ABSTRAK PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL (Studi kasus pada pemerintahan Kota Tasikmalaya)
Oleh: Richa Nurul Hidayah 103403005
Bidang Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tasikmalaya, (2) bagaimana belanja modal di Kota Tasikmalaya, (3) bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data primer yaitu data yang diperoleh langsungdari sumber data dimana penelitian ini dilaksanakan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Tasikmalaya dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literature dan buku-buku yanng ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi sederhana dengan skala pengukuran rasio. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t. Penelitian ini dengan bantuan software spss 16.0 for windows untuk mengolah data primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengujian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)terhadap belanja modal yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja modal
PENDAHULUAN Keputusan politik pemerintah melaksanakan otonomi daerah dinilai sangat tepat, mengingat substansi nilai tersebut dimaksudkan untuk mencapai efektivitas pemerintahan. Ini berarti otonomi daerah bukan
merupakan tujuan, tetapi sebagai instrumen agar daerah dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Melalui otonomi daerah, setiap daerah dapat melaksanakan pembangunan, termasuk di dalamnya
1
meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik serta kesejahteraan rakyat.
pusat dalam memberikan subsidi kepada pemerintah daerah maupun dalam membiayai proyek – proyek pemerintah di daerah. Untuk itu maka pemerintah pusat bertekad untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak menganggu perkembangan ekonomi maupun jalannya pemerintahan di daerah. Dengan kata lain penurunan penerimaan negara tersebut telah mendorong meningkatnya pelaksanaan otonomi daerah yang dibarengi dengan sistem desentralisasi pemerintahan dan keuangan (Suparmoko, 2002:15).
Praktik pelaksanaan otonomi daerah bukan tanpa masalah, mengingat faktor pendukung untuk melaksanakannya secara efektif tidak dimiliki secara merata oleh tiap daerah. Salah satu diantaranya dan dipandang paling rumit adalah masalah dana atau keuangan. Hingga sekarang ini kemampuan daerah untuk membiayai sendiri aktivitasnya sangat terbatas sehingga kebergantungan pada Pemerintah Pusat semakin besar. Padahal, kemampuan self-supporting dalam bidang tersebut merupakan kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumahtangganya.
Seperti halnya pada pemerintah pusat, pada pemerintah daerah, pengurusan keuangan daerah juga diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Dengan demikian pada pemerintah daerah terdapat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dalam pengurusan umumnya dan kekayaan milik daerah khususnya. Dalam menjalankan pemerintahan sangat disadari adanya keterbatasan dan hambatan yang dibentuk dari lingkungan pemerintahan daerah tersebut berada. Keterbatasan sumber daya manusia yang berbeda- beda akan sangat mempengaruhi keberhasilan pemerintah daerah dalam upaya memakmurkan rakyatnya. Begitu juga keterbatasan sumber – sumber keuangan daerah maupun penguasaan teknologi oleh manusia pendukungnya juga akan mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pemerintahan daerah.
Kondisi di atas tidak saja menjadi beban Pemerintahan Pusat, tetapi juga mencederai nilai-nilai hakiki dari otonomi daerah. Dikatakan demikian, karena otonomi daerah mempunyai makna sebagai kewenangan daerah atas kemandiriannya untuk mengurus rumahtangganya sendiri, sehingga Pemerintah Daerah selayaknya memiliki kemampuan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan dalam melaksanakan hal tersebut termasuk dalam bidang keuangan. Dengan menurunnya penerimaan negara dari minyak dan pajak minyak pada tahun 1983/84 dan berdampak pada menurunnya anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 1984/85, maka timbullah kesadaran akan menurunnya kemampuan pemerintah
2
Kota Tasikmalaya merupakan salah satu Kota di Provinsi Jawa Barat yang senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi Jawa Barat. Upaya tersebut adalah meningkatkan penerimaan pendapatan daerah yang secara garis besar ditempuh melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha intensifikasi adalah suatu tindakan atau usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih ketat dan teliti, dengan ciri utama yaitu untuk memungut sepenuhnya dan dalam batas – batas ketentuan yang ada. Usaha ekstensifikasi adalah usaha untuk mencari dan menggali potensi sumber – sumber pendapatan daerah yang baru atau belum ada. (erlina diamastuti, dkk.,2001:71).
