BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini akan membahas mengenai MST ( Movimiento dos Trabalhadores Rurais sem Terra) atau Landless Workers Movement sebagai gerakan counter hegemony (kontra hegemoni) dari agrikultur modern yang berujung pada penguasaan lahan oleh sebagian kecil pihak di Brazil. Upaya yang dilakukan oleh MST sebagai gerakan kontra hegemoni ini tidak terlepas dari adanya praktek penguasaaan lahan yang tidak merata di Brazil yang mengeksklusikan petani dari kepemilikan lahan. Penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut karena penulis melihat bahwa distribusi lahan yang tidak merata di Brazil sebenarnya berakar dari sejarah Brazil dan merupakan masalah umum di negara tersebut karena adanya legitimasi dari praktek agrikultur modern yang berkembang pasca PD II. MST sebagai sebuah gerakan sosial, ingin mengupayakan reformasi lahan dan masyarakat yang lebih adil dengan strategi mereka yang meliputi okupasi lahan, pendidikan, penyuluhan, demonstrasi, lobbying pemerintah, dan strategi lainnya untuk meningkatkan kesadaran petani akan hak mereka untuk memiliki lahan dan melakukan distribusi lahan bagi petani yang tak berlahan. Untuk menjelaskan hal tersebut, penulis menjelaskan tiga tahapan MST dalam menjadi gerakan kontra hegemoni, yaitu tahapan korporat ekonomi dan aksi kolektif, gerakan nasional populer, dan gerakan kontra hegemoni. Dalam menjelaskan MST sebagai kontra hegemoni, penulis juga menyertakan penjelasan mengenai strategi yang dilakukan dan ide-ide alternatif yang ditawarkan untuk menggantikan ide yang telah menjadi hegemoni dalam praktek agrikultur modern. Lahan memiliki nilai ekonomi yang tinggi terutama saat harga produk pertanian melonjak dan bisnis agrikultur merupakan salah satu penggerak roda perekonomian negara berkembang. Walaupun termasuk dalam kategori negara berkembang namun, Brazil merupakan salah satu dari sembilan negara dengan ekonomi ekonomi terbesar di dunia tetapi merupakan negara dengan tingkat konsentrasi kepemilikan lahan yang tinggi. Nilai ekonomis sektor agrikultur telah menjadi perhatian bangsa Portugis setelah kedatangan mereka di Brazil pada abad 16. Latifundos1yang diinisiasi bangsa Portugis menyebabkan konsentrasi kepemilikan lahan. Latifundos ini merupakan turunan praktek pembagian tanah kolonial yang disebut Captanias Hereditárias kepada beberapa pejabat elit Portugis yang mempertahankan 1 Perkebunan luas yang tidak lagi menggunakan model family farming
1
hubungan dekat dengan mahkota Raja Portugis. Kebijakan pembagian lahan tersebut ditujukan bagi para pejabat elit yang menduduki Brazil dan mengikuti tujuan militer dan politik Portugis. Kemudian tanah-tanah tersebut dikembangkan menjadi peternakan sapi, perkebunan gula, dan perkebunan kopi, yang merupakan penyumbang terbesar ekonomi sejak abad ke 16. Setelah masa kependudukan Portugal berakhir, tanah tersebut beralih tangan ke tuan tanah Brazil dan tetap dikuasai sebagian kecil dari populasi Brazil.2 Tak hanya sistem perkebunan masa feudalisme, konsentrasi lahan di Brazil semakin diperburuk dengan adanya agrikultur modern yang merupakan salah satu pendorong ekonomi utama Brazil. Sebelumnya, sejak tahun 1950 Brazil memfokuskan diri pada pengembangan industri substitusi impor (ISI) yang banyak dijalankan oleh negara-negara di Amerika Selatan. Setelah mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tahun 1960-an dan 1970-an, Brazil menghadapi krisis ekonomi pada periode 1980-an hingga 1990-an yang disebabkan oleh melambungnya harga minyak dunia, peningkatan