BAB 3 EVALUAS I S IS TEM INFORMAS I AKUNTANS I PEMBERIAN KREDIT BPR CIN ERE ARTHA RAYA
3.1 Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah berdirinya BPR secara umum BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu–lintas pembayaran. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai pada abad ke–19 pada masa kolonial Belanda dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat dan Lumbung Desa yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai dan buruh untuk melepaskan diri dari lintah darat yang membebani dengan bunga tinggi. Dengan meningkatnya kebutuhan akan uang untuk memenuhi kebutuhan barang–barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri serta untuk perluasan usaha selain di bidang pertanian didirikan Bank Desa pertama pada tahun 1905, sehingga pada tahun–tahun pemerintahan kolonial Belanda, BPR dikenal dalam masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa. Berdasarkan Staatsblad 1929 No. 137, didirikan pula badan yang menangani kredit di pedesaan, yaitu Badan Kredit Desa (BKD) yang hanya terdapat di pulau Jawa dan Bali. Sementara itu, untuk pengawasan dan pembinaan, pemerintah kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat pada 1912. M engingat kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan bank diperlukan, maka pada 1927 Dinas Perkreditan Rakyat dilebur ke satu instansi, yaitu Instansi Kas Pusat.
68 Setelah perang kemerdekaan, pemerintah mendorong pendirian bank–bank pasar, yang terutama sangat dikenal karena didirikan di lingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank–bank pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi BPR. Bank–bank yang didirikan pada tahun 1950–1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas (PT), CV, Koperasi, M askapai Andil Indonesia (M AI), Yayasan, dan perkumpulan. Pada masa tersebut, berdiri beberapa lembaga keuangan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah seperti Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa Barat, Bank Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. Kemudian pada Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan, yang dikenal sebagai Pakto 1988 yang antara lain memberi kemudahan bagi pendirian BPR. Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur. Sebagai kelanjutan Pakto 1988, pemerintah mengeluarkan beberapa paket ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan Undang–Undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok–pokok Perbankan dengan mengeluarkan Undang–Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diubah dengan Undang–Undang No. 10 Tahun 1998. Dalam Undang–Undang ini secara tegas dikemukakan bahwa jenis bank di Indonesia, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 3.1.2 Sejarah berdirinya BPR Cinere Artha Raya BPR Cinere Artha Raya didirikan tahun 1989 dengan Akta Notaris Sri Rahayu No. 26 tanggal 11 Oktober 1989 dan dalam Tambahan Berita Negara Republik
69 Indonesia No. 13 tanggal 13 Februari 1990. BPR Cinere Artha Raya beralamat di Jl. Cinere Artha Raya Blok NC 20. Secara berturut–turut dalam perkembangannya yang telah mengalami pergantian pejabat yang mengendalikan operasional BPR yaitu sebagai berikut: 1. Drs. M amoso M ardjoko, M .Ak.
1990-1993
2. Drs. Purnomo Sidi
1993-1994
3. Drs. Nooryudono
1994-Non aktif
(di tahun 1994 sebentar, dan aktif di Wijoyo Centre-Boediharjo) 4. Oerip B. Prasetyo, MBA
1994-1996
5. Drs. Agus Suwito, SH.
1996-1998
6. Deddy Sunyoto, SH.
1998-1999
7. Drs. Djamhur Bahri
1999-2002
8. Ir. Ineke Inna Ambararum
2003-sekarang
M anajemen baru telah mengakuisisi sejak tanggal 20 M ei 2003 dari manajemen lama ke manajemen baru sesuai Akta Notaris No. 08 tanggal 20 M ei 2003, dengan susunan pengurus sebagai berikut: Komisaris Utama
: Djonny Wiguna SE., FLM I.,ChFC.,CLU.
Komisaris
: Ir. Hasanullah, M BA.,MM .
Direktur Utama
: Ir. Ineke Inna Ambararum, LUTCF.,CPBC.,FSS.,CRBD.
Direktur s/d 2005
: Djamhur Bahri
Direktur s/d 2006
: Toto Exspedianto / Pj.S. (GM )-Winata
Direktur 2006 s/d April 2007 : Direktur M ei 2007 s/d sekarang
M . Yamin A., CRBD.
: (Sesuai surat Bank Indonesia No. 9/905/DPBPR/PLBPR tanggal 23 Juli 2007)
70 Saat ini BPR Cinere Artha Raya menghasilkan produk perbankan yaitu: 1. Kredit 2. Tabungan 3. Deposito Di antara produk-produk tersebut, kredit memiliki proporsional yang paling besar yaitu sekitar 80%, sedangkan proporsi tabungan dan deposito masing-masing sekitar 10%. Batas minimum pemberian kredit yang dapat disalurkan oleh BPR Cinere Artha Raya sebesar Rp. 1.000.000,00 sedangkan batas maksimum pemberian kredit yang dapat diberikan perusahaan sebesar Rp. 50.000.000,00. 3.1.3 Visi dan Misi BPR Cinere Artha Raya Dalam menjalankan peranannya BPR Cinere Artha Raya mempunyai visi dan misi. a. Visi Terwujudnya BPR yang sehat, kuat, produktif, dan dipercaya untuk melayani UM KM dan masyarakat, khususnya di pedesaan guna mendukung perekonomian daerah. b. M isi Terciptanya kondisi yang kondusif dalam mendorong peningkatan kinerja dan pelayanan BPR kepada UMKM dan masyarakat setempat, terutama di wilayah pedesaan.
