BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kayu memiliki sifat yang istimewa dan sampai saat ini belum tergantikan oleh material lain. Material bangunan yang berasal dari kayu semakin langka untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari solusinya. Oleh karena itu untuk menciptakan produk alternatif baru harus terus dilakukan. Perkembangan
material
komposit
di
bidang
rekayasa
sangat
pesat.
Pemanfaatannya sebagai bahan pengganti logam sudah semakin luas, seperti untuk peralatan olah raga, sarana transportasi (darat, laut dan udara), konstruksi dan dunia antariksa. Keuntungan penggunaan material komposit antara lain: tahan korosi, rasio antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi, murah dan proses pembuatannya mudah (Gay dkk, 2003). Aren (Arenga Pinnata) merupakan tanaman serba guna. Tanaman palma daerah tropis basah ini beradaptasi baik pada berbagai agroklimat, mulai dari dataran rendah hingga 1.400 m di atas permukaan laut. Dalam industri pembuatan papan semen, dibutuhkan material penguat yang mempunyai sifat kekuatan tinggi, elastis, diameter serat seragam. Serat aren berbeda dengan serat kayu, serat aren bersifat elastis, jaringan formasi tampak lebih homogen. Dalam hal ini serat aren memenuhi kriteria tersebut (Astuti, 2006). Saat ini sudah ada penelitian tentang komposit panel sebagai material pengganti kayu, dan serat aren dapat digunakan sebagai material pengisi (filler) pada komposit panel. Cement Bonded Particleboad (CBP) merupakan salah satu cara memproduksi panel komposit yang memanfaatkan berbagai serat alam misalnya: bambu, sekam padi, serta daun kering yang dibuat menjadi serpihan kecil dan disatukan dengan menggunakan semen. Bambu dapat digunakan sebagai material pengisi pada komposit semen, untuk aplikasi di perumahan dan ramah lingkungan (Sudin dkk, 2003).
1
2
Sifat mekanik dan fisik dari komposit semen yang diperkuat dengan serat tergantung pada banyak para meter seperti densitas, perbandingan semen air, kekuatan serat, serta material tambahan (Eva, 2008). Pemakaian semen dengan jumlah yang lebih besar akan meningkatkan kekuatan komposit. Hal ini dikarenakan semen dapat mengikat filler lebih banyak (Frybort dkk, 2008). Penambahan 10% additive dari berat semen pada komposit semen serat akan meningkatkan sifat mekaniknya. Jumlah semen yang sedikit akan mempengaruhi kekuatan dari komposit tersebut karena semen tidak bisa mengikat serat lebih banyak (Meneeis dkk, 2007). Filler memberikan kemudahan dalam desain dimensi komposit yang diinginkan, dan selain sebagai material pengisi, material serbuk atau serpih juga digunakan sebagai material penguat komposit tetapi tidak seefektif fiber (Gibson, 1994). Serat alam mampu meredam suara dan isolasi temperatur. Selain itu juga memiliki densitas rendah dan kemampuan mekanik tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri (Felix dkk, 1991), (Karnani dkk, 1997) dan (Raharjo, 2002), meskipun dapat menggantikan peran serat buatan tetapi jika ditinjau dari segi kekuatan dan rekayasa serat alam masih tertinggal. Oleh karena itu, secara aplikatif komposit serat alam dapat diterapkan pada struktur yang tidak memerlukan kekuatan tinggi. Aplikasi serat aren dalam bidang komposit dapat digunakan sebagai penguat (filler) menggantikan serat kayu, sehingga akan menghemat supply tumbuhan/kayu komersial. Dalam hal ini dimanfaatkan sebagai bahan penguat alternatif pada produk komposit semen seperti: papan, atap, internit, ataupun struktur arsitektur. Pada penelitian kali ini serat yang digunakan adalah serat batang aren hasil limbah produksi tepung aren sebagai material pembuatan komposit dengan pertimbangan bahwa serat mempunyai sifat elastis, diameter yang seragam, dan relatif murah. Penelitian tentang komposit semen ini diharapkan akan melengkapi kekurangan dari material yang sudah ada, sehingga jika penelitian ini berhasil, maka akan didapatkan sifat komposit semen yang optimal.
3
1.2. Rumusan Masalah a. Bagaimana sifat fisik (densitas dan serapan air) komposit yang dihasilkan, untuk berbagai variasi fraksi berat serbuk serat aren ? b. Bagaimana kekuatan bending komposit yang dihasilkan, untuk berbagai variasi fraksi berat serbuk serat aren? c. Bagaimana bentuk patahan semen pada komposit dengan SEM ?
1.3. Batasan Masalah Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut: a. Penelitian ini hanya mengkaji sifat fisik komposit semen serbuk aren berupa densitas, serapan air, dan sifat mekanik berupa kekuatan bending. b. Serbuk serat aren mesh 80. c. Fraksi berat semen 0,20; 0,22; 0,24 dan 0,26. d. Material komposit dianggap homogen.
