1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah makanan (pangan) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia ini. Kondisi ini dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Salah satu cara yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan diversifikasi pangan (perluasan pangan). Salah satu contoh adalah menjadikan kentang sebagai sumber karbohidrat, selain beras. Kentang merupakan tanaman yang dapat menghasilkan kalori yang lebih besar dibandingkan beras, jagung dan Gandum dari satu liter air yang digunakan dalam pertumbuhannya (FAO 2008). Potensi kentang untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat cukup tinggi, serta di Indonesia sendiri tanaman kentang ditanam pada lahan yang cukup luas. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010), Indonesia merupakan penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 mencatat bahwa luas panen kentang di Indonesia sekitar 71.238 ha dengan hasil produksi kentang nasional sekitar 1.176.304 ton. Lahan kentang yang paling luas terdapat di Jawa Tengah (18.655 ha) dan Jawa Barat (15.344 ha), meskipun demikian hasil panen Jawa Barat lebih banyak dibandingkan dengan Jawa Tengah. Produksi kentang untuk wilayah Jawa Barat 320.542 ton, sedangkan wilayah Jawa tengah memproduksi kentang sebanyak 288.654 ton. Tanaman kentang yang ditanam di daerah subtropis produktivitasnnya bisa mencapai 50 ton per hektar. Di Indonesia sendiri, produksi tanaman sayur ini hanya mencapai 16-20 ton per hektar. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan di daerah subtropis berada pada kondisi optimum untuk produksi tanaman kentang. Kondisi ini dapat menghasilkan perbedaan hasil fotosintesis dikurangi respirasinya yang besar. Selain itu, menurut Nurtika (2007) rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh rendahnya kualitas benih yang digunakan, pengendalian hama dan penyakit belum optimal, serta penggunaan pupuk yang belum sesuai. Varietas kentang yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Granola. Kentang varietas Granola merupakan kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia serta
menjadi salah satu varietas yang unggul (SK MENTAN No 81 tahun 2005). Varietas ini biasanya berumur relatif lebih pendek, jumlah umbi yang cukup banyak, dan tingkat ketahan yang cukup baik terhadap serangan hama dan penyakit (Samadi 2007). Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi dalam berbagai usaha pertanian. Berbagai penelitian tentang hubungan iklim dengan tanaman telah banyak dilakukan. Iklim besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang, sehingga dapat mempengaruhi produksinya. Salah satu unsur iklim yang diamati dalam penelitian ini adalah radiasi surya. Menurut Rozari (dalam Bey 1991), radiasi surya merupakan penggerak mekanisme pembentukan iklim. Radiasi surya di daerah tropis lebih berpengaruh terhadap produksi kentang dibandingkan dengan suhu udara (Handoko 1994). Hubungan dari radiasi dan tanaman dapat dilihat dari berat kering atau biomassa yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Produksi berat kering tanaman merupakan respon dari penyerapan radiasi surya oleh tanaman. Akumulasi radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman berbanding lurus dengan besar penambahan berat tanaman tersebut. Gradien dari hubungan antara radiasi yang diintersepsi dengan penambahan berat merupakan efisiensi penggunaan radiasi. Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya ini menunjukkan kemampuan tanaman untuk mengkonversi energi yang diterima menjadi berat kering (biomassa). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai efisiensi penggunaan radiasi surya tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) berdasarkan pengukuran berat kering tanaman dan intersepsi radiasi surya oleh tajuk tanaman.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal Usul Kentang
dan
Botani
Tanaman
FAO (2008) mencatat bahwa sejarah tanaman kentang dimulai dari 8.000 tahun yang lalu di wilayah dekat danau Titicaca pada ketinggian 3.800 m dpl, Amerika Selatan. Tanaman kentang berasal dari daerah
2
di Pegunungan Andes, Amerika Selatan, di perbatasan antara Bolivia dan Peru. Di daerah asalnya ini ditemukan lebih dari 5.000 spesies kentang, namun yang paling banyak ditemukan adalah sepesies Solanum tuberosum L. Tanaman kentang ini dibudidayakan dengan membuat terasering dan tanpa adanya irigasi. Tanaman kentang ini biasanya ditanam pada akhir musim dingin atau awal musim semi (Smith 1968). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tanaman kentang kini dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia. Berdasarkan ilmu tumbuhan, urutan taksonomi kentang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L.
