BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kemiskinan adalah salah satu permasalahan yang masih dihadapi
Indonesia sampai saat ini. Khususnya di Kabupaten Lebak, berdasarkan data BPS1 tahun 2014 masih terdapat 115.800 jiwa penduduk miskin di kabupaten tersebut. Tingginya angka kemiskinan di negeri ini menuntut banyaknya peran pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut, salah satunya adalah melalui program pembangunan ekonomi. Dewasa ini dalam pembangunan ekonomi tidak terlepas dari beberapa sektor, salah satunya ialah sektor industri. Menurut UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, industri adalah seluruh kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan atau memanfaatkan sumberdaya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau lebih tinggi, termasuk jasa industri. Kegiatan industri saat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, tetapi juga di perdesaan. Industri di perdesaan tumbuh dan berkembang pesat, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang melimpah. Salah satu strategi industrialisasi perdesaan yaitu melalui industri pertanian (agroindustri). Agroindustri mulai banyak dilirik dan diminati oleh masyarakat desa, serta banyak diaplikasikan oleh masyarakat perdesaan melalui berbagai unit usaha kecil dan menengah (UKM). Usaha kecil telah menjadi obat mujarab dalam mengatasi masalah perekonomian yang dihadapi. Hal ini disebabkan karena usaha kecil dianggap lebih stabil dan tahan terhadap dinamika perekonomian. Seperti yang dikatakan oleh Teitz (1987) bahwa, In the face of economic problems, small business has been adopted as a panacea. BPS 1, “Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 2009-2014”, diakses dari http://www.banten.bps.go.id, pada tanggal 10 Januari 2016.
1
Usaha kecil dan menengah mampu berperan sebagai alternatif kegiatan usaha produktif maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. Usaha kecil dan menengah terbukti dapat membantu memajukan perekonomian Indonesia disaat terjadi krisis moneter pada tahun 1998, yang menyebabkan para pengusaha di perusahaan besar mengalami kesulitan dalam mengembangkan usaha. Tidak dapat dipungkiri bahwa konsep pembangunan ekonomi yang dilaksanakan secara top-down kurang memberikan hasil yang baik dan sulit diimplementasikan bagi kalangan usaha kecil dan menengah. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebijakan dari pemerintah yang dirasa justru memberatkan kalangan usaha kecil dan menengah. Oleh sebab itu, saat ini banyak negara-negara yang mengimplementasikan konsep pembangunan ekonomi bottom-up. Konsep tersebut memberikan kesempatan kepada para pelaku bisnis dan masyarakat lokal untuk berperan secara aktif dalam membangun perekonomian di wilayahnya. Sesuai dengan gagasan yang dikemukakan oleh Blakely (1989) bahwa, Globally, the current trend in many countries is towards a reduction in previous levels of state control and centralized management. This has provided the opportunity for many local communities to take the initiative in the management of their local affairs and economy. Masyarakat lokal mulai bergerak dalam usaha kecil dan menengah dengan memanfaatkan pontensi yang ada di daerahnya. Mulai dari potensi sumberdaya alam sampai sumberdaya manusia, yang kemudian dapat melahirkan komoditaskomoditas unggulan yang dikembangkan melalui pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal pada dasarnya adalah bagaimana mengembangkan perekonomian lokal dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki dan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat (Ma’rif, 2002). Pengembangan ekonomi lokal dapat dicapai melalui berbagai macam sektor, salah satunya adalah sektor pertanian. Industri gula aren merupakan salah satu perwujudan dari pengolahan hasil produksi di sektor pertanian. Industri lokal gula aren selama ini menjadi sumber mata pencaharian penting bagi para petani aren Indonesia di sentra-sentra produksinya (Tim Peneliti dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM, 2009). 2
Salah satu sentra produksi gula aren Indonesia adalah di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kabupaten Lebak memiliki komoditas unggulan berupa gula aren. Pohon aren merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur dan banyak ditemukan di Kabupaten Lebak. Hal itulah yang menyebabkan banyak masyarakat memanfaatkan pohon aren sebagai bahan baku pengolahan gula aren sebagai mata pencahariannya (Tim Peneliti dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM, 2009). Menurut Direktorat Jenderal Industri Argo (2013), produksi gula aren Kabupaten Lebak adalah yang terbesar di Indonesia. Industri gula aren di Kabupaten Lebak merupakan salah satu industri lokal yang termasuk dalam usaha kecil dan menengah, yang berperan penting di kabupaten tersebut. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Industri Gula Aren Kabupaten Lebak Tahun 2015 Kecamatan No Jumlah Unit Usaha Sobang 1 1.249 Panggarangan 2 673 Cibeber 3 886 Cijaku 4 376 Cigemblong 5 743 Cilograng 6 239 Muncang 7 262 Lebak Gedong 8 329 Wanasalam 9 64 Malingping 10 131 Sajira 11 36 Bojongmanik 12 38 Gunung Kencana 13 155 Leuwidamar 14 50 Cihara 15 87 Cirinten 16 485 Jumlah 5.803 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, 2015
Industri ini memiliki cakupan yang cukup luas yaitu meliputi 16 kecamatan dari 28 kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak. Dengan jumlah unit usaha terbanyak berada di Kecamatan Sobang.
3
1.2
Rumusan Masalah Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro pada tahun 2013, industri gula
aren Kabupaten Lebak merupakan industri gula aren yang sudah dikenal sampai mancanegara. Permintaan gula aren setiap tahunnya semakin meningkat, baik dari konsumen domestik maupun konsumen mancanegara. Mengingat bahan baku yang mudah didapat, ketersediaan tenaga kerja lokal yang mencukupi, dan permintaan pasar yang luas, maka industri gula aren ini dapat dikatakan sangat berpotensi (Tim Peneliti dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM, 2009). Keberadaan industri gula aren ini tentunya akan menimbulkan pengaruh di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang ekonomi. Potensi besar yang dimiliki industri gula aren ini seharusnya dapat berpengaruh pada peningkatan jumlah pendapatan pemilik industri, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan pemilik industri tersebut. Dengan permintaan pasar yang sudah mencapai lingkup mancanegara dan predikat industri gula aren Lebak yang terbesar di Indonesia, apakah hal-hal tersebut berbanding lurus dengan pendapatan dan kesejahteraan pemilik industri atau tidak. Melalui persoalan tersebut, maka dapat dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini, yaitu 1. Bagaimana karakteristik industri gula aren di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak ? 2. Bagaimana pengaruh industri gula aren tersebut terhadap kesejahteraan rumah tangga pemilik industri? 3. Bagaimanakah prospek pengembangan industri gula aren tersebut? 1.3
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan karakteristik industri gula aren Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak. 2.
