BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cedera
kepala
atau
yang
sering
disebut
sebagai
traumatic brain injury (TBI) adalah kejadian yang sering terjadi (NINDS). TBI adalah penyebab terbanyak kematian dan disabilitas pada usia muda di Amerika Serikat (Minah, 2006). Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 1-2 juta orang mengalami TBI, dan yang terbanyak yaitu sekitar 80% adalah cedera kepala ringan (Bazarian, 1999). Cedera
kepala
sering
terjadi
karena
kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat berolahraga, jatuh, atau ketika bekerja di rumah. Setiap tahun sekitar 52.000 orang meninggal akibat cedera kepala. Sekitar 1,5 juta cedera kepala terdapat di ruang gawat darurat Amerika Serikat (Langlouis, 2006). Insidensinya adalah 538,2 per 100.000 populasi (Rutland, 2006). Di Eropa dan Australia insidensinya lebih rendah, yaitu 235 per 100.000 dan 322 per 100.000 (Tagliaferri, 2006).
1
Kasus terbanyak adalah pada usia sangat muda (0-4 tahun) dan usia muda (15-24 tahun), selain itu juga pada usia tua (di atas 65 tahun) (Rutland, 2006). Insidensi cedera kepala secara signifikan lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2 banding 1 (Krauss, 1996). Status ekonomi yang rendah, orang yang memiliki gangguan psikis dan kognitif adalah faktor risiko dari cedera kepala (Liao, 2012). Kecelakaan kendaraan di jalan adalah penyebab terbanyak dari cedera kepala yaitu 60%, kemudian jatuh (20-25%), dan 10% karena akibat
kekerasan.
didominasi
oleh
Kecelakaan
kelompok
usia
kendaraan 15-40
tahun
bermotor (Gururaj,
2002). Cedera kepala menempati peringkat ke-8 dari 10 besar penyakit rawat inap di seluruh rumah sakit Indonesia pada tahun
2010,
Kesehatan
yaitu
Indonesia
sebesar
19.381
tahun
2010,
kasus
(Profil
Depkes
Data
Indonesia).
Laporan Kepolisian di DIY menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan
oleh
cedera
kepala
(Profil
Kesehatan
DIY
tahun 2011). Cedera kepala dapat diklasifikasikan sebagai cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan
2
merepresentasikan antara 70-90% dari semua kasus TBI yang terdapat di rumah sakit. Insidensi cedera kepala ringan di
rumah
(Peloso,
sakit Swedia 2004).
adalah
Namun,
sekitar
banyak
200
individu
per 100.000
yang
mengalami
cedera kepala ringan yang tidak mencari pertolongan medis (Cassidy, 2004). Berdasarkan
beberapa
data
cedera
kepala
ringan
seperti pada tahun 2010 di RS Haji Adam Malik (Medan), dari 1627 kasus cedera kepala, 1021 kasus adalah cedera kepala ringan. Contoh lain, pada tahun 2012 di RS Panti Rapih Yogyakarta, dari 524 kasus cedera kepala, 214 kasus adalah cedera kepala ringan. Gejala
postconcussion
yang
terjadi
pada
beberapa
hari setelah mengalami cedera kepala ringan dapat dibagi menjadi
tiga
kelompok,
yaitu
somatik,
afektif,
dan
kognitif. Gejala somatic yang terjadi yaitu sakit kepala, fatigue,
dan
pusing.
Kecemasan,
depresi,
dan
gangguan
tidur adalah gejala yang tersering terjadi pada gejala afektif. Sedangkan pada kelompok kognitif adalah lambat memproses
informasi,
berkurangnya
atensi,
dan
gangguan
memori pada beberapa kejadian (Levin, 1987).