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pendanaan dalam pelaksanaan desentralisasi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Berdasarkan sumber pendanaan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di daerah menjadi lebih lancar dengan tidak mengabaikan distribusi pendapatan antar wilayah yang timpang seperti yang terjadi pada masa lalu. Salah satu kebijakan pemerintah yang dicanangkan melalui Undang – Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan fungsi Pemerintahan Daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Kebijakan Pemerintah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah Kabupaten/Kota merupakan daerah otonom yang langsung berhubungan dengan masyarakat, mengingat bahwa fungsi utama Pemerintah Kabupaten/ Kota yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah daerah memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu pemerintah daerah juga perlu memahami darimana sumber keuangan daerah itu akan diperoleh. Dalam hal ini Undang – Undang No. 22 tahun 1999 telah menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : a) Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain – lain pendapatan yang syah, b) Dana perimbangan, c) Pinjaman Daerah, dan d) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Nomor
Peningkatan pelayanan publik diharapkan mampu menarik kesempatan investasi suatu daerah. Salah satu cara untuk mendukung peningkatan investasi suatu daerah adalah dengan lebih meningkatkan
Menurut Undang – Undang 33 tahun 2004 tentang 3
belanja modal. Oleh karena itu tuntutan merubah struktur belanja menjadi kuat, khususnya pada daerah – daerah yang mengalami kapasitas fiskal yang lebih rendah. Semakin tinggi tingkat belanja modal mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
(dua belas) bulan dan aset tersebut digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang bermanfaat secara ekonomis, sosial, dan manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani masyarakat”. Belanja modal sebagai komponen belanja pembangunan pada pengeluaran daerah akan dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendanai kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Kegiatan pemerintahan daerah ini akan menimbulkan permintaan barang dan jasa yang kemudian akan direspon oleh produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, sehingga akan terjadi aktivitas ekonomi yang akan membentuk nilai absolut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai relatif perubahan PDRB yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Fungsi belanja modal sebagai investasi sektor publik dalam pengembangan kawasan justru pada seberapa besar keberhasilan menciptakan aktivitas perekonomian di kawasan tersebut. Investasi akan meningkat apabila ditunjang oleh infrastruktur yang optimal.
Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu: “Sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”. Berkaitan dengan hal itu strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Dalam upaya untuk meningkatkan kontribusi publik terhadap penerimaan daerah, alokasi belanja modal hendaknya lebih ditingkatkan. Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, dan transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Halim mendefinisikan sebagai berikut :
Kegiatan pemerintah daerah ini mengakibatkan dibangunnya berbagai fasilitas publik seperti fasilitas jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik, gedung sekolah, gedung rumah sakit, pasar, dan berbagai fasilitas publik lainnya yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Disamping itu masyarakat juga dapat memanfaatkan utuk aktivitas
(2008:4-5) belanja modal
“ Belanja Modal adalah Investasi yang berupa pengadaan/ pembelian aset yang bermanfaat lebih dari 12
4
nonekonomi khususnya dalam melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan di berbagai ruang publik yang tersedia.
pusat/daerah, yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat/daerah . Pendapatan daerah merupakan faktor yang sangat vital dalam menyelenggarakan pemerintah di daerah, terutama pelaksanaan pembangunan daerah. Dengan demikian, daerah akan dapat menyelenggarakan roda pemerintahan secara lebih bebas, dalam arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan atas dasar inisiatif, keadaan, dan kebutuhan daerah sendiri.
Dengan demikian, diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya dan dapat memenuhi berbagai aspirasi masyarakat di daerahnya sehingga mendorong prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan sebagai salah satu prasyarat keberhasilan pelaksanaan pemerintahan.