mendadak dari suku bunga internasional dan meningkatnya suku bunga pinjaman swasta.3 Krisis ekonomi yang menimpa saat itu menyebabkan pemerintah Brazil beralih pada industri agrikultural dengan tujuan utama untuk menghindari tekanan inflasi yang disebabkan oleh kekurangan makanan dan peningkatan pendapatan negara melalui ekspor hasil pertanian yang lebih besar. Oleh karena itu, tak mengherankan jika terjadi ekspansi yang cepat dari bidang pertanian yang dimulai pada pertengahan 1980-an yang berujung pada meluasnya kebutuhan akan lahan untuk keperluan bisnis agrikultur.4 Petani yang tak mendapatkan akses untuk memiliki lahan pada masa feudalisme, semakin tereksklusikan dari kepemilikan lahan akibat menyebarnya sistem agrikultur modern yang menyebabkan melambungnya harga lahan di Brazil. Para petani yang merupakan pihak yang paling banyak bersinggungan dengan lahan justru secara turun-temurun tak pernah memiliki lahan sendiri. Mereka hanyalah buruh tani yang menggarap lahan orang atau lahan sewaan. Merosotnya kesejahteraan petani dan masalah distribusi lahan yang tak pernah 2Guilherme B. R , “Land Reform in Brazil: The Arrival of the Market Model”, Lambais Economics InstituteUniversity of Texas, p.2 3Guilherme B. R, p. 4. 4Elizabeth Alice Clements dan Bernardo Mancano Fernandes, “Land Grabbing, Agribusiness and the Peasantry in Brazil and Mozambique”, paper dipresentasikan dalam International Conference on Global Land Grabbing II 17-19 Oktober 2012 yang diadakan oleh Land Deals Politics Initiative (LDPI) dan Department of Development Sociology di New York, p.3
terselesaikan oleh pemerintah Brazil, mendorong munculnya MST pada tahun 1984 dalam 1st Meeting of the Landless Rural Workers di Cascavel, Paraná. 5 MST sebagai gerakan sosial berupaya untuk melakukan reformasi lahan dan meningkatkan kesadaran para petani akan hak mereka untuk memiliki lahan berdasarkan landasan hukum yaitu Konstitusi Brazil pasal 5 ayat 23 yang menyebutkan bahwa lahan yang tidak menunjukkan fungsi sosial dapat dipergunakan dalam rangka reformasi agraria. 6 Selain itu, MST berusaha menyebarkan nilai-nilai alternatif yang berhubungan dengan masalah agrikultur seperti prinsip kedaulatan pangan dan penghapusan tanaman yang dimodifikasi secara genetik yang tidak lagi dipedulikan dalam ekonomi pasar dan bisnis agrikultur saat ini. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana munculnya MST sebagai gerakan kontra hegemoni terhadap hegemoni agrikultur modern yang menyebabkan ketimpangan distribusi lahan? 1.3 Landasan Konseptual Agar dapat memahami MST sebagai gerakan kontra hegemoni, saya menggunakan konsep gerakan sosial dan konsep hegemoni dari Antoni Gramsci. Kedua konsep ini berguna untuk menjelaskan fenomena munculnya MST dan faktor pendorong munculnya gerakan sosial tersebut. Selain itu, konsep hegemoni juga dapat menjelaskan ide-ide dan bentuk material apa yang menghegemoni dan menyebabkan kerugian pada petani dan juga menjelaskan muncul dan berkembangnya MST sebagai gerakan kontra hegemoni dengan tiga tahapan yaitu ekonomi korporatis dan aksi kolektif, gerakan populer nasional, dan kontra hegemoni. 1.3.1 Gerakan Sosial Dalam bukunya yang berjudul Power in Movement : Social Movements and Contentious Politics, Sidney Tarrow mendefinisikan gerakan sosial sebagai tantangan kolektif
yang
memiliki
tujuan
bersama
dan
solidaritas
sosial,
dalam
interaksi
5MST Brazil, “History of the MST”, MST Brazil (daring),
, diakses pada 13 Desember 2015. 6 MST Brazil, “Platform”, MST Brazil (daring), diakses pada tanggal 6 April 2016.
