BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaaan (PPIP) dicanangkan oleh
Pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2007. PPIP ini merupakan salah satu perwujudan dari beberapa program yang sesuai dan sejalan dengan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Fokus yang ditekankan dalam SNPK yaitu bidang kesehatan, pendidikan, dan penyediaan kebutuhan dasar seperti infrastruktur, sanitasi, dan gender. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur terutama di wilayah perdesaan menjadi salah satu program prioritas dalam penanggulangan kemiskinan di desa tertinggal. Salah satu dari rencana berskala besar program infrastruktur perdesaan yang dilaksanakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum sesuai dengan SNPK adalah PPIP. Ditjen Cipta Karya (2008) menetapkan bahwa PPIP memiliki 2 (dua) tujuan yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka menengah. Tujuan jangka panjang yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.. Di sisi lain, tujuan jangka menengah yaitu untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap infrastruktur dasar dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan infrastruktur perdesaan. Selain itu, PPIP juga memiliki beberapa sasaran, yaitu: a. Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. b. Meningkatnya
kemampuan
masyarakat
perdesaan
dalam
penyelenggaraan infrastruktur perdesaan. c. Meningkatnya jumlah penanganan desa tertinggal yang sejalan dengan RPJMN 2010-2015.
1
d. Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di perdesaan. e. Terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Komponen PPIP yaitu peningkatan infrastruktur pendukung aksesibilitas berupa jalan dan jembatan, peningkatan infrastruktur pendukung produksi pangan berupa irigasi pertanian, dan peningkatan infrastruktur pendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berupa penyediaan air minum, dan sanitasi perdesaan. Di samping itu, program ini juga dapat memperlancar aliran investasi, produksi, dan distribusi untuk mencipatakan keterkaitan ekonomi antar desa. Hingga tahun 2012, PPIP telah dilaksanakan oleh sekitar 20.000 desa di Indonesia dengan dana bantuan sebesar Rp 250.000.000 per desa. Pada tahun 2012 saja, PPIP telah menangani sekitar 7.400 desa di 32 provinsi. Dari jumlah tersebut, 2.400 desa merupakan lanjutan program pada tahun 2011 sedangkan sisanya dibiayai melalui APBN dan APBN-P tahun 2012 (Kementrian Pekerjaan Umum, 2012). Dalam penyelenggaraannya, Pemerintah mensosialisasikan program tersebut ke desa-desa sasaran. Di samping itu, dilakukan pula pendampingan dari fasilitator terlatih dan diberikan pedoman baik teknis maupun pelaksanaan PPIP. Dalam hal ini, Pemerintah bertugas melakukan monitoring, pembinaan, dan mengevaluasi pelaksanaan. Bahkan dana yang diberikan kepada desa sasaran merupakan hak masyarakat sepenuhnya untuk membelanjakan dan mewujudkan infrastruktur yang mereka butuhkan. Jawa Timur merupakan penyumbang jumlah desa terbanyak dalam PPIP yaitu sekitar 521 desa yang tersebar di Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Situbondo, Bondowoso, Madiun, Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan. Kabupaten Madiun ditetapkan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 karena hampir seluruh desa merupakan kantong kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengembangan sumber
daya
manusia dan
2
pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimal yang salah satunya ditandai dengan banyaknya rumah yang tidak layak huni. Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa tahapan perencanaan pembangunan nasional meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, implementasi rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana yang membentuk suatu siklus perencanaan. Siklus tersebut dapat digambarkan dalam gambar 1.1 di bawah ini:
Penyusunan Rencana Evaluasi Pelaksanaan
Penetapan
Rencana
Rencana Implementasi Rencana
Gambar 1.1 Siklus Perencanaan Sumber: Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dengan modifikasi