Pendapatan daerah dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah, karena pembangunan daerah tidak akan dapat terlaksana dengan baik apabila tidak didukung biaya yang cukup. Oleh karena itu untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan dalam rangka pemenuhan tagihan – tagihan dan melaksanakan keadilan sosial, diperlukan pengeluaran – pengeluaran daerah, dimana pengeluaran – pengeluaran daerah mempunyai kaitan dengan kewajiban – kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang.
TINJAUAN PUSTAKA Tujuan pembentukan daerah otonom adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemerintah yang lebih difokuskan kepada pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai, karena untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Mengacu pada pengertian pendapatan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah penambahan kas yang berasal dari berbagai sumber selama periode tertentu. Adapun sumber-sumber pendapatan asli menurut UndangUndang RI No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu :
Mengenai pendapatan, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa Pendapatan adalah semua penerimaan kas umum negara/ kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak pemerintah
1. Pendapatan (PAD)
5
asli
daerah
Definisi Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2002:64) adalah “Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. yang terdiri dari : 1) Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan. 2) Hasil retribusi daerah yaitupungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan.Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis,ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil,tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar,merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol,dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. 4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatanpendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah,pendapatan dinas-dinas.Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang,melapangkan,atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. 1. Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
6
2. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku. Sebagaimana kita ketahui bahwa hampir sebagian besar kabupaten/kota di seluruh Indonesia sangat tergantung kepada dana bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Secara nominal jumlah dana bantuan dari pemerintah pusat sangat besar dan dominan. Oleh karena itu untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah harus terus menerus berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Citra keuangan pemerintah daerah akan tercermin dari besarnya PAD yang diperoleh, dan bagaimana alokasi keuangan pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan Pemda untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Untuk meningkatkan penerimaan PAD, pemerintah daerah perlu melakukan analisis potensipotensi yang ada di daerah dan mengembangkan potensi tersebut sebagai pemasukan daerah. Pengembangan potensi akan menciptakan pendapatan asli daerah bagi yang berguna untuk melaksanakan tujuan pembangunan. Pengelolaan pendapatan asli daerah yang efektif dan efisien perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional. Kontribusi yang dicapai dari pendapatan asli daerah dapat terlihat dari seberapa besar
pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketika suatu daerah memiliki pendapatan asli daerah yang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, maka daerah tersebut sudah dapat memaksimalkan kemampuan daerahnya dan mencerminkan keadaan atau kemampuan ekonomi yang baik dan stabil. Namun, ketika suatu daerah mengalami kesulitan dalam memaksimalkan sumber-sumber PAD maka akan timbul masalah dan gejolak ekonomi yang tidak stabil didaerah tersebut. Semakin besar jumlah pendapatan asli daerah, maka diharapkan pembangunan daerah akan semakin lebih ditingkatkan. Pembangunan suatu daerah pastilah akan menggunakan biaya yang besar, biaya itu dalam APBD disebut dengan belanja daerah. Belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima, yaitu : 1. Belanja Administrasi dan Umum, 2. Belanja Operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik, 3. Belanja modal, 4. Belanja transfer, dan 5. Belanja tak tersangka. Salah satu belanja yang terdapat dalam APBD adalah belanja modal, dimana bahwa belanja modal merupakan salah satu cara untuk mewujudkan otonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan dan pelayanhan kepada masyarakat, hal ini menyimpulkan bahwa belanja modal itu sangat pentinng karena membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam PERMENDAGRI nomor 13 tahun 2006 bahwa belanja modal
7
didefinisikan sebagai pengeluaran yanng dilakukan dalam rangka pembelian / pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas ) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, mirigasi dan jarinngan, dan aset tetap lainnya. Menurut badrudin dalam Halim (2007:113-114), belanja modal dapat dikategorikan dalam lima kategori utama, yaitu tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, dan fisik lainya. Penjelasan kategori belanja modal tersebut adalah :
2.Belanja bangunan
modal
gedung
dan
Adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasaan, dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3.Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan Adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/ penggantian dan peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan, irigasi, dan jaringan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.
