan yang
penggunaan lahan. 2
Yulia Ari Cahya Wulan
2008
Identifikasi Lokasi Pusat
Menguji ketelitian
Metode
a.
Ketelitian interpretasi 95%
Kegiatan Ekonomi
a.
interpretasi citra quickbird
pengharkatan
b.
Peta lokasi pusat kegiatan
dengan Memanfaatkan
untuk memetakan parameter
Berimbang
Teknik Penginderaan
penentu lokasi pusat
Yogyakarta memilki 3 kelas
jauh dan Sistem
kegiatan ekonomi di daerah
yaitu pusat kegiatan tinggi
perkotaan Yogyakarta
dan pusat kegiatan sangat
Memetakan lokasi pusat
tinggi.
Informasi Geografis di Daerah Perkotaan Yogyakarta
b.
kegiatan ekonomi di daerah perkotaan
33
ekonomi daerah perkotaan
Arc GIS 9.3
Citra ASTER VNIR 2010
Peta Administrasi Kecamatan Sleman
Peta Bentuk Lahan Kecamatan Sleman
Koreksi Geometrik & Penajaman Citra (SAGA GIS)
Citra ASTER VNIR yang telah terkoreksi
Pembatasan daerah penelitian(SAGA GIS)
Citra ASTER VNIR daerah Kajian
Pembuatan training area penutup lahan (SAGA GIS)
Klasifikasi Citra Terawasi (supervised) penutup lahan (SAGA GIS)
Overlay
Citra ASTER VNIR terklasifikasi penutup lahan
(QUANTUM GIS)
Citra ASTER VNIR teroverlay penutup lahan dan bentuk lahan
Keterangan : : Data : Proses : Hasil akhir : Kelanjutan proses
Cek lapangan
Reklasifikasi (SAGA GIS)
Peta tentatif penggunaan lahan Kecamatan Sleman
Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sleman Skala 1 : 35.000
Uji akurasi
Gambar 1.7 Diagram Alir 34