BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permaasalah Sejak memproklamirkan diri sebagai Negara merdeka pada tahun 1945, sampai saat ini, Indonesia telah mengalami perkembangan dalam berbagai macam aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan. Seiring perkembangan tersebut, tak sedikit yang memberikan pengaruh terhadap perilaku dan budaya dari masayarakat yang juga mengalami perkembanagn seiring dinamisme yang terjadi. Terlebih pada saat ini, keadan Negara sedang dalam keadan terpuruk dengan kondisi ekonomi yang kurang baik. Hal tersebut juga diperparah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, krisis moral, dan tingkat pengangguran yang juga tinggi sehingga menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas atau kejahatan. Perkembangan zaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja namun juga berdampak pada krisis moral. Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang tega untuk berbuat jahat. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas teruama di daerah urban yang padat penduduk. Salah satu bentuk kejahatan yang berkaitan dengan usaha seseorang atau suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang akhir akhir ini menunjukan peningkatan adalah praktik atau aksi kejahatan yang dilakukan oleh anak anak jalanan. Praktek kejahatan yang dilakukan oleh anak anak jalanan memang bisa tumbuh di berbagai lini kehidupan manusia. Secara sosiologis, munculnya anak anak anak jalanan dapat dilacak pada kesenjangan yang terjadi dalam struktur masyarakat baik kesenjangan ekonomi maupun social budaya yang menyebabkan anak putus sekolah dan hidup dijalan secara tak teratur. Perilaku anak jalanan merupakan problematika sosial yang sangat kompleks karena pada dasarnya aksi anak anak jalanan tersebut baik yang dilakukan secara sendiri sendiri maupun berkelompok telah ada sejak jaman dahulu. Berbagi macam studi telah dilakukan untuk mencoba menganalisis
fenomena aksi yang dilakukan oleh anak anak jalanan ini baik mengenai faktor faktor yang melatarbelakangi, bentuk bentu aksi sampai pada pada cara menanggulangi secara tepat. Anak jalanan adalah bagian dari fenomena sosial yang terbentuk dari dua faktor. Pertama, adalah faktor Ekonomi dimana mereka adalah berlatarbelakang anak anak putus sekolah dan tidak mendapat kesempatan bekerja di sektor sektor formal sehingga mereka memilih jalan pintas dengan turun kejalan untuk menjadi pengamen, pedagang asongan bahkan pengemis guna mendapatkan uang. Kedua, Faktor sosial budaya dimana ada sebuah perspektif berfikir yang keliru yang menganggap bahwa dengan hidup dijalanan mereka bisa bebas berekspresi dan berkelompok tanpa terikat dengan norma dan aturan. Pekembangan berikutnya dari anak anak yang hidup dijalanan ini adalah adanya kecenderungan mencari jalan pintas guna mendapat penghasilan yakni dengan melakukan tindak tindak kejahatan . Tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak jalanan ini tidak hanya dimaknai sebagai kejahatan semata, melainkan sebagai kejahatan yang mengarah pada tindakan Premanisme baik secara individu maupun berkelompok. Tindakan Premanisme yang dilakukan oleh anak anak jalanan ini menjadi masalah atau diangkat menjadi isu keamanan ketika aksi kekerasan yang dilakukan mengalami peningkatan dan ruang lingkupnya membesar. Dalam situasi demikian, negara melalui aparat keamanannya merasa perlu hadir dengan menggunakan fungsi represif-polisional yang menjadi kewenangannya. Tindakan yang dilakukan oleh oleh anak anak jalanan belum perlu ditindak ketika berada diruang-ruang gelap dan menggurita secara underground atau tertutup dan berskala kecil, akan tetapi harus menjadi perhatian ketika kekerasan atau tindakan kriminal tersebut dilakukan secara terbuka dan kasat mata didepan publik dan mengalami peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitasnya . Salah satu bentuk studi atau kajian yang berkaitan dengan aksi kejahatan yang dilakukan oleh anak anak jalanan ini adalah studi dengan menggunakan perspektif ilmu kriminogi dengan harapan dapat ditemukan formula yang tepat guna menanggulangi aksi aksi yang terjadi dimasyarakat. Kriminologi sebagai ilmu sosial terus mengalami perkembangan dan peningkatan. Perkembangan dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus mengalami perubahan-perubahan dan berbeda antara tempat yang satu dengan yang lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan khususnya yang berkaitan dengan aksi anak anak jalanan juga mengalami perkembangan dan
peningkatan dalam melihat, memahami, dan mengkaji permasalahanpermasalahan sosial yang ada di masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, dengan memilih lokasi studi di wilayah Polsek Kota Nganjuk Penulis ingin menulis sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi tentang KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN (Studi Kasus Di Polsek Kota – Nganjuk ) 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan hasil dari penelitian dapat sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa saja bentuk bentuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan di Wilayah Polsek Kota Nganjuk? 2. Apa upaya yang dilakukan oleh Polsek Kota Nganjuk dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anak anak jalanan ? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian, selalu ada tujuan yang ingin dicapai, hal ini untuk memberikan arah yang jelas dalam melakukan penelitian sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan apa yang diinginkan. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bentuk bentuk tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak jalanan khususnya diwilayah hukum Polsek Kota Nganjuk 2. Untuk menemukan cara yang tepat guna menanggulangi atau mencegah segala bentuk aksi kejahatan yang dilakukan oleh anak jalanan khususnya di wilayah Polsek Kota Nganjuk 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini dapat dikategorikan dalam 2 hal, yaitu:
1. Manfaat Teoritis a. Yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta memperluas cara pandang seputar permasalahan hukum di masyarakat terutama mengenai kejahatan kejahatan yang dilakukan oleh anak anak jalanan dilihat dari sudut pandang ilmu kriminologi b. Untuk mendalami teori–teori hukum secara praktis yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri. 2. Manfaat Praktis a. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun mengaplikasikan ilmu dimasyarakat khususnya ilmu hukum yang diperoleh selama kuliah di Fakultas hukum Universitas Islam Kadiri. b. Untuk mengetahui secara mendalam dan tuntas permasalahanpermasalahan
yang
diteliti,
demi
perbaikan-perbaikan
dan
pengembangan hukum dan agar dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi semua pihak terutama penegak hukum dalam mengambil tindakan yang tegas dan tepat. 1.4 Metode Penelitian Metode penelitian pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang mempelajari, menganalisa dan memahami hal-hal yang diteliti Sehingga dalam melakukan penulisan bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Empiris dan sosiologis. Dimana penelitian difokuskan pada pendekatan sosiologis dengan menyertakan datadata empiris serta menganalisis dan membandingkannya denagan peraturan perundang-undangan yang berlaku, asas-asas hukum, sinkronisasi hukum dan hubungan kasualitas atas obyek masalah yang diteliti 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang berusaha mengidentifikasi
hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gajala lainnya. Dalam penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan secara obyektif mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan di Wilayah hukum Polsek Kota Nganjuk serta upaya penanggulangannya. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang didukung atau dilengkapi dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga menghasilkan gabungan antara teori dan praktek lapangan. Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah sifat penelitian diskriptif kualitatif. 3. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data–data yang diperlukan, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Posek Kota Nganjuk. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan kepada pertimbangan bahwa jarak lokasi penelitian dengan rumah penulis yang dekat sehingga dapat dilakukan penelitian secara intensif, selain itu pemilihan lokasi di wilayah Polsek Kota Nganjuk juga didasarkan pada pertimbangan bahwa di lokasi penelitian, penulis dapat memperoleh informasi dan data yang lengkap mengenai obyek penelitian yakni seputar tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan. 4. Sumber Bahan / Data Bahan atau Data yang digunakan Penulis dalam penelitian ini dapat dikategorikan dalam beberapa bahan atau data, yaitu : a. Sumber Bahan / Data Primer Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan, baik dengan cara wawancara atau studi lapangan secara langsung dalam penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Polsek Kota Nganjuk b. Sumber Bahan / Data Sekunder Data sekunder merupakan keterangan atau fakta yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundangundangan, hasil penelitian ilmiah dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang telah diteliti. Antara Lain : 1. UUD 1945 2. Kitab Undang Undang Hukum Pidana 3. Kitab Undang Undang Hukum acara Pidana
