1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan modal yang penting dalam pembangunan daerah disamping Dana Alokasi Umum (DAU), dan dana perimbangan lain dari pemerintah. Implementasi otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi sumber-sumber pendapatan dalam membiayai pembangunan di daerah. Sebagai daerah tujuan wisata, PAD Provinsi serta Kabupaten/ Kota di Bali bergantung pada sektor pajak daerah terutama pajak hotel dan restoran. Untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak hotel dan restoran dituntut adanya kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran. Kepatuhan wajib pajak di Kabupaten/ Kota di Bali cenderung cukup rendah dilihat dari rasio pajaknya yang dibandingkan dengan rasio pajak Indonesia. Rasio pajak Indonesia dalam satu dekade terakhir berkisar pada angka 11% sampai 13%, yang secara umum masih berada di bawah ambang batas rasional suatu negara berkembang yaitu 15% (Subroto, 2014). Sedangkan angka rasio pajak Kabupaten/ Kota di Bali dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 berada pada angka 0,17% sampai 28,04%. Hanya rasio pajak Kabupaten Badung yang berada diatas rasio pajak nasional pada angka 14,04% pada tahun 2009 dan pada angka 28,04% tahun 2013. Sedangkan rasio pajak Kabupaten Tabanan pada tahun 2009 berada pada angka 0,89% dan pada tahun 2013 berada pada angka 3,39%.
1
2
Tabel 1.1 Rasio Pajak Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali No
Kabupaten/ Kota
Tax Ratio (Dalam Persen) 2009
2010
2011
2012
2013
1
Jembrana
0,26
0,30
0,52
0,57
1,08
2
Tabanan
0,89
0,96
1,11
1,81
3,39
3
Badung
14,04
14,90
21,77
25,01
28,04
4
Gianyar
2,11
2,67
3,96
4,14
4,98
5
Klungkung
0,17
0,29
0,29
0,17
0,73
6
Bangli
0,19
0,27
0,35
0,50
0,59
7
Karangasem
1,60
1,81
4,48
4,54
4,81
8
Buleleng
0,50
0,57
0,94
0,96
1,39
9
Denpasar
2,73
2,97
5,35
5,77
7,25
Sumber : Badan Pusat Statistik 2014, Diolah. Sebagai salah satu kabupaten di Bali, PAD Kabupaten Tabanan bergantung pada sektor pajak daerah. Pada tahun 2013 PAD Kabupaten Tabanan mencapai Rp 255M (Dispenda, 2014). Sebagian besar PAD tersebut berasal dari pajak daerah dengan kontribusi sebesar Rp 99,7 M (39,1%). Pajak hotel dan restoran pada periode tahun yang sama memperoleh realisasi penerimaan sebesar Rp25,12M atau sebesar 9,85% dari PAD Kabupaten Tabanan (Pajak hotel Rp15,2M dan Pajak restoran Rp 9,9 M). Menurut neraca Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan tahun 2013, piutang pajak hotel dan restoran pada tahun 2012 mencapai Rp 1,05 M. Dengan angka yang hampir sama pada tahun 2013 piutang pajak hotel dan restoran sebesar Rp 1,36 M. Pada tahun 2014 piutang pajak hotel restoran menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pada semester pertama jumlah piutang pajak mencapai Rp 858 jt.
