1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang. Peran penerimaan pemerintah saat ini khususnya penerimaan dari sektor
non migas sangat besar artinya mengingat penerimaan dari sektor migas yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah semakin menipisnya cadangan minyak bumi sehingga tidak lagi diharapkan sebagai
andalan
penerimaan bagi pemerintah. Salah satu penerimaan pemerintah dari sektor non migas adalah dividen yang didapatkan dari kepemilikan saham pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Besarnya penerimaan pemerintah dari dividen BUMN tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja bisnis perusahaan BUMN (Corporate business) itu sendiri. Badan Usaha Milik Negara merupakan badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah yang sejalan dengan isi dan amanat dari pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat 2 dan 3. Kehadiran BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia
memiliki
arti
yang
sangat
besar
didalam
menjalankan
roda
perekonomian selama ini. Badan Usaha Milik Negara yang diharapkan oleh pemerintah sebagai profit center dan agent of development diharapkan tidak terpuruk dan tertinggal dengan perusahaan-perusahaan swasta nasional dan perusahaan-perusahaan
asing
(internasional).
Peranan
BUMN
dalam
perekonomian nasional diharapkan tetap harus menjadi sumber penerimaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam bentuk pemberian kontribusi berupa pajak dan dividen. Selama ini BUMN memperoleh dana dari pemerintah dalam tiga bentuk, yaitu berupa : penyertaan modal pemerintah (PMP), subsidi dan bantuan luar negeri yang diteruskan sebagai pinjaman ke BUMN (subsidiary loan agreement). Saat ini pada dasarnya pemerintah tidak lagi menyediakan dana PMP dan dana subsidi. Bantuan luar negeri yang diteruskan sebagai pinjaman kepada BUMN-pun hanya akan diprioritaskan untuk pembangunan sarana infrastruktur.
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
2
Perkembangan dan perubahan-perubahan yang dialami perekonomian nasional pada umumnya dan dunia usaha pada khususnya, jelas akan memberi pengaruh besar terhadap eksistensi dan manajemen BUMN. Oleh karena itu masyarakat dan pemerintah menyadari bahwa BUMN memerlukan upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang sungguh-sungguh. Keberadaan BUMN memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Upaya peningkatan efisiensi BUMN sangat penting dalam mendorong kinerja BUMN agar mampu berperan sebagai alat pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberi pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dan tidak membebani keuangan negara. Disadari bahwa kinerja BUMN masih belum optimal walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan kinerja demikian, masih ada potensi BUMN untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya pemerintah dalam mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh baik dari sisi pendapatan mupun dari sisi pengeluaran negara. Di sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun bukan pajak. Sedangkan di sisi pengeluaran,
jika
BUMN
memiliki
kinerja
yang
rendah,
pada
akhirnya
mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Ukuran kinerja BUMN yang dilakukan berdasarkan data keuangan telah digunakan untuk menyatakan suatu BUMN sehat atau tidak sehat. Namun sering terjadi, suatu badan usaha yang baru saja dinyatakan sangat sehat, tiba-tiba dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama ternyata bangkrut. Pengukuran dengan hanya mengandalkan ukuran financial jika disadari sebenamya sudah kurang memadai. Untuk peningkatan pengukuran kiinerja BUMN, pemerintah sebaiknya tidak terikat kepada kriteria financial. Walau pun perkembangan terakhir ukuran kinerja yang ditentukan sudah mulai mencantumkan ukuran non keuangan seperti segi operasi dan administrasi, namun menurut hemat penulis, belum memberikan gambaran yang baik mengenai pedoman kinerja yang benar, sehingga patut dicermati dengan hati-hati.
