BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peneltian Dunia usaha pada saat ini telah semakin berkembang pesat dan sangat maju seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian global dimana kekuasaan para pelaku bisnis semakin besar pada tiap sendi kehidupan manusia. Majalah SWA (2005:26) mengutip majalah Business Week (edisi 10 Juli 2000) menuliskan laporan bahwa: “Di tahun 1999, 100 kekuatan ekonomi dunia dipegang oleh para korporasi-korporasi global. Dimana nilai penjualan 200 perusahaan terbesar di dunia lebih besar dari sepertiga transaksi atau aktivitas perekonomian dunia.” Perkembangan yang terjadi juga diikuti oleh kemajuan teknologi dari waktu ke waktu sehingga perpindahan arus informasi menjadi lebih mudah dan cepat. Seiring dengan itu, persaingan dan kompetisi dalam dunia usaha semakin meningkat, dimana permasalahan yang harus dihadapi juga semakin komplek yang juga diikuti oleh pola pikir manusia yang semakin kritis. Fenomena tersebut membuat orang-orang yang berkecimpung dalam dunia usaha harus berupaya mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya agar dapat terus bersaing dengan pelaku bisnis lainnya. Oleh karenanya perusahaan sebagai salah satu pelaku bisnis harus berupaya agar pertumbuhannya tetap terjaga dan beroperasi secara berkelanjutan (sustainable). Keberhasilan perusahaan mencapai pertumbuhan dapat dilihat dari laba atau profit yang diraihnya. Namun untuk dapat mengejar keuntungan finansial yaitu profit, perusahaan juga memerlukan sumberdaya lain dari lingkungannya, baik dari sumberdaya alam sebagai bahan olahannya maupun manusianya. Dengan adanya ketersediaan sumberdaya tersebut operasi bisnis perusahaan dapat terus berjalan. Oleh karena itu, terdapat hal lain yang juga sangat penting agar kegiatan bisnis terus berlangsung, yaitu keberlanjutan (sustainability). Berkaitan dengan keberlanjutan, penerimaan publik ataupun para pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap keberadaan perusahaan itu sendiri sangatlah penting. Adanya paradigma baru yang 1
2
sekarang ini sedang berkembang dalam dunia usaha, dimana antara pihak perusahaan dengan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan juga tidaklah saling bertolak belakang, melainkan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Sudah cukup sering kita mendengar bagaimana kepentingan perusahaan yang terkadang berseberangan dengan kepentingan masyarakat. Kita tentunya masih ingat mengenai kasus Indorayon (sekarang bernama PT. Toba Pulp Lestari), dimana pada tahun 1998 mendapat pertentangan dari masyarakat sekitar karena tidak adanya taggungjawab sosial dari perusahaan atas aktivitas operasinya. Kemudian kasus PT Newmont yang mengakibatkan terjadinya pencemaran Teluk Buyat karena pembuangan limbah. Yang terbaru adalah kasus lumpur Lapindo Brantas dan konflik yang terjadi di distrik Tembagapura, Papua, yang melibatkan PT Freeport. Akibat dari peristiwa tersebut, aktivitas bisnis perusahaan tidak dapat berjalan bahkan harus dihentikan. Sejumlah permasalahan yang dialami entitas bisnis dan para masyarakat pemangku kepentingan ini seolah menunjukkan pandangan bahwa kesenjangan sosial dan lingkungan yang terjadi berawal dari perusahaan, terutama perusahaanperusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan. Dalam CSR Indonesia Newsletter Vol. 4 bulan 1 (2010:8) dikatakan: “Baru-baru ini di awal 2010 warga Sumenep menolak eksplorasi minyak yang akan dilakukan Petrolium Ltd di lokasi uji seismik dengan memblokir jalur menuju lokasi tersebut.” Kemudian lagi CSR Indonesia Newsletter Vol. 4 bulan 2 (2010:6) menyebutkan: “Belum lagi kekhawatiran masyarakat Kapuas Hulu terhadap akan beroperasinya perkebunan sawit berskala besar yang setidaknya akan melibatkan sembilan perusahaan di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum.” Matthew Kiernan (2009) dalam Jalal (2010:4) menyatakan: “Sekitar 75% permasalahan sosial dan lingkungan di dunia secara langsung maupun
tidak
disebabkan
oleh
perusahaan-perusahaan
miltinasional.” Sesungguhnya antara perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan saling ketergantungan, baik berupa keputusan bisnis maupun kebijakan sosial atau publik yang seharusnya menerapkan prinsip berbagi hasil (share value), dimana pilihan-
