BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Dewasa ini, keterkaitan seni dan politik sering diperbicangkan. Pasalnya
pemaksaan estetika sebagai strategi manipulatif untuk tujuan-tujuan tertentu terus berlangsung, tindakan-tindakan politik yang diberi sentuhan estetis kian marak. Seni berkaitan dengan hal-hal estetika (keindahan) serta ekspresi, berbeda dengan politik yang dikaitkan kekuasaan dan cara mengelola kekuasaan. Namun praktik kerjasama antar kedua hal ini dilihat pada penyelewengan makna atas ekspresi simbol-simbol seni untuk derajat kepentingan tertentu, disinilah muncul istilah estetitasi politik dan politisasi estetis.1 Sejarah mencatat keterkaitan seni dan politik, terkait bagaimana seni melanggengkan kekuasaan, proses reproduksi ideologis dari pemerintah yang berkuasa. Ketika Soekarno berkuasa, Soekarno mengemas seni dan politik dengan cara-cara membuat membuat pidato yang berapi-api, lagu-lagu wajib nasional, monumen nasional dan Gelora Bung Karno sebagai media yang menyiratkan perpaduan visi politik dengan gagasan besar dan perjuangan bangsa. Soekarno memiliki pandangan bahwa dibutuhkan seni khas Indonesia sebagai identitas nasional 2 sebagai antitesis dari Indonesia Lama. 3 Pada Orde 1
Estetisasi yang dimaksudkan adalah upaya penghalusan, pemberian sentuhan seni terhadap hal yang sebenarnya bukan kategori seni. Dalam hal estetisasi politik, berarti ada upaya pemberian sentuhan terhadap tindakan-tindakan politik. Sebaliknya, politisasi dapat diartikan sebagai upaya memberikan bobot politik atau dipandang sebagai hal yang menyimpan tujuan politik terhadap tindakan atau karya yang sesungguhnya bukan kategori politik. Adapun politisasi estetik berarti upaya pemberian bobot politik atas tindakan atau karya-karya seni. 2 Rezim Soekarno adalah eranya sebuah identitas bangsa tidak hanya ditentukan oleh pencapaian politik saja, tetapi juga oleh suatu identitas kultural yang lengkap; arsitektur, bahasa dan seni. 3 Soekarno memiliki anggapan dibutuhkan sebuah identitas bagi bangsa yang baru, yakni sebuah kebudayaan Indonesia “baru” yang tidak mewakili semangat dekaden kolonial; lemah dan gampang menyerah. Agung Kurniawan, 2014 dalam Nyanyian Bangsa: Telaah Musik Sujiwo
1
Baru, Soeharto menggunakan media seni sebagai bentuk proses reproduksi ideologis. 4 Objek yang dipilih berupa media cetak, yaitu prangko, nota bank (mata uang pecahan 50 ribu rupiah), poster, billboard, dan tayang televisi (khususnya Laporan Khusus di TVRI). Selain untuk melanggengkan kekuasaan, Orde Baru juga melakukan intimidasi terhadap seni yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa, seperti pelarangan lagu rakyat Genjer-Genjer karena diasosiasikan dengan PKI dan komunis.5 Disisi lain seni digunakan untuk menyampaikan protes kepada pemerintah atau mengkritik keadaan sosial & politik. Sudah banyak karya seni berupa lagu, mural, karikatur maupun kartun memuat napas politik-dari sekadar menyindir, memprotes, mengolok-olok kebijakan-kebijakan pemerintah. Contoh lagu-lagu Iwan Fals pada album-album sebelumnya-seperti Bongkar, Dibalik Bening Mata Air Tak Pernah Ada Air Mata, Serdadu & Bongkar banyak mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru dan Soeharto, grafiti pada ruang publik (daily politics), mural sebagai ruang publik baru, film sebagai alat propaganda militer (buku karya Budi Irawanto; Film, Ideologi dan Militer) hingga lagu-lagu Soedjiwo Tedjo tentang bangsa (karakter Indonesia dan “tidak” Indonesia). Selain itu seni memiliki kemampuan untuk menyulut ketegangan politik dalam skala internasional seperti pada skandal kartun nabi Muhammad SAW pada harian terkemuka Denmark Jyllands-Posten pada tahun 2005 dan harian Perancis Charlie Hebdo pada tahun 2015. Pada tahun 2014, melalui linimasa Facebook, ada kabar bahwa akan terbit komik yang mengupas tentang masa reformasi. Hal ini menggelitik, karena jarang-jarang ada komik yang bercerita tentang Orde Baru. Komik itu berjudul Mice Cartoon:Indonesia 1998. Komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 dibuat oleh kartunis Muhammad “Mice” Misrad yang sebelumnya dikenal oleh publik Tejo dalam Menghadirkan Wacana Identitas dan Karakter Bangsa. Irfan Darajat.Penerbit PolGov.Yogyakarta. 4 Hal ini melibatkan bagaimana mitos dan konotasi bekerja dalam tataran sistem pertandaan media propaganda yang memuat tampilan Soeharto, serta proses reproduksi ideologis bekerja melalui sistem pertandaan media propaganda yang memuat tampilan Soeharto. Arief Adityawan S, Mengupas Semiotika Orde Baru Soeharto,LP3ES,Jakarta,2008. Hal 9. 5 Konon lagu Genjer-Genjer diputar saat enam jenderal disiksa di Lubang Buaya oleh anggota Gerwani.
