BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Perkembangan kota Surabaya yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk serta laju pertumbuhan ekonomi mengakibatkan kebutuhan akan transportasi cukup tinggi. Saat ini kemacetan terjadi hampir diseluruh jalan di kota Surabaya terutama di koridor utama dari jalan A.Yani hingga Perak. Menurut studi SITNP 1998 distribusi perjalanan dengan kendaraan bermotor menurut moda menunjukan bahwa 64% perjalanan di lakukan dengan angkutan pribadi dan hanya 36% menggunakan angkutan umum. Melihat data tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa perilaku masyarakat Surabaya masih berorientasi ke kendaraan pribadi untuk melakukan aktivitasnya. Perilaku tersebut bukannya tanpa sebab, faktor kenyamanan, keamanan, efisiensi waktu sebagai daya tarik utama untuk bertransportasi telah terabaikan oleh angkutan umum yang saat ini beroperasi di kota Surabaya. Melihat kondisi tersebut diatas apabila tidak ada tindakan nyata untuk perbaikan pelayanan angkutan umum maka akan menambah jumlah kendaraan pribadi yang beroperasi di jalan. Hal tersebut berakibat volume kendaraan akan meningkat, padahal panjang jalan serta lebar jalan di Surabaya tidak mengalami peningkatan sehingga akan timbul kemacetan di jalan-jalan kota Surabaya. Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan meningkatkan kualitas sarana ataupun prasarana angkutan umum atau dengan menggunakan jenis angkutan massal yang baru sehingga diharapkan nantinya masyarakat akan lebih cenderung menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi. BRT (Bus Rapid Transit) atau yang biasa disebut Busway bisa menjadi alternatif. Di kota-kota besar di dunia, angkutan massal seperti BRT, ataupun yang lainnya mutlak diperlukan. Sisi positif penggunaan BRT sebagai angkutan massal adalah (Vuchic, 1981) : 1. BRT bisa beroperasi hampir di semua jalan, 2. Rute untuk BRT bisa ditempatkan di jalan manapun, 3. Perberhentian BRT bisa di banyak titik, 4. Biaya investasi rendah, karena tidak banyak infrastruktur yang diperlukan. Pemilihan penggunaan BRT ini mengacu pada Busway yang telah terlebih dahulu berhasil di Jakarta. Dengan BRT, kecepatan operasi bus akan lebih besar serta kenyamanan akan bertambah. Sistem BRT harus disertai dengan sarana dan prasarana pendukung pergerakan antara lain adalah pemberhentian dan akses bagi penumpang yang harus direncanakan dengan baik, agar para pengguna BRT nantinya dapat merasa nyaman dan aman untuk berpindah dari kendaraan pribadi ke BRT. Hal ini merupakan kunci dari sebuah
keberhasilan angkutan massal agar dapat bersaing dengan kendaraan pribadi. Bentuk pemberhentian dari BRT harus direncanakan dengan khusus untuk menyampaikan identitas yang dapat membedakan dari pelayanan transportasi umum lainnya, sehingga mencerminkan jenis pelayanan prima dan terintegrasi dengan lingkungan sekitar. Untuk itu halte BRT harus dapat melayani berbagai macam pengguna BRT. Mulai dari muda, tua, sehat atau pun cacat, dan halte BRT harus dapat menampung jumlah antrian penumpang. Elevasi pemberhentian nantinya akan di buat sejajar dengan pintu masuk ke bis sehingga mempercepat waktu untuk naik dan turun penumpang, tidak seperti halte yang ada di sepanjang Jalan Urip sumoharjo sampai dengan Jalan Basuki Rahmat sekarang yang memerlukan waktu lebih lama untuk menaikturunkan penumpang karena tingginya elevasi yang berbeda dari pintu masuk bus. Luasan pemberhentian tergantung dari jumlah penumpang dan armada BRT yang di gunakan nantinya, serta letak dari halte itu tersebut. Bukan hanya pemberhentian saja, tetapi BRT harus didukung oleh akses bagi penumpang yang dapat membuat rasa nyaman, aman, dan dapat memberikan kemudahan untuk penumpangnya berjalan menuju pemberhentian BRT sehingga nantinya BRT dapat menjadi tranportasi massal yang digemari oleh penggunanya dan dapat menggantikan kendaraan pribadi sebagai transportasi sehari – hari. Oleh karena itu akses bagi penumpang harus memudahkan penumpang untuk keluar masuk pemberhentian BRT. Hal lain yang melatarbelakangi pengerjaan Tugas Akhir ini dikarenakan Tugas Akhir ini mendukung dari konsep dari transportasi kota modern yang di antaranya adalah : 1.Berbasis MRT. 2.Ramah terhadap pejalan kaki. 3.Ramah terhadap tuna cacat. 4.Banyak stasiun MRT/halte. 5.Banyak trotoar yang bisa di lewati kursi roda dan kereta bayi. Oleh karena sistem BRT harus disertai oleh infrastruktur yang baik, maka akan menjadi penting untuk mengerjakan Tugas Akhir ini agar pengoperasian BRT menjadi bermanfaat dan dapat menarik kaum choice untuk lebih memilih menggunakan BRT daripada kendaraan pribadi yang pada akhirnya dapat mengurangi kemacetan di jalur yang di lewati BRT. PERMASALAHAN Dalam Tugas Akhir ini, permasalahan yang ada di lokasi studi adalah : 1. Bagaimana bentuk dan dimensi pemberhentian BRT yang direncanakan untuk koridor Utara – Selatan? 1.2.
