BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tujuan jangka panjang suatu perusahaan didirikan adalah untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi bagi pemilik perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka kepercayaan investor untuk menanamkan investasinya di suatu perusahaan semakin besar. Meningkatkan kekayaan perusahaan melalui peningkatan nilai perusahaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Untuk memaksimalkan nilai suatu perusahaan, banyak hal yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan, dari banyak faktor tersebut terdapat dua kebijakan penting yakni penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan kebijakan pendanaan (struktur modal perusahaan). Menurut Sartono (2010:225) Struktur modal adalah perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferent dan saham biasa. Keputusan struktur modal (capital structure) meliputi pemilihan sumber dana baik yang berasal dari modal sendiri maupun modal asing dalam bentuk utang, kedua dana ini merupakan dana eksternal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Struktur modal dapat dianalisis dengan melihat pada tanda-tanda dan atribut yang mengkarakteristikan aset-aset perusahaan dan yang berpengaruh dengan level intensitas yang berbeda, berkaitan kegiatan pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, ekuitas dan hutang harus dipertimbangkan baik sebagai instrumen-instrumen keuangan maupun corporate governance. Good corporate governance merupakan suatu konsep mengenai tata kelola suatu entitas yang baik dan ideal. Meningkatkan nilai perusahaan dapat menggunakan GCG (Good corporate governance) sebagai sistem yang mengatur, mengendalikan perusahaan yang berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. Menurut Sutarman (2010:78) tujuan utama dari penerapan GCG adalah untuk 1
2
menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan sumber dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan. Sistem corporate governance yang baik dipercaya dapat memberikan perlindungan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan yaitu para pemegang saham, manajemen maupun kreditur. Menurut Purwantini (2011) bahwa mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, berupa internal mechanisms (mekanisme internal), seperti komposisi dewan direksi atau komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. Kedua external mechanisms (mekanisme ekstenal), seperti pengendalian oleh pasar, dan level debt financing. Mekanisme corporate governance diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara agent dan principal, yang selanjutnya berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. Agency problem muncul karena adanya kesenjangan kepentingan suatu pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dengan pihak pengurus atau manajemen sebagai agen. Pemegang saham memiliki kepentingan terhadap perolehan insentif atas pengelolaan dana pemilik perusahaan. Untuk mengatasi ketidak selarasan antara principal dan agent perlu dilakukan pengelolaan perusahaan yang baik. Kepemilikan institusional adalah mekanisme corporate governance utama yang dapat mengurangi konflik keagenan yang selanjutnya berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. Kepemilikan institusional yaitu keadaan dimana institusi (baik pihak swasta maupun pemerintah) memiliki saham dalam suatu perusahaan. Kepemilikan institusional yang tinggi memungkinkan dikendalikannya perilaku manajer agar tidak berusaha memaksimalkan dirinya sendiri karena kepemilikan ini mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung/melarang tindakan/keputusan manajemen Handoko (2014). Selain itu, dibutuhkan pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dalam pengelolaan perusahaan. Salah satu pihak yang merupakan bagian terpenting dari terlaksananya konsep GCG ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen.
3
Dewan komisaris perusahan merupakan pihak yang menjalankan fungsi pengawasan agar manajemen tidak melakukan perilaku yang menyimpang, sedangkan tugas utama komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan sistem pengendalian internal perusahaan, kemudian memastikan kualitas laporan keuangan dan meningkatkan efektivitas fungsi audit yang kemudian di verifikasi oleh ekternal auditor. Apabila komite audit menjalankan fungsinya dengan baik maka tindakan manajemen akan dapat di monitor. Makin tinggi dewan komisaris yang diwakili oleh proposi dewan komisaris independen maka makin efektifnya pelaksanaan fungsi komite audit, maka fungsi pengawasan perilaku manajer akan makin efektif, yang berarti agency problem akan menurun. Mekanisme corporate governance diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara principal dan agent, yang selanjutnya berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. Penerapan GCG sangat dibutuhkan untuk seluruh perusahaan, termasuk yang bergerak disektor perbankan. Perbankan memiliki peran vital dalam menjaga kestabilan perekonomian suatu negara. Perbankan merupakan perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Di Indonesia, perbankan diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BAPEPAM-LK (Badan Pengawas Pasar Modal), LPS(Lembaga Penjamin Simpanan), dan Dirjen Pajak. Pengawasan yang ketat menyebabkan perbankan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kehatihatian (prudential banking). Prinsip kehati-hatian ini menyebabkan kebijakan perbankan menjadi ketat dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan. Penerapan GCG disektor perbankan diatur oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan pada tahun 2006. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum yang kembali
