ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Indonesia adalah negara hukum, artinya segala aspek kehidupan baik berbangsa dan bernegara senantiasa didasari oleh aturan. Dalam kehidupan bernegara, doktrin negara hukum memerintahkan setiap penyelenggaraan pemerintahan harus mengacu dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku (hukum positif) setra mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai dan sumber norma termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia.2 Sedangkan dalam kehidupan berbangsa bertujuan memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak setiap warga negara berikut mengatur hubungan-hubungan hukum di antara mereka dalam melakukan kewajiban-kewajibannya selaku warganegara. Keberadaan negara hukum bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945) Alinea Keempat, menyatakan : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu wujud melindungi seluruh tumpah darah Indonesia adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka 2
H. Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya, Paradigma, Yogyakarta, 2013, h. 656.
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
memberikan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani yang masih menggantungkan kehidupannya pada mata pencarian sebagai petani. Wujud tersebut melalui disusun dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), dalam Lembaran Negara (LN) Nomor 104 Tahun 1960 dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 2043, sebagai amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945, yaitu: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Menegaskan bahwa, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bertujuan untuk terselenggaranya kemakmuran bagi rakyat sebesar-besarnya, sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lahirnya UUPA dengan bersumber pada hukum adat tentang tanah, menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama sebagai peraturan dasar, sehingga mengatur pokok-pokok penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa : “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 9 UUPA, bahwa : (1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2. (2) Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Berdasarkan pada kedua ketentuan di atas maka tanah sebagai bagian dari bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam Indonesia peruntukannya untuk mewujudkan kemakmuran
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
rakyat, sehingga baik penguasan maupun kepemilikannya hanya bagi Warga Negara Indonesia (selanjutnya disebut WNI) saja. Salah satu prinsip atau filosofi yang terkandung dalam UUPA yang telah menutup pintu terhadap kepemilikan (tanah) yang terbuka, yaitu hanya WNI saja tanpa diskriminasi dan jenis kelamin yang dapat mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu hak atas tanah (Pasal 9 UUPA).3 Lebih lanjut seiring dengan kemajuan jaman yang berakibat pada fungsi dan pemanfaatan tanah saat ini yang tidak hanya sebagai tempat mata pencarian sebagaimana dimaksud dalam masyarakat agraris, akan tetapi telah mengalami perkembangan, yaitu sebagai obyek komoditas selain untuk tersedianya tempat membangun/mendirikan fasilitas umum, bahkan tanah juga dapat digunakan sebagai jaminan atau agunan sesuatu hutang atau kredit pada bank atau lembaga keuangan lain. Dalam fungsi tanah sebagai jaminan suatu hutang atau agunan kredit, keberadaannya diatur salah satunya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Atas Tanah (selanjutnya disebut UUHT). UUHT menjadi dasar hukum mengenai apa saja yang dapat dijadikan jaminan sesuatu hutang, kedudukan obyek jaminan terhadap hutang, siapa yang dapat memberi dan menerima suatu jaminan serta bagaimana penyerahan dan penerimaan jaminan sesuatu hutang. Peranan bank seperti yang tersurat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) yaitu sebagai penyalur dana untuk masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dapat digunakan sebagai tambahan dana yang diperlukan bagi kegiatan usaha debitor, tambahan dana tersebut sangat menunjang kegiatan bisnis pada khususnya dan kegiatan ekonomi pada umumnya. 3