3
Tabel 1.2 Piutang Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten Tabanan Tahun 2012 sampai dengan 2014 Tahun
Piutang Pajak Hotel dan Restoran
2012 2013 2014
Rp 1,05 M Rp 1,36 M Rp 858 jt (Semester Pertama)
Sumber : Dispenda dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2014 Data diatas menunjukkan jumlah piutang pajak hotel dan restoran di Kabupaten Tabanan meningkat pada kurun waktu 2012-2014, sehingga kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran perlu ditingkatkan dengan melihat faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Banyak faktor yang menyebabkan wajib pajak menjadi tidak patuh akan kewajibannya. Wajib pajak tidak patuh karena tidak adanya insentif langsung dari negara, kualitas pelayanan publik yang tidak sebanding dengan pembayaran pajaknya, atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik (Manurung, 2013; Feld dan Frey, 2002). Faktor lainnya berupa pembangunan infrastruktur yang tidak merata, banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi (Manurung, 2013), dan perlakuan yang tidak adil serta proses hukum yang tidak jelas dari pemerintah (Feld dan Frey, 2007). Sedangkan Allingham dan Sandmo (1972) menyebutkan kecenderungan masyarakat tidak mau membayar pajak karena rendahnya pengawasan pemerintah dan penegakan sanksi kepada wajib pajak yang tidak patuh masih sangat kecil. Kondisi ini berbeda pada jaman kerajaan, warga patuh karena takut akan hukuman yang berat (Allingham dan Sandmo, 1972). Kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran diatur dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
4
Dalam
Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pajak daerah merupakan
kontribusi wajib kepada daerah yang dapat dipaksakan dengan tidak memperoleh imbalan langsung untuk keperluan daerah dan kemakmuran masyarakat. Ketentuan ini menegaskan bahwa wajib pajak hotel dan restoran harus memenuhi kewajiban pajaknya. Kepatuhan wajib pajak merupakan sikap wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kepatuhan adalah sebuah sikap yang rela untuk melakukan segala sesuatu, yang di dalamnya didasari kesadaran maupun adanya paksaan, yang membuat perilaku seseorang dapat sesuai dengan yang diharapkan (Mc Mahon : 2001). Menurut Franzoni (1999) unsur dari kepatuhan pajak adalah melaporkan penghasilan sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan membayarnya tepat waktu. Wajib pajak dalam membayar pajak didorong oleh beberapa motif tertentu, faktor eksternal dan faktor internal. Motif yang mendorong seseorang untuk membayar pajak diantaranya seperti karena takut dihukum atau terpaksa karena adanya sanksi (Rosdiana, 2005 : 60), karena didorong rasa senang dan rasa hormat kepada petugas pajak dan karena kesadaran akan pentingnya kegunaan pajak bagi diri sendiri dan masyarakat luas. Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan dapat dibedakan menjadi tax avoidance dan tax evasion (Lubis, 2010). Tax avoidance merupakan usaha meringankan beban pajak oleh wajib pajak dengan tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Tax evasion
5
merupakan usaha meringankan beban pajak dengan cara penyelundupan pajak dan melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Melihat pentingnya kepatuhan wajib pajak, maka pemerintah daerah harus menyentuh persepsi keadilan wajib pajak. Salah satu variabel nonekonomi kunci dari perilaku kepatuhan pajak adalah dimensi keadilan pajak (Dharmawan, 2012). Pembayar pajak cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil. Persepsi keadilan yang diperoleh oleh wajib pajak dapat dikelompokkan menjadi keadilan distributif, prosedural dan interaksional (Huang dan Lin, 2005). Beberapa peneliti (Dharmawan, 2012; Albari, 2008; Benk, et al, 2012) menemukan bahwa dimensi keadilan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Sedangkan peneliti lain menunjukkan adanya kontroversi hasil pengaruh keadilan pada kepatuhan wajib pajak khususnya keadilan distributif. Hubungan yang signifikan antara keadilan distributif dan kepatuhan wajib pajak ditemukan oleh Albari, 2008, namun Verboon dan Goslinga (2009) menemukan keadilan distributif
tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada pengusaha dengan
norma-norma pribadi yang tinggi. Penelitian Wenzel (2002) juga didasarkan atas hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh persepsi keadilan pada kepatuhan wajib pajak dengan hasil yang tidak konsisten. Hasil berbeda ini diduga terdapat pengaruh variabel lain yang mempengaruhi pengaruh keadilan pada kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak dapat diwujudkan dengan penegakan sanksi. Penegakan sanksi secara langsung berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak
6
