BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
ini
BPR Muncul Artha Sejahtera adalah Bank Perkreditan Rakyat yang didirikan di Kota Semarang dengan visi dan misi untuk menggairahkan ekonomi di kota Semarang. BPR Muncul Artha Sejahtera didirikan pada tahun 2012 dengan memberikan beberapa jenis tabungan dan juga memberikan pembiayaan berupa kredit usaha kepada nasabahnya. Sebagai Bank perkreditan rakyat yang baru berdiri, BPR Muncul Artha Sejahtera berusaha untuk memberikan kredit kepada nasabah yang membutuhkannya dengan cepat dan dengan prosedur yang sesingkat mungkin sehingga nilai NPL bank rendah. Dampak dari nilai NPL yang tinggi ini adalah tingginya risiko kredit pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang dapat menyebabkan banyak kredit mengalami kemacetan, dan gagal bayar. Namun hal ini masih dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera karena adanya tuntutan target sebagai BPR baru yang ingin mengambil pangsa pasar BPR lainnya selain itu juga adanya mental dari karyawan dimana karyawan menganggap bahwa walaupun perusahaan rugi, selama gaji tetap dibayar maka karyawan tidak mengalami masalah. Karyawan BPR Muncul Artha Sejahtera banyak yang masuk hanya untuk menjadikan BPR Muncul Artha Sejahtera batu loncatan sebelum berpindah ke bank lain sehingga menyebabkan tingginya angka turnover karyawan. Banyaknya turnover karyawan ini
1
menyebabkan karyawan memudahkan nasabah untuk meloloskan kredit sebab karyawan hanya memikirkan bonus yang dapat dicapainya dalam waktu singkat. Observasi awal menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera adalah tingginya nilai NPL pada BPR Muncul Artha Sejahtera, dimana nilai NPL ini melebihi batas yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, terutama pada tahun 2013 yang mencapai 9,32%. Nilai NPL ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan BPR lainnya seperti BPR Weleri Makmur dengan nilai NPL pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 3,68% dan 2,27% serta BPR Gunung Rizki dengan nilai NPL pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 1,37% dan 1,04%. Berdasarkan peraturan OJK (POJK) No 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat, nilai batas risiko kredit BPR adalah maksimal 5% dari modal BPR dan diberikan waktu 3 bulan serta paling lambat 12 bulan untuk penyelesaian pelampauan batas risiko kredit ini sebelum dikenakan sanksi denda dan sanksi administratif. Namun karena peraturan ini baru dikeluarkan pada November 2015, maka BPR Muncul Artha Sejahtera masih belum mengikutinya. Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilakukan pada BPR Muncul Artha Sejahtera, didapatkan hasil bahwa diduga permasalahan nilai NPL yang tinggi ini yang terjadi akibat adanya prosedur kredit yang tidak diikuti oleh manajemen dan karyawan dari BPR Muncul Artha Sejahtera dalam memberikan kredit kepada nasabah. Selain itu permasalahan yang timbul adalah tingkat NPL yang tinggi ini cenderung dibiarkan oleh direksi. Berdasarkan pengamatan, diduga BPR Muncul Artha Sejahtera sebagai BPR baru, berusaha untuk menarik
2
sebanyak mungkin nasabah tanpa memperhatikan kualitas kredit dengan harapan akan dapat memperbaiki kualitas kredit di masa yang akan datang. Namun jika melihat pada trend NPL yang semakin meningkat, hal ini cukup membahayakan bagi kelangsungan hidup bank. Bank akan menjadi rentan jika memiliki cashflow yang kurang lancar, akibat banyaknya kredit yang bermasalah. Selain itu berdasarkan Pasal 17 ayat 1 (b) peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 15/3/PBI/2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, jika suatu BPR tidak memenuhi syarat maksimal NPL, maka akan dapat dikenakan sanksi administrative. Dugaan terjadinya permasalahan peningkatan NPL tersebut adalah karena sistem manajemen risiko pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang kurang berjalan dengan baik. Hal ini dapat diindikasikan dari adanya beberapa penyimpangan terkait dengan prosedur kredit yang seharusnya menjadi panduan dan pedoman bagi pejabat BPR dalam melakukan kegiatannya yang mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/26/DKBU. Keputusan kredit banyak diserahkan kepada Kabag Kredit dan direksi biasanya hanya melakukan penandatanganan dokumen saja tanpa pemeriksaan, hal ini dapat terjadi karena adanya hubungan kekerabatan antara Kabag Kredit dan pihak direksi sehingga banyak pinjaman yang tidak layak yang lolos. Pada tahap pencairan kredit, perilaku yang tidak sesuai dengan prosedur adalah seharusnya saat pencairan calon nasabah membawa KTP dan agunan asli yang diserahkan kepada Customer Servis yang kemudian diteruskan ke Sub Bagian Kredit Umum. Namun pada kenyataannya banyak nasabah yang
3
memberikan agunan asli hingga satu tahun setelah proses berjalannya kredit dengan alasan surat-surat sedang dalam pengurusan ataupun masih dalam proses penarikan dari lembaga keuangan lainnya. Direksi BPR Muncul Artha Sejahtera seringkali tidak mengadakan pemeriksaan pada tahap ini karena menganggap seharusnya hal ini telah dibereskan oleh Kabag Kredit. Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan dari direksi terhadap kinerja manajemen.
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera adalah pelanggaran POJK No 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang mengatur tingkat NPL maksimal adalah 5% dari modal BPR. Berdasarkan adanya permasalahan yang terjadi, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Mengapa pelanggaran tingkat NPL ini dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera? 2. Mengapa pelanggaran selama ini cenderung dibiarkan?
1.3 Tujuan Penelitian
ini
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pelanggaran tingkat NPL ini dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera.
4
2. Untuk menganalisis pelanggaran yang selama ini cenderung dibiarkan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera.
1.4 Kegunaan Penelitian ini
a.
Penelitian ini memiliki kegunaan antara lain : jjj
1. BPR Muncul Artha Sejahtera Guna penelitian ini bagi perusahaan adalah sebagai bahan masukan dan ada
sam
pertimbangan bagi manajemen tentang bagaimana pentingnya manajemen risiko mengidentifikasi dan mencegah terjadinya penyimpangan prosedur iii
kredit. 2. Bagi Penulis. ana k
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan yy
ota k
jj
pengetahuan t entang manajemen risiko dan metode yang tepat dalam k
mencegah terjadinya penyimpangan dari prosedur kredit. 3. Bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini bermanfaat juga untuk penelitian yang akan datang yaitu i
berguna dalam memberikan pemikiran mengenai manajemen risiko dalm pengurangan penyimpangan prosedur kredit bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
1.5 Kerangka Pemikiran Permasalahan yang timbul pada BPR Muncul Artha Sejahtera adalah peningkatan kredit bermasalah pada bank yang menyebabkan NPL yang tinggi.
5
Kredit macet tidak menjadi masalah jika satu atau dua debitur saja yang tidak disiplin dalam membayar cicilan pinjaman kredit mereka, tapi kalau jumlah nasabah kredit yang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan tidak membayar cicilan mereka maka NPL dari bank tersebut akan naik sehingga menyebabkan cashflow terganggu. Gangguan akan cashflow akan menyebabkan kerentanan bagi bank baik dari likuiditas maupun kepercayaan dari nasabahnya. Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan NPL pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang menyebabkan kerentanan usaha dari BPR Muncul Artha Sejahtera.
Permasalahan Mengapa pelanggaran tingkat NPL dapat terjadi dan terus dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera?
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Internal character capacity capital collateral condition constraint ss sss
sss ss s ssss
Eksternal 1. Kondisi usaha 2. Kemampuan bayar 3. Jaminan sss ss ss sss
sssss s ssss
sssss s ssss
sssss s ssss
sssss sss ss
sssss ss sss
Kesimpulan 1. Perbaikan penerapan manajemen risiko kredit di BPR Muncul Artha Sejahtera. 2. Melakukan pencegahan dalam penyimpangan prosedur pada BPR Muncul Artha Sejahtera untuk menurunkan NPL. 3. Penyaringan nasabah kredit 6