Menjelaskan pengaruh industri gula aren terhadap kesejahteraan rumah tangga pemilik industri.
3.
Menganalisis prospek pengembangan industri gula aren Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak.
4
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi: 1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah untuk memperluas ilmu pengetahuan tentang pengembangan ekonomi lokal melalui industri gula aren di Kabupaten Lebak. 2. Manfaat Praktis Manfaat penelitian secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna untuk meningkatkan peran industri gula aren terhadap peningkatan kesejahteraan pemilik industri. 3. Manfaat Akademis Manfaat secara akademis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen akademik yang berguna sebagai referensi bagi sivitas akademika.
1.5
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh suatu industri terhadap kesejahteraan pelaku
industri sudah sering dilakukan sebelumnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Asep Erista dengan judul “Pengaruh Industri terhadap Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Tangerang Banten”, penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh industri sekitar pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Penelitian Erista (2014) tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dan angket. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah bahwa industri di Desa Tobat memberi pengaruh yang baik secara sosial kepada masyarakat sekitar. Di samping itu terdapat juga pengaruh negatif yang ditimbulkan seperti tingkat kesejahteraan berbeda-beda dan pendapatan ekonomi yang tidak merata. Penelitian selanjutnya ialah penelitian yang dilakukan oleh Abdul Ghofur dengan judul “Pengaruh Adanya Kerajinan Songkok terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kemampuan dan lama bekerja terhadap tingkat pendapatan perajin songkok. Pengumpulan data
5
yang dilakukan oleh Abdul Ghofur disamping wawancara dan obsevasi, juga dengan menggunakan angket yang diisi oleh para perajin songkok. Sedangkan untuk metode yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda, koefisien korelasi parsial, koefisien korelasi berganda, Uji t, dan Uji F. Hasil dari penelitian ini ialah bahwa kemampuan pegawai dan lama bekerja memiliki pengaruh terhadap peningkatan pendapatan pegawai. Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan industri gula aren ialah penelitian yang dilakukan oleh Maemonah (2015). Penelitian tersebut berjudul “Strategi Pengembangan Industri Kecil Gula Aren Di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal”. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Maemonah adalah untuk mengetahui profil industri gula aren di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal dan mengetahui strategi pengembangan industri kecil gula aren tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis SWOT. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan terdapat 107 unit usaha gula aren dalam sentra industri gula aren di Kecamatan Limbangan. Modal awal yang digunakan para pengerajin gula aren di Kecamatan Limbangan berkisar anatara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Proses pengolahan gula aren berlangsung selama 6 – 9 jam. Dalam proses pemasaran, pengerajin tersebut tidak melakukan promosi dan belum melakukan kerjasama dengan pemerintah. Pemasaran dilakukan hanya dengan mengandalkan
para
pengepul.
Strategi
yang
dapat
dilakukan
untuk
memberdayakan industri kecil gula aren di Kecamatan Limbangan adalah dengan strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal. Masih banyak penelitian serupa lainnya yang dapat dilihat dalam tabel berikut :
6
No 1
Pengarang Akhmad Asep Erista (2014).
2
Abdul Ghofur (2014)
Tabel 1.2 Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan Sebelumnya Judul Tujuan Metode Deskriptif kualitatif Mengatahui pengaruh Pengaruh Industri dengan observasi, industri sekitar pada terhadap Perubahan wawancara dan angket kehidupan sosial Sosial dan Ekonomi ekonomi masyarakat Masyarakat di Desa Tobat Kecamatan Balaraja Tangerang Banten
Pengaruh Adanya Kerajinan Songkok terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat
Mengetahui pengaruh kemampuan dan lama bekerja terhadap tingkat pendapatan perajin songkok
Analisis regresi linier berganda, koefisien korelasi parsial, koefisien korelasi berganda, Uji t, dan Uji F
Hasil Pengaruh terhadap sosial adalah nilai kekeluargaan yang masih terjalin baik, interaksi masyarakat terjalin dengan baik, masyarakat memiliki kesadaran akan mutu pendidikan yang tinggi, tunjangan kesehatan merata. Sedangkan dari sisi ekonomi adalah penghasilan tambahan, memiliki etos kerja yang baik yaitu disiplin dan rajin,namun tunjangan transport tidak merata, tingkat kesejahteraan berbeda-beda, pendapatan ekonomi tidak merata. Kemampuan pegawai dan lama bekerja berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Secara simultan kemampuan bekerja dan lama bekerja berpengaruh terhadap pendapatan perajin songkok
7
Lanjutan tabel 1.2 No 3
Pengarang Alina Masda Mawaddah (2013)
Judul Distribusi Spasial dan Karakteristik Industri Rumah tangga Pangan di Kecamatan Ungaran Barat
Tujuan - Mengetahui distribusi spasial lokasi industri, asal penghasil bahan baku dan daerah jangkauan pemasaran industri. - Mengetahui karakteristik industri yang meliputi modal, bahan baku, tenaga kerja, produksi dan pemasaran. - Mengetahui besaran kontribusi pendapatan pengusaha IRTP terhadap pendapatan rumah tangga atau keluarga .
Metode Metode survey, dokumentasi dan wawancara
Hasil Distribusi spasial lokasi industri terpusat atau terkonsentrasi secara geografis di Desa Lerep tepatnya berada di Dusun Karang Bolo yang spesialisasinya adalah industri keripik mencapai 73,33%. Asal modal pengusaha berasal dari bank, pinjaman keluarga dan modal sendiri. Rata-rata tenaga kerja pengusaha adalah dua pekerja. Jenis bahan baku yang digunakan adalah bahan pangan kedelai, bayam, tepung terigu, kacang tanah dan hijau. Kontribusi pendapatan pengusaha IRTP terhadap pendapatan rumah tangga/keluarga rata-rata perbulan sebesar Rp.2.550.000,00
8
No 4
5
Lanjutan tabel 1.2 Pengarang Judul Aliudin, Setiawan Efisiensi dan Pendapatan Usaha Gula Aren Cetak Sariyoga, dan (Kasus pada Perajin Gula Dian Anggraeni Aren Cetak di Desa (2011) Cimenga, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten)
Siti Maemonah, 2015
Tujuan Mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi, nilai tambah, dan keuntungan usaha kerajinan gula aren cetak
Strategi Pengembangan - Mengetahui profil industri gula aren di Industri Kecil Gula Aren Kecamatan Di Kecamatan Limbangan Limbangan Kabupaten Kabupaten Kendal. Kendal - Mengetahui strategi pengembangan industri kecil gula aren di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal.