1. Belanja modal tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa 2. tanah, pengosongan, pengurugan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya yanng sehubungan dengan perolehan hak atas tanah sampai tanah yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja modal fisik lainnya. Adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/penggantian/pembangu nan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi serta jarinngan, termasuk juga dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah. Belanja modal lainnya dapat digunakan untuk pengadaaan software, pengembangan website, pengadaan lisensi yang memberikan manfaat lebih dari satu
1. Belanja modal peralatan dan mesin Adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memeberi manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
8
tahun baik secara swakelola maupun kontraktual. Belanja modal lainnya dapat digunakan untuk pembangunan aset tetap renovasi yang akan diserahkan kepada entitas lain dan masih di lingkungan pemerintah pusat. Termasuk dalam belanja ini adalah pengadaan/pembelian barangbarang kesenian, dan koleksi perpustakaan.
atau unit organisasi di pemerintahan daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan aset tetap. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan kerja, terdapat satuan kerja yang memberikan pelayanan publik berupa penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan (gedung sekolah, peralatan laboratorium, mobiler), kesehatan (rumah sakit, peralatan kedokteran, mobil ambulans), jalan raya dan jembatan, sementara satuan kerja lain hanya memberikan pelayanan jasa langsung berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu identitas kependudukan), pengamanan, pemberdayaan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan. Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Alokasi belanja modal merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan meningkatkan produktivitas perekonomian daerah. Semakin banyak belanja modal maka semakin tinggi pula produktivitas perekonomian karena belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Maka dari itu, pemerintah memerlukan sarana dan fasilitas pendukung yang direalisasikan melalui belanja modal guna meningkatkan pelayanan publik.
Sebagai bentuk investasi sektor publik, belanja modal lebih fokus pada kebijakan pemerintahan dengan dimensi waktu yang bervariasi. Begitu juga dengan aspek tujuan dan arah yang tidak hanya terkait dengan aspek ekonomis, bahkan dimensi moral pun masuk dalam ranah kebijakan investasi sektor publik. Menurut Subiyanto dalam Halim (2008:9), dalam konteks pengelolaan negara, struktur investasi pada tingkat pemerintahan daerah otonom mempunyai spektrum yang paling luas dengan variasi ketugasan yang lebih banyak. Fungsi belanja modal sebagai investasi sektor publik dalam pengembangan kawasan justru pada seberapa besar keberhasilan menciptakan aktivitas perekonomian di kawasan tersebut. Investasi akan meningkat apabila ditunjang oleh infrastruktur yang optimal. Realisasi dari pendapatan asli daerah sebaiknya lebih ditingkatkan pada belanja modal, karena belanja modal ini guna memperoleh aset tetap yang bermanfaat lebih dari satu periode, dimana aset tersebut dapat meningkatkan pelayanan pemerintah terhadap publik. Alokasi belanja modal yang didasarkan pada kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja
9
Pemerintah Daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah asset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk melukiskan, mencatat, menganalisa dan menginterpretasikan kondisi-kondisi.
yang saat ini terjadi pada suatu objek penelitian. Metode Deskriptif adalah mengumpulkan data, menganalisis secara kritis atas datadata tersebut dan menyimpulkannya berdasarkan fakta-fakta pada masa penelitian berlangsung atau pada masa sekarang. (Sugiama 2008:37). : Pendapatan Asli Ha : = 0 Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Ha : 0 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sedangkan pendekatan studi kasus yaitu penelitian ilmiah yang membahas dan meganalisa masalah berdasarkan kondisi yang sebenarnya terjadi pada perusahaan yang diteliti.
