BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri kreatif memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan pada banyak negara (UNESCO, 2009; Depdag RI, 2008) dengan menciptakan kondisi ekonomi yang disebut ekonomi kreatif (Koludrovic and Petric, 2005). Industri kreatif juga melibatkan banyak UKM (Usaha Kecil Menengah) sebagai pelakunya (Kameyama et al., 2001; Yoshimoto, 2003). Di Indonesia, ekonomi yang digerakkan industri kreatif memberikan kontribusi nilai tambah rata-rata sebesar 6,3% dari PDB (Depdag RI, 2008), dan meningkat 7% pada tahun 2012 (Kemenkop dan UKM, 2012). Dari 55,2 juta unit usaha yang ada, 9.8% unit usaha bergerak di ekonomi kreativ. Sub sektor fesyen dan kerajinan, merupakan dua subsektor dari 14 subsektor industri kreatif di Indonesia yang dominan memberikan kontribusi ekonomi, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan nilai ekspor (Kemenkop dan UKM, 2012). Peluang dan ancaman era perdagangan bebas seperti ACFTA yang sudah dimulai sejak tahun 2010 serta pelaksanaan AEC pada tahun 2015 telah diantisipasi Pemerintah melalui konsep Bangun Industri Nasional 2025, dengan strategi operasional pendekatan bottom-up (partisipatif) berupa penguatan struktur industri melalui pengembangan KIID (Kompetensi Inti Industri Daerah) untuk tiap kabupaten/kota, dan pengembangan Industri Unggulan (IU) untuk setiap Provinsi. Pengembangan KIID dan IU ini bertujuan mengembangkan industri pengolahan komoditi unggulan daerah,
yang memiliki tujuan strategis
memberdayakan produk unggulan daerah, dan berpotensi mendapatkan insentif kebijakan dari pemerintah, sehingga diharapkan terjadi keseimbangan peran IKM dengan industri besar (Andang, 2009). Sesuai dengan Permenperin No 138 Tahun 2009, 2 (dua) IU DIY adalah Industri Pengolahan Kayu (selanjutnya disingkat IKA) dan Industri Pengolahan Kulit (selanjutnya disingkat IKU). 1
Pada sektor industri kreatif sub sektor kerajinan, dengan merujuk 9 (sembilan) komoditas produk unggulan DIY, IKA akan direpresentasikan oleh Mebel dan Kerajinan Kayu sedangkan IKU direpresentasikan oleh Sarung Tangan Kulit dan Kerajinan Kulit (Disperindagkop DIY, 2011). Kinerja ekspor kesembilan komoditas produk unggulan DIY ini tidak berubah dari tahun 2010 hingga
2014,
termasuk
representasi
IKA
dan
IKU
sebelumnya
(Disperindagkopdan UKMb, 2014). Merujuk penelitian Suparwoko (2010) dan Stoddard et al.(2008), industri kerajinan sebagai salah satu sub sektor dari 14 sub sektor industri kreatif cocok untuk dikembangkan pada daerah-daerah yang mempunyai basis keungulan sebagai tujuan wisata. IU/KIID memiliki peran strategis sebagai sarana untuk meningkatkan kontribusi IKM (Industri Kecil Menengah) dalam penguatan struktur industri, sehingga akan berdampak positip dalam menghadapi ancaman di era perdagangan bebas. Nature dari perdagangan bebas adalah dinamika kompetisi yang membutuhkan kemampuan inovasi dalam menghadapi ketatnya persaingan (Jorde and Teece, 1990; Porter, 1987), perlunya peran serta pemerintah dalam mengungkit pertumbuhan kinerja UKM (Kameyama et al., 2001), serta perlunya prioritas sharing alokasi anggaran antara pemerintah pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang tepat (Huseini, 2000; Andang, 2009). Pemprov DIY telah melakukan upaya-upaya pembinaan UKM IU melalui alokasi anggaran untuk marketing dan peningkatan kualitas produk, khususnya melalui pembinaan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Disperindagkop. Meskipun demikian alokasi anggaran tersebut dianggap pelaku usaha UKM belum maksimal dalam meningkatkan kinerja pertumbuhan UKM IU, karena tidak dibarengi dengan koordinasi alokasi anggaran untuk penyelarasan program antar SKPD yang menjadi stakehoder UKM IU. Salah satu peran penting yang bisa dilakukan Pemprov DIY dalam memperkuat kinerja UKM IU dalam menghadapi ancaman persaingan global (antara lain MEA) adalah melakukan inovasi kebijakan berupa kompetisi alokasi anggaran yang tepat, sehingga relevan dalam mendukung tematik strategis penguatan IU DIY. Penguatan kinerja IU akan mendapatkan insentif pemerintah,