Metode Metode survei dan analisis efisiensi usaha menggunakan metode fungsi produksi Cobb Douglas, analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami, dan Analisis keuntungan Analisis Matrik SWOT
Hasil Efisiensi penggunaan bahan baku nira aren, tenaga kerja, dan bahan bakar (faktor produksi) belum efisien. Kerajinan gula aren cetak Cimenga sudah mampu memberikan nilai tambah 74%. Pendapatan yang diperoleh oleh perajin dalam satu kali produksi adalah Rp. 29.823,81 Strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan industri kecil gula aren di Kecamatan Limbangan adalah dengan strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal.
9
Lanjutan tabel 1.2 No Pengarang 6 Glori Giovani (2016)
Judul Pengaruh Industri Gula Aren Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Pemilik Industri di Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak
Tujuan Metode Hasil - Industri gula aren Desa - Metode survey dan - Mendeskripsikan Hariang merupakan industri analisis statistik karakteristik industri rumah tangga yang masih deskriptif untuk dapat gula aren Kecamatan tradisional. Modal yang menjawab tujuan Sobang, Kabupaten digunakan tidak terlalu besar pertama. Lebak. dan bahan baku yang - Analisis crosstab untuk - Menjelaskan digunakan berasal dari lahan menjawab tujuan kedua pengaruh industri gula sendiri. - Analisis SWOT aren terhadap - Mayoritas pemilik industri kuantitatif untuk kesejahteraan rumah masih berada pada tingkat menjawab tujuan ketiga. tangga pemilik kesejahteraan rendah. Bagian industri. dari karakter industri yang - Mengidentifikasi berpengaruh secara signifikan prospek terhadap tingkat kesejahteraan pengembangan rumah tangga pemilik industri industri gula aren adalah pendapatan, jumlah Kecamatan Sobang produksi, jumlah bahan baku, Kabupaten Lebak dan jumlah pohon yang disadap. - Industri gula aren Desa Hariang memiliki kekuatan yang besar, walaupun disisi lain memiliki ancaman besar. Stategi yang direkomendasikan adalah Diversifikasi Strategi.
10
Adapun beberapa hal yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya yaitu terletak pada judul, lokasi, tujuan, dan metode yang digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survey dengan teknik analisis statistik deskriptif untuk dapat menjawab tujuan pertama. Kemudian untuk menjawab tujuan kedua menggunakan analisis crosstab dan terakhir menggunakan analisis SWOT kuantitatif untuk dapat menjawab tujuan ketiga. Secara spesifik yang membedakan penelitian ini khususnya dengan penelitian mengenai industri gula aren sebelumnya yaitu:
Penelitian sebelumnya hanya membahas secara umum mengenai profil industri gula aren meliputi permodalan, bahan baku, proses produksi secara singkat, dan pemasaran saja. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui karakteristik industri gula aren secara lebih mendetil yang meliputi jumlah tenaga kerja, usia tenaga kerja, lama kerja, jumlah jam kerja per hari, asal tenaga kerja, jumlah bahan baku, asal bahan baku, luas lahan pemilik industri, jumlah pohon aren, jumlah modal, jenis produk, jumlah produksi, jumlah pendapatan, teknologi yang digunakan, ketersediaan infrastruktur, dan daerah pemasaran. Dalam penelitian ini juga menjelaskan tentang rantai produksi dan rantai pemasaran secara terperinci.
Dari aspek tujuan, penelitian sebelumnya hanya ingin mengetahui mengenai internalitas dari industri gula aren itu sendiri seperti profil industri, efisiensi faktor produksi, nilai tambah, dan keuntungan usaha dari kerajinan gula aren. Sedangkan dalam penelitian ini selain ingin mengetahui profil industri juga ingin mengetahui bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dari industri gula aren itu sendiri terhadap kesejahteraan pemilik industri sebagai subjek dari industri gula aren tersebut. Adapun gap yang ingin diisi oleh peneliti untuk melengkapi penelitian
terdahulu antara lain adalah:
11
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ghofur (2014), melihat pengaruh industri terhadap tingkat pendapatan hanya dari kemampuan dan lama bekerja saja. Maka dalam hal ini peneliti ingin melengkapi penelitian sebelumnya dengan melihat pengaruh industri terhadap kesejahteraan melalui beberapa variabel. Dan melihat variabel apa saja yang mempengaruhi secara signifikan maupun yang tidak terhadap kesejahteraan tersebut. Selain itu, peneliti juga menambahan beberapa chart yang menjelaskan hubungan antara tingkat kesejahteraan dan beberapa variabel yang mempengaruhi.
Penelitian yang dilakukan oleh Maemonah (2015), hanya melihat posisi industri
berdasarkan
kuadran
SWOT
dan
mendeteksi
prospek
pengembangannya saja tanpa memberikan strategi – strategi untuk mendukung pengembangan industri tersebut. Maka dalam hal ini peneliti ingin melengkapi penelitian sebelumnya dengan menambahkan strategi – strategi yang sesuai guna menunjang pengembangan industri tersebut. 1.6
Tinjauan Pustaka
1.6.1 Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Menurut Kristiyanti (2012), usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan yang bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang. Sementara usaha menengah didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar. Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia menurut Kristiyanti (2012), secara umum adalah: 1. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM. 12
2. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal. 3. Daerah operasi umumnya lokal, walaupun terdapat UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan. 4. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil. Perwujudan dari pengembangan ekonomi lokal salah satunya ialah melalui usaha kecil dan menengah yang diupayakan oleh masyarakat lokal. UKM merupakan stimulus perekonomian pada negara berkembang. Menurut Saputro (2014), UKM memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan usaha besar, di antaranya yaitu:
Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
Berbasis pada sumberdaya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian.
Kemampuan menciptakan lapangan kerja cukup banyak atau penyerapan terhadap tenaga kerja.
Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar relatif cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia.
Tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga mernjadi alat pemerataan pembangunan yang efektif.