Pengujian hipotesis
penulis berupa prediksi yang diturunkan dari teori yang sedang diuji. Adapun hipotesis ini dapat penulis rumuskan sebagai beruikut :
Pengujian hipotesis disajikan melaluia langkah – langkah sebagai berikut :
b. Penerapan tigkat signifikansi
a. Penetapan Hipotesis
Taraf signifikan ( ) ditetapkan sebesar 5 % karena taraf signifikan ini yang umum digunakan pada penelitian ilmu – ilmu sosial dan dianggap cukup ketat untuk mewakili hubungan antara variabel yang diteliti. Juga dalam pengujiannya menggunakan uji satu arah (one side test).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu membuktikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, langkah pertama dalam pembuatan keputusan adalah menetapkan hipotesis nol (Ho). Hipotesis nol merupakan hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel yang diuji. Hipotesis nol ini pada umumnya diformulasikan untuk ditolak dan tidak ditolaknya hipotesis nol ini, maka hipotesis alternative (Ha) dapat diterima. Hipotesis alternatif merupakan hipotesis penelitian dari
c. Uji signifikansi Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi yang diperoleh, maka dilakukan pengujian hipotesis
10
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(Sugiyono,2004:184) Keterangan : t = nilai uji t r = nilai koefisien korelasi n = periode waktu d.
Kaidah keputusan
Untuk mengetahui hipotesis ditolak atau tidak, maka dibandingkan antara nilai dari t hitung dan tabel, maka kriteria sebagai berikut : Terima Ho jika : -t ½ α df (n-2) ≤ t hitung ≤ t½ α df (n-2) Tolak Ho jika : t hitung <-t ½ α df (n-2) atau t hitung >t ½ α df (n-2) e.
Penarikan Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian diatas, penulis akan melakukan analisa secara kuantitatif. Analisis tersebut akan membahas pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal. Kemudian hasil analisis ini akan ditarik kesimpulan berdasarkan hasil perbandingan yang diperoleh thitung dengan ttabel pada kaidah keputusan yang telah ditentukan.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Tabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya Tahun 2008-2013 (dalam rupiah) No Tahun Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 2008 65.715.623.638,61 2 2009 76.503.523.370,19 3 2010 104.787.914.974,70 4 2011 110.369.865.905,03 5 2012 153.009.410.135,00 Sumber : BAPPEDA Kota Tasikmalaya Belanja Modal Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Tabel Belanja Modal Kota Tasikmalaya Tahun 2008-2013 (dalam rupiah) No Tahun Belanja Modal 1 2008 109.898.561.015,50 2 2009 118.847.625.132,50 3 2010 124.138.673.096,00 4 2011 104.450.591.142,00 5 2012 126.531.524.661,00 Sumber : Bagian Fisik Pemerintah Kota Tasikmalaya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tasikmalaya adalah sebesar Rp. 65.715.623.638,61 pendapatan terbesar diperoleh dari retribusi daerah yaitu sebesar Rp. 49.212.004.001,61 dan sisanya dari pajak daerah sebesar Rp.8.572.895.585,00 dari hasil kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 2.365.130.694,00 dan dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Pemerintahan Kota Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tasikmalaya selama 5 tahun terakhir, dari Tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 terus mengalami kenaikan. Tahun 2008
12
lainlain PAD yang sah sebesar Rp. 5.565.593.358,00
Rp. 110.369.865.905,03 hal ini dikarenakan terjadi peningkatan dari pos pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah. Tahun 2012 Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan kembali sebanyak 38,63% yaitu sebesar Rp. 42.639.544.229,97 dan merupakan peningkatan yang tertinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana PAD yang didapat dari tahun 2011 sebesar Rp. 110.369.865.905,03 menjadi Rp. 153.009.410.135,00 hal ini dikarenakan terjadi peningkatan dari pos pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Untuk lebih jelasnya perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik peningkatan maupun penurunan dapat dilihat juga dalam bentuk persentase pada Tabel sebagai berikut :