2
baik fiskal maupun non fiskal sesuai Pasal 18 dan 21 UU No.25/2007 tentang penanaman modal, sehingga akan memperkuat kinerja UKM IU DIY. Kompetisi alokasi anggaran yang tepat secara intuitif adalah memberikan alokasi anggaran lebih besar kepada kelompok IU dengan potensi kinerja yang lebih baik. Sebagai ilustrasi, bila potensi kinerja IKA dianggap lebih baik dari IKU, maka ditengah keterbatasan anggaran yang ada seharusnya IKA yang akan diberi alokasi anggaran pemerintah yang lebih besar dibandingkan IKU. Dengan kebijakan alokasi anggaran seperti itu, diharapkan kinerja IKA dan IKU secara total (gabungan) akan lebih baik bila dibandingkan tanpa melakukan kompetisi alokasi. Alokasi anggaran yang tepat dan berbasis kinerja akan berdampak pada penguatan kinerja ekonomi daerah/negara (Syamsuar, 2003; Kim and Park, 2007). Kebijakan kompetisi alokasi ini selaras dengan semangat Permendagri No.20 Tahun 2011 yang menekankan prinsip kinerja anggaran harus didasarkan oleh dampak kinerja yang terukur. Adanya potensi interaksi simbiosis diantara IKA dan IKU sebagai IU DIY, membuka kemungkinan peran kompetisi alokasi anggaran akan semakin besar dampaknya terhadap peningkatan kinerja total keduanya. Metode penelitian eksisting sebelumnya dalam mengembangkan IU, yaitu FGD (Focus Group Discussion) yang menjadi acuan standar metodologi Dinasperindagkop DIY dalam menentukan IU, SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) sebagaimana penelitian Purwaningsih (2012), dan AHP (Analytical Hierarchy Process) sebagaimana penelitian Nurcahyo et al.(2011) dianggap belum mampu mengakomodasi problem prediksi pertumbuhan kinerja pada IKA dan IKU sebagai sub sektor industri kreatif yang memiliki karakteristik holistik, kausalitas, dinamika perilaku, dan saling umpan balik. Dalam rangka mengembangkan model prediksi pertumbuhan kinerja tersebut, dibutuhkan metode alternatif
yang mampu mengakomodasi aspek
perilaku (karakteristik) industri kreatif sekaligus mampu memprediksi potensi pertumbuhan kinerja diantara IKA dan IKU yang diakibatkan perubahanperubahan dari inovasi kebijakan pemerintah sebagai regulator dan akselerator
3
(termasuk perubahan alokasi anggaran) dan juga adanya perbaikan pada sistem bisnis UKM itu sendiri. Model prediksi pertumbuhan kinerja IKA IKU ini akan menjadi dasar bagi pengembangan model kompetisi alokasi selanjutnya
1.2. Perumusan Masalah Perumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
“Bagaimana
mengembangkan model prediksi pertumbuhan kinerja IKA IKU kedepan dengan menggunakan metode alternatif industri kreatif, serta mampu
yang mampu mengakomodasi karakteristik menunjukkan dampak dan pengaruh prediksi
peningkatan pertumbuhan kinerja tersebut terhadap total omset eksport IKA dan IKU yang saling berkompetisi memperebutkan alokasi anggaran pemerintah”.
1.3. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dari model yang dikembangkan adalah: 1. Penelitian ini berfokus pada sistem interaksi kompetisi alokasi Success to Successfull (S to S) yang diterapkan pada sektor pemerintahan secara multi departemen. 2. Dalam membangun tahapan hipotesis dinamik model empiris eksisting UKM IKA dan IKU serta model improvementnya berupa penyelarasan antar SKPD multi departemen, penelitian ini menggunakan pola pikir BSC framework yang berbeda dengan konsep dynamic BSC. Bila dynamic BSC mengembangkan hubungan antar tujuan strategis antar perspektif BSC dengan tujuan merelasikan dinamika hubungan antar KPI (Key Performance Indicator), BSC framework menjadi kerangka acuan tahapan pengembangan hipotesis dinamik model dan hubungan antara perspektif penyelarasan SKPD non teknis, SKPD teknis, dan level bisnis IKA IKU yang berbeda dengan model generic BSC. 3. Penelitian ini obyeknya fokus pada pengembangan model simulasi dinamik berbasis BSC framework, yang menguji peran dan dukungan alokasi anggaran pemerintahan pada kelompok industri kreatif sub sektor kerajinan terhadap kinerja sistem bisnis UKM.