2.
Bagaimana bentuk dan dimensi akses bagi penumpang BRT yang direncanakan utuk koridor Utara – Selatan?
BAB III METODOLOGI 3.1.
1.3.
TUJUAN Dari pemasalahan yang ada, tujuan dari tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui bentuk dan dimensi pemberhentian BRT untuk koridor UtaraSelatan. 2. Mengetahui bentuk dan dimensi dari akses bagi penumpang BRT untuk koridor UtaraSelatan.
FLOWCHART Untuk lebih jelasnya mengenai pengerjaan Tugas Akhir ini, dapat dilihat pada Gambar 3.1 :
Identifikasi Permasalahan
1.4.
Studi Literatur Buku – buku dan peraturan yang berkaitan - Referensi-referensi
1.5.
Pengumpulan Data Data primer yang dikumpulkan berupa : - Data kondisi geometri - Data volume penyeberang di Jalan Urip Sumoharjo - Volume kendaraan di Jalan Urip Sumoharjo Data sekunder yang dikumpulkan berupa : - Jumlah demand penumpang BRT koridor Utara - Selatan dari FS BRT di Surabaya - Jumlah naik-turun penumpang di Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Basuki Rahmat - Volume kendaraan di Jalan Jenderal Basuki Rahmat - Volume penyebrang di Jalan Basuki Rahmat
BATASAN MASALAH Agar penulisan Tugas Akhir ini lebih terarah, maka dilakukan pembatasan terhadap hal – hal yang tidak akan dibahas di Tugas Akhir ini, batasan permasalahannya adalah: 1. Lokasi studi hanya di Jl Urip Sumoharjo sampai dengan Jl Basuki Rahmat. 2. Letak halte BRT berdasarkan data dari Feasibility Study BRT Utara - Selatan. 3. Jumlah penumpang berdasarkan demand BRT yang terdapat di feasibility study BRT Utara – Selatan. 4. Tidak membahas tarif perjalanan. 5. Tidak membahas Biaya Operasional Kendaraan (BOK). 6. Land use yang digunakan adalah land use sekarang. 7. Tidak membahas metode pekerjaan. LOKASI STUDI Lokasi studi Tugas Akhir akan dilakukan di Jalan Urip Sumoharjo sampai dengan Jalan Basuki Rahmat. Dan untuk lebih jelasnya mengenai lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 1.1
Penggambaran Lokasi Eksisting
A
Sumber : Google Gambar 1.1 Lokasi Studi
A Analisa Bentuk dan Dimensi Halte - Analisa jumlah penumpang naik turun - Analisa headway - Analisa bis yang digunakan - Analisa Antrian - Penentuan fasilitas-fasilitas
3.
4.
Penentuan Akses Bagi penumpang - Jumlah penyeberang di lokasi studi - Volume kendaraan di lokasi studi
Analisa Kinerja Lalu Lintas
Gambar Rencana Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir BAB IV DATA PERENCANAAN 4.1.
PENGUMPULAN DATA Berikut adalah data-data yang dikumpulkan dan dipergunakan pada penyelesaian tugas akhir ini, yaitu : 1. Data geometrik ruas jalan yang ditinjau. Pengambilan data dengan metode pengukuran dilakukan untuk mendapatkan dimensi dan geometrik ruas jalan. Ruas jalan yang ditinjau adalah Jl. Urip Sumoharjo dan Jl. Basuki Rahmat. a. Ruas Jl. Urip Sumoharjo Panjang jalan : ± 0,420 km Lebar jalan : 19,5 m Tipe jalan : 6/2 D Median : 0,5 m b. Ruas Jl. Basuki Rahmat Panjang : + 1,280 km Lebar : + 15,00 m Tipe Jalan : 4/1 UD 2. Data survey kendaraan digunakan untuk menghitung DS pada Jl. Urip Sumoharjo. Survey dilakukan dalam waktu 12 jam dari pukul 06.00 – 18.00. Waktu ini diambil mewakili jam kerja.