3
berkesinambungan dengan elit, pihak musuh, ataupun otoritas.7Menurut Tarrow, gerakan sosial merupakan aksi kolektif dan aksi kolektif tersebut dapat berubah menjadi aksi yang memicu pertentangan dari pihak lain. Hal tersebut terjadi saat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki keterbatasan akses untuk dapat menyampaikan tuntutan dan kepentingannya dalam institusi representatif, menuntut hal-hal baru atau yang belum dapat diterima oleh masyarakat luas atau pemerintah, ataupun pihak-pihak yang secara fundamental menentang otoritas. Oleh karena itu, Tarrow berpendapat bahwa aksi kolektif yang memicu pertentangan menjadi dasar bagi terbentuknya gerakan sosial karena hal tersebut merupakan cara termudah untuk berhadapan dengan pihak oposisi atau otoritas yang lebih kuat, walaupun pada akhirnya tidak semua gerakan sosial harus identik dengan kekerasan.8 Dalam gerakan sosial ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu konflik yang mendorong terbentuknya gerakan sosial tersebut dan framing (pembingkaian). Konflik merupakan perjuangan antara dua aktor yang berusaha untuk mendapatkan sumber daya yang dianggap berharga. Dalam konflik tersebut, masing-masing aktor bersaing untuk menguasai sumberdaya yang sama. Konflik berbeda dari krisis karena dalam konflik terdapat pihakpihak yang berseberangan memiliki tujuan dan hubungan yang antagonistik satu sama lain. Hubungan ini menjadi antagonistik karena persaingan sumber daya ini bersifat zero sum dimana penguasan sumber daya oleh salah satu pihak akan menghalangi kepentingan pihak lainnya. Sumber daya yang diperebutkan bisa berupa dalam bentuk apa saja seperti kekuasaan politik, ekonomi, maupun budaya.9 Penulis melihat bahwa kesadaran para intelektual organik dari pihak petani mengenai realitas yang ada menyebabkan mereka memahami bahwa selama ini agrikultur modern tidak benar-benar mengakomodasi kepentingan mereka. Mereka sadar bahwa diskursus dan materi yang ditawarkan bisnis agrikultur justru merugikan mereka dan mengeksklusikan mereka dari kepemilikan lahan. Mereka merasa bahwa para petani sebenarnya memiliki hak untuk memiliki lahan, terutama lahan yang tidak diolah secara produktif apalagi mengingat bahwa ekspansi bisnis agrikultur menyebabkan lahan menjadi milik perseorangan atau sektor privat. Kesadaran tersebut menyebabkan para petani berusaha untuk mendapatkan akses ke dumber daya berupa lahan. 7Sidney Tarrow, Power in Movement : Social Movements and Contentious Politics, edisi ketiga, Cambridge University Press , New York, 2011, p. 9 8Sidney Tarrow, Power in Movement : Social Movements and Contentious Politics, edisi ketiga, Cambridge University Press , New York, 2011, p. 7 9Alan Touraine, The Voice and The Eye, Cambridge, Cambridge University Press, 1981, pp. 80-84
Hal inilah yang kemudian penulis sebut sebagai konflik, yaitu perebutan lahan antara petani dengan landlord (pemilik lahan) atau perusahaan perkebunan yang berujung pada mobilisasi untuk membentuk gerakan sosial. Selain konflik, pembingkaian juga dibutuhkan untuk menganalisis gerakan sosial. Pembingkaian berupaya melihat bahwa gerakan sosial tak hanya bergerak berdasarkan kepentingan dan tujuan yang sama tetapi juga karena untuk membuat kesepahaman tentang apa yang mereka lakukan.10 Menurut Bert Klandermans, pembingkaian adalah proses di mana aktor sosial, media dan anggota masyarakat bersama-sama menafsirkan, mendefinisikan dan mendefinisikan kembali suatu hal. Pembingkaian juga merujuk pada orientasi intepretatif antara individu dengan gerakan sosial, seperti kepentingan individu, nilai dan kepercayaan dan aktivitas gerakan sosial, tujuan, dan ideologi yang kongruen dan komplementer. 