3
pilihan yang diambil terhadap suatu tindakan saling menguntungkan. Berkaca dari berbagai kasus dan konflik yang dihadapi perusahaan dan para stakeholder-nya, tentunya akan menjadi kendala dan hambatan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi secara berkelanjutan. Disatu sisi faktanya sejumlah perusahaan besar dapat beroperasi tanpa harus mengalami konflik dengan lingkungan sosialnya, di sisi lain terdapat perusahaan yang dalam aktivitasnya dilanda oleh berbagai konflik sosial. Perusahaan haruslah mengadopsi kenyataan bahwa ada dua bentuk perizinan yang harus dipatuhi agar dapat beroperasi, yaitu izin legal (berupa konsesi) dari pemerintah dan izin sosial (berupa dukungan) dari masyarakat. Dengan demikian, seperti yang dinyatakan dalam Sonny Sukada (2007:29): “Dapat
dimengerti
bahwa
program-program
sosial
perusahaan
dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh izin sosial untuk berusaha (social license to operate).” Untuk menjalankan program sosial perusahaan yang juga dalam rangka mewujudkan keberlanjutan (sustainability) entitas bisnis, lahirlah suatu konsep yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang juga dikenal dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Hadirnya konsep CSR merupakan suatu basis teori tentang perlunya perusahaan berperilaku etis, menerapkan prinsip saling berbagi dengan para stakeholder dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat tempat dimana perusahaan itu berada. Dengan demikian, keberadaan CSR sesungguhnya merupakan sarana dalam rangka membangun dan memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri melalui kerjasama dengan para stakeholder baik internal maupun eksternal, dalam artian terintegrasi melalui strategi dan program yang dijalankan bersama. Bagi dunia usaha, CSR dapat diartikan sebagai sarana sekaligus wahana perwujudan sikap kooperatif dan bertanggungjawab sosial dan lingkungan, dimana kesadaran bahwa kegiatan operasional mereka sebagai entitas bisnis yang menyatu dengan ekosistem dan tatanan sosial budaya setempat telah menimbulkan dampak positif dan negatif yang besar dan luas. Dalam kerangka ini, CSR menyediakan landasan teoritis dan terapan (teknis) yang memungkinkan perusahaan dapat memperbesar dampak positif sekaligus meminimalkan dampak negatif operasinya.
4
Pihak perusahaan perlu menyadari bahwa kesadaran menjalankan tanggungjawab sosial merupakan bagian dan bentuk dari strategi manajemen, tidak peduli apakah pelaksanaanya tersebut disandarkan pada aturan (regulasi) atau bukan. Dengan adanya efek yang ditimbulkan dalam menjalankan kepentingan ekonominya, perusahaan tidak diperkenankan mengorbankan kepentingan masyarakat luas dalam hal ini lingkungan dan sosialnya. CSR dapat dikatakan sebagai bentuk strategi manajemen dampak perusahaan. Untuk mewujudkan CSR, memang pada pelaksanaannya seperti yang dinyatakan pada Pasal 74 Undang-undang No.40 tahun 2007, perusahaan harus mengeluarkan sejumlah biaya yang dianggarkan yang secara tidak langsung juga akan mengurangi tingkat keuntungan (profit). Namun, jika dibandingkan dengan keputusan untuk mengabaikan dan tidak menjalankan tanggungjawab sosial perusahaan, maka akan sangat mungkin untuk timbulnya dampak yang buruk jika suatu saat terjadi insiden pada waktu aktifitas berjalan. Biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan CSR itu sendiri, belum lagi risiko non-finansial yang harus ditanggung berupa buruknya citra (image) dan reputasi perusahaan dimata publik. Di Indonesia, data riset dari Majalah SWA tahun 2005 terhadap 45 perusahaan menunjukkan bahwa CSR bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38%), hubungan baik dengan masyarakat (16,82%), dan mendukung operasional perusahaan (10,28%), sarana aktualisasi perusahaan dan karyawan (8.88%), memperoleh bahan baku dan alat-alat produksi perusahaan (7,48%), mengurangi gangguan masyarakat terhadap perusahaan (5,61%) dan lainnya (13,35%). Implementasi kebijakan CSR secara berkelanjutan sebagai strategi yang terintegrasi dalam perusahaan akan menciptakan satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true win win situation), konsumen mendapatkan produk unggul yang berkomitmen pada lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai. Dalam perkembangannya, praktik CSR telah banyak dilakukan secara sadar, artinya menerapkan CSR adalah investasi untuk pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis sehingga tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sentra laba (profit centre), bahkan penerapannya sekarang sudah menjadi tren global. Hasil survei