Batang berbentuk segi empat atau segi lima (tergantung varietas), tidak berkayu dan bertekstur agak keras. Pada umumnya batang kentang ini lemah, sehingga mudah roboh bila terkena angin yang cukup kencang. Sistem perakaran yang dimiiliki tanaman ini adalah tunggang dan serabut. Akar tunggangnya dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Diantara akar-akar yang menyebar ini, ada beberapa yang nantinya berubah bentuk maupun fungsi menjadi bakal umbi (stolon). Umbi kentang akan terbentuk pada cabang diantara akar-akar. Ketika proses pemanjangan stolon telah berhenti merupakan tanda dimulainya proses pembentukan umbi. Rhizoma atau stolon mengalami pembesaran tiap harinya. 2.2
Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
2.2.1 Letak Geografis Tanaman kentang cocok ditanam di daerah dataran tinggi atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000-3.000 m dpl. Ketinggian yang ideal yaitu pada kisaran 1.000-1.200 m dpl (Samadi 2007). Ketinggian tempat ini akan mempengaruhi kondisi iklim setempat. 2.2.2 Sifat tanah
Gambar 1 Morfologi tanaman kentang. (sumber : http//qwickstep.com) Kentang termasuk tanaman semusim yang berbentuk semak atau perdu. Tanaman ini memiliki umur yang bervariasi antara 85180 hari, dengan tinggi sekitar 50-120 cm dan diameter kanopi sekitar 50 cm. Tanaman kentang pada umumnya berdaun rimbun. Daunnya berwarna hijau muda, hijau tua bahkan hingga kelabu, bentuknya lonjong dengan ujung yang meruncing dan tulangtulang daun yang menyirip, serta tumbuh berselang-seling pada batang tanaman. Selain itu, permukaan daun biasanya berkerut-kerut serta bagian bawahnya memiliki bulu.
Pada umumnya, tanaman kentang dapat tumbuh di segala jenis tanah, akan tetapi hasil yang diperoleh akan berbeda. Kondisi tanah yang baik dan sesuai untuk tanaman kentang antara lain : berstruktur remah, gembur, banyak mengandung unsur hara, mudah mengikat air, dan memiliki solum tanah dalam. Berdasarkan tekstur, tanah yang cocok adalah tanah lempung ringan yang terdapat sedikit pasir, sehingga memiliki drainase serta aerasi yang baik (Samadi 2007). Kondisi tanah yang cocok adalah tanah yang memiliki nilai pH antara 5-7, tergantung varietas yang digunakan. Derajat keasaman ini mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman kentang serta organisme yang ada dalam tanah tersebut. Nilai pH tanah yang tidak sesuai akan menghambat proses pertumbuhan, sehingga akan mengurangi produksi. Oleh karena itu, jika kondisi tanah tidak sesuai (terlalu asam ataupun terlalu basa) perlu dilakukan proses pengapuran (asam) dan pemberian belerang (basa) terlebih dahulu sebelum tanah tersebut digunakan untuk menanam kentang.
3
2.2.3 Kondisi iklim
Gambar 2 Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. (sumber : http//www.potato2008.org) Tanaman kentang berasal dari daerah subtropis. Secara umum, daerah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman ini yaitu daerah dengan suhu udara rata-rata harian yang berkisar 15-20oC, radiasi surya 10-25 MJ m-2 perhari, dan kelembaban 80-90% (Sunarjono 2004), serta curah hujan 1200-1500 mm pertahun (Cahyono 1996). Pertumbuhan tanaman kentang dibagi menjadi empat fase, yaitu pertumbuhan vegetatif, inisiasi, pembesaran, dan pemasakan umbi. Masing-masing fase ini membutuhkan kondisi suhu yang berbedabeda. Fase vegetatif biasanya memerlukan waktu 2-5 minggu, tergantung varietas dan suhu udara. Pertumbuhan vegetatif yang baik terjadi pada suhu udara rata-rata harian 20 oC. Fase inisiasi dan pembesaran umbi terjadi selama 7-8 minggu, dengan suhu udara ratarata harian yang ideal untuk pembentukan umbi 15-20 oC. Fase pemasakan umbi memerlukan waktu 2-3 minggu. Di daerah subtropis (Southeastern Idaho), tanaman kentang biasanya ditanam pada bulan Mei-Agustus dengan suhu udara 48oF (Juni) dan 85oF (Juli-Agustus). Suhu udara yang rendah pada fase vegetatif sampai awal fase inisiasi akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kentang menjadi lebih lambat. Selain itu, kondisi tersebut akan menyebabkan munculnya Black leg dan Rhizoctonia (Iritania dalam Smith 1968). Akan tetapi, sebaliknya pada fase inisiasi sampai perkembangan umbi suhu udara yang rendah ini merupakan kondisi yang ideal. Fase pengisian dan pematangan umbi memerlukan suhu udara