Tahun 2009 Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat 16,41% yaitu sebesar Rp. 10.787.899.731,58 dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelumnya yang berjumlah Rp. 65.715.623.638,61 menjadi sebesar Rp. 76.503.523.370,19 peningkatan tersebut dipengaruhi oleh adanya peningkatan dari pos lain – lain PAD yang sah. Tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat kembali sebanyak 36,97% yaitu sebesar Rp. 28.284.391.604,51 sehingga PAD pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 104.787.914.974,70 dimana peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pos pajak daerah dan lain- lain PAD yang sah mengalami peningkatan yang tinggi. Tahun 2011 Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat 5,32% yaitu sebesar Rp. 5.581.950.930,33 peningkatan ini terbilang cukup kecil dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada tahun 2010 sebesar Rp. 104.787.914.974,70 menjadi
13
Tabel Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya Tahun 2008-2012 No 1 2 3 4 5
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rupiah) 2008 65.715.623.638,61 2009 76.503.523.370,19 2010 104.787.914.974,70 2011 110.369.865.905,03 2012 153.009.410.135,00 Sumber : BAPPEDA Kota Tasikmalaya Tahun
Peningkatan/Penurunan (Rupiah) 10.787.899.731,58 28.284.391.604,51 5.581.950.930,33 42.639.544.229,97
Persentase (%) 16,41 36,97 5,32 38,63
Dari hasil penelitian bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tasikmalaya setiap tahun terjadi peningkatan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya pemerintah daerah yang terus menggali pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi, yang menyebabkan adanya peningkatan yang terjadi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya. Belanja Modal di Pemerintah Kota Tasikmalaya
Tabel Perubahan Belanja Modal Kota Tasikmalaya Tahun 2008-2012 Peningkatan/Penurunan (Rupiah) 1 2008 109.898.561.015,50 2 2009 118.847.625.132,50 8.949.064.117,00 3 2010 124.138.673.096,00 5.291.047.963,50 4 2011 104.450.591.142,00 19.688.081.954,00 5 2012 126.531.524.661,00 22.080.933.519,00 Sumber : Bagian Fisik Pemerintah Kota Tasikmalaya No
Tahun
Belanja Modal
Persentase (%) 8,14 4,45 15,85 21,14
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terahadap Belanja Y=a+bX. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel X( Pendapatan Asli Daerah (PAD) ) dan variabel Y (Belanja Modal).
Modal digunakan analisis regresi linier sederhana dengan rumus Untuk memperoleh persamaan tersebut serta pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal, penulis menganalisis data Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
14
Belanja Modal yang dikeluarkan pemerintah Kota Tasikmalaya dari
tahun anggaran 2008-2012.
Tabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Modal Kota Tasikmalaya Tahun 2008-2012 (dalam rupiah) No
Tahun
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rupiah) 1 2008 65.715.623.638,61 2 2009 76.503.523.370,19 3 2010 104.787.914.974,70 4 2011 110.369.865.905,03 5 2012 153.009.410.135,00 Sumber : BAPPEDA Kota Tasikmalaya Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan bantuan progres komputer SPSS versi 16.0. setelah diperoleh hasilnya, kemudian dianalisis untuk mengukur tingkat pengaruhnya. Hasil perhitungan regresi linier sederhana dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 (lampiran 1) diperoleh persamaan regresi sebagai berikut Y=1,033+0,478X Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa nilai koefisien variabel X (Pendapatan Asli Daerah (PAD)) sebesar 0,478 menunjukan positif, dengan kata lain apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertambah 1(satu) rupiah, maka belanja modal akan bertambah 0,478 sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya harus benar-benar ditingkatkan, karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Belanja Modal 109.898.561.015,50 118.847.625.132,50 124.138.673.096,00 104.450.591.142,00 126.531.524.661,00
Tasikmalaya ini merupakan penerimaan daerah yang asli diperoleh dari sumber ekonomi yang dimiliki daerah. Dimana peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus mampu membiayai belanja daerah termasuk belanja modal. Karena jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) benar-benar menghasilkan pemasukan yang besar bagi pendapatan daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan mampu sepenuhnya untuk membiayai seluruh belanja modal, dengan demikian maka kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana akan terpenuhi baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Karena asset yang dimiliki akibat adanya belanja modal yang merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan
15