2
sebagai duo kartunis “Benny & Mice” 6 bersama Benny Rachmadi. Semasa masih bergabung dalam “Benny & Mice” sering menghiasi halaman Kompas Minggu dengan komik strip bergenre komedi satir7 selama tahun 2005-2010 dan menerbitkan beberapa komik. 8 Lepas dari duo “Benny & Mice”, Mice tetap rajin mengisi Kompas Minggu dengan komik strip dan menerbitkan buku komik lain seperti Andai Aku jadi Gubernur Jakarta pada tahun 2011, Oblada Obladi Life Goes On pada tahun 2012, Politik Santun dalam Kartun pada tahun 2012, Kamus Istilah Komentator Bola pada tahun 2012, Little Mice GAME OVER pada tahun 2013, Politik Santun dalam Kartun 2 dan Mice Cartoon:Indonesia 1998 pada tahun 2014. Secara keseluruhan kartun dan komik karya Mice berada pada genre yang sama, yaitu komedi satir dengan menyentuh keadaan sosial ekonomi dan politik. Melalui karya-karyanya Mice mengajak pembacanya agar tidak terlalu serius dan melihat sisi humor dari isu publik terhangat. Membaca komik tersebut serasa bernostalgia pada tahun 1998, pada jejak sejarah yang tetap ada & dikenang, mengenai gejolak sosial dan politik yang terjadi pada masa itu-bagaimana detik-detik lengsernya Soeharto dan dimulainya reformasi. Tidak seperti kebanyakan orang, Mice seakan mencoba menawarkan sudut pandang lain: apa saja yang terjadi pada 1998 sebagai momen cukup lucu meskipun kartun yang diangkat merupakan permasalahan krusial pada saat itu. Hadir dalam bentuk kartun dan komedi satir. Kedua, sebagai generasi yang tidak mengalami dampak ‘langsung’ pada tahun 1998, komik ini menyuguhkan cerita tentang apa saja yang terjadi pada tahun 1998-tidak hanya soal dampak krisis 6
Benny & Mice adalah sebuah seri strip komik yang terbit setiap minggu di harian Kompas. Strip komik ini mengambil latar keadaan kota Jakarta yang Metropolitan. Komik ini dikarang oleh Benny Rachmadi dan Mihammad "Mice" Misrad. Komik ini banyak melakukan kritik sosial kepada penduduk Jakarta dari berbagai kalangan. Kedua tokohnya, yaitu Benny & Mice sebenarnya merupakan gambaran diri dari kedua pengarang sendiri. Komik ini bergaya hiperbolik. Kisah kartun Benny & Mice diambil dari realitas sosial di sekitar kedua pengarangnya. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Benny_%26_Mice 7 Komedi satir adalah komedi yang menyingkap cacat-cela masyarakat dan perseorangan dengan cara mengkritik, menyindir atau mencemooh. Komedi satir menurut KBBI adalah sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan (drama ria) meskipun kadang-kadang bersifat menyindir tentang kepedihan dan kegetiran terhadap suatu keadaan, tetapi berakhir dengan kebahagiaan. 8 Ada komik strip Benny & Mice dibukukan sesuai dengan tema. Antara lain Lagak Jakarta (12), Jakarta Luar Dalem, Jakarta Atas Bawah, 100 Tokoh yang Mewarnai Jakarta, Talk About Hape, Lost in Bali (jilid1-2).