Siklus tersebut menjelaskan bahwa setelah penyusunan dan penetapan rencana, tahap selanjutnya adalah implementasi rencana. Tahapan implementasi rencana merupakan proses perwujudan tujuan dan sasaran kebijakan atau program yang telah ditetapkan (Pontoh & Kustiawan, 2008). Perlu dilakukan penilaian implementasi rencana yang dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang selanjutnya disebut sebagai evaluasi. Evaluasi berfungsi untuk menganalisa
3
dampak pembangunan seperti yang dituangkan secara eksplisit oleh Bappenas berikut ini: “Evaluasi ditujukan untuk menganalisa dampak pembangunan yang dilakukan oleh para pelaku pembangunan dan dinikmati oleh penerima manfaat pembangunan.” (2009: 7) Selain itu, Bappenas(2009) juga menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) jenis evaluasi berdasarkan tujuannya yaitu evaluasi formulasi, evaluasi proses, evaluasi biaya-manfaat/efektifitas (cost-benefit), dan evaluasi dampak. Evaluasi formulasi mengkaji ketepatan metode yang digunakan dalam formulasi desain kebijakan atau program yang dilakukan pada saat penyusunan awal. Evaluasi proses menelaah kesesuaian pelaksanaan kebijakan atau program berjalan terhadap pencapaian sasaran. Di sisi lain, evaluasi cost-benefit lebih menekankan pada efektifitas kebijakan atau program untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan evaluasi dampak mendalami pengaruh atau manfaat program terhadap penerima manfaat (perorangan, rumah tangga, atau masyarakat umum). Evaluasi dampak tersebut digunakan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi karena adanya PPIP. Dalam studi ini, penulis lebih menitikberatkan pada evaluasi dampak untuk mengungkapkan hasil dan dampak adanya PPIP di Kabupaten Madiun. Evaluasi dampak program ini dirasa penting untuk dilakukan karena cakupan program dan tingkat kemungkinan besar untuk menanggulangi kemiskinan. Jika selanjutnya terdapat kekurangan atau kegagalan program maka tugas akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan masukan dan rekomendasi perbaikan dan perumusan kembali atau penyesuaian program yang akan datang.
4
1.2
RUMUSAN MASALAH STUDI PPIP merupakan program penanggulangan kemiskinan yang memiliki
potensi dalam mengurangi kemiskinan di daerah perdesaan. Namun dalam perkembangannya, PPIP masih memiliki banyak kekurangan Dari permasalahan yang diidentifikasikan di atas, maka masalah studi ini dapat dirumuskan melalui pertanyaan: 1.
Bagaimana proses pelaksanaan PPIP di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Pule, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun?
2.
Apasajakah dampak menengah yang ditimbulkan oleh PPIP di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Pule, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun?
3.
Apasajakah rekomendasi yang dapat diberikan kepada penanggungjawab atau pelaksana program terhadap dampak yang ditimbulkan?
1.3
TUJUAN STUDI Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan studi ini dapat dijabarkan
sebagai berikut: 1.
Untuk mengkaji proses pelaksanaan PPIP di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Pule, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun
2.
Untuk mengevaluasi dampak menengah PPIP diDesa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Pule, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun.
3.
Untuk merumuskan rekomendasi kepada penanggungjawab atau pelaksana terhadap dampak yang ditimbulkan.
1.4
BATASAN STUDI Studi evaluasi ini dibatasi berdasarkan ruang lingkup substansi, temporal,
dan wilayah: 1.
Ruang Lingkup Substansi Lingkup substansidalam studi ini yaitu menganalisis proses pelaksanaan program dan analisis dampak yang ditimbulkan.
5
2.
Ruang Lingkup Temporal Lingkup temporal yang diamati dalam studi ini adalah pelaksanaan programpada tahun anggaran 2011.
3.
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah studi ini yaitu Desa Pule, Kecamatan Sawahan dan Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.
1.5
MANFAAT STUDI Studi ini memiliki manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
prakteknya. Rincian manfaat tersebut yaitu : 1.
Bagi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Agar
menjadi referensi mengenai program dari Pemerintah
untuk
menanggulangi kemiskinan melalui PPIP. Di samping itu, dapat pula dijadikan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya yang akan mengulas PPIP di Indonesia. 2.