11 Pembingkaian diperlukan untuk mengetahui bagaimana gerakan tersebut didefinisikan dan dimaknai oleh gerakan itu sendiri ataupun aktor-aktor lain yang bersangkutan sehingga mempermudah kita untuk melihat bagaimana awal mula dan alasan didirikannya gerakan tersebut. Dalam tulisan ini, pembingkaian akan sangat berhubungan dengan diskursus yang dibentuk oleh MST sebagai sebuah gerakan sosial. Penulis akan membahas bagaimana MST mendefinisikan identitas mereka, hal apa yang menurut mereka merupakan sebuah masalah yang harus diatasi, dan pihak oposisi. Pembingkaian yang telah dilakukan oleh MST ini kemudian berhubungan dengan diskursus yang mereka bentuk untuk melawan diskursus dominan dalam bisnis agrikultur. 1.3.2 Hegemoni Untuk menjelaskan MST sebagai gerakan kontra hegemoni, tentu penting bagi kita untuk memahami konsep hegemoni terlebih dahulu. Konsep ini akan digunakan oleh penulis untuk menjelaskan aspek ide atau diskursus dan materi dalam bisnis agrikultur yang menghegemoni kehidupan petani di Brazil.
10Alberto Melucci, Chalenging Codes : Collective Action in The Information Age, Cambridge Cultural Social Studies, 1996, p. 74 11David A. Snow dan Robert D. Benford, Clarifying The Relationship Between Framing And Ideology In The Study of Social Movements: A Comment On Oliver and Johnston, Center for Advanced Studies in the Behavioral Sciences (daring), 2000, diakses pada 15 November 2015.
5
Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugomonia yang merupakan praktek dominasi negara kota (polis) yang lebih kuat terhadap polis-polis lainnya. 12 Konsep hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci untuk menunjukkan bahwa kekuasaan bisa hadir dalam bentuk yang lebih intangible dan tidak kita sadari. Konsep ini dicetuskan Gramsci untuk menjelaskan bertahan dan terus berkembangnya sistem kapitalisme yang tidak bisa dijelaskan oleh teori Marxisme. Konsep hegemoni ini berbeda dengan konsep kekuasaan menurut Marxisme yang bisa didapat melalui kepemilikan mode produksi. Hegemoni menurut Gramsci tidak hanya bisa diperoleh dari kepemilikan mode produksi tapi juga ditransformasikan kedalam tataran superstruktur ( ideologi, politik , budaya, dan sebagainya). Menurut Gramsci kelompok sosial dapat memperoleh supremasi melalui dua cara yaitu dominasi atau paksaan (corecion) dan yang kedua adalah melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara yang kedua inilah yang disebut sebagai hegemoni. Hegemoni kelompok yang berkuasa terhadap kelompok dominan dibangun atas dasar konsensus atau persetujuan walaupun terkadang disertai dengan pemakaian kekerasan. Konsensus ini lahir secara historis dari prestasi kelas berkuasa dalam proses produksi dan pandangan bahwa posisi kelas berkuasa tersebut sah (terlegitimasi). Kelas yang berkuasa tersebut kemudian menanamkan ide-ide yang kemudian diterima oleh gologan subordinat sebagai common sense. Kemunculan konsensus bersifat pasif dalam artian konsensus terjadi bukan berdasarkan keinginan kelas subordinat sehingga menerima struktur sosial yang ada begitu saja tapi karena tidak adanya kesadaran yang memungkinkan bagi mereka untuk memahami realitas yang terjadi.13 Kelas subordinat yang menerima common sense yang ditanamkan oleh kelas peguasa merasa bahwa hal tersebut tak hanya mengakomodasi kepentingan penguasa tapi juga mengakomodasi kepentingan