3
ekonomi, kerusuhan, demonstrasi skala besar atau detik-detik lengsernya Soeharto tetapi juga mengangkat topik non-politis seperti trend rambut ala Ira Koesno 9 sampai kacamata bingkai oval tebal yang digandrungi anak muda. Komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 muncul sebagai konten alternatif pengetahuan dan informasi sosial politik kepada generasi muda tentang ‘magis’nya tahun 1998. Ada hal menarik tentang komik Mice Cartoon:Indonesia 1998. Sebenarnya komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 merupakan cetak ulang dari komik Rony: Bagimu Mall-mu, Bagiku Pasar-ku pada tahun 1999 dengan kover baru dan beberapa halaman tambahan sebagai pengantar cerita. Komik ini diterbitkan
pada tahun 2014, sebagai peringatan 15 tahun Mice berkarya.
Meskipun komik Indonesia 1998 merupakan versi cetak ulang, respon dan antusiasme publik terhadap komik ini cukup baik. Pertanyaan muncul ketika mengapa hal yang sudah lebih dari satu dekade berlalu diangkat kembali dalam komik ini. Apa yang ada dalam benak kartunis pada tahun tersebut, bagaimana pengalamannya menghadapi gejolak sosial politik saat itu menjadi hal yang menarik ketika tersirat secara implisit maupun eksplisit dalam setiap kartun dan kartun komik dalam komik. Kedua, dalam setiap scene kartun dan kartun komik dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 menggambarkan wacana yang diproduksi oleh pemerintah Orde Baru namun kartunis seolah ingin membangun wacana lain melalui kartun dan kartun komik kreasinya, dengan tambahan bumbu komedi satir didalamnya. Bahwa wacana yang dipropagandakan oleh Orde Baru tidak diterima mentah-mentah oleh lapisan masyarakat, terutama bagi kartunis sendiri sebagai sorang seniman yang kritis. Hal-hal menarik tersebut menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Penelitian ini masih berada dalam tema besar seni sebagai kritik sosial atau propaganda politik, mencari keterkaitan antara seni dan politik. Medium seni apapun termasuk kartun dapat digunakan sebagai media komunikasi politik 9
Gaya rambut Ira Koesno pembawa acara berita Liputan 6 Siang, sempat menjadi trend rambut wanita tahun 1998.
4
dan pembelajaran politik. Berbeda dari tulisan kebanyakan, tulisan ini akan melihat pada bagian kartun sebagai medium berekspresi terhadap gejolak dan situasi politik pada setiap rezim kekuasaan & kartun sebagai medium kritik untuk menyajikan wacana tandingan. Tulisan ini masih cukup baru dalam kajian politik di Indonesia sehingga diharapkan dapat menjadi sumbangan literatur atau melengkapi literatur yang sudah ada. Peneliti berharap penelitian ini mampu melengkapi informasi yang berkaitan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sekaligus memberi penjelasan secara komprehensif terhadap kartun komedi satir dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998.
B.
Rumusan Masalah 1. Apa wacana yang dibangun oleh kartunis ketika membuat komik Mice Cartoon:Indonesia 1998?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Menunjukkan adanya keterkaitan seni dan politik.
2.
Menganalisa sejauh mana seni menjadi medium untuk mengkritik rezim kekuasaan.
D. Kuasa dan Wacana D.1. Definisi Wacana Membahas komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 tidak lepas dari wacana dan kuasa yang hendak dipaparkan atau dipertarungkan dalam penelitian ini. Seperti yang kita tahu, aspek wacana dan kuasa atau kekuasaan menjadi kunci penting untuk menjadi titik mula pemahaman dari penelitian ini selain membedah aspek kartun dan komik. Pertama-tama, mari membahas definisi wacana terlebih dahulu. Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan disini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau
5
representasi dari pengalaman10, wacana juga memiliki pengertian lain sebagai berikut ;
Rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat.-kalimat itu; 2. Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis.11 Hawthrone memiliki pendapat lain tentang wacana, baginya wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, hal dapat dimaknai sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Dijelaskan pula pandangan Foucault (1972) mengenai wacana; kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement) kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah penyataan. Dalam kajian politik, wacana merupakan elemen penting dalam praktik pemakaian bahasa, terkhusus pada politik bahasa. Dengan kata lain, bahasa digunakan untuk menggambarkan ideologi agar dapat diserap dan diterima oleh masyarakat luas. Oleh karena itu praktik pemakaian bahasa sangat penting dalam kajian politik.
D.2 Kuasa dan Wacana Seperti yang kita ketahui, kuasa dan wacana memiliki keterkaitan satu sama lain. Michael Foucault dalam paparan menyatakan bahwa wacana tidaklah hanya dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks yang bersifat tunggal, tetapi sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep,
10 11
Roger Fowley 1977 dalam Eriyanto, 2001. J.S Badudu 2000 dalam Eriyanto, 2001.
