1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia baik aspek sosial maupun personal atau individualnya tidak akan pernah dapat dilepaskan dari dimensi ruang dan waktu. Pada setiap peri kehidupan dan kegiatan manusia pasti membutuhkan ruang. Efektifitas pemanfaatan ruang dalam menunjang kehidupan manusia sangat tergantung bagaimana cara pengelolaan ruang itu sendiri. Begitu pula halnya dengan keberadaan Kawasan Hargodumilah sebagai suatu fenomena alamiah dalam entitas yang riil (real entity). Kawasan Hargodumilah terletak pada perbatasan antara Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul dengan Desa Patuk Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul. Sebagian besar kawasan masuk wilayah administratif Desa Srimulyo tepatnya di Padukuhan Plesedan. Kondisi topografi wilayah yang berada pada ketinggian + 400 mdpl tersebut, berupa daerah lereng dengan rata-rata kelerengan 30 – 59o. Kawasan Hargodumilah dan sekitarnya termasuk dalam kategori kawasan yang rawan terhadap terjadinya pergerakan massa batuan/longsoran. Oleh karena itu dalam RTRW Provinsi DI.Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung sekaligus sebagai kawasan rawan bencana. Sedangkan dalam RTRW
Kabupaten
menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan resapan air.
Gunungkidul
2
Kawasan ini menjadi sangat penting khususnya bagi Kabupaten Gunungkidul karena terdapat jalan nasional dengan fungsi sebagai kolektor primer yang merupakan akses utama ke pusat pemerintahan Provinsi DI. Yogyakarta dan dalam mendapatkan pelayanan dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kota Yogyakarta. Bahkan kawasan ini juga merupakan akses paling efisien bagi wilayah Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul, wilayah Kabupaten Wonogiri bagian Selatan, dan Kabupaten Pacitan dalam mengakses pelayanan dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kota Yogyakarta. Arti penting kawasan tersebut khususnya dari aspek aksesibilitas wilayah, maka sudah semestinya kawasan Hargodumilah dijaga kelestariannya agar kawasan tersebut dapat berfungsi secara berkelanjutan. Sebagai kawasan resapan air, kawasan Hargodumilah berfungsi untuk menopang dan melindungi kawasan bawahannya, mengingat tepat di bawah kawasan tersebut terdapat permukiman padat penduduk yakni Padukuhan Plesedan dan Padukuhan Duwet Gentong Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan. Menurut keterangan Suyatno (46) Ketua RT 06 Padukuhan Duwet Gentong, warga RT 06 dan RT 07 masih mengandalkan keberadaan mata air yang ada tepat dibawah Kawasan Hargodumilah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Cukup dengan mengandalkan gaya gravitasi air sudah sampai rumah-rumah penduduk. Pada awalnya mata air tersebut dapat dimanfaatkan sepanjang tahun, namun akhir-akhir ini debit mata air tersebut terus berkurang.
3
Berdasarkan mitos warga sekitar, bahwa sepanjang Perbukitan Seribu (melintasi kawasan Hargodumilah) terdapat aliran air bawah tanah yang disebut “Talang Kencono” yang mengalir dari utara ke selatan. Masih menurut Suyatno (46), karena keberadaan “Talang Kencono” tersebut rencana pembangunan terowongan/jalan tembus yang menghubungkan Piyungan dan Patuk sebagai pengganti jalan Jogja – Wonosari pada ruas Piyungan – Patuk, gagal direalisasikan. Karena menurut informasi seorang sumber dari Kraton Yogyakarta kepada Suyatno (46), apabila pembangunan terowongan itu tetap dilaksanakan dikhawatirkan akan merobek/menjebol “Talang Kencono” yang dapat mengakibatkan wilayah Piyungan dan sekitarnya tergenang oleh air. Secara keilmuan, penulis belum dapat memahami sepenuhnya mitos yang berkembang tersebut. Namun dari pemikiran penulis, mitos tersebut memberikan tanda peringatan yang harus benar-benar diperhatikan. Karena apabila pembangunan yang melintasi Kawasan Hargodumilah tidak dikelola dengan baik, dapat mengakibatkan degradasi lahan yang akan sangat merugikan. Kerugian itu antara lain pertama, hilangnya sumber mata air untuk menopang kehidupan masyarakat di kaki bukit. Kedua, bencana pergerakan masa tanah dan batuan yang dapat mengancam keselamatan bukan hanya pemukim pada Kawasan Hargodumilah, namun juga permukiman padat yang ada di bawah kawasan. Ketiga, keberlanjutan fungsi jalan kolektor primer Jogja – Wonosari sangat dipertaruhkan.