5.
Data volume penyeberang Data volume penyeberang digunakan untuk menentukan akses bagi penumpang BRT dan dimensi dari akses bagi penumpang tersebut. Data naik turun penumpang Data naik turun penumpang digunakan untuk menentukan dimensi halte BRT. Jumlah penumpang naik turun di sekitar Jalan Urip Sumoharjo dibagi menjadi 8 zona. Zona I dan zona VIII adalah zona luar, dimana pada zona tersebut dilakukan survey occupansi. Sedangkan pada zona II, zona III, zona IV, zona V, zona VI, dan zona VII survey yang dilakukan adalah survey naik turun penumpang pada halte yang ada. Untuk penumpang naik turun d Jalan Urip Sumoharjo berada di zona VII. Survey-survey tersebut dilakukan terhadap bus kota. Pada Jl. Basuki Rahmat juga dilakukan pembagian zona, yakni 6 zona. Untuk zona I dan zona VI adalah zona luar, dimana pada zona tersebut dilakukan survey occupansi. Sedangkan pada zona II, zona III, zona IV, dan zona V survey yang dilakukan adalah survey naik turun penumpang pada halte yang ada. Untuk naik turun penumpang di Jalan Basuki Rahmat berada pada zona II dan zona III. Surveysurvey tersebut dilakukan terhadap bus kota.
Data demand BRT Data demand BRT digunakan untuk menentukan jumlah penumpang naik turun BRT di lokasi studi 6. Bis yang digunakan Berdasarkan data dari feasibility BRT koridor utara-selatan bus yang digunakan berkapasitas 85 penumpang. Bus jenis ini termasuk bus besar. Jadi panjang halte yang dianjurkan berdasarkan Peraturan Departemen Perhubungan (2006) adalah 18 m, dan tinggi permukaan lantai kendaraan untuk mempermudah penumpang naik turun kendaraan adalah 110 cm. 7. Data jumlah kendaraan di jalur tengah Yang di maksud kendaraan di jalur tengah adalah kendaraan yang mempunyai asal dan tujuan di sepanjang jalur BRT koridor utara selatan. 8. Data perpindahan pengguna kendaraan pribadi dan pengguna sepeda motor ke BRT. Data ini digunakan untuk mengurangi volume kendaraan yang berada di lokasi studi.
9. Headway rencana Data headway rencana digunakan untuk menentukan dimensi dari halte BRT dengan cara melihat jumlah penumpang yang akan menunggu di dalam halte tiap headway dan jumlah bis yang akan berada di dalam halte. 10.Data Lokasi Halte Rencana Lokasi rencana halte BRT berdasarkan data feasibility study untuk Jl. Urip Sumoharjo terdapat satu buah halte rencana yang berlokasi disekitar Pasar Keputran, yang nantinya halte ini akan melayani penumpang untuk dua arah yaitu dari Purabaya-Tj Perak dan sebaliknya. Sedangkan di Jl. Basuki Rahmat berdasarkan data feasibility study terdapat dua buah halte rencana yang nantinya berlokasi disekitar Da Vinci dan Bank Maspion. Tetapi karena pada kondisi eksisting jarak antara Da Vinci dan Bank Maspion kurang dari 500 m, maka pada Jl. Basuki Rahmat hanya akan direncanakan satu buah halte yang nantinya berlokasi di sekitar Da Vinci dan Bank Mapion. Halte rencana di Jalan Basuki Rahmat hanya akan melayani penumpang dari PurabayaTj Perak saja. 11. Data Jumlah Penduduk di Surabaya Data jumlah penduduk di Surabaya digunakan untuk menganalisa kinerja jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Basuki Rahmat,
BAB V ANALISA DATA 5.1.
KONDISI EKSISTING Analisa kinerja pada kondisi eksisting dengan cara menghitung nilai (DS) derajat kejenuhan dilakukan menggunakan MKJI 1997 dan diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Derajat Kejenuhan Kondisi Eksisting
Sumber : Hasil perencanaan
5.2.
DESAIN HALTE BRT Faktor-faktor yang mempengaruhi desain dan dimensi dari halte BRT adalah : 1. Jumlah penumpang yang dilayani 2. Headway yang digunakan 3. Bis yang digunakan 4. Bentuk antrian di loket penjualanan tiket 5. Fasilitas-fasilitas yang ada 5.2.1.