4. Undang undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak 5. Undang undang No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. c. Sumber Bahan / Data Tersier Yaitu
dari
buku-buku
dan
literatur
yang
terkait
dengan
permasalahan kriminologi dan kejahatan jalanan, misalnya : Beberapa pemikiran ke arah pengembangan hukum pidana, masalah tindak pidana dan cara penanggulangannya ,dll. Selain itu, juga berbagai artikel,
jurnal
dan
berita
seputar
permasalahan
hukum
dan
permasalahan yang membahas kriminologi dan anak anak jalanan dari media cetak dan elektronik. Selain itu, penelitian ini juag didukung dengan bahan bahan yang bisa memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, contoh: Pendapat pakar/ahli, kamus hukum, kamus ilmiah, kamus besar Bahasa Indonesia dll. 5.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Karena dengan adanya data dapat menunjang penulisan sebagai bahan dalam penulisan itu sendiri. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara Merupakan penelitian yang digunakan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dalam rangka memperoleh data primer dengan wawancara (interview). Wawancara ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung baik lisan maupun tertulis sambil bertatap muka secara langsung dengan Kanit Reskrim dan staf Satuan Reserse Kriminal Polsek Kota Nganjuk. b. Studi Kepustakaan
Hal
ini
dilakukan
untuk
memperoleh
data
guna
mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat para ahli atau pihak-pihak yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk-bentuk ketentuan formal maupun data, melalui naskah resmi yang ada atau pun bahan hukum yang berupa Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Selain itu guna melengkapi tulisan, penulis juga mempergunakan buku-buku hasil penelitian, dokumentasi, majalah, jurnal, surat kabar, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah-masalah kriminologi dan anak anak jalanan. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan cara klasifikasi , yaitu penyusunan kembali data yang ada dengan melakukan penyeleksian hal-hal yang relevan dengan yang tidak relevan dengan penelitian. Selanjutnya dilakukan pengelompokkan data secara sistematis.. Setelah bahan tersusun secara sistematis, Kemudian bahanbahan tersebut, dianalisa secara kualitatif, yaitu dilakukan analisa dari yang bersifat umum menuju khusus sehingga didapatkan acuan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang akan dibahas. 7. Penyajian Data Setelah data diperoleh dan dianalisis, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data yakni memberikan informasi mengenai data data yang sudah dianalisis sehingga diperoleh informasi yang lengkap dan akurat mengenai obyek penelitian. Hal tersebut juga bisa memebrikan gamparan secara lebih rinci tentang hasil dari suatu penelitian 1.5 Pertanggungjawaban Sistematika Sistematika penulisan Skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab. Pada masingmasing bab terbagi dalam beberapa sub bab, sehingga mempermudah
pembaca untuk mengetahui gambaran secara ringkas mengenai uraian yang dikemukakan dalam tiap bab. Sistematika penulisan skripsi ini, yaitu : BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan Pertanggungjawaban sistematika. : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan uraian mengenai permasalahan dalam penelitian, yang meliputi :Pengertian Kriminologi , sejarah perkembangan serta aliran aliran dalam ilmu kriminologi :, Pengertian Anak jalanan, Faktor faktor yang melatar belakangi mengapa anak anak hidup dijalanan, , Tinjauan umum tentang kejahatan serta Pengertian dan unsur tindak Pidana : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis akan menyajikan hasil penelitian disertai dengan pembahasan mengenai tindak pidana-tindak pidana yang dilakukan oleh Anak jalanan dan upaya penanggulangan kejahatan atau tindak pidanan yang dilakukan oleh anak jalanan yang di wilayah Polsek Kota Nganjuk. : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan analisa dari data yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban terhadap pembahasan bagi para pihak yang terkait agar dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi semua.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Kriminologi 2.1.1
Pengertian Kriminologi Secara umum, istilah kriminologi identik dengan perilaku yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksudkan disini adalah suatu tindakan yang dilakukan orang orang dan atau instansi yang dilarang oleh suatu undang-undang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu kejahatan. Secara etimologi (tata bahasa), Kriminologi atau yang dalam bahasa inggris disebut criminology dan dalam bahasa Jerman dikenal dengan sebutan kriminologie, berasal dari bahasa latin, yaitu Crime yang berarti kejahatan dan Logos yang berarti ilmu. Dengan demikian kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari tentang kejahatan. P. Topinard mendefinisikan Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluasluasnya1. Sedangkan Paul Moedigdo Moeliono (Soedjono D, 1976:
1
P. Topinard (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001: 5)
24), merumuskan Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.2 Selain secara etimologi, ada berbagai macam bentuk definisi dari kriminologi yang dikembangkan oleh para ahli hukum diantaranya adalah: I) Mr· W·A Bonger Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala- gejala kejahatan seluas-luasnya3. 2) J . Constant Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab mushabab dari terjadinya kejahatan dan penjahat4 3) Noach Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musabab dan akibat-akibatnya5. 4) Sutherland Kriminologi sebagai suatu keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat (sosial). Ilmu ini meliputi: 1. Cara/proses membuat undang- undang 2. Pelanggaran terhadap undang-undang;dan 3. Reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran ini6. 5) Moeljatno Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu.7 Dari defenisi diatas di atas dapat disimpulkan bahwa kriminologi bukan saja ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dalam arti sempit, tetapi kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, cara-cara memperbaiki pelaku kejahatan dan cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan karena secara luas, kriminologi juga 2
Paul Moedigdo Moeliono (Soedjono D, 1976: 24) www.hukumonline.com, diakses tanggal 14 Maret 2013 4 www.belajarhukum.go.id, diakses tanggal 14 Maret 2014 5 Ibid 6 ibid 7 www. Psikologi kriminologi.go.id 3
mempelajari tentang segala aspek permasalahan dari manusia. Dalam perkembangan selanjutnya, para ahli juga memberikan definisi tentang Kriminologi dari berbagai aspek, diantaranya adalah denisi dari W.A Bonger, beliau mendifinisikan ”kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya”8, dalam meberikan batasan kriminologi, beliau membagi kriminologi ke dalam dua aspek: a. Kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan manfaat praktisnya. b. Kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memeperhatikan gejala-gejala kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut dengan metode yang berlaku pada kriminologi. Selanjutnya paradigma kriminologi menurut Huwitz bahwa dalam memandang kriminologi dapat dilihat dari 2 (dua) pokok besar yakni criminal biology dan criminal sociology. Inti dari Huwitz ini mendasarkan bahwa kriminologi dilihat dari sudut pandang kejahatan dalam suatu gejala sosial dan manusia. Jadi dilihat dari gejala sosial (criminal sosiology) dan manusia (criminal biology). Pandangan dari sudut criminal biology menenai penyelidikan tentang kepribadian penjahat dalam interaksinya dengan kejahatan. Perhatian terutama tertuju kepada adanya dan pentingnya faktor-faktor sebagai berikut: a) Hereditary (keturunan) b) Constitutional (untuk pembentukan pribadi) c) Psychic abnormalities (kelainan jiwa) d) Crimini Phsylogical characteristic (ciri-ciri jiwa kriminal). Selanjutnya criminal sossioligy berkisar mengenai ilmu pengetahuan tentang kriminalitas sebagai suatu gejala sosial, penyelidikan terutama dipusatkan pada hubungan timbal balik antara kriminalitas dengan bangunan masyarakat, sistem politik, ekonomi serta faktor-faktor lain dalam penggolongan manusia. Dalam mempelajari kriminologi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yang besar yakni kriminologi teoritis dan kriminologi praktis. 8
ibid