Pricewaterhouse
Coopers
(2002)
terhadap
1.200
pemimpin
bisnis
5
menunjukkan sekitar 70% CEO menilai CSR sangat vital bagi profitabilitas perusahaan. Dikarenakan sejatinya tujuan perusahaan dan motif melaksanakan CSR berujung pada keuntungan, maka CSR yang dijalankan dapat digunakan untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif, sehingga membuka peluang bagi perusahaan untuk men-generate pendapatan yang besar yang pada ujungnya bermuara pada perolehan laba atau peningkatan keuntungan. Dalam penelitian ini, penulis meneliti dari 3 perusahaan pertambangan yaitu PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dan PT. Timah Tbk. Selain sebagai perusahaan tambang terbesar yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan ini juga merupakan peraih ISRA 2009 yang merupakan suatu wujud penghargaan atas pelaksanaan dan penyelenggararaan pelaporan CSR oleh perusahaan. Dalam kepedulian terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Meningkatnya laba salah satunya dapat dilihat dari hasil operasi perusahaan berupa adanya peningkatan dalam penjualan. Dengan demikian, perolehan laba yang memadai sebagai hasil pendapatan operasinya dapat digunakan perusahaan untuk membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak kepada pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang diharapkan kepada masyarakat. Dari berbagai penjelasan di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Marjin Laba Perusahaan”
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, maka penulis mengidentifikasi rumusan masalah yang menjadi topik pokok pembahasan skripsi ini, sebagai berikut: 1) Sejauhmana penerapan Corporate Social Responsibility dilakukan oleh perusahaan.
6
2) Bagaimana pencapaian Marjin Laba perusahaan. 3) Apakah terdapat pengaruh penerapan Corporate Social Responsibility terhadap Marjin Laba perusahaan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari dan memperoleh data-data empiris dan informasi yang diperlukan mengenai Corporate Social Responsibility serta kaitannya dengan Marjin Laba perusahaan sebagai bahan dalam rangka menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui sejauh mana penerapan Corporate Social Responsibility dilakukan oleh perusahaan. 2) Untuk mengetahui bagaimana pencapaian Marjin Laba pada perusahaan. 3) Untuk selanjutnya dapat diketahui apakah terdapat pengaruh penerapan Corporate Social Responsibility terhadap perolehan Marjin Laba perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian Diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya akan sangat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan tersebut diantaranya: 1) Bagi penulis, menambah wawasan serta pengetahuan tentang berbagai konsep dan teori mengenai Corporate Social Responsibility dan juga kaitannya dengan marjin laba perusahaan, termasuk mengembangkan apa yang diperoleh di bangku kuliah sekaligus juga hal-hal baru lainnya yang didapatkan diluar bangku perkuliahan. Selain itu sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Akhir Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2) Bagi kegunaan praktis dan perusahaan, sebagai bahan pertimbangan, masukan dan pemikiran di masa akan datang dalam menilai dan mengevaluasi sejauh mana penerapan Corporate Sosial Responsibility sekaligus mengetahui halhal apa saja yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility selanjutnya dimasa datang.
7
3) Bagi lingkungan akademik dan pihak lain, diharapkan dapat memperluas dan menambah pengetahuan mengenai konsep Corporate Social Responsibility dan juga dapat dijadikan referensi sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam penelitian selanjutnya, mengingat konsep ini masih tergolong baru dan terus mengalamai perkembangan dalam penerapannya di Indonesia.