Jumlah Penumpang yang Dilayani Halte untuk bis jalur khusus harus dapat melayani 1350-2250 pnp/jam. Jumlah penumpang di Jalan Urip Sumoharjo dihitung dengan menggunakan penjumlahan dan perbandingan penumpang yang naik-turun di Jalan Urip Sumoharjo dengan penumpang yang naik-turun di sepanjang koridor Purabaya-Tj Perak. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Naik Turun Penumpang di Jalan Urip Sumoharjo PEAK PAGI (07.00 - 09.00) TOTAL ZONA VII NAIK TURUN 2 0 7 0 0 1 2 0 0 0 0 0 Total 11 1 Total VIII zona 348 348 PEAK SIANG (12.00 - 14.00) TOTAL ZONA VII NAIK TURUN 1 4 0 3 0 0 3 2 0 3 0 0 Total 4 12 Total VIII zona 341 341 PEAK SORE (16.30 - 18.30) TOTAL ZONA VII NAIK TURUN 0 0 5 4 0 0 5 4 1 4 0 0 Total 11 12 Total VIII zona 307 307
Tahun 2009 2014 2020
Demand 4165 5463 9327
Naik 132 173 295
Turun 12 16 27
Tahun 2009 2014 2020
Demand 4165 5463 9327
Naik 49 65 110
Turun 147 193 329
Tahun 2009 2014 2020
Demand 4165 5463 9327
Naik 150 196 335
Turun 163 214 365
Tabel 5.2(Lanjutan) OFF PEAK (15.00 - 16.00) TOTAL ZONA VII NAIK TURUN 0 0 6 1 1 2 1 6 0 5 0 2 Total 8 16 Total VIII zona 325 325
Tahun 2009 2014 2020
Demand 4165 5463 9327
Naik 103 135 230
Turun 206 269 460
Data pada Tabel 5.2 adalah jumlah penumpang naik turun dikalikan dengan demand penumpang BRT berdasarkan demand di feasibility study BRT Utara-Selatan. Contoh perhitungan : Peak sore (16.30-18.30) Total penumpang naik di zona VII: 11 penumpang Total penumpang naik di VIII zona : 307 penumpang Demand penumpang tahun 2009 : 4165 penumpang
150 penumpang ini merupakan jumlah penumpang naik di tahun 2009 di Jalan Urip Sumoharjo. Dan penentuan jumlah penumpang naik turun di pilih berdasarkan data yang paling besar. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Jumlah Penumpang BRT di Jl. Urip Sumoharjo Tahun 2009 2014 2020
Penumpang Naik Di Urip Sumoharjo 150 196 335
Penumpang Turun Di Urip Sumoharjo 206 269 460
Penumpang Naik Di Halte Rencana 300 392 670
Penumpang Turun Di Halte Rencana 412 538 920
Pada Tabel 5.3, dapat dilihat bahwa jumlah penumpang naik dan turun di Urip Sumoharjo merupakan keadaan penumpang naik turun per arah. Karena pada halte rencana BRT akan melayani penumpang naik turun pada dua arah baik Purabaya-Tj Perak maupun Tj-PerakPurabaya untuk itu jumlah penumpang naikturun di halte rencana dikalikan dua. Jumlah penumpang di Jalan Basuki Rahmat di hitung dengan menggunakan penjumlahan dan perbandingan penumpang yang naik-turun di Jalan Basuki Rahmat dengan penumpang yang naik-turun di
sepanjang koridor Purabaya-Tj Perak. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.4 Tabel 5.4 Naik Turun Penumpang di Jalan Basuki Rahmat PEAK PAGI (07.00 - 09.00) TOTAL II TOTAL III NAIK TURUN NAIK TURUN 0 6 3 3 0 4 3 2 6 2 7 9 2 1 1 1 0 1 2 10 0 0 0 0 Total 8 14 16 25 Total VI zona 379 379 379 379 PEAK SIANG (12.00 - 14.00) TOTAL II TOTAL III NAIK TURUN NAIK TURUN 0 2 0 14 0 3 13 8 5 9 10 18 2 4 9 14 0 3 4 14 0 0 0 0 Total 7 21 36 68 Total VI zona 369 369 369 369
Tahun
Demand
2009 2014 2020
4165 5463 9327
Tahun
Demand
2009 2014 2020
4165 5463 9327
Tahun
Demand
2009 2014 2020
4165 5463 9327
Tahun
Demand
2009 2014 2020
4165 5463 9327
Zona II Naik Turun 88 154 116 202 197 345
Zona III Naik Turun 176 275 231 361 394 616
Zona II Naik Turun 80 238 104 311 177 531
Zona III Naik Turun 407 768 533 1007 910 1719
Tabel 5.4 (Lanjutan) PEAK SORE (16.30 - 18.30) TOTAL II TOTAL III NAIK TURUN NAIK TURUN 6 2 12 11 5 5 10 9 0 4 12 12 4 0 6 7 1 0 5 8 0 0 0 0 Total 16 11 45 47 Total VI zona 396 396 396 396 OFF PEAK (15.00 - 16.00) TOTAL II TOTAL III NAIK TURUN NAIK TURUN 6 6 11 7 2 1 3 8 0 6 5 11 4 2 4 30 0 0 2 8 3 1 4 20 Total 15 16 29 84 Total VI zona 386 386 386 386