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
3
Kelemahan dalam pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan ukuran financial sudah lama disadari para ahli bidang akuntansi karena ukuran tersebut hanya ukuran jangka pendek dan mengabaikan aspek going concern dari suatu entitas. Konsep pengukuran dengan mengandalkan ukuran keuangan belaka adalah konsep pengukuran tradisional yang sudah kurang memadai dan hanya mampu mengejar tujuan profitabilitas. Padahal ukuran profitabilitas dapat digambarkan
melalui
rekayasa
laporan
keuangan
sehingga
memberikan
gambaran yang baik. Pimpinan BUMN dapat merekayasa pencarian laba yang optimal melalui ukuran yang paradigma rational goal modelnya mudah diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu alat ukur kinerja BUMN yang pernah digunakan yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas dirasakan oleh banyak pihak memiliki kelemahan, antara lain karena alat ukur tersebut semata-mata hanya menekankan pada factor Rentabilitas, Likuiditas dan Solvabilitas dan juga penerapannya dilakukan secara sama pada seluruh BUMN yang nota bene tidak homogen. Kemudian timbul banyak kritikan dari masyarakat khususnya dari kalangan BUMN sendiri. Penggunaan konsep pengukuran kinerja BUMN dengan menggunakan ukuran rasio Rentabilitas, Likuiditas dan Solvabilitas (RLS) sebenarnya hanya merupakan pendekatan akuntansi belaka. Penggunaan rasio-rasio tersebut memang populer, namun juga mengandung kelemahan. Penilaian yang dilakukan hanya pada saat tertentu (moment opname) dapat saja direkayasa untuk mendapatkan angka-angka yang baik. Selain itu konsep RLS juga kurang tepat digunakan karena BUMN memiliki dual oriented, yaitu selain profit oriented juga sebagai agent of development yang mengemban sejumlah misi sosial. Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Jika agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
4
memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka ada alasan untuk percaya bahwa agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun disisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistimatis antara magnitude asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Pemikiran bahwa pihak manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri didasarkan pada suatu asumsi yang menyatakan setiap orang mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri atau self- interested behaviour. Keinginan, motivasi dan utilitas yang tidak sama
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
5
antara manajemen dan pemegang saham menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Konflik manajemen
keagenan melaporkan
dapat laba
mengakibatkan secara
oportunis
adanya untuk
kecenderungan memaksimumkan
kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Subramanyam (1996) dalam Siallagan dan machfoedz (2006) menyatakan bahwa salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Laba yang diukur atas dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahan dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek (Dechow, 1994). Dalam prosesnya dasar akrual memungkinkan adanya perilaku manajer dalam melakukan rekayasa laba atau earnings management guna menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran (flexibility principles) dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Kelonggaran dalam metode ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda
di
setiap
perusahaan.
Perusahaan
yang
memilih
metode
penyusutan garis lurus akan berbeda hasil laba yang dilaporkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau saldo menurun. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang dilaporkan (Boediono, 2005). Tujuan utama perusahaan, adalah meningkatkan nilai perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakai laporan keungan seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
6
dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005). Investment Opportunity Set menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure
manajer.
Manajemen
investment
opportunities
membutuhkan
pembuatan keputusan dalam lingkungan yang tidak pasti dan konsekuensinya tindakan manajerial menjadi lebih unobservable (Wah : 2002). Tindakan manajer yang unobservable dapat menyebabkan prinsipal tidak dapat mengetahui apakah manajer telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak. Pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi untuk kepentingan prinsipal. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mendekatkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba (Boediono, 2005). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) merumuskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Corporate governance yang mengandung
empat
unsur
penting
yaitu
keadilan,
transparansi,
pertanggungjawaban dan akuntabilitas, diharapkan dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan diapresiasi dengan baik oleh investor. Ada empat mekanisme corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
7
konflik keagenan, yaitu komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial. Di dalam Financial Accounting Standard Board (FSAB) Statement of Financial Accounting Concept No. 1, dinyatakan bahwa sasaran utama pelaporan keuangan adalah informasi tentang prestasi perusahaan yang disajikan melalui pengukuran laba dan komponennya. Laba perusahaan diperlukan untuk kepentingan kelangsungan hidup perusahaan dan kerenanya ketidakmampuan perusahaan
dalam
mendapatkan
laba
akan
menyebabkan
tersingkirnya
perusahaan dari perekonomian. Untuk operasional.