1.5 Kerangka Pemikiran Dalam kontek etika bisnis, dapat dikatakan bahwa secara maksimum (positif) para pelaku usaha dituntut secara aktif mengupayakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat (prinsip berbuat baik), paling kurang secara minimal (negatif) tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat (prinsip tidak berbuat jahat). Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsbility yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajibankewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Dalam menjalankan operasinya, sebuah perusahaan tentunya tidak terlepas dari isu-isu sosial yang berkembang disekitarnya. Mas Ahmad Daniri (2007:22) menyebutkan isu-isu sosial yang mempengaruhi sebuah perusahaan tersebut meliputi: “Isu sosial generik yakni isu sosial yang tidak dipengaruhi secara signifikan oleh operasi perusahaan dan tidak mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk berkompetisi dalam jangka panjang, dampak sosial value chain yakni isu sosial yang secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas normal perusahaan dan dimensi sosial dari konteks kompetitif yakni isu sosial di lingkungan eksternal perusahaan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan berkompetisi perusahaan.” Dengan berbagai isu sosial yang berkembang, perusahaan dalam rangka menjalankan komitmen tanggungjawab sosial tentunya haruslah responsif terhadap kepentingan para stakeholder. Bentuk hubungan perusahaan dengan masyarakat dan para stakeholder terwujud dalam suatu hubungan timbal balik dan saling ketergantukan. Hubungan yang dimaksud diantaranya yaitu inside-out linkages, bahwa perusahaan memiliki dampak terhadap masyarakat melalui operasi bisnisnya secara normal, serta outside-in-linkages di mana kondisi sosial eksternal juga
8
mempengaruhi perusahaan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dalam Sonny sukada, dkk, (2007:96) dinyatakan bahwa: “Perkembangan sekarang ini, bentuk tanggungjawab perusahaan telah bergeser kepada konsep yang awalnya terhadap stockholder atau shareholder berganti kepada konsep stakeholder, dimana pemegang saham dianggap sebagai salah satu pemangku kepentingan utama perusahaan. Pergeseran ini merupakan suatu perluasan kesadaran perusahaan yang berorientasi ownership theory of the firm menjadi stakeholder theory of the firm, yaitu perusahaan bertujuan melayani publik lebih luas dengan menciptakan nilai bagi masyarakat.” Mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan terkait merupakan hal yang sangat mendasar bagi perusahaan. Ide ini merupakan substansi dari bagaimana perusahaan dibangun dan dikelola, serta menjadi sangat penting sebagai wujud strategi yang dijalankan dalam operasi bisnisnya. Dengan terciptanya hubungan baik yang saling menguntungkan (prinsip mutualisme) dengan masyarakat pemangku kepentingan, aktivitas operasi dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable). Hal ini dikarenakan tujuan yang hendak dicapai perusahaan tidak hanya jangka pendek melainkan dalam jangka panjang. Pencapaian keberlanjutan (sustainability) yang dimaksud tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi, karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Oleh karena itu perusahaan juga harus memperhatikan keberlanjutan aspek sosial dan lingkungan hidup. Ketiga aspek tersebut (ekonomi, sosial dan lingkungan) dikenal dengan konsep Triple Bottom Line atau 3P, yaitu profit, planet, people. CSR sebagai sebuah gagasan dalam interaksi dengan stakeholder, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tapi tanggung jawab yang berpijak pada triple bottom lines yaitu selain financial harus juga berpijak pada sosial dan lingkungan. Konsep CSR dapat dikatakan merupakan terjemahan dari pengertian dimensi yang terkandung didalamnya. Dimensi pertama: ekonomi, sosial, lingkungan; perusahaan dalam menjalankan CSR harus memperhitungkan ketiganya, tidak boleh ada trade-off dalam jangka panjang dan ketiganya harus mengalami kemajuan. Kedua: pemangku kepentingan; perusahaan dalam menjalankan CSR harus memperhatikan seluruh pemangku kepentingan internal dan eksternalnya dan mencari
9
keseimbangan terbaik bagi pemuasan seluruh kepentingan mereka. Ketiga: voluntary; perusahaan dalam menjalankan CSR harus mematuhi regulasi yang berlaku kemudian berusaha melampauinya sejauh mungkin. Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. CSR Asia (dikutip dari Edi Suharto, 2008:5) mendifinisikan CSR sebagai: “Komitmen berdasarkan