4
Terlepas dari sisi mitos yang berkembang di masyarakat, sebagai daerah tangkapan air dengan dukungan vegetasi yang terjaga kelestariannya, kawasan ini juga berfungsi untuk mereduksi potensi aliran atas (run-off) air hujan yang berlebihan. Secara teoritis, run-off pada kawasan dengan tingkat kemiringan
tinggi
akan
memicu
terjadinya
pergerakan
tanah
dan
batuan/longsor. Apabila hal itu terjadi, maka potensi bahaya bukan hanya mengancam penduduk kawasan dan sekitarnya, namun juga wilayah yang menggantungkan aksesibilitas semua sektornya pada jaringan jalan kolektor primer yang melintasi kawasan tersebut. Wilayah tersebut meliputi Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul, bahkan Kabupaten Wonogiri bagian selatan dan Kabupaten Pacitan akan mengalami perlambatan aksesibilitasnya dalam mengakses Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Yogyakarta. Pada saat ini, kawasan Hargodumilah mengalami tekanan berupa perkembangan potensi wisata panorama yang mengakibatkan maraknya pendirian
bangun-bangunan
yang
tentunya
menyebabkan
perubahan
pemanfaatan lahan kawasan atau konversi lahan. Perubahan pemanfaatan lahan ini sangat berpotensi mengganggu keseimbangan kawasan, dan dikhawatirkan pada kawasan tersebut akan terjadi degradasi lahan/lingkungan sehingga menambah besar kerawanan terhadap potensi bencana alam. Ironisnya, fenomena perkembangan pemanfaatan lahan kawasan tersebut tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten.
5
Menurut keterangan Pak Rebo (74) seorang warga yang tinggal di RT 3 Padukuhan Duwet Gentong saat berdiskusi dengan penulis, menegaskan bahwa Kawasan Hargodumilah merupakan kawasan yang sangat rawan terhadap terjadinya bencana longsoran. Tingkat kerawanan terhadap bencana tersebut diperparah oleh kejadian bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006. Berikut wawancara dengan Pak Rebo : P.Rebo
: Negoro koq kakean bencana yo Mas, ono banjir, longsor, gunung dho njeblug, gek sesuk Hargodumilah genti longsor…
Penulis
: Dos pundi Mbah koq gek sesuk Hargodumilah genti longsor?
P.Rebo
: Lha Hargo 5 iwis jurange njulek, gek pas gempa kae lemahe bengkah sengidul tekan Njolo lho Mas, aku nakyinke dewe kirokiro rong minggunan sakwuse gempa kae… Gek saiki kebak omah gedhe-gedhe koyo ngono tur nek pas preinan sing nonton akehe ora njamak gek parkirane nganti kebak…
(Rebo, wawancara tanggal 17 Juni 2013)
Berdasar informasi di atas, penulis memahami ada kekhawatiran yang dirasakan oleh sebagian masyarakat terhadap keberlangsungan fungsi kawasan. Menurut penulis kekhawatiran itu merupakan bentuk perbedaan pandangan yang dapat berpotensi menjadi sebuah friksi dan embrio konflik horizontal antara masyarakat
penerima manfaat
perkembangan
dan
masyarakat penerima dampak negatif perkembangan Kawasan Hargodumilah. Oleh karena itu, penulis menganggap penting untuk meneliti bagaimana perkembangan pemanfaatan lahan Kawasan Hargodumilah dan seperti apa persepsi masyarakat terhadap perkembangan pemanfaatan lahan kawasan tersebut.