71 3.1.4 S truktur organisasi Gambar 3.1 berikut merupakan struktur organisasi BPR Cinere Artha Raya.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi BPR Cinere Artha Raya (Sumber: Keterangan Direktur BPR Cinere Artha Raya, Tahun 2007) Tugas dan wewenang BPR Cinere Artha Raya tercermin dalam tiga bagian seperti terlihat pada Gambar 3.1, tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bagian tersebut adalah sebagai berikut: 1) Direktur Utama Wewenang : a. M enjadi anggota komite kredit.
72 b. M engangkat, mempromosikan dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah wewenangnya. c. M emeriksa, menilai, membina, dan memantau hasil kerja pegawai perusahaan. Tugas : a. M emimpin, mengatur, mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan operasional perusahaan secara keseluruhan. b. M emimpin dan bertanggung jawab atas harta kekayaan Bank yang berada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. c. M emelihara disiplin kerja, motivasi kerja dan moral pegawai. d. M embuat tujuan jangka panjang dan jangka pendek. e. M erumuskan kebijakan dan strategi bisnis perusahaan. f. M engambil keputusan untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik. 2) Direktur Wewenang : a. M enjadi anggota komite kredit. b. Bekerja sama dengan Direktur Utama untuk menentukan peraturan dan kebijakan perusahaan. c. Dapat mewakili Direktur Utama dalam pengambilan keputusan pada kondisi tertentu. d. M engangkat, mempromosikan dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah wewenangnya. e. M emeriksa, menilai, membina, dan memantau hasil kerja pegawai perusahaan.
73 Tugas : a. M engawasi dan
mengurus penggunaan
aset perusahaan dan kegiatan
operasional perusahaan. b. M emimpin dan bertanggung jawab atas harta kekayaan Bank yang berada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. c. M emelihara disiplin kerja, motivasi kerja dan moral pegawai. d. M erumuskan kebijakan dan strategi bisnis perusahaan bersama dengan Direktur Utama. e. M engambil keputusan untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik. 3) Kepala Bagian M arketing Wewenang : a. M elakukan analisa ekonomis atas proposal–proposal yang diajukan dan memberikan penilaian kelayakan terhadap proposal kredit yang ada. b. M elakukan pembinaan dan pengawasan atas nasabah–nasabah/debitur kredit. c. M enolak melanjutkan proses permohonan kredit apabila terdapat indikasi yang tidak layak dan tidak memenuhi prosedur kredit yang ada. d. M emberikan teguran lisan dan/atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi. Tugas : a. M emeriksa, menilai, membina dan memantau kredit yang diberikan. b. M engembangkan usaha pendanaan kredit dengan mencari, menarik, dan mempertahankan
nasabah
pejabat/masyarakat setempat.
dengan
membina
hubungan
baik
dengan
74 c. M emeriksa dan menandatangani surat-surat dan laporan yang dikeluarkan dari unit kerjanya sesuai dengan kebijaksanaan, sistem dan prosedur yang telah ditetapkan. d. M engusulkan kepada Direksi mengenai perbaikan sistem dan prosedur operasional serta pengembangan produk-produk BPR. e. M eningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya. f. M elaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direksi. 4) Kepala Bagian Kredit Wewenang : a. M elaksanakan review (penelitian) atas setiap kredit yang telah diberikan. b. M enilai atas hasil-hasil yang telah dicapai oleh unit kerjanya. c. M emberikan usulan kepada Direksi untuk memberikan suku bunga khusus (special rate) kepada nasabah yang potensial. d. M emberikan teguran lisan dan atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi. Tugas : a. M eneliti kelengkapan persyaratan permohonan kredit nasabah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. b. M emeriksa dan menandatangani surat-surat dan laporan yang dikeluarkan dari unit kerjanya sesuai dengan kebijaksanaan, sistem dan prosedur yang telah ditetapkan. c. M eningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya. d. M elaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direksi.
75 5) Kepala Bagian Administrasi Wewenang : a. M engawasi administrasi, monitoring dan pembuatan laporan–laporan serta memelihara kelengkapan master credit file dan dokumentasi. b. M engawasi setiap pelaksanaan fasilitas bank yang diberikan sebelum dilakukan instruksi operasionalnya maupun penurunan ataupun penyelesaian. c. M emberikan teguran lisan dan/atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi. Tugas : a. M engawasi pengadministrasian kegiatan komersil. b. M eningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya. c. M engawasi pengelolaan dan penyerahan atau penarikan surat–surat/barang jaminan. d. M engawasi pelaksanaan atas asuransi barang jaminan. e. M engawasi permohonan dan penarikan dana likuiditas ke Bank Indonesia untuk fasilitas program kredit. f. M engawasi pelaksanaan memo dropping/penurunan ataupun penyelesaian fasilitas bank yang diberikan. g. M engawasi pengisian atas kelengkapan master file. h. M engawasi pemindahan/pemasukan data–data instruksi bidang komersil ke dalam monitoring bila diperlukan. i. M engawasi pengasuransian kredit dan penagihan premi ke Bank Indonesia.
76 j. M engawasi/monitoring kegiatan komersil dan melaporkan hasil monitoring tersebut secara internal/eksternal, sepanjang hal tersebut diperlukan untuk: 1) M onitoring likuiditas program kredit. 2) M embuat surat tuntutan ganti rugi. 3) Rencana pembuatan kolektibilitas. k. M elakukan tugas–tugas lain yang diberikan Direksi. 3.2 Evaluasi atas Sistem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit yang berjalan Evaluasi yang dilakukan penulis terhadap sistem informasi akuntansi pemberian kredit yang berjalan di BPR Cinere Artha Raya didasarkan pada prosedur pemberian kredit pada BPR tersebut. 3.2.1 Prosedur Kredit BPR Cinere Artha Raya Gambar 3.2 berikut merupakan activity diagram dari prosedur pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya.