4
disempurnakan melalui PBI No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang perubahan atas PBI Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang. Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum Peraturan tersebut dilakukan agar perbankan di Indonesia dapat beroperasi secara sehat, sehingga dapat memberikan kontibusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pada praketnya masih banyak pelanggaran pelaksanaan Good Corporate Governance yang dilakukan oleh sektor perbankan. Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa 69 persen bank dalam negeri masih melanggar aturan Good Corporate Governance/GCG (tata kelola perusahaan yang baik) sebagaimana diatur dalam PBI No.4/2006 yang diperbarui dengan PBI No.14/2006. Pelanggaran yang terjadi terutama pada masalah komisaris independen dalam dewan komisaris kasus ini mencapai 53 persen diikuti oleh pelaggaran dalam pembentukan komite mencapai 30,7 persen, tidak terpenuhinya jumlah komisaris independen sekitar 18 persen, pelanggaran terhadap keharusan independensi presiden direktur dari pemegang saham mencapai 10 persen, serta kasus rangkap jabatan mencapai 7 persen. terus mensosialisasikan tata kelola yang baik kepada kalangan perbankan. PBI no 14/2006 menyatakan dewan komisaris terdiri dari komisaris dan komisaris Independen dimana setidaknya 50 persen dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan pemegang saham pengendali atau hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Sementara itu pasal mengenai rangkap jabatan tertera dalam Pasal 7 yang menyatakan anggota dewan komisaris tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat Eksekutif pada satu lembaga atau perusahaan keuangan. Selain itu pasal tersebut juga melarang anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang melaksanakan fungsi pengawasan pada (satu) perusahaan anak bukan Bank yang dikendalikan oleh Bank. Pasal tersebut juga mengungkapkan Mayoritas anggota dewan Komisaris dilarang saling memiliki
5
hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota dewan komisaris dan anggota direksi (diakses pada November 2015 melalui http://www.antaranews.com). Selanjutnya selain kasus pelanggaran aturan GCG terdapat kasus lain yakni kasus penyuapan pada beberapa perbankan di Indonesia. Kasus penyuapan oleh perusahaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) global, Diebold Inc, terhadap sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi perhatian serius banyak kalangan. Kasus ini telah melanggar implementasi penerapan GCG pada perbankan Badan Umum Milik Negara (BUMN), Diebold Inc telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan distrik Amerika Serikat (AS) bahwa perusahaan tersebut mengeluarkan USD147ribu untuk liburan dan hiburan para pejabat dari tiga bank milik negara Indonesia, dengan tujuan agar perusahaan tersebut sukses menjalankan bisnis-bisnisnya. Gubernur Bank Indonesia (BI), meminta agar ke depan bank BUMN memberikan keterbukaan informasi dengan regulator pengawas, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langkah tersebut harus dilakukan untuk mencegah kejadian seperti kasus suap pengadaan mesin ATM yang dilakukan perusahaan asal AS itu kepada beberapa direksi bank BUMN. Bank Indonesia menyatakan bakal meneliti penerapan tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) di lingkungan bank-bank BUMN. Apabila bank yang bersangkutan terbukti melanggar GCG, BI akan dengan tegas memberi sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa teguran hingga menjalankan uji kepatutan dan kelayakan ulang kepada direksi bank. (diakses pada Oktober 2015 melalui www.tribunnews.com, http://ekbis.sindonews.com, http://bisnis.tempo.co). Selain beberapa kasus pelanggaran penerapan Good Corporate Governance, beberapa bank juga telah melakukan pinjaman untuk membiayai pengembangan infrastruktur. Pada Oktober 2008, ada tiga bank besar BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank BNI Tbk. dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk meminta bantuan likuiditas dari Pemerintah masing-masing Rp5 triliun. Total dana untuk menginjeksi ketiga bank tersebut sebesar Rp15 triliun. Dana tersebut bersumber dari uang pemerintah yang berada di BI. Bantuan likuiditas itu dipakai untuk memperkuat cadangan modal bank atau memenuhi komitmen kredit infrastruktur
6
tanpa harus terganggu likuiditasnya. Maksud bantuan likuiditas Pemerintah ini agar ketiga bank BUMN tidak perlu mencari pinjaman dari luar negeri. (diakses pada
Oktober
2015
http://www.bi.go.id/id/publikasi/artikel-kertas-
kerja/artikel/Documents/691e8d904ce8451ca4dff0e97b1b22afkrisisglobaldan penyelamatansistemperbankanindonesi.pdf) Namun pada September 2015, Tiga bank BUMN telah menandatangani kesepakatan dengan China Development Bank dengan total US$ 3 miliar atau setara Rp 42,28 triliun. Ketiga bank tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Negara Indonesia (BNI), dan PT Bank Mandiri Tbk. Masing-masing bank akan menerima pinjaman sebanyak US$1 miliar dengan tenor selama 10 tahun. Nantinya, uang tersebut akan digunaan masing-masing bank untuk membiayai pengembangan infrastruktur dan juga perdagangan, khususnya yang dilakukan kedua negara. Ketiga Diretur Utama masing-masing bank BUMN, Budi G, Sadikin (Mandiri), Asmawi Syam (BRI), dan Achmad Baiquni (BNI) berharap adanya peningkatan pembangunan infrastruktur dari pinjaman ini sehingga nantinya tercipta pembangunan ekonomi berkelanjutan.