A. P. Parlindungan, Serba-Serbi Hukum Agraria, Alumni, Bandung, 1984, h. 44.
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyaluran kredit kepada masyarakat selaku debitor bukan tanpa risiko, ada risiko yang besar dibalik itu seperti debitor gagal bayar dan lain sebagainya. Oleh karena itu, bank selaku kreditor bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitor mengembalikan hutang (kredit) sebagaimana yang dijanjikan. Bank sebagai kreditor oleh undang-undang telah diberi perlindungan yaitu dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 BW ada lembaga jaminan umum, yang menentukan bahwa semua harta kekayaan (kebendaan) debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan atas seluruh perikatannya dengan kreditor. Apabila terjadi wanprestasi maka seluruh harta benda debitor dijual lelang dan dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditor . Namun perlindungan yang berasal dari jaminan umum tersebut dirasakan belum memberikan rasa aman bagi kreditor, sehingga dalam praktik penyaluran kredit, bank memandang perlu untuk meminta jaminan khusus yang bersifat kebendaan. Permintaan akan jaminan khusus yang bersifat kebendaan dalam rangka penyaluran kredit ini merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian Bank sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UU Perbankan. Jaminan kebendaan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam rangka penyaluran kredit Bank. Kelahiran Hak Tanggungan dalam UUPA dan UUHT dapat mengakomodasi kebutuhan lembaga perbankan sebagai upaya mengamankan kredit yang disalurkan kepada masyarakat. UUHT memberikan definisi “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah”, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”, didalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, sebagai berikut : “Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain”. Dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan “memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain” adalah : “bahwa jika kreditor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan yang diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku”. Dari rumusan Pasal 1 angka 1 UUHT tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah bentuk jaminan pelunsan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek (jaminan)nya berupa Hak-hak Atas Tanah yang diatur dalam UUPA.4 Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UUHT, Hak Tanggungan (selanjutnya disebut HT) dapat dibebankan bukan saja pada hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut adalah yang dimaksudkan oleh UUHT sebagai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah”. Pemberian atau pembebanan HT atas tanah berdasakan UUHT, terdiri dari subjek, yaitu pemberi hak dan pemegang HT dan obyek. Obyek tersebut adalah suatu hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang atau agunan kredit yang terdiri dari Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) atas tanah. Subjek HT, baik sebagai penerima/pemegang ataupun sebagai pemberi HT dapat berupa orang perorangan atau badan 4
Kartini Muljadi – Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan,Kencana, Jakarta, 2005, h. 13.
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hukum asalkan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut dan khususnya lagi terhadap objek HT. Pasal 8 ayat (1) UUHT menentukan bahwa : “Pemberi HT adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek HT yang bersangkutan”. Sedangkan penerima atau pemegang HT tidak ada persyaratan khusus. Dapat saja orang perseorangan dapat pula suatu badan hukum dan bahkan dapat dalam bentuk badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia maupun diluar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kegiatan usaha di wilayah Negara Indonesia, sebagaimana dalam penjelasan Pasal 10 UUHT. Sementara itu, dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UUHT dijelaskan bahwa lahirnya HT adalah pada saat didaftarnya HT tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek HT diharuskan ada pada pemberi HT pada saat pembuatan buku tanah HT. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya HT yang bersangkutan. Subjek HT dalam UUHT mensyaratkan bahwa pemberi HT maupun penerima HT adalah orang perorangan dan badan hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang berkedudukan/berdomisili di Indonesia. Ketentuan-ketentuan di atas melahirkan multitafsir (mengandung banyak pemahaman) karena kurang jelasnya tentang siapa saja yang dimaksud dengan orang perorangan sebagai penerima/pemegang HT atas tanah, dengan kata lain, apakah seseorang dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 UUHT dapat pula ditafsirkan bahwa orang perorangan tersebut juga dimaksudkan Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA). Hak Tanggungan dapat hapus karena sebab-sebab yang diatur dalam Pasal 18 UUHT salah satunya yaitu hapusnya Hak Atas Tanah, hapusnya Hak Atas Tanah dapat ditafsirkan fisik tanahnya hapus/hilang atau ‘hak’-nya hapus. Hapusnya Hak Atas Tanah dalam arti fisik
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sangat jarang terjadi, biasanya diakibatkan oleh kejadian alam yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti letusan gunung berapi, tsunami, banjir bandang dan lain sebagainya, atau diakibatkan oleh kesengajaan seperti penenggelaman desa untuk dijadikan waduk. Hapusnya Hak Atas Tanah sering kali terjadi karena lewat waktu, hal ini terjadi pada hak-hak atas tanah yang dibatasi dengan waktu seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Pakai. Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) UUPA berkaitan dengan Hak Milik Atas Tanah, bahwa ada peristiwa hukum yang dapat menghapus Hak Milik Atas Tanah yakni hilangnya kewarganegaraan pemegang Hak Atas Tanah atau pemegang hak atas tanah melakukan perkawinan campuran dengan tanpa adanya perjanjian kawin. Dalam hal adanya peristiwa hukum itu maka pemegang hak atas tanah harus segera melepas tanahnya kepada orang lain paling lambat satu tahun setelah dia kehilangan kewarganegaraannya, apabila tidak dialihkan maka hak atas tanah tersebut hapus dan menjadi tanah negara dengan ketentuan bahwa hak hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. Menurut Pasal 23 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Warga Negara Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraannya jika: a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu; c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan; d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden; e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia; f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari Negara asing tersebut; g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing; h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut: a. Apa akibat hukum terhadap Hak Tanggungan atas tanah hak milik bila pemberi hak tanggungan kehilangan kewarganegaraan Indonesia. b. Apa upaya hukum bagi penerima hak tanggungan jika hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut hapus akibat dari peristiwa hukum seperti yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA. 2. Tujuan Penelitian a. Untuk mengkaji dan menganalisis mengenai akibat hukum terhadap Hak Tanggungan bila pemberi Hak Tanggungan tersebut kehilangan kewarganegaaan Indonesia. b. Untuk mengkaji dan menganalisis upaya hukum bagi Penerima Hak Tanggungan jika hak atas tanah yang dibebani dengan hak tanggungan hapus akibat dari peristiwa hukum yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat ilmiah yaitu hasil penelitian ini akan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ilmu hukum tentang Hukum Jaminan secara umum dan dapat juga sebagai bahan bacaan bagi akademisi Hukum Jaminan secara khusus. b. Manfaat praktis dalam hal ini bermanfaat bagi pemecahan dengan solusi yang tepat bila timbul konflik tentang eksekusi objek Hak Tanggungan yang hak atas tanahnya
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hapus akibat dari peristiwa hukum yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. 4. Tinjauan Pustaka 4.1 Pengertian Hak Tanggungan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, disebutkan bahwa: Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dari pengertian Hak Tanggungan tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada prinsipnya pemberian Hak Tanggungan selalu disertai dengan perjanjian utang piutang atau perjanjian lainnya yang menerbitkan kewajiban pembayaran utang tertentu. Dengan tujuan untuk menjamin pelunasan utang piutang inilah, maka penjaminan dengan Hak Tanggungan ini diberikan. Kewajiban dari keberadaan suatu utang piutang yang menyertai suatu pemberian Hak Tanggungan merupakan suatu hal mutlak yang harus ada pada saat eksekusi Hak Tanggungan dimohonkan.5 Ini secara tegas disyaratkan dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUHT : “utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan”. Ketentuan tersebut secara tidak langsung telah menunjukan suatu kemajuan dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pihak kreditor. Berbeda dengan keadaan sebelumnya, UUHT hanya mensyaratkan adanya suatu jumlah tertentu yang dapat
5
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 114
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
diketahui dengan pasti (berdasarkan perjanjian yang ada) pada saat eksekusi Hak Tanggungan dimohonkan pelaksanaannya. Ada beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam defenisi tersebut. Unsur-unsur pokok itu ialah :6 1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang; 2) Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA; 3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu; 4) Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu; 5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, harus mengandung ciri-ciri: a. Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya, yaitu dikenal dengan “droit de preference”. Apabila debitor cidera janji, maka debitor pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan hukum yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain yang bukan pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. b. Hak Tanggungan selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada. Keistimewaan ini dikenal sebagai “droit de suite”. Biarpun objek Hak Tanggungan sudah di pindahkan haknya kepada pihak lain, kreditor pemegang Hak 6
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, 1999, h. 11
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui penjualan umum jika debitor cidera janji. c. Hak Tanggungan memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak
ketiga
dan
memberikan
kepastian
hukum
kepada
pihaknya
yang
berkepentingan. d. Hak Tanggungan itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Jika debitor cidera janji maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak untuk melelang objek yang dijadikan jaminan sebagai pelunasan piutangnya. Kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut yang menjadi ciri Hak Tanggungan, dengan disediakannya cara-cara yang lebih mudah daripada melalui acara gugatan seperti perkara perdata biasa. 4.2 Subjek dan Objek Hak Tanggungan 1. Subjek Hak Tanggungan Mengenai subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT, dari ketentuan dua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek hukum dalam Hak Tanggungan adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak Tanggungan. Di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:7 a. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan (debitor). b. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya. Dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut :
7
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 54
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
a. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. b. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas piutang yang diberikan.