Zona II Naik Turun 169 116 221 152 377 260
Zona III Naik Turun 474 495 621 649 1060 1107
Zona II Naik Turun 162 173 213 227 363 387
Zona III Naik Turun 313 907 411 1189 701 2030
Data pada Tabel 5.4 adalah jumlah penumpang naik turun dikalikan dengan demand penumpang BRT berdasarkan demand di feasibility study BRT Utara-Selatan. Contoh perhitungan : Peak sore (16.30-18.30) Total penumpang naik di zona II: 16 penumpang Total penumpang naik di VI zona : 396 penumpang Demand penumpang tahun 2009 : 4165 penumpang
169 penumpang ini merupakan jumlah penumpang naik di Jalan Basuki Rahmat pada tahun 2009. Penentuan jumlah penumpang naik turun dipilih berdasarkan data yang paling besar, karena sesuai tugas akhir Abdul Hakam, Jalan Basuki Rahmat terletak pada zona II dan zona III. Maka untuk penentuan
jumlah penumpang BRT naik turun di Jalan Basuki Rahmat zona II dan zona III dijumlahkan. Dari Tabel 5.4 dipilih jumlah penumpang naik turun yang terbesar dari zona II dan zona III. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5.5, sedangkan jumlah penumpang naik turun BRT di Basuki Rahmat dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.5 Jumlah Penumpang Naik Turun yang Terbesar dari Zona II dan Zona III
Tahun Naik zona II Naik zona III Turun zona II Turun zona III 2009 169 474 238 907 2014 221 621 311 1189 2020 377 1060 531 2030 . Tabel 5.6 Jumlah Penumpang BRT di Jl. Basuki Rahmat
Tahun 2009 2014 2020
Penumpang Naik Penumpang Penumpang Naik Penumpang Penumpang Naik Penumpang Turun Di Basuki Turun Di Basuki Di Tiap Halte Turun Di Tiap Di Tiap Halte Di Tiap Halte Rahmat Rahmat Eksisting Halte Eksisting Rencana Rencana 643 1145 214 382 643 1145 842 1500 281 500 842 1500 1437 2561 479 854 1437 2561
5.2.2.
Headway Terdapat tiga macam headway yang harus dihitung untuk merencanakan lajur khusus bus ini, yaitu headway kebutuhan, headway persimpangan, dan headway stasiun. Berikut ini penjelasan singkat mengenai masing-masing headway : • Headway kebutuhan adalah headway berdasarkan besar frekuensi bus kota yang telah dihitung setelah pembebanan. • Headway persimpangan adalah headway yang disebabkan oleh waktu siklus pada traffic light persimpangan yang dilewati pada rute bus. • Headway stasiun adalah headway berdasarkan lamanya waktu bus kota berhenti pada halte tersibuk, waktunya dihitung dari lamanya waktu naik turun penumpang dan waktu bus bermanuver apabila halte bus menggunakan bus bay. Pada feasibility study BRT koridor Utara-Selatan headway yang digunakan adalah
1.31 menit, akan tetapi jika di analisa menggunakan headway kebutuhan, 1.31 menit tidak cukup untuk melayani jumlah penumpang pada tahun 2009, sebagai contoh perhitungan, untuk bus berkapasitas 85 penumpang dapat dilihat sebagai berikut : Headway kebutuhan : h = 60 x Kapasitas x Load Factor/Jumlah Pnp h = 60 x 85 x 1/4165 = 1.22 menit ket : - load factor diasumsikan 1 (bus terisi penuh) - Jumlah penumpang di dapat dari demand tahun 2009 Headway persimpangan : Di dapatkan dari hasil pengamatan di lampu merah simpang Jalan Raya Darmo dengan cycle time adalah 2.8 menit Headway stasiun : Halte tersibuk berdasarkan hasil analisa perhitungan jumlah penumpang naik turun di halte rencana adalah halte di Jl. Basuki Rahmat, untuk itu perhitungan headway stasiun menggunakan data dari halte rencana di Jl. Basuki Rahmat. Berdasarkan perhitungan : - Penumpang naik dihalte rencana = 643 pnp/jam - Penumpang turun dihalte rencana = 1145 