(diakses
pada
September
2015
melalui
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150917064505-78-79263/tiga-bankbumn-berutang-rp-4328-triliun-dari-bank-china/). Seiring dengan pesatnya perkembangan industri perbankan di Indonesia maka penerapan tata kelola perusahaan dituntut untuk diterapkan. Tata kelola perusahaan sangat berpengaruh dengan perolehan modal perusahaan. Jika tata kelola perusahaan baik maka kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dana di bank akan meningkat. Corporate governance dan struktur modal adalah dua komponen yang dapat menjadi dasar stabilitas ekonomi sebuah perusahaan dan juga dapat memaksimalkan nilai suatu perusahaan. Berdasarkan survey pendahuluan terhadap good corporate governance, struktur modal dan tobin’s Q ditunjukan pada grafik berikut :
7
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
2010
2011
2012
2013
2014
TOBIN'S Q
0.6
0.58
0.61
0.57
0.54
KOMISARIS INDEPENDEN
0.54
0.56
0.57
0.6
0.57
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
0.78
0.78
0.77
0.76
0.78
KOMITE AUDIT
0.68
0.72
0.75
0.78
0.76
DER
8.59
8.83
8.58
7.74
7.66
Sumber: Data laporan keuangan www.idx.co.id, data diolah kembali Gambar 1.1 Grafik Rata-rata Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Debt to Equity Ratio (DER), dan Tobin’s Q Pada 2011-2012 dan 2013-2014 peningkatan dan penurunan komisaris independen diikuti oleh peningkatan dan penurunan tobin’s Q yang bergerak searah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muryati dan Suardikha (2014)
yang menyatakan
bahwa
dewan komisaris
mampu
menjalankan fungsi monitoring untuk mengawasi kebijakan serta kegiatan yang dilakukan oleh direksi. Adanya dewan komisaris independen dalam perusahaan dapat memberikan kontribusi yang efektif dalam proses penyusunan laporan keuangan yang lebih berkualitas. Namun pada 2010-2011 komisaris independen mengalami peningkatan dan tobin’s Q mengalami penurunan, dan pada 20122013 komisaris independen mengalami peningkatan dan tobin’s Q mengalami penurunan. Ini menunjukan adanya gap antara teori dengan fenomena. Pada 2012-2013 kepemilikan institusional mengalami penurunan yang diikuti oleh penurunan tobin’s Q yang bergerak searah. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Muryati dan Suardikha (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan yang diukur dari presentase kepemilikan saham oleh institusi
8
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi juga nilai perusahaan. Namun pada 2010-2012 dan 2013-2014 peningkatan dan penurunan kepemilikan institusional bergerak berbanding terbalik dengan peningkatan dan penurunan pada tobin’s Q. Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningtyas,dkk (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ini menunjukan adanya gap antara penelitian terdahulu dengan fenomena. Pada 2011-2012 dan 2013-2014 peningkatan dan penurunan komite audit diikuti dengan pergerakan yang searah pada tobin’s Q, sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Ningtyas,dkk (2014). Komite audit berperan dalam mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan yang bertujuan mewujudkan laporan keuangan yang disusun melalui proses pemeriksaan dengan integritas dan obyektifitas dari auditor. Komite audit akan berperan efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu dewan komisaris memperoleh kepercayaan dari pemegang saham untuk memenuhi kewajiban penyampaian informasi. Dengan adanya keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan, maka akan memberikan kontribusi dalam kualitas laporan keuangan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Namun pada 2010-2011 dan 20122013 peningkatan dan penurunan komite audit bergerak berbanding terbalik dengan tobin’s Q. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Muryati dan Suardikha (2014) yang menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Peningkatan komite audit justru dapat menurunkan nilai perusahaan. Pada 2012-2014 penurunan DER diikuti dengan pergerakan yang searah pada tobin’s Q. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyono,dkk (2014) yang menyatakan bahwa DER memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tobin’s Q. Namun pada 2010-2011 DER mengalami peningkatan dan tobin’s Q mengalami penurunan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ogolmagai (2013) menyatakan bahwa DER tidak
9
memiliki hubungan atau tidak dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini menunjukan adanya gap antara fenomena dengan penelitian terdahulu. Berdasarkan fenomena terdapat perbedaan antara teori dengan hasil survey pendahuluan. Disamping itu hasil-hasil penelitian terdahulu diperoleh adanya perbedaan hasil penelitian (research gap) yang dilakukan oleh para peneliti, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Good Corporate Governance dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Perbankan Go Public, Periode 2010-2014”
1.2.