1.4. Tujuan Penelitian a. Mengetahui pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap sifat fisik (densitas dan serapan air) komposit semen serbuk serat aren. b. Mengetahui pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap kekuatan bending komposit semen serbuk serat aren. c. Mengetahui bentuk patahan hasil pengujian bending.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari kajian ini adalah a. Memberi masukan bagi kalangan akademisi praktisi serta pihak terkait mengenai seberapa besar pengaruh variasi fraksi berat serbuk serat aren terhadap sifat fisik dan mekanik komposit semen serbuk serat aren. b. Sebagai informasi yang penting bagi kalangan industri sebagai landasan bagi terbentuknya industri yang bergerak dalam bidang komposit.
4
c. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengolah hasil limbah yang mudah didapatkan di sekitar kita menjadi bahan yang memiliki kegunaan luas. d. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenis dalam rangka pengembangan teknologi khususnya bidang komposit.
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : a. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir. b. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. c. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data. d. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan. e. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat petanyaan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesis. Saran memuat pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sejenis. BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka Asyifa (2005) meneliti tentang komposit semen CaCl2 sekam padi. Hasil penelitian menunjukan karakteristik penambahan fraksi berat sekam pada komposit
5
semen-sekam meningkatkan nilai modulus elastisitas bendingnya. Ikatan antarmuka yang lemah antara matrik dan sekam pada komposit menyebabkan turunnya kekuatan tarik dan kekuatan bending. Peningkatan kandungan additive 10 % dari berat semen akan meningkatkan sifat mekanik komposit tetapi dimensi menjadi tidak stabil. Perbandingan semen dan kayu yang rendah menyebabkan kekuatan komposit rendah (Meneeis dkk, 2007). Frybort (2008) menyimpulkan bahwa penambahan panjang serat alam yang dikombinasikan dengan semen akan meningkatkan kekuatan mekanik dan kekakuannya. Partikel serat yang tebal akan memiliki kekuatan mekanik yang lebih tinggi dari pada pemakaian serat yang tipis. Studi percobaan mengenai betuk retak dengan pembebanan bending dan tarik pada komposit semen serat kontinyu yang dilakukan oleh (Silva, dkk 2009), menyimpulkan bahwa daerah elastis memiliki modulus yang tinggi (30-34 GPa). Retak berkurang secara signifikan terhadap elastisitas, kekuatan maksimum rata-rata komposit 12 MPa untuk pembebanan tarik dan 25 MPa untuk pembebanan bending. Penelitian oleh Guntekin (2009) yang menggunakan semen dan serat cemara menyimpulkan bahwa peningkatan rasio serat dan semen pada kondisi basah akan meningkatan kekuatan lentur, kekuatan tarik penurunan modulus elastisitasnya dan terjadi perubahan warna pada komposit semen.
2.2. Dasar Teori Struktur material dalam bidang engineering dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu logam, polimer, keramik, dan komposit. Definisi tentang material komposit, yang paling umum adalah: “Komposit merupakan material gabungan yang dibuat melalui penyusunan secara sintetik dua atau lebih komponen yaitu, suatu bahan pengisi (filler) atau semacam senyawa penguat tertentu dan bahan pengikatnya (yang umumnya ada dalam jumlah dominan/matrik), yang dinamakan resin untuk mendapatkan karakteristik dan sifat-sifat tertentu” (Schwartz, 1984). Komposit merupakan bahan yang terdiri atas serat yang diselubungi oleh matrik, biasanya berupa polimer, metal, atau keramik. Serat biasanya berupa bahan dengan
6
kekuatan dan modulus yang tinggi yang berperan sebagai penyandang beban utama. Matrik harus menjaga serat tetap dalam lokasi dan orientasi yang dikehendaki. Matrik juga berfungsi sebagai media transfer beban antar serat, pelindung serat dari kerusakan sebelum, ketika dan setelah proses pembuatan komposit, serta melindungi dari pengaruh abrasif antar serat (IPTN, 1993). Komponen penyusun komposit tidak saling melarutkan ataupun bergabung satu sama lain dengan sempurna, akan tetapi bertindak bersama-sama. Semua komponen serta interfasa (yang memegang peranan penting dalam mengontrol sifat-sifat komposit) yang berada diantaranya, umumnya dapat didefinisikan secara fisik. Sifat komposit secara keseluruhan tidak bisa dicapai hanya dari tiap-tiap komponen yang bertindak sendiri-sendiri (Schwardz, 1984). Berdasarkan bentuk komponen strukturalnya, bentuk-bentuk komponen utama yang digunakan dalam material komposit dapat dibagi atas tiga kelas (Schwartz, 1984), yaitu: a. Komposit Serat Komposit serat (Fibricus Composite) adalah komposit yang terdiri dari serat dan matrik yang dibuat secara fabrikasi, misalnya serat ditambah resin sebagai bahan perekat. Komposit serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers, dan sebagainya. Serat ini disusun secara acak (Chopped Strand Mat) maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih komplek seperti anyaman, sebagai contoh FRP (Fibrous Reinforce Plastic) plastik yang diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebut fiber glass, contoh lainnya PCB (Pulp Cement Bord) semen yang diperkaya dengan serat pulp dan dicetak dalam lembaran datar atau gelombang. PCB menggantikan papan asbes dalam penggunaannya, karena asbes akan terhisap dan merugikan kesehatan dengan menimbulkan gangguan kesehatan pada paru-paru. b. Komposit Partikel
7
Komposit partikel (Particulate Composite) adalah komposit yang terdiri dari partikel dan matrik yaitu butiran. Komposit partikel mempunyai bahan penguat yang dimensinya kurang lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serta bentuk-bentuk lainnya yang memiliki sumbu hampir sama, yang kerap disebut partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih material yang dibenamkan dalam suatu matriks dengan material yang berbeda. Partikelnya bisa logam atau nonlogam, seperti halnya matrik. Adapula polimer yang mengandung partikel yang hanya dimaksudkan untuk memperbesar volume material dan bukan untuk kepentingan sebagai bahan penguat. Komposit ini biasa dinamakan komposit skeletal/bermuatan. c. Komposit Laminat. Komposit laminat (Laminated Composite), merupakan jenis komposit yang tersusun atas dua atau lebih lamina. Komposit serat dalam bentuk lamina ini yang paling banyak digunakan dalam lingkup teknologi otomotif maupun industri.