77
cd Syste m M arke ti ng
K re di t
Aku n ta n si
Ad mi ni stra si
Pene rima an Per mohona n Kre dit Pene litian be rk as da n inv es tiga si
Per mohona n Inform as i Na sa ba h k e Ba nk Indone sia
Analis is Per mohona n Kre dit
P emutus a n Pe rmohonan Kr edit
Pe ne gas an Konfirma s i K re dit
[tol a k]
[setu ju ]
Pe ne gas an Konfirma si K re dit
Pengik a ta n Pe ngika tan Agunan As urans i Aguna n P engik ata n Pe rja njian Kre dit
Penca ira n Kre dit
Dokume nta si Kre dit
Gambar 3.2 Activity diagram prosedur pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya (Sumber: Keterangan Direktur BPR Cinere Artha Raya, Tahun 2007) 3.2.2 Kebijakan Umum Perkreditan Kebijakan umum perkreditan memuat penjabaran atas kebijaksanaan yang telah digariskan dalam pelaksanaan perkreditan di lingkungan Bank Perkreditan Rakyat. Pada
78 dasarnya kebijakan umum manajemen ini dapat dikelompokkan dalam lima bidang, yaitu : 1. Segmentasi 2. Pendanaan (Funding) 3. Pricing and Profitability 4. Credit committee 3.2.2.1 Segmentasi Kebijakan dan peraturan dalam segmentasi, yaitu: 1. Peraturan ini mengatur tentang hal–hal yang berkaitan dengan segmentasi pasar dalam kegiatan perkreditan di lingkungan Bank Perkreditan Rakyat. 2. Segmentasi dimaksudkan untuk memberikan batasan mengenai bidang–bidang, sektor–sektor tertentu yang akan dibiayai oleh Bank Perkreditan Rakyat, dengan tujuan agar penanganan setiap account atau setiap sektor/bidang usaha dapat lebih efisien. 3. Penentuan segmentasi ini didasarkan pada kondisi Bank Perkreditan Rakyat, baik yang menyangkut financial/funding, maupun kapasitas dan kualitas sarana SDM yang ada. 4. Selain butir di atas, penentuan segmentasi juga didasarkan atas evaluasi atau penelitian mengenai berbagai bidang dan sektor–sektor usaha yang mempunyai kondisi dan potensi untuk dikembangkan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung perkembangan usaha.
79 5. Dengan pelaksanaan segmentasi tersebut, maka dapat diharapkan agar usaha marketing Bank Perkreditan Rakyat dapat lebih terarah, sehingga tidak saja penguasaan terhadap market lebih meningkat, namun juga diharapkan terjadi: a. Peningkatan kualitas portofolio. b. Efisiensi dalam proses dan supervisi dari para pembina kredit, serta kepekaan atas setiap perubahan yang terjadi, khususnya yang akan berpengaruh kepada sektor usahanya. 6. Berdasarkan butir tiga sampai lima di atas, maka penggolongan kelompok nasabah Bank Perkreditan Rakyat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Sektor perorangan. b. Sektor program khusus pemerintah. c. Sektor pengusaha kecil. 7. Sektor perorangan adalah kelompok yang menangani account (borrowing maupun non–borrowing) perorangan. Produk atau package yang termasuk dalam kelompok ini, misalnya adalah kredit, personal loan, car loan. 8. Sektor program khusus pemerintah adalah kelompok yang menangani nasabah– nasabah yang menikmati produk/fasilitas yang telah menjadi kebijaksanaan dan program pemerintah. 9. Sektor pengusaha kecil adalah kelompok yang menangani account (borrowing maupun non–borrowing) nasabah pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam small business loan.
80 10. Pengorganisasian kegiatan pelaksanaan perkreditan Bank Perkreditan Rakyat harus mengikuti pola pengelompokan seperti butir 6 di atas walaupun dalam skala yang berbeda. 11. Kecuali atas organisasi internal Bank Perkreditan Rakyat di atas, setiap sektor harus pula melakukan kegiatan sektorisasi atas nasabah yang telah ada dan yang akan ditangani. Kegiatan sektorisasi ini dilakukan dengan melalui tahapan–tahapan sebagai berikut: a. Penetapan sasaran strategis tiap sektor. b. Penetapan target pasar. c. Penetapan kriteria target pasar yang menyangkut profil pelanggan/pasar dan profil produk. Langkah sektorisasi setiap sektor ini harus tercermin dalam anggaran dan program kerja masing-masing sektor/cabang setiap tahun berjalan. 12. Penetapan sasaran strategis adalah penetapan sasaran jangka panjang yang secara kualitatif hendak dicapai oleh sektor tersebut. 13. Target pasar adalah sektor pasar atau sektor usaha yang telah dan akan dibiayai untuk periode mendatang. Target pasar ini harus spesifik dan dipertajam dengan kriteria target pasar yang ketat. 14. Kriteria target pasar adalah batasan–batasan yang ditetapkan untuk menyaring pelanggan agar tujuan segmentasi, yaitu efisiensi dan optimalisasi, dapat tercapai dalam arti bahwa Bank benar–benar melayani dan membiayai nasabah–nasabah yang memang dikehendaki.