Identifikasi Masalah Nilai perusahaan sangat berpengaruh dalam perusahaan, oleh karena itu
perusahaan harus cermat dalam memutuskan nilai perusahaan. perusahaan di dalam memutuskan nilai perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya good corporate governance dan struktur modal. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana kondisi perkembangan good corporate governance (kepemilikan institusional, komisaris independen dan komite audit), struktur modal (debt equity ratio), dan nilai perusahaan pada perbankan go public periode 20102014?
2.
Bagaimana pengaruh good corporate governance (kepemilikan institusional, komisaris independen dan komite audit) dan struktur modal (debt equity ratio) terhadap nilai perusahaan secara bersama pada perbankan go public periode 2010-2014?
3.
Bagaimana pengaruh good corporate governance (kepemilikan institusional, komisaris independen dan komite audit) dan struktur modal (debt equity ratio) terhadap nilai perusahaan secara parsial pada perbankan go public periode 2010-2014?
10
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data yang dapat
diproses dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang didapat selama kuliah berdasarkan literatur investasi. Setelah itu data tersebut digunakan untuk menyusun skripsi guna memenuhi tugas akhir pada program studi Manajemen S-1 Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1.
Menganalisis
kondisi
perkembangan
good
corporate
governance
(kepemilikan institusional, komisaris independen dan komite audit), struktur modal (debt equity ratio), dan nilai perusahaan pada perbankan go public periode 2010-2014. 2.
Menganalisis
pengaruh
good
corporate
governance
(kepemilikan
institusional, komisaris independen dan komite audit) dan struktur modal (debt equity ratio) secara bersama terhadap nilai perusahaan pada perbankan go public periode 2010-2014. 3.
Menganalisis
pengaruh
good
corporate
governance
(kepemilikan
institusional, komisaris independen dan komite audit) dan struktur modal (debt equity ratio) secara parsial terhadap nilai perusahaan pada perbankan go public periode 2010-2014.
1.4.
Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan
bagi beberapa pihak antara lain: 1.
Bagi Penulis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan, menambah, dan memperluas wawasan penyusun khususnya tentang pengaruh good corporate governance dan struktur modal terhadap nilai perusahaan.
2.
Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah pengetahuan tentang pengaruh good corporate governance dan struktur
11
modal terhadap nilai perusahaan serta dapat digunakan sebagai referensi peneliti selanjutnya 3.
Bagi perusahaan dan investor Dari hasil penelitian diharapkan perusahaan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan informasi kepada para investor mengenai kinerja perusahaan dan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Sedangkan bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan memberikan masukan kepada pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami corporate governance dan struktur modal dalam manajemen keuangan dan agar dapat meningkatkan nilai perusahaannya melalui penerapan good corporate governance dan penerapan struktur modal yang optimal.
1.5.
Jenis dan Metode Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory survey
method. Explanatory survey merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Hermawan, 2009:20). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif menurut Nazir (2013:54) adalah : “Suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarag.” Sedangkan metode verifikatif menurut Masyhuri (2010:45) adalah: ”Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.
12
Penelitian verifikatif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menguji suatu teori atau hasil penelitian sebelumnya, sehingga diperoleh hasil yang memperkuat atau mengukur teori atau hasil penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan good corporate governance dan struktur modal dengan nilai perusahaan, digunakan analisis statistik yaitu analisis koefisien determinasi, dan regresi. Untuk menguji hipotesis tentang pengaruh good corporate governance dan struktur modal dengan nilai perusahaan secara
bersamaan digunakan uji F, sedangkan untuk menguji secara partial digunakan uji t statistik 2 pihak,. Karena menggunakan data balance panel, maka pengolahan data menggunakan program Eviews 7.
1.6.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan daerah pengamatan tempat diadakannya
penelitian untuk mengumpulkan data. Pada penyususnan proposal ini lokasi penelitian yang dilakukan peulis adalah pada website Bursa Efek Indonesia (http://www.idx.co.id), www.yahoo.finance.com, www.sahamoke.com, pustaloka Universitas Widyatama yang berlokasi di Jalan Cikutra 204A Bandung. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016.