1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan, motor penggerak, peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada energi. Pada dasarnya, pemanfaatan energi seperti energi matahari, energi air, energi listrik, energi nuklir, energi minyak bumi dan gas, serta energi mineral dan batubara memang sudah dilakukan sejak dahulu (Wahyuni, 2011). Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia, serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbarukan.
Salah satu sumber energi
terbarukan dan jadi alternatif tersebut adalah biogas (Wibowo, 2013). Biogas merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak, sampah organik, serta bahan –bahan lainnya oleh bakteri metanogenik dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen) (Wahyuni, 2013) Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam biogas yaitu gas metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas oksigen (O2), gas hidrogen sulfida (H2S), gas hidrogen (H2), dan gas karbon monoksida (CO). Dari semua unsur tersebut yang berperan dalam menentukan kualitas biogas yaitu gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Bila kadar CH4 tinggi maka biogas tersebut akan memiliki nilai kalor yang tinggi. Sebaliknya jika kadar CO2 yang tinggi maka akan mengakibatkan nilai kalor biogas tersebut rendah. Maka dari itu untuk meningkatkan nilai kalor biogas maka kadar gas CO2 harus rendah. Kandungan gas metana (CH4) dari biogas dapat ditingkatkan dengan cara memisahkan gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen sulfida (H2S) yang bersifat korosif dari biogas (Hamidi dkk., 2011).
2
Selain dapat mengatasi masalah lingkungan, biogas yang dihasilkan dari pengelolaan limbah kotoran ternak juga dapat menjadikan peternakan mandiri energi, sehingga menghemat biaya pemeliharaan hewan ternak. Jika bahan baku pembuatan biogas sudah tidak dapat menghasikan gas lagi, sisanya dapat dijadikan produk sampingan seperti pupuk organik padat dan cair. Oleh petani pupuk tersebut dapat digunakan sendiri maupun dijual lagi sehingga menambah pendapatan (Wahyuni, 2013). Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Bila proses pembentukannya dengan proses gas landfill memiliki konsentrasi methana sekitar 50 %, sedangkan bila menggunakan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan biogas dengan komposisi 55-75 % CH4 (Fadli dkk., 2013). Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida atau sulphur trioksida (SO2 / SO3). Senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif (Abidin, 2012). Melihat permasalahan dan potensi dari biogas tersebut pada penelitian ini akan mengkaji tentang pemurnian biogas. Hal ini didasarkan pada permasalahan korosi yang terjadi akibat adanya kandungan H2S (Widhiyanuriyawan, dkk 2013). Dari pembahasan latar belakang diatas dibutuhkan suatu alat yang dapat mengurangi dan menyerap kadar H2S yang terkandung dalam biogas dengan menggunakan desulfurizer. Dalam penggunan desulfulrizer ini berfungsi juga untuk meningkatkan mutu dan kwalitas biogas yang dihasilkan oleh peternak. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses desulfurisasi menggunakan karbon yang
3
dikombinasikan dengan tanah liat (clay) yang perbandingannya 25% karbon + 75% clay, 50% karbon + 50% clay dan 75% karbon + 25% clay lebih baik digunakan sebagai desulfurisasi biogas dibandingkan dengan menggunakan 100% clay pada penelitian yang telah dilaksanakan. Ini dibuktikan dengan presentase penurunan kadar H2S rata-rata sebesar 100%. Dibandingkan dengan desulfurizer dengan 100% clay yang presentase penurunannya hanya 29,06 % (Wahyudi, 2014). Bahan campuran clay (tanah liat) dan karbon sebagai desulfurizer memang menghasilkan penurunan terhadap kadar H2S sebesar 100% namun bahan berupa clay cukup susah untuk di dapatkan, dan daya rekatnya tidak terlalu baik karena memerlukan waktu lama untuk pengeringannya agar bisa merekat dengan baik. Bahan berupa clay umumnya hanya ditemui di pengerajin gerabah dan keramik. Sehingga pada penelitian ini penulis tertarik menggunakan bahan desulfurisasi dengan menggunakan serbuk gypsum dengan pasta karbon. Karena bahan serbuk gypsum lebih mudah ditemukan di toko-toko bangunan dan daya rekatnya sangat baik dan tidak memerlukan waktu lama untuk pengeringan. Dalam mekanisme desulfurisasi biogas ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pasta karbon dari limbah baterai bekas yang sudah di bersihkan dan disaring untuk memisahkan partikel lain yang ikut tercampur. Pasta karbon tidak dapat menyatu dengan baik maka dari itu diperlukan perekat agar pasta karbon bisa di bentuk pelet. Setelah di bersihkan dan disaring kemudian pasta karbon di campurkan dengan serbuk gypsum didalam mortar untuk mendapatkan hasil campuran yang sempurna. Setelah serbuk gypsum dan pasta tercampur dengan merata kemudian campurkan dengan air aquades dan selanjutnya adonan tersebut digiling menggunakan mesin ekstrusi agar berbentuk pelet yang seragam, dan di jemur hingga kering, setelah kering pelet tersebut di masukan ke dalam pipa yang berukuran 5,08 cm.
4
Tutup kuningan
Batang karbon Pasta karbon, MnO2, NH4Cl
Pembungkus terbuat dari seng (kutub negatif) Gambar 1.1 Bagian utama baterai
(a) Pasta karbon baterai
(b) Serbuk gypsum
Gambar 1.2 Bahan-bahan desulfuriser
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian desulfurisasi biogas dari gas pengotor H2S menggunakan pasta karbon dari limbah baterai bekas dengan campuran serbuk gypsum untuk menangkap gas hydrogen sulfide yang terkandung dalam biogas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah berapakah komposisi terbaik campuran antara pasta karbon dan serbuk gypsum yang sesuai untuk desulfurisasi biogas?
5
1.3 Batasan Masalah Melihat banyaknya permasalahan yang ada dan agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan lebih terarah tanpa mengurangi keakuratan hasil penelitian, maka dilakukan beberapa batasan masalah antara lain: 1. Biogas yang digunakan dalam penelitian ini adalah biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi. 2. Desulfurizer yang digunakan terbuat dari pipa yang berdiameter 5,08 cm dengan panjang 20 cm, bahan dalam desulfurizer yang digunakanyaitu pasta karbon dari limbah baterai bekas yang dikomposisikan dengan serbuk gypsum yang perbandingannya telah ditentukan. 3. Kecepatan aliran biogas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 liter/menit.
1.4 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi antara pasta karbon dan serbuk gypsum yang terbaik pada proses desulfurisasi biogas sehingga dapat digunakan untuk memurnikan biogas secara maksimal.
1.5 Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan nantinya dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat memurnikan biogas dari kandungan gas pengotor hidrogen sulfida (H2S) sehingga biogas yang dihasilkan tidak mengandung gas yang bersifat korosif dan berbahaya. 2. Membantu menanggulangi bahaya dari limbah baterai bekas yang dapat merusak lingkungan. 3. Dapat mengurangi korosi pada sistem perpipaan dan peralatan yang menggunakan sumber energi alternatif biogas.