2.3. Komponen Penyusun Komposit 2.3.1. Semen (Matrik) Polimer, logam, dan keramik digunakan sebagai material matrik dalam komposit tergantung pada kebutuhan tertentu. Matrik di dalam komposit mengikat serat secara bersama-sama dalam suatu unit struktural dan melindungi serat dari kerusakan eksternal, mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat, dan pada beberapa kasus memberikan sifat yang diinginkan seperti keuletan, ketangguhan, atau isolasi listrik (Gibson, 1994). Sebagai komponen utama pembentuk komposit, dalam melakukan pemilihan terhadap matrik harus memperhatikan elongasi/batas mulur. Matrik yang digunakan sebaiknya mempunyai elongasi yang lebih besar daripada elongasi serat. Sebagai contoh jika elongasi yang dimiliki oleh serat 3%, maka matrik harus mempunyai elongasi lebih dari 3%. Ikatan antarmuka yang kuat antara matrik dan serat sangat diperlukan, oleh karena itu matrik harus mampu menghasilkan ikatan mekanis atau
8
kimia dengan serat. Matrik ini juga harus cocok secara kimia dengan serat, sehingga reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada interface. Matrik dan serat sebaiknya mempunyai sifat-sifat mekanis yang saling melengkapi diantara keduanya (Gibson, 1994). Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya (kandungan senyawa silikat), yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/sak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Alighiri, 2007). Semen Portland, merupakan salah satu jenis semen yang sering digunakan untuk membuat bangunan. Dalam semen Portland, terdapat dua macam fasa yang penting, yaitu beta dicalcium silikat (β-Ca2SiO4) dan trikalsium silikat (Ca3SiO5). Adapun fasa-fasa lainnya antara lain trikalsium aluminat (Ca3Al2O6)dan senyawaan ferit (Ca3Al2Fe2O4) (West, 1984). Keberadaan senyawa-senyawa silikat dan aluminat dalam semen menyebabkan terjadinya reaksi dengan air jika semen dicampur dengan air, akibatnya terbentuk suatu senyawa hidrat sebagai produk dari proses hidrasi yang selanjutnya akan terjadi pengerasan massa. Reaksi hidrasi semen secara umum dapat dituliskan sebagai berikut (Van Vlack, 1985): Ca3Al2O6 + 6 H2O Ca2SiO4 + x H2O
Ca3Al2(OH)12 + 200 J/g Ca2SiO x H2O + 500 J/g
9
Ca3SiO5 + (x+1) H2O
Ca2SiO4 x H2O + Ca(OH)2 + 865 J/g
Rasio air terhadap semen sangat mempengaruhi sifat-sifat semen. Pasta semen memiliki volume tinggi yang konstan. Volume ini akan bertambah besar dengan meningkatnya rasio air terhadap semen dalam campuran mula-mula. Suatu set semen bersifat porus dan mengandung lubang-lubang air yang amat kecil (10-20 Angstrom) maupun lubang-lubang dengan ukuran amat besar (1 mikrometer). Hubungan antar kapiler-kapiler yang terdapat di dalamnya sangat mempengaruhi permeabilitas dan vulnerabilitas semen. Adanya interkoneksi antar pori-pori kapiler tentunya harus dihindari karena melemahkan kekuatan semen. Keadaan ini bisa tercapai apabila ada waktu yang cukup bagi pasta semen untuk hidrasi. Untuk rasio air-semen sebesar 0,4 biasanya perlu waktu 3 hari, sedang untuk rasio air-semen 0,7 waktu yang diperlukan sekitar 1 tahun (West, 1984). 2.3.2. Material Pengisi (Filler) Komposit yang mengunakan semen memiliki beberapa kelemahan yaitu mudah patah/rapuh dan memiliki kekutan tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelamahan yaitu dengan menambahkan serat sebagai filler atau pengisi dalam campuran semen. Dengan penambahan serat alam pada komposit semen dapat meningkatkan kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Karakteristik mekanik maupun fisik material komposit semen dengan penguat serat alam tergantung pada beberapa faktor antara lain: sifat matrik, perbandingan komposisi matrik dan material pengisinya, ukuran serat, jenis serat dan penyebaran serat (Balaguru, 1992). Secara umum struktur sel serat tumbuhan hampir sama atau mirip dimana tersusun dari tiga komponen utama, yaitu selullose, hemiselullose, lignin ditambah bahan-bahan lain. Serat yang berasal dari tanaman bersifat hydrophilic karena komposisi utamanya adalah sellulose (Rowell dkk, 2000). Serat aren (Arenga Pinnata) filler alam yang berasal dari proses pengolahan pati aren masih banyak mengandung selullose (Fadilah dkk, 2009). 2.3.3. Air Air dalam campuran komposit mempunyai fungsi memungkinkan terjadinya reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya
10