Secara teoritis ilmu kriminologi ini dapat dipisahkan menjadi lima cabang pengetahuan yang tiap-tiap bagiannya ingin memperdalam pengetahuan tentang kejahatan. Adapun kelima cabang tersebut adalah: 1. Antropologi kriminal Antropologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tandatanda fisik yang mempunyai ciri khas dari seorang penjahat. Pandangan ini didasarkan pada ciri-ciri seorang penjahat. Antropologi kriminal ini dianut oleh Lombroso. 2. Sosiologi kriminal Sosiologi kriminal seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa inti dari ilmu pengetahuan ini adalah mencakup mengenai berbagai gejala sosial yang menyebabkan timbulnya kriminologi. Adapun gejala sosial yang dimasukkan dalam sosiologi kriminal ini adalah: a Etiologi sosial yakni ilmu yang mempelajari mengenai sebabsebab timbulnya kejahatan; b) Geografis yakni ilmu yang mempelajari mengenai pengaruh timbal balik antara letak suatu daerah dengan kejahatan; c) Klimatologi yakni ilmu yang mempelajari mengenai hubungan timbal balik iklim dengan kejahatan; d) Meteorolis yakni ilmu yang mempelajari mengenai pengaruh timbal balik antara cuaca dengan kejahatan; 3. Psikologi kriminal Merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai kajahatan dari sudut ilmu kejiwaan. Psikologi kriminal ini dibagi menjadi 2 (dua) substansi yakni: a) Tipologi yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai golongan- golongan penjahat b) Psikologi sosial kriminal yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai kejahatan dari segi jiwa sosial. 4. Psikologi dan Neuro Pathologi Kriminal Yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat yang sakit jiwa atau gila. 5. Penologi Merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari mengenai sejarah, arti dan faedah hukum. Sedangkan kriminologi praktis ini merupakan ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberantas kejahatan yang timbul di masyarakat. Kriminologi praktis ini dibagi menjadi 2 (dua) cabang yakni: a ) Hygiene criminal
yakni merupakan cabang kriminal yang berusaha untuk memberantas faktor-faktor penyebab timbulnya suatu kejahatan. Hygiene criminal ini misalnya mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kejahatan dan memberikan solusi terhadapnya. Misalnya salah satu yang menyebabkan timbulnya kejahatan adalah ekonomi maka solusi yang digunakan adalah dengan berupaya meningkatkan sistem perekonomian, meciptakan lapangan kerja dan lain sebagainya. b) Politik kriminal (political criminology) yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari cara menetapkan hukuman yang sebaik-baiknya kepada terpidana agar dapat menyadari kesalahannya serta berniat untuk tidak melakukan kejahatan lagi. Politik kriminal inilah yang memiliki hubungan yang erat dengan politik hukum pidana. Dalam memandang kriminologi pada dasarnya akan mempelajari mengenai latar belakang timbulnya kriminal itu sendiri. Latar belakang timbulnya kriminologi ini tentunya yang akan menyebabkan pengelompokan mengenai aliran-aliran dalam mengkaji kriminologi. Adapun aliran-aliran dalam kriminologi ini dibagi menjadi: 1. Aliran antropologi Telah dijelaskan pada pengertian terdahulu bahwa inti dari studi mengenai antropologi adalah mengkaji mengenai ciri-ciri seorang penjahat. Aliran ini berkembang pertama di Italia dengan penganutnya yakni Cesare Lambroso. Menurut Lambrosso, bahwa dalam mempelajari kriminologi dapat dilihat dari ciri- ciri penjahat dari bentuk atau ciri fisiknya. Aliran antropologi dalam sejarahnya mendapatkan berbagai tentangan dari para ahli hukum dan kriminal. Para penentang lebih menganggap Lambrosso mengklasifikasikan ciri-ciri penjahat berdasarkan pada dugaan belaka. Hal ini dikarenakan ciriciri yang dikemukakan oleh Lambrosso lebih bersifat umum dan dapat terjadi pada setiap orang yang tidak melakukan suatu tindakan kriminal. 2. Aliran lingkungan Aliran lingkungan ini pada dasarnya lebih bersifat konservatif. Dalam pandangannya, tindakan kejahatan ini dapat terjadi pada setiap orang karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya baik ekonomi, status sosial, politik dan lain sebagainya. Menurut aliran lingkungan ini, tindakan kriminal dipengeruhi oleh keadaan dimana orang itu berada dan dipengaruhi oleh kultur budaya dan keadaan sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya tindakan melanggar hukum. Misalnya pengaruh dari acara kekerasan di televisi dapat mempengaruhi penonton untuk
melakukan tindakan serupa dan lain sebagainya. 3. Aliran bio-sosiologi Seperti namanya, aliran bio-sosiologi ini merupakan pencampuran dari aliran antropologi dan aliran lingkungan. Aliran ini dalam memandang kriminologi mendasarkan pada suatu pandangan kriminologi dari suatu keadaaan psikis orang tersebut dan juga faktor lingkungan. Adapun penganut aliran ini antara lain D. Simons, Van Humel. 4. Aliran tempramen atau spiritualis Aliran ini sesuai dengan nama alirannya memandang bahwa kejahatan dapat terjadi karena dilatar belakangi oleh keadaan spiritual atau keagamaan. Misalnya sebab timbulnya kejahatan ini dikarenakan tidak pernah atau kurangnya orang yang melakukan kegiatan keagamaan sehingga dapat mengakibatkan orang tersebut melakukan suatu kejahatan. 2.2 Sejarah dan Perkembangan Ilmu Kriminologi Kriminologi sebagai bidang studi tentang kejahatan dapat ditelusuri melalui sejarah panjang dari buku-buku teks yang terbit di Eropa dan Amerika beberapa waktu yang lampau, khususnya yang berisi teori-teori tentang kejahatan. Sebagai studi ilmiah tentang kejahatan, kriminologi tumbuh dan berkembang sebagai rekasi dari “kekacauan” dan ketidak tertiban di Negara-negara Eropa abad 18 dan 19 dengan harapan bahawa ilmu pengetahuan baru dapat menemukan hukum alam yang memungkinkan masyarakat berkembang melalui program untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Akibatnya segala sesuatu yang dipandang sebagai dapat mengganggu terwujudnya kesejahteraan masyarakat seperti kejahatan, dipandang sebagai melanggar hukum alam. Pada perkembangan berikutnya, Kriminologi juga berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Secara garis besar, perkembangan Kriminologi sebagai sebuah disiplin ilmu dapat dibagi menjadi 2 periode utama, yaitu : 1. Masa pra 1830 an atau disebut dengan masa yunani kuno, yakni periode kriminologi klasik yang lebih menekankan pada rasionalitas, intelgensi
dan cirri cirri fisik dari pelaku kejahatan. Nama yang
sangat terkenal adalah Aristoteles, Plato , Socrates, Cesare Beccaria (1738-1794) dan lain lain.
2. Masa sesudah era 1830 an, yang dapat dibagi menjadi beberapa masa atau era, yaitu : a. Era 1830 an s/d 1960an, pada masa ini adalah masih dalam masa kriminologi klasik, tetapi juga berkembang teori tentang kriminologi positivism. Pada masa ini, para ahli lebih menekankan studi sebab musabab dari suatu kejahatan dan juga bagaimana cara menemukan jalan keluarnya. Salah satu sarjanayang terkenal pada masa ini adalah sosiolog amerika Edwin H Suterlano , yang kemudian dinobatkan sebagai bapak ilmu kriminologi modern. b. Era 1960 an s/d sekarang kriminologi kritis, Dalam Era ini orang mulai memperhatikan mengapa ada kejahatan dari berbagai segi, diantaranya dari segi ilmu peradilan pidana, segi stuktur social atau struktur masyarakat. Diantara para kriminolog yang terkenal pada era ini adalah Philipipe Nonet, Philipe Selznick, Gwynn Nettler, I.S. Susanto dan lain lain9. 2.3 Tinjauan Umum Tentang Anak Jalanan 2.3.1 Pengertian Anak Konsep tentang anak dipahami berbeda beda sesuai sudut pandang dan kepentngan yang beragam. Ada beberapa kategori pengertian anak yang dapat diambil dari peraturan perundang undangan, antara lain Undang undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dalam undang undang ini kategori anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Sedangkan menurut Undang Undang No. 4 tahun 1979
9
Kusumah, Mulyana W, Kriminologi dan Masalah Kejahatan, Armico Bandung 1994.h 21
tentang kesejahteraan anak, kategori pengertian anak adalah yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Dalam konsep islam, kategori anak sangat jelas batasannya yakni sebalum seseorang akil balik yang ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki laki. Sedangkan menurut John lokce, “ anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari li ngkungan”.10 2.3.2 Pengertian Anak Jalanan Istilah anak jalanan berkembang sedemikian rupa merambah berbagai lini. Mulai dari aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan. Anak jalanan sebagai sebuah fenomena sosial, mempunyai definisi tersediri sesuai dengan cakupan bidang logos sosiologi. Berikut beberapa definisi anak jalanan dalam cakupan ilmu sosiologi. Menurut Dwi Astutik, selaku pembina lembaga Kharisma Surabaya, bahwa anak jalanan adalah anak usia (6–18 tahun) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan karena sebab apapun, mereka yang sehari-harinya hidup di jalanan baik pengamen, pemulung, maupun penyemir sepatu hasil 11. Sedangkan apabila kita amati lebih lanjut akan tampak adanya dua pola hubungan yang terjalin antara anak jalanan dengan orangtuanya yakni: Anak yang masih pulang ke rumah dan berhubungan secara aktif dengan orangtua, yang kemudian disebut sebagai children on the street. 1. Anak yang sama sekali atau hampir tidak pernah berhubungan dengan orangtuanya, yang kemudian disebut children off the street. 2. Anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya, disebut children from families of the street. Penggunaan istilah anak jalanan berimplikasi pada dua pengertian yang harus dipahami. Pertama, pengertian sosiologis, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang keluyuran di jalan-jalan. Masyarakat mengatakan sebagai kenakalan anak, dan perilaku merteka dianggap mengganggu ketertiban sosial. Kedua, pengertian ekonomi, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok
10 11
http://duniapsikologi.dagdigdug.com www.buletinjatim.com
anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua yang miskin. Kementrian social Republik Indonesia memberikan pengertian bahwa yang dimaksud anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan waktunnya sebagian besar untuk melakukan kegiatan sehari hari di jalanan seperti di pasar, pusat-pusat keramaian atau hiburan dan lain lain. 1.3 Faktor Faktor Anak Menjadi Anak Jalanan Fenomena anak jalanan bukan hanya merupakan monopoli negaranegara berkembang, tetapi di negara-negara maju juga banyak bermunculan fenomena tersebut. Negara Indonesia yang notabene sebagai negara dunia ketiga, tidak lepas dari masalah anak jalanan. Banyak faktor yang menstimulasi munculnya fenomena anak jalanan, di antaranya adalah terpuruknya perekonomian bangsa akibat multi krisis sejak tahun 1997 yang menyebabkan banyak pengangguran, peningkatan jumlah kepadatan penduduk, pengangguran yang tinggi, mahalnya pendidikan yang menyebabkan banyak anak putus sekolah, disparitas pembangunan dan ekonomi yang menyebabkan urbanisasai dll. Anak jalanan tidak harus merupakan produk dari kondisi kemiskinan tetapi merupakan akibat dari kondisi keluarga yang tidak cocok bagi perkembangan si anak, misalnya produk keluarga broken home atau rumah tangga yang bermasalah, orangtua yang terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan kebutuhan si anak, tidak ada kasih sayang yang dirasakan anak. Ketidak kondusifan tersebut memicu anak untuk mencari kehidupan di luar rumah, apa yang tidak ia temukan dalam lingkungan keluarga. Mereka hidup di jalan-jalan dengan melakukan aktifitas yang dipandang negatif oleh norma masyarakat. Rata-rata mereka membentuk komunitas dan kelompok sosial tersendiri di luar kelompok masyarakat. Komunitas dan kelompok sosial tersendiri itu biasanya berbentuk Geng. Geng tersebut berfungsi sebagai keluarga bayangan bagi anak-anak yang bermasalah. Mereka merasa mendapatkan apa yang tidak didapat dalam keluarga. Kelompok sosial tersebut juga melahirkan sebuah strata sendiri. Anak jalanan dari golongan elite biasanya melakukan aktifitas kebut-kebutan dengan mobil dan coratcoret di dinding. Kemudian dari golongan lapisan menengah biasanya melakukan aktivitas kebut-kebutan dengan sepeda motor dan juga corat-coret di dinding. Dan produk lapisan bawah biasanya sering melakukan aktifitas nongkrong di jalan-jalan dan tidak jarang mengganggu orang yang sedang lewat. 3.1 Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana 3.1.1 Pengertian Tindak Pidana Menurut Adami Chazawi, “tindak pidana dapat dikatakan berupa
istilah resmi dalam perundang-undangan negara kita” (Adami Chazawi, 2002:67). Dalam hampir seluruh perundang-undangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu. Berikut merupakan pendapat para ahli hukum mengenai pengertian tindak pidana, antara lain : 1) Vos merumuskan bahwa suatu strafbaar feit atau tindak pidana itu adalah kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (Martiman P, 1996:16)12. 2) Karni memberi pendapat bahwa ”delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa oleh seorang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggung jawabkan” (Sudarto, 1990:42)13. Sedangkan arti delict itu sendiri dalam Kamus Hukum diartikan sebagai delik, tindak pidana, perbuatan yang diancam dengan hukuman (R.Subekti dan Tjitrosoedibio, 2005:35)14. 3) Simons, mengemukakan bahwa strafbaar feit atau tindak pidana adalah suatu tindakan melawan hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum 15 (Simons,1992:127) 4) Menurut P.A.F Lamintang pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan starfbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan strafbaar feit dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan (P.A.F Lamintang,1997:181)16 5) Moeljatno berpendapat ”perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut” (Moeljatno, 2000:5417) 12
Martiman P, 1996:16 Sudarto, 1990:42 14 R.Subekti dan Tjitrosoedibio, 2005:35 15 Simons,1992:127 16 P.A.F Lamintang,1997:181 17 Moeljatno, 2000:54 13
Dari berbagai pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwasanya tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Dimana tindakan yang dilakukannya tersebut adalah tindakan yang melawan atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tindakan tersebut dapat diancam dengan suatu pidana yang bermaksud memberi efek jera, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi orang lain yang mengetahuinya. 3.2 Unsur-unsur Tindak Pidana Unsur-unsur perbuatan pidana menurut Moeljatno, antara lain: 1) Perbuatan (manusia); 2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil); 3) Bersifat melawan hukum (syarat meteriil). Syarat formil harus ada, karena hanya asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP. Syarat materiil juga harus ada, karena perbuatan itu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan; oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh ,masyarakat itu. Moeljatno berpendapat, bahwa “kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat” (Sudarto, 1990:43)18. Menurut D.Simons, unsur-unsur strafbaar feit atau tindak pidana adalah: 1) Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan) 2) Diancam dengan pidana (stratbaar gestcld); 3) Melawan hukum (onrechmatig); 4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand); 5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon). Simons menyebut adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaarfeit atau tindak pidana. 1) Unsur objektif antara lain: a) Perbuatan orang; b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu 18
Sudarto, 1990:43
seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “di muka umum”. 2) Unsur subjektifnya adalah: a) Orang yang mampu bertanggung jawab; b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan. Menurut Sudarto, unsur tindak pidana yang dapat disebut sebagai syarat pemidanaan antara lain: 1) Perbuatannya, syarat: a) Memenuhi rumusan undang-undang; b) Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar). 2) Orangnya (kesalahannya), syarat: a) Mampu bertanggung jawab; b) Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf). 3.3 Jenis-jenis Tindak Pidana Tindak pidana terdiri dari berbagi jenis yang antara yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan tertentu. Dalam bukunya Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Adami Chazawi membedakan tindak pidana menjadi beberapa jenis yaitu: 1) Kejahatan dan Pelanggaran Kejahatan atau rechtdelicten adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Jadi yang merasakan itu adalah tindak pidana atau bukan adalah masyarakat. Pelanggaran atau westdelict ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana, setelah perbuatan tersebut dirumuskan oleh undang-undang sebagai tindak pidana. 2) Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga inti dari rumusan undang- undang tersebut adalah larangan yang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusannya tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan sematamata pada perbuatannya. Sedangkan dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang harus mempertanggungjawabkan dan dipidana. 3) Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaian.
Tindak pidana sengaja atau doleus delicten adalah tindak pidana yang dalam rumusannnya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Pidana kelalaian atau colpuse delicten adalah tindak Tindak pidana yang mengandung unsur kealpaan atau ketidak sengajaan si pelaku saat melakukan perbuatan tersebut. 4) Tindak Pidana Aktif dan Tindak Pidana Pasif Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya aktif, positif, materiil, yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh yang berbuat. Dalam tindak pidana pasif (delicta omisionis) ada suatu kondisi tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila ia tidak melakukan perbuatan itu secara aktif maka ia telah melanggar kewajibannya tadi. Delik ini juga disebut sebagai tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum. 5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana yang Berlangsung Terus. Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut dengan aflopende delicten. Dapat dicontohkan dalam perbuatan pembunuhan, apabila korban telah meninggal maka tindak pidana tersebut telah selesai secara sempurna. 6) Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus. Pembedaan ini didasarkan pada sumbernya.Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil. Sedangkan tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tindak pidana perbankan. 7) Tindak Pidana yang Dapat Dilakukan Semua Orang dan Tindak Pidana yang Hanya Dapat Dilakukan Orang Tertentu. Delicta communia adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang. Pada umumnya peraturan yang dirumuskan dalam undangundang maksudnya mencegah dilakukannya suatu perbuatan yang dapat berlaku bagi masyarakat umum, jika aturan yang bersifat umum tersebut dilanggar, maka terjadilah apa yang disebut dengan delicta comunia tersebut. Dalam peraturan perundangan terdapat beberapa ketentuan yang hanya berlaku bagi masayarakat dengan kualitas tertentu, dalam hal ini bisa berkaitan dengan pekerjaan atau tugas yang diembannya, maupun berkenaan dengan hubungan pelaku dengan hal yang dilakukannya, misalnya pada Pasal 342 KUHP tentang pembunuhan bayi oleh ibunya sendiri. 8) Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana Aduan.