publik oleh pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan pandangan para ahli yang dikenal dengan tax spend hypotesis yang menyatakan bahwa pendapatan akan mempengaruhi belanja. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel X dan variabel Y digunakan analisis korelasi dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16.0 setelah diolah diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,478 yang menunjukan adanya hubungan positif antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal. Yakni apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat maka belanja kodal pun akan ikut meningkat, dan sebaliknya apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD) turun maka belanja modal juga menurun. Maka koefisien korelasi sebesar 0,478 termasuk pada kategori sedang. Pembiayaan untuk belanja modal berasal dari penerimaan pendapatan daerah yang salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari sumber ekonomi yang ada di daerah Kota Tasikmalaya. Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka penelitian pemerintah daerah akan semakin besar dan berakibat kas daerah akan mempunyai dana yang mencukupi untuk membiayai belanja modal. Belanja modal ini dialokasikan untuk menambah aset tetap, alokasi belanja modal didasarkan atas
kebutuhan sarana dan prasarana, sehingga Kota Tasikmalaya dapat meningkatkan kualitas layanan publik, karena asset tetap yang dimiliki adalah akibat dari adanya belanja modal. Jadi terdapat hubungan yang sedang antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan belanja modal. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal penulis menggunakan pengujian koefisien determinasi. Setelah diolah dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh hasil r square dalam tabel summary adalah sebesar 0,228 dengan demikian besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya sebesar 22,8% sedangkan sisanya sebesar 77,2% merupakan pengaruh dari faktor lain diluar Pendapatan Asli Daerah (PAD). Faktor residu tersebut antara lain dana perimbangan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, dan arah kebijakan pemerintah yang berorientasi ke belanja modal yang tidak diteliti penulis. Hipotesis yang penulis ajukan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja modal. Dalam pengujian hipotesis tersebut dilakukan langkah-langkah yang tersaji dalam Bab III. Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan thitung = 0,942 kemudian thitung dibandingkan dengan ttabel (uji dua pihak),
iii
df=n-2 atau 5-2=3 dan α = 0,05 diperoleh bahwa ttabel (uji dua pihak) 2,353. Ternyata hasilnya adalah thitung lebih kecil dari ttabel (0,942 < 2,353), maka hal ini menunjukan bahwa pada tingkat keyakinan 95% Ho diterima, yang berarti Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Anggi Purnama Sari (2011) bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Dengan demikian, pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada tuntutan otonomi daerah, maka harus terus berupaya melakukan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara intensifikasi yaitu usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebihgiat, ketat, dan teliti, dan ekstensifikasi yaitu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningktakan penerimaan Negara yang ditempuh melalui perluasan, baik objek maupun subjek pajak terhadap potensi yang ada di daerah Kota Tasikmalaya agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap belanja daerah yang didalamnya termasuk untuk belanja modal, sehingga pelayanan kepada masyarakat akan lebih meningkat. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, sebaiknya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih ditingkatkan lagi penghasilannya, serta dalam pengendalian keuangan dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut pengalokasiannya difokuskan terhadap belanja modal sehingga alokasinya terhadap aspek strategis bisa terlaksana secara efektif dan efisien. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan berdasarkan data – data yang diperoleh dari BAPPEDA dan Bagian Fisik Pemerintahan Kota Tasikmalaya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah Kota Tasikmalaya tiap tahun relatif meningkat, hal ini terjadi karena adanya pengalokasian sumber pendapatan yang relatif besar yang pada mulanya dikelola oleh pemerintah pusat sekarang dikelola oleh pemerintah daerah. 2. Belanja modal pada pemerintah Kota Tasikmalaya tiap tahun relatif meningkat, peningkatan yang paling besar adalah pada tahun 2012, hal tersebut terjadi karena adanya prioritas pengeluaran dibeberapa sektor untuk peningkatan penyediaan sarana dan pelayanan.