pengerasan, untuk bereaksi dengan semen. Air berfungsi untuk membasahi komposit semen-sekam agar mudah dikerjakan (Tjokrodimuljo, 1996). Air yang digunakan dalam pencampuran komposit harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, zat organik, atau bahan-bahan lain yang bersifat dapat merusak komposit. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran komposit tetapi tidak berarti air pencampuran komposit harus memenuhi standar persyaratan air minum. Air untuk perawatan dapat dipakai juga untuk pengadukan tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan hingga tidak sedap dipandang (Tjokrodimuljo, 1996). 2.3.4. Additive (Admixtures) Additive adalah bahan yang ditambahkan ke dalam adukan mortar/pasta sebelum atau selama proses pengadukan untuk mengubah sifat dari mortar/pasta karena alasan tertentu. Bahan tambahan berkisar pada bahan kimia sampai pada penggunaan bahan buangan yang dianggap potensial (Susanto, 2009). Additive yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalsium klorida yang merupakan senyawa garam yang mempunyai sifat larut dalam air dan mempunyai sifat fisik seperti kristal garam dapur bewarna putih. Kalsium klorida dengan rumus CaCl2 berbentuk kristal yang sangat higroskopis dan mudah larut dalam air dan alkohol dengan dosis maksimal 2gr 1x dan 8gr per hari (Hachmi, 1990). Kalsium klorida mempunyai sifat fisik antara lain: a. Berupa kristal garam bewarna putih b. Ukuran butir seperti garam dapur c. Dapat dilarutkan dalam air Sedangkan sifat kimia kalsium klorida diperoleh dari reaksi sebagai berikut: Ca(OH)2 (aq) + 2HCl(aq) → CaCl2 (s) + 2H2O(l) Kemudian dalam air kalsium klorida akan mengion karena merupakan garam elektrolit:
11
CaCl2 → Ca2+ + 2Cl – Penambahan additive CaCl2 pada pasta semen mampu meningkatkan proses hidrasi/pengerasan semen. Hal ini terjadi karena adanya faktor kecocokan antara unsur-unsur kalsium yang terkandung dalam semen dan dalam additive CaCl2 (Hachmi, 1990).
2.4. Ikatan Komposit Material komposit merupakan gabungan dari unsur-unsur yang berbeda. Hal itu menyebabkan munculnya daerah perbatasan antara serat dan matrik seperti ditampilkan pada Gambar 2.1. Daerah pencampuran antara serat dan matrik disebut dengan daerah interphase (bonding agent), sedangkan batas pencampuran antara serat dan matrik disebut interface ( George, 1995). Ikatan antarmuka yang optimal antara matrik dan serat merupakan aspek yang penting dalam penunjukan sifat-sifat mekanik komposit. Transfer beban/tegangan diantara dua fase yang berbeda ditentukan oleh derajat adhesi. George dkk (1995) mengungkapkan bahwa adhesi yang kuat diantara permukaan antara matrik dan serat diperlukan untuk efektifnya perpindahan dan distribusi beban melalui ikatan permukaan.
Gambar 2.1. Ikatan pada komposit (George, 1995)
2.5. Kualitas Komposit Karakteristik komposit sangat dipengaruhi oleh (Gibson, 1994): a. Jenis material penyusun komposit b. Bentuk dan susunan struktural dari material penyusun komposit c. Hubungan antar material penyusun komposit
12
Dari faktor utama di atas, secara nyata terlihat bahwa sifat individu yang dimiliki oleh material penyusun sangatlah penting. Sifat ini sebagian besar akan menentukan sifat-sifat dari produk komposit, meskipun hubungan dari material penyusun akan menghasilkan sifat-sifat baru, dan sifat-sifat gabungan dari komposit ini berasal dari sifat-sifat individu material penyusun itu sendiri (Gibson, 1994). Karakteristik struktural dan geometrikal dari material penyusun juga memberikan kontribusi yang penting pada sifat komposit. Bentuk dan ukuran, susunan struktur dan distribusi, dan jumlah relatif dari material penyusun merupakan faktor utama yang memberikan kontribusi pada kualitas komposit secara keseluruhan (Gibson, 1994). 2.5.1. Fraksi Berat Komposit Jumlah kandungan serat atau material pengisi (filler) dalam komposit yang biasa disebut fraksi volume atau fraksi berat merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada komposit penguatan serat maupun komposit dengan material pengisi. Salah satu elemen kunci dalam analisa mikromekanik komposit adalah karakteristikisasi dari volume atau berat relatif dari material penyusun. Persamaan mikromekanik meliputi fraksi volume dari material penyusun tetapi pengukuran secara aktual sering berdasarkan pada fraksi berat (Gibson, 1994). Fraksi berat adalah perbandingan antara berat material penyusun dengan berat komposit. Fraksi berat material penyusun dapat dihitung dengan persamaan 2.1.