81 15. Penentuan target pasar pada hakekatnya merupakan usaha mencapai sasaran yang akan direalisasi. Oleh karena itu, perumusan dan penetapan target pasar dengan kriteria tertentu merupakan suatu langkah yang sangat penting sebagai titik tolak dalam melakukan kegiatan pasarnya. Sehingga konsentrasi serta penanganan perkreditan maupun operasional benar–benar dapat menunjang terciptanya kondisi yang sepenuhnya di bawah kontrol. 3.2.2.2 Pendanaan (Funding) Kebijakan dan peraturan dalam pendanaan, yaitu: 1. Peraturan ini merupakan penjabaran kebijaksanaan BPR dalam hubungannya dengan pendanaan/funding dalam pelaksanaan perkreditan di lingkungan BPR. 2. Di dalam melaksanakan kegiatan perkreditan, khususnya dalam mempertimbangkan permohonan kredit baru hendaknya setiap pembina kredit harus senantiasa mempertimbangkan pula penyediaan dana untuk pembiayaan/pemberian pinjaman tersebut. 3. M engingat bahwa penghimpunan dana secara relatif mengandung unsur biaya, hendaknya setiap staf perkreditan senantiasa menggalakkan low cost fund seperti tabungan dan sebagainya, sedangkan untuk dana yang relatif mahal, misalnya deposito atau PYT (pinjaman yang diterima) hendaknya dihimpun dengan memperhatikan segi profitability. 4. Seperti cara penghimpunan dana tersebut di atas, hendaknya staf perkreditan memberikan perhatian kepada jenis–jenis fasilitas yang memungkinkan dapat diperolehnya pembiayaan dari pihak lainnya, seperti KUK dari Bank umum.
82 5. Usaha penghimpunan dana harus dikerahkan secara terus–menerus sehingga dapat dicapai kualitas sumber dana yang stabil dalam kuantum yang meningkat. 3.2.2.3 Pricing and profitability Kebijakan dan peraturan dalam pricing and profitability adalah sebagai berikut: 1. Peraturan ini mengatur tentang hal–hal yang berkaitan dengan penetapan pricing dalam kegiatan Bank Perkreditan Rakyat. 2. Penetapan tingkat bunga didasarkan atas pricing dalam hal ini terdiri dari satu klasifikasi yaitu interest rates. Selain itu, penetapan tingkat bunga didasarkan atas tiga faktor, yaitu: a. Market rates, yaitu tingkat interest rates yang pada umumnya ditawarkan oleh bank–bank. b. Structure cost of funds, yaitu actual cost yang ada sesuai dengan structure of resources BPR. c. Kebutuhan dana–dana dengan memperhatikan kebijaksanaan manajemen mengenai
konsistensi
pertumbuhan
aktivitas
bank
dan
pertimbangan
profitability rate. d. Account profitability rate, yaitu penilaian terhadap hubungan bisnis antara pelanggan dengan bank atau apakah pelanggan tersebut dapat digolongkan sebagai prime customers. Dengan demikian penelitian tidak semata–mata dilihat dari segi bidang treasury, tetapi lebih dititikberatkan kepada penilaian secara ‘total package’.
83 3.2.2.4 Credit committee Kebijakan dan peraturan dalam credit committee adalah sebagai berikut: 1. Credit committee, yaitu suatu tim yang berwenang untuk mengevaluasi serta memutuskan suatu rekomendasi fasilitas kredit yang akan diberikan kepada nasabah, kecuali fasilitas kredit yang pemberian persetujuannya diatur secara tersendiri di dalam prosedur kredit. 2. Setiap perubahan syarat–syarat fasilitas kredit yang telah disetujui oleh credit committee sebelumnya, seperti penambahan prinsipal kredit, perpanjangan jangka waktu, perubahan dan atau penggantian jaminan, dan sebagainya harus mendapat persetujuan dari credit committee. 3. Direktur Utama dan Direktur secara otomatis merupakan anggota credit committee. 4. Setiap keputusan credit committee harus diambil dalam suatu rapat yang dikoordinir oleh sekretaris credit committee. Bila perlu sekretaris credit committee dapat membantu dengan memberikan informasi–informasi yang berguna sebagai bahan pertimbangan credit committee dalam mengambil keputusan kredit tapi tidak mempunyai hak suara. 5. Batasan wewenang credit committee atas fasilitas kredit yang dapat disetujui untuk setiap nasabah dapat diatur sebagai berikut. Contoh : Pinjaman yang diberikan (PYD), ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Sampai dengan Rp 25 Juta harus disetujui Direktur. b. Di atas Rp 25 Juta harus disetujui oleh credit committee, Direksi dan salah satu komisaris yang ditunjuk.
84 6. Anggota credit committee tidak dibenarkan memberikan suatu persetujuannya atas suatu proposal, dimana anggota tersebut adalah salah satu pengurus atau mempunyai kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas orang atau perusahaan yang mengajukan kredit tersebut. 7. Anggota credit committee yang mengajukan proposal kredit tidak dibenarkan memberikan hak suara di dalam memutuskan proposal kredit tersebut. 3.2.3 Fasilitas Standar Kredit Kebijakan ini mengatur tentang jenis–jenis fasilitas standar yang berlaku di lingkungan BPR. Tujuan peraturan ini adalah agar didapat keseragaman peristilahan dan pendapat di antara aparat perkreditan maupun bagian–bagian lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perkreditan. Jenis–jenis fasilitas standar yang berlaku adalah sebagai berikut: 1. Pinjaman rekening tabungan/simpanan. 2. Pinjaman reguler. 3. Pinjaman installment. 3.2.3.1 Pinjaman Rekening Tabungan/S impanan Kebijakan dan peraturan dalam Pinjaman rekening tabungan/simpanan adalah: 1. Pinjaman rekening tabungan/simpanan adalah fasilitas yang diberikan dalam rangka pembiayaan modal kerja yang menyediakan dana kredit secara penuh dalam rekening
nasabah
yang
bersangkutan
dengan
menggunakan
mekanisme
kwitansi/media penarikan tabungan atau surat perintah bayar lainnya, sampai pada plafond yang ditetapkan oleh BPR.