perusahaan prinsip
untuk
ekonomi,
beroperasi sosial
dan
secara
berkelanjutan
lingkungan,
seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.” Definisi di atas menekankan perlunya memberikan perhatian yang seimbang terhadap ekspektasi berbagai stakeholder yang beragam atas setiap keputusan dan tindakan yang diambil pelaku bisnis dalam operasinya melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab, termasuk mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial secara keseluruhan. CSR merupakan suatu komitmen yang dijalankan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang. Oleh karena itu, pentingnya suatu keberlanjutan (sustainability) baik bagi perusahaan itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Lebih lanjut lagi, pada akhirnya CSR ini akan berkaitan erat dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Di Indonesia, seperti yang sebutkan dalam pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007, Corporate Social Responsibility ini dinyatakan sebagai berikut: Ayat 1:Perseroan yang menjalankan kegiatannya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Ayat 2: Tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai
biaya
perseroan
yang
pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. Ayat 3: Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 4: Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
10
Pelaksanaan CSR tentunya tidak hanya karena kewajiban yang berlandaskan atas regulasi dan peraturan hukum (beyond regulation), serta bukanlah aktivitas yang dijalankan secara temporary melainkan dijalankan secara berkesinambungan sebagai salah satu wujud strategi dalam organisasi perusahaan. Lebih lanjut lagi, John R. Schermerhorn (2005) dalam Holy K. M. Kalangit (2009:2), secara singkat mendefinisikan CSR sebagai: “Kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas.” Institute of Chartered Accountants England and Wales (dikutip dari Edi Suharto, 2008:5) mendefinisikan CSR: “Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.” Dalam menjalankan operasi bisnisnya, perusahaan tentunya berkepentingan terhadap pencapaian tujuan meraih keuntungan sekaligus dapat memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham. Tetapi dalam upayanya mewujudkan hal tersebut, tentu perlu adanya keseimbangan dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat luas. Implementasi CSR memang menjadikan manajemen perusahaan mempertimbangkan sejumlah anggaran atas pendapatan yang dihasilkannya, sehingga tentunya dapat mempengaruhi upaya dalam mencapai tingkat laba yang diinginkan. Namun gagasan tentang CSR sudah mulai diterima luas dalam kalangan bisnis. Adanya argumen yang mendukung bahwa dalam perspektif ilmu manajemen modern, perusahaan tidak dapat dipisahkan dari individu-individu yang terlibat didalamnya, maka dari itu para pemilik jelas punya tanggungjawab sosial pada publik. Pelaksanaan tanggungjawab sosial menurut Archie B. Caroll dalam Saidi dan Abidin (2004:59-60) cukup logis bagi perusahaan untuk dijalankan, dimana dia membaginya kedalam bentuk piramida tanggungjawab sosial perusahaan yaitu:
11
“Yang pertama tanggungjawab ekonomis (make a profit), diikuti oleh tanggungjawab legal (obey the law), tanggungjawab etis (be ethical), dan puncaknya tanggungjawab filantropis (be a good corporate citizen).” Konsep Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga aktivitas memperoleh laba tidak bertentangan dengan tanggungjawab sosial yang harus dijalankan. Akhirnya kedua hal tersebut menjadi relevan bagi kegiatan bisnis perusahaan. Sebuah inisiatif CSR hendaknya sudah menjadi kebijakan tertinggi perusahaan (centrality), sehingga sumberdaya organisasi, manusia, maupun financial yang dibutuhkan untuk melaksanakannya selalu tersedia. CSR hendaknya juga sesuai dengan bisnis inti dan ditujukan kepada pihak-pihak yang benar-benar merupakan pemangku kepentingan perusahaan (specificity). Selain itu, inisiatif CSR benar-benar diketahui oleh para pemangku kepentingan (visibility), sehingga bisa diterjemahkan menjadi keuntungan reputasional. Dengan demikian maka perusahaan akan mendapati CSR-nya yang menguntungkan. CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung terhadap keuangan perusahaan pada masa datang, oleh karenanya program CSR yang dijalankan haruslah berkelanjutan (sustainable). Keputusan manajemen
perusahaan
berkelanjutan,
pada
untuk
dasarnya
melaksanakan merupakan
program-program
keputusan
yang
CSR
secara
rasional.