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukan penuntutan pidana terhadap pelakunya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari orang yang berhak. Tindak pidana aduan atau yang lebih populer di masyarakat dengan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk dapat diadakan penuntutan terhadap peritiwa tersebut disyaratkan adanya pengaduan dari pihak yang berhak, dalam hal ini bisa oleh korban maupun orang yang mempunyai hubungan tertentu dengan peristiwa tersebut, misalnya keluarga atau orang yang diberi kuasa khusus untuk melakukan pengaduan oleh pihak yang berhak tersebut. 9) Tindak Pidana Dalam Bentuk Pokok, yang diperberat dan yang diperingan. Tindak pidana dalam bentuk pokok atau eenvoudige delicten, dirumuskan secara lengkap, artinya semua unsur- unsurnya dicantumkan dalam rumusan suatu tindak pidana pada perundangundangan.Tindak pidana pada bentuk yang diperberat atau yang diperingan tidak mengulang kembali unsur-unsur bentuk pokok tersebut, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusannya yang biasanya berimbas pada ancaman pidana yang akan dikenakan. 10) Jenis Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum yang Dilindungi. Dalam KUHP, dibuat pengelompokan-pengelompokan tertentu terhadap tindak pidana yang didasarkan pada kepentingan hukum yang dilindungi. Bila kita mendasarkan pengaturan tersebut sesuai dengan hukum yang dilindungi, maka jumlah tindak pidana yang ada tidaklah terbatas, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam hal ini peranan hukum pidana khusus sangatlah penting, untuk menjadi semacam wadah pengaturan tindak pidana di luar kodifikasi. 11) Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Berangkai Tindak pidana tunggal atau yang dalam bahasa belanda disebut dengan enkelvoudige delicten adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesai dan dapat dipidananya pelaku hanya perlu dilakukan sekali saja. Pada tindak pidana berangkai selesainya perbuatan dan dapat dipidananya pelaku harus menunggu perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya pada Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kesengajaan seseorang untuk memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, kemudian menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan. Hal yang digaris bawahi disini adalah mengenai kebiasaan yang menjadikan perbuatan tersebut menjadi berulang.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian Dalam rangka memperjelas dan memperkuat serta mendukung uraian dari bab-bab yang telah diuraikan dimuka, maka dalam bab ini penulis menyajikan data hasil penelitian yang selanjutnnya dianalisis untuk memperoleh kesimpulan. Dalam hal ini penulis melakukan analisis terhadap hasil wawancara yang diperoleh penulis serta Data Hasil Operasi “Pekat” di Polsek Kota Nganjuk. 3.1.1
Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak Jalanan Berdasarkan data hasil ”Operasi Pekat ” di Polsek Kota Nganjuk pada bulan November 2012 sampai dengan bulan Februari 2013 terdapat beberapa dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disangkakan sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh anak anak jalanan. Adapun tindak pidana menurut hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1)
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2)
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4)
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Unsur-unsur dalam Pasal 351 di atas antara lain: a.
Undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan (mishandeling). Penganiayaan dapat diartikan berbuat sesuatu dengan tujuan (oogmerk) untuk mengakibatkan rasa sakit. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka. Termasuk pula dalam pengertian penganiayaan adalah: 1)
sengaja merusak kesehatan orang;
2)
perasaan tidak enak, misalnya mendorong orang terjun ke sungai hingga basah kemudian orang tersebut dipaksa berdiri di bawah terik matahari;
3)
rasa sakit, misalnya menyubit, memukul;
4)
luka, misalnya mengiris atau memotong;
5)
merusak
kesehatan,
misalnya
orang
sedang
tidur
berkeringat, kemudian dibuka jendela kamarnya sehingga menyebabkan orang tersebut masuk angin. Semuanya ini harus dilakukan dengan sengaja dan tidak
dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diijinkan. b.
Penganiayaan ini dinamakan penganiayaan biasa. Diancam hukuman lebih berat, apabila berakibat luka berat atau mati. Luka berat atau mati disini harus hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh si pembuat. Apabila luka berat itu dimaksud, dikenakan Pasal 354 (penganiayaan berat) sedangkan jika kematian itu dimaksud, maka perbuatan itu masuk pembunuhan (Pasal 338). Lain lagi halnya dengan seorang sopir yang
mengendarai
seseorang
hingga
mobilnya mati.
kurang
Perbuatan
hati-hati, itu
menabrak
bukanlah
suatu
penganiayaan, berakibat matinya orang (Pasal 351 ke-3) oleh karena sopir tidak ada pikiran (maksud) sama sekali utnuk menganiaya. Ini juga tidak masuk pembunuhan (Pasal 338), karena kematian orang itu tidak dikehendaki sopir. Peristiwa itu dikenakan Pasal 359 (karena salahnya menyebabkan matinya orang lain). c.
Percobaan melakukan penganiayaan biasa ini tidak dihukum, demikian pula percobaan melakukan penganiayaan ringan (Pasal 352). Akan tetapi percobaan pada penganiayaan tersebut pada Pasal 353, Pasal 354, Pasal 355 akan dihukum.
d.
Pada ayat (2) disebutkan tentang luka berat, dan luka berat menurut Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara
lain : 1)
Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya maut (levens gevaar);
2)
Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pencaharian;
3)
Kehilangan kemampuan memakai salah satu panca indera
4)
Kekudung-kudungan;
5)
Kelumpuhan;
6)
Gangguan daya berpikir selama lebih dari empat minggu;
7)
Pengguguran kehamilan atau kematian anak yang masih ada dalam kandungan.
e.
Penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1)
adanya kesengajaan;
2)
adanya perbuatan;
3)
adanya akibat perbuatan (dituju) yakni rasa sakit, tidak enak pada tubuh dan lukanya tubuh;
4)
akibat mana menjadi tujuan satu-satunya. Unsur 1 dan 4 adalah bersifat subyektif. Sedangkan unsur 2
dan 3 bersifat obyektif. Walaupun unsur-unsur itu tidak ada dalam rumusan Pasal 351, akan tetapi harus disebutkan dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan dalam persidangan.
2.
Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ”Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini adalah pencurian biasa, elemen-elemennya sabagai berikut: a. perbuatan mengambil b. yang diambil harus sesuatu barang; c. barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain d. pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak). 1)
Mengambil dalam pasal ini berarti mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya, apabila waktu memiliki itu barangnya sudah ada di tangannya, maka perbuatan itu bukan pencurian, tetapi penggelapan (Paal
372).
Mengambil
barang,
kata
mengambil
(wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan
dan
jari-jari,
memegang
mengalihkannya ke tempat lain.
barangnya,
dan
2)
Pencurian (diefstal) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Apabila orang baru memegang saja barang itu dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi baru mencoba mencuri.
3)
Suatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk
pula
binatang
(bukan
manusia).
Dalam
pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas, meskipun
tidak
berwujud.
Barang
ini
tidak
perlu
mempunyai nilai ekonomis. Apabila mengambil sesuatu barang
tidak
dengan
ijin
dari
pemiliknya,
masuk
pencurian. 4)
Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Barang yang diambil dapat seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yaitu apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang yang tersebut. Contoh lain sebagian kepunyaan orang lain misalnya : A bersama B membeli sebuah sepeda, maka sepeda itu milik A dan B, disimpan di rumah A kemudian dicuri oleh B. Suatu barang
yang
bukan
kepunyaan
seseorang
tidak
menimbulkan pencurian, misalnya binatang yang hidup di alam bebas dan barang-barang yang sudah di buang oleh pemiliknya. 5)
Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan lalu mengambilnya.
Bila
waktu mengambilnya sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, maka masuk pencurian. Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa akan menyerahkan barang itu ke pihak yang berwenang, akan tetapi setelah sampai di rumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan ke polisi) maka ia salah karena “penggelapan” (Pasal 372) karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di tangannya. 6)
Tujuan memiliki barangnya dengan melanggar hukum. Berbuat sesuatu dengan suatu barang seolah-olah pemilik barang itu, dan dengan perbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum.
7)
Wujud perbuatan memiliki barang. Perbuatan ini dapat berwujud bermacam-macam seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri, menggadaikan, dan sering bahkan bersifat negatif, yaitu tidak berbuat apa-apa dengan
barang itu, teta[i juga tidak mempersilakan orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya. 3.
Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1.
pencurian ternak;
2.
pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3.
pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4.
pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
5.
pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Adapun penjelasan dari unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 363
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut: Pencurian dalam pasal ini dinamakan pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi dan diancam dengan hukuman yang lebih berat, sedangkan yang diartikan dengan pencurian dengan pemberatan adalah pencurian yang disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut: a.
Bila ada barang yang dicuri itu adalah hewan (semua binatang yang memamah biak, binatang berkuku satu dan babi). Pencurian dianggap berat karena hewan merupakan milik seorang petani yang yang terpenting.
b.
Bila pencurian itu dilakukan pada waktu ada kejadian macammacam bencana alam. 1)
Pencurian ini diancam hukuman labih berat, karena pada waktu semacam itu orang-orang semua ribut dan barangbarang dalam keadaan tidak terjaga, sedang orang yang mempergunakan saat orang lain mendapat musibah ini untuk berbuat kejahatan adalah orang yang rendah budinya;
2)
Antara terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada hubungannya, artinya pencuri harus betul-betul mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri. Tidak masuk disini misalnya seorang yang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu dibagian kota ada kebakaran, karena pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang ada karena kebakaran itu
3)
Alasan untuk memberatkan hukuman atas pencurian ini adalah
bahwa
peristiwa-peristiwa
menimbulkan keributan rasa khalayak
ramai
yang
semacam
kekhawatiran
ini pada
memudahkan seorang jahat
melakukan pencurian, sedangkan seharusnya orang- orang sebaliknya memberikan pertolongan kepada para korban. c.
Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. 1)
Malam adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit;
2)
Rumah (woning) adalah tempat yang dipergunakan untuk berdiam siang-malam. Sebuah gudang atau toko yang tidak didiami siang dan malam tidak masuk dalam pengertian rumah, sabaliknya gubuk atau kereta, perahu yang siang malam
dipergunakan sebagai kediaman masuk dalam
pengertian rumah; 3)
Pekarangan
tertutup
adalah
suatu
pekarangan
yang
sekelilingnya ada tanda-tanda batas yang kelihatan nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar hidup, pagar kawat dan
sebagainya.
Tidak
perlu tertutup
rapat-rapat,
sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali; 4)
Disini pencuri harus betul-betul masuk dalam kedalam rumah tersebut dan melakukan pencurian disitu. Apabila ia berdiri diluar dan menggait pakaian melalui jendela dengan
tongkat atau ia mengulurkan tangannya saja kedalam rumah untuk mengambil barang, tidak termasuk disini; 5)
Unsur ”waktu malam” digabungkan dengan tempat rumah kediaman atau pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman, ditambah dengan unsur adanya si pencuri di situ tanpa atau bertentangan dengan kehendak yang berhak. Gabungan unsur- unsur ini memang bernada memberikan sifat lebih jahat kepada pencurian.
d.
Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih. Supaya masuk disini maka dua orang atau lebih itu semua harus bertindak sebagai pembuat atau turut melakukan (Pasal 55), bukan misalnya yang satu sebagai pembuat sedangkan yang lain hanya membantu saja ( Pasal 56 ). 1)
Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam melakukan tindak pidana pencurian. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului pencurian, tetapi tidak cukup apabila mereka secara kebetulan pada persamaam waktu mengambil barangbarang;
2)
Dengan bukan
digunakannya
kata
dilakukan
(gepleeged),
kata diadakan (begaan), maka pasal ini hanya
berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah turut melakukan (medeplegen) dari Pasal 55 ayat (1)
nomor 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan memenuhi syarat bekerja sama. Pasal 363 ayat (1) nomor 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak berlaku apabila hanya ada seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (medeplichtige) dari Pasal 55 ayat (1) nomor 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3)
Bekerja sama ini
misalnya terjadi
apabila
setelah
mereka merancangkan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk menjaga dan memberi tahu kepada yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui oleh orang lain. e.
Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ke tempat kejahatan atau mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah dan sebagainya. 1)
Membongkar, pengertian membongkar adalah merusak barang yang agak besar misalnya pintu atau tembok. Disini harus
ada barang
yang rusak,
putus
atau
pecah.
Pembongkaran (braak) terjadi apabila misalnya dibuat lubang pada suatu tembok atau dinding suatu rumah. Pencuri yang mengangkat pintu dari engselnya, sedang engsel itu tidak ada kerusakan sama sekali tidak termasuk
pengertian membongkar 2)
Memecah
yaitu
merusak
barang
yang
agak
kecil
misalnya kaca jendela. Perusakan (verbreking) terjadi apabila misalnya hanya satu rantai pengikat pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti dirusak 3)
Memanjat menurut Pasal 99 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu masuk dengan melalui lubang yang sudah ada, tetapi tidak untuk tempat orang lewat, atau masuk dengan melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui selokan atau parit yang gunanya senagai penutup halaman. Arti memanjat diperluas hingga meliputi membuat lubang di dalam tanah di bawah tembok dan masuk rumah melalui lubang tersebut, dan meliputi pula melalui selokan atau parit yang ditujukan untuk membatasi suatu pekarangan yang dengan demikian dianggap tertutup (besloten erf);
4)
Anak kunci palsu menurut Pasal 100 Kitab UndangUndang Hukum Pidana adalah segala macam anak kunci yang tidak digunakan oleh yang berhak untuk membuka kunci dari sesuatu barang seperti lemari, rumah dan peti. Anak kunci disini artinya diperluas hingga meliputi semua perkakas berwujud apa saja yang digunakan untuk membuka kunci, misalnya sepotong kawat;
5)
Perintah palsu yaitu suatu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib, tetapi sebenarnya bukan;
6)
Pakaian jabatan palsu (valsch
costuum) adalah
kostum
yang dipakai oleh seseorang, sedang ia tidak berhak untuk itu. Pakaian itu tidak perlu pakaian jabatan pemerintah, dapat
pula
pakaian seragam seragam dari sebuah
perusahaan pertikelir. f.
Dalam Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sub 5 dikatakan: 1)
Si tersalah masuk ke tempat kejahatan dengan jalan membongkar
dan
lain
sebagainya.
Ini
berarti
pembongkaran tersebut untuk masuk ke tempat tersebut, dan bukan untuk keluar atau keperluan lain; 2)
Si tersalah mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar dan lain sebagainya. Mencapai artinya memasukkan ke dalam kekuasaannya.
g.
Dengan disebutkannya hal-hal yang kini memberatkan hukuman, maka apabila orang sedang melakukan pembongkaran atau perusakan atau pemanjatan, dan pada waktu itu diketahui sehingga si pelaku lari, orang itu sudah dapat dipersalahkan melakukan percobaan melakukan pencurian
(poging
tot
diefstal) karena perbuatan pembongkaran dan lain-lain tersebut
dapat dianggap termasuk tahap menjalankan (iutvoering) dari Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tindak pidana pencurian khusus (gequalificeerde diefstal) ini, jadi tidak lagi dalam tahap persiapan (voorbereiding) untuk melakukan tindak pidana. Ini perlu dikemukakan karena sebetulnya perbuatan pengambilan barang sebagai perbuatan pokok dari pencurian sama sekali belum mulai dijalankan. 4.
Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut : a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing). Pemeras itu pekerjaannya: 1)
memaksa orang lain;
2)
untuk memberikan barang yang sama sekali
atau
sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau
kepunyaan
orang
lain,
atau
membuat
utang
atau
menghapuskan piutang; 3)
dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, elemen ini bukan syarat).
b.
Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan; 1)
Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2)
Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum;
3)
Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
c.
Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), tetapi apabila kekerasan
itu
demikian
rupa
sehingga
menimbulkan
“penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan); d.
Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian
dengan kekerasan pada Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras. 5.
Pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1) Barang siapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan
membahayakan
nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah. (2)
Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena hal yang dirumuskan dalam Pasal 536, dijatuhkan pidana kurungan paling lama dua minggu.
Supaya dapat dikenakan pasal ini harus dibuktikan bahwa: a.
Orang itu mabuk, mabuk adalah berlainan dengan “kentara mabuk” dalam Pasal 536 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mabuk diartikan kebanyakan minum minuman keras, sehingga tidak dapat menguasai lagi salah satu panca inderanya atau
anggota badannya. Kentara mabuk maksudnya lebih dari itu, yaitu mabuk sekali sehingga kelihatan dan menimbulkan gaduh pada sekitarnya. b.
Di tempat umum tidak saja dijalan umum tetapi juga ditempat-tempat yang banyak dikunjungi orang banyak. Jika di rumah sendiri, tidak masuk disini.
c.
Merintangi lalu lintas mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya. Jadi, jika orang tersebut diam saja dirumahnya dan tidak mengganggu apa-apa, tidak dikenakan pasal ini.
6.
Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1)
”Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu.”
(2)
”Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.”
Elemen-elemen dari Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang larangan mengemis adalah sebagai berikut: a.
Larangan ini kelihatannya sedikit janggal dalam masyarakat Indonesia yang biasa berzakat memberi pada fakir miskin. Pasal ini bukan melarang kepada orang miskin yang meminta pertolongan, akan tetapi melarang melakukan perbuatan itu ditempat umum karena selain perbuatan itu dapat mengganggu
orang-orang yang sedang bepergian, dilihat kurang pantas dan amat
memalukan.
Jika
datang
di
rumah
orang
untuk
memintanya, tidak dikenakan pasal ini; b.