yang tinggi untuk dapat meningkatkan hasil panen kentang. Menurut Bodlaender (dalam Smith 1968), suhu udara yang tinggi tidak akan mengurangi hasil panen selama tanaman kentang mendapatkan air yang lebih dari cukup. Fase pembentukan umbi membutuhkan panjang hari yang relatif pendek (kurang dari 12 jam). Panjang hari yang pendek dan suhu udara yang rendah selama fase inisiasi akan menurunkan nilai LAI (Leaf Area Index) dan dapat menurunkan hasil panen, meskipun pertumbuhan umbi lebih cepat. Umbi dan jaringan tanaman kentang memiliki tiga tipe respirasi. Tipe yang pertama memiliki karakteristik laju metabolisme yang rendah. Proses respirasinya berjalan dengan baik tiap waktunya. Tipe respirasi ini biasa disebut dengan respirasi basal atau ground respiration. Tipe respirasi yang kedua didorong oleh respirasi basal, namun lebih besar dibandingkan dengan respirasi basal. Tipe yang ketiga merupakan penambahan atau pengembangan dari dua tipe yang sebelumnya. Maka besarnya respirasi pada tipe ini akan lebih besar dari kedua tipe yang lain dan respirasi ini terjadi sepanjang aktivitas metabolisme (Smith 1968). Laju respirasi tanaman kentang sebelum fase pematangan lebih tinggi. Pada fase inisiasi laju respirasi yang tinggi terjadi pada kondisi suhu udara yang cukup hangat.
4
Pada awal fase pematangan umbi, laju respirasi cukup tinggi. Laju respirasi terus menurun sampai akhirnya tanaman kentang tersebut dipanen.
peningkatan intensitas radiasi tidak meningkatkan laju fotosintesis secara proporsional pada tanaman kentang. Distribusi cahaya dalam tajuk tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain banyaknya daun, yang dinyatakan secara kuantitatif oleh Indeks Luas Daun (ILD) atau Leaf Area Index (LAI). Intensitas radiasi surya yang diintersepsi akan semakin besar apabila nilai ILD semakin besar. Menurut Baharsjah (dalam Bey 1991), LAI tanaman akan terus meningkat hingga mencapai nilai maksimum, yaitu pada akhir pertumbuhan vegetatif yang kemudian akan menurun hingga mencapai panen. Produksi bahan kering terbesar pada suatu tanaman akan dicapai pada saat nilai LAI optimum, yaitu pada saat LAI mencapai 4,0. Nilai LAI suatu tanaman erat hubungannya dengan berat kering tanaman.
Gambar 3 Laju respirasi tanaman kentang pada fase pematangan. ( Sumber : Smith 1968) 2.3 Hubungan Radiasi Surya terhadap Tanaman kentang Radiasi surya merupakan sumber tenaga atau penggerak dari segala kehidupan di bumi, seperti pembentukan cuaca dan iklim. Intensitas radiasi yang diterima pada puncak atmosfer bumi (solar constant) besarnya sekitar 1.360 W/m2 atau sekitar 2 kal/m2 per menit. Akan tetapi tidak semua sampai ke permukaan bumi, sebagian dipantulkan kembali akibat pembelokkan lapisan udara dan sebagian diserap oleh partikel yang berada di udara (Monteith 1975). Radiasi surya yang berhubungan dengan tanaman digolongkan menjadi tiga, yaitu intensitas, kualitas dan fotoperiodisme (Sugito dalam Musawir 2005). Intensitas radiasi merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap tanaman, dalam konversi energi matahari. Intensitas radiasi surya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas persatuan waktu. Di wilayah Indonesia yang beriklim tropis, intensitas radiasi dipengaruhi oleh musim, letak geografis dan ketinggian tempat. Radiasi surya yang diserap oleh tanaman digunakan untuk proses fotosintesis, namun peningkatan intensitas radiasi tidak berbanding lurus dengan laju fotosintesis. Hasil penelitian yang telah dilakukan Matheny (dalam Musawir 2005) menunjukkan bahwa