Sebab
implementasi program-program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. Melalui CSR, kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan lebih terjamin sehingga daya beli dan daya serap pasar terhadap output perusahaan naik. Sedangkan terjaganya kelestarian lingkungan/alam selain menjamin kelancaran proses produksi juga menjamin ketersediaan bahan baku produksi yang diambil dari alam. Dua faktor tersebut akan meningkatkan potensi peningkatan laba perusahaan, dengan sendirinya meningkatkan kemampuan perusahaan mengalokasikan sebagian dari keuntungannya untuk membiayai berbagai aktivitas CSR di tahun-tahun berikutnya. Berbagai pakar ekonomi menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara profit dan CSR, atau tujuan finansial dan tujuan sosial perusahaan.
12
Perusahaan dengan laba tertinggi adalah pioner dalam CSR. Pengertian laba menurut Harahap (2007:241) sebagai berikut: ”Laba adalah naiknya nilai ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil dan bukan kegiatan utama entitas dari transaksi kejadian lainnya yang mempengaruhi entitas selama suatu periode tertentu kecuali yang berasal dari hasil atau investasi dari pemilik.” Kini CSR telah mengajarkan bagaimana produk dibuat juga merupakan aspek penting yang harus diperhatikan konsumen. Konsumen yang dapat memilih antara produk yang dihasilkan dengan standar kinerja sosial dan lingkungan yang tinggi atau rendah tentu mampu mempengaruhi bagaimana produk tersebut dibuat. Hasil survei The Millinium Poll on Corporate Social Responsibility (info.csr.blogspot.com) menyebutkan dua pertiga dari 25.000 konsumen di 23 negara menunjukkan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan sebagai faktor penting konsumsi mereka. Sedangkan riset yang dilakukan oleh DePaul University 1997, menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat dengan menjalankan prinsipprinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Komitmen menerapkan CSR akan menjadi keunggulan kompetitif sebagai asset strategis dengan meningkatnya reputasi perusahaan. Selain itu juga dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan serta juga merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan (corporate image building). Social marketing berguna dalam membentukan brand image suatu perusahaan terkait komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi. Hal ini tentunya memberikan dampak positif terhadap volume unit produksi yang terserap pasar, sehingga akhirnya mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan, atau dengan kata lain laba tersebut diperoleh dari pendapatan atas penjualan unit produksi. Penjualan oleh Syahrul dan Nizar (2000:596) diartikan sebagai: “Pendapatan yang diterima dari pertukaran barang dan jasa dan dicatat untuk
suatu
periode
akuntansi
tertentu,
baik
atas
dasar
kas
(sebagaimana diterima) atau atas dasar akrual (sebagaimana diperoleh).”
13
Dengan adanya kemampuan perusahaan memperoleh laba dari pendapatannya atas penjualan tentunya akan menciptakan profitabilitas operasi yang memadai atas aktivitas bisnis yang dijalankannya. Perolehan laba atau keuntungan yang dicapai dari penjualan ini disebut juga dengan marjin laba atau profit margin. Pengertian Sutrisno (2009:222) mengenai profit margin, sebagai berikut: “Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.” Kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba merupakan salah satu petunjuk mengenai kinerja perusahaan baik kualitas manajemen, karyawan, maupun proses operasi yang mencerminkan nilai perusahaan dalam periode akuntansi yang berlangsung. Informasi dalam hal kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba ini juga diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan pada masa akan datang. Dengan demikian, dari uraian yang telah dikemukakan di atas penulis mengajukan hipotesis, sebagai berikut: “Terdapat pengaruh yang signifikan atas penerapan Corporate Social Responsibility terhadap Marjin Laba perusahaan” Sebelumnya
penelitian
dengan
judul
“Pengaruh
Corporate
Social
Responsibility (CSR) terhadap Peningkatan Profitabilitas Perusahaan” (Studi survei pada beberapa perusahaan BUMN dan Swasta di Bandung), telah dilakukan oleh Risna Rismiyanti (NPM: 0106283) di Universitas Widyatama. Penelitian sama-sama mengukur rasio profitabilitas, dimana penelitian terdahulu menggunakan rasio Net Profit Margin (NPM) sebagai sub-indikatornya, sedangkan penelitian dalam tulisan ini lebih memfokuskan pada rasio Marjin Laba dengan sub-indikator Operating Profit Margin Ratio (OPM). Beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu di antaranya: 1) Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada Agustus 2009 sampai Desember 2009, sedangkan penelitian dalam tulisan ini dilakukan pada Juli 2010 sampai Maret 2011. 2) Tempat atau yang menjadi subjek pada penelitian terdahulu adalah studi pada perusahaan BUMN dan Swasta di Bandung yang diantaranya: PT.