85 2. Debt Instrument (bukti hutang) dalam fasilitas ini adalah surat Aksep (Promissory Note) untuk jumlah keseluruhan. 3. Perhitungan bunga dengan sistem Simple Interest atas jumlah fasilitas yang digunakan (Baki Debet). 4. Bentuk fasilitas ini hanya dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja dengan tingkat mutasi rekening yang tinggi. 5. Pengikatan kredit harus secara notariil. 3.2.3.2 Pinjaman Reguler Kebijakan dan peraturan dalam pinjaman reguler ini adalah: 1. Pinjaman reguler adalah fasilitas yang diberikan dalam rangka pembiayaan modal kerja, yang plafond kredit (credit line) disediakan secara penuh dengan cara penarikan secara bertahap ataupun sekaligus dengan menggunakan promissory note (pronote) sebagai media penarikan dan sekaligus juga merupakan debt instrument (bukti hutang). 2. Di dalam pengajuan proposal kredit reguler, minimum penarikan per pronote harus ditentukan jumlahnya. Pembayaran kembali atas pronote tersebut, baik sebelum atau pada saat jatuh tempo harus sesuai dengan jumlah pronote yang ditarik semula. Pembayaran kembali sebagian dari jumlah nominal pronote sebelum jatuh tempo tidak diperkenankan, kecuali atas persetujuan Direksi BPR. 3. Perhitungan bunga pronote didasarkan atas Base Lending Rate (BLR) plus spread. Dasar BLR yang berlaku adalah pada saat pronote ditarik sampai dengan jatuh tempo pronote tersebut.
86 4. Pronote yang diserahkan kembali sebelum jangka waktunya, perhitungan bunganya dihitung minimal satu bulan berjalan. 5. Pengikatan kredit harus dilakukan secara notariil. 3.2.3.3 Pinjaman Installment Kebijakan dan peraturan pinjaman installment adalah: 1. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan–ketentuan yang harus dilaksanakan atas pinjaman installment. 2. Dana pinjaman disediakan secara penuh dengan cara penarikan sekaligus atau bertahap, dengan menggunakan surat Aksep untuk jumlah maksimum (keseluruhan) fasilitas kredit. 3. Jangka waktu pinjaman, cara pelunasan dan besarnya angsuran (pokok dan bunga) ditentukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan/dijanjikan sebelumnya, atas dasar itu bank secara otomatis menurunkan ‘plafond’ fasilitas kredit tersebut secara bertahap sampai dengan pelunasannya. Dalam hal ini Administrasi Kredit secara otomatis (pada setiap periode) membukukan pemberian fasilitas kredit ini berdasarkan jumlah angsuran yang telah diberikan oleh account officer tanpa harus menanyakan/mendapat instruksi dari account officer yang bersangkutan. 4. Sebagai tanda penerimaan dana pinjaman oleh nasabah digunakan formulir tanda terima uang oleh nasabah. 5. Untuk jangka waktu pinjaman yang melebihi 1 tahun, fasilitas ini harus di set dalam periode–periode yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. 6. Pengikatan kredit harus secara notariil.
87 3.2.4
Paket Kredit Kebijakan ini mengatur hal–hal yang berhubungan dengan paket–paket yang
berlaku di BPR. Yang dimaksud dengan paket kredit adalah program perkreditan yang ditujukan untuk mempercepat proses pelayanan pemberian fasilitas kredit dengan penyederhanaan prosedur tanpa menambah resiko bank. Paket kredit juga dibuat sebagai suatu program perkreditan untuk melayani suatu segmen tertentu dan program marketing lainnya. Paket kredit dalam BPR Cinere Artha Raya terdiri dari : 1. Profesional loan. 2. Personal loan. 3. Car loan. 3.2.4.1 Profesional Loan Kebijakan dan peraturan dalam profesional loan adalah sebagai berikut: 1. Profesional loan adalah bentuk fasilitas kredit yang diberikan kepada calon debitur/nasabah yang mempunyai profesi sebagai berikut: a. Dokter umum/spesialis b. Dokter gigi c. Insiyur d. Pengacara e. Notaris f. Akuntan 2. Kegiatan (profesi) calon debitur harus dapat didukung dengan legalitas usaha yang sah yang dapat dipertanggungjwabkan kebenarannya.
88 3. Permohonan yang diajukan oleh calon debitur tersebut terlebih dahulu harus mendapat persetujuan ataupun rekomendasi dari organisasi profesinya. 4. Untuk profesional loan yang bersifat installment berlaku ketentuan–ketentuan umum dalam peraturan pinjaman installment. 5. Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem ‘sliding’ atas sisa fasilitas kredit yang ada (outstanding) atau flat. 3.2.4.2 Personal Loan Kebijakan dan peraturan dalam personal loan adalah: 1. Personal loan hanya dapat diberikan kepada calon nasabah perorangan tertentu atas pertimbangan dari Direksi. 2. Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem ‘sliding’ atas sisa kredit yang outstanding atau flat. 3. Bagi personal loan yang bersifat installment berlaku ketentuan dalam peraturan pinjaman installment. 3.2.4.3 Car Loan Kebijakan dan peraturan dalam car loan adalah: 1. Peraturan ini mengatur tata cara pemberian kredit untuk pembelian kendaraan bermotor serta ketentuan yang harus dikenakan oleh bank, baik kepada calon debitur maupun kepada dealer yang telah ditunjuk untuk menyalurkan kendaraan bermotor kepada pembeli yang memperoleh fasilitas kredit untuk itu. 2. Fasilitas ini hanya dapat diberikan kepada calon debitur untuk pembelian kendaraan bermotor dengan plafond maksimum 70% dari harga beli atau ditentukan lain oleh Direksi BPR.