(Bobek, et al, 2013). Koentarto (2011) dan Sanjaya (2014) menemukan penegakan sanksi mempunyai pengaruh pada kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Maryati (2014), Varma dan Doob (1998), bahwa secara parsial sanksi pajak tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Penelitian empiris tentang kepatuhan wajib pajak banyak dilakukan misalnya penelitian Albari (2008) tentang pengaruh keadilan terhadap kepuasan dan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh keadilan pada kepatuhan wajib pajak melalui variabel antara kepuasan. Penelitian Blumenthal, et al (2001) menemukan persuasi ramah yaitu interaksi yang nyaman antara petugas dengan wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan pada kepatuhan wajib pajak dan hasil yang berlawanan ditemukan oleh Chung dan Trivedi (2003). Dharmawan (2012), meneliti pengaruh keadilan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pribadi, di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Selatan. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat keadilan secara umum (general fairness), timbal balik yang diterima pemerintah (exchanges with government), kepentingan pribadi (self interest), ketentuan-ketentuan yang diberlakukan secara khusus (special provisions), dan struktur tarif pajak (tax rate structures) secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Pribadi. Jatmiko (2006) meneliti pengaruh sikap wajib pajak (WP) pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini menemukan bahwa sikap WP
7
terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. Penelitian Koentarto (2011), menemukan faktor Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), sanksi, pelayanan pajak dan pendapatan wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Analisis lebih lanjut menemukan layanan pajak memiliki pengaruh dominan terhadap kepatuhan membayar PBB. Penelitian ini mengenai kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran, dengan menguji pengaruh variabel keadilan distributif dan
penegakan sanksi pada
kepatuhan wajib pajak dengan kepuasan wajib pajak sebagai pemoderasi. Penulis meneliti kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran karena penelitian tentang pajak daerah terutama pajak hotel dan restoran masih sedikit. Pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan keadilan distributif, karena pada beberapa penelitian pengaruh keadilan pada kepatuhan wajib pajak sebelumnya, dimensi keadilan distributif
memiliki kontroversi hasil. Penelitian sebelumnya menunjukkan
hubungan keadilan distributif dan penegakan sanksi pada kepatuhan wajib pajak tidak linier, sehingga diduga terdapat pengaruh kontijensi yaitu salah satunya variabel kepuasan wajib pajak yang dimasukkan dalam penelitian ini. Keadilan distributif yang dirasakan oleh wajib pajak dan penegakan sanksi perpajakan serta pelayanan yang baik akan menimbulkan kepuasan wajib pajak dan mendorong wajib pajak menjadi lebih patuh. Ditinjau dari teori atribusi, perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam mewujudkan kepatuhan wajib pajak, disamping memperhatikan faktor eksternal
8
seperti penegakan sanksi perlu juga dipertimbangkan faktor internal wajib pajak. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tabanan, karena memiliki rasio pajak yang masih cukup rendah dan piutang pajaknya semakin meningkat. Modifikasi kuesioner skala likert 5 poin menjadi skala numerik 10 poin dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada responden agar dapat memilih keinginan jawaban mereka secara spesifik (Blerkom, 2009 ; 154). Penelitian ini menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA) dengan uji nilai selisih mutlak dalam analisis data agar dapat mereduksi pengaruh gangguan multikolinearitas.
1.2 Rumusan Masalah Kepatuhan wajib pajak bergantung kepada kepuasan wajib pajak yang diperoleh dari keadilan distributif dan penegakan sanksi. Permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Apakah keadilan distributif berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak? 2) Apakah penegakan sanksi berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak? 3) Apakah kepuasan wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak? 4) Apakah kepuasan wajib pajak memperkuat pengaruh keadilan distributif pada kepatuhan wajib pajak? 5) Apakah kepuasan wajib pajak memperkuat pengaruh penegakan sanksi pada kepatuhan wajib pajak?
9
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Memberikan bukti empiris keadilan distributif berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. 2) Memberikan bukti empiris penegakan sanksi berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. 3) Memberikan bukti empiris kepuasan wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. 4) Memberikan bukti empiris kepuasan wajib pajak memperkuat pengaruh keadilan distributif pada kepatuhan wajib pajak. 5) Memberikan bukti empiris kepuasan wajib pajak memperkuat pengaruh penegakan sanksi pada kepatuhan wajib pajak.
1.4 Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Memberikan informasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Tabanan mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak membayar pajak sehingga dapat memberikan pertimbangan yang digunakan sebagai dasar menetapkan kebijakan strategis khususnya dalam pajak hotel dan restoran. 2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain yang berminat pada penelitian yang sejenis. 3) Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat mengkaji teori keadilan dan teori atribusi dalam mempengaruhi perilaku seseorang.