4
Dengan demikian, novelty dari penelitian ini bisa dirumuskan sebagai berikut: pengembangan model simulasi dinamik berbasis BSC framework yang diterapkan pada sektor pemerintahan melalui penyelarasan program secara multi departemen (antar SKPD), yang kemudian diterapkan pada model kompetisi alokasi anggaran berbasis archetype S to S pada kelompok industri kreatif sub sektor kerajinan. . 1.4. Asumsi Model yang dikembangkan adalah sesuai dengan kondisi empiris UKM IKA IKU, yaitu beroperasi dalam sistem produksi berbasis MTO (Make To Order) dan bukan untuk MTS (Make To Stock). Beberapa asumsi yang merepresentasikan keunikan sistem produksi
MTO, yaitu terjadinya kondisi
backlog adalah: (1) tidak adanya batas maksimal tenaga kerja, sehingga production capacity dianggap selalu mampu memenuhi berapapun jumlah demand, (2) ketersediaan bahan baku dianggap selalu lebih besar dari demand, sehingga tetap bisa mencukupi pada kondisi berapapun jumlah demand.
1.5. Batasan Masalah Obyek penelitian yang menjadi amatan dalam pengembangan model ini adalah komoditas mebel kayu dan kerajinan kayu yang mewakili IKA, sementara IKU diwakili oleh kelompok komoditas sarung tangan kulit dan kerajinan kulit. Pengembangan model yang melibatkan perumusan kebijakan penguatan kinerja IKA dan IKU dilakukan pada level Provinsi, dengan melibatkan stakeholder terkait, antara lain Bappeda, Dinasperindagkop, pelaku UKM kelas eksportir, asosiasi pengusaha, dan pengamat UKM industri kreatif.
1.6. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengembangkan model simulasi dinamik pertumbuhan UKM yang mampu mengakomodasi prediksi pertumbuhan kinerja IKA dan IKU kedepan.
5
2. Mengembangkan formulasi kebijakan dalam bentuk 2 (dua) jenis skenario, yaitu skenario proporsi alokasi anggaran dan skenario efek simbiosis. Skenario proporsi alokasi anggaran bertujuan untuk menunjukkan pengaruh perubahan alokasi anggaran terhadap kinerja total IKA dan IKU. Skenario efek simbiosis bertujuan melihat pengaruh potensi simbiosis antara IKA dan IKU dan dampaknya terhadap total kinerja IKA dan IKU. 3. Mengembangkan dasbor manajemen untuk memvisualisasikan implikasi dari perubahan kedua jenis skenario tersebut terhadap kinerja total IKA dan IKU dalam tampilan dashboard management yang user friendly.
1.7. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah berkontribusi sebagai model dasar prediksi pertumbuhan UKM dengan menggunakan model simulasi dinamik berbasis BSC framework yang mengakomodasi penyelarasan antar SKPD secara multi departemen pada sektor pemerintahan dan kelompok industri kreatif, dengan tujuan akhir melihat pengaruh skenario perubahan alokasi anggaran
pemerintah dan inovasi penyelarasan program multi departemen
tersebut terhadap kinerja pertumbuhan UKM.
1.8.
Struktur Disertasi Disertasi ini terdiri dari 6 (enam) Bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan
Pustaka dan Landasan Teori, Metodologi Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran. Untuk memahami isi disertasi secara lebih mudah, pembaca disarankan pertama kali membaca bagian Pendahuluan (Bab 1) dan Metodologi Penelitian (Bab 3). Model yang dikembangkan pada intinya terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu: (1) Model dinamik tahap improvement berupa penyelarasan antara model empiris UKM eksisting IKA dan IKU dengan penyelarasan multi departemen antar SKPD teknis dengan non teknis, (2) Model tahap pertama kemudian diuji dampak dan pengaruhnya secara archetype S to S terhadap perubahan alokasi anggaran (skenario alokasi proporsi) dan perubahan struktur produk antara IKA dan IKU (skenario simbiosis).
6