pnp/jam - to = 10 detik λ = 1 detik (karena elevasi lantai bus sejajar dengan lantai halte) µ = 1 detik (karena elevasi lantai bus sejajar dengan lantai halte) - Pb = (643/60) x headway = 11 x 1.31 menit = 14 pnp/headway - Pa = (1145/60) x headway = 20 x 1.31 menit = 26 pnp/headway - ts = 10 + ((1 x 14/2) + (1 x 26/2)) = 10 + 20 = 30 detik = 0.5 menit Karena pintu BRT direncanakan menggunakan 2 channel maka Pa dan Pb sama-sama dibagi dua. Dari hasil diatas terlihat bahwa headway dari FS tidak dapat digunakan. Untuk itu perhitungan headway dianalisa dengan menggunakan empat macam jenis bus, yaitu bus kapasitas 85 penumpang, bus articulated
kapasitas 123 penumpang (3 channel pintu), bus articulated kapasitas 160 penumpang (3 channel pintu), dan bus double articulated kapasitas 270 penumpang dengan (4 channel pintu) dengan cara seperti diatas. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Headway
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa headway yang terbesar adalah headway persimpangan. Akan tetapi jika yang digunakan adalah headway persimpangan, maka akan sangat banyak sekali antrian penumpang yang terjadi di halte BRT, karena headway kebutuhan jauh lebih kecil. Oleh karena itu headway persimpangan kurang dapat digunakan untuk BRT koridor UtaraSelatan. Jadi, headway kebutuhan yang digunakan, karena lebih besar dari headway stasiun. Akan tetapi karena headway kebutuhan lebih kecil dari headway persimpangan, maka akan terjadi penumpukan lebih dari satu bus dalam satu waktu di halte BRT. Hal ini menyebabkan di halte BRT harus dirancang dua lajur bus agar memungkinkan bus untuk menyiap, dan keuntungan lainnya adalah dapat menjaga waktu tempuh dan headway rencana.
5.2.3.
Bus Yang Digunakan Pada Tabel 5.4 dapat dilihat headway kebutuhan untuk empat tipe bus, jika bus yang digunakan adalah bus dengan kapasitas 85 penumpang, maka akan sangat banyak armada bus yang digunakan untuk melayani koridor Utara-Selatan dan akan banyak bus yang berada di halte karena akan terjadi penumpukan di persimpangan dan berakibat terhadap penumpukan di halte, ha ini disebabkan oleh kecilnya headway kebutuhan.
Begitu juga dengan bus berkapasitas 123 penumpang. Tetapi jika menggunakan bus berkapasitas 270 penumpang, bus ini tidak cocok dengan karekteristik jalan yang ada di sepanjang koridor Utara-Selatan karena panjang bus yang mencapai 25 meter dan headway yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penumpukan penumpang di halte. Maka berdasarkan pertimbangan diatas, akhirnya dipilih bus berkapasitas 160 penumpang untuk melayani koridor UtaraSelatan. Bus berkapasitas 160 penumpang ini memiliki data-data sebagai berikut : - Tinggi bus : 3,5 m - Tinggi lantai : 1,1 m - Lebar bus : 2,5 m - Panjang bus : 18 m - Pintu : 3 buah, 2 channel - Lebar pintu : 1.25 m 5.2.4. Analisa Antrian Perencanaan sistem tiket untuk BRT di Koridor Utara-Selatan adalah dengan menggunakan sistem koin yang penjualanannya terdapat pada masing-masing halte. Pemilihan sistem ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan tidak banyak dan dapat mempersingkat waktu antrian, nantinya koin tersebut dimasukan kedalam pintu putar untuk penumpang biasa agar dapat memutar pintu, dan di masukan kedalam pintu khusus pengguna kursi roda untuk penyandang cacat. 5.2.5. Fasilitas Di Halte Fasilitas-fasilitas yang akan ada dihalte antara lain : 1. Fasilitas utama - Identitas halte, berupa nama dan atau nomor - Rambu petunjuk - Lampu penerangan - Atap pelindung - Papan informasi trayek - Tempat duduk 2. Fasilitas Tambahan - Tempat Sampah 5.3.