Berat kering tanaman akan meningkat seiring dengan peningkatan nilai LAI, namun bila nilai LAI ini terus meningkat maka akan terjadi penurunan berat kering tanaman. Hal ini disebabkan penururnan laju fotosintesis akibat daun yang saling menaungi (Tanaka dalam Musawir 2005). Berat kering berkorelasi dengan jumlah radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman. Harjadi (1984) menyebutkan bahwa energi yang diserap tanaman ditunjukkan dengan biomassa, yang dinyatakan dalam berat kering tanaman yang telah dioven. Oleh karena itu, besarnya radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (Qint) berbanding lurus dengan penambahan berat kering (dW). dW = ε Qint.................................(1) ε : efisiensi penggunaan radiasi surya. Persamaan (1) menunjukkan bahwa penambahan berat kering tanaman merupakan respon dari penyerapan energi radiasi surya (Kumar et al. 2008). Penerimaan radiasi pada masing-masing daun dalam satu tajuk berbeda-beda sesuai dengan penutupan daun dalam tajuk pada ketinggian yang berbeda. Hal ini menyebabkan daun yang berada di bagian bawah tajuk akan menggunakan energi radiasi lebih efisien. Efisiensi penggunaan radiasi menjadi faktor konversi jumlah radiasi menjadi biomassa. Dalam persamaan (1) efisiensi merupakan gradien hubungan penambahan berat kering dengan jumlah radiasi yang diintersepsi. Nilai efisiensi radiasi dari beberapa tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Nilai efisiensi radiasi beberapa tanaman (Monteith dalam Bey 1991) Tanaman
Efisiensi -1
(g MJ )
Barley
1,1-1,3
Winter dan Spring wheat
0,9-1,2
Kentang
1,2-1,5
Gula beet
1,2-1,5
Oil seed rape
1,0-1,2
Perbedaan nilai efisiensi ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor dari tanaman itu sendiri. Menurut Asyardi (dalam Syarief 2003), yang menyebabkan nilai efisiensi untuk tanaman berbeda-beda antara lain posisi daun, susunan daun, indeks luas daun, struktur atau jenis pigmen serta ketersediaan air dan hara. Irigasi dapat mempengaruhi nilai efisiensi penggunaan radiasi. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukan irigasi secara berkala dapat meningkatkan nilai RUE (Radiation Use Efficiency), namun pengaruh irigasi tidak sebesar pengaruh jarak tanam (Li et al. 2007). Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya yang diturunkan dari berat kering dan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman, sehingga faktorfaktor yang mempengaruhi penyerapan radiasi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan mempengaruhi nilai efisiensi. Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) merupakan parameter yang cukup berpengaruh dalam analisis pengaruh radiasi terhadap produksi tanaman. Akan tetapi, dalam pelaksanaan penelitian-penelitian tentang topik ini seringkali dihasilkan nilai yang berbeda-beda. Menurut Kiniry et al. (1989), kenaikan nilai RUE dikarenakan penambahan berat kering tanaman yang besar dan kenaikan suhu. Selain itu, disebutkan pula beberapa asumsi yang menyebabkan nilai RUE berbeda yaitu nilai k dalam persamaan hukum Beer memiliki kesalahan yang tinggi, pengukuran berat kering tanpa memasukkan berat kering akar dalam AGB (Above Ground Biomass), dan laju fotosintesis pada semua daun dianggap sama.
BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kebun penelitian yang berlokasi di Desa Galudra, Cibungbulang, Cianjur, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini berada pada koordinat 06o46’50” LS dan 107o02’01” BT, dengan elevasi sekitar 1250 m dpl. Penanaman bibit tanaman kentang dilakukan pada tanggal 22 dan 24 Februari 2010. Pengambilan contoh tanaman kentang dilakukan mulai tanggal 1 April 2010 sampai 1 Juni 2010. Pengukuran berat kering tanaman kentang ini dilakukan di Laboratorium Pangan SEAMEO BIOTROP. 3.2 Rancangan Percobaan Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rancangan split block design, dengan menggunakan dua faktor yaitu jarak tanam dan ukuran benih. Ukuran benih terdiri dari : A = benih ukuran besar B = benih ukuran sedang C = benih ukuran kecil Jarak tanam terdiri dari : J1 = jarak tanam 20 x 30 cm J2 = jarak tanam 20 x 20 cm. 3.3 Bahan dan Alat Pengolahan data hasil penelitian memerlukan alat dan bahan sebagai berikut : data iklim stasiun Pacet periode April-Juni 2010, contoh tanaman kentang dari masingmasing perlakuan, oven, milimeter block, timbangan, dan komputer dengan Microsoft Excel. Tanaman kentang yang digunakan varietas Granola. Bibit tanaman kentang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. 3.4
Pengukuran
3.4.1 Pengambilan Contoh tanaman Kentang Pengambilan contoh tanaman kentang dilakukan sekali dalam seminggu. Contoh tanaman yang diambil yaitu dua tanaman untuk tiap perlakuan, kemudian dilakukan pemisahan antara bagian akar, batang, daun, dan umbi.