Pengembangan dunia bisnis yang bertumpu pada UKM akan mendorong tumbuhnya perekonomian berbasis wirausaha yang dapat menyebabkan terciptanya usaha-usaha baru di tengah persaingan antara usaha satu dengan usaha yang lain. Menurut Wiyadi (2009) suatu industri akan berhasil dan berdaya saing jika mereka mempunyai visi atau pandangan yang jelas, dinamis dan sesuai
13
dengan kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan struktur persaingan, serta industri pendukung dan industri terkait. Menurut Kristiyanti (2012), setiap usaha tentu tidak terlepas dari permasalahan, berikut adalah permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM), antara lain meliputi 2 faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Faktor internal
Kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan. Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM disebabkan karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang hanya mengandalkan modal dari pemilik usaha dengan jumlah sangat terbatas. Di sisi lain modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Kualitas sumberdaya manusia (SDM). Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu dengan keterbatasan kualitas SDM, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi
perkembangan
teknologi
baru
untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
14
2. Faktor eksternal
Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif. Kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain, masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusahapengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah dalam mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian pemerintah yang dinilai tidak memihak
pengusaha
kecil
seperti
UKM
tetapi
lebih
mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
Terbatasnya sarana dan prasarana usaha. Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha sebagaimana yang diharapkan.
Pungutan liar. Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala bagi UKM karena menambah pengeluaran. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
Implikasi perdagangan bebas. Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan 15
proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas tertentu.
Sifat produk dengan ketahanan pendek. Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
Terbatasnya akses pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Melihat dari permasalahan yang dihadapi oleh UKM tersebut, menurut Kristiyanti (2012) kedepannya perlu diupayakan beberapa hal sebagai solusi dari permasalahan tersebut, di antaranya yaitu :
Penciptaan
iklim
usaha
yang
kondusif
dengan
mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
Bantuan permodalan dengan memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM untuk membantu peningkatan permodalannya.
Perlindungan usaha terutama untuk jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah.
Pengembangan kemitraan yang saling membantu antar UKM atau antara UKM dengan pengusaha besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menghindari terjadinya monopoli dalam usaha.
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilan dalam pengembangan usahanya. 16
Membentuk lembaga khusus yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM.
Mengembangkan promosi untuk lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar, terutama dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan.
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi perkembangan bagi UKM tersebut. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar. Selain
peran dari pemerintah, juga dibutuhkan peran dari masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Selain itu, kerjasama dengan pihak swasta juga dibutuhkan untuk menunjang perkembangan UKM itu sendiri. Kebijakan yang diberikan oleh pemerintah perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan kembangnya UKM dimasa yang akan datang. Usaha kecil dan menengah (UKM) idealnya memang membutuhkan peran pemerintah dalam peningkatan kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi lebih pada membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang mendorong kemampuan industri kecil dalam mengakses modal (Pardede, 2000). Menurut Haeruman (2000), tantangan bagi dunia usaha terutama pengembangan UKM mencakup aspek yang luas antara lain:
Peningkatan kualitas SDM dalam hal kemampuan manajemen, organisasi, dan teknologi.
Kompetensi kewirausahaan.
Akses yang lebih luas terhadap permodalan.
Informasi pasar yang transparan.
Faktor input produksi lainnya.
Iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis serta persaingan yang sehat. 17
Haeruman (2000) menyatakan bahwa solusi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi UKM tersebut adalah dengan mengupayakan pengembangan UKM yang tangguh melalui pemilihan dan penetapan strategi (program) untuk dua kondisi yang berbeda.
Kondisi yang dimaksud adalah mengembangkan
pengusaha yang sudah ada agar menjadi tangguh, atau mengembangkan wirausaha baru yang tangguh. Strategi pengembangan untuk kedua kondisi tersebut haruslah spesifik. Hal ini disebabkan karena setiap jenis usaha, bahkan tiap pengusaha pada jenis yang sama akan mempunyai permasalahan yang berbeda. Maka diperlukan suatu pemahaman yang matang dan mendalam untuk mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi. Tanpa pemahaman dan perencanaan yang matang, maka strategi pengembangan tidak akan terlaksana dengan baik. 1.6.2 Industri Kecil Gula Aren Industri kecil di perdesaan dikenal sebagai tambahan sumber pendapatan keluarga dan juga sebagai penunjang kegiatan pertanian yang merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat perdesaan. Industri kecil perdesaan mempunyai arti penting dalam usaha mengurangi tingkat kemiskinan di perdesaan atau dengan kata lain diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat perdesaan (Mubyarto,1986). Industri gula aren merupakan salah satu bentuk usaha kecil yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia, untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Seperti industri gula aren di Kabupaten Kendal tepatnya di Kecamatan Limbangan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maemonah (2015) industri gula aren tersebut memiliki 107 unit usaha industri gula aren. Industri tersebut diawali oleh para pengerajin dengan modal pribadi antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000. Selain modal dalam bentuk uang, pengerajin juga memiliki modal berupa lahan yang ditumbuhi beberapa pohon aren. Dengan kata lain, bahan baku yang didapat yaitu berasal dari lahan sendiri. Proses pembuatan gula aren ini memakan waktu yang cukup lama. Dari proses pengambilan nira sampai dengan produk gula aren siap dipasarkan
18
membutuhkan waktu antara 6-9 jam. Dalam hal pemasaran, pengerajin gula aren di Kecamatan Limbangan tidak melakukan kegiatan promosi. Biasanya berapapun jumlah produk gula aren yang dihasilkan akan dibeli oleh pengepul. Baik pengepul yang sudah melakukan pemesanan maupun belum melakukan pemesanan. Pengerajin belum melakukan jalinan kerjasama dengan pemerintah ataupun dengan pihak swasta dalam hal mengenalkan produk gula aren ke pasar yang lebih luas. Usaha industri gula aren juga merupakan mata pencaharian sebagian kecil masyarakat Dusun Girirejo, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sopiannur (2011), banyaknya pohon aren yang tumbuh alami disekitar dusun menyebabkan sebagian masyarakat menggeluti industri gula aren tersebut. Tidak semua pengerajin memperoleh bahan baku dari lahan milik mereka sendiri. Beberapa pengerajin memperoleh bahan baku dari area bukit yang ada di sekitar dusun. Namun, jumlah pengerajin gula aren di Dusun Girirejo, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara menurun drastis. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, antara lain banyaknya pengerajin gula aren yang beralih menjual air nira yang dijadikan tuak atau minuman tradisional yang menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan dan tak perlu adanya proses pembuatan dalam waktu yang cukup lama. Selain itu juga disebabkan oleh berkurangnya pohon aren yang disadap karena telah berubah fungsi lahan, lahan daerah hutan yang dahulu menjadi sumber kayu bakar bagi para pengerajin telah terkonversi menjadi lahan-lahan komersial. Saat ini hanya terdapat 8 pengerajin gula aren di Dusun Girirejo, 7 di antaranya masih mengunakan kayu sebagai bahan bakar untuk mengolah gula aren, dan satu pengerajin mencoba menggunakan briket batubara sebagai bahan bakar untuk pengolahan gula aren. Pengerajin gula aren di Dusun Girirejo mengeluarkan biaya produksi setiap bulan untuk keperluan biaya bahan bakar, bahan tambahan, dan tenaga kerja. Biaya yang dikeluarkan perbulan berkisar antara Rp 1.400.000 – Rp 1.600.000. Sedangkan pendapatan bersih yang diperoleh setiap bulan berkisar antara Rp 1.800.000 – Rp 2.100.000.