wi =
Wi Wc
Dimana, wi = fraksi berat material penyusun. Wi = berat material penyusun (g). Wc = berat komposit (g). 2.5.2. Densitas Komposit
(2.1)
13
Densitas suatu material merupakan perbandingan antara berat dan volume dari material tersebut. Penentuan densitas komposit dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain (ASTM D 792): 1. Penimbangan Penentuan densitas material komposit dengan penimbangan yaitu dengan membandingkan berat material komposit itu di udara dengan berat material komposit itu di air.
rc =
r w .Wa Wa - W w
(2.2)
Dimana, ρc
: densitas komposit (g/cm3).
ρw
: densitas air (g/cm3).
Wa
: berat komposit di udara (g).
Ww : berat komposit di air (g).
Gambar 2.2. Sket konstruksi uji densitas komposit (ASTM D 792)
2. Dengan menggunakan gelas ukur. Percobaan dengan gelas ukur dapat dilakukan dengan memasukkan benda kedalam gelas ukur yang berisi air. Volumenya dapat diketahui dengan menghitung selisih volume sesudah dan sebelum benda dimasukkan kedalam air. Cara ini hasilnya kurang akurat, terutama disebabkan karena pembacaan volume yang kurang teliti untuk volume yang kecil. 2.5.3. Serapan Air Serapan air adalah persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu material jika direndam didalam air. Uji serap air selama 24 jam menentukan sifat dimensi
14
komposit terhadap serapan air (ASTM D 1037). Penentuan serapan air mengacu pada standard ASTM D1037. Rumus menghitung serapan air 1. Thickness swelling (%) = [(Tw-Ti) / Ti] x 100
(2.3)
Tw = tebal setelah direndam (mm) Ti = tebal pertama sebelum direndam (mm) 2. Water absorption (%) = [(Ww-Wi) / Wi] x 100
(2.4)
Ww = berat setelah direndam (g) Wi = berat sebelum direndam (g) 2.5.3 Kekuatan Bending Komposit Untuk mengetahui kekuatan bending komposit dilakukan pengujian bending dengan mengacu pada standar ASTM D 1037. Pada uji bending, spesimen yang berbentuk batang ditempatkan pada dua tumpuan lalu diterapkan beban di tengah tumpuan tersebut dengan laju pembebanan konstan. Pembebanan ini disebut dengan metode three-point bend (bending 3 titik), yang mana dapat dilihat pada gambar 2.3. Kekuatan bending material komposit dapat diketahui dengan melakukan uji bending pada material komposit tersebut. Pada pengujian bending, bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Pada pengujian bending akan didapatkan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan spesimen serta besarnya defleksi yang terjadi, dari data yang diperoleh dicari besarnya nilai kekuatan bending tersebut (Krzysik dan Youngquist 1997). Modulus of Raptur atau kekuatan bending dapat dihitung dengan menggunakan rumus (ASTM D 1037) : 3PL 2bd 2
MOR = Dimana, MOR
= modulus of rapture ( pembebanan dari tengah) (KPa)
P
= beban bending maximum (N)
L
= panjang span (mm)
b
= lebar spesimen (mm)
d
= tebal spesimen (mm)
(2.5)
15
P
L/2
L/2
Gambar 2.3. Sketsa uji bending ( ASTM D 1037)
2.5.4. SEM (Scanning Electron Microscopy) Pengamatan SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk merekam patahan pada spesimen. Spesimen yang diamati adalah spesimen patahan hasil dari pengujian bending. BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Agustus – Desember 2009.
3.2. Bahan Penelitian a. Serbuk aren mesh 80. b. Semen Portland ’HOLCIM’. c. Calsium Chlorida (CaCl2). d. Air destilasi.
3.3. Alat Penelitian a. Dongkrak hidrolik. b. Timbangan elektronik. c. Crushing. d. Mesh. e. Moister wood meter.
16
f. Oven elektrik. g. Perangkat cetakan. h. Universal Testing Mechine.
