BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Selanjutnya pada pasal 6 disebutkan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Selain itu, pada pasal 31 tertulis bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri”. Besarnya partisipasi angkatan kerja digambarkan melalui indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yaitu persentase penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (penduduk usia 15 tahun ke atas). TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka merupakan indikator utama ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan di bidang ketenagakerjaan. TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Tahun 2004 hingga 2006, TPAK perempuan tidak pernah mencapai 50 persen. Sementara itu, di rentang tahun yang sama, TPAK laki-laki mencapai 80 persen. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya perempuan yang mengurus rumah tangga, dan adanya budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Secara umum, selama tahun 2004 hingga 2006 terjadi peningkatan angka pengangguran di Indonesia, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi perekonomian yang membaik, sehingga memungkinkan mereka untuk memilih-milih pekerjaan dan mencari pekerjaan yang lebih baik dengan penghasilan yang juga lebih besar. Angka pengangguran perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pada satu sisi, hal ini menunjukkan kemajuan karena semakin banyak perempuan yang aktif secara ekonomi dengan mencari pekerjaan. Tetapi pada sisi lain, kondisi ini menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan umumnya lebih terbuka lebar bagi lakilaki, karena sifat pekerjaan yang sesuai untuk perempuan umumnya lebih spesifik
dan tingkat pendidikan perempuan umumnya lebih rendah dibandingkan lakilaki.1 Selain terdapat perbedaan tingkat partisipasi angkatan kerja, perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga terjadi dalam hal upah atau gaji atau pendapatan bersih sebulan. Data yang diambil pada Agustus 2002 menunjukkan bahwa 63.97 persen dari seluruh pekerja yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 100.000 per bulan adalah perempuan. Berkebalikan dengan data di atas, 77,76 persen dari seluruh pekerja yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.000.000 per bulan adalah laki-laki. Dari data tersebut terlihat bahwa persentase perempuan yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 100.000 lebih banyak dibandingkan dengan persentase laki-laki. Berkebalikan dengan data di atas, persentase perempuan yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000 ke atas lebih sedikit dibandingkan dengan persentase laki-laki. Berdasarkan data tersebut, terbukti bahwa pendapatan laki-laki lebih tinggi dari pendapatan perempuan.2 Bila untuk pendidikan dan pekerjaan berupah perempuan tertinggal, keadaan sebaliknya terjadi untuk menghadapi kesukaran hidup. Pada rumah tangga miskin, perempuan tidak bisa hanya bertanggung jawab untuk pengelolaan rumah tangga saja, tetapi harus juga membanting tulang dalam pasar kerja. Pembagian rumah tangga oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 1997 dan 1998 dalam lima kelompok berdasarkan pengeluaran per kapita, ada korelasi yang terlihat bahwa semakin sejahtera sebuah rumah tangga, makin rendah persentase perempuan yang terlibat dalam pasar kerja. Sebaliknya, makin miskin sebuah rumah tangga maka partisipasi perempuan masuk dalam pasar kerja semakin tinggi.3 Ibu rumah tangga dan perempuan pada umumnya banyak berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia dalam produksi subsisten, sektor informal dan bekerja secara sukarela di masyarakat, yang merupakan bagian dari perekonomian sosial atau “care economy”, yang krusial dalam pengembangan dan keberlanjutan sektor kesehatan dan ketenagakerjaan, serta dalam menjaga
1
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Diakses tanggal 15 Januari 2009. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Diakses tanggal 15 Januari 2009. 3 Retak Langit-langit Kaca, Saringan Ampuh Penghambat Perempuan. Senin, 22 Oktober 2001. www.kompas.com. Diakses tanggal 15 Januari 2009. 2
keberlanjutan kerangka sosial dan kemasyarakatan, pemenuhan tanggung jawab publik, dan norma-norma sosial masyarakat. Hal tersebut disebutkan Menneg PPN/Kepala Bappenas, H. Paskah Suzetta dalam sambutannya sebagai inspektur upacara peringatan Hari Ibu ke-80 Tahun 2008, pada Senin (22/12), pukul 08.00 WIB, di Bappenas, dengan peserta upacara PNS di lingkungan Kementerian Negara PPN/Bappenas. Pengambilan keputusan oleh perempuan menjadi penting diantaranya karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2000) membuktikan bahwa baik pada strata kaya maupun strata miskin, kesejahteraan rumahtangga nelayan dipengaruhi oleh pengambilan keputusan perempuan. Pengambilan keputusan ini mencakup kegiatan rumahtangga, nafkah, dan kegiatan sosial. Selain itu, kesejahteraan yang dimaksud di atas berlaku baik berdasarkan kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun kriteria Sayogyo. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspa (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengambilan keputusan dengan kesejahteraan obyektif. Artinya, semakin dominan istri dalam pengambilan keputusan keluarga petani, maka semakin tinggi kesejahteraan obyektif keluarga tersebut. Selain itu, dukungan sosial berkorelasi positif dengan pengambilan keputusan strategi pemenuhan kebutuhan hidup. Artinya, semakin dominan istri dalam pengambilan keputusan mengenai strategi pemenuhan kebutuhan hidup, maka semakin tinggi dukungan sosial yang didapatkan keluarga. Berbagai penelitian yang bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga telah dilakukan. Faktor yang telah diteliti antara lain kontribusi ekonomi: Syakti (1997), Andriyani (2000), dan Rahmawaty (2000). Selain kontribusi ekonomi, faktor yang telah diteliti pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah sumberdaya pribadi: Syakti (1997), Wahyudini (1997), dan Rosalina (2004). Walaupun kedua faktor tersebut telah diteliti, namun ada beberapa hal yang masih harus dilengkapi, seperti: (1) Pengambilan keputusan dalam rumahtangga digabungkan menjadi semua bidang, padahal Sayogyo (1981) telah
membagi pengambilan keputusan dalam rumahtangga menjadi empat bidang, yaitu produksi, pengeluaran kebutuhan rumahtangga, pembentukan keluarga, dan kegiatan
sosial
kemasyarakatan;
(2)
Rumahtangga
yang
diteliti
tidak
dikategorikan berdasarkan strata; (3) Metode pengolahan yang digunakan hanya satu, yaitu tabulasi silang atau uji statistik saja; (4) Penelitian lebih banyak dilakukan di Propinsi Jawa Barat, seperti Syakti (1997), Rahmawaty (2000), dan Rosalina (2004) di Bogor, serta Andriyani (2000) di Cirebon.. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga berdasarkan strata. Penelitian ini menggunakan dua metode pengolahan data, yaitu tabulasi silang dan uji statistik guna memperkuat bukti terhadap kesimpulan akhir yang diambil. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih sebagai lokasi penelitian agar hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan di Propinsi Jawa Barat. 1.2.
Masalah Penelitian Masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pembagian kerja yang berlaku dalam rumahtangga? 2. Bagaimana
pengaruh
kontribusi
ekonomi
perempuan
terhadap
perempuan
terhadap
pengambilan keputusan dalam rumahtangga? 3. Bagaimana
pengaruh
sumberdaya
pribadi
pengambilan keputusan dalam rumahtangga?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan pada sub-bab
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Memaparkan pola pembagian kerja dalam rumahtangga. 2. Menganalisis pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. 3. Menganalisis pengaruh sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga.
1.4.
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan
informasi bagi instansi pemerintah mengenai pengaruh kontribusi ekonomi dan sumberdaya pribadi perempuan terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Informasi ini akan berguna bagi instansi pemerintah untuk menyusun dan menerapkan kebijakan yang tidak mengesampingkan kepentingan perempuan. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi acuan atau sumber bagi penelitian selanjutnya. Bagi responden dan masyarakat di daerah kasus, peneliti berharap hasil penelitian ini berguna untuk memberikan informasi tentang besarnya peran perempuan dalam menjaga ketahanan ekonomi rumahtangga sehingga mereka akan lebih menghargai keberadaan perempuan.