3
Gangguan atensi, memori, dan fungsi eksekutif adalah konsekuensi
neurokognitif
tersering
dari
cedera
kepala
dalam semua tingkat keparahan. Gangguan atensi dan memori dapat
memperparah
eksekutif,
gangguan
komunikasi,
dan
tambahan fungsi
dalam
kognitif
fungsi kompleks
lainnya. Orang dengan cedera kepala sering kebingungan dalam
orientasi
waktu,
tempat,
dan
siapa
orang
di
sekitarnya. Gangguan kognitif tambahan adalah kurangnya konsentrasi, berkurangnya kecepatan mengerjakan sesuatu, kesulitan mencari kata, dan kemampuan akademik berkurang, berkurangnya
kemampuan
belajar,
dan
gangguan
fungsi
eksekutif (berkurangnya kemampuan merencanakan sesuatu, memprioritaskan sesuatu, berpikir fleksibel, abstrak, dan problem solving). Gangguan memori hampir selalu ada pada pasien cedera kepala, yang karena efek langsung ke sistem memori, atau karena gangguan atensi (Arciniegas, 2002). Pada penelitian oleh Johnstone (1995), pada 97 pasien cedera
kepala
didapatkan
defisit
kecerdasan,
memori,
atensi, kecepatan mengerjakan sesuatu, dan fleksibilitas kognitif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien cedera kepala mengalami gangguan pada fungsi eksekutif, termasuk
4
belajar,
memori
kerja,
dan
kontrol
eksekutif
(Bruce,
2003). Selain itu setelah mengalami cedera kepala juga potensial dengan
mengalami
disfungsi
defisit
cerebellum
atensi
yang
(Gottwald,
berhubungan
2005).
Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan kognitif (Mittenberg, 2000). Meskipun kebanyakan cedera kepala adalah ringan dan tidak menyebabkan disabilitas yang berat, banyak orang yang
akhirnya
selamat
dari
mengalami cedera
masalah
kepala
persisten.
dapat
Orang
mengalami
yang
kesulitan
dalam menggerakkan ekstrimitas, kehilangan rasa dan bau, atau penglihatan blur dan ganda. Ada komplikasi jangka panjang
seperti
epilepsi,
sakit
kepala
berat,
atau
dizziness. Ada juga perubahan psikologis seperti karakter dan mood, seperti iritabilitas dan mudah marah. Mereka juga dapat mengalami kesulitan memotivasi diri, merasa depresi, dan susah untuk inisiatif. Ada juga perubahan kognitif, seperti kapasitas mereka untuk berpikir jelas, membuat alasan, atau mengingat sesuatu (Broek, 1995). Komosio sementara
serebri
dan
menyebabkan
adalah
reversibel
penurunan
defisiensi
disebabkan
kesadaran
neurologis
oleh
segera
trauma
yang
yang yang
sementara.
5
Pasien komosio serebri seperti pada cedera kepala ringan kemungkinan dapat mengalami postconcussion syndrome (PCS) yang salah satunya adalah gangguan kognitif. Gangguan kogntif ini dapat menurunkan kualitas hidup karena
dapat
mempengaruhi
interaksi
sosial
(Morales,
2006). Namun untuk melihat gangguan tersebut banyak yang hanya menggunakan tes MMSE yang kurang sensitif. Padahal ada cukup banyak tes kognitif yang dapat digunakan. Terdapat berbagai macam tes untuk menilai gangguan kognitif,
antara
lain
Minor
Mental
State
Examination
(MMSE), Montreal Cognitive Assessment (MoCA), Saint Louis University Administered
Mental
Status
(SLUMS)
Georecognitive
Examination,
Examination
(SAGE),
Self dan
Prudhoe Cognitive Function Test (PCFT), dan sebagainya.
1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan
latar
belakang
di
atas,
maka
penulis
merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut: Sejauh mana kejadian komosio serebri akan mempengaruhi fungsi
kognitif
dalam
jangka
waktu
6
bulan
terakhir
setelah trauma kepala?
6
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui
hubungan kejadian gangguan kognitif
akibat komosio serebri.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui akibat-akibat gangguan kognitif. 2. Mengetahui faktor-faktor risiko gangguan kognitif.
1.4 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang cedera kepala ringan yang telah dilakukan sebelumnya:
7
No. 1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul Penelitian Penulis Hubungan Riwayat Cedera Jimmy Alexander Kepala Ringan dengan Gangguan Kognitif Cognitive function and Nordstrom A, Edin other risk factors for BB, Lindstrom S, mild traumatic brain Nordstrom P injury in young men: nationwide cohort study Post traumatic amnesia e Silva SC, and post trauma quality Settervall CH, de of life Sousa RM Long term effects of Dean PJ, Sterr A mild traumatic brain injury on cognitive performance Factorial structure of Luna Lario P, the dysexecutive Seijas Gomez R, questionnaire in a Tirapu Ustarroz J, sample of the Spanish Hernaez Goni P, population with Mata Pastor I acquired brain injury and memory deficit complaints
Tahun 2010
2013
2012
2013
2012
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat meningkatkan menjaga
dalam standar
kualitas
penelitian penanganan
hidup
ini komosio
seseorang
agar
adalah
untuk
serebri
untuk
tidak
menurun
akibat cedera.
8