BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini, kebutuhan manusia akan informasi begitu pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya media massa, baik media cetak maupun media elektronik, yang menyajikan informasi bagi khalayak umum. Sebagaimana dua sisi bersebrangan – positif dan negatif yang dimiliki oleh setiap hal, informasi pun bersifat demikian. Informasi yang kita terima bisa menjadi sebuah informasi yang positif ataupun negatif, tergantung bagaimana kita mengolahnya. Kemampuan mengolah informasi itu sendiri disebut literasi. Literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, literasi mempunyai arti kemampuan memperoleh informasi, mengolah, dan menggunakannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Hubungan yang erat antara media dan informasi membuat keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu, agar informasi yang kita terima dapat bermanfaat baik bagi diri sendri maupun bagi orang lain, maka dibutuhkan kemampuan memahami, menganalisis, mengolah, dan menggunakan informasi secara cerdas. Kenyataan bahwa isi pesan media massa sering begitu halus sehingga tidak disadari oleh masyarakat, mendorong munculnya kebutuhan akan literasi media sebagai metode atau langkah-langkah untuk memecahkan masalah ini. Literasi media adalah kemampuan untuk mengkritik isi media dan memiliki pemahaman penuh tentang realitas. Seperti yang telah diungkapkan di atas, media dan informasi memiliki keterkaitan yang sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Antara media dan informasi bagai 2 sisi mata uang yang saling berdekatan dan mempunyai hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Informasi akan mudah dan cepat tersampaikan dengan adanya campur tangan media. Mediapun akan sedikit kehilangan giginya bila tidak ada yang disuarakannya. Jadi bisa dikatakan, media hadir untuk mempermudah dan mempercepat lajunya informasi sampai ke sasaran, sebaliknya informasi ada untuk mengisi media. Oleh karena itu, agar informasi yang kita peroleh dapat bermanfaat kelak maka literasi media menjadi suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam rangka mewujudkan fungsi informasi yang berguna bagi masyarakat. 1
1.2 Tujuan Menyajikan informasi kepada pembaca mengenai media literasi. Memberikan wawasan mengenai peranan media literasi dalam kehidupan.
1.3 Manfaat Dapat memahami media literasi dan kegunaannya.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Media Literasi Media literacy diartikan sebagai “the ability to access, analyze, evaluate and create messages across a variety of contexts”. Media literasi adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui konteks yang beragam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian. Media Literacy di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Melek Media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy”• (Potter, dalam Kidia) mengatakan bahwa media literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Jane Tallim menyatakan bahwa media literacy adalah kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya, baik yang bersifat informatif maupun yang menghibur. Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media literacy. Yang pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan. Yang kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi. Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literasi merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesanpesan tersebut. Di era informasi ini, media literasi menjadi begitu penting, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: 3
1. Pengaruh media menjadi pusat dari proses demokratisasi. Dalam budaya media secara global, masyarakat membutuhkan tiga kemampuan penting untuk menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis: berpikir kritis, mengekspresikan diri dan berpartisipasi. Media literasi membangun tiga hal penting tadi. 2. Konsumsi media yang belebihan dan kejenuhan terhadap media. Ketika seseorang menggunakan telepon selular, jejaring sosial, video games, televisi, musik pop, radio, surat kabar, majalah, internet dan bahkan t-shirt sekalipun, sesungguhnya kita sedang di bombardir oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh media-media tersebut. Pesanpesan yang kita terima setiap harinya, melebihi apa yang diterima generasi kakek kita dalam setahun. Melek media mengajarkan kita untuk menemukan panduan aman bagaimana mengarungi lautan informasi, gambar, pesan-pesan yang kita terima setiap hari dalam hidup kita. 3. Pengaruh media membentuk cara kita mempersepsi sesuatu, membentuk kepercayaan kita juga perilaku dan yang terpenting, media memberi pengaruh yang sangat penting dengan cara kita memahami, menterjemahkan dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di dunia sekeliling kita. Dengan mengetahui bagaiamana media mempengaruhi kita, kita dapat mengurangi ketergantungan kita kepada media tersebut. 4. Meningkatnya serbuan komunikasi visual dan informasi. Hidup kita sehari-hari sangat dipengaruhi dengan serbuan visual informasi melalui iklan-iklan produk audio visual maupun visual yang tercetak melalui banyak media. Belajar mengetahui bagaimana membaca dan memahami apa yang ada dibalik gambaran visual itu. Sehingga kita tidak mudah termakan bujuk rayu iklan suatu produk yang digambarkan lewat visualiasi yang dapat mempengaruhi pikiran kita. 5. Kekebasan menyampaikan informasi melalui bermacam media, di satu sisi memberi dampak pertumbuhan industri informasi yang cukup besar. Namun di sisi lain, kekuatan modal dan kepentingan di balik pertumbuhan industri media dapat mengancam keberagaman pendapat, karena media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Mengetahui bagaimana pengaruh media dalam hidup kita, akan membantu kita dalam menemukan, menentukan sikap dan memperjuangkan keberagaman sudut pandang pendapat mengenai suatu masalah. Pendapat kita menjadi tidak mudah dikendalikan oleh pendapat umum yang dibentuk media.