Bagi Pemerintah Kabupaten Madiun Studi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Madiun terhadap kelanjutan PPIP di masa yang akan datang. Selain itu, untuk memberikan masukan kepada lembaga terkait dalam melakukan evaluasi program.
3.
Bagi masyarakat umum Agar masyarakat memahami keberhasilan program terutama pembangunan infrastruktur perdesaan tidak akan terlepas dari keikutsertaan masyaraktnya.
1.6
SISTEMATIKA PENULISAN Studi Evaluasi PPIP ini terdiri dari delapan bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut: 1.
Bab I memuat latar belakang, rumusan masalah studi, tujuan studi, batasan studi, manfaat studi, keaslian studi, dan sistematika penulisan.
6
2.
Bab II memuat dasar teori yang berisi tentang kerangka dasar teori, konsep evaluasi, konsep kemiskinan, konsep infrastruktur,dan konsep pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
3.
Bab III memuatmetode studi, variabel studi, teknik pemilihan responden dan informan, metode pengumpulan data, teknik analisis data, dan tahapan pelaksanaan studi.
4.
Bab IV memuat gambaran umum mengenai lokasi studi dan PPIP.
5.
Bab V memuat analisis pelaksanaan program, analisis dampak program yang terdiri dari dampak ekonomi dan dampak sosial, rekapitulasi dampak program, dan faktor yang mempengaruhi dampak program, serta hasil temuan dan pembelajaran.
6. 1.7
Bab VI memuat kesimpulan dan rekomendasi. KEASLIAN STUDI Beberapa hasil studi terdahulu yang relevan dengan studi ini yaitu sebagai
berikut: 1.
Studi Evaluasi Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa
Tertinggal (P3DT), Studi Kasus di Kabupaten Grobogan oleh Sugito tahun 2002, dengan hasil evaluasi sebagai berikut: a. Dukungan masukan (input) terhadap pelaksanaan Program P3DT sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari terserapnya seluruh bantuan dana P3DT, kelancaran pelaksanaan program karena telah tersedianya buku pedoman, ketepatan jadwal pelaksanaan program, dan tingginya partisipasi tenaga kerja untuk melaksanakan program. b. Keluaran (output) pelaksanaan Program P3DT sangat tinggi hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang direncanakan melalui usulan dan aspirasi masyarakat, dan infrastruktur terbangun memiliki kualitas yang baik karena kualitas bahan material dan pemeliharaan oleh masyarakat.
7
c. Hasil (outcome) pelaksanaan program P3DT berupa tingginya manfaat kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. 2.
Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan Melalui
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) oleh Haryati Roebyantho, dkk pada tahun 2011, dengan hasil evaluasi sebagai berikut: a. Berdasarkan
variabel
input,
pembentukan
KUBE
masih
belum
berintegrasi dengan konsep pemberdayaan masyarakat yaitu pembentukan KUBE atas partisipasi masyarakat. Selain itu, terbatasnya sumber daya manusia dalam pengetahuan manajemen usaha. b. Jika ditinjau dari variabel proses, proses penanganan kemiskinan belum seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan buku panduan. c. Hasil KUBE ternyata mampu meningkatkan pendapatan anggota dan menjalin kerjasama dalam kelompok dan meningkatnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan sosial di wilayah sasaran. d. Hasil perhitungan dampak sosial ekonomi KUBE menunjukkan bahwa KUBE memberikan manfaat kepada anggota dan masyarakat. 3.
Evaluasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Kuantan Singingi oleh Elny Yusdar pada tahun 2007 dengan hasil evaluasi sebagai berikut: Pelaksanaan Program Sistem Pertanian Terpadu (SPT) yang telah dilakukan
PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kecamatan Pangean, Kecamatan Logas Tanah Darat, dan Kecamatan Benai sudah cukup baik namun belum dapat dikatakan berhasil dalam menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan karena masih kurangnya rasa tanggung jawab masyarakat penerima terhadap program yang dijalankan. Selain itu, masih kurangnya dukungan pemerintah Daerah karena kurangnya kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan perusahaan mulai dari proses perumusan hingga evaluasi.
8