6
atau efek). 12 Hal itu memiliki arti bahwa kuasa berperan dalam menentukan wacana sehingga mampu untuk memproduksi gagasan, konsep atau efek sesuai keinginan. Foucault memiliki konsep menarik tentang hal ini, yaitu tesisnya mengenai hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. 13 Menurut Foucault kuasa tidak artikan sebagai kepemilikan tetapi kuasa dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan antara satu dengan yang lain. Kuasa tidak hanya sebatas pada Negara, tetapi menyentuh sampai skala kecil yaitu individu karena menurut Foucault, seperti dikutip Bartens, strategi kuasa berlangsung dimana-mana, selama ada aturan-aturan, sistem-sistem regulasi dimana saja manusia memliki hubungan tertentu satu sama lain disitu kuasa sedang berlangsung.14 Dalam pandangan Foucault, kekuasaan selalu terakumulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa.15 Setiap kekuasaan yang disusun, dimapankan, dan diwujudkan melalui pengetahuan dan wacana tertentu menimbulkan efek kuasa. Kekuasaan mampu untuk menentukan, menghasilkan dan memproduksi mana yang ‘benar’ dan yang ‘salah’, diwujudkan dalam rezim kebenaran tertentu dan membuat khalayak untuk mengikuti kebenaran yang sudah ditetapkan.
D.3. Kuasa Memproduksi Wacana Bagaimana proses kuasa dapat memproduksi wacana? Mari membahas mengenai keterkaitan antara wacana dengan realitas. Kita dapat memahami realitas sebagai seperangkat konstruk yang dibentuk melalui wacana. Sementara 12
Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak tertentu. 13 Kuasa oleh Foucault tidak dimaknai dalam termina “kepemilikan”, dimana seseorang mempunyai sumber kekuasaan tertentu. 14 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis teks media, LKiS, Yogyakarta, 2001, hal 66 15 Hal ini dimaksudkan bahwa pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi kuasa tetapi pengetahuan berada di dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memprodusir pengetahuan dan bukan saja kaena pengetahuan berguna bagi kuasa. Jadi bisa dikatakan bahwa tak ada pengetahuan tanpa kuasa, dan begitu juga sebaliknya. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi, untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan.
7
menurut Foucault, realitas tidak bisa didefinisikan jika kita tidak memiliki akses dengan pembentukan struktur diskursif tersebut. Bagaimana kita berpresepsi dan menafsirkan objek dan peristiwa tergantung pada struktur diskursif. Struktur diskursif inilah yang membuat objek atau peristiwa terlihat nyata oleh kita. Struktur wacana dari realitas itu, tidaklah dilihat sebagai sistem yang abstrak dan tertutup.16 Foucault berpendapat bahwa pandangan kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh struktur diskursif: wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek, definisi dari perspektif yang paling dipercaya dan dipandang benar.17 Hal ini dikarenakan bagaimana persepsi kita tentang suatu objek dibentuk dengan dibatasi oleh praktik diskursif: dibatasi oleh pandangan yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini benar dan yang lain tidak.18 Jika dicermati, suka atau tidak wacana secara langsung maupun tidak langsung membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda dalam batas-batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, pernyataan kemudian disesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. Disini, pernyataan yang diterima dimasukkan dan mengeluarkan pandangan yang tak diterima tentang suatu objek. 19 Objek bisa jadi tidak berubah secara fisik, tetapi struktur diskursif yang dibuat membuat objek menjadi berubah. Wacana membentuk dan mengkonstruksikan peristiwa tertentu dan gabungan dari peristiwa-peristiwa tersebut ke dalam narasi yang dapat dikenali oleh kebudayaan tertentu. Dalam prosesnya, kita mengkategorisasikan dan menafsirkan berbagai pengalaman dan peristiwa mengikuti struktur yang tersedia dan dalam menafsirkan tersebut kita sukar keluar dari strukur diskursif yang sudah terbentuk.20
16
Eriyanto, op.cit., hal 73 Eriyanto, op.cit., hal 73 18 Eriyanto, op.cit., hal 74 19 Eriyanto, op.cit., hal 74 20 Dapat disimpulkan bahwa struktur diskursif tersebut adalah bangunan besar, dan secara sistematis batas-batas itu berbentuk sebuah episteme, perangkat dari struktur diskursif sebagai 17
8