4
Silverblatt menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki keterampilan literasi media apabila dirinya memuat faktor-faktor sebagai berikut : 1. Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat. 2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa. 3. Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan membahas pesan-pesan media. 4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai „teks‟ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri. 5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media. Kata melek huruf atau media literasi bila digunakan secara informal, bermakna lebih dari sekedar “dapat memproses dan memproduksi bahasa tertulis”, yang bertujuan untuk sebagai berikut.
Membatasi PILIHAN Media telah memprogram kita untuk percaya bahwa kita sedang menawarkan banyak pilihan, tetapi pilihan kisaran sangat terbatas. The media have programmed you to think that you have choices when in fact the degree of choice is greatly limited, berarti Media telah memprogram Anda berpikir bahwa Anda memiliki pilihan ketika pada kenyataannya tingkat pilihan sangat terbatas.
Memperkuat PENGALAMAN Kita tetap akan kembali ke jenis pesan yang sama, percaya bahwa Kita akan memiliki pengalaman yang memuaskan sekali lagi seperti yang ada di masa lalu. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan menjadi kuat, dan itu menjadi jauh lebih sulit untuk mencoba sesuatu yang baru.
7 keterampilan literasi media adalah: 1) Analyze/Menganalisa. Kompetensi berikutnya adalah kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu. Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb. 5
2) Evaluate/Menilai. Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media. 3) Grouping/pengelompokan - menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara: menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara. 4) Induction/Induksi - menyimpulkan suatu pola di set kecil elemen, maka pola generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut . 5) Deduction/deduksi - menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus. 6) Synthesis/sintesis - merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru. 7) Abstracting/ abstrak - menciptakan singkat, jelas, dan gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam sejumlah kecil kata-kata dari pada pesan itu sendiri.
2.3 Perkembangan Media Literasi Media Literacy pertama kali dikembangkan sebagai alat dalam melindungi orangorang dari paparan media. Negara yang pertama kali mendengungkan konsep ini adalah Inggris pada tahun 1930 an. Pada tahun 1980 di Inggris dan Australia Media Literacy sudah menjadi mata pelajaran tersendiri. Sementara itu di Eropa pendidikan Media Literacy diperkenalkan pada kurikulum dasar di negara Finlandia pada tahun 1970 dan pendidikan menengah atas tahun 1977. Di negara Swedia Media literacy berkembang sejak tahun 1980, dan di Denmark sejak tahun 1970. Apa saja yang ingin dicapai lewat pendidikan Media Literacy ini? Pada umumnya pendidikan Media Literacy khususnya
televisi, yang dilakukan di negara maju
menekankan pada peran orang tua agar bersikap kritis dalam menonton. Artinya kita tidak dibenarkan menerima apa saja yang ditawarkan, tanpa memahami dan menganalisa dengan 6
baik informasi yang diterima. Proses memilah informasi mana yang baik dan mana yang buruk adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Contohnya : orang tua harus memilah film mana yang layak tonton dan mana yang tidak. Kebanyakan film berisikan tayangan sampah, yang tidak bermanfaat. Setelah dirinya mampu memilah, kebiasaan ini ditularkan kepada anaknya. Mereka melakukan pemantauan terhadap kebiasaan menonton anakanaknya. Orang tua melakukan pendampingan, memilihkan acara yang bermutu, menjelaskan apa yang mereka tonton dan melakukan penjadwalan, kapan anaknya boleh menonton dan kapan tidak. Pada tahap selanjutnya orang tua membuat organisasi yang bersedia melakukan pelatihan kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan, seperti: kelompok orang tua, para murid di sekolah, dan sebagainya. Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini pendidikan Media Literacy belum terorganisisr dengan baik. Belum diakomodir lewat kurikulum sekolah atau dalam kegiatan pokok di satu instansi. Baru sebatas kegiatan seminar, diskusi, ceramah, yang sifatnya belum berkesinambungan. Kegiatan pendidikan Media Literacy paling banyak dilakukan di Jakarta. Tokoh seperti Ade Armando, Nina Armando, B. Guntarto, adalah orang-orang yang penulis ketahui amat peduli terhadap Media Literacy khususnya media televisi sejak tahun 1997an. Mereka mendirikan lembaga yang bertindak sebagai pemantau siaran televisi (Watch Dog), dan melakukan aksi-aksi cukup semarak, seperti: Hari Tanpa TV di setiap tanggal 23 Juli bertepatan dengan Hari Anak Indonesia. Kendala yang melingkari terciptanya masyakat literat ini tidak lain adalah sebagai berikut (Bukhori, 2005) : 1. Budaya minat baca bangsa Indonesia masih tergolong rendah. Terbukti, kebanyakan kita merasa lebih berani merogoh saku lebih tebal untuk membeli kebutuhan lain seperti makanan, pakaian, perhiasan, dan bahkan alat-alat rumah tangga, ketimbang membeli buku. Tingkat ekonomi yang rendah sering menjadi alasan lemahnya daya beli buku masyarakat. Karenanya, kita menjadi tidak akrab dan merasa asing dengan buku dan memiliki minat membaca yang rendah. 