ANALISA KINERJA LALU LINTAS Berdasarkan beberapa hasil analisa pada sub bab sebelumnya, untuk mengetahui pembuatan BRT dapat mengurangi atau semakin membuat kinerja jalan makin buruk, perlu dilakukan analisa kinerja jalan dengan
menggunakan MKJI 1997, hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan 5.6. Tabel 5.5 Derajat Kejenuhan Akibat BRT di Jl. Basuki Rahmat
Dari Tabel 5.7 dan Tabel 5.8 dapat dilihat, bahwa DS dengan kondisi BRT satu lajur tidak jauh berbeda dengan BRT dua lajur, selain itu, jika BRT menggunakan satu lajur untuk di halte, BRT tidak dapat melayani penumpang dengan baik karena kapasitas jalur yang ada di bawah demand BRT. 5.4.
Tabel 5.6 Derajat Kejenuhan Akibat BRT di Jl. Urip Sumoharjo
AKSES PENUMPANG DARI HALTE KE BIS Akses penumpang dari halte ke bus akan digunakan pintu geser dengan lebar 1.25 m, pemilihan pintu ini untuk meminimalkan penggunaan tempat dan memberikan keamanan terhadap penumpang agar tidak terjepit pintu. Dimana operasional pintu tergantung sensor di depan pintu terhadap bus yang datang. 5.5. 5.5.1.
Dari Tabel 5.5 dan 5.6 diatas dapat dilihat bahwa BRT juga membutuhkan manajemen lalu lintas dengan cara 3 in 1 pada saat jam puncak. Sebagai pembanding, juga di analisa kondisi kinerja jika di halte BRT tidak dibuat lajur untuk menyiap (satu lajur), jika di halte hanya dibuat satu lajur, maka BRT menggunakan headway pesimpangan, agar tidak terjadi penumpang bus di halte. Hasil analisa ini dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8.
AKSES PENUMPANG KE HALTE Perhitungan Kinerja Jalan Akibat Penyeberang Jalan Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan MKJI 1997 pada kondisi jam puncak saat BRT sudah beroperasi. Contoh perhitungan sama dengan perhitungan pada kondisi eksisting. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan Tabel 5.10. Tabel 5.9 Derajat Kejenuhan BRT dengan Akses Sebidang dan JPO di Jl. Basuki Rahmat
Tabel 5.7 Derajat Kejenuhan BRT Satu Lajur di Jl. Basuki Rahmat
Tabel 5.10 Derajat Kejenuhan BRT dengan Akses Sebidang dan JPO di Jl. Urip Sumoharjo Tabel 5.8 Derajat Kejenuhan BRT Satu Lajur di Jl. Urip Sumoharjo
Pada Tabel 5.9 dan 5.10 terlihat adanya perbedaan DS dari penyeberangan sebidang dan penyeberangan JPO. Hal ini diakibatkan oleh adanya delay pada saat penyeberangan. Oleh karena itu akses bagi penumpang untuk halte di Jl. Basuki Rahmat dan Jl. Urip Sumoharjo direncanakan dengan menggunakan JPO dengan ramp yang mempunyai tinggi bebas 5 m dari lantai kendaraan, sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 65 tahun 1993, dan jika dilihat tinggi bus tingkat yang terdapat pada Vuchic (1981). Tinggi bebas 5m sudah memenuhi persyaratan. Selain itu penyeberangan dengan menggunakan JPO juga memberikan kenyamanan dan keamanan untuk para pengguna BRT dan para peyeberang jalan. Pertumbuhan penyeberang jalan diasumsikan 3% per tahun. 5.5.2.
Perhitungan Lebar Penyeberangan Berdasarkan Peraturan Bina Marga, Direktorat Jenderal., 1995 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Jakarta dan Peraturan Bina Marga, Direktorat Jenderal, 1999 Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada jalan Umum, Jakarta, maka didapatkan perencanaan akses bagi penumpang seperti dibawah ini.