3.4. Tahapan Penelitian Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian eksperimental yang dilakukan dengan uji laboratorium. Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut: a. Mengumpulkan bahan baku pembuatan komposit yang meliputi serat aren, semen Portland, CaCl2 dan air destilasi. Penelitian diawali dengan proses pencucian dan pengeringan alami dengan sinar matahari. Setelah proses pengeringan, limbah aren di-crushing (dihancurkan) lalu di saring dengan ukuran mesh 80. Serbuk aren kemudian disimpan di dalam kantong plastik tertutup yang didalamnya diisi dengan silica gel. b. Proses pembuatan komposit Komposit dibuat dengan mencampur semen, serbuk dan additive (CaCl2). Jumlah serbuk yang terkandung dalam komposit (fraksi berat serbuk serat aren) diatur dengan variasi 0,20; 0,22; 0,24 dan 0.26 berat. Pengepresan dilakukan pada tekanan 88 kg / cm2 selama 10 menit. c. Pengujian komposit. Pengujian yang dilakukan pada spesimen komposit meliputi uji densitas, serapan air, bending dan uji dengan scanning electron microscope untuk permukaan patah.
3.5. Prosedur Penelitian 3.4.1. Pembuatan Komposit Komposit yang dibuat mempunyai ukuran yang disesuakan dengan standar ASTM D 792 dan ASTM D 1037 dengan variasi fraksi berat semen. Adapun cara membuat komposit adalah sebagai berikut:
17
a. Menimbang fraksi berat serbuk serat aren, semen, air dan CaCl2 dengan perbandingan komposisi 5 : 2 : 2 : 1. b. Mencampur semen, serbuk serat aren, air dan CaCl2 sampai rata. Jumlah serbuk yang terkandung dalam komposit (fraksi berat serbuk serat aren) diatur dengan variasi 0,20; 0,22; 0,24 dan 0.26. c. Memasukan campuran semen, serbuk serat aren, air dan CaCl2 kedalam cetakan dan memberi tekanan pada komposit sebesar 88 kg/cm2 selama 10 menit. d. Mengeluarkan komposit dari cetakan. e. Mengeringkan komposit di tempat terbuka selama ± 7 hari, kemudian mengeringkan komposit di dalam oven dengan temperatur 500 C selama 6 jam. f. Mengukur kandungan air pada komposit menggunakan Moister Wood Meter (10 – 15%) . 3.4.2. Pengujian Sifat Fisik (densitas, serapan air) Langkah pengujian densitas komposit yaitu membandingkan berat komposit di udara dan berat komposit didalam air (ASTM D 792). Langkah pengujian serapan air pada komposit yaitu mengukur persentase dari ketebalan spesimen atau persentase dari berat spesimen setelah dilakukan perendaman selama 24 jam (ASTM D 1037). Bentuk dan ukuran benda uji disesuaikan dengan standar ASTM D 1037 (serapan air).
Gambar 3.1. Dimensi spesimen serapan air (satuan dalam milimeter)
3.4.3. Pengujian Bending
18
Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adala tipe Universal Testing Machine (UTM). Bentuk dan ukuran benda uji bending komposit disesuaikan dengan standar ASTM D 1037. 194
50
6
Gambar 3.2. Dimensi spesimen uji bending (satuan dalam milimeter)
3.6. Variasi Penelitian Penelitian ini menggunakan variasi fraksi berat semen pada komposit seperti yang terlihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Variasi penelitian No
1 2 3 5
Fraksi Berat Serbuk Serat Aren 0,20 0,22 0,24 0,26 Total spesimen
Bending 5 5 5 5 20
Pengujian Densitas 5 5 5 5 20
Serapan Air 5 5 5 5 20
Prosedur penelitian yang dikemukakan diatas dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 3.3.).
19
MULAI SERAT BATANG AREN DIKERINGKAN
PROSES PENGGILINGAN SERAT BATANG AREN DIKERINGKAN MATRIK SEMEN PORTLAND
ADDITIVE CaCl2
SERBUK AREN MESH 80
CETAK MANUAL SPESIMEN KOMPOSIT: 1. FRAKSI BERAT SEMEN : CACL2 :AIR = 5: 1: 2 2. VARIASI FRAKSI BERAT SERBUK SERAT AREN 0,20; 0,22; 0,24; 0,26 3. TEKANAN PENGEPRESAN 88 kg/ cm2 SELAMA 10 MENIT
SPESIMEN DIKERINGKAN SAMPAI DIDAPAT KANDUNGAN AIR 10 -15 %
PENGUJIAN: 1. DENSITAS 2. SERAPAN AIR 3. BENDING 4. FOTO SEM
ANALISA DATA
PENGOLAHAN DATA
KESIMPULAN
SELESAI
Gambar 3.3. Diagram alir penelitian
BAB IV DATA DAN ANALISA
20
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui sifat fisik dan kekuatan bending komposit semen serbuk serat aren. Pengujian yang dilakukan antara lain uji densitas, uji serapan air, dan uji kuat lentur/bending. Variasi yang digunakan untuk uji sifat fisik dan kekuatan bending adalah fraksi berat serbuk serat aren. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain nilai densitas, serapan air dan kuat lentur/bending. Data – data hasil pengujian tersebut kemudian dianalisa dan dibahas untuk menghasilkan kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.