2. Adanya dampak negatif perkembangan teknologi bagi masyarakat. Masyarakat kita yang awalnya bertradisi lisan atau oral society secara drastis bergerak ke budaya elektronik seperti TV dan radio, sebelum memasuki budaya tulis secara ajek. Kita telah langsung melompat dari tradisi mendongeng ke tradisi menonton sebelum terbiasa dengan tradisi membaca. 3. Tipe pendidikan di Indonesia masih cenderung menganut interaksi satu arah dalam proses pembelajarannya. 7
Dengan kondisi seperti itu, semakin mempertebal fakta bahwa keterampilan anak didik di Indonesia hanya sebatas sampai tataran menjadi pendengar yang baik saja. Terjadi demikian, karena mereka terbiasa hanya mempersiapkan telinga untuk belajar tanpa tahu bagaimana caranya mencari sampai meramu sebuah informasi. Jadi, tidak heran apabila diberikan kepadanya sebuah tugas yang mengharuskan mereka untuk mensintesis sebuah informasi, yang dikumpulkan hanya seperti memindahkan sumber ke tempat yang lain tanpa dimaknai dengan hasil pemikirannya sendiri. Fenomena ini, merupakan miniatur yang menggambarkan secara jelas tentang bagaimana tingkat literasi anak didik (dalam hal ini mahasiswa). Literasi media adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki seseorang dalam era globalisasi. Dikatakan demikian, karena dalam era tersebut manusia akan semakin sering bersinggungan dengan media. Baik itu untuk menambah wawasan atau pengetahuan maupun hanya untuk sekedar sebagai sarana hiburan pelepas penat saja. Ada berbagai hal yang disoroti dalam keterampilan literasi media ini, mulai dari kesadaran individu atau masyarakat terhadap dampak media sampai dengan bagaimana individu atau masyarakat memposisikan dan mengapresiasikan
media dalam
kehidupannya sehari-hari. Kehadiran ragam media yang mulai memadati segala bidang kehidupan manusia ditanggapi positif oleh sebagian besar masyarakat. Walaupun begitu, merekapun sadar bahwa kehadiran media juga tidak terlepas dari dampak negatifnya. Mereka juga beranggapan, media memiliki peran strategis dalam proses komunikasi khususnya komunikasi massa. Ditarik kesimpulan demikian, karena hampir seluruh masyarakat menyatakan bahwa informasi yang terkandung dalam media massa dapat membantu terjadinya komunikasi diantara masyarakat dan media juga dapat membentuk suatu opini tertentu ditengah-tengah masyarakat tentang berbagai hal. Seseorang yang memiliki keterampilan literasi media tidak akan langsung mempercayai sebuah berita sebelum mengkrosceknya dengan sumber lain. Yang biasa dilakukan adalah memilih media yang diakui kredibilitasnya, mengkroscek keakuratan berita dengan sumber lain, dan akan selalu mencari kelengkapan suatu berita yang didengarnya dari orang lain di dalam suatu media massa. Bila dibandingkan dengan ketiga hal tersebut, hampir setengah dari masyarakat tidak melakukan kroscek ulang terhadap berita yang telah didapatnya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, selain memiliki dampak negatif media juga memiliki banyak dampak positif. Kata yang paling mudah untuk menggambarkan dampak positif dari media adalah “gudang informasi”. Dengan adanya media, individu 8
atau masyarakat terbantu dalam hal mengembangkan wawasan dan pengetahuannya. Ini dibuktikan, sebagian besar masyarakat menyatakan merasa tidak nyaman bila tidak berhubungan dengan media walaupun hanya satu hari. Tetapi, bukan berarti mereka hanya menghargai pendapat/hasil karya orang lain yang ditampilkan dalam media massa saja. Karena, walau bagaimanapun juga mereka beranggapan bahwa beragam media dan corak yang muncul saat ini telah mampu menambah pemahaman mereka tentang peristiwa yang sedang menggejala atau sedang „in‟ di dunia ini. Pembahasan di atas bila dilandasi pendapat Ofcom, secara sederhana dapat digambarkan bahwa individu yang telah memiliki keterampilan literasi media mempunyai kemampuan
untuk
mengakses,
menganalisa,
mengevaluasi
dan
sekaligus
mengkomunikasikannya dalam berbagai macam format. Lebih daripada itu, mereka juga mampu mengenali dan mengerti informasi secara komprehensif untuk mewujudkan cara berpikir kritis, seperti tanya jawab, menganalisa dan mengevaluasi informasi itu.