19
Kabupaten Rokan Hulu juga merupakan salah satu tempat industri kecil gula aren yang ditekuni sebagian masyarakatnya, tepatnya di Desa Rambah Tengah Barat, Kecamatan Rambah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2012), bahan baku yang digunakan pada industri tersebut banyak didapat dari tanaman aren yang tumbuh di lahan pengerajin, sehingga pengerajin tidak kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Dalam proses pengolahannya, industri gula aren ini menambahkan bahan penunjang untuk menjadikan tekstur dan warna gula aren lebih bagus dengan menggunakan bahan berupa akar batang raru. Proses pengolahan gula aren dilakukan masih dengan cara tradisional dan teknologi sederhana. Hasil produksi berupa gula aren cetak yang dijual dengan harga Rp 18.000 per kilogram. Industri gula aren di Desa Rambah Tengah Barat mempekerjakan tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Upah yang diterima per harinya tergolong cukup besar yaitu Rp 80.000 untuk laki-laki dan Rp 60.000 untuk perempuan. Karakteristik industri gula aren di setiap daerah berbeda-beda, terutama pada jumlah modal, jumlah pengerajin, dan jumlah pendapatan yang diperoleh. Perbedaan jumlah modal disebabkan karena perbedaan jenis kebutuhan yang diperlukan pengerajin. Seperti misalnya, pengerajin dengan bahan bakar briket batubara tentu membutuhkan modal lebih banyak dari pengerajin dengan bahan bakar kayu. Perbedaan jumlah pengerajin disebabkan karena terbatasnya sumberdaya manusia yang mumpuni dalam industri gula aren itu sendiri. Sedangkan perbedaan jumlah pendapatan disebabkan karena perbedaan jumlah hasil produksi dan harga jual produk tersebut. Semakin banyak jumlah produksi maka pendapatan juga akan semakin besar. Begitu juga dengan semakin langka produk tersebut disuatu daerah maka harga jual akan semakin tinggi dan pendapatan yang diperoleh akan semakin banyak. Berdasarkan literatur diatas dapat disimpulkan beberapa karakteristik industri gula aren di antaranya adalah modal, proses pembuatan, pemasaran, bahan baku, jumlah pengerajin, bahan bakar, biaya produksi, hasil produk, harga jual, dan pendapatan.
20
1.6.3 Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan indikasi dari pendapatan individu (flow of income) dan daya beli (purchashing of power) masyarakat. Berdasarkan pemahaman ini, konsep kesejahteraan memiliki pengertian yang sempit karena dengan hanya melihat pendapatan sebagai indikator kemakmuran ekonomi, berarti kesejahteraan dilihat sebagai lawan dari kondisi kemiskinan (Diana, 2008). Kesejahteraan selalu dikaitkan dengan materi, di mana semakin tinggi produktivitas maka pendapatan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi (Rahardja dan Mandala, 2008). Namun di samping itu, Rahardja dan Mandala (2008) juga melihat tingkat kesejahteraan dari sisi non materi seperti tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Pandangan masyarakat umum dalam keluarga yang sejahtera maka mampu menyekolahkan anggota keluarganya hingga setinggi mungkin. Sama halnya jika semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan membawa keluarganya semakin sejahtera karena mendapatkan timbal balik seperti pekerjaan yang mapan dan pendapatan yang mencukupi. Menurut Himaz (1985), pendidikan yang lebih tinggi memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi juga, karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan melalui kualitas pekerja. Menurut UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Indikator kesejahteraan juga dikeluarkan oleh beberapa ahli maupun lembaga. Menurut Bappenas 2 , status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya, rumah tangga dengan proporsi pengeluran kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan Bappenas2, “Indikator Kesejahteraan Rakyat”, diakses dari http://www.bappenas.go.id, pada tanggal 23 September 2015.
21
bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan rendah. Menurut BPS 3 , terdapat 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin yaitu : 1. Luas bangunan. 2. Jenis lantai. 3. Jenis dinding. 4. Fasilitas MCK. 5. Sumber penerangan. 6. Sumber air minum. 7. Jenis bahan bakar untuk memasak. 8. Frekuensi mengkonsumsi daging, susu dan ayam. 9. Frekuensi membeli pakaian dalam setahun. 10. Frekuensi makan setiap hari. 11. Kemampuan untuk berobat. 12. Luas lahan usaha tani. 13. Pendidikan kepala keluarga. 14. Tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal sembilan variabel tidak terpenuhi, maka dikategorikan sebagian rumah tangga miskin/ tidak sejahtera. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan salah satu alat ukur yang dapat merefleksikan status pembangunan manusia. IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yang digunakan sebagai
indikator yaitu bidang kesehatan: usia hidup (logetivity),
bidang pendidikan: pengetahuan (knowledge), dan bidang ekonomi: standar hidup layak (decent living) (Faqihudin, 2012). BPS3, “Indikator Kesejahteraan Rakyat Welfare Indicators 2014”, diakses dari http://www.bps.go.id, pada tanggal 23 September 2015.
22
Adapun indikator IPM tersebut dalam Faqihudin (2012) antara lain meliputi: 1.
Bidang kesehatan
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah
masalah pelayanan kesehatan dengan indikator % persalinan balita dibantu tenaga medis, banyaknya penduduk per Puskesmas, banyaknya dokter per 10.000 penduduk.
masalah kelangsungan hidup dengan indikator angka kematian bayi, angka kematian balita, % balita dengan status gizi, % balita diimunisasi.
masalah status kesehatan dengan indikator % penduduk sakit dan rata-rata lama sakit.