2. Objek Hak Tanggungan Untuk dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak jaminan hak atas tanah, suatu benda haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:8 1) dapat dinilai dengan uang, atau bernilai ekonomis; Karena utang yang dijamin berupa uang, maka benda yang menjamin pelunasan utang tersebut haruslah dapat dinilai dengan uang. 2) mempunyai sifat dipindahtangankan; Sifat ini harus melekat pada benda yang dijadikan agunan atau jaminan, karena apabila debitor cedera janji, benda yang dijadikan jaminan tersebut akan dijual untuk pelunasan utang. 3) benda yang mempunyai alas hak yang wajib didaftar, menurut ketentuan tentang pendaftaran tanah untuk memenuhi syarat publisitas; 4) penunjukan benda yang dapat dijaminkan, haruslah dengan penunjukan khusus dengan undang-undang. Menurut UUHT Pasal 4 Objek HT adalah sebagai berikut: a. Hak Milik. b. Hak Guna Usaha. c. Hak Guna Bangunan.
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, 1994, h. 386
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
d. Hak Pakai atas tanah negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. e. Hak pakai atas hak milik (masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah).
3. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran objek Hak Tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 17 UUHT dilakukan di Kantor Pendaftaran Tanah Kota/Kabupaten setempat. Lembaga pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam UUPA jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah lebih tepat dinamakan sebagai stelsel campuran, yakni antara stelsel negatif dan stelsel positif.9 Artinya, pendaftaran tanah memberikan perlindungan kepada pemilik yang berhak (stelsel negatif) dan menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku pemilik yang berhak (stelsel positif). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UUHT, tidaklah berlebihan apabila lembaga pendaftaran tanah menurut UUHT juga menganut stelsel campuran.10 Tanpa pendaftaran, Hak Tanggungan dianggap tidak pernah ada. Jika pendaftaran belum dilakukan di Kantor Pendaftaran Tanah, menurut Pasal 13 ayat (1) UUPA begitu juga halnya dengan hipotek menurut Pasal 1179 ayat (2) BW, maka jaminan hipotek itu belum ada. Adapun proses pembebanan Hak Tanggungan menurut UUHT adalah melalui 2 tahap 1) Tahap pemberian Hak Tanggungan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT. Sebelumnya telah dibuat perjanjian hutang piutang yang menjadi dasar dari Hak Tanggungan ini (Pasal 10 ayat (1) dan (2)).