9
BAB III KESIMPULAN
Media dan informasi seperti dua sisi mata uang yang saling berdekatan dan mempunyai hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Informasi akan mudah dan cepat tersampaikan dengan adanya campur tangan media. Mediapun akan sedikit kehilangan perannya bila tidak ada yang disuarakannya. Dengan kata lain, media hadir untuk mempermudah dan mempercepat lajunya informasi sampai ke sasaran, sebaliknya informasi ada untuk mengisi media. Literasi media yang terdiri dari dua kata, yakni literasi dan media, menjadi substansi yang penting di era informasi ini. Literasi media tidak terbatas pada kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi meliputi kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui konteks yang beragam. Adapun indikator bahwa seorang individu atau suatu masyarakat telah memiliki literasi media yang baik adalah sebagai berikut. Mampu memilih (selektif) dan memilah (mengkategori/mengklasifikasi) media, mana yang manfaat mana yang mudarat. Memahami bahwa Radio, terutama televisi merupakan lembaga yang „syarat‟ dengan kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya dll Memahami bahwa Radio dan Televisi bukan menampilkan realitas dan kebenaran satu-satunya, namun bisa merupakan „rekayasa‟ dari pelaku-pelakunya. Mampu bersikap dan berperilaku kritis pada siaran radio dan televisi. Menyadari bahwa sebagai konsumen media, khalayak semua mempunyai Hak dan Kewajiban atas isi siaran radio dan televisi. Menyadari tentang dampak yang ditimbulkan media dan mengidentifikasi hal-hal yang harus dilakukan ketika menggunakan media. Selektif, pandai memilih dan memilah media yang akan digunakan. Hanya mempergunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu.
10
Mampu membangun filter yang kokoh, baik bagi dirinya maupun terhadap orangorang di lingkungannya, sehingga secara personal tidak mudah dipengaruhi media. Sayangnya hingga saat ini, pendidikan media literasi di Indonesia belum terorganisisr dengan baik. Belum diakomodir lewat kurikulum sekolah atau dalam kegiatan pokok di satu instansi. Baru sebatas kegiatan seminar, diskusi, ceramah, yang sifatnya belum berkesinambungan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Potter, W. J. 2005. Media Literacy. Upper Sadler River, NJ: Prentice Hall. Wahyuni, S. F Lussy Dwiutami dan Evita. 2008. Survey Tingkat Literasi Mahasiswa terhadap
Media
dan
Informasi
(Media
and
Information
Literacy).
http://lussysf.multiply.com/journal/item/69. Diakses tanggal 27 Februari 2011 pukul 17.52 WIB Witdarmono,
H.
2010.
Literasi
Memenangi
Kehidupan.
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/23/03124698/literasi.memenangi.kehidupan. Diakses tanggal 27 Februari 2011 pukul 18.02 WIB. Anonim. 2010. Mengapa Media Literasi/Melek Media Menjadi Penting?. http://tobucil.blogspot.com/2010/02/mengapa-media-literasi-melek-media.html.
Diakses
tanggal 27 Februari 2011 pukul 17.47 WIB. Prajnamu.
2010.
Pandangan
Akademik
tentang
Melek
Media
(1).
http://medialiterasi.co.cc/cat/literasi-baru. Diakses tanggal 27 Februari 2011 pukul 18.03 WIB
12