89 3. Permohonan kredit hanya dapat dilayani apabila dilakukan dengan cara mengisi formulir permohonan kendaraan bermotor yang telah disediakan oleh bank yang dilengkapi dengan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta surat referensi yang medukung data yang dituangkan ke dalam formulir tersebut. 4. Berkas permohonan calon debitur hanya dapat diterima oleh bank setelah terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari dealer dengan cara membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia pada formulir permohonan kredit kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan: a. Copy faktur/invoice dari dealer. b. Kwitansi kosong rangkap tiga ditandatangani oleh pembeli. c. Surat pernyataan kesanggupan dealer untuk mengurus dan menyerahkan BPKB kepada bank. d. Foto copy bukti setoran down payment oleh pembeli. 5. Jaminan atas fasilitas ini sekurang–kurangnya adalah kendaraan yang dibeli. 6. Persetujuan kredit kendaraan bermotor sama dengan fasilitas kredit lainnya. 7. Pengikatan jaminan atas fasilitas kredit ini, baik yang berupa kendaraan yang dibeli maupun jaminan tambahan lainnya harus dilakukan secara notariil. Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem add-on/sliding/flat dengan angsuran bulanan dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dalam hal ini, jika debitur menyelesaikan pinjamannya dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan, maka bunga tetap dihitung untuk perhitungan tiga bulan (minimum interest).
90 3.3 Gambaran S istem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit yang berjalan Pada Gambar 3.3 berikut dapat dilihat tentang sistem informasi akuntansi pemberian kredit yang berjalan dalam BPR Cinere Artha Raya.
Gambar 3.3 Rich Picture Sistem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit berjalan BPR Cinere Artha Raya
91 Berikut merupakan gambaran dari Gambar 3.3 tersebut mengenai sistem informasi akuntansi BPR Cinere Artha Raya yang sedang berjalan saat ini. Di awal tahap prosedur pemberian kredit, nasabah akan mengajukan proposal permohonan kredit kepada pihak BPR Cinere Artha Raya. Proposal permohonan kredit tersebut diterima oleh staf bagian marketing, kemudian permohonan kredit tersebut diserahkan kepada bagian kredit untuk dilakukan pencatatan. Setelah menerima permohonan kredit dari bagian marketing, Kemudian staf bagian kredit melakukan registrasi atas permohonan kredit tersebut dalam file ‘permohonan kredit’ dengan pemberian nomor urut serta tanggal penerimaan proposal permohonan kredit ke dalam file tersebut. Selanjutnya staf kredit menyerahkan berkas permohonan kredit yang sudah teregistrasi kepada kepala bagian kredit untuk dilakukan analisis kredit. Analisis terhadap setiap permohonan kredit yang diterima akan dilakukan oleh tim analis kredit BPR Cinere Artha Raya. Analisis pada tiap permohonan kredit yang diterima akan dilakukan oleh tim analis kredit. Analisis tersebut dilakukan dengan tujuan agar pihak BPR Cinere Artha Raya dapat memperoleh informasi mengenai status nasabah dan kelayakan atas permohonan kreditnya tersebut. Analisis tersebut dilakukan untuk meneliti tingkat kelayakan permohonan kredit terhadap standar kriteria sebagaimana yang telah digariskan oleh Direksi BPR Cinere Artha Raya dalam kebijakan umum perkreditan. Jika memenuhi persyaratan setelah dilakukan analisis terhadap permohonan kredit tersebut, maka kepala bagian kredit akan menunjuk pembina kredit yang akan menangani kredit tersebut. Namun jika permohonan kredit yang dianalisis tidak memenuhi standar kriteria tetapi terdapat halhal lain yang perlu dipertimbangkan, maka akan ditunjuk pembina kredit untuk
92 membuat preeliminary review yang akan dilaporkan kepada anggota credit committee untuk memperoleh tanggapan ataupun persetujuan kredit untuk diproses kemudian. Selanjutnya jika permohonan kredit yang dianalisis tersebut sama sekali tidak memenuhi persyaratan, staf kredit akan membuat surat penolakan permohonan kredit sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam prosedur perkreditan. Dalam melakukan analisisnya, pembina kredit yang ditunjuk untuk menangani kredit harus mendapatkan data lengkap mengenai pemohon kredit sesuai dengan standar data yang dipersyaratkan dalam formulir ‘surat permohonan kredit’ baik secara langsung maupun pihak lain. Permintaan kelengkapan data dari nasabah harus dilakukan secara tertulis melalui surat sebagaimana yang telah diatur dalam korespondensi perkreditan. Kemudian menyerahkan data yuridis kepada bagian legal officer sesuai dengan standar data yang diperlukan untuk penyusunan analisis yuridis, dengan menggunakan formulir ‘permintaan analisis yuridis’. Setelah itu dilakukan taksasi jaminan, bank checking, trade checking kepada credit investigator dengan menggunakan formulir ‘permintaan informasi nasabah’. Berikutnya adalah membuat analisis kredit atas permohonan kredit tersebut dan hasilnya dituangkan dalam credit memorandum. Lalu yang terakhir, berkas credit memorandum dan berkas penunjang lainnya diserahkan kepada bagian manajemen kredit selaku sekretaris credit committee. Aktivitas yang dilakukan oleh manajemen kredit setelah menerima credit memorandum adalah menentukan waktu penyidangan terhadap proposal permohonan kredit yang mengajukan lebih dari Rp. 25.000.000,00 , sedangkan credit memorandum yang nilai proposal permohonan kreditnya kurang dari Rp. 25.000.000,00 maka akan langsung diserahkan kepada direktur untuk pemberian persetujuan permohonan kredit.
93 Untuk
credit
memorandum
yang
permohonan
kreditnya
diatas
Rp.