Minta-minta
atau
mengemis maksudnya
dapat
dilakukan
dengan meminta secara lisan, tertulis atau memakai gerak-gerik. Menjual lagu- lagu dengan jalan menyanyi (mengamen), menyodorkan permainannya sepanjang toko-toko dan rumahrumah yang biasa dilakukan dikota-kota besar dapat masuk dalam pengertian mengemis. Berikut penulis juga akan menyajikan adalah data hasil ”Operasi Pekat” Kepolisian Polsek Kota Nganjuk dalam bentuk tabel. No No 1
2
3
4
Bulan Bulan Nop 2012
Des 2012
Jan 2013
Peb 2013
Tersangka Tangkap Tahan 12 8
15
9
7
9
7
7
Bina 4
6
2
0
Tindak Pidana Pasal Jumlah 504 3
Keterangan Sidik = 2
503
3
Tipiring = 6
363 503
2 6
Sidik = 2
504
7
Tipiring = 13
362
2
363 362
0 0
Sidik = 7
363
7
Tipiring = 0
503
4
Sidik = 0
504
3
Tipiring = 7
Tabel Data Hasil Operasi Pekat
Keterangan
3.1.2 Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan Anak Jalanan yang Dilakukan oleh Polsek Kota Nganjuk Terkait dengan tugas pokok POLRI untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai penegak hukum, dan sebagai pelayan, pelindung serta pengayom mayarakat, maka permasalahan mengenai anak jalanan terutama yang terindikasi atau terkait tindak pidanan yang sangat lekat dengan pelanggaran hukum dan tindak kejahatan adalah salah satu tanggung jawab
penting
yang
diemban
oleh
pihak
kepolisian.
Diperlukan suatu tindakan yang tepat untuk dapat mengatasi permasalahan masyarakat yang sedari dulu melekat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam melaksanakan upaya penanggulangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan pihak kepolisian dalam hal ini khususnya Polsek Kota Nganjuk menempuh dengan dua cara yaitu secara preventif dan represif. 1.
Upaya Penanggulangan Secara Preventif Dalam penanggulangan aksi kejahatan oleh anak jalanan secara preventif pihak Kepolisian telah mengadakan penyuluhan hukum
kepada
masyarakat.
Penyuluhan
hukum
tersebut
dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Nganjuk dan instansi terkait. Penyuluhan Hukum adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat berupa penyampaian dan penjelasan peraturan hukum kepada
masyarakat dalam
suasana
informal
sehingga tercipta sikap dan perilaku masyarakat yang berkesadaran hukum. Disamping mengetahui, memahami, menghayati hukum, masyarakat sekaligus diharapkan dapat mematuhi atau mentaati hukum. Eksistensi penyuluhan sangat diperlukan karena saat ini, meski sudah banyak anggota masyarakat yang sudah mengetahui dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya menurut hukum, namun masih ada yang belum dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Konsep penyuluhan hukum saat sekarang ini harus lebih diarahkan pada pemberdayaan masyarakat. Masyarakat, yang menjadi sasaran penyuluhan hukum, diharapkan tidak saja mengerti akan kewajiban- kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga diharapkan mengerti hak-hak yang milikinya. Kesadaran akan hak-hak yang dimilikinya ini akan memberikan perlindungan
terhadap
kepentingan-
kepentingan
mereka.
Masyarakat dibuat sadar bahwa mereka mempunyai hak tertentu yang apabila dilaksanakan akan membantu mensejahterakan hidupnya. Karena itu mereka perlu mendapat penyuluhan hukum agar tahu bahwa hukum menjanjikan perlindungan dan memajukan kesejahteraan yang selanjutnya mereka akan menikmati keuntungan berupa perlindungan dan kesejahteraan tersebut. Eksistensi penyuluhan juga berkaitan dengan materi hukum yang disuluhkan. Banyak materi hukum yang disuluhkan tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan hukum. Materi hukum yang disuluhkan selama ini kurang memberikan manfaat bagi penyelesaian masalah-masalah hukum yang ada di masyarakat. Materi hukum yang disuluhkan seharusnya tidak hanya meliputi peraturan perundang-undangan tingkat pusat saja tetapi juga peraturan-peraturan di daerah. Peraturan perundangundangan yang disuluhkan bukan hanya untuk kepentigan negara tetapi juga merupakan kebutuhan masyarakat setempat yang diperoleh dari hasil evaluasi dan peta permasalahan hukum di daerah- daerah. Hal ini terkait dengan peran masyarakat dalam upaya penanggulangan
kejahatan
itu
sendiri.
Masyarakat
dianggap
mempunyai peran penting dalam pengungkapan terjadinya aksi kejahatan atau tindak pidana yang terjadi di sekitar mereka. Kebanyakan aksi anak jalanan yang ditangani oleh Polsek Kota Nganjuk dapat terungkap setelah ada laporan dari masyarakat. Perlu peran masyarakat bersama, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membantu memperbaiki dan meningkatkan kualitas mental masyarakat. Dengan mental individu-inividu masyarakat yang baik diharapkan akan membantu
meningkatkan
kualitas
lingkungan
sehingga dapat menekan angka kriminalitas termasuk pula menekan munsulnya aksi aksi kejahatan oleh anak anak yang hidup dijalanan. Dalam upaya penanggulangan tindak pidanan oelah anak
jalanan, upaya preventif (pencegahan) dirasa mempunyai peran yang sangat penting dan sangat bermanfaat. Beberapa alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada upaya pencegahan tindak pidana terjadi adalah sebagai berikut: a. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan atau sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya menjaga diri jangan sampai menjadi korban aksi tindak pidana b. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada pelaku premanisme yang dihukum atau dibina), pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan atau kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah residivisme. Viktimisasi struktural (penimbulan korban struktur tertentu dapat dikurangi dengan adanya usaha pencegahan tsb,
misalnya korban suatu sistem hukuman, peraturan tertentu sehingga dapat mengalami penderitaan mental fisik dan sosial). c. Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Dengan demikian, usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebih baik lagi. Oleh karena mengamankan dan mengusahakan strabilitas dalam masyarakat, yang diperlukan demi pelaksanaan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Usaha pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain dapat merupakan suatu
usaha
menciptakan
kesejahteraan
mental,
fisik
dan
sosial seseorang. 2.
Upaya Penanggulangan Secara Represif Untuk mengatasi masalah anak anak jalanan yang terlibat tidak pidanan, selain tindakan preventif, dapat pula diadakan tindakan represif antara lain dengan teknik rehabilitasi. Ada dua konsepsi
mengenai
teknik
rehabilitasi
tersebut.
Pertama,
menciptakan sistem dan program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang yang terlibat tindak pidana. Sistem dan program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman bersyarat, hukuman kurungan serta hukuman penjara. Teknik kedua lebih menekankan pada usaha agar dapat berubah menjadi orang biasa. Dalam hal ini pembinaan psikologis dan penyadaran disertai latihan-
latihan keterampilan kerja dalam masa hukuman agar punya modal untuk mencari pekerjaan. Selain menjalankan upaya penanggulangan anak jalanan secara preventif, pihak Polsek Kota Nganjuk juga menempuh melalui upaya represif. Upaya represif yang dilakukan mempunyai maksud untuk menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan yang sudah terjadi di masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku. Dalam upaya secara represif pihak Polsek Kota Nganjuk melaksanakan operasi khusus dengan sandi “Operasi Pekat” yang pelaksanaanya telah diatur secara terstruktur. Polsek Kota Nganjuk melakukan penindakan upaya hukum terhadap aksi-aksi anak anak jalanan baik individu, maupun yang berkelompok kelompok. Penindakan hukum yang dimaksud adalah dengan melakukan razia secara terstruktur dan penangkapan terhadap pelaku anak anak jalanan yang terjaring dalam Operasi.
Razia dilakukan menyusul banyaknya laporan dan keluhan dari masyarakat tentang aksi aksi yang dilakukan oleh anak anak jalanan ditempat tempat umum seperti perempatan lampu merah, terminal dll yang dirasa mengganggu aktifitas warga. Pihak Polsek Kota Nganjuk beserta jajarannya menangkap semua anak anak jalanan yang berada ditempat-tempat tersebut dan membawanya
untuk kemudian diperiksa apakah mereka terkait tindak kejahatan atau tidak, jika mereka terkait maka mereka akan ditahan
untuk
dilakukan tindakan lebih lanjut dan jika tidak mereka akan dibawa ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan binaan. Dengan operasi seperti ini mudah-mudahan apa yang menjadi tujuan dari operasi ini dan juga membuat masyarakat atau warga menjadi aman dan nyaman, karena selama ini banyak masyarakat atau warga yang tidak merasa aman dan nyaman dengan banyak terjadinya pemalakan atau perampasan, penodongan, pencopetan, dan lain-lain yang terjadi ditempat- tempat umum seperti di jalan umum, di angkutan-angkutan umum, di terminal, di pasar dan lain-lain. Tentu ini bukan hanya tugas aparat penegak hukum semata. Semua individu punya kewajiban mencegah timbulnya tindak kejahatan lantaran begitu kompleksnya permasalahan anak anak jalanan. Tangan polisi tidak mampu menjangkau semuanya tanpa partisipasi masyarakat. KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN ( Studi Kasus Di Polsek Kota - Nganjuk ) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat syarat memperoleh Gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum
Oleh : ADHEK KARISMA PUTRA NPM : 09 12000 0068
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI FAKULTAS HUKUM KEDIRI 2013
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN ( Studi kasus Polsek Kota Nganjuk )
Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukun dalam Program Starata Satu Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri
Oleh : ADHEK KARISMA PUTRA NPM : 09 12000 0068
Telah disetujui Pembimbing untuk diujikan : Kediri, 3 Agustus 2013
a. Hj. Emi Puasa Handayani, SH. MH Pembimbing I
……………………………..
b. Nur Chasanah, SH. MH Pembimbing II
……………………………..