9
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Adityabakti, Bandung, 1991, h. 1 Effendy Hasibuan, “Dampak Pelaksanaan Eksekusi Hipotik dan Hak Tanggungan Terhadap Pencairan Kredit Macet Pada Perbankan Di Jakarta”, Laporan Penelitian, 1997, h. 38 10
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2) Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan (Pasal 13 ayat (1)), pendaftaran ini adalah penting karena membuktikan merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan (Pasal 13 ayat (5)).11 Semua perikatan Hak Tanggungan yang sudah dalam proses pemasangan yang belum didaftarkan dianggap belum ada dan tidak dapat dimintakan eksekusi penjualan lelang berdasarkan Pasal 224 HIR.12 Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta pemberian Hak Tanggungan. 5. Metode Penelitian 5.1 Tipe Penelitian Tipe penulisan yang digunakan adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan.13 5.2 Pendekatan Masalah Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Pendekatan-pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan undang-undang (Statute approach) yaitu suatu pendekatan masalah dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.14 Pendekatan Undang-undang akan membuka kesempatan bagi penulis untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian, antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainya. 11
Sudargo Gautama dan Ellyda T. Soetiyarto, Komentar Atas Peraturan-Peraturan Undang-Undang Pokok Agraria 1996, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 60 12 Ibid 13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, cetakan ke 7, Jakarta, 2011, h. 41 14 Ibid,. h. 93
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Disamping itu penulis juga menggunakan pendekatan konseptual (conseptual approach) yaitu suatu pendekatan dengan berusaha membangun konsep hukum yang dapat dijadikan acuan dalam menemukan solusi bagi isu hukum yang dihadapi, dengan beranjak dari mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkmbang dalam ilmu hukum.15 5.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum merupakan sumber yang dapat diperoleh yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang ada. Sumber bahan hukum dalam tesis ini meliputi sumber bahan hukum primer, dan sumber bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, yurisprudensi, dan putusan-putusan hakim.16 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang digunakan sebagai penunjang untuk memperkuat atau sifatnya menjelaskan bahan hukum primer yang ada, sehingga dapat membantu dalam membahas serta menganalisis permasalahan yang sedang diteliti. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum. Disamping itu juga kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.17 5.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan yaitu Bahan hukum primer dan sekunder yang telah dikumpulkan tersebut kemudian disusun secara sitematis, diambil dari yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas kemudian dianalisis berdasarkan teori dan 15
Ibid. h. 93 Ibid. h. 141 17 Ibid., h. 155 16
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
aturan-aturan hukum terkait, serta dilakukan interpretasi terhadap aturan-aturan yang relevan guna menemukan jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. selain itu digunakan juga tehnik pengumpulan bahan hukum kepustakaan yaitu dengan membaca dan mencatat informasi serta literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 5.5 Analisis Bahan Hukum Metode penafsiran yang akan berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dibagi menjadi tiga interpretasi yaitu gramatikal, sistematis, dan historis. Interpretasi gramatikal yaitu untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang maka ketentuan undangundang dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 itu ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa sehari-hari atau penjelasan istilah bagian kalimat dari peraturan tersebut menurut bahasa sehari hari atau bahasa hukum. Interpretasi sistematis yaitu menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum atau undang-undang lain yaitu hukum Agraria beserta peraturan yang berkaitan dengannya dengan keseluruhan sistem hukum. Interpretasi historis yaitu metode intrerpretasi yang hendak memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum jaminan, disini yang diteliti adalah sumber-sumber hukum yang digunakan oleh pembentuk undang-undang. 6. Sistematika Penulisan Dalam rangka mempermudah dan memahami isi dari tesis ini, perlu dibuat sistematika penulisan dengan melalui perincian sebagai berikut: Pada awal penulisan, Bab I berisi pendahuluan yang merupakan bagian yang berusaha menjelaskan latar belakang terhadap munculnya permasalahan, kemudian dikaji beberapa pokok permasalahan. Setiap pemecahan masalah memerlukan cara pendekatan dan metode kajian yang dikemukakan lebih dahulu untuk menganalisa masalah dalam bab-bab berikutnya.
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam Bab II ini akan diuraikan mengenai akibat hukum terhadap hak tanggungan bilamana pemberi hak tanggungan kehilangan kewarganegara Indonesia, yang didalamnya akan dibahas tentang Hak Tanggungan, lahirnya Hak Tanggungan, hapusnya Hak Tanggungan, sebab-sebab hilang atau dicabutnya kewarganegaraan warga Negara Indonesia (WNI), peristiwa-peristiwa hukum yang dapat menghapus hak atas tanah. Selanjutnya dalam Bab III ini akan dibahas mengenai upaya hukum bagi penerima HT bila hak atas tanah yang dibebani HT tersebut hapus akibat dari peristiwa hukum yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA. Dalam Bab III ini juga akan dibahas mengenai kedudukan Kreditor pemegang HT bila hak tanggungannya hapus dan upaya – upaya hukum yang dilakukan oleh penerima HT. Berdasarkan uraian kedua bab diatas yaitu Bab II, dan Bab III, dari jawaban atas permasalahan yang diajukan maka dapat ditarik kesimpulan dan saran pada Bab IV sebagai penutup.
TESIS
KEBERADAAN JAMINAN ...
AHMAD BADAWI