memperoleh Kegiatan
laba,
operasional
perusahaan ini
dapat
harus
melakukan
terlaksana
jika
kegiatan
perusahaan
mempunyai sumber daya. Sumber daya perusahaan tercantum di dalam neraca. Hubungan antara unsur-unsur yang membentuk neraca dapat ditunjukkan oleh rasio keuangan. Beberapa penelitian mengenai manfaat rasio keuangan telah dilakukan antara lain oleh Beaver (1966) dalam Wahyudi dan hrtini (2006) yang menggunakan 30 rasio keuangan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan, kemudian Altman (1968) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menemukan suatu formula ”Z-score”. O’Connor (1973) memprediksi keuntungan saham dengan 10 rasio keuangan. Machfuedz (1994) menggunakan 47 rasio keuangan
yang
kemudian
diseleksi
menjadi
13
rasio
keuangan
dalam
memprediksi perubahan pendapatan atau laba. Sedangkan Asyik dan Soelistyo (2000) dalam penelitiannya menggunakan 21 rasio keuangan untuk memprediksi laba. Pada awal tahun 2002, pemerintah masih memiliki 2 BUMN yang bergerak dalam usaha telekomunikasi yaitu PT. Indosat Tbk dan PT Telkom Tbk. Namun akhir tahun 2002 Pemerintah Indonesia menjual 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd dan diikuti oleh pelepasan saham berikutnya yang menyebabkan penguasaan saham pemerintah hanya dibawah 50% sehingga Indosat bukan lagi perusahaan dalam kategori BUMN. Penjualan 41,94% saham Indosat tersebut menimbulkan banyak kontroversi. Pemerintah
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
8
terus berupaya untuk membeli kembali (buyback) saham Indosat tersebut agar pemerintah menjadi pemegang saham yang mayoritas dan menjadikan kembali Indosat sebagai BUMN, namun hingga kini upaya pemerintah tersebut belum terealisasi akibat banyaknya kendala. Sebagai satu-satunya BUMN yang bergerak dibidang telekomunikasi dimana pemerintah masih menguasai mayoritas saham, kehadiran PT. TELKOM Tbk sangat penting artinya, baik dalam hal industri jasa yang strategis juga potensi penerimaan dan pajak yang potensial. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti perusahaan tersebut. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi (InfoComm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. TELKOM (yang selanjutnya disebut juga Perseroan atau Perusahaan) menyediakan jasa telepon tidak bergerak kabel (fixed wire line), jasa telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), jasa telepon bergerak (cellular), data, internet, network dan interkoneksi baik secara langsung maupun melalui perusahaan asosiasi. Sampai dengan 31 Desember 2006 jumlah pelanggan PT. TELKOM Tbk sebanyak 48,5 juta pelanggan yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,7 juta, pelanggan telepon tidak bergerak nirkabel sejumlah 4,2 juta pelanggan dan 35,6 juta pelanggan jasa telepon bergerak. Pertumbuhan jumlah pelanggan PT. TELKOM Tbk di tahun 2006 sebanyak 30,73% telah mendorong kenaikan Pendapatan Usaha PT. TELKOM Tbk dalam tahun 2006 sebesar 23% dibanding tahun 2005. Sejalan dengan visi PT. TELKOM Tbk untuk menjadi perusahaan InfoComm terkemuka di kawasan regional serta mewujudkan PT. TELKOM Tbk Goal 2010 maka berbagai upaya telah dilakukan PT. TELKOM Tbk untuk tetap unggul dan leading pada seluruh produk dan layanan. Hasil upaya tersebut tercermin dari market share produk dan layanan yang unggul di antara para pemain telekomunikasi. Selama tahun 2006 PT. TELKOM Tbk telah menerima beberapa penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, di antaranya The
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
9
Best Value Creator, The Best of Performance Excellence Achievement, Asia’s Best Companies 2006 Award dari Majalah Finance Asia. Saham PT. TELKOM Tbk per 31 Desember 2006 dimiliki oleh pemerintah Indonesia (51,19%) dan pemegang saham publik (48,81%), yang terdiri dari investor asing (45,54%) dan investor lokal (3,27%). Sementara itu harga saham PT. TELKOM Tbk di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2006 telah meningkat sebesar 71,2% dari Rp 5.900,- menjadi Rp 10.100,-. Kapitalisasi pasar saham PT. TELKOM Tbk pada akhir 2006 sebesar USD 22,6 miliar. Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh PT. TELKOM Tbk, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan, serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, saat ini PT. TELKOM Tbk menjadi model korporasi terbaik Indonesia.
1.2.