25.000.000,00 selanjutnya bagian manajemen kredit akan memberitahukan tanggal sidang kepada credit committee dengan menggunakan formulir ‘undangan rapat credit committee’ dengan dilampiri copy dari credit memorandum agar dapat dipelajari terlebih dulu oleh anggota credit committee. Pada saat yang telah ditentukan, staf manajemen kredit selaku sekretaris credit committee akan membuka sidang atas permohonan kredit tersebut. Pada kesempatan pertama akan diberikan kepada pembina kredit untuk menambahkan hal-hal yang tidak atau belum dilampirkan dalam berkas credit memorandum dan gambaran latar belakang lainnya yang dinilai perlu untuk mendukung proposal permohonan kredit tersebut. Kemudian anggota credit committee membahas permohonan kredit tersebut. Setiap komentar dan persyaratan yang dikemukakan tiap anggota credit committee akan dicatat dan dibuat risalahnya oleh sekretaris credit committee pada formulir ‘risalah sidang credit committee’. Selanjutnya pada akhir sidang, credit committee memberikan putusan atas permohonan kredit tersebut. Setelah keputusan credit committee diberikan kepada setiap permohonan kredit, pembina kredit akan mempersiapkan surat penandatangan perjanjian kredit untuk proposal permohonan kredit yang diterima, dan mempersiapkan surat penolakan kredit kepada calon debitur yang permohonan kreditnya tidak disetujui. Kemudian staf manajemen kredit akan melakukan pencatatan atas berkas yang diterima dari pembina kredit dalam ‘register permohonan kredit’. Setelah dilakukan pencatatan maka berkas tersebut akan dikirimkan kepada calon nasabah yang permohonan kreditnya tidak disetujui. Di lain sisi, untuk proposal permohonan kredit yang disetujui, credit committee meminta pada pembina kredit untuk melengkapi proposal permohonan kredit
94 dengan data yang diperlukan. Untuk proposal permohonan kredit yang datanya telah dilengkapi oleh pembina kredit, maka credit committee akan menyetujui sepenuhnya dengan menandatangani credit memorandum permohonan kredit tersebut. Pada proses berikutnya, pembina kredit membuat surat perjanjian kredit dan otorisasi dilakukan oleh bagian manajemen kredit, yang selanjutnya surat perjanjian tersebut dicatat dalam ‘register permohonan kredit’. Setelah pencatatan surat perjanjian kredit dilakukan, maka setiap nasabah akan dikirimkan surat perjanjian tersebut dalam 2 rangkap, yaitu rangkap pertama berupa surat asli yang dimiliki oleh pihak BPR Cinere Artha Raya dan rangkap kedua berupa surat copy yang diberikan kepada nasabah, dimana masing-masing surat telah ditandatangani di atas materai oleh bagian manajemen kredit dengan nasabah. Surat perjanjian kredit asli yang dimiliki oleh bank akan diberikan kepada bagian administrasi dari bagian manajemen
kredit untuk
disimpan sebagai master file. 3.4 Analisis kelemahan dan rekomendasi atas sistem yang sedang berjalan Setelah dilakukan evaluasi atas sistem informasi akuntansi pemberian kredit yang berjalan pada BPR Cinere Artha Raya, diperoleh temuan sebagai berikut: 1. Analisis kredit tidak dilakukan berdasarkan 5 C (character, capacity, capital, collateral, condition) dan 3 R (return, repayment, risk) secara lengkap. Staf analis kredit tidak melakukan analisis pemberian kredit berdasarkan 5 C dan 3 R secara lengkap terhadap proposal kredit, seperti aspek collateral dan capital. Kedua aspek terakhir tersebut, biasanya diberikan exception oleh pihak bank karena ketidakmampuan nasabah atau terhadap tujuan dari proposal kredit yang diajukan oleh nasabah, seperti kredit konsumtif.
95 Seharusnya, pejabat bagian kredit dalam memberikan persetujuan pemberian kredit harus terlebih dahulu melakukan penilaian 5 C dan 3 R secara lengkap dari nasabah. M engingat kegiatan pemberian kredit dalam sektor usaha mikro seperti ini telah lama dilaksanakan serta perusahaan menganggap bahwa hal tersebut dirasakan tidak mengganggu kegiatan operasional perusahaan, maka perusahaan merasa tidak perlu untuk melakukan analisis pemberian kredit 5 C dan 3 R secara lengkap. Akibatnya: a. BPR mengalami kesulitan berkaitan dengan penagihan terhadap piutang yang bermasalah. Saat ini diperkirakan NPL(non performing loan) yang ditanggun g oleh bank sebesar 8-10%, sementara target indikatif yang diperkenankan Bank Indonesia sebesar 5%. b. Jika NPL terus meningkat, maka BPR akan dapat mengalami masalah besar dengan kredit macetnya yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penutupan BPR. c. M emberikan peluang yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara nasabah dengan bagian kredit dengan menyetujui kredit untuk nasabah yang sebenarnya tidak memenuhi syarat. Atas masalah tersebut disarankan agar: a. BPR dalam melakukan analisis pemberian kredit sebaiknya menerapkan aspek 5 C dan 3 R secara lengkap dan benar, agar dapat diperoleh penilaian yang tepat dan objektif terhadap setiap nasabah yang mengajukan proposal kredit sehingga mengurangi resiko kredit.