Namun Foucault juga menjelaskan bahwa gagasan tentang resistansi, dalam bukunya History of Sexuality menyebutkan bahwa dimana ada kekuasaan disitu ada resistansi.21 Tesis ini memperbolehkan kita untuk mempertimbangkan hubungan antara orang-orang yang berebut kekuasaan tidak hanya direduksi menjadi relasi antara majikan-hamba atau hubungan opresor-korban. Dengan kata lain dimana kuasa sedang dijalankan pasti terdapat seseorang yang melakukan resistansi. Resistansi disini tidak berarti anti kekuasaan seratus persen melainkan bentuk aksi kritis terhadap wacana yang dihembus oleh pemegang kuasa. Melalui penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kekuasaan tidak hanya bekerja dengan membelenggu atau mengontrol, tetapi juga memproduksi dan reproduksi wacana, kebenaran dan pengetahuan. Struktur diskursif yang dibentuk oleh Orde Baru begitu kuat hingga bertahan selama tiga puluh dua tahun karena didukung oleh oligarki dan militer. Orde Baru melakukan kontrol terhadap warga sipil melalui struktur diskursif, wacana maupun regulasi-regulasi yang apabila dilanggar akan dikenai pasal subversif. Partisipasi politik masyarakat ditekan seminimal mungkin demi kestabilan politik pembangunan dengan dalih berorientasi pada pembangunan. Dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998, digambarkan bahwa pemerintah Orde Baru saat itu memberlakukan sistem absolut-membuat dikotomi salah dan benar, pengelolaan informasi terhadap wacana, isu dan pengetahuan. Hal seperti ini tak luput dari aksi resistansi yang dilakukan kalangan tertentu, walaupun melakukan perlawanan bukan berarti murni seratus persen menentang kekuasaan. Kartunis menggunakan komiknya sebagai upaya resistansi dalam versinya sendiri. Pemerintah Orde Baru melihat media sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Hal ini selaras dengan konsep kuasa, bahwa kuasa tidak hanya bermain dalam lingkup represif, melainkan pada ranah produksi dan reproduksi.
suatu keseluruhan melalui mana kebudayaan berpikir, melalui episteme itu kita mengerti dan memahami suatu objek dengan pernyataan dan pandangan tertentu, dan tidak yang lain. 21 Foucault dalam Sarah Mills, Michel Foucault, Taylor & Francis e-Library, London, 2005, hal 40
9
Melalui media 22, pemerintah Orde Baru menentukan wacana dan memproduksi simbol maupun teks yang maknanya sesuai dengan visi dan misi rezim. Begitu pula dengan kartunis komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 menggunakan media untuk membangun perlawanan wacana. Untuk itu diperlukan analisis wacana pada media23 akan melihat pada penggunaan simbol maupun teks sebagai wujud dari bagaimana kuasa bekerja karena analisa wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.24
E. Kartun E.1. Kartun dan Pengunaan Kartun dalam Proses Politik Mari membahas pengertian dari kartun. Kartun, yang dalam bahasa inggris cartoon, mengakar pada bahasa Italia cartone, yang memiliki arti ‘kertas besar’. Hal ini mengacu pada sebuah gambar besar pada kertas sebagai studi keseluruhan pada produksi artistik.25 Perlahan-lahan kartun pun berkembang antara lain kearah politik: menjadi sebuah bahasa simbol yang visual untuk mengomentari keadaan pada masa itu. Seni kartun, selain menjadi wahana untuk berkomentar juga menjadi sebuah wahana pemadatan simbolik. 26 Lalu bagaimana pemahaman mengenai kartun politik? Dijelaskan kartun politik adalah ilustrasi atau komik strip yang 22
Lois Althusser (1971, dalam Al-Zastrouw, 2000) menulis bahwa media, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideology states apparatus). Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Anlisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Pt Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal 30 23 Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direperesentasikan. Di sisi lain media juga bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideology dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrument perjaungan bagi kaum tertindas untuk memabngun kultur dan idelologi tandingan. Dikutp dari Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Anlisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Pt Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal 30 24 Eriyanto, op.cit., hal 6 25 Dikutip dari artikel Cartoon pada http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Cartoon 26 Salman Aristo. Politweet: Menjepret Politik Indonesia dalam Komik. Bentang Pustaka,Yogyakarta, 2010, hal 125
10
mengandung pesan politis atau sosial 27 atau kartun yang menitik beratkan sasarannya tentang lika liku dan permasalahan politik. Sebagian besar dari kartun politik menggunakan metafora dan karikatur-karikatur untuk menjelaskan kerumitan situasi politik, memberikan ringkasan peristiwa terkini dengan humor atau gambar-gambar yang emosional. Adapun terdapat kartun-kartun poltik yang tidak mengedepankan aspek humor, namun secara umum mengandung elemen ironi, ketidak sinkronan atau hal yang tidak biasa. Kartun politik secara umum beroperasi pada dua level yang berbeda, pertama kartun bercerita soal cerita imaginatis tentang menciptakan dunia khayalan. Kedua, lebih pada kejadian dan karakter pada kehidupan nyata. 28 Hubungan antar kedua aspek ini berdasar metaforis, yakni mengajak khalayak untuk memetakan sifat dari alam yang lebih nyata ke alam yang lebih asbtrak. Bagi pembaca yang memahami kartun hanya dari segi fiksinya saja mungkin akan tetap berusaha untuk membedakan referensi pada dunia nyatanya, karena interpretasi semacam ini memerlukan minat pembaca pada bidang kebijakan publik dan pengetahuan soal politik. Biarpun begitu biasanya kartun politik dapat menampakkan kebenaran tertentu, yang bertujuan untuk mengajak pembaca melihat dari sudut pandang baru.