6
1.2 Rumusan Permasalahan Ruang kawasan selalu mempunyai karakteristik spasial (keruangan) dan lokasi tertentu sehingga memungkinkan untuk menyandang fungsi pemanfaatan ruang tertentu. Kawasan Hargodumilah pun demikian, kawasan yang saat ini terkenal dengan sebutan Kawasan Bukit Bintang ini mempunyai karakteristik spasial yang menawarkan keindahan panorama alam Kota Yogyakarta dari atas. Keindahan panorama tersebut didukung oleh akses yang sangat mudah karena dilewati jalan kolektor primer penghubung Kota Yogyakarta dengan Kota Wonosari. Sehingga kawasan tersebut selalu ramai dikunjungi pengunjung khususnya pada pagi, sore, dan malam hari. Kondisi tersebut oleh masyarakat sekitar dilihat sebagai peluang ekonomi untuk memberikan jasa pelayanan kepada pengunjung. Sistem aktivitas tersebut menyebabkan perubahan guna lahan (land use) dengan semakin maraknya pendirian bangun-bangunan tempat usaha tanpa memperhatikan sistem lingkungannya. Secara fisiologis kemampuan lahan kawasan yang sangat terbatas karena berada pada kemiringan yang tinggi, dapat dipastikan pada suatu saat tidak akan mampu lagi menampung perubahan guna lahan yang terus berlangsung. Kondisi tersebut akan sangat membahayakan keberlanjutan fungsi kawasan sebagai kawasan lindung dengan fungsi resapan air. Jalur jalan kolektor primer Jogja – Wonosari sebagai akses utama semua sektor untuk wilayah Kabupaten Gunungkidul, juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pengurangan daya dukung lahan kawasan
7
mengingat tingkat kepadatan lalu-lintas yang juga terus bertambah, sehingga keberadaannya sangat dipertaruhkan karena kawasan ini termasuk kawasan rawan bencana longsor dan gempa bumi tektonik (keberadaan sesar Opak – Oya). Perkembangan pemanfaatan lahan pada Kawasan Hargodumilah apabila dibandingkan dengan dokumen rencana pola ruang kawasan dan karakteristik dasar lahan kawasan, akan terlihat adanya ketidaksesuaian dengan arahan peruntukannya. Untuk lebih jelasnya dapat dibandingkan dalam dua gambar peta sebagai berikut :
8
Gambar 1.1 : Peta Pola Ruang Kawasan Hargodumilah
9
Gambar 1.2 : Peta pemanfaatan lahan Kawasan Hargodumilah
10
Perbedaan-perbedaan tersebut, apabila diabaikan dan tidak mendapatkan upaya penyelesaian akan menjadi sumber kesalahpahaman dan sumber konflik. Masyarakat penerima manfaat perkembangan kawasan tidak memperdulikan dampak negatif yang telah dan akan ditimbulkan dari kegiatan mereka karena orientasinya
hanya
pada
keuntungan
ekonomi
semata,
sehingga
ada
kecenderungan untuk senantiasa melakukan ekspansi usaha yang berarti memberikan beban lebih bagi kawasan. Sementara dilain pihak, ada masyarakat yang baik secara langsung maupun tidak langsung menerima dampak negatif dari perkembangan pemanfaatan lahan Kawasan Hargodumilah baik saat ini maupun waktu yang akan datang. Berdasarkan
uraian
dan
rumusan
permasalahan
terkait
konflik
pemanfaatan lahan pada Kawasan Hargodumilah tersebut, maka upaya untuk merumuskan solusi permasalahannya harus diawali dengan mengetahui harapan masyarakat terhadap Kawasan Hargodumilah. Bentuk harapan masyarakat terhadap Kawasan hargodumilah akan memberikan gambaran potensi terjadinya konflik dalam pemanfaatan lahan kawasan. Seperti diketahui bahwa tingkah laku dan tindakan individu dalam memperlakukan suatu objek tidak dapat dilepaskan dari bagaimana bentuk pemahaman, keinginan, dan hasrat individu terhadap objek dimaksud.