96 b. Pemberian kredit untuk nasabah lama sebaiknya mempertimbangkan catatan piutang dari bagian administrasi/kredit. Catatan piutang yang dimaksud harus memuat informasi secara lengkap mengenai sejarah kredit nasabah atas tanggun g jawabnya dalam melunasi kewajiban–kewajibannya. c. Selanjutnya
pemberian
kredit
untuk
nasabah
baru,
sebaiknya
bank
mempertimbangkan kredibilitas calon nasabah tersebut dengan memperoleh informasi yang dikumpulkan oleh bagian marketing maupun pihak luar, mengenai jenis dan kelayakan usaha yang dijalankan, serta hubungan baik antara nasabah dengan lingkungan eksternal. 2. Dalam sistem informasi yang digunakan saat ini, informasi pemberian kredit yang dihasilkan kurang up-to-date. Saat ini BPR Cinere Artha Raya mengalami kendala dalam menghasilkan informasi pemberian kredit yang up-to-date dan reliable, contohnya informasi pemberian kredit hanya dikeluarkan setiap sebulan sekali. Dimana pemberian kredit terjadi setiap hari dan hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas pemberian kredit terhadap nasabah. Seharusnya informasi pemberian kredit yang dihasilkan oleh BPR Cinere Artha Raya reliable dan up-to-date agar dapat menjamin kualitas kredit yang diberikan kepada nasabah. Kendala tersebut muncul disebabkan: a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan saat ini, khususnya pemberian kredit, kurang memadai dalam mendukung efektivitas kinerja BPR karena tidak dapat
97 memenuhi tuntutan kebutuhan pemberian kredit secara cepat dan tepat kepada nasabah. b. Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki BPR Cinere Artha Raya baik secara kuantitas dan kualitas sehingga tidak dapat meng-update sistem informasi yang berjalan. Akibatnya: a. Efektivitas kerja BPR Cinere Artha Raya terhambat dikarenakan informasi pemberian kredit yang dihasilkan kurang dapat diandalkan. b. Saat ini BPR mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan kebutuhan akan kecepatan dan ketepatan dalam pemberian kredit terhadap nasabah. Untuk mengatasi kendala tersebut, disarankan agar: a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan, khususnya dalam pemberian kredit, dapat diperbarui sesuai dengan kebutuhan BPR Cinere Artha Raya saat ini, sehingga menghasilkan informasi yang reliable dan up-to-date. b. M engikutsertakan staf yang ada dalam pelatihan yang diadakan oleh Bank Indonesia dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga lain yang berkompeten dalam sistem informasi perbankan. c. Sebaiknya BPR Cinere Artha Raya mengganti sistem informasi akuntansi pemberian kredit saat ini dengan sistem informasi akuntansi pemberian kredit yang dapat memberikan kemudahan kepada para staf dalam mengoperasikan program tersebut.
98 3. BPR Cinere Artha Raya tidak melakukan back-up terhadap informasi pemberian kredit yang ada. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, ditemukan bahwa BPR Cinere Artha Raya tidak melakukan back-up terhadap informasi pemberian kredit yang berjalan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas informasi pemberian kredit yang dihasilkan oleh sistem informasi yang berjalan saat ini. Seharusnya, secara periodik BPR Cinere Artha Raya melakukan back-up terhadap setiap informasi pemberian kredit yang berjalan secara teratur dan benar agar kualitas dari informasi pemberian kredit yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi yang berjalan dapat diandalkan. Timbulnya masalah tersebut dikarenakan sistem informasi akuntansi terhadap pemberian kredit yang berjalan saat ini tidak mampu untuk melakukan back-up terhadap informasi pemberian kredit yang dihasilkan. Sehingga masalah tersebut mengakibatkan: a. Terhambatnya efektivitas dan produktivitas kinerja BPR Cinere Artha Raya. b. Staf mengalami kesulitan dalam melakukan pengendalian dan perubahan terhadap data nasabah kredit, sehingga mempengaruhi kualitas dan kecepatan penyajian informasi pemberian kredit. Untuk menghadapi masalah tersebut, rekomendasi yang diberikan sebagai berikut: a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan, khususnya dalam pemberian kredit, dapat diperbarui sesuai dengan kebutuhan BPR saat ini, sehingga back-up
99 terhadap informasi pemberian kredit yang berjalan dapat dilakukan secara teratur dan benar. b. M engikutsertakan staf yang ada dalam pelatihan yang diadakan oleh Bank Indonesia dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga lain yang berkompeten dalam sistem informasi perbankan. 3.5 Analisis kebutuhan terhadap sistem informasi akuntansi pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya Tabel 3.1 Berikut merupakan analisis kebutuhan sistem informasi akuntansi pemberian kredit pada BPR Cinere Artha Raya: Tabel 3.1 Analisis kebutuhan sistem informasi akuntansi pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya Kebutuhan S asaran Masalah S olusi Informasi M eminimalkan M eningkatnya Analisis kredit harus -Informasi debitur. tingkat resiko kredit resiko kredit yang dilakukan secara -Laporan hasil yang ditanggung ditanggung lengkap berdasarkan 5 analisis kelayakan oleh BPR Cinere perusahaan. C dan 3 R dengan baik permohonan kredit. Artha Raya. dan benar. M emberdayakan UM KM melalui pemberian kredit yang berkualitas dan dapat dilakukan secara benar dan akurat.
M enurunnya kualitas dan kuantitas pemberian kredit yang diberikan terhadap nasabah.
M erancang sistem informasi akuntansi pemberian kredit baru yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dalam pemberian kredit kepada nasabah. Pemberian kredit M eningkatnya biaya M erancang sistem yang tepat guna dan operasional dan informasi akuntansi sasaran sesuai visi menurunnya pemberian kredit baru dan misi BPR keuntungan yang yang mampu Cinere Artha Raya. diperoleh menghasilkan perusahaan. informasi pemberian kredit yang up-to-date dan reliable.
-Informasi debitur. -Informasi mengenai pemberian kredit berjalan. -Laporan hasil analisis kelayakan permohonan kredit. -Informasi debitur. -Informasi mengenai pemberian kredit berjalan. -Laporan hasil analisis kelayakan permohonan kredit.