mereka. Pada hakikatnya, hegemoni merupakan upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan.14 Penanaman hegemoni dan pengaburan kesadaran menurut Gramsci disebabkan oleh dua hal yaitu pendidikan dan mekanisme kelembagaan. Pendidikan dirancang sedemikian rupa untuk mengekang pemikiran manusia agar berpikir tidak berpikir secara kritis dan 12 Heru Hendarto, Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci Dalam Diskursus Kemasyarakatan Dan Kemanusiaan, Tim Redaksi Dryarkara, Gramedia, Jakarta, 1993, p.73. 13 Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci : Negara dan Hegemoni, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003, p. 127 14 Nezar Patria dan Andi Arief, p. 121
terbuka. Sedangkan mekanisme pelembagaan seperti sekolah, partai politik, media massa, dan lainnya menjadi kaki tangan bagi kelompok penguasa untuk menentukan dan menanamkan ideologi yang menghegemoni. Walaupun hegemoni menekankan pada adanya konsensus terhadap ide-ide yang ditanamkan oleh kelas berkuasa namun hegemoni sendiri memiliki tiga tingkatan berdasarkan perbedaan tingkat konsensus, yaitu hegemoni total (integral), hegemoni merosot (decadent), dan hegemoni minimum. Pada tingkat hegemoni total, masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Dalam masyarakat sendiri tidak terdapat hubungan yang antagonis, sehingga garis pembatas antara kaum berkuasa dan kelas subordinat tidak terlihat. Jika dalam suatu masyarakat mulai tibul disintegrasi dan konflik yang tersembunyi dan samar di bawah kenyataan sosial, suatu masyarakat sedang berada dalam tingkat hegemoni decadent. Walaupun sistem sudah dianggap mengakomodasi kebutuhan kelas berkuasa dan subordinat, tetap ada bagian dari masyarakat yang memiliki pemikiran tidak selaras dengan ide yang dominan. Dalam hegemoni minimum, ketidakselarasan antara kelompok berkuasa dan kelompok subordinat semakin terlihat. Kelompok yang berkuasa berusaha mentransformasi masyarakat dengan peraturan yang jelasjelas ditentang oleh masyarakat luas.15 1.3.3 Kontra Hegemoni Walaupun hegemoni hadir dalam kekuasaan yang masuk melalui konsensus namun bukan berarti hegemoni tidak dapat diuji dengan kekuasaan lainnya. Usaha untuk melawan hegemoni yang sedang berkuasa disebut kontra hegemoni. Saat hegemoni bergerak melalui common sense yang diterima masayarakat, kelompok yang melakukan kontra hegemoni berusaha untuk menyadarkan masyarakat dari common sense yang menguasai mereka dan memberikan ideologi atau nilai baru sebagai altenatif. Dalam hal ini,aktor yang berusaha membentuk common sense yang menghegemoni atau menyadarkan dari common sense tersebut adalah intelektual organik. Menurut Gramsci, intelektual organik adalah orang yang memiliki kapasitas untuk berpikir dan mengorganisir elemen dari kelompok sosial tertentu. Intelektual organik ini tak hanya memiliki fungsi di bidang ekonomi namun juga sosial politik.16 Kelas subordinat dapat menjadi kelompok kontra hegemoni saat mereka memiliki 15 Nezar Patria dan Andi Arief, p.128 16 Nezar Patria dan Andi Arief ,p.163
7