2.
Bidang Pendidikan
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah
masalah partisipasi sekolah dengan indikator angka partisipasi murni : SD (7-12 tahun), SLTP (13-15 tahun), SMU (16-18 tahun)
masalah pelayanan pendidikan dengan indikator rasio penduduk usia sekolah - bangku sekolah, rasio murid sekolah, rasio murid - kelas, dan rasio murid guru.
3.
Bidang Ketenagakerjaan
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah
masalah partisipasi dan kesempatan kerja dengan indikator tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat kesempatan kerja, % penduduk bekerja menurut sektor ekonomi, sektor pertanian/primer, sektor industri/sekunder, sektor jasa/tersier.
masalah pengangguran dengan indikator angka pengangguran terbuka, % yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
4.
Bidang Perumahan
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah:
Masalah kondisi perumahan dengan indikator % rumah tangga dengan lantai tanah, % rumah tangga beratap layak, % rumah tangga dengan dinding tembok, % rumah tangga dengan penerangan listrik, % rumah tangga
23
dengan air minum ledeng, % rumah tangga dengan air minum bersih, % rumah tangga dengan tangki septik. 5.
Bidang Ekonomi
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah:
% PDRB sektor pertanian
% PDRB sektor industri
% PDRB sektor jasa – jasa
6.
Sosial Budaya
Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah:
% Penduduk menonton TV
% Penduduk mendengarkan radio
% Penduduk membaca surat kabar
% Penduduk berdarma wisata
% Penduduk membaca kitab suci/artikel agama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 4 )
mengelompokan tingkat kesejahteraan keluarga menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu: a.
Keluarga Pra Sejahtera (KPS) Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam) indikator Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator “kebutuhan dasar keluarga” (basic needs).
b.
Keluarga Sejahtera I (KS I) Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8 (delapan) indikator Keluarga Sejahtera II atau indikator “kebutuhan psikologis” (psychological needs) keluarga.
c.
Keluarga Sejahtera II (KS II) Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I dan 8 (delapan) indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 (lima)
BKKBN 4, “Batasan dan Pengertian MDK”, diakses dari http://aplikasi.bkkbn.go.id, pada tanggal 3 Januari 2016.
24
indikator Keluarga Sejahtera III (KS III), atau indikator “kebutuhan pengembangan” (develomental needs) dari keluarga. d.
Keluarga Sejahtera III (KS III) Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, dan 5 (lima) indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 (dua) indikator Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator “aktualisasi diri” (self esteem) keluarga.
e.
Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5 (lima) indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III Plus. Adapun indikator-indikator dalam tingkatan keluarga sejahtera menurut
BKKBN tersebut adalah sebagai berikut: a.
Enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator “kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu: 1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat setempat, seperti makan nasi sebagai makanan pokoknya (staple food). 2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu pasang. 3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. Pengertian rumah yang ditempati keluarga adalah keadaan rumah tinggal keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak ditempati, baik dari segi perlindungan maupun dari segi kesehatan. 4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern,
25
seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan,
apotek,
posyandu, poliklinik,
bidan desa dan
sebagainya, yang memberikan obat-obatan yang diproduksi secara modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen Kesehatan / Badan POM). 5. Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi. Pengertian sarana pelayanan kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB, seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu,
balai
pengobatan,
apotek,
posyandu,
poliklinik, dokter swasta, bidan desa dan sebagainya. 6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga mengikuti wajib belajar 9 tahun. b.
Delapan indikator Keluarga Sejahtera II (KS II) atau indikator “kebutuhan psikologis” (psychological needs) keluarga, dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu: 1. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. 2. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging / ikan / telur. Pengertian makan daging / ikan / telur adalah memakan daging atau ikan atau telur, sebagai lauk pada waktu makan untuk melengkapi keperluan gizi protein. Indikator ini tidak berlaku untuk keluarga vegetarian. 3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian baru dalam setahun. Pengertian pakaian baru adalah pakaian layak pakai (baru / bekas) yang merupakan tambahan yang telah dimiliki baik dari membeli atau dari pemberian pihak lain. 4. Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk setiap penghuni rumah.
26
Luas Lantai rumah paling kurang 8 m² adalah keseluruhan luas lantai rumah yang apabila dibagi dengan jumlah penghuni rumah diperoleh luas ruang tidak kurang dari 8 m². 5. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas / fungsi masing-masing. Pengertian keadaan sehat adalah kondisi kesehatan seseorang dalam keluarga yang berada dalam batas-batas normal, sehingga anggota keluarga tersebut dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan masing-masing dalam keluarga. 6. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan. 7. Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin. Pengertian anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin adalah anggota keluarga yang berumur 10 - 60 tahun dalam keluarga dapat membaca tulisan huruf latin dan sekaligus memahami arti dari kalimat-kalimat dalam tulisan tersebut. 8. Pasangan Usia Subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi. Keluarga yang masih berstatus pasangan usia subur dengan jumlah anak dua atau lebih ikut KB. c.
Lima indikator Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator “kebutuhan pengembangan” (develomental needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu: 1. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama. Meningkatkan pengetahuan agama misalnya dilakukan dengan mendengarkan pengajian, mendatangkan guru mengaji atau guru agama bagi anak-anak, sekolah madrasah bagi anak-anak yang beragama Islam atau sekolah minggu bagi anak-anak yang beragama Kristen. 2. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang.
27
Sebagian penghasilan keluarga yang disisihkan untuk ditabung baik berupa uang maupun berupa barang (misalnya dibelikan hewan ternak, sawah, tanah, barang perhiasan, rumah sewaan dan sebagainya). Tabungan berupa barang, apabila diuangkan minimal senilai Rp. 500.000,3. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Kebiasaan seluruh anggota keluarga untuk makan bersama-sama, sehingga waktu sebelum atau sesudah makan dapat digunakan untuk komunikasi. 4. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Keikutsertaan seluruh atau sebagian dari anggota keluarga dalam kegiatan
masyarakat
disekitarnya
yang
bersifat
sosial
kemasyarakatan, seperti gotong royong. 5. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar / majalah / radio / tv / internet. Tersedianya kesempatan bagi anggota keluarga untuk memperoleh akses informasi baik secara lokal, nasional, regional, maupun internasional, melalui media cetak (seperti surat kabar, majalah, buletin) atau media elektronik (seperti radio, televisi, internet). d.