F. Komik Komik memiliki banyak pengertian, Scott Mccloud memiliki definisi sebagai berikut;
Komik merupakan gambar-gambar maupun lambang-lambang lain yang terjuktaposisi dalam urutan tertentu, memiliki tujuan untuk memberikan informasi dan atau memproduksi dan mencapai tanggapan estetis dari pembaca.29 27
Dikutip dari artikel Part I: A Brief History of Political Cartoons. The University of Virginia. Retrieved November 28, 2006. Cartoon pada http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Cartoon 28 Multiliteracies: How Readers Interpret Political Cartoon. Elisabeth El Refaie,,Cardiff University ,UK. Hal 4. Format pdf. Diakses melalui vcj.sagepub.com 15 Oktober 2015 29 Scott Mccloud,Understanding Comics (The Invisible Art), Harper Collins ,New York, 1994, hal 9
11
Will Eisner dalam bukunya Graphic Storytelling and Visual Narative mendefinisikan komik sebagai tatanan gambar dan balon kata yang berurutan.30 Dengan kata lain, komik adalah gambar-gambar yang disusun secara berurutan dan saling berhubungan. Komik biasanya digambar dalam satu kotak, sementara jika digambar lebih dalam satu kotak disebut komik strip. Kartun komik tentu jelas berbeda dengan komik strip-kartun yang terdiri atas kotak-kotak (panel) yang menampilkan alur cerita. Apabila kartun komik dan komik strip dibukukan maka disebut buku komik.
G. Metodologi Penelitian G.1. Metode Penelitian Secara metodologi, peneliti menerapkan pendekatan eksplanatori, menggunakan metode penelitan analisis wacana kritis untuk menganalisa keterkaitan dengan kartun dengan politik. Metode ini bekerja dengan menujukkan bahwa analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa, termasuk batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif apa yang mesti dipakai dan topic apa yang dibicarakan. Dalam penelitian ini pembacaan mengenai kekuasaan dilakukan melalui objek yang terkait dengan struktur diskursif yang diproduksi dan dalam wacana itu sendiri secara lebih seksama. Metode ini digunakan untuk membedah & menganalisis bagaimana teks, kartun dan kartun komik dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 memuat wacana yang berbeda dengan wacana yang dibuat oleh rezim Orde Baru. 31 Untuk mendukung penelitian ini dan sejajar dengan pertanyaan penelitian, strategi analisis menggunakan metode kognisi sosial ala Van Dijk. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik 30
Will Eisner, Graphic Storytelling and Visual Narrative, W.W Norton, 1996, hal 6 Wacana memberikan kontribusi pada pengonstruksian identitas sosial, hubungan sosial & sistem pengetahuan dan makns. 31
12
produksi yang harus diamati. 32 Oleh karena itu penelitian mengenai wacana tidak bisa menitikberatkan pada teks semata karena teks merupakan bagian dari struktur besar dalam masyarakat. Pendekatan kognisi sosial membantu memetakan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan atau media, disisi lain terdapat nilai-nilai sosial dalam masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan digunakannya untuk membuat teks berita. Pada intinya analisis dari van Dijk adalah menggabungkan dimensi teks, koginisi sosial, dan analisis sosial dalam satu kesatuan analisis. Berikut ini merupakan tabel untuk menjelaskan ketiga dimensi van Dijk tersebut dengan beberapa penyesuaian untuk penelitian ini; Tabel 1.1 Tiga Dimensi Kerangka Analisis Wacana van Dijk33
Dimensi Struktur
Metode
Teks Critical Lingusitic Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau persitiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu. Kognisi Sosial Wawancara mendalam Menganalisis bagaimana kognisi pembuat teks dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis. Analisis Sosial (Konteks Sosial) Studi pustaka, penelusuran sejarah Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan.