intelektual organik yang memiliki kesadaran dan kapasitas untuk mengorganisir perjuangan kelompok tesebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melakukan kontra hegemoni adalah war of position (perang posisi). Kontra hegemoni dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat agar terbentuk kesadaran mereka untuk melakukan suatu perubahan, sehingga terciptalah sebuah historical bloc yang baru dengan wacana dominan yang baru juga.17 1.4 Argumen Utama MST merupakan sebuah gerakan kontra hegemoni muncul sebagai respon terhadap ide dan materi dari agrikultur modern yang ada di Brazil. Gerakan ini muncul melalui tiga tahapan yaitu tahap korporat ekonomi dan aksi kolektif, tahap gerakan populer nasional, dan gerakan kontra hegemoni. Sebagai gerakan kontra hegemoni, MST mencoba melawan common sense dari agrohegemoni dengan common sense yang baru. Common sense dan materi dari agrikultur modern ini berakar pada masa kolonialisme Portugal. Dalam tulisan ini, penulis melihat bahwa petani tak berlahan merupakan kelompok subordinat yang dikuasai oleh kelompok domian (pemerintah, landlord, dan MNC). Common sense yang menyatakan bahwa tanah merupakan aset yang berharga dan dapat diolah dan dieksploitasi oleh manusia yang diturunkan sejak zaman kolonialisme dianut hingga sekarang menyebabkan adanya pihak yang berlomba-lomba menguasai tanah. Kemudian pada masa berkembangnya agrikultur modern, common sense yang berkembang menyatakan bahwa agrikultur yang maju adalah agrikultur yang menerapkan nilai efektif, efisien, dan profit oriented. Agrikultur tradisional dianggap terbelakang dan tidak membawa kemajuan, padahal agrikultur modern justru membawa ketimpangan pada akses kepemilikan lahan. Hegemoni dari ide tersebut dilembagakan dalam bentuk materi melalui institusi-institusi seperti capitanias dan sesmarias pada masa kolonialisme dan kebijakan pemerintah mengenai agrikultur sejak kemerdekaan Brazil. Sebagai gerakan counter hegemony, strategi yang digunakan MST adalah war of position, utamanya melalui okupasi lahan dan pendidikan baik pendidikan umum maupun yang berbasis agroekologi dengan tujuan untuk menyadarkan anggota dan keluarga MST pada khusunya dan masyarakat pada umumnya mengenai realitas sosial di sekitar mereka. 1.5 Metodologi Penelitian 17 Nezar Patria dan Andi Arief ,pp.170-172
Penelitian ini akan bersifat kualitatif di mana penulis akan berusaha untuk menganalisis topik berdasarkan informasi dan data yang didapat menggunakan teori yang telah disebutkan di bagian landasan konseptual. Penulis menggunakan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka berbagai media bacaan baik buku, majalah, dan surat kabar serta banyaknya media online baik jurnal, situs, maupun laporan hasil riset yang terkait dengan topik seperti: sejarah bisnis agrikultur dan petani di Brazil, gerakan MST, strategi yang dilakukan MST terkait upaya reformasi lahan, dan kegiatan-kegiatan MST termasuk tujuan dan visi misi dari gerakan sosial tersebut. Penulis kemudian mengidentifikasi data sesuai dengan elemen-elemen yang ada dalam konsep hegemoni seperti aktor yang terlibat dan ide dan materi yang menghegemoni. Kemudian penulis mengidentifikasi muncul dan berkembangnya MST sesuai dengan tiga tahap munculnya kontra hegemoni; korporat ekonomi dan aksi kolektif, gerakan populer nasional, dan gerakan kontra hegemoni sesuai dengan data yang didapat. 1.6 Sistematika Penulisan Tulisan ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, argumen utama, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua membahas mengenai Sejarah hegemoni bisnis agrikultur dan struktur kepemilikan lahan di Brazil. Bab tiga membahas kemunculan MST sebagao gerakan sosial termasuk di dalamnya tiga tahap gerakan tersebut menjadi kontra hegemoni. Bab empat mengulas bagaimana MST sebagai gerakan kontra hegemoni dilihat dari strategi yang dilakukan dan nilai-nilai alternatif MST dalam bidang agrikultur dan implementasinya. Bab lima adalah kesimpulan.
9