Dua indikator Kelarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator “aktualisasi diri” (self esteem) dari 21 indikator keluarga, yaitu: 1. Keluarga secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan materil untuk kegiatan sosial. Keluarga memberikan sumbangan materil secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela, baik dalam bentuk uang maupun barang, bagi kepentingan masyarakat, dalam hal ini tidak termasuk sumbangan wajib. 2. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial / yayasan / institusi masyarakat.
28
Keluarga yang memiliki rasa sosial yang besar dengan memberikan bantuan tenaga, pikiran dan moral secara terus menerus untuk kepentingan sosial kemasyarakatan dengan menjadi pengurus pada berbagai organisasi/kepanitiaan. Kesejahteraan yang dialami para pengerajin industri gula aren seringkali bertolak belakang dengan banyaknya minat pasar terhadap produk gula aren. Banyak yang mengatakan bahwa nasib pengerajin gula aren tidak semanis gula yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan ketidakmampuan mengakses pasar yang kemudian menyebabkan para pengerajin memiliki ketergantungan pada tengkulak dan tidak mampu menentukan harga produk (Wahyuti, 2009). Selain itu juga disebabkan karena keterbatasan modal dan aksesibilitas pasar yang menggiring pengerajin untuk tergantung pada pengepul dan rentenir. Pohon-pohon aren yang dieksploitasi pada umumnya berada di lereng dan lembah yang tidak ditanam secara terencana. Lokasi yang jauh dari permukiman dan sebaran yang tidak teratur serta bercampur dengan vegetasi lain menyebabkan produktivitas sadapan nira yang rendah per satuan luas. Persoalan yang dihadapi pengerajin gula memerlukan perubahan secara struktural. Perubahan struktural adalah perubahan usaha pertanian subsisten dengan produksitivas rendah menjadi usaha dengan produktivitas tinggi dan mampu
meningkatkan
kesejahteraan.
Peningkatan
produktivitas
dan
kesejahteraan akan menimbulkan eksternalitas karena kerusakan hutan sekitar tidak diperhitungkan. Untuk memadukan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat digunakan konsep pertanian berkelanjutan. Keterkaitan kepentingan ekonomi dengan lingkungan adalah penggunaan sumberdaya secara efisien untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi tanpa menimbulkan kerusakan
lingkungan.
Karena
masyarakat
yang
sejahtera
akan
mempertahankan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari (Wahyuti, 2009).
29
1.6.4 Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah selanjutnya perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh kembang UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM di samping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya (Kristiyanti, 2012). Pembinaan dan perlindungan usaha kecil menengah, terutama pada kondisi ekonomi saat ini sangat strategis karena diperkirakan akan dapat menghasilkan nilai tambah (value added) yang memadai karena jumlah unit usah cukup banyak. Dengan usaha kecil menengah, akan terserap banyak tenaga kerja melalui usaha padat karya (labour intensive), dan dapat memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh pemerataan pendapatan nasional yang selama ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar dan padat modal (capital intensive) (Kristiyanti, 2012). Dalam perspektif perkembangannya, menurut Kristiyanti (2012) UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
Livelihood Activities, kesempatan
merupakan UKM yang digunakan sebagai
kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal
sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengerajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Pengembangan produk unggulan dan pengembangan UKM merupakan
strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah. Esensi atas penciptaan produk-produk unggulan di daerah menjadi sangat penting terlebih lagi di daerah tertinggal atau mempunyai ketimpangan ekonomi terhadap daerah 30
lain, termasuk juga daerah perbatasan. Pengembangan produk unggulan tidak lain dimaksudkan untuk memperbesar penerimaan daerah dari PAD. Peranan produk unggulan sangat krusial karena merupakan produk yang mampu memberi kontribusi terbesar terhadap perolehan penerimaan daerah, terutama jika dilihat kontribusinya terhadap PAD - PDRB. Hal ini terlihat dari besarnya peranan produk unggulan terhadap total perekonomian (Chuzaimah dan Mabruroh, 2008). Sebagai suatu strategi pembangunan, pengembangan produk unggulan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah dinilai mempunyai kelebihan karena suatu daerah yang menerapkan sistem ini dianggap relatif lebih mandiri dalam pengembangan ekonomi. Produk unggulan adalah produk yang potensial untuk dikembangkan disuatu daerah dengan memanfaatkan sumberdaya setempat, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah. Produk unggulan juga merupakan produk yang memiliki daya saing, berorientasi pasar dan ramah lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi persaingan global (Chuzaimah dan Mabruroh, 2008). 1.7
Landasan Teori 1. Dalam menjawab tujuan pertama, penelitian ini merujuk pada pengalaman penelitian yang telah dilakukan oleh Maemonah (2013), Sopiannur (2011), dan (Saputra, 2012) agar dapat menjelaskan karakteristik industri gula aren di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak.
Menurut Maemonah (2013), karakteristik industri gula aren meliputi modal, bahan baku, proses produksi, dan pemasaran.
Menurut Sopiannur (2011), karakteristik industri gula aren meliputi bahan baku, bahan bakar, jumlah pengerajin, modal, dan pendapatan.
Menurut Saputra (2012), karakteristik industri gula aren meliputi bahan baku, proses produksi, hasil produksi, harga jual, dan pendapatan.
2. Dalam menjawab tujuan kedua, penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh BKKBN untuk mengetahui seberapa besar pengaruh 31
industri gula aren terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik industri. Sesuai dengan undang – undang yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang menyebutkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Selaras dengan undang – undang tersebut, indikator kesejahteraan menurut BKKBN memiliki 21 indikator yang mewakili kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan kebutuhan aktualisasi diri yang di dalamnya terdapat komponen yang sesuai dengan undang – undang tersebut di atas. Peneliti memilih indikator kesejahteraan menurut BKKBN karena indikator tersebut merupakan indikator yang paling sesuai untuk penelitian ini bila dibandingkan dengan indikator lainnya seperti:
Kesejahteraan menurut Bappenas hanya diukur melalui proporsi pengeluaran rumah tangga, sedangkan indikator BKKBN memiliki 21 indikator dari kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan aktualisasi diri.
Menurut BPS, kesejahteraan diukur melalui kebutuhan dasar (sandang, pangan, dan papan), kemampuan berobat, kepemilikan aset, dan pendidikan kepala keluarga. Semua indikator tersebut secara umum juga dimiliki oleh indikator kesejahteraan menurut BKKBN. Selain itu, dalam indikator BKKBN semua indikator diukur untuk seluruh anggota keluarga tidak hanya kepala keluarga saja.