11
Oleh karena itu, untuk memahami fenomena terjadinya konflik pemanfaatan lahan Kawasan Hargodumilah penulis menetapkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Seperti apakah persepsi masyarakat terhadap Kawasan Hargodumilah ?
2.
Seperti
apakah
perkembangan
pemanfaatan
lahan
pada
Kawasan
Hargodumilah ? 3.
Seperti apakah potensi konflik pemanfaatan lahan yang terjadi pada Kawasan Hargodumilah dan bagaimana alternatif penyelesaiannya?
1.3 Tujuan Penelitian Melalui pertanyaan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka dirumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut : 1.
Mengetahui persepsi masyarakat terhadap Kawasan Hargodumilah;
2.
Mengetahui seperti apakah perkembangan pemanfaatan lahan pada Kawasan Hargodumilah;
3.
Mengetahui seperti apakah potensi konflik pemanfaatan lahan yang terjadi pada Kawasan Hargodumilah dan merumuskan alternatif penyelesaiannya.
12
1.4 Keaslian Penelitian Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan penulis, belum ada penelitian yang telah dilakukan pada Kawasan Hargodumilah yang memiliki fokus, lokus, maupun metode penelitian yang sama. Penelitian yang telah dilakukan pada lokasi lain dengan fokus atau metode yang memiliki kesamaan antara lain adalah sebagai berikut : Tabel/Diagram 1.1 Daftar Penelitian Lain yang Pernah Dilakukan Peneliti
Tahun
Syamsul Islami
2003
Joko Suhardijarko
2010
Patricia Pahlevi Noviandri
2012
Beti Guswantari Mulyono Putri
2013
(UGM)
(UGM)
(UGM)
(UGM)
Judul Penelitian
Fakus Penelitian
Persepsi Masyarakat Terhadap Sungai dan Lingkungan Permukimannya; Kasus Sungai Code Yogyakarta.
Persepsi & perilaku Masyarakat pada pembangunan yang merubah bentuk fisik Sungai.
Perubahan Kawasan Resapan air Perubahan Fungsi menjadi Kawasan Terbangun di Lahan pada umumnya Kabupaten Sleman. (kawasan yang tidak rawan bencana). Dampak Perkembangan Perumahan di Kawasan Resapan air; Kasus Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.
Dampak Perkembangan perubahan guna lahan pada umumnya (kawasan yang tidak rawan bencana).
Strategi Pelayanan Kelompok Dampak Keruangan Pengelola Air Bersih (PAB) dan Strategi Pengelolaan Dampak Keruangannya; Studi di air Bersih. Dusun Prayan dan Dusun Ngelosari, Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul.
Sumber : Tugas akhir mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur UGM, 2014
13
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan 3 (tiga) manfaat; pertama, manfaat bagi Pemerintah baik Pemerintah Kabupaten Bantul maupun Gunungkidul dan Pemerintah Provinsi DI. Yogyakarta, untuk memperkaya data khususnya data riil lapangan sebagai pijakan merumuskan strategi pengelolaan kawasan. Kedua, manfaat bagi stakeholders khususnya masyarakat pemanfaat, agar dapat memahami resiko lingkungan maupun sosial yang dapat timbul atas tindakan yang telah dilakukan terhadap Kawasan Hargodumilah. Ketiga, manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yakni dengan penerapan dan pengujian beberapa teori dan aplikasinya, khususnya teori perencanaan.
1.6 Sistematika Penulisan Penelitian
tentang
Persepsi
Masyarakat
terhadap
Perkembangan
Pemanfaatan Lahan Kawasan Hargodumilah ini akan dituangkan dalam bentuk tulisan dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I
: Pendahuluan
Bab II
: Kajian Pustaka
Bab III
: Metode Kerja Penelitian
Bab IV
: Deskripsi Wilayah Penelitian
Bab V
: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab VI
: Kesimpulan dan Rekomendasi