Keterangan : P = volume pejalan kaki (orang/menit/meter) W = lebar jalur pejalan kaki Untuk penyeberang di Jalan Basuki Rahmat, volume penyeberang terkritis ada pada penyeberang di jam 07.00-08.00 yang berjumlah 141 penyeberang dengan lebar jembatan di Basuki Rahmat adalah 2 m. Maka didapatkan P adalah : 141/60/2 = 1,175 orang/menit/meter Maka W adalah :
W = 1,53 m = 1,55 m Maka lebar total jembatan penyeberangan adalah : LT = Lp + Lh Keterangan : LT = lebar total jalur pejalan kaki
Lp = W = lebar jalur pejalan kaki sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diinginkan Lh = lebar tambahan akibat halangan bangunan – bangunan yang ada disampingnya (kursi roda = 120 cm) LT = 1,55 + 1,2 = 2,75 m Lebar jembatan berdasarkan Kepmen 468 tentang persyaratan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan, lebar minimum yang disyaratkan adalah 190 cm untuk 2 jalur. Maka lebar yang di ambil untuk jembatan penyeberangan di Jalan Basuki Rahmat adalah 275 cm = 2,75 m Untuk penyeberang di Jalan Urip Sumoharjo, volume penyeberang terkritis ada pada penyeberang pada jam 16.00-17.00 yang berjumlah 298 penyeberang. Dengan lebar jembatan di Urip Sumoharjo adalah 2 m. Maka didapatkan P adalah : 298/60/2 = 2,5 orang/menit/meter Maka W adalah :
W = 1,57 m = 1,55 m Maka lebar total jembatan penyeberangan adalah : LT = Lp + Lh Keterangan : LT = lebar total jalur pejalan kaki Lp = W = lebar jalur pejalan kaki sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diinginkan Lh = lebar tambahan akibat halangan bangunan – bangunan yang ada disampingnya (kursi roda = 120 cm) LT = 1,55 + 1,2 = 2,75 m Lebar jembatan berdasarkan Kepmen 468 tentang persyaratan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan, lebar minimum yang disyaratkan adalah 190 cm untuk 2 jalur. Maka lebar yang di ambil untuk jembatan penyeberagan di Jalan Urip Sumoharjo adalah 275 cm = 2,75 m Perhitungan di atas adalah untuk lebar jembatan ditengah, tidak termasuk lebar kakikaki jembatan, dimana lebar kaki-kaki jembatan ditentukan berdasarkan ketersediaan lahan.
5.5.3.
Perhitungan Level Of Service (LOS) Analisa LOS dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pelayanan JPO terhadap penumpang BRT dan penyeberang jalan. 6.1. KESIMPULAN Dari data-data yang ada dan analisa yang dilakukan dapat disimpukan sebagai berikut : 1. Halte BRT harus dibuat 2 lajur agar tidak terjadi penumpukan bus di halte, karena BRT koridor Utara-Selatan menggunakan bus berkapasitas 160 penumpang, maka memerlukan jarak 16 m dari bus depan ke bus belakang untuk bus belakang dapat menyiap bus depan. Pintu dari halte ke bus menggunakan pintu geser dengan sensor kedatangan bus, dan jumlah pintunya adalah 3 buah pintu dengan lebar masingmasing 1,25 m. loket penjualanan diletakan di dalem halte dengan sistem antrian FVFS (First Vacant First Served) dan luas loket adalah 0,9 x 1,20 m. Tabel 6.1 Dimensi Halte BRT Rencana
2. Akses untuk pengguna BRT adalah JPO dengan ramp, dengan lebar minimum adalah 1,7 m atau tergantung kebutuhan penumpang dan penyeberang jalan. JPO harus dapat memberikan faktor-faktor yang membuat para penggunanya nyaman. Kemiringan JPO maksimum adalah 6% dengan panjang mendatar maksimum adalah 9 m. Untuk dimensi JPO yang direncanakan dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Dimensi JPO di Jl. Urip Sumoharjo dan Jl. Basuki Rahmat
6.2. SARAN Dari hasil analisa di atas, saran-saran yang dapat diberikan adalah : 1. BRT di Surabaya bukan sebagai solusi utama kemacetan di koridor UtaraSelatan, tetapi pemecahan volume kendaraan dengan bantuan ring road juga diperlukan, untuk itu pembangunan ring road harus diselesaikan tepat waktu. 2. BRT merupakan tranportasi massal yang harus terintegrasi dengan lingkungan sekitar, untuk itu pembuatan feeder atau pengumpan penumpang ke BRT harus segera dilaksanakan, untuk lebih menarik kaum choice lebih memilih menggunakan transportasi massal dari pada menggunakan kendaraan pribadi. 3. Penggunaan sistem 3 in 1 di koridor Utara-Selatan diperlukan untuk mengurangi volume kendaraan pada saat peak hour. 4. Dari point 1, 2, 3 perlu studi lebih lanjut, agar pengoperasian BRT di koridor Utara-Selatan bukan malah menjadi masalah baru yang menimbukan kemacetan.