Pokok Permasalahan. Perencanaan yang baik suatu perusahaan harus bisa dihubungkan dengan
kekuatan dan kelemahan perusahaan itu sendiri. Salah satu analisis untuk membuat perencanaan dan pengendalian keuangan yang baik adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan rasio keuangan tersebut dapat diungkapkan kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang telah dicapai perusahaan untuk suatu periode tertentu. Analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja (performance) perusahaan pada masa mendatang. Menurut Harianto dan Sudono (1988) para pengguna dan pemanfaat laporan keuangan adalah pemegang saham, investor, manajer, karyawan, pemasok dan kreditur, pelanggan, pemerintah dan pengguna lainnya. Antara pengguna laporan keuangan yang satu dengan yang lainnya mempunyai
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
10
kepentingan yang berbeda. Pemegang saham akan menilai kinerja manajemen sebagai pihak yang diberi tanggungjawab untuk mengelola dana pemegang saham. Investor memerlukan informasi keuangan untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasinya. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Wahyudi
Prakarsa
(dalam
wijaya,
1997:
6)
mengatakan
bahwa
ketergantungan akuntansi keuangan pada dokumen yang otentik (dalam akuntansi dikenal dengan istilah objective and verifiable evidences) membawa konsekuensi yang serius terhadap kecermatan ukuran kinerja keuangan. Secara eksplisit akuntansi keuangan mengasumsikan kestabilan nilai uang dan menutup mata terhadap kenyataan bahwa dewasa ini tidak ada mata uang di dunia yang dapat memenuhi asumsi tersebut. Kalau harga jual produk selalu berubah mengikuti harga pasar, tidak demikian halnya dengan biaya perolehan dari berbagai sumber daya yang tertera dalam dokumen-dokumen historis. Berhubungan dengan adanya tenggang waktu antara saat pembelian sumber daya dan penjualan barang jadi, maka laba akuntansi pada hakekatnya tidak mampu merefleksikan ukuran kinerja perusahaan yang cukup akurat. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa laporan keuangan suatu perusahaan disusun untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan ini diharapkan akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Harnanto, 1994 :9). Sehubungan dengan uraian di atas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana kondisi Kinerja PT Telkom Tbk dilihat dari rasio-rasio keuangan periode 19962006?
1.3.
Tujuan Penelitian
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
11
Menganalisis dan menjelaskan kondisi kinerja PT Telkom Tbk dengan melihat rasio-rasio keuangan periode tahun 1996-2006.
1.4.
Signifikansi Penelitian.
1.4.1. Sigifikansi Akademis. 1)
Bagi penulis, yaitu sarana berlatih, menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis dan salah satu sarana bagi penulis dalam mengkaji dan menganalisa teori-teori yang telah didapat khususnya penggunaan rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan dalam menilai kinerja suatu perusahaan.
2)
Bagi peneliti lain, yaitu sebagai informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.2. Signifikansi Praktis. 1) Bagi Pemerintah, yaitu dapat meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan berdampak pada penerimaan dividen dan pajak. 2) Memberikan rekomendasi atau masukan kepada pihak pemerintah dalam upaya penyempurnaan penggunaan rasio-rasio keuangan sebagai alat ukur dalam menilai kinerja perusahaan sebagai bagian dari salah satu pelaksanaan pemerintahan yang baik.
1.5.
Sistematika Penulisan. Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab
terdiri dari beberapa sub bab. Hal ini dilakukan agar penulisan tesis ini lebih sistematis dan teratur. Adapun sistematika penulisan tesis adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN Pada
bab ini penulis akan menggambarkan mengenai latar
belakang permasalahan, permasalahan pokok, tujuan penulisan tesis, signifikansi, dan sistematika penulisan tesis.
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
12
BAB II
TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini penulis akan mengetengahkan mengenai tinjauan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Tentang laporan keuangan, rasio-rasio keuangan seperti rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan rasio keuangan lainnya yang akan digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui berapa besar rasio-rasio keuangan yang berhubungan dengan kinerja perusahaan. Metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sample penelitian, data penelitian, keterbatasan penelitian dan alat analisis data yang digunakan.
BAB III
Deskripsi PT Telkom Tbk. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai objek penelitian, yang terdiri dari sejarah berdirinya PT Telkom, Tbk, visi dan misi. Data laporan keuangan 11 (sebelas) tahun terakhir yaitu 1996 sampai dengan 2006. Data laporan keuangan 11 (sebelas) tahun terakhir yaitu 1996 sampai dengan 2006 serta data-data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian tesis tersebut.
BAB IV
Analisis Rasio-rasio Keuangan PT Telkom, Tbk. Tahun19962006. Bab ini membahas dan menganalisis kondisi kesehatan atau kinerja PT. Telkom Tbk. dengan menggunakan analisis rasio-rasio keuangan. Analisis tersebut berkaitan dengan kondisi kesehatan BUMN untuk meningkatkan efektivitas dan pertanggungjawaban dalam upaya peningkatan penerimaan dan kualitas pelaksanaan BUMN yang kompetitif.
BAB V
PENUTUP Pada bab ini penulis akan mengambil kesimpulan yang didapat dari uraian pada bab–bab sebelumnya serta mengajukan beberapa
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008
13
saran perbaikan yang dianggap perlu dalam mengukur tingkat kinerja PT TELKOM Tbk.
Analisis rasio..., Effendi, FISIP 2008