Peneliti memutuskan untuk menerapkan ketiga dimensi tersebut dengan beberapa penyesuaian, diantaranya mengubah pemisahan antara kognisi sosial 32 33
Eriyanto, op.cit., hal Eriyanto, op.cit., hal 275
13
dengan konteks sosial. Alasan penyesuaian tersebut karena tafsiran atas kognisi sosial dan konteks sosial mudah untuk didialogkan. Berikut ini tabel struktur atau elemen wacana dalam dimensi teks van Dijk agar lebih detail dipahami kerangka analisis teksnya:
Tabel 1.2 Elemen Wacana van Dijk Struktur Wacana
Hal yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik Tema atau topik yang dikedepankan dalam suatu berita Skematik Bagaimana bagian dari urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Sematik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misalnya dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detail sisi lain Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, sususan) yang dipilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan
Topik
Super Struktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Skema
Latar, detail, maksud, pra anggapan, nominalisasi
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
Leksikon
Grafis,metafora, ekspresi
Kemudian peneliti melakukan penyesuaian terhadap elemen wacana van Dijk untuk diterapkan pada analisis pada teks komik Mice Cartoon:Indonesia 1998. Berikut ini tabel yang menjelaskan penyesuaian tersebut:
14
Tabel 1.3 Elemen Wacana Van Dijk dengan penyesuaian Unit Analisis
Struktur
Hal
yang Elemen
Wacana
diamati
Keseluruhan Komik
Struktur Makro Tematik (Apa yang dikatakan) Superstruktur Skematik (Bagaimana pendapat disusun & dirangkai) Teks, Kartun Struktur Mikro Semantik & kartun (Makna yang komik pilihan ingin ditekankan) Struktur Mikro Sintaksis (Bagaimana pendapat disampaikan) Struktur Mikro Stilistik (Pilihan kata apa yang dipakai?) Struktur Mikro Retoris (Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
Analisis
Topik/Tema, Subtopik
Skema Komik (judul, lead, summary, story)
Teks
Teks
Teks
Teks Grafis (Kartunkartun pilihan)
Latar, detil, maksud, pra anggapan, nominalisasi Bentuk kalimat, kohenerensi, kata ganti Leksikon
Metafora Ekspresi, elemen kartun
Tabel diatas merupakan penyesuaian yang dilakukan untuk penelitian ini. Namun hal itu dirasa masih terlalu umum untuk peneltian, untuk itu dipaparkan lebih rinci mengenai elemen mikro yang akan digunakan dalam proses analisa.
Semantik
Tabel 1.4 Elemen Mikro van Dijk dengan penyesuaian Elemen
Keterangan
Latar
Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti yang ingin ditampilkan. Biasanya latar yang dipilih oleh komunikator menggiring kearah mana pandangan pembaca hendak dibawa. Latar menjadi elemen yang berguna untuk membongkar apa
15
Detil
Maksud
Praanggapan
Nominalisasi
Sintaksis
Bentuk Kalimat
Koherensi
Kata Ganti
maksud yang ingin disampaikan oleh komunikator. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh komunikator. Komunikator akan memilah informasi mana yang akan lebih menguntungkan dirinya, dimana detail informasi akan dijabarkan secara rinci sementara pada informasi yang tidak menguntungkan, detail informasi akan dikurangi. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Eleman maksud melihat pada informasi yang menguntungkan komunikator akan dijabarkan secara eksplisit, sementara informasi yang tidak menguntungkan akan dijabarkan secara implisit. Dalam konteks media, elemen maksud menunjukan kepiawaian komunikator menggunakan praktik bahasa untuk menonjolkan kebenaran. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks, sebagai upaya untuk mendukung pernyataan komunikator dengan premis yang dipandang terpercaya dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Nominalisasi merupakan upaya untuk mengubah kata sifat atau kerja menjadi kata benda. Nominalisasi berhubungan dengan pengobjektivikasi suatu peristiwa maupun perilaku yang dialami atau dilakukan oleh tokoh. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Bentuk kalimat tidak hanya melihat teknis tata bahasa, tapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Menilik pada cara berpikir logis kasualitas, dibedakan menjadi kalimat aktif dan kalimat pasif. Bentuk kedua proposisi dalam kalimat dengan frase atau kata yang kontras dan mencolok sebagai penekanan. Bentuk ketiga adalah bentuk deduktif atau induktif. Bentuk deduktif ini kalimat lebih kentara dan menonjol, sedangkan bentuk induktif inti kalimat tersamar. Unit Analisis: Teks ( kalimat pilihan) Koherensi merupakan elmeen yang menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh komunikator. Sehingga dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Koherensi terdiri atas koherensi kasual, koherensi pembeda, dan kohenrensi pengingkaran. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas
16
Stilistik
Leksikon
Metafora
Retoris
Grafis Ekspresi
Elemen gambar
imajinatif dan sebagai alat untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Elemen ini menandakan bagaimana komunikator melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata yang dipakai dapat menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Unit Analisis: Teks (kalimat pilihan) Disamping teks, komunikator dapat menggunakan kiasan, ungkapan, metafora tertentu untuk menyampaikan pesan pokok lewat teks. Metafora tertentu dapat menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks; secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Unit Analisis: Huruf tebal, huruf miring dan huruf yang dibuat ukuran lebih besar dan kartun Unit Analisis: Kartun & kartun komik Elemen juga ditambahkan untuk menafsirkan visualisasi yang telah dipilih. Upaya ini untuk mendapatkan teks atau makna dari kartun & kartun komik. Ekspresi digunakan untuk membaca secara visual para komunikator dalam berbagai kondisinya yang ditampilkan dalam komik. Selain itu, ekspresi dapat mengungkapkan nada dari teks yang ditampilkan (sedih, suka cita, malu, takut, khawatir, bingung, dll) Unit analisis: Kartun & kartun komik Elemen gambar dimasukkan dalam analisa untuk melihat bagaimana komunikator melakukan penekanan makna melalui gaya menggambar.
G.1.1 Jenis Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang terlebih dahulu dikumpulkan oleh peneliti. Sumber data adalah pusat dari dokumentasi dari kartun dan kartun komik yang diperoleh dari komik Indonesia 1998 atau buku-buku yang berkaitan dengan kajian penelitian. G.2 Teknik Pengumpulan Data Kajian ini menganalisis kartun dan kartun komik dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 yang dapat didokumentasikan. Selain dokumentasi, peneliti
juga
melakukan
wawancara
kepada
kartunis
komik
Mice
Cartoon:Indonesia 1998 untuk memperoleh informasi yang diperlukan demi keakuratan data yang dibutuhkan dalam proses analisis.
17
Setelah data terkumpul maka peneliti mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek yang memuat catatan penting dari teks dan scene kartun komik yang akan dibahas. Prosedur yang dilakukan dalam proses pengamatan yaitu dengan cara membaca, memahami dan menginterpretasikan isi komik.
G.3 Teknis Analisis Data Proses penelitian dengan menggnakan metode analisis wacana van Dijk dilakukan secara berurutan, yaitu analisis pada dimensi teks, dimensi koginisi sosial dan dimensi analisis sosial. Namun sebelum melakukan analisis data komik Mice Cartoon:Indonesia 1998, terlebih dahulu melakukan pengelolaan data komik dengan memilah scene dan kartun komik. Setiap scene yang terpilih berhubungan dengan situasi sosial dan politik pada tahun 1998. G.4 Analisis Kartun dalam Komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 Kuasa dan wacana merupakan tema penting yang ditunjukan dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998. Hal ini diwujudkan dalam setiap scene kartun dalam komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 yang memperlihatkan bagaimana kuasa bekerja memproduksi wacana tertentu yang menyentuh dalam aspek kehidupan dan agen terkecil yaitu individu. Di bagian awal komik Mice Cartoon:Indonesia 1998 rezim Orde Baru diceritakan dalam setiap scene kartun & kartun komik sebagai pihak penguasa pada tahun 1998 dan diceritakan bagaimana profil serta karakter rezim Orde Baru secara umum dan pendapat pribadi kartunis mengenainya. Analisis wacana van Dijk digunakan peneliti untuk membedah komik ini meliputi aspek struktur makro (elemen tema), superstruktur (elemen skematik) dan struktur mikro yang terdiri atas 13 elemen. Di karenakan konten (kartun & kartun komik) pada komik beraneka ragam dan membentuk jalin kesatuan cerita maka analisis dilakukan pada tema-tema yang menonjol dengan tringulasi dimensi politik. Analisisi ini diharapkan mampu untuk menarik keluar hal-hal tersembunyi dibalik konten komik Mice Cartoon:Indonesia 1998.
18