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN ( Studi kasus di Polsek Kota Nganjuk )
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan lulus pada ujian skripsi Program Studi Ilmu Hukum Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri Pada Tanggal : 2 Agustus 2013
Tim Penguji,
Ketua :
Hj. Emi Puasa Handayani, SH.,MH
………………………….
Anggota :
1. Nur Chasanah, SH, MH,.
…………………………..
2. H. Suharto, SH, MH,.
………………………….
Disahkan oleh :
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Dekan Fakultas Hukum
H. Imam Makhali, SH.MH NIK : 040.1.87.028
Hj. Emi Puasa Handayani, SH.,MH NIK : 040.1.03.093
PERNYATAAN
Nama
: ADHEK KARISMA PUTRA
NPM
: 09 12000 0068
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan skripsi
berjudul : “ Kajian
Kriminologi terhadap Tindak Pidana Yang dilakukan Oleh Anak Jalanan “ ( Studi kasus Polsek Kota Nganjuk ) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan skripsi ini diberi ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak
benar,
maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari penulisan skripsi ini.
Nganjuk, 3 Agustus 2013 Hormat saya,
Adhek Karisma Putra NPM : 09 12000 0068
ABSTRAKSI
Adhek Kharisma Putra NPM : 09 12000 0068 KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK JALANAN (Studi Kasus di Polsek Kota Nganjuk). Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat diskriptif kualitatif. Data primer diperoleh dari Polsek Kota Nganjuk. Data sekunder bersumber dari dokumen, buku-buku, literatur, majalah, internet, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka disimpulkan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan diantaranya adalah Pasal 170, 303, 336, 351, 362, 363, 368, 480, 492, 504, 506 KUHP. Upaya yang dilakukan oleh pihak Polsek Kota Nganjuk untuk menanggulangi maraknya anak anak jalanan yang cenderung melakkukan tindak pidana ditempuh dengan dua cara yaitu sacara preventif dan represif. Upaya preventif dilakukan dengan memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat di Surakarta, sedangkan upaya represif ditempuh dengan dijalankannya “Operasi Pekat “ berupa razia-razia serta penindakan terhadap Anak anak jalanan. Kata kunci : Tindak pidana, anak jalanan, penanggulangan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan-Nya, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan setiap orang yang mengikuti serta meneladaninya. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Kadiri, Kediri. Skripsi ini tidak dapat tersusun tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, oleh karena itu merupakan kewajiban bagi penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. Ir. H. Abu Talkah,. MM selaku Rektor Uniska Kediri. 2. Hj. Emi Puasa Handayani, SH.,MH. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri. 3. H. Imam Makhali, SH.MH,. selaku wali kelas sekaligus ketua jurusan Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri. 4. Hj. Emi Puasa Handayani, SH.,MH,. selaku Dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta nasehat dengan penuh bijaksana demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Nur chasanah, SH. MH,. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta nasehat dengan penuh bijaksana demi terselesaikannya skripsi ini.
61
62
6.
Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Uniska yang ikut membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Kediri 2 Agustus 2013
Penyusun
63
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Dalam ....................................................................................... i Halaman Prasyarat gelar ....................................................................................... ii Halaman Persetujuan ............................................................................................ ii Halaman Pengesahan Panitia Penguji ...................................................................iii Ungkapan Pribadi / Motto ................................................................................... iv Kata Pengantar ..................................................................................................... v Halaman Abstrak ................................................................................................ vi Daftar Isi ............................................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Permasalahan .............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 1.5 Metode Penelitian ................................................................................ 6 1.6 Pertanggung Jawaban Sistematika ...................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................13 2.1 Tinjauan Umum Tentang Kriminologi ............................................... 13 2.1.1 Pengertian Kriminologi ........................................................... 13 2.2 Sejarah dan Perkembangan Ilmu Kriminologi......................................21 2.3 Tinjauan Umum Tentang Anak Jalanan.............................................. 22 2.3.1 Pengertian Anak ....................................................................... 22 3.1 Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana............................................. 26 3.1.1 Pengertian Tindak Pidana ......................................................... 26 3.2 Unsur-unsur Tindak Pidana ................................................................. 28
64
3.3 Jenis-jenis Tindak Pidana ................................................................... 30 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 35 3.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 35 3.1.1 Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak Jalanan..................... 39 3.1.2 Upaya Penanggulangan Premanisme yang Dilakukan oleh Polsek Kota Nganjuk................................................................... 54 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 61 4.1. Kesimpulan ...........................................................................................61 4.2. Saran-saran .......................................................................................... 62
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Dalam penelitian ini ada dua masalah pokok yang dikaji oleh penulis, pertama adalah kajian kriminologi dan kedua adalah tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anak anak jalanan serta upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polsek Kota Nganjuk. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap dua masalah pokok diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak Jalanan Tindak pidana-tindak pidana yang dilakukan oleh anak anak jalanan yang terjaring dalam “Operasi Pekat ” oleh Polsek Kota Nganjuk antara lain adalah:
65
a. Pasal 336 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang ancaman dengan kekerasan; b.
Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan;
c. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencurian; d. Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemerasan dengan kekerasan (afpersing);
e. Pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang mabukmabukan di muka umum; f.
Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang mengemis di muka umum
2.
Upaya Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Anak Jalanan oleh Polsek Kota Nganjuk Dalam
upaya
penanggulangan
anak jalanan di
wilayah
hukum Polsek Kota Nganjuk, pihak Polsek Kota Nganjuk menempuh dengan upaya secara preventif dan dengan secara represif.
Cara
preventif dilakukan dengan memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat. meningkatkan
Penyuluhan kesadaran
hukum hukum
tersebut masyarakat
bertujuan agar
untuk
masyarakat
mengtahui bahwa hukum menjanjikan perlindungan dan memajukan kesejahteraan yang selanjutnya mereka akan menikmati keuntungan
66
berupa perlindungan dan kesejahteraan tersebut. Sehingga masyarakat dapat turut serta berperan aktif dalam upaya penanggulangan tindak pidana. Selain dengan upaya preventif, pihak Polsek Kota Nganjuk juga menempuh upaya represif untuk menindak aksi-aksi kejahatan dan pelanggaran yang terjadi di masyarakat. Upaya represif dilakukan dengan melaksanakan ”Operasi Pekat” dengan cara merazia dan menindak para pelaku tindak pidana khususnya anak anak jalanan. 4.2.
Saran Dalam mengatasi fenomena anak anak jalanan dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Perlu dilihat akar permasalahan mendasar yang mengakibatkan maraknya anak anak jalanan yaitu kemiskinan. Sehingga untuk menanggulangi
hal
tersebut
adalah
dengan
memperbaiki
perekonomian dan membuat rakyat sejahtera. Kesejahteraan inilah yang harusnya menjadi titik perhatian pemerintah. Kesejahteraan rakyat bisa ditingkatkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan bagi rakyat. 2. Ada tiga metode pendekatan yang bisa diterapkan untuk menanggulangi masalah anak jalanan di masyarakat yaitu melalui pendekatan keagamaan, kemanusiaan, dan ekonomi: : a)
Pendekatan
keagamaan
dilakukan
dengan
memberikan
pemahaman kepada mereka tentang apa arti dan tujuan hidup dalam doktrin agama yaitu menuju kehidupan yang aman, damai, dan beriman.
67
b) Pendekatan kemanusiaan, anak anak jalanan harus diperlakukan penuh kasih sayang dalam artian mereka tidak diperlakukan secara kasar dan tidak bernilai. c) Pendekatan ekonomi, mereka harus diberdayakan untuk kemudian memiliki sumber pencarian yang dapat menghidupi k mereka. Upaya penanggulangan anak anak jalanan adalah tanggung jawab bersama antara aparat penegak hukum dengan masyarakat. Sehingga dituntut peran aktif dari masyarakat untuk membantu pelaksanaan penanggulangannya yang telah ditempuh oleh pihak kepolisian, agar dapat tercipta ketertiban bersama.
68
DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Lilik Mulyadi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi. Denpasar: Djambatan. Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Moeljatno. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT.Bumi Aksara. P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. R.Soesilo.
1993.
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
Serta
Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia Michael R.Purba. 2009. Kamus Hukum Internasional. Jakarta: widyatama Topo
Santoso
dan
Eva
Achjani
Zulfa.
2002.
Kriminologi.
Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Eep
Saefulloh.
Arsip
Refleksi
(15)
Tentang
Premanisme.
(14 maret 2013) Kriminologi. www.hukum online.com www.hukumpedia.com