17
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Ini disebabkan oleh masih kecilnya hasil dana yang didapatkan dari PAD, sehingga PAD belum bisa memberikan kontribusi yang besar terhadap Belanja Modal. 4. Pada tingkat keyakiann 95% Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh namun tidak signifikan terhadap belanja modal, dimana apabila nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat maka akan diikuti peningkatan belanja modal, begitu pula sebaliknya. Hal ini didukung oleh analisis yang telah dilakukan, baik analisis korelasi maupun analisis regresi menyatakan bahwa variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh tidak secara signifikan terhadap variabel dependen Belanja Modal.
1. Bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya Sebaiknya terus menggali sumber – sumber pendapatan daerah baik dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi yaitu mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek personalianya menyesuaikan atau memperbaiki aspek – aspek kelembagaan/organisasi pengelola pendapatan asli daerah (dinas pendapatan daerah), berikut perangkatnya sesuai dengan kebutuhan yang terus berkembang, yaitu dengan cara menerapkan secara optimal sistem dan prosedur administrasi pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan pendapatan lain-lain yang sah. Dengan orientasi pada kegiatan pada fungsi-fungsi dalam organisasi dapat memberikan informasi yang cepat dan akurat, sehingga pola koordinasi dapat lebih terarah Sistem pengawasan menjadi lebih baik. Dan dengan cara ekstensifikasi seperti Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor, Memberi kemudahan bagi investor, Peningkatan objek pajak, yaitu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mendata dan menggali lagi objek-objek pajak yang bisa dikenakan
Saran Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan diatas, maka penulis mencoba memberikan saran – saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan Kota Tasikmalaya dimasa yang akan datang, dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah. Adapun saran tersebut antara lain :
18
pajak. dengan tetap memperhatikan kondisi dan potensi Kota Tasikmalaya. Dalam hal belanja modal yang akan dilakukan, PEMDA hendaknya memperhatikan prinsip efektivitas dan efisiensi, yakni dengan memperhatikan aspek strategis terutama sarana yang dapat memudahkan masyarakat menjangkau tempat – tempat strategis misalnya pembangunan jalan. Dan mempertimbangkan kemungkinan pengaruh variabel lain yang dapat mempengaruhi belanja modal misalnya dana perimbangan, kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah 2. Bagi Penelitian selanjutnya Bagi yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai PAD dan Belanja modal, sebaiknya penelitian dilakukan lebih lanjut dengan menambah variabel dan diharapkan melakukan penelitian pada pemerintahan yang lain, untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikansi berdasarkan analisis yang sama.
___________. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Empat ___________ & Muhammad Syam. 2012. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat ___________. 2008. Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik – Pemerintah Daerah. Yogyakarta : UPP STIM YPKN Anggi Purnama Sari. 2011. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal”. Skripsi. Universitas Siliwangi Ayu Siti Nurhasanah. 2011. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah”. Skripsi. Universitas Siliwangi Bahtiar Arif, Muchlis & Iskandar. 2002. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Salemba Empat Bahtiar Rizal Rivai. 2011. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah”. Skripsi. Universitas Siliwangi
DAFTAR PUSTAKA
Erly Suandy.2011. Hukum Pajak. Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat
Abdul Halim. 2002. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat
Endang Larasati, Heniwati & Suhardi. 1986. Buku Materi Pokok Keuangan Negara.
19
Jakarta : Karunika Universitas Terbuka
Undang - Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi IV. Yogyakarta : Andi Offset
Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Rudy Badrudin. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta : UPP STIM YPKN
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan Daerah dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi Offset
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Sumber Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Sri Puji Paujiah. 2012. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal”. Skripsi. Universitas Siliwangi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Peraturan dan Undang – Undang
Peraturan Menteri Keuangan No 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 37 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
20