Indikator HDI (Human Development Index), meliputi bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang ekonomi. Namun dalam penghitungan HDI digunakan beberapa data dalam lingkup kabupaten sehingga dirasa kurang sesuai dan kurang spesifik untuk penelitian ini yang unit analisisnya rumah tangga.
32
3. Dalam menjawab tujuan ketiga, penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Saputro (2014), Haeruman (2000), dan Kristiyanti (2012) untuk mengetahui potensi, peluang, kendala, dan ancaman dari industri gula aren di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, sehingga dapat dianalisis prospek pengembangannya.
Menurut Saputro (2014), UKM memiliki keunggulan berbasis sumberdaya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal selain itu memiliki inovasi dalam teknologi yang dengan mudah dapat terjadi dalam pengembangan produk.
Menurut Haeruman (2000), tantangan yang dihadapi dalam pengembangan UKM di antaranya ialah peningkatan SDM dalam kemampuan manajemen, organisasi dan teknologi. Serta iklim usaha yang mendukung inovasi, kewirausahaan, dan persaingan yang sehat.
Menurut Kristiyanti (2012) permasalahan yang dihadapi UKM antara lain terkait masalah permodalan, kualitas SDM, iklim usaha yang belum kondusif, keterbatasan sarana dan prasarana, sifat produk dengan ketahanan pendek, dan terbatasnya akses pasar.
1.8
Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Industri Gula Aren terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga Pemilik Industri di Kecamatan Sobang, didasari oleh adanya potensi alam berupa perkebunan aren dan potensi sumberdaya manusia yang mendukung adanya industri gula aren di Kecamatan Sobang. Setiap industri atau usaha tentunya memiliki karakteristik tersendiri yang mencerminkan bagaimana industri tersebut. Karakteristik industri tersebut dirujuk dari pengalaman penelitian yang dilakukan oleh Maemonah (2013), Sopiannur (2011), dan Saputra (2012), di mana karakteristik industri tersebut terdiri dari bahan baku, proses produksi, pemasaran, modal, jumlah tenaga kerja, pendapatan, dan hasil produksi. Sedangkan karakteristik industri lainnya ditambahkan oleh peneliti untuk melengkapi 33
karakteristik industri tersebut agar dapat menggambarkan bagaimana industri gula aren tersebut secara lebih detil. Karakteristik tambahan yang dimaksud antara lain adalah usia tenaga kerja, lama kerja di industri, jam kerja/hari, asal tenaga kerja, luas lahan, jumlah pohon aren, jumlah pohon aren yang disadap, teknologi yang digunakan, infrastruktur, dan peran stakeholder. Seluruh karakteristik industri tersebut ditelaah lebih lanjut sebagai tujuan penelitian yang pertama melalui analisis statistik deskriptif. Industri gula aren ini tentunya telah mendatangkan penghasilan bagi setiap pemilik industri. Di mana penghasilan tersebut kemudian akan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga pemilik industri itu juga. Pengaruh industri terhadap kesejahteraan rumah tangga tersebut akan ditelaah lebih lanjut sebagai tujuan penelitian yang kedua melalui analisis crosstab. Selain itu juga suatu industri tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan industri tersebut seperti faktor internal (potensi dan kendala) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman). Di mana keempat faktor tersebut akan mempengaruhi prospek pengembangan industri gula aren itu sendiri yang akan ditelaah lebih lanjut sebagai tujuan penelitian yang ketiga melalui analisis SWOT kuantitatif. Singkatnya kerangka pemikiran tersebut seperti yang tergambar pada diagram berikut ini:
34
Diagram 1.1 Kerangka Pemikiran Potensi Alam (perkebunan aren)
Potensi SDM Lokal
Tujuan 1
Faktor yang mempengaruhi: Potensi Kendala Peluang Tantangan
Industri Gula Aren Sobang
Tujuan 2 Tujuan 3 Prospek Pengembangan
Analisis SWOT Kuantitatif untuk menganalisis prospek pengembangan. Dengan menghitung skor dan bobot dari potensi, kendala, peluang, dan tantangan.
Pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik industri (indikator BKKBN)
Karakter industri: -Jumlah tenaga kerja -Usia tenaga kerja -Lama kerja di industri -Jumlah jam kerja per hari -Asal tenaga kerja -Banyaknya bahan baku -Asal bahan baku -Luas Lahan -Jumlah pohon -Modal -Jenis produk -Jumlah produksi -Jumlah pendapatan -Teknologi yang digunakan -Ketersediaan infrastruktur -Daerah pemasaran -Peran Stakeholder
Analisis Crosstab Untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan seberapa besar pengaruhnya.
mempengaruhi dipengaruhi
35
1.9
Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian ini dibedakan menjadi tiga berdasarkan
tujuannya, yaitu sebagai berikut: 1. Akan ditelaah lebih lanjut mengenai karakteristik industri gula aren Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, maka pertanyaan penelitian yang diangkat adalah berapakah jumlah tenaga kerja yang dimiliki? Berapa usia tenaga kerja tersebut? Sudah berapa lama mereka bekerja di industri gula aren ini? Berapa banyak bahan baku yang digunakan dalam sekali produksi?
Berasal dari mana sajakah bahan baku yang digunakan?
Berapakah luas lahan yang dimiliki? Berapa banyak jumlah pohon aren yang dimiliki? Berapakah banyaknya modal yang dikeluarkan? Produk apa saja yang dihasilkan? Berapa banyak hasil produksi per hari? Berapa jumlah pendapatan per hari? Teknologi apa yang digunakan dalam proses produksi? Bagaimana ketersediaan infrastruktur penunjang industri gula aren ini? Kemana sajakah produk ini dipasarkan? 2. Akan ditelaah lebih lanjut mengenai pengaruh industri gula aren Kecamatan Sobang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemilik industri, maka pertanyaan penelitian yang diangkat adalah karakter industri apa saja yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik industri gula aren secara signifikan? Seberapa besar pengaruh karakter industri tersebut terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik industri? 3. Akan ditelaah lebih lanjut mengenai prospek pengembangan industri gula aren Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak dengan mengetahui potensi, kendala, peluang, dan tantangan industri gula aren tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diangkat adalah apa saja yang menjadi potensi, kendala, peluang, dan ancaman dalam industri ini? Prospek pengembangan seperti apa yang dimiliki industri gula aren tersebut? Bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan untuk mendukung prospek pengembangan tersebut?
36