14
Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Indosat Tbk, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), PT. Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk, PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), dan PT. Nikkatsu Elektric Work’s. Sedangkan dalam tulisan ini melakukan suvei pada 3 perusahaan pertambangan peraih ISRA 2009 yang listing di BEI, diantaranya: PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, dan PT. Timah Tbk. 3) Pada penelitian terdahulu, penilaian CSR dilakukan melalui kuisioner dengan prinsip-prinsip CSR yaitu derma (charity) dan perwalian (stewardship) sebagai indikator-indikatornya. Sedangkan penelitian dalam tulisan ini melakukan penilaian CSR melalui laporan tahunan (annual report) dan laporan CSR/keberlajutan (sustainability report) dengan indikator 7 subjek inti isu-isu pokok CSR dalam ISO 26000 tahun 2010. Di dalamnya terdiri dari item-item Sustainability Reporting Guidelines (SRG) versi 3.0 yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Dari 79 item yang ada digunakan 50 item SRG sebagai sub-indikator penilian penerapan CSR.
1.6 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Muhammad Nazir (2003:63) menyatakan bahwa: “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi. Dengan demikian deskriptif analitis bertujuan untuk membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki secara terperinci untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang.” Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan bersifat survei yang dilakukan terhadap perusahaan pertambangan peraih Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) 2009. Mengenai penelitian survei menurut Muhammad Nazir (2003:65) menyatakan bahwa: “Metode survei adalah penyidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.”
15
1.6.1 Operasional Variabel Sesuai dengan judul penelitian yaitu pengaruh penerapan Corporate Social Responsibility terhadap Marjin Laba perusahaan, maka dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Variabel independen (X). Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan Corporate Social Responsibility yang diukur dengan metode content analysis atas item-item Sustainability Reporting Guidelines (SRG) versi 3.0 yang dikeluarkan Global Reporting
Initiative
(GRI)
yang
diinformasikan
dalam
Laporan
Keberlanjutan/CSR (Sustainability Report) ataupun Laporan Tahunan (Annual Report) perusahaan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. 2) Variabel dependen (Y). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah marjin laba yang diukur dengan rasio laba usaha/operasi terhadap penjualan (operating profit margin) yang diinformasikan dalam Laporan Keuangan perusahaan yaitu Laporan Rugi Laba (Income Statement).
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1) Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu: Penelitian dalam rangka mengumpulkan data teoritis yang relevan dengan topik bahasan dalam penelitian, dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku serta berbagai literatur yang tersedia. 2) Penelitian Lapangan (field research), yaitu: Penelitian dilakukan dalam rangka memperoleh secara langsung data mengenai perusahaan pertambangan peraih ISRA 2009 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana data yang diperoleh akan diteliti dan dipelajari untuk kemudian dianalisis. Data yang dipakai adalah data Laporan Tahunan perusahaan yang meliputi Laporan Keuangan dan Laporan Keberlanjutan/CSR (Sustainability Report). Metode statistik digunakan dalam pengolahan data dan pengujian hipotesis yang diajukan.
16
1.6.3 Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini, analitis statistik untuk keperluan pengujian hipotesis secara kuantitatif yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Analisis regresi untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar variabel. 2) Analisis korelasi untuk mengetahui kuat/lemahnya hubungan antar variabel. 3) Analisis determinasi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar variabel.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian terhadap perusahaan pertambangan peraih ISRA 2009 yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kelompok Studi Ekonomi dan Pasar Modal (KSEPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jalan Ganesha No.10 Bandung, Jawa Barat. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini dimulai pada bulan Juli tahun 2010 sampai dengan selesai.