4.1. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Densitas Komposit
Gambar 4.1. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap densitas komposit
Dari hasil perhitungan nilai densitas komposit semen serbuk aren dengan kandungan serbuk aren 0,2 sebesar 1,57 g/cm3 dan nilai densitas komposit semen serbuk aren dengan kandungan serbuk aren 0,26 sebesar 1,23 g/cm3. Hubungan antara kandungan serbuk serat aren dengan densitas komposit semen serbuk aren ditunjukkan pada kurva Gambar 4.1. Nilai densitas komposit semen serbuk serat aren yang menurun disebabkan oleh densitas filler lebih rendah dibandingkan densitas matrik. Peningkatan kandungan serbuk serat aren akan diikuti dengan pengurangan jumlah kandungan semen, hal ini mengakibatkan serbuk serat aren tidak tertutup baik oleh semen atau memiliki ikatan
21
yang kurang padat sehingga menyebabkan turunnya nilai densitas komposit semen serbuk serat aren. Dari Gambar 4.1 dapat diketahui dengan peningkatan fraksi berat serbuk aren, nilai densitas komposit semen serbuk serat aren yang dihasilkan semakin menurun. 4.2. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Serapan Air Komposit
Gambar 4.2. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap serapan air komposit
Nilai pengujian serapan air komposit semen serbuk aren setelah perendaman di dalam air selama 1.440 menit (24 jam) pada kandungan serbuk serat aren 0,26 sebesar 36,04 % dan kandungan serbuk serat aren 0,2 sebesar 21,16%. Peningkatan kandungan serbuk serat aren membuat struktur komposit menjadi tidak begitu rapat sehingga air mudah masuk kedalam struktur komposit. Peningkatan kandungan serbuk serat aren akan diikuti dengan pengurangan jumlah kandungan semen, dimana semakin sedikit kandungan semen dalam komposit, semakin meningkat nilai kadar air pada komposit. Hal ini menunjukan bahwa serbuk serat aren bersifat menyerap air. Dari Gambar 4.2 dapat diketahui dengan peningkatan fraksi berat serbuk aren, nilai serapan air pada komposit semen serbuk aren yang dihasilkan semakin meningkat.
4.3. Pengujian Bending
22
4.3.1. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Kekuatan Bending Komposit
Gambar 4.3. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap kekuatan bending komposit
Pengujian bending komposit dilakukan dengan menggunakan alat uji bending UTM dengan metode bending tiga titik (Three Point Bending). Nilai kekuatan bending dengan kandungan serbuk serat aren 0,2 sebesar 11,92 MPa dan kandungan serbuk serat aren 0,26 sebesar 6,24 MPa. Peningkatan kandungan serbuk serat aren dan berkurangnya jumlah kandungan semen menyebabkan ikatan antarmuka yang terjadi antara matrik dan filler menjadi lemah. Ikatan antara matrik dan filler yang lemah menyebabkan komposit tidak mampu menerima pembebanan yang tinggi sehingga kekuatan bending komposit semakin menurun seiring bertambahnya kandungan serbuk serat aren. Proses hidrasi yang cukup mempengaruhi kenaikan kekuatan bending komposit. Pada proses hidrasi interkoneksi antar pori-pori kapiler yang melemahkan kekuatan semen dapat dihindari/berkurang. Keberadaan pori-pori kapiler yang semakin berkurang akan mengurangi peluang terjadinya retakan awal yang akan berkembang menjadi perpatahan. Berkurangnya peluang terjadinya perpatahan akan menghasilkan nilai kekuatan bending yang tinggi dengan demikian semen mampu menerima beban dengan kuat. Dari Gambar 4.3. menunjukan dengan peningkatan kandungan serbuk
23
aren nilai kekuatan bending komposit semen serbuk aren yang dihasilkan semakin menurun. 4.3.2. Pengamatan Bentuk dan Permukaan Patah Uji Bending serat
semen
serat
semen
b)
a)
Gambar 4.4. Bentuk permukaan patah uji bending komposit semen serbuk serat aren a) Wf = 0,26; b) Wf = 0,2
Komposit dengan kandungan serbuk serat aren 0,26 memiliki ikatan antara semen dan serbuk serat aren yang kurang baik bila dibandingkan dengan komposit dengan kandungan serbuk serat aren 0,2 (Gambar 4.4.b). Hal ini terlihat (Gambar 4.4.a) pada bagian permukaan serat ada yang kotor dan ada bagian serat yang bersih. Bagian permukaan serat yang kotor adalah bagian permukaan serat yang terikat oleh semen dan bagian permukaan serat yang bersih adalah bagian permukaan yang tidak terikat oleh semen. Gambar 4.4.b memperlihatkan komposit dengan kandungan serbuk aren 0,2 ikatan antara semen dengan serat memiliki ikatan yang lebih baik. Hal ini terlihat dari bagian permukaan serat lebih banyak yang kotor.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
24
1. Semakin meningkat kandungan serbuk serat aren maka nilai densitas dan kekuatan bending komposit semen serbuk serat aren semakin menurun. Nilai densitas komposit 1,57 g/cm3 pada kandungan serbuk serat aren 0,2 dan 1,23 g/cm3 pada kandungan serbuk serat aren 0,26. Nilai kekuatan bending komposit 11,92 MPa pada kandungan fraksi berat serbuk serat aren 0,2 dan 6,24 MPa pada kandungan serbuk serat aren 0,26. 2. Nilai serapan air semakin meningkat seiring penambahan fraksi berat serbuk serat aren. Nilai serapan air komposit 21,16 % pada kandungan fraksi berat serbuk serat aren 0,2 dan 36,04 % pada kandungan serbuk serat aren 0,26. 3. Ikatan antarmuka antara serat dan matrik secara visual menunjukan adanya kemampuan mengikat antara serat dan semen yang baik.
5.2. Saran Untuk lebih mengembangkan pemanfaatan potensi serat aren (Arenga Pinnata) sebagai bahan pengisi (filler) komposit polimer, maka penulis memberikan saran: 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan merubah matrik selain menggunakan semen portland tipe I. 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh fraksi berat semen terhadap nilai konduktivitas listrik, ekspansi panas, dan sifat-sifat lainnya. DAFTAR PUSTAKA
Alighiri D, “ semen”, < http://id.wikipedia.org/wiki/Semen. 14 April 2007. ASTM D792-98, standard test methods for density and specific gravity (relative density) of plastics by displacement. American Society For Testing And Material. Book of Standard. USA. ASTM D1037-94a, Standard Test Method for Evaluating Properties of Wood-Based Fiber and Particle Panel Materials. American Society For Testing And Material. Book of Standard Vol 4.10 Wood. West Conshohocken, PA. 19428.
25
Astuti, A., 2006, Pengembangan Perintang Fisik (Physical Barrier), Lembaga Penelitian-UNHAS Asyifa, E.N., 2005, The Characteristic Tensile Strength and Bending Strength of Composite Cement - Rice-Husk, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Balaguru, 2001, Fiber Reinforced Cement Composite, New You, Mcgraw-Hill Inc. Fadilah, dkk, 2009, Pengaruh Penambahan Glukosa dan Ekstrak Yeast Terhadap Biodelignifikasi Ampas Batang Aren, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Felix, J.M., and Gatenholm, P., 1991, The Nature of Adhesion in Composites of Modified Cellulosa Fibers and Polypropylene. Journal of Applied Polymer Science, Vol. 42, pp. 609 – 620. Frybort, S., Mauritz, R., Teischinger, A., and Muler, U., 2008, Cement Bonded Composites-A Mechanical Review, Bio Resourcer 3(2), 602-626. Gay, dkk, 2003, Composite Material, Desaign and Applications, Boca Raton: CRC Press. George, J., dkk, 1995, Short Pineapple-leaf Reinforced Low-DensityPolyethylene, Journal of Applied Polymer Scienced, Vol. 57, pp. 843-854. Gibson, R.F., 1994, Principles of Composites Material Mechanics, Mc Graw Hill Book Co., Singapore, ed., p.p. 115-155. Guntekin, E., and Sahin, H.T., 2009,
Accelerated Weathering Performance of
Cement Bonded Fiberboard. Department of Forest Products Engineering, 32260 Isparta, Turkey. Hachmi, M, Moslemi,A,A, and Campabell,A,G, 1990, A New Technologque to Dassify The Compatibility of Wood With Cement, Wood Science and Technology, 24, 345-354. IPTN, 1993, Manual Specification Standard (MSS), Bandung Karnani, R., 1997, Biofiber – Reinforced Polypropylene Composites. Polymer Engineering and Science, Vol. 37 No. 2, pp. 466 – 482.
26
Meneeis, C.H.S.D., Castro, V.G., and Souza, M.R., 2007, Production and Properties of A Medium Density Wood-Cement Boards Produced with Oriented Strands and Silica Fume, Maderas. Cienciay Tecnología 9(2): 105-115. Raharjo, W.W., 2002, Efek Kadar Air Pada Sifat Mekanik Komposit Unsaturated Polyester yang diperkuat Serat Cantula, Usulan Penelitian untuk Thesis S – 2, pp. 1 – 9. Rowell, R.M., Han, J.S., Rowell, J.S., 2000, Characterization And Factor Effecting Fiber Properties, Natural Polymers and Agrofiber Composites, Emrapa instrumentaco Agropecuera 115-134, Brasil. Silva, F.A., Mabhoser, B., and Filho, D.T., 2009, Cracking mechanisms in durable sisal fiber reinforced cement composites. Elsevier Ltd. Schwartz M.,H., 1984, Composite Materials Handbook, Mc Graw Hill, New York. Susanto, 2009, Pengaruh Jenis Serat Limbah Produk Industri dan Agregat Daur Ulang Pada Kinerja Kuat Lentur Beton, Perustakaan Fakultas Teknik-UNS. Tjokrodimulyo, K., 1996, Teknologi Beton, Naviri, Yogyakarta Van Vlack, Laurence H, 1985, Ilmu dan Teknologi Bahan (Alih bahasa: Sriati Djaprie). Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. West, A.R., 1984, Solid